Anda di halaman 1dari 59

LAPORAN PENDAHULUAN

KEGAWATDARURATAN REPAIR
REKTI EC CA BULI + VENTILATOR
UAP

Oleh :

FITRIANI
2014901066

CI Ruangan Pembimbing Akademik

( ) (Ns. Rahmiwati, S.Kep, M.Kep )

PROGRAM STUDI PROFESI NERS


UNIVERSITAS FORT DE KOCK
TAHUN 2021

LAPORAN PENDAHULUAN
CA BULI ( KANKER KANDUNG KEMIH)

A. Pengertian
Tumor buli-buli adalah tumor yang didapatkan dalam buli-buli. Yang
paling sering dijangkiti kanker dari alat perkemihan adalah Buli-buli. Kanker
Buli-buli terjadi tiga kali lebih banyak pada pria dibandingkan pada wanita,
dan tumor-tumor multiple juga lebih sering, kira-kira 25% klien mempunyai
lebih dari satu lesi pada satu kali dibuat diagnosa.
Carcinoma buli adalah tumor yang didapatkan pada buli-buli atau
kandung kemih yang akan terjadi gross hematuria tanpa rasa sakit yaitu
keluar air kencing warna merah terus.
Kanker (karsinoma) kandung kemih (buli-buli / vesika urinaria)
adalah tumor ganas yangmenyerang permukaan dinding kandung kemih
atau tumbuh dalam dinding tersebut dan dengan cepat menginvasi otot
disekitarnya.
Kanker buli-buli adalah kanker yang mengenai organ buli-buli
(kandung kemih). Buli-buli adalah organ yang berfungsi untuk menampung
air kemih yang berasal dari ginjal. Jika buli-buli telah penuh maka air kemih
akan dikeluarkan.
Carcinoma buli adalah tumor yang didapatkan pada buli-buli atau
kandung kemih yang akan terjadi gross hematuria tanpa rasa sakit yaitu
keluar air kencing warna merah terus. Klasifikasi Kanker:
1. Ta : Tumor terbatas pada epitelium
2. Tis : Carsinoma in situ
3. T1 : Tumor sampai dengan lapisan subepitelium
4. T2 : Tumor sampai dengan lapisan otot superficial
5. T3a : Tumor sampai dengan lapisan otot dalam
6. T3b : Tumor sampai dengan lapisan lemak perivesika
7. T4 : Tumor sampai dengan jaringan di luar buli-buli: prostat,
uterus, vagina, dinding pelvis, dan dinding abdomen.
Stadium Ta, Tis dan T1 digolongkan sebagai tumor superficial,
sedangka stadium T2 sampai dengan T4 digolongkan sebagai tumor invasif.

B. Etiologi
Penyebab yang pasti dari kanker kandung kemih tidak diketahui.
Tetapi penelitian telah menunjukkan bahwa kanker ini memiliki beberapa
faktor resiko, yaitu:
1. Usia
Resiko terjadinya kanker kandung kemih meningkat sejalan dengan
pertambahan usia.
2. Merokok
Merupakan faktor resiko yang utama. Rokok mengandung amin aromatic
dan nitrosamine yang merupakan jenis hidrokarbon didalam TAR. Zat ini
akan meningkatkan resiko terkena kanker buli.
3. Lingkungan pekerjaan
Beberapa pekerja memiliki resiko yang lebih tinggi untuk menderita
kanker ini karena di tempatnya bekerja ditemukan bahan-bahan
karsinogenik (penyebab kanker). Misalnya pekerja industri karet, kimia,
kulit, dan dilaboratorium yang rentan terhadap senyawa amin aromatic.
4. Infeksi saluran kemih
Karena bakteri Escheria coli dan Proteus yang menghasilkan
karsinogen.
5. Kopi, pemanis buatan, dan obat-obatan
Jika dikonsumsi terlalu sering dalam waktu jangka panjang. Misalnya
pemakaian siklofosfamid atau arsenik untuk mengobati kanker dan
penyakit lainnya.
6. Ras
Orang kulit putih memiliki resiko 2 kali lebih besar, resiko terkecil
terdapat pada orang Asia.
7. Jenis kelamin
Pria memiliki resiko 2-3 kali lebih besar.

8. Riwayat keluarga
Orang-orang yang keluarganya ada yang menderita kanker kandung
kemih memiliki resiko lebih tinggi untuk menderita kanker ini. Peneliti
sedang mempelajari adanya perubahan gen tertentu yang mungkin
meningkatkan resiko terjadinya kanker ini.

C. Klasifikasi
Tipe tumor didasarkan pada type selnya, tingkat anaplasia dan invasi.
1. efidermoid Ca, kira-kira 5% neoplasma buli-buli –squamosa cell.,
anaplastik, invasi yang dalam dan cepat metastasenya.
2. Adeno Ca, sangat jarang dan sering muncul pada bekas urachus
3. Rhabdomyo sarcoma, sering terjadi pada anak-anak laki-laki
(adolescent), infiltasi, metastase cepat dan biasanya fatal
4. Primary Malignant lymphoma, neurofibroma dan
pheochromacytoma, dapat menimbulkan serangan hipertensi selama
kencing.
5. Ca dari pada kulit, melanoma, lambung, paru dan mamma mungkin
mengadakan metastase ke buli-buli, invasi ke buli-buli oleh
endometriosis dapat terjadi.

D. Manifetasi Klinis
1. Kencing campur darah yang intermitten
2. Merasa panas waktu kencing
3. Merasa ingin kencing
4. Sering kencing terutama malam hari dan pada fase selanjutnya sukar
kencing
5. Nyeri suprapubik yang konstan
6. Panas badan dan merasa lemah
7. Nyeri pinggang karena tekanan saraf
8. Nyeri pda satu sisi karena hydronephrosis
E. Pathofisiologi
Meningkatnya usia harapan hidup pada seseorang merupakan salah
satu faktor resiko terkena ca buli (Brunner & Suddarth. 2002). Pada laki-laki
dengan usia diatas 50 tahun resiko mengidap ca buli lebih besar dari pada
perempuan. Semakin bertambah usia seseorang, imunitas menurun sehingga
rentan terpapar oleh radikal bebas. Merokok serta terpapar dengan zat
karsinogenik turut meningkatkan seseorang mengidap ca buli (Jameson,
2008). Proses terpaparnya kandung kemih zat-zat karsinogen dimulai dengan
terserapnya radikal bebas didalam sirkulasi darah. Selanjutnya zat tersebut
terfiltrasi diglomerolus untuk diekskresi bersama urin.
Radikal bebas bergabung dengan urine secara terus menerus dan
masuk ke kandung kemih. Selanjutnya terjadi stagnasi radikal bebas, radikal
bebas ini menimbulkan kerusakan pada DNA dan RNA. Kerusakan DNA
mennstimulasi sel tubuh untuk melakukan perbaikan, akibat terpapar zat
karsinogen maka dalam proses perbaikan DNA tersebut mengalami mutasi
pada genom sel somatic. Mutasi dari genom sel somatik menyebabkan
pengaktifan onkogen yang mendorong proses pertumbuhan, terjadinya
perubahan gen yang mengendalikan pertumbuhan dan yang terakhir adalah
penonaktifan gen supresor kanker. Ketiga hal tersebut mengakibatkan
produksi gen regulatorik hilang. Pada akhirnya ca buli terjadi akibat dari
replikasi DNA yang berlebihan di dalam kandung kemih (M. B. Amin, 2013).
F. Web Of Caution

G. Komplikasi
1. Infeksi sekunder bila tumor mengalami ulserasi
2. Retensi urine bila tumor mengadakan invasi ke bladder neck
3. Hydronephrosis oleh karena ureter menglami oklusi

H. Pemeriksaan Penunjang
1. Laboratorium
a. Hb menurun oleh karena kehilangan darah, infeksi, uremia, gros atau
micros hematuria
b. Lukositosis bila terjadi infeksi sekunder dan terdapat pus dan bakteri
dalam urine. RFT normal, Lymphopenia (N = 1490-2930)
2. Radiology
Excretory urogram biasanya normal, tapi mungkin dapat
menunjukkan tumornya. Retrograde cystogram dapat menunjukkan
tumor. Fractionated cystogram adanya invasi tomor dalam dinding buli-
buli. Angography untuk mengetahui adanya metastase lewat pembuluh
limpe.
3. Cystocopy dan biopsy
Cystoscopy hamper selalu menghasilkan tumor Biopasi dari pada lesi
selalu dikerjakan secara rutin.
4. Cystologi
Pengecatan sieman/papanicelaou pada sediment urine terdapat
transionil cel dari pada tumor.

I. Penatalaksanaan
1. Operasi
a. Reseksi tranurethral untuk single/multiple papiloma
b. Dilakukan pada stage 0,A,B1 dan grade I-II-low grade
c. Total cystotomy dengan pegangkatan kel.Prostate dan urinary
diversion untuk :
1) transurethral cel tumor pada grade 2 atau lebih
2) aquamosa cal Ca pada stage B-C
2. Radioterapy
Diberikan pada tumor yang radiosensitive seperti undifferentiated pada
grade III-IV dan stage B2-C. Radiasi diberikan sebelum operasi selama 3-
4 minggu, dosis 3000-4000 Rads. Penderita dievaluasi selam 2-4
minggu dengan iinterval cystoscopy, foto thoraks dan IVP, kemudian
6 minggu setelah radiasi direncanakan operasi. Post operasi radiasi
tambahan 2000-3000 Rads selam 2-3 minggu.
3. Chemoterapi
Obat-obat anti kanker :
a. Citral, 5 fluoro urasil
b. Topical chemotherapy yaitu Thic-TEPA, Chemotherapy merupakan
paliatif. 5-Fluorouracil (5-FU) dan doxorubicin (adriamycin)
merupakan bahan yang paling sering dipakai. Thiotepa dapat
diamsukkan ke dalam Buli-buli sebagai pengobatan topikal.
Klien dibiarkan menderita dehidrasi 8 sampai 12 jam sebelum
pengobatan dengan theotipa dan obat diabiarkan dalam Buli-buli
selama dua jam.

J. Konsep Asuhan Keperawatan


1. Pengkajian
a. Identitas :
b. Keluhan utama dan alasan klien ke rumah sakit
Pasien nyeri saat BAK dan agak mengedan, ada benjolan pada
abdomen sebelah bawah, sulit BAB, dan nyeri diseluruh tubuh
terutama dipinggang
c. Primary Survey
Primary Survei adalah Pengkajian cepat untuk
mengidentifikasi dengan segera masalah actual/potensial dari kondisi
mengancam jiwa (life threatening). Dalam pelaksanaan pengkajian
ini ditekankan pada waktu setiap langkah dilakukan dalam urutan
yang benar dan langkah berikutnya dilakukan jika langkah
sebelumnya telah sepenuhnya dinilai dan berhasil.
1) Pengkajian Airway
a) Periksa jalan nafas dari sumbatan benda asing (padat, cairn
bengakak).
b) Potency jalan nafas, → meletakan tangan di atas mulut atau
hidung.
c) Auscultasi paru → keadekwatan expansi paru, kesimetrisan.
2) Pengkajian Breathing (Pernapasan)
a) Look, Listen, Feel
Look : Apakah kesadaran menurun, gelisah, adanya jejas
diatas klavikula, adanya penggunaan otot tambahan
Listen : Dengan atau tanpa stetoskop apakah ada suara
tambahan
Feel : palpasi untuk adanya pergeseraan trakea, fraktur
ruling iga, subcutaneous emphysema
b) Tentukan laju dan tingkat kedalaman napas klien, kaji lebih
lanjut mengenai karater dan kualitas pernapasan pasien.
c) Penilaian kembali status mental pasien
d) Dapatkan bacaan pulse oksimetri jika diperlukan.
3) Pengkajian Circulation
a) Cek nadi dan mulai lakukan Cardiopulmonary Resusication
(CPR) jika diperlukan
b) Control perdarahan yang dapat mengaancam kehidupan
dengan pemberian penekanan secara langsung
c) Palasi nadi radial jika diperlukan:
(1) Menentukan ada atau tidaknya
(2) Menilai kualitas secara umum (kuat/ lemah)
(3) Identifikasi rate (lambat, normal atau cepat)
(4) Regularity
(a) Kaji kulit untuk melihat adanya tanda-tanda
hipoperfusi atau hipoksia (Capilary refiil)
(b) Lakukan treatment terhadap hipoperfusi
4) Disabilities
Pada Primary survey, disability dikaji dengan menggunakan
skala AVPU:
a) Alert yaitu merespon suara dengan tepat, misalnya perintah
yang diberikan
b) Vocalises mungkin tidak sesuai atau mngeluarkan suara
yang tidak bisa dimengerti
c) Responds to pain only (harus dinilai semua keempat tugkaai
jika ekstremitas awal yng digunakan untuk mengkaji gagal
merespon)
d) Unresponsive to pain jika pasien tidak merespon baik
stimulus nyeri maupun stimulus verbal.
e) GCS: adalah skala yang digunakan para tenaga medis,
untuk melihat tingkat kesadaran seseorang berdasarkan
respons yang diberikan pasien tersebut.
(1) Pemeriksaan respons mata (E)
Nilai 4: pasien bisa membuka mata secara spontan,
disertai kedipan.
Nilai 3: pasien bisa membuka mata setelah menerima
rangsang suara seperti teriakan atau panggilan.
Nilai 2: pasien hanya bisa membuka mata setelah
mendapat rangsang nyeri seperti cubitan.
Nilai 1: pasien sama sekali tidak dapat membuka mata
meski telah menerima berbagai rangsang
(2) Pemeriksaan respons suara (V)
Nilai 5: pasien bisa berbicara dengan baik dan terarah.
Nilai 4: pasien bingung dengan arah pembicaraannya,
tapi masih bisa menjawab pertanyaan.
Nilai 3: pasien tidak bisa memberikan jawaban yang
sesuai, hanya bisa mengeluarkan kata-kata yang masih
bisa dipahami, bukan berupa kalimat.
Nilai 2: pasien tidak dapat mengeluarkan kata-kata
secara jelas, hanya terdengar seperti rintihan.
Nilai 1: pasien benar-benar diam dan tidak bisa
bersuara.
(3) Pengkuran respons gerakan (M)
Nilai 6: pasien dapat melakukan gerakan sesuai arahan.
Nilai 5: pasien bisa bergerak secara terkontrol apabila
memperoleh rangsang nyeri.
Nilai 4: pasien bisa bergerak secara refleks menjauhi
sumber rangsang nyeri.
Nilai 3: tubuh pasien menekuk dengan kaku, sehingga
hanya bergerak sedikit saat memperoleh rangsang
nyeri.
Nilai 2: seluruh tubuh pasien kaku, sehingga respons
yang diberikan terhadap rangsang nyeri hampir tidak
ada.
Nilai 1: sama sekali tidak ada respons terhadap
rangsang nyeri.
5) Expose
Menanggalkan pakaian pasien dan memeriksa cedera pada
pasien. Jika pasien diduga memiliki cedera leher atau tulang
belakang, imobilisasi in line penting untuk dilakukan. Lakukan
log roll ketika melakukan pemeriksaan ada punggung pasien.
Yang perlu diperhatikan dalam melakukan pemeriksaan adalah
mengekspos pasien hanya selama pemeriksaan eksternal.
Setelah semua pemeriksaan dilakukan, tutup pasien dengn
selimut hangaan dan jaga privasi klen kecuali jika diperlukaan
pemeriksaan ulang. Dalam situasi yang diduga telah terjadi
mekanisme trauma yang mengancam jiwa, maka rapid trauma
assessment harus segera dilakukan:
a) Lakukan pemeriksan kepala , leher, dan ekstremitas pada
pasien
b) Perlakukan setiap temuan luka baru yang dapat mengancam
nyawa pasien luka dan mulai melakukan pada pasien yang
berpotensi tidak stabil atau kritis.
c) Kaji balutan bedah pasien terhadap adanya perdarahan
d. Pengkajian Sekunder
Pengkajian sekunder dilakukan setelah masalah airway,
breathing, dan circulation yang ditemukan pada pengkajian primer
diatasi. Pengkajian ini dilakukan setelah kondisi pasien mulai stabil
yakni tidak menglami syok atau tanda-tanda syok telah mulai
membaik. Pengkajian sekunder meliputi pengkajian objektif dan
subjektif dari riwayat keperawatan dan pengkajian dari kepala
sampai kaki (head to toe)
1) Get Vital Sign/ Tanda-tanda vital secara continue
Kaji :
1. Tekanan darah
2. Irama dan kekuatan nadi
3. Irama, kekuatan dan penggunaan otot bantu
4. Saturasi oksigen
2) Riwayat Penyakit
a) Keluhan utama dan alasan klien ke rumah sakit
Pasien nyeri saat BAK dan agak mengedan, ada benjolan
pada abdomen sebelah bawah, sulit BAB, dan nyeri
diseluruh tubuh terutama dipinggang.
b) Lamanya waktu kejadian sampai dengan dibawah ke rumah
sakit
c) Gambaran mekanisme cedera dan penyakit seperti nyeri
pada organ tubuh yang mana, gunakan pengkajian nyeri :
- Provoked (P) : apa yang menyebabkan nyeri?, apa yang
menyebabkan nyerinya lebih buruk?, apa yang
dilakukan saat nyeri? Apakah rasa nyeri itu membuat
anda terbangun saat tidur?
- Quality (Q) : bisakah anda menggaambarkan rasa
nyerinya? Apakah seperti diiris, tajam, ditekan, ditusuk,
dll.
- Radian (R) : disebelah mana nyeri yang dirasakan,
apakah nyerinya menyebar atau di satu titik lokasi
tertentu?
- Severity (S): seberapa parah nyerinya, dri rentang skala
0-10 dengan 0 tidak ada nyeri dn 10 adalah nyeri hebat.
- Time (T) : kapan nyeri itu timbul, berapa lama nyeri itu
timbul, apakah terus menerus ataau hilang timbul?
d) Riwayat penyakit lain yang pernah dialami/operasi
pembedahan/kehamilan
e) Riwayat pengobatan yang dilakukan untuk mengatasi sakit
sekarang, imunisasi tetanus yang dilakukan dan riwayat
alergi klien.
f) Riwayat keluarga yang mengalami penyakit yang sama
dengan klien.
Keluarga pasien tidak ada riwayat penyakit kanker ini
maupun kanker lainnya.
3) Pengkajian Head to toe
a) Pengkajian kepala, leher dan wajah
(1) Kepala : Simetris, tidak ada oedema, tidak ada lesi
(2) Mata : Simetris, konjungtiva anemis, sclera tidak
ikterik, fungsi penglihatan normal
(3) Hidung : Simetris, tidak ada sumbatan atau secret,
fungsi pemciuman normal
(4) Telinga : Simetris, tidak ada sumbatan, tidak ada lesi,
fungsi normal
(5) Mulut : Mukosa bibir kering dan pucat.
(6) Leher : Simetris, palpasi vena jugularis (-), tidak ada
pembesaran kelenjar tiroid.
b) Pengkajian dada
(1) Paru-paru
(a) Inspeksi : dada simetris, tidak ada benjolan, tidak
ada lesi
(b) Palpasi : taktil fremitus kanan=kiri, tidak teraba
benjolan/massa
(c) Perkusi : suara paru sonor (normal)
(d) Auskultasi: vesikuler (normal), tidak ada ronkhi
dan wheezing.
(2) Jantung
(a) Inspeksi : iktus cordis tidak terlihat
(b) Palpalsi : iktus cordis teraba2 jari di medial 2 MCS
SIC V
(c) Perkusi : batas-batas jantung normal
(d) Batas normal jantung yaitu: Kanan atas: SIC II
RSB, kiri atas: SIC II LSB, kanan bawah: SIC
IV RSB, kiri bawah: SIC V medial 2 MCS
(e) Auskultasi :tidak ada murmur.
c) Abdomen
Inspeksi : perut sedikit membuncit, ada benjolan di perut
sebelah bawah
Palpasi : teraba massa 2 jari, sulit digerakkan, berbenjol-
benjol
Perkusi : timpani
Auskultasi : bising usus normal
d) Ekstremitas
Ekstremitas atas: Tidak ada oedema dan lesi
Ekstremitas bawah : Terdapat oedema pada kedua kaki dari
paha sampai kaki bagian bawah.
2. Diagnosa Keperawatan
a. Nyeri akut b.d agen cedera fisik
b. Defisit nutrisi b.d kurangnya asupan nutrisi
c. Resiko infeksi b.d peningkatan paparan organisme patogen
lingkungan
d. Gangguan pola eliminasi urine b.d iritasi kandung kemih
e. Kerusakan integritas jaringan
3. Intervensi
No Diagnosa Tujuan Intervensi
1 Nyeri akut b.d agen Setelah dilakukan tindakan Manajemen nyeri
cedera fisik keperawatan selama 1x24 jam Observasi :
diharapkan nyeri hilang - Identifikasi lokasi,
dengan KH : karakteristik, durasi,
- Tingkat nyeri frekuensi, kualitas, intensitas
menurun nyeri.
- Penyembuhan luka - Identifikasi skala nyeri
membaik Terapeutik :
- Tingkat cidera - Berikan teknik
menurun nonfarmakologis untuk
mengurangi rasa nyeri.
Edukasi :
- Jelaskan penyebab dan
periode dan pemicu nyeri
Kolaborasi :
- Kolaborasi pemberian
analgetik
Edukasi teknik nafas dalam
Observasi :
- Identifikasi kesiapan dan
kemampuan menerima
informasi
Terapeutik :
- Sediakan materi dan media
pendidikan kesehatan
Edukasi :
- Jelaskan tujuan dan manfaat
teknik nafas dalam
- Jelaskan prosedur teknik nafas
dalam.
2 Defisit Nutrisi b.d Setelah dilakukan tindakan Manajemen Nutrisi
kurangnya asupan keperawatan selama 1x24 jam Observasi :
makanan diharapkan defisit nutrisi - Identifikasi status nutrisi
meningkat dengan KH : - Monitor asupan makanan
- Porsi makan yang Terapeutik :
dihabiskan cukup - Lakukan oral hygiene sebelum
meningkat makan, jika perlu
- Kekuatan otot Edukasi :
mengunyah cukup - Ajarkan diet yang
meningkat diprogramkan
- Kekuatan otot Kolaborasi :
menelan cukup - Kolaborasi dengan ahli gizi
meningkat untuk menentukan jumlah
kalori dan jenis nutrien yang
dibutuhkan, jika perlu.
Promosi berat badan
Observasi :
- Identifikasi kemnungkinan
penyebab BB kurang
- Monitor adanya mual dan
muntah
Terapeutik :
- Berikan perawatan mulut
sebelum makan
- Sediakan makanan yang tepat
sesuai kondisi pasien
Edukasi :
- Jelaskan jenis makanan yang
bergizi tinggi
- Jelaskan peningkatan asupan
lkalori yang dibutuhkan.
3 Resiko infeksi b.d Setelah dilakukan tindakan Manajemen imunisasi/vaksinasi
efek prosedur invasif keperawatan selama 1x24 jam Observasi :
diharapkan resiko infeksi - Identifikasi riwayat kesehatan
menurun dengan KH : dan riwayat alergi
- Kebersihan tangan - Identifikasi kontraindikasi
cukup meningkat pemberian imunisasi
- Kebersihan badan Terapeutik :
cukup meningkat - Dokumentasikan informasi
- Demam cukup vaksinasi
menurun Edukasi :
- Bengkak cukup - Jelaskan tujuan, manfaat,
menurun reaksi yang terjadi jadwal, dan
efek samping.
Pencegahan infeksi
Observasi :
- Monitor tanda dan gejala
infeksi lokal dan sistemik
Terapeutik :
- Pertahankan teknik aseptik
Edukasi :
- Jelaskan tanda dan gejala
infeksi
Kolaborasi :
- Kolaborasi pemberian
antibiotik, jika perlu.
4 Gangguan eliminasi Setelah dilakukan asuhan SIKI :
urin b.d iritasi keperawatan selama ….x… Perawatan Retensi Urine
kandung kemih jam, diharapkan gangguan a. Monitor tingkat distensi kandung
eliminasi urin yang dirasakan kemih dengan palpasi dan perkusi
pasien berkurang dengan b. Berikan rangsangan berkemih
kriteria hasil : (kompres dingin pada abdomen)
SLKI : c. Jelaskan penyebab retensi urine
Eliminasi urin d. Ajarkan cara melakukan
1. Sensasi berkemih rangsangan berkemih
meningkat
2. Distensi kandung kemih
meningkat
3. Berkemih tidak tuntas
menurun
Kontinensia urin
1. Kemampuan berkemih
meningkat
2. Residu volume setelah
berkemih menurun
5 Gangguan Integritas Setelah dilakukan tindakan Observasi
Kulit/Jaringan keperawatan selama 1x 24 jam  Monitor karakteristik luka
gangguan integritas kulit (dranase, warna, ukuran, bau)
menurun:  Monitor tanda-tanda infeksi.
KH : Terapeutik
Integritas Kulit dan Jaringan  Lepaskan balutan dan plaster
 Perfusi jaringan secara perlahan.
meningkat (5)  Cukur rambut di sekitar luka, jika
 Kerusakan jaringan perlu
menurun (5)  Bersihkan dengan NACL atau
 Kerusakan lapisan kulit pembersih nontoksik, sesuai
menurun (5) kebutuhan
 Nyeri menurun (5)  Bersihkan jaringan nekrotik.
 Pedarahan menurun (5)  Berikan salep yang sesuai dengan
Kemerahan menurun (5) luka / lesi, jika perlu
 Nekrosis menurun (5)  Bersihkan jaringan nekrotik.
 Suhu kulit membaik (5)  Pasang balutan sesuai jenis luka.
Penyembuhan luka.  Pertahankan teknik steril saat
 Penyatuan kulit meningkat perawatan luka.
(5)  Ganti balutan sesuai dengan jumlah
 Penyatuan tepi luka eksudat dan drenase.
meningkat (5)  Jadwalkan perubahan posisi setiap
 Pembentukan jaringan 2 jam atau sesuai dengan kondisi
parut menurun (1) pasien.
 Edema pada sisi luka  Berikan diet dengan kalori 30-35
menurun (5) kkl/kg / hari dan protein 1,25-1,5
 Peradangan menurun (5) g/kgBB/hari.
 Nyeri menurun (5)  Berikan suplemen vitamin dan
 Infeksi menurun (5) mineral , sesuai indikasi.
 Berikan terapi TENS , jika perlu
Edukasi
 Jelaskan tanda dan gejala infeksi.
 Anjurkan mengkonsumsi makanan
tinggi kalori dan protein.
 Ajarkan perawatan luka secara
mandiri.
Kolaborasi
 Kolaborasi prosedur debridement
(mis, enzimatik, biologis, mekanis)
 Kolaborasi pemberian anti
biotik,jika perlu.

1. Implementasi
Implementasi adalah pengolahan dan perwujudan dari rencana
keperawatan yang telah disusun pada tahap perencanaan. Tindakan
keperawatan perawat berfokus pada keseimbangan fisiologis dengan
membantu pasien dalam keadaan sehat maupun sakit sehingga dapat
menigkatkan kualitas hidup pasien. Jenis tindakan yang telah disusun
pada tahap perencanaan. Pada implementasi ini terdiri dari tindakan
mandiri, saling ketergantungan atau kolaborasi dan tindakan rujukan/
ketergantungan. Implementasi tindakan keperawatan disesuaikan dengan
rencana tindakan keperawatan. Sebelum melaksanakan tindakan yang
sudah direncanakan, perawat perlu memvalidasi dengan singkat apakah
rencana tindakan masih sesuai dan dibutuhkan pasien sesuai dengan
kondisi saat ini (Desmawati, 2019).

2. Evaluasi
Evaluasi adalah tahap terakhir dari proses keperawatan yang
bertujuan untuk menilai hasil akhir dari seluruh tindakan keperawatan
yang telah dilakukan (Bararah & Jauhar, 2013).
DAFTAR PUSTAKA

Black, Joyce M & Esther Matassarin-Jacobs. 2007. Medical Surgical Nursing :


Clinical Management for Continuity of Care, Edisi 5, W.B. Saunders
Company, Philadelphia
Carpenito, Lynda Juall. 2004. Buku Saku Diagnosa Keperawatan. EGC. Jakarta.
Doenges, Marilyn E, et all. 2005. Nursing Care Plans : Guidelines
for Planning and Documenting Patient Care, Edition 3, F.A. Davis
Company, Philadelphia.
Gale, Danielle & Charette, Jane. 2008. Rencana Asuhan Keperawatan Onkologi.
EGC. Jakarta.
Long, Barbara C. 2006. Perawatan Medikal Bedah. Alih Bahasa: Yayasan Ikatan
Alumni Pendidikan Keperawatan Pajajaran Bandung, Edisi 1, Yayasan
IAPK Pajajaran, Bandung.
LAPORAN PENDAHULUAN
REPAIR RECTI
A. Pengertian
Operasi repair diastasis recti dilakukan sebagai bagian dari operasi
pengencangan perut, untuk mengembalikan otot perut kembali ke garis
tengah. Tingkat kerataan yang dicapai pada akhirnya ditentukan oleh
kekuatan jaringan Anda dan berat yang Anda bawa di dalam perut—lemak
visceral.
Diastasis recti, juga dikenal sebagai pemisahan perut, menggambarkan
suatu kondisi ketika perut mencuat karena otot-otot di perut telah melebar.
Kondisi ini paling sering terjadi selama kehamilan dan bisa bersifat sementara
atau berlama-lama setelah melahirkan.
Diastasis recti adalah suatu kondisi di mana otot ab (lebih formal
disebut otot rectus abdominis) di kedua sisi pusar terpisah, menciptakan apa
yang kadang-kadang disebut mommy pooch. Otot-otot perut dihubungkan
oleh lapisan jaringan yang dikenal sebagai linea alba (fascia). Jaringan itu
dapat meregang ke titik di mana otot-otot sebagian atau seluruhnya terpisah,
menciptakan apa yang dikenal sebagai diastasis rektus.

B. Tujuan repair diastasis recti


Tujuan dari repair diastasis recti adalah untuk memperbaiki atau
mengencangkan otot perut pasien dan memperbaiki masalah terkait seperti
hernia.

C. Prosedur repair diastasis recti


Kehamilan dan persalinan dapat secara dramatis mengubah tubuh
wanita. Saat bayi berkembang di dalam rahim ibu, otot-otot perut meregang
untuk mengakomodasi janin yang sedang tumbuh. Biasanya, otot perut akan
kembali ke posisi normalnya setelah melahirkan, tetapi untuk beberapa
wanita, otot-otot tetap terpisah sehingga membuat perut terlihat kendur dan
kendur yang dikenal sebagai diastasis recti. Diastasis recti juga dapat terjadi
pada pria dan biasanya disebabkan, dan diperburuk, oleh latihan dan teknik
mengangkat yang tidak tepat. Sementara beberapa kasus dapat diperbaiki
dengan olahraga yang tepat dan terapi fisik, kasus yang parah mungkin
memerlukan intervensi bedah.
Operasi diastasis recti biasanya dilakukan bersamaan dengan
abdominoplasty tetapi dapat diselesaikan sebagai prosedur mandiri jika
kelebihan lemak dan kulit tidak perlu dihilangkan. Jika pasien juga memiliki
hernia umbilikalis karena diastasis recti yang parah, kondisi itu juga akan
ditangani selama operasi. Pasien akan membutuhkan anestesi umum. Sayatan
horizontal akan dibuat antara pusar dan area kemaluan. Kulit dan jaringan di
atas fasia perut akan dirusak dan diangkat ke pusar. Sayatan akan dibuat di
sekitar pusar untuk membebaskan tangkai pusar. Diseksi dan peninggian
perut akan berlanjut ke bagian bawah tulang rusuk pasien. Selanjutnya, otot-
otot perut yang terpisah akan dijahit kembali menggunakan jahitan yang tidak
dapat larut di beberapa kedalaman untuk penguatan yang lebih baik. Setelah
pengencangan otot selesai, pusar akan disambungkan kembali ke kulit luar,
kulit perut akan ditarik kembali ke area kemaluan,

D. Pro dan Kontra Repair Diactisis Recti


1. Pro
a. Repair Diactisis Recti dapat meratakan perut Anda dan memperbaiki
perut yang menonjol (pada pasien yang tepat). “Tingkat kerataan
akan ditentukan oleh berat awal Anda dan seberapa baik Anda
mempertahankan berat badan Anda,” kata Dr. Tattelbaum.
b. Ini dapat memperkuat inti Anda dan dapat meningkatkan nyeri
punggung, dalam beberapa kasus.
2. Kontra
a. Ini adalah operasi besar yang datang dengan dua sampai tiga minggu
pemulihan intens. Jika Anda masih memiliki anak kecil, Anda akan
membutuhkan bantuan yang signifikan dengan pengasuhan anak.
b. Ini meninggalkan bekas luka panjang di bawah garis bikini.
c. Beberapa mati rasa di perut bagian bawah adalah normal dan
permanen.
E. Kandidat Ideal
Kandidat yang ideal untuk repair diastasis recti adalah pasien yang
otot-otot perutnya telah terpisah di sepanjang garis tengah, mengakibatkan
penampilan bengkak yang tidak dapat dihilangkan dengan diet dan olahraga.

F. Tidak Direkomendasikan Untuk


Repair diastasis recti tidak dianjurkan untuk pasien yang belum
pernah mencoba memperbaiki otot perut mereka dengan diet dan olahraga
yang tepat. Prosedur ini tidak dianjurkan untuk pasien yang kurang dari 1
tahun post partum.

G. Potensi Resiko Dan Efek Samping Repair Diactisis Recti


Operasi repair diastasis recti yang dilakukan dengan pengencangan
perut umumnya aman, jika dilakukan oleh ahli bedah plastik bersertifikat
dengan pengalaman luas dalam prosedur ini.
Namun, pengencangan perut adalah operasi besar, dan komplikasi
mungkin terjadi. Sebuah studi tahun 2015 yang diterbitkan dalam Bedah
Plastik dan Rekonstruksi menunjukkan bahwa prosedur ini memiliki tingkat
komplikasi 3%, dibandingkan dengan 1,5% untuk sebagian besar operasi
kosmetik lainnya. Hematoma (ketika darah terkumpul di bawah kulit) adalah
komplikasi yang paling umum, tetapi infeksi dan pembekuan darah
(trombosis) juga mungkin terjadi. Dalam kasus yang jarang terjadi, gumpalan
darah tersebut dapat mencapai paru-paru, yang dapat menyebabkan kematian.

H. Efek samping repair diastasis recti


Efek samping dari repair diastasis recti dapat mencakup memar,
bengkak, nyeri dan ketidaknyamanan, jaringan parut yang tidak
menguntungkan, dan hasil yang tidak memuaskan.
I. Catatan Pemulihan
Drain akan dipasang selama kurang lebih dua minggu setelah operasi.
Pembengkakan bisa berlangsung selama enam minggu, kenakan pakaian
kompresi selama periode ini. Berhati-hatilah untuk tidak membuka kembali
luka selama tiga bulan, yang berarti berhati-hati untuk tidak membengkokkan
atau mengangkat sesuatu dengan tidak benar. Diperlukan waktu hingga satu
tahun untuk pulih sepenuhnya setelah operasi.
DAFTAR PUSTAKA

https://www.realself.com/surgical/diastasis-recti-repair
https://aedit.com/procedure/diastasis-recti-repair
LAPORAN PENDAHULUAN
VENTILATOR
A. Pengertian
Ventilasi mekanik adalah proses penggunaan suatu peralatan untuk
memfasilitasi transpor oksigen dan karbondioksida antara atmosfer dan
alveoli untuk tujuan meningkatkan pertukaran gas paru-paru (Urden, Stacy,
Lough, 2010). Ventilator merupakan alat pernafasan bertekanan negatif atau
positif yang dapat mempertahankan ventilasi dan pemberian oksigen untuk
periode waktu yang lama (Smeltzer, Bare, Hinkle, Cheever, 2008).
Ventilasi mekanik adalah suatu alat bantu mekanik yang berfungsi
memberikan bantuan nafas pasien dengan cara memberikan tekanan udara
positif pada paru-paru melalui jalan nafas buatanadalah suatu alat yang
digunakan untuk membantu sebagian atau seluruh proses ventilasi untuk
mempertahankan oksigenasi (Brunner dan Suddarth, 2002).

B. Tujuan Pemasangan Ventilator Mekanik


Ada beberapa tujuan pemasangan ventilator mekanik, yaitu:
a. Mengurangi kerja pernapasan
b. Meningkatkan tingkat kenyamanan pasien
c. Pemberian MV yang akurat
d. Mengatasi ketidakseimbangan ventilasi dan perfusi
e. Menjamin hantaran O2 ke jaringan adekuat
Selan itu, tujuan ventilasi mekanik adalah untuk mempertahankan
ventilasi alveolar yang tepat untuk kebutuhan metabolik pasien dan untuk
memperbaiki hipoksemia dan memaksimalkan transpor oksigen (Hudak &
Gallo, 2010). Bila fungsi paru untuk melaksanakan pembebasan CO2 atau
pengambilan O2 dari atmosfir tidak cukup, maka dapat dipertimbangkan
pemakaian ventilator (Rab, 2007). Tujuan fisiologis meliputi membantu
pertukaran gas kardio-pulmonal (ventilasi alveolar dan oksigenasi arteri),
meningkatkan volume paru-paru (inflasi paru akhir ekspirasi dan kapasitas
residu fungsional), dan mengurangi kerja pernafasan. Tujuan klinis meliputi
mengatasi hipoksemia dan asidosis respiratori akut, mengurangi distress
pernafasan, mencegah atau mengatasi atelektasis dan kelelahan otot
pernafasan, memberikan sedasi dan blokade neuromuskular, menurunkan
konsumsi oksigen, mengurangi tekanan intrakranial, dan menstabilkan
dinding dada (Urden, Stacy, Lough, 2010).

C. Indikasi Pemasangan Ventilator Mekanik


1. Pasien dengan gagal nafas.
Pasien dengan distres pernafasan gagal nafas, henti nafas (apnu)
maupun hipoksemia yang tidak teratasi dengan pemberian oksigen
merupakan indikasi ventilasi mekanik. Idealnya pasien telah mendapat
intubasi dan pemasangan ventilasi mekanik sebelum terjadi gagal nafas
yang sebenarnya. Distres pernafasan disebabkan ketidakadekuatan
ventilasi dan atau oksigenasi. Prosesnya dapat berupa kerusakan paru
(seperti pada pneumonia) maupun karena kelemahan otot pernafasan
dada (kegagalan memompa udara karena distrofi otot).
2. Insufisiensi jantung.
Tidak semua pasien dengan ventilasi mekanik memiliki kelainan
pernafasan primer. Pada pasien dengan syok kardiogenik dan CHF,
peningkatan kebutuhan aliran darah pada sistem pernafasan (sebagai
akibat peningkatan kerja nafas dan konsumsi oksigen) dapat
mengakibatkan jantung kolaps. Pemberian ventilasi mekanik untuk
mengurangi beban kerja sistem pernafasan sehingga beban kerja jantung
juga berkurang.
3. Disfungsi neurologist
Pasien dengan GCS 8 atau kurang yang beresiko mengalami apnu
berulang juga mendapatkan ventilasi mekanik. Selain itu ventilasi
mekanik juga berfungsi untuk menjaga jalan nafas pasien serta
memungkinkan pemberian hiperventilasi pada klien dengan peningkatan
tekanan intra cranial.
4. Tindakan operasi
Tindakan operasi yang membutuhkan penggunaan anestesi dan
sedative sangat terbantu dengan keberadaan alat ini. Resiko terjadinya
gagal napas selama operasi akibat pengaruh obat sedative sudah bisa
tertangani dengan keberadaan ventilasi mekanik.
Ventilasi mekanik diindikasikan untuk alasan fisiologis dan klinis
(Urden, Stacy, Lough, 2010). Ventilasi mekanik diindikasikan ketika
modalitas manajemen noninvasif gagal untuk memberikan bantuan
oksigenasi dan/atau ventilasi yang adekuat. Keputusan untuk memulai
ventilasi mekanik berdasarkan pada kemampuan pasien memenuhi kebutuhan
oksigenasi dan/atau ventilasinya. Ketidakmampuan pasien untuk secara klinis
mempertahankan CO2 dan status asam-basa pada tingkat yang dapat diterima
yang menunjukkan terjadinya kegagalan pernafasan dan hal tersebut
merupakan indikasi yang umum untuk intervensi ventilasi mekanik (Chulay
& Burns, 2006).

D. Klasifikasi
Ventilator mekanik dibedakan atas beberapa klasifikasi, yaitu:
a. Ventilasi mekanik diklasifikasikan berdasarkan cara alat tersebut
mendukung ventilasi, dua kategori umum adalah ventilator tekanan
negatif dan tekanan positif.
a. Ventilator Tekanan Negatif
Ventilator tekanan negatif mengeluarkan tekanan negatif
pada dada eksternal. Dengan mengurangi tekanan intratoraks selama
inspirasi memungkinkan udara mengalir ke dalam paru-paru
sehingga memenuhi volumenya. Ventilator jenis ini digunakan
terutama pada gagal nafas kronik yang berhubungn dengan kondisi
neurovaskular seperti poliomyelitis, distrofi muscular, sklerosisi
lateral amiotrifik dan miastenia gravis. Saat ini sudah jarang di
pergunakan lagi karena tidak bias melawan resistensi dan conplience
paru, disamping itu ventla tor tekanan negative ini digunakan pada
awal – awal penggunaan ventilator.
b. Ventilator Tekanan Positif
Ventilator tekanan positif menggembungkan paru-paru
dengan mengeluarkan tekanan positif pada jalan nafas dengan
demikian mendorong alveoli untuk mengembang selama inspirasi.
Pada ventilator jenis ini diperlukan intubasi endotrakeal atau
trakeostomi. Ventilator ini secara luas digunakan pada klien dengan
penyakit paru primer. Terdapat tiga jenis ventilator tekanan positif
yaitu tekanan bersiklus, waktu bersiklus dan volume bersiklus.
b. Berdasarkan mekanisme kerjanya ventilator mekanik tekanan positif
dapat dibagi menjadi empat jenis yaitu : Volume Cycled, Pressure
Cycled, Time Cycled, Flow Cycle.
a. Volume Cycled Ventilator.
Volume cycled merupakan jenis ventilator yang paling sering
digunakan di ruangan unit perawatan kritis. Perinsip dasar ventilator
ini adalah cyclusnya berdasarkan volume. Mesin berhenti bekerja
dan terjadi ekspirasi bila telah mencapai volume yang ditentukan.
Keuntungan volume cycled ventilator adalah perubahan pada
komplain paru pasien tetap memberikan volume tidal yang
konsisten. Jenis ventilator ini banyak digunakan bagi pasien dewasa
dengan gangguan paru secara umum. Akan tetapi jenis ini tidak
dianjurkan bagi pasien dengan gangguan pernapasan yang
diakibatkan penyempitan lapang paru (atelektasis, edema paru). Hal
ini dikarenakan pada volume cycled pemberian tekanan pada paru-
paru tidak terkontrol, sehingga dikhawatirkan jika tekanannya
berlebih maka akan terjadi volutrauma. Sedangkan penggunaan pada
bayi tidak dianjurkan, karena alveoli bayi masih sangat rentan
terhadap tekanan, sehingga memiliki resiko tinggi untuk terjadinya
volutrauma.
b. Pressure Cycled Ventilator
Perinsip dasar ventilator type ini adalah cyclusnya menggunakan
tekanan. Mesin berhenti bekerja dan terjadi ekspirasi bila telah
mencapai tekanan yang telah ditentukan. Pada titik tekanan ini, katup
inspirasi tertutup dan ekspirasi terjadi dengan pasif. Kerugian pada
type ini bila ada perubahan komplain paru, maka volume udara yang
diberikan juga berubah. Sehingga pada pasien yang setatus parunya
tidak stabil, penggunaan ventilator tipe ini tidak dianjurkan,
sedangkan pada pasien anak-anak atau dewasa mengalami gangguan
pada luas lapang paru (atelektasis, edema paru) jenis ini sangat
dianjurkan.
c. Time Cycled Ventilator
Prinsip kerja dari ventilator type ini adalah cyclusnya berdasarkan
waktu ekspirasi atau waktu inspirasi yang telah ditentukan. Waktu
inspirasi ditentukan oleh waktu dan kecepatan inspirasi (jumlah
napas permenit). Normal ratio I : E (inspirasi : ekspirasi ) 1 : 2.
d. Berbasis aliran (Flow Cycle)
Memberikan napas/ menghantarkan oksigen berdasarkan kecepatan
aliran yang sudah diset.

E. Mode Ventilator Mekanik


Secara keseluruhan, mode ventilator terbagi menjadi 2 bagian besar
yaitu mode bantuan sepenuhnya dan mode bantuan sebagian.
a. Mode bantuan penuh terdiri dari mode volume control (VC) dan pressure
control (PC). Baik VC ataupun PC, masing-masing memenuhi target
Tidal Volume (VT) sesuai kebutuhan pasien (10-12 ml/kgBB/breath).
i. Volume Control (VC)
Pada mode ini, frekwensi nafas (f) dan jumlah tidal volume
(TV) yang diberikan kepada pasien secara total diatur oleh mesin.
Mode ini digunakan jika pasien tidak sanggup lagi memenuhi
kebutuhan TV sendiri dengan frekwensi nafas normal. Karena pada
setiap mode control, jumlah nafas dan TV mutlak diatur oleh
ventilator, maka pada pasien-pasien yang sadar atau inkoopratif akan
mengakibatkan benturan nafas (fighting) anatara pasien dengan
mesin ventilator saat insfirasi atau ekspirasi. Sehingga pasien harus
diberikan obat-obat sedatif dan pelumpuh otot pernafasan sampai
pola nafas kembali efektif. Pemberian muscle relaksan harus benar-
benar dipertimbangkan terhadap efek merugikan berupa hipotensive.
ii. Pressure Control (PC)
Jika pada mode VC, sasaran mesin adalah memenuhi
kebutuhan TV atau MV melalui pemberian volume, maka pada
mode PC target mesin adalah memenuhi kebutuhan TV atau MV
melalui pemberian tekanan. Mode ini efektif digunakan pada pasien-
pasien dengan kasus edema paru akut.
b. Mode bantuan sebagian terdiri dari SIMV (Sincronous Intermitten
Minute Volume), Pressure Support (PS), atau gabungan volume dan
tekanan SIMV-PS.
i. SIMV (Sincronous Intermitten Minute Volume)
Jika VC adalah bantuan penuh maka SIMV adalah bantuan
sebagian dengan targetnya volume. SIMV memberikan bantuan
ketika usaha nafas spontan pasien mentriger mesin ventilator. Tapi
jika usaha nafas tidak sanggup mentriger mesin, maka ventilator
akan memberikan bantuan sesuai dengan jumlah frekwensi yang
sudah diatur. Untuk memudahkan bantuan, maka trigger dibuat
mendekati standar atau dibuat lebih tinggi. Tetapi jika kekuatan
untuk mengawali inspirasi belum kuat dan frekwensi nafas terlalu
cepat, pemakaian mode ini akan mengakibatkan tingginya WOB
(Work Of Breathing ) yang akan dialami pasien. Mode ini
memberikan keamanan jika terjadi apneu. Pada pasien jatuh apneu
maka mesin tetap akan memberikan frekwensi nafas sesuai dengn
jumlah nafas yang di set pada mesin. Tetapi jika keampuan inspirasi
pasien belum cukup kuat, maka bias terjadi fighting antara mesin
dengan pasien. Beberapa pengaturan (setting) yang harus di buat
pada mode SIMV diantaranya: TV, MV, Frekwensi nafas, Trigger,
PEEP, FiO2 dan alarm batas atas dan bawah MV.
ii. Pressure Support (PS)
Jika PC merupakan bantuan penuh, maka PS merupakan mode
bantuan sebagian dengan target TV melalui pemberian tekanan.
Mode ini tidak perlu mengatur frekwensi nafas mesin karena jumlah
nafas akan dibantu mesin sesuai dengan jumlah trigger yang
dihasilkan dari nafas spontan pasien. Semakin tinggi trigger yang
diberikan akan semakin mudah mesin ventilator memberikan
bantuan. Demikian pula dengan IPL, semaikin tinggi IPL yang
diberikan akan semakin mudah TV pasien terpenuhi. Tapi untuk
tahap weaning, pemberian trigger yang tinggi atau IPL yang tinggi
akan mengakibatkan ketergantungan pasien terhadap mesin dan ini
akan mengakibatkan kesulitan pasien untuk segera lepas dari mesin
ventilator. Beberapa pengaturan (setting) yang harus di buat pada
mode VC diantaranya: IPL, Triger, PEEP, FiO2, alarm batas atas
dan bawah MV serta Upper Pressure Level. Jika pemberian IPL
sudah dapat diturunkan mendekati 6 cm H2O, dan TV atau MV yang
dihasilkan sudah terpenuhi, maka pasien dapat segera untuk
diweaning ke mode CPAP (Continuous Positive Air Way Pressure).
iii. SIMV + PS
Mode ini merupakan gabungan dari mode SIMV dan mode PS.
Umumnya digunakan untuk perpindahan dari mode kontrol. Bantuan
yang diberikan berupa volume dan tekanan. Jika dengan mode ini
IPL dibuat 0 cmH2O, maka sama dengan mode SIMV saja. SIMV +
PS memberikan kenyamanan pada pasien dengan kekuatan inspirasi
yang masih lemah. Beberapa pengaturan (setting) yang harus di buat
pada mode VC diantaranya: TV, MV, Frekwensi nafas, Trigger, IPL,
PEEP, FiO2, alarm batas atas dan bawah dari MV serta Upper
Pressure Limit.

iv. CPAP (Continous Positif Airway Pressure)


Mode ini digunakan pada pasien dengan daya inspirasi sudah
cukup kuat atau jika dengan mode PS dengan IPL rendah sudah
cukup menghasilkan TV yang adekuat. Bantuan yang di berikan
melalui mode ini berupa PEEP dan FiO2 saja. Dengan demikian
penggunaan mode ini cocok pada pasien yang siap ekstubasi.

F. Setting Ventilator Mekanik


Untuk menentukan modus operasional ventilator terdapat beberapa
parameter yang diperlukan untuk pengaturan pada penggunaan volume cycle
ventilator, yaitu :
1. Frekuensi pernafasan permenit
Frekwensi napas adalah jumlah pernapasan yang dilakukan ventilator
dalam satu menit. Setting normal pada pasien dewasa adalah 10-20
x/mnt. Parameter alarm RR diseting diatas dan dibawah nilai RR yang
diset. Misalnya set RR sebesar 10x/menit, maka setingan alarm
sebaliknya diatas 12x/menit dan dibawah 8x/menit. Sehingga cepat
mendeteksi terjadinya hiperventilasi atau hipoventilasi.
2. Tidal volume
Volume tidal merupakan jumlah gas yang dihantarkan oleh ventilator ke
pasien setiap kali bernapas. Umumnya disetting antara 8 - 10 cc/kgBB,
tergantung dari compliance, resistance, dan jenis kelainan paru. Pasien
dengan paru normal mampu mentolerir volume tidal 10-15 cc/kgBB,
sedangkan untuk pasien PPOK cukup dengan 5-8 cc/kgBB. Parameter
alarm tidal volume diseting diatas dan dibawah nilai yang kita seting.
Monitoring volume tidal sangat perlu jika pasien menggunakan time
cycled.
3. Konsentrasi oksigen (FiO2)
FiO2 adalah jumlah kandungan oksigen dalam udara inspirasi yang
diberikan oleh ventilator ke pasien. Konsentrasinya berkisar 21-100%.
Settingan FiO2 pada awal pemasangan ventilator direkomendasikan
sebesar 100%. Untuk memenuhi kebutuhan FiO2 yang sebenarnya, 15
menit pertama setelah pemasangan ventilator dilakukan pemeriksaan
analisa gas darah. Berdasarkan pemeriksaan AGD tersebut maka dapat
dilakukan penghitungan FiO2 yang tepat bagi pasien.
4. Rasio inspirasi : ekspirasi
Rumus Rasio inspirasi : Ekspirasi
Waktu Inspirasi + Waktu Istirahat
Waktu Ekspirasi
Keterangan :
i. Waktu inspirasi merupakan waktu yang diperlukan untuk
memberikan volume tidal atau mempertahankan tekanan.
ii. Waktu istirahat merupakan periode diantara waktu inspirasi dengan
ekspirasi
iii. Waktu ekspirasi merupakan waktu yang dibutuhkan untuk
mengeluarkan udara pernapasan
iv. Rasio inspirasi : ekspirasi biasanya disetiing 1:2 yang merupakan
nilai normal fisiologis inspirasi dan ekspirasi. Akan tetapi terkadang
diperlukan fase inspirasi yang sama atau lebih lama dibandingkan
ekspirasi untuk menaikan PaO2.

5. Limit pressure / inspiration pressure


Pressure limit berfungsi untuk mengatur jumlah tekanan dari ventilator
volume cycled. Tekanan terlalu tinggi dapat menyebabkan barotrauma.
6. Flow rate/peak flow
Flow rate merupakan kecepatan ventilator dalam memberikan volume
tidal pernapasan yang telah disetting permenitnya.
7. Sensitifity/trigger
Sensitifity berfungsi untuk menentukan seberapa besar usaha yang
diperlukan pasien dalam memulai inspirasi dai ventilator. Pressure
sensitivity memiliki nilai sensivitas antara 2 sampai -20 cmH2O,
sedangkan untuk flow sensitivity adalah antara 2-20 L/menit. Semakin
tinggi nilai pressure sentivity maka semakin mudah seseorang melakukan
pernapasan. Kondisi ini biasanya digunakan pada pasien yang diharapkan
untuk memulai bernapas spontan, dimana sensitivitas ventilator disetting
-2 cmH2O. Sebaliknya semakin rendah pressure sensitivity maka
semakin susah atau berat pasien untuk bernapas spontan. Settingan ini
biasanya diterapkan pada pasien yang tidak diharapkan untuk bernaps
spontan.
8. Alarm
Ventilator digunakan untuk mendukung hidup. Sistem alarm perlu untuk
mewaspadakan perawat tentang adanya masalah. Alarm tekanan rendah
menandakan adanya pemutusan dari pasien (ventilator terlepas dari
pasien), sedangkan alarm tekanan tinggi menandakan adanya
peningkatan tekanan, misalnya pasien batuk, cubing tertekuk, terjadi
fighting, dan lain-lain. Alarm volume rendah menandakan kebocoran.
Alarm jangan pernah diabaikan tidak dianggap dan harus dipasang dalam
kondisi siap.
9. Positive end respiratory pressure (PEEP)
PEEP bekerja dengan cara mempertahankan tekanan positif pada alveoli
diakhir ekspirasi. PEEP mampu meningkatkan kapasitas residu
fungsional paru dan sangat penting untuk meningkatkan penyerapan O2
oleh kapiler paru.

G. Kriteria Pemasangan Ventilator Mekanik


Menurut Pontopidan (2003), seseorang perlu mendapat bantuan
ventilasi mekanik (ventilator) bila :
a. Frekuensi napas lebih dari 35 kali per menit.
b. Hasil analisa gas darah dengan O2 masker PaO2 kurang dari 70 mmHg.
c. PaCO2 lebih dari 60 mmHg
d. AaDO2 dengan O2 100 % hasilnya lebih dari 350 mmHg.
e. Vital capasity kurang dari 15 ml / kg BB.

H. Komplikasi
Ventilator adalah alat untuk membantu pernafasan pasien, tapi bila
perawatannya tidak tepat bisa, menimbulkan komplikasi seperti:
a. Pada paru
i. Baro trauma: tension pneumothorax, empisema sub cutis, emboli
udara vaskuler.
ii. Atelektasis/kolaps alveoli diffuse
iii. Infeksi paru
iv. Keracunan oksigen
v. Jalan nafas buatan: king-king (tertekuk), terekstubasi, tersumbat.
vi. Aspirasi cairan lambung
vii. Tidak berfungsinya penggunaan ventilator
viii. Kerusakan jalan nafas bagian atas

b. Pada sistem kardiovaskuler


Hipotensi, menurunya cardiac output dikarenakan menurunnya
aliran balik vena akibat meningkatnya tekanan intra thorax pada
pemberian ventilasi mekanik dengan tekanan tinggi.
c. Pada sistem saraf pusat
a. Vasokonstriksi cerebral
Terjadi karena penurunan tekanan CO2 arteri (PaCO2) dibawah
normal akibat dari hiperventilasi.
b. Oedema cerebral
Terjadi karena peningkatan tekanan CO2 arteri diatas normal akibat
dari hipoventilasi.
c. Peningkatan tekanan intra kranial
d. Gangguan kesadaran
e. Gangguan tidur.
d. Pada sistem gastrointestinal
i. Distensi lambung, ileus
ii. Perdarahan lambung
e. Gangguan lainnya
i. Obstruksi jalan nafas
ii. Hipertensi
iii. Tension pneumotoraks
iv. Atelektase
v. Infeksi pulmonal
vi. Kelainan fungsi gastrointestinal ; dilatasi lambung, perdarahan
vii. Gastrointestinal.
viii. Kelainan fungsi ginjal
ix. Kelainan fungsi susunan saraf pusat
I. Bagian-bagian Ventilator
1. Generator dan panel

2. Humidifier

3. Sirkuit nafas

4. Konektor (penghubung)

5. Sumber Gas (O2+udara)


6. Water Trap

J. Prosedur Penggunaan Ventilator Mekanik


1. Siapkan Ventilator
2. Cuci tangan sebelum tindakan
3. Hubungkan selang oksigen mesin ventilator ke oksigen sentral
4. Hubungkan selang udara (air) dengan udara sentral selang warna putih
5. Hubungkan kabel power ventilator dengan sumber listrik sesuai voltage
6. Tekan posisi power kearah ON
7. Pilih pola ventilator yang dibutuhkan misalnya: Pola SIMV, CMV atau
yang lainnya lalu tekan tombol tersebut sampai menyala misalnya SIMV.
8. Tekan menu mode untuk mengatur apakah pasien tersebut dewasa atau
anak-anak
9. Putar tombol tidal volume sesuai kebutuhan dengan mangacu pada berat
badan pasien.
10. Putar tombol RR (Respiration Rate) sesaui kebutuhan notmalnya 12-
18x/menit
11. Putar tombol FiO2 kearah % O2 yang dibutuhkan.
12. Atur inspirasi flow maksimal
13. Atur pressure maximal normal 15-30
14. Atur ratio I:E, TLns:Texp
15. Lakukan kalibirasi untuk memastikan alat ini siap digunakan
16. Isi tabung humidifier ini dengan aquadest steril sampai batas yang
ditentukan.
17. Hubungkan kabel humidifier ini dengan sumber listrik atur suhu yang
diharapkan misalnya: temperature control kearah 390 Chamber control
kearah – 2
18. Ventilator siap untuk dihubungkan ke pasien
DAFTAR PUSTAKA

Chulay, M. and S. M. Burns (2006). Essensial Of Critical Care


Nursing. United States of America, The McGraw-Hill
Companies.

Hudak C.M. & Gallo B.M. (2010). Critical Care Nursing: A Holistic
Approach.
Philadelphia: J.B. Lippincott Company.

Smeltzer, S.C., Bare, B.G., Hinkle, J.L., Cheever, K.H. (2008).


Brunner & Suddarth’s Textbook of Medical Surgical Nursing.
Philadelphia, Lippincott Williams & Wilkins.

Sole, M.L., Klein, D.G., Moseley, M.J. (2013). Introduction to Critical


Care Nursing.
Missouri, Elsevier Saunder.

Urden, L. D., Stacy, K.M., Lough, M.E. et al. (2010). Critical Care
Nursing. USA, Mosby Elsevier.

Wauters, J. & Wilmer, A. (2007). Noosa, 2 Years Later… A Critical


Analysis of Recent Literature. Acta Clinica Belgica, 62,
Supplement 1, 33-43.
LAPORAN PENDAHULUAN
UAP
A. Pengertian
Angina pectoris adalah nyeri hebat yang berasal dari jantung dan
terjadi sebagai respon terhadap suplai oksigen yang tidak adekuat ke sel-sel
jantung (miokardium). Nyeri angina dapat menyebar ke lengan kiri, ke
punggung, ke punggung, ke rahang, atau ke daerah abdominal (Corwin,
2000). Angina pektoris adalah suatu sindroma kronis dimana klien mendapat
serangan sakitdada yang khas yaitu seperti ditekan, atau terasa berat di dada
yang seringkali menjalar ke lengan sebelah kiri yang timbul pada waktu
aktifitas dan segera hilang bila aktifitas berhenti (Bahri, 2009).
Angina pektoris tak stabil didefinisikan sebagai perasaan tidak enak
didada (chest discomfort) akibat iskemia miokard yang datangnya tidak tentu,
dapat terjadi pada waktu sedang melakukan kegiatan fisik atau dalam keadaan
istirahat. Perasaan tidak enak ini dapat berupa nyeri, rasa terbakar atau rasa
tertekan. Kadang-kadang tidak dirasakan di dada melainkan di leher, rahang
bawah, bahu, atau ulu hati (Kabo dan Karim, 2008). Angina pektoris tak
stabil adalah suatu spektrum dari sindroma iskemik miokard akut yang berada
di antara angina pektoris stabil dan infark miokard akut (Anwar, 2004).
Terminologi ATS harus tercakup dalam kriteria penampilan klinis
sebagai berikut (Brunner & Suddarth, 2001):
1. Angina pertama kali
Angina timbul pada saat aktifitas fisik. Baru pertama kali dialami oleh
penderita dalam priode 1 bulan terakhir
2. Angina progresif
Angina timbul saat aktifitas fisik yang berubah polanya dalam 1 bulan
terakhir, yaitu menjadi lebih sering, lebih berat, lebih lama, timbul
dengan pencetus yang lebih ringan dari biasanya dan tidak hilang dengan
cara yang biasa dilakukan. Penderita sebelumnya menderita angina
pektoris stabil.
3. Angina waktu istirahat
Angina timbul tanpa didahului aktifitas fisik ataupun hal-hal yang dapat
menimbulkan peningkatan kebutuhan O2 miokard. Lama angina
sedikitnya 15 menit.
4. Angina sesudah IMA
Angina yang timbul dalam periode dini (1 bulan) setelah IMA. Kriteria
penampilan klinis tersebut dapat terjadi sendiri-sendiri atau bersama-
bersama tanpa adanya gejala IMA.

B. Etiologi
Gejala angina pektoris pada dasarnya timbul karena iskemik akut yang
tidak menetap akibat ketidak seimbangan antara kebutuhan dan suplai O2
miokard. Beberapa keadaan yang dapat merupakan penyebab baik tersendiri
ataupun bersama-sama yaitu (Anwar, 2004) :
1. Faktor di luar jantung
Pada penderita stenosis arteri koroner berat dengan cadangan
aliran koroner yang terbatas maka hipertensi sistemik, takiaritmia,
tirotoksikosis dan pemakaian obat-obatan simpatomimetik dapat
meningkatkan kebutuhan O2 miokard sehingga mengganggu
keseimbangan antara kebutuhan dan suplai O2. Penyakit paru menahun
dan penyakit sistemik seperti anemi dapat menyebabkan tahikardi dan
menurunnya suplai O2 ke miokard.
2. Sklerotik arteri koroner
Sebagian besar penderita angina tidak stabil (ATS) mempunyai
gangguan cadangan aliran koroner yang menetap yang disebabkan oleh
plak sklerotik yang lama dengan atau tanpa disertai trombosis baru yang
dapat memperberat penyempitan pembuluh darah koroner. Sedangkan
sebagian lagi disertai dengan gangguan cadangan aliran darah koroner
ringan atau normal yang disebabkan oleh gangguan aliran koroner
sementara akibat sumbatan maupun spasme pembuluh darah.
3. Agregasi trombosit
Stenosis arteri koroner akan menimbulkan turbulensi dan stasis
aliran darah sehingga menyebabkan peningkatan agregasi trombosit yang
akhirnya membentuk trombus dan keadaan ini akan mempermudah
terjadinya vasokonstriksi pembuluh darah.
4. Trombosis arteri koroner
Trombus akan mudah terbentuk pada pembuluh darah yang
sklerotik sehingga penyempitan bertambah dan kadang-kadang terlepas
menjadi mikroemboli dan menyumbat pembuluh darah yang lebih distal.
Trombosis akut ini diduga berperan dalam terjadinya ATS.
5. Pendarahan plak ateroma
Robeknya plak ateroma ke dalam lumen pembuluh darah
kemungkinan mendahului dan menyebabkan terbentuknya trombus yang
menyebabkan penyempitan arteri koroner.
6. Spasme arteri koroner
Peningkatan kebutuhan O2 miokard dan berkurangnya aliran
koroner karena spasme pembuluh darah disebutkan sebagai penyeban
ATS. Spame dapat terjadi pada arteri koroner normal atupun pada
stenosis pembuluh darah koroner. Spasme yang berulang dapat
menyebabkan kerusakan artikel, pendarahan plak ateroma, agregasi
trombosit dan trombus pembuluh darah.
Faktor-faktor yang meningkatkan resiko angina tidak stabil adalah:
1. Merokok
Merokok memiliki resiko dua kali lebih besar terhadap serangan jantung
dibandingkan orang yang tidak pernah merokok dan berhenti merokok
telah mengurangi kemungkinan terjadinya serangan jantung. Perokok
aktif memiliki resiko yang lebih tinggi terhadap serangan jantung
dibandingkan bukan perokok.
2. Tidak berolahraga secara teratur
3. Memiliki hipertensi atau tekanan darah tinggi
4. Mengkonsumsi tinggi lemah jenuh dan memiliki kolesterol tinggi
5. Memiliki riwayat penyakit diabetes mellitus
6. Memiliki anggota keluarga (terutama orang tua atau saudara kandung)
yang telah memiliki penyakit arteri koroner
7. Menggunakan stimulan atau rekreasi obat, seperti kokain atau amfetamin
8. Atherosclerosis, atau pengerasan arteri adalah kondisi dimana simpanan
lemak, atau plak, terbentuk didalam dinding pembuluh darah.
Aterosklerosis yang melibatkan arteri mensuplai jantung dikenal sebagai
penyakit arteri koroner. Plak dapat memblokir aliran darah melalui arteri.
Jaringan yang biasanya menerima darah dari arteri ini kemuduan mulai
mengalami kerusakan akibat kekurangan oksigen. Ketika jantung tidak
memiliki oksigen yang cukup, akan meresponnya dengan menyebabkan
rasa sakit dan ketidaknyamanan yang dikenal sebagai angina. Angina
tidak stabil terjadi ketika penyempitan menjadi begitu parah sehingga
ridak cukup darah melintas untuk menjaga jantung berfungsi normal,
bahkan pada saat istirahat. Kadang-kadang arteri bisa menjadi hampir
sepenuhnya diblokir. Dengan angina tidak stabil, kekurangan oksigen
kejantung hampir membunuh jaringan jantung.

C. Manifetasi Klinis
Serangan angina tidak stabil bisa berlangsung antara 5 dan 20 menit.
Kadang-kadang gejala-gejala dapat 'datang dan pergi'. Rasa sakit yang terkait
dengan angina dapat bervariasi dari orang ke orang, dan orang-orang
membuat perbandingan yang berbeda untuk mengekspresikan rasa sakit yang
mereka rasakan.
Adapun gejala angina pekroris umumnya berupa angina untuk
pertama kali atau keluhan angina yang bertambah dari biasanya. Nyeri dada
seperti pada angina biasa tapi lebih berat dan lebih lama. Timbul pada waktu
istirahat,atau timbul karena aktivitas yang minimal. Nyeri dada dapat disertai
keluhan sesak napas, mual, sampai muntah, kadang-kadang disertai keringat
dingin.
Tanda khas angina pectoris tidak stabil adalah Nyeri dada. Banyak
pasien memberikan deskripsi gejalan yang mereka alami tanpa kata „nyeri‟,
‟rasa ketat‟, „rasa berat‟, ‟tekanan‟ dan „sakit‟ semua merupakan penjelas
sensasi yang sering berlokasi di garis tengah, pada regio retrosternal. Lokasi
dari nyeri dada ini terletah di jantung sebelah kiri pusat dada, tetapi nyeri
jantung tidak terbatas pada area ini. Nyeri ini terutama terjadi di belakang
tulang dada (di tengah dada) dan di sekitar area di atas putting kiri, tetapi bisa
menyebar ke bahu kiri, lalu ke setengah bagian kiri dari rahang bawah,
menurun ke lengan kiri sampai ke punggung dan bahkan ke
bagian atas perut. Karakteristik yang khas dari nyeri dada akibat iskemia
miokard adalah:
1. Lokasi biasanya didada kiri, di belakang dari tulang dada atau sedikit di
sebelah kiri dari tulang dada yang dapat menjalar hingga ke leher,
rahang, bahu kiri, hingga ke lengan dan jari manis dan kelingking,
punggung atau pundak kiri.
2. Nyeri bersifat tumpul, seperti rasa tertindih/berat didada, rasa desakan
yang kuat dari dalam atau dari bawah diafragma (sekat antara rongga
dada dan rongga perut), seperti diremas-remas arat dada mau pecah dan
biasanya pada keadaan yang sangat berat disertai keringat dingin dan
sesak nafas serta perasaan takut mati. Nyeri ini harus dibedakan dengan
mulas atau perasaan seperti tertusuk-tusuk pada dada, karena ini bukan
angina pectoris. Nyeri biasanya muncul setalah melakukan aktivitas,
hilang dengan istirahat dan akibat sterss emosional.
3. Nyeri yang pertama kali timbul biasanya agak nyata, dari beberapa menit
sampai kurang dari 20 menit. Nyeri angina berlangsung cepat, kurang
dari 5 menit. Yang khas dari nyeri dada angina adalah serangan hilang
dengan istirahat, penghilangan stimulus emosional atau dengan
pemberian nitrat sublingual. Serangan yang lebih lama menandakan
adanya angina tidak stabil atau infark miokard yang mengancam
(Baradero, 2008).

D. Pathofisiologi
Mekanisme timbulnya angian pektoris tidak stabil didasarkan pada
ketidakadekuatan suplai oksigen ke sel-sel miokardium yang diakibatkan
karena kekakuan arteri dan penyempitan lumenareteri koroner (ateriosklerosis
koroner).
Tidak diketahui secara pasti apa penyabab ateriosklerosis, namun jelas
bahwa tidak ada faktor tunggal yang bertanggungjawab atas perkembangan
ateriosklerosis. Ateriosklerosis merupakan penyakit artei koroner yang paling
sering ditemukan. Sewaktu beban kerja suatu jaringan meningkat, maka
kebutuhan oksigen juga meningkat. Apabila kebetuhan meningkat pada
jantung yang sehat maka arteri koroner berdilatasi dan mengalirkan lebih
banyak darah dan oksigen ke otot jantung. Namun, apabila arteri koroner
tidak dapat berdilatasi sebagai respon terhadap peningkatan kebutuhan akan
oksigen, maka terjadi iskemik (kekurangan suplai darah) miokardium.
Adanya endotel yang cedera mengakibatkan hilangnya produksi No (
nitrat oksida) yang berfungsi untuk menhambat berbagai zat reaktif. Dengan
tidak adanya fungsi ini dapat menyababkan otot polos berkontraksi dan
timbul spasmus koroner yang memperberat penyempitan lumen karena suplai
oksigen ke miokard berkurang. Penyempitan atau blok ini belum
menimbulkan gejala yang begitu nampak bila belum mencapai 75%. Bila
penyempitan lebih dari 75% serta di picu dengan aktifitas berlebihan maka
suplai darak ke koroner akan berkurang. Sel-sel miokardium
menggunakan glikogen anaerob untuk memenuhi kebutuhan energi merekan.
Metabolisme ini menghasilkan asam laktat yang menurunkan pH miokardium
dan menimbulkan nyeri. Apabila kebutuhan energi sel-sel jantung berkurang,
maka suplai oksigen menjasi adekuat dan sel-sel otot kembali fosforilasi
oksidatif untuk membentuk energi.
Angina pectoris adalah nyeri hebat yang berasal dari jantung dan
terjadi sebagai respon terhadap suplai oksigen yang tidak adekuat ke sel-sel
miocard di jantung. Nyeri angina dapat menyebar ke lengan kiri, ke
punggung, rahang dan daerah abdomen.
Pada saat beban kerja suatu jaringan meningkat, kebutuhan oksigen
juga akan meningkat. Apabila kebutuhan oksigen meningkat pada jantung
yang sehat, maka arteri-arteri koroner akan berdilatsi dan mengalirkan lebih
banyak oksigen kepada jaringan. Akan tetapi jika terjadi kekakuan dan
penyempitan pembuluh darah seperti pada penderita arteriosklerosis dan tidak
mampu berespon untuk berdilatasi terhadap peningkatan kebutuhan oksigen.
Terjadilah iskemik miocard, yang mana sel-sel miocard mulai menggunakan
glikosis anaerob untuk memenuhi kebutuhsn energinya. Proses
penmbentukan ini sangat tidak efisien dan menyebabkan terbentuknya asam
laktat. Asam laktat kemudian menurunkan Ph miokardium dan menyebabkan
nyeri pada angina pectoris. Apabila kebutuhan energi sel-sel jantung
berkurang (istirahat atau dengan pemberian obat) suplai oksigen menjadi
kembali adekuat dan sel-sel otot kembali melakukan fosforilasi oksidatif
membentuk energi melalui proses aerob. Dan proses ini tidak menimbulkan
asam laktat, sehingga nyeri angina mereda dan dengan demikian dapat
disimpulkan nyeri angina adalah nyeri yang berlangsung singkat (Corwin,
2000).

E. Web Of Caution

(Sumber: Brunner & Suddarth, 2001)

F. Komplikasi
1. Infark miocard
Dikenal dengan istilah serangan jantung adalah kondisi terhenrinya aliran
darah dari arteri koroner pada area yang terkena yang menyebabkan
kekurangan oksigen (iskemia) lalu sel-sel menjadi nekrotik (mati) karena
kebutuhan energi akan melebihi suplai energi darah (Hudak & Gallo,
2010).
2. Aritmia
Lazim ditemukan pada fase akut MCI, aritmia perlu diobati bila
menyebabkan gangguan hemodinamik. Aritmia memicu peningkatan
kebutuhan O2 miokard yang mengakibatkan perluasan infark (Hudak &
Gallo, 2010).
3. Gagal jantung
Kondisi saat pompa jantung melemah, sehingga tidak mampu
mengalirkan darah yang cukup ke seluruh tubuh (Hudak & Gallo, 2010).
4. Syok cardiogenik
Sindroma kegagalan memompa yang paling mengancam dan
dihubungkan dengan mortalitas paling tinggi, meskipun dengan
perawatan agresif (Hudak & Gallo, 2010).
5. Perikarditis
Sering ditemukan dan ditandai dengan nyeri dada yang lebih berat pada
inspirasi dan tidur terlentang. Infark transmural membuat lapisan
epikardium yang langsung kontak dengan perikardium kasar, sehingga
merangsang permukaan perikard dan timbul reaksi peradangan (Hudak &
Gallo, 2010).
6. Aneurisma ventrikel
Dapat timbul setelah terjadi MCI transmural. Nekrosis dan pembentukan
parut membuat dinding miokard menjadi lemah. Ketika sistol, tekanan
tinggi dalam ventrikel membuat bagian miokard yang lemah menonjol
keluar. Darah dapat merembes ke dalam bagian yang lemah itu dan dapat
menjadi sumber emboli. Disamping itu bagian yang lemah dapat
mengganggu curah jantung kebanyakan aneurisma ventrikel terdapat
pada apex dan bagian anterior jantung (Hudak & Gallo, 2010).
G. Pemeriksaan Penunjang
1. Elektrokardiogram (EKG)
Tes EKG memonitor aktivitas listrik jantung. Ketika temuan EKG
tertentu yang hadir, resiko angina tidak stabil maju dengan serangan
jantung meningkat secara signifikan. Sebuah EKG biasanya normal
ketika seseorang tidak memiliki rasa sakit dada dan sering menunjunkkan
perubahab tertentu karika rasa sakit berkembang. Gambaran EKG
penderita ATS dapat berupa depresi segmen ST, depresi segmen ST
disertai inversi gelombang T, elevasi segmen ST, hambatan cabang
ikatan His dan tanpa perubahan segmen ST dan gelombang T. Perubahan
EK G pada ATS bersifat sementara dan masing-masing dapat terjadi
sendiri-sendiri ataupun sersamaan. Perubahan tersebut timbul di saat
serangan angina dan kembali ke gambaran normal atau awal setelah
keluhan angina hilang dalam waktu 24 jam. Bila perubahan tersebut
menetap setelah 24 jam atau terjadi evolusi gelombang Q, maka disebut
sebagai IMA.
2. Enzim LDH, CPK dan CK-MB
Pada ATS kadar enzim LDH dan CPK dapat normal atau meningkat
tetapi tidak melebihi nilai 50% di atas normal. CK-MB merupakan enzim
yang paling sensitif untuk nekrosis otot miokard, tetapi dapat terjadi
positif palsu. Hal ini menunjukkan pentingnya pemeriksaan kadar enzim
secara serial untuk menyingkirkan adanya IMA.
3. Kateterisasi jantung dan angiografi
Dokter dapat merekomendasikan kateterisasi jantung dan angiografi,
terutama jika perubahan penting EKG istirahat adalah tes darah jantung
dan ada abnormal. Selama agiography, sebuah kateter dimasukkan ke
arteri di paha atau lengen dan maju ke jantung. Ketika kateter diposisikan
dekat arteri yang memasok darah ke jantung, dokter menyuntikkan zat
warna kontras. Sebagai warna perjalanan melalui arteri, X-ray gambat
diambil untuk melihat seberapa baik darah mengalir melalui arteri dan
jika ada penyumbatan maka terjadi coronary arteri disease.
4. Ekokardiografi
Pemeriksaan ekokardiografi ridak memberikan data untuk diagnosis
angina tidak stabil secara langsung. Tetapi bila tampak adanya gangguan
faal ventrikel kiri, adanya insufisiensi mitral dan abnormalitas gerakan
dinding regional jantung, menandakan prognosis kurang baik.
Ekokardiografi juga dapat menegakkan adanya iskemik miokardium
(Anwar, 2004).

H. Penatalaksanaan
Pengobatan untuk angina tidak stabil berfokus pada tiga tujuan:
menstabilkan plak apapun yang mungkin pecah dalam rangka untuk
mencegah serangan jantung, menghilangkan gejala, dan mengobati pentakit
arteri koroner yang mendasarinya.
1. Menstabilkan plak
Dasar dari sebuah stabilisasi plak pecah adalah mengganggu proses
pembekuan darah yang dapat menyebabkan serangan jantung. Pasien
yang mengakami gejala-gejala angina tidak stabil dan yang tidak minum
obat harus segera mengunyah aspirin, yang akan memblok faktor
pembekuan dalam darah. Mengunyah aspirin daripada menelan utuh
mempercepat tubuh proses menyerap aspirin stabil. Ketika angina terjadi
pasien harus mencari bantuan medis segera di rumah sakit. Setelah di
rumah sakit, obat-obatan lainnya untuk blok pembekuan proses tubuh
dapat diberiakan termasuk heparin, clopidogrel dan platelet glikoprotein
(GP) IIb/IIIa obat reseptor blocker.
2. Menghilangkan gejala-gejala
Obat angina, baik dan prosedur untuk mengurangin penyumbatan dalam
arteri koroner bisa meringankan gejala angina tidak stabil. Tergantung
pada keadaan pasien individu, obat sendiri atau obat dalam kombinasi
dengan prosedur yang dapat digunakan untuk mengobati angina
3. Mengobati penyakit arteri koroner yang mendasarinya
Penatalaksanaan pada dasarnya bertujuan untuk memperpanjang hidup
dan memperbaiki kualitas hidup dengan mencegah serangan angina baik
secara medikal atau pembedahan.
4. Pengobatan medis
Bertujuan untuk mencegah dan menghilangkan serangan angina. Ada 3
jenis obat yaitu :
a. Golongan nitrat
Nitrogliserin merupakan obat pilihan utama pada serangan angina
akut. Mekanisme kerjanya sebagai dilatasi vena perifer dan
pembuluh darah koroner. Efeknya langsung terhadap relaksasi otot
polos vaskuler. Nitrogliserin juga dapat meningkatkan toleransi
exercise padapenderita angina sebelum terjadi hipoktesia miokard.
Bila di berikan sebelum exercise dapat mencegah serangan angina.
b. Ca- Antagonis
Dipakai pada pengobatan jangka panjang untuk mengurangi
frekwensi serangan pada beberapa bentuk angina.
Cara kerjanya :
1) Memperbaiki spasme koroner dengan menghambat tonus
vasometer pembuluh darah
2) arteri koroner (terutama pada angina Prinzmetal).
3) Dilatasi arteri koroner sehingga meningkatkan suplai darah ke
miokard
4) Dilatasi arteri perifer sehingga mengurangi resistensi perifer dan
menurunkan afterload.
5) Efek langsung terhadap jantung yaitu dengan mengurangi
denyut, jantung dan kontraktilitis sehingga mengurangi
kebutuhan O2
c. Beta Bloker
Cara kerjanya menghambat sistem adrenergenik terhadap miokard
yang menyebabkan kronotropik dan inotropik positif, sehingga
denyut jantung dan curah jantung dikurangi. Karena efeknya yang
kadiorotektif, obat ini sering digunakan sebagai pilihan pertama
untuk mencegah serangan angina pektoris pada sebagian besar
penderita (Brunner & Suddarth, 2001).

I. Konsep Asuhan Keperawatan


i. Pengkajian
a. Identitas : Identitas klien meliputi nama, umur, jenis kelamin, agama,
status perkawinan, pendidikan, pekerjaan, tanggal masuk, no.
Register, dan diagnosa medis. Sedangkan identitas bagi penanggung
jawab yaitu nama, umur, jenis kelamin, pendidikan, pekerjaan, dan
hubungan dengan klien.
b. Keluhan utama dan alasan klien ke rumah sakit
Keluhan utama yang biasa terjadi pada pasien dengan angina tidak
stabil yaitu nyeri dada substernal atau retrosternal dan menjalar ke
leher, daerah interskapula atau lengan kiri, serangan atau nyeri yang
dirasakan tidak memiliki pola, bisa terjadi lebih sering dan lebih
berat, serta dapat terjadi dengan atau tanpa aktivitas.
c. Primary Survey
1) Airways (jalan napas)
Sumbatan:
(- ) benda asing (- ) broncospasme
( -) darah (- ) sputum (- ) lendir
2) Breathing (pernafasan)
Sesak dengan:
(v) aktivitas ( -) tanpa aktivitas
( -) menggunakan otot tambahan
Frekuensi: meningkat
Irama:
(v) teratur ( -) tidak
Kedalaman:
(- ) dalam ( -) dangkal
Reflek batuk: (v) ada (-) tidak
Batuk:
(- ) produktif (v) non produktif
Sputum: ( -) ada (v) tidak
Warna: tidak ada
Konsistensi: tidak ada
Bunyi napas:
( -) ronchi ( -) creakless
3) Circulation
a) Sirkulasi perifer
Nadi: menurun/meningkat
Irama: (v) teratur (- ) tidak
Denyut: (v) lemah (v) kuat ( -) tidak kuat
TD: menurun/meningkat
Ekstremitas:
(v) hangat (- ) dingin
Warna kulit:
( -) cyanosis (v) pucat (-) kemerahan
Nyeri dada: (v) ada ( -) tidak
Karakteristik nyeri dada:
( -) menetap (v) menyebar
(- ) seperti ditusuk – tusuk
(-) seperti ditimpa benda berat
Capillary refill:
(v) < 3 detik ( -) >3 detik
Edema:
(-
Lokasi edema:
(- ) edema (- ) tangan (- ) tungkai (- ) anasarka
b) Fluid (cairan dan elektrolit)
Cairan
Turgor kulit
(v) < 3 detik ( ) >3 detik
(v) baik ( -) sedang ( ) jelek
Mukosa mulut
(v) lembab (- ) kering
4) Disability
Tingkat kesadaran:
(v) CM (- ) apatis (- ) somnolen (- ) spoor (- ) soporocoma (- )
coma
Pupil:
(v) isokor ( -) miosis (- ) anisiokor ( -) midriasis (- ) pin poin
Reaksi terhadap cahaya:
Kanan (v) positif ( -) negative
Kiri (v) positif ( -) negative
GCS: E4M6V5
d. Pengkajian Sekunder
Pengkajian sekunder dilakukan setelah masalah airway,
breathing, dan circulation yang ditemukan pada pengkajian primer
diatasi. Pengkajian ini dilakukan setelah kondisi pasien mulai stabil
yakni tidak menglami syok atau tanda-tanda syok telah mulai
membaik. Pengkajian sekunder meliputi pengkajian objektif dan
subjektif dari riwayat keperawatan dan pengkajian dari kepala
sampai kaki (head to toe)
4) Get Vital Sign/ Tanda-tanda vital secara continue
Dapat meningkat sekunder akibat nyeri atau menurun sekunder
akibat gangguan hemodinamik atau terapi farmakologi
5) Riwayat Penyakit
g) Keluhan utama dan alasan klien ke rumah sakit
Pada riwayat kesehatan sekarang keluhan yang dirasakan
oleh klien sesuai dengan gejala-gejala pada klien dengan
angina tidak stabil yaitu nyeri dada substernal atau
retrosternal dan menjalar ke leher, daerah interskapula atau
lengan kiri, serangan atau nyeri yang dirasakan tidak
memiliki pola, bisa terjadi lebih sering dan lebih berat, serta
dapat terjadi dengan atau tanpa aktivitas. Biasanya disertai
sesak nafas, perasaan lelah, kadang muncul keringat dingin,
palpitasi, dan dizzines.
h) Lamanya waktu kejadian sampai dengan dibawah ke rumah
sakit
i) Gambaran mekanisme cedera dan penyakit seperti nyeri
pada organ tubuh yang mana, gunakan pengkajian nyeri :
- Provoked (P) : apa yang menyebabkan nyeri?, apa yang
menyebabkan nyerinya lebih buruk?, apa yang
dilakukan saat nyeri? Apakah rasa nyeri itu membuat
anda terbangun saat tidur?
- Quality (Q) : bisakah anda menggaambarkan rasa
nyerinya? Apakah seperti diiris, tajam, ditekan, ditusuk,
dll.
- Radian (R) : disebelah mana nyeri yang dirasakan,
apakah nyerinya menyebar atau di satu titik lokasi
tertentu?
- Severity (S): seberapa parah nyerinya, dri rentang skala
0-10 dengan 0 tidak ada nyeri dn 10 adalah nyeri hebat.
- Time (T) : kapan nyeri itu timbul, berapa lama nyeri itu
timbul, apakah terus menerus ataau hilang timbul?
j) Riwayat penyakit lain yang pernah dialami/operasi
pembedahan/kehamilan
Klien mempunyai riwayat hipertensi, atherosklerosis,
insufisiensi aorta, spasmus arteri koroner dan anemia berat
k) Riwayat pengobatan yang dilakukan untuk mengatasi sakit
sekarang, imunisasi tetanus yang dilakukan dan riwayat
alergi klien.
l) Riwayat keluarga yang mengalami penyakit yang sama
dengan klien.
Keluarga klien mempunyai penyakit hipertensi dan arteri
koroner.
6) Pengkajian Head to toe
a) Keadaan umum
Keadaan umum klien mulai pada saat pertama kali bertemu
dengan klien dilanjutkan mengukur tanda-tanda vital.
Kesadaran klien juga diamati apakah kompos mentis, apatis,
samnolen, delirium, semi koma atau koma. Keadaan sakit
juga diamati apakah sedang, berat, ringan atau tampak tidak
sakit.
b) Kepala
Pusing, berdenyut selama tidur atau saat terbangun, tampak
perubahan ekspresi wajah seperti meringis atau merintih,
terdapat atau tidak nyeri pada rahang
c) Leher
Tampak distensi vena jugularis, terdapat atau tidak nyeri
pada leher.
d) Thorak
Bunyi jantung normal atau terdapat bunyi jantung ekstra
S3/S4 menunjukkan gagal jantung atau penurunan
kontraktilitas, kalau murmur menunjukkan gangguan katup
atau disfungsi otot papilar dan perikarditis.
Paru-paru: suara nafas bersih, krekels, mengi, wheezing,
ronchi, terdapat batuk dengan atau tanpa sputum, terdapat
sputum bersih, kental ataupun merah muda.
e) Abdomen
Terdapat nyeri/rasa terbakar epigastrik, bising usus
normal/menurun.
f) Ekstremitas
Ekstremitas dingin dan berkeringat dingin, terdapat udema
perifer dan udema umum, kelemahan atau kelelahan, pucat
atau sianosis, kuku datar, pucat pada membran mukosa dan
bibir.
ii. Diagnosa Keperawatan
a. Penurunan curah jantung berhubungan dengan perubahan
kontraktilitas
b. Nyeri akut berhubungan dengan agen cidera fisiologis (iskemik dan
penurunan suplai oksigen ke otot jaringan miokard)
c. Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan hambatan upaya napas:
nyeri saat bernapas
d. Perfusi perifer tidak efektif berhubungan dengan penurunan aliran
arteri
e. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan ketidakseimbangan antara
suplai dan kebutuhan oksigen
f. Ansietas berhubungan dengan respon patofisiologis dan ancaman
terhadap status kesehatan
g. Defisit pengetahuan berhubungan dengan kurang terpapar informasi
iii. Intervensi
No Diagnosa Tujuan Intervensi
1 Penurunan curah Luaran utama curah jantung Perawatan jantung
jantung berhubungan setelah dilakukan tindakan Observasi
dengan perubahan keperawatan selama 3 x 24 - Identifikasi tanda gejala primer
kontraktilitas jam diharapkan penurunan curah jantung
ketidakadekuatan jantung (dipsnea, kelelahan)
memompa darah meningkat - Monitor tekanan darah
dengan KH: - Monitor saturasi O2
- TD menurun (5) - Monitor keluhan nyeri dada
- Gambaran aritmia Terapeutik
menurun (5) - Posisikan klien semifowler
- Lelah menurun (5) - Berikan o2
- Kekuatan nadi perifer Edukasi
menurun (5) - Anjurkan beraktivitas fisik sesuai
- Takikardi menurun (5) toleransi
- Dipsnea menurun (5) Kolaborasi
- Pucat menurun (5) - Kolaborasi pemberian antiaritmia
- Lelah menurun (5)
2 Nyeri akut Setelah dilakukan tindakan Manajemen nyeri
berhubungan dengan keperawatan selama 1x24 jam Observasi :
agen cidera fisiologis diharapkan nyeri hilang - Identifikasi lokasi,
(iskemik dan dengan KH : karakteristik, durasi,
penurunan suplai - Tingkat nyeri frekuensi, kualitas, intensitas
oksigen ke otot menurun nyeri.
jaringan miokard) - Penyembuhan luka - Identifikasi skala nyeri
membaik Terapeutik :
- Tingkat cidera - Berikan teknik
menurun nonfarmakologis untuk
mengurangi rasa nyeri.
Edukasi :
- Jelaskan penyebab dan
periode dan pemicu nyeri
Kolaborasi :
- Kolaborasi pemberian
analgetik
Edukasi teknik nafas dalam
Observasi :
- Identifikasi kesiapan dan
kemampuan menerima
informasi
Terapeutik :
- Sediakan materi dan media
pendidikan kesehatan
Edukasi :
- Jelaskan tujuan dan manfaat
teknik nafas dalam
- Jelaskan prosedur teknik nafas
dalam.
3 Pola nafas tidak Respirasi : Manajemen jalan nafas
efektif berhubungan Setelah dilakukan tindakan Observasi
dengan hambatan keperawatan ...x... jam, maka - Monitor pola nafas (frekuensi,
upaya napas: nyeri pola nafas tidak efektif kedalaman, usaha nafas)
saat bernapas menigkat dengan kriteria hasil - Monitor bunyi nafas tambahan
: (mis. Gurgling, mengi, wheezing,
 Penggunaan otot ronkhi)
bantu nafas menurun Terapeutik
 Dispnea menurun - Posisikan semi fowler
 Pemanjangan fase - Berikan minuman hangat
ekspirasi menurun - Berikan oksigen
 Frekuensi nafas Edukasi
membaik - Anjurkan asupan cairan 200
 Kedalaman nafas ml/hari, jika tidak kontraindikasi
membaik - Ajarkan teknik batuk efektif
Kolaborasi
- Kolaborasi pemberian
bronkodilator, ekspektoran,
mukolitik, jika perlu

Pemantauan respirasi
Observasi
- Monitor frekuensi, irama,
kedalaman, dan upaya nafas
- Monitor pola nafas (seperti
bradipnea, takipnea,
hiperventilasi, kussmaul, cheyne-
stokes, ataksisk)
- Monitor saturasi oksigen
- Auskultasi bunyi nafas
- Palpasi kesimetrisan ekspansi
paru
- Monitor nilai AGD
- Monitor hasil x-ray thoraks
Terapeutik
- Atur interval pemantauan
respirasi sesuai kondisi pasien
- Dokumentasikan hasil
pemantauan
Edukasi
- Jelaskan tujuan dan prosedur
pemantauan
- Informasikan hasil pemantauan,
jika perlu
4 Perfusi perifer tidak Setelah dilakukan tindakan Manajemen sensasi perifer
efektif berhubungan keperawatan selama…x…jam Observasi:
dengan penurunan tidak terjadi perfusi jaringan - Periksa perbedaan panas atau
aliran arteri perifer tidak efektif dengan dingin
kriteria hasil : - Monitor perubahan kulit
SLKI : Teraupetik:
Status sirkulasi - Hindari pemakaian benda-benda
Kriteria hasil: yang berlebihan suhuhnya (terlalu
a. Kekuatan nadi panas/dingin)
mengingkat Edukasi:
b. Tekanan systole dan - Anjurkan pemakaian sepatu
diastole dalam rentang lembut dan bertumit rendah
yang diharapkan Kolaborasi
c. Akral dingin menurun - Kolaborasi pemberian analgetik
d. Fatigue menurun
5 Intoleransi aktivitas Luaran utama toleransi Manajemen energi
berhubungan dengan aktivitas setelah dilakukan Observasi
ketidakseimbangan tindakan keperawatan selama - Monitor kelelahan fisik
antara suplai dan 3 x 24 jam diharapkan Terapeutik
kebutuhan oksigen toleransi aktivitas meningkat - Sediakan lingkungan nyaman
dengan KH: Edukasi
- Frekuensi nadi meningkat - Anjurkan tirah baring anjurkan
5 aktivitas bertahap
- Saturasi O2 meningkat 5 Kolaborasi
- Kemudahan dalam - Kolaborasi dengan ahli gizi
aktivitas sehari-hari tentang cara meningkatkan
meningkat 5 asupan makanan
- Keluhan lelah menurun 5
- Dipsnea saat aktivitas
menurun 5
- Perasaan lemah menurun
5
- TD membaik 5
- Frekuensi nafas membaik
5
6 Ansietas Luaran utama : Tingkat Reduksi ansietas
berhubungan dengan ansietas Observasi :
respon patofisiologis Tujuan : setelah dilakukan - Identifikasi saat tingkat ansietas
dan ancaman tindakan keperawatan 1x30 berubah
terhadap status menit diharapkan tingkat - Monitor tanda –tanda ansietas
kesehatan ansietas menurun dengan Terapeutik :
kriteria hasil : - Ciptakan suasana terapetik untuk
 Verbalisasi khawatir menumbuhkan kepercayaaan
akibat kondisi yang - Temani pasien untuk mengurangi
dihadapi meningkat (1) kecemasan
menjadi cuckup menurun - Pahami situasi yang membuat
(4) ansietas
 Perilaku gelisah - Dengarkan dengan penuh
meningkat (1) menjadi perhatian
cukup menurun (4) - Gunakan pendekatan yang tenang
 Perilaku tegang dan meyakinkan
meningkat (1) menjadi Edukasi :
cukup menurun (4) - Jelaskan prosedur
 Konsentrasi memburuk - Informasikan secara faktual
mengenai diagnosis
(1) cukup membaik (4) - Anjurkan keluarga untuk tetap
bersama pasien
Kolaborasi :
- Kolaborasi pemberian obat
7 Defisit pengetahuan Setelah dilakukan tindakan Observasi
berhubungan dengan keperawatan selama 1x 24 jam  Identifikasi kesiapan dan
kurang terpapar maka pengetahuan meningkat kemampuan menerima informasi.
informasi .  Identifikasi factor-faktor yang
KH : dapat meningkatkan dan
 Prilaku sesuai anjuran menurunkan motifasi prilaku
meningkat (5) hidup bersih dan sehat.
 Kemampuan menjelaskan Terapeutik
tentang suatu topik  Sediakan materi dan media
meningkat (5) pendidikan kesehatan.
 Menjalani pemeriksaan  Jadwalkan pendidikan kesehatan.
yang tidak tepat menurun  Berikan kesempatan untuk
(5) bertanya.
 Prilaku membaik (5) Edukasi
Tingkat kepatuhan  Jelaskan factor resiko yang dapat
 Verbalisasi kemauan mempengaruhi kesehtan.
mematuhi prokram atau  Ajarkan perilaku hidup sehat dan
pengobatan meningkat (5) bersih.
 Resiko komlikasi penyakit  Ajarkan strategi yang dapat di
menurun (5) gunakan untuk meningkatkan
 Perilaku menjalankan perilaku hidup sehat dan bersih.
anjuran membaik (5)

3. Implementasi
Implementasi adalah pengolahan dan perwujudan dari rencana
keperawatan yang telah disusun pada tahap perencanaan. Tindakan
keperawatan perawat berfokus pada keseimbangan fisiologis dengan
membantu pasien dalam keadaan sehat maupun sakit sehingga dapat
menigkatkan kualitas hidup pasien. Jenis tindakan yang telah disusun
pada tahap perencanaan. Pada implementasi ini terdiri dari tindakan
mandiri, saling ketergantungan atau kolaborasi dan tindakan rujukan/
ketergantungan. Implementasi tindakan keperawatan disesuaikan dengan
rencana tindakan keperawatan. Sebelum melaksanakan tindakan yang
sudah direncanakan, perawat perlu memvalidasi dengan singkat apakah
rencana tindakan masih sesuai dan dibutuhkan pasien sesuai dengan
kondisi saat ini (Desmawati, 2019).

4. Evaluasi
Evaluasi adalah tahap terakhir dari proses keperawatan yang
bertujuan untuk menilai hasil akhir dari seluruh tindakan keperawatan
yang telah dilakukan (Bararah & Jauhar, 2013).
DAFTAR PUSTAKA

Anwar. 2004. Dislipidemia sebagai Faktor Risiko Jantung Koroner. Fakultas


Kedokteran Universitas Sumatera Utara; Sumatera Utara.
Baradero, Marry. 2008. Seri Asuhan Keperawatan Klien Gangguan
Kardiovaskuler. Jakarta: EGC
Bahri. 2009. Asuhan keperawatan pada klien dengan gangguan system
kardiovaskuler. Malang : UMM Press
Benson, H & Proctor, W. 2002. Dasar-dasar respon relaksasi: bagaimana
menggabungkan respon relaksasi dengan keyakinan pribadi anda (alih
bahasa oleh Nurhasan). Bandung: Kaifa
Corwin, Elizabeth. 2000. Buku Saku Patofisiologi. Jakarta : EGC
Kabo & Karim. 2008. Patofisiologi Buku I, Dasar – Dasar Keperawatan. Jakarta :
EGC

Anda mungkin juga menyukai