Anda di halaman 1dari 18

LAPORAN PENDAHULUAN

ASUHAN KEPERAWATAN GAWAT DARURAT


DIABETES MELLITUS

Oleh :

FITRIANI
2014901066

CI Ruangan Pembimbing Akademik

( ) (Ns. Rahmiwati, M. Kep)

PROGRAM STUDI PROFESI NERS


UNIVERSITAS FORT DE KOCK
TAHUN 2021
LAPORAN PENDAHULUAN
DIABETES MELLITUS (DM)

A. Konsep Dasar DM
1. Pengertian
Diabetes melitus merupakan sekumpulan gangguan metabolik
yang ditandai dengan peningkatan kadar glukosa darah(hiperglikemia)
akibat kerusakan pada sekresi insulin, kerja insulin atau keduanya (smelzel
dan Bare,2015). Diabetes melitus merupakan suatu kelompok penyakit
atau gangguan metabolik dengan karakteristik hipeglikemia yang terjadi
karena kelainan sekresi urin, kerja insulin, atau kedua – duanya
(ADA,2017)
Diabetes mellitus (DM) adalah penyakit kronik yang terjadi ketika
pankreas tidak cukup dalam memproduksi insulin atau ketika tubuh tidak
efisien menggunakan insulin itu sendiri. Insulin adalah hormon yang
mengatur kadar gula darah. Hiperglikemia atau kenaikan kadar gula darah,
adalah efek yang tidak terkontrol dari diabetes dan dalam waktu panjang
dapat terjadi kerusakan yang serius pada beberapa sistem tubuh, khususnya
pada pembuluh darah jantung (penyakit jantung koroner), mata (dapat
terjadi kebutaan), ginjal (dapat terjadi gagal ginjal) (WHO, 2011)
Diabetes Mellitus (kencing manis) adalah suatu penyakit dengan
peningkatan glukosa darah diatas normal. Dimana kadar diatur
tingkatannya oleh hormon insulin yang diproduksi oleh pankreas (Shadine,
2010).

2. Etiologi
Etiologi Menurut Smeltzer 2015 Diabetes Melitus dapat
diklasifikasikan kedalam 2 kategori klinis yaitu:
a. Diabetes Melitus tergantung insulin (DM TIPE 1)
1) Genetik Umunya penderita diabetes tidak mewarisi diabetes type
1 namun mewarisi sebuah predisposisis atau sebuah
kecendurungan genetik kearah terjadinya diabetes type 1.

1
Kecendurungan genetik ini ditentukan pada individu yang
memiliki type antigen HLA (Human Leucocyte Antigen) tertentu.
HLA ialah kumpulan gen yang bertanggung jawab atas antigen
tranplantasi & proses imunnya. (Smeltzer 2015 dan bare,2015)
2) Imunologi Pada diabetes type 1 terdapat fakta adanya sebuah
respon autoimum. Ini adalah respon abdomal dimana antibodi
terarah pada jaringan normal tubuh secara bereaksi terhadap
jaringan tersebut yang dianggapnya sebagai jaringan asing.
(Smeltzer 2015 dan bare,2015)
3) Lingkungan Virus atau toksin tertentu dapat memicu proses
otoimun yang menimbulkan destruksi selbeta. (Smeltzer 2015
dan bare,2015)
b. Diabetes melitus tidak tergantung insulin (DM TIPE II) Menurut
Smeltzel 2015 Mekanisme yang tepat yang menyebabkan resistensi
insulin dan gangguan sekresi insulin pada diabetes tipe II masih belum
diketahui. Faktor genetik memegang peranan dalam proses terjadinya
resistensi insulin. Faktor-faktor resiko :
1) Usia (resistensi insulin cenderung meningkat pada usia di atas 65
th)
2) Obesitas
3) Riwayat keluarga

3. Klasifikasi
a. IDDM ( INSULIN DEPENDENT DIABETES MELITUS )
Sangat tergantung pada insulin. Disebabkan oleh kerusakan sel
beta pankreas karena reaksi autoimin sehingga tubuh tidak dapat
memproduksi insulin alami untuk mengontrol kadar glukosa darah.
b. NIDDM ( NON INSULIN DEPENDENT DIABETES MELITUS )
Tidak tergantung insulin. Diabetes ini dsebabkan oleh gangguan
metabolisme dan penurunan fungsi hormon insulin dalam mengontrol
kadar glukosa darah dan hal ini bisa terjadi karena faktor genetik dan
juga dipicu oleh pola hidup yang tidak sehat.

2
c. GESTATIONAL DIABETES
Disebabkan oleh gangguan hormonal pada wanita hamil.
Diabetes melitus ( gestational diabetes mellitus, GDM) juga
melibatkan suatu kombinasi dari kemampuan reaksi dan pengeluaran
hormon insulin yang tidak cukup, sama dengan jenis-jenis kencing
manis lain. Hal ini dikembangkan selama kehamilan dan dapat
meningkatkan atau menghilang setelah persalinan. Walaupun
demikian, tidak menutup kemungkinan diabetes gestational dapat
mengganggu kesehatan dari janin atau ibu, dan sekitar 20%–50% dari
wanita-wanita dengan Diabetes Melitus gestational sewaktu-waktu
dapat menjadi penderita.

4. Manifestasi Klinis
Menurut PERKENI (2015) , penyakit diabetes melitus ini pada
awalnya seringkali tidak dirasakan dan tidak disadari penderita. Tanda
awal yang dapat diketahui bahwa seseorang menderita DM atau kencing
manis yaitu dilihat langsung dari efek peningkatan kadar gula darah,
dimana peningkatan kadar gula dalam darah mencapai nilai 160-180
mg/dL dan air seni (urine) penderita kencing manis yang mengandung gula
(glucose),sehingga urine sering dilebung atau dikerubuti semut.
Menurut PERKENI gejala dan tanda tanda DM dapat digolongkan
menjadi 2 yaitu:
a. Gejala akut penyakit DM
Gejala penyakit DM bervariasi pada setiap, bahkan mungkin
tidak menunjukan gejala apapun sampai saat tertentu. Pemulaan gejala
yang ditunjukan meliputi:
1) Lapar yang berlebihan atau makan banyak(poliphagi)
Pada diabetes,karena insulin bermasalah pemaasukan gula
kedalam sel sel tubuh kurang sehingga energi yang dibentuk pun
kurang itun sebabnya orang menjadi lemas. Oleh karena itu,
tubuh berusaha meningkatkan asupan makanan dengan

3
menimbulkan rasa lapar sehingga timbulah perasaan selalu ingin
makan
2) Sering merasa haus(polidipsi)
Dengan banyaknya urin keluar, tubuh akan kekurangan air atau
dehidrasi.untu mengatasi hal tersebut timbulah rasa haus sehingga
orang ingin selalu minum dan ingin minum manis, minuman
manis akan sangat merugikan karena membuat kadar gula
semakin tinggi.
3) Jumlah urin yang dikeluarkan banyak(poliuri)
Jika kadar gula melebihi nilai normal , maka gula darah akan
keluar bersama urin,untu menjaga agar urin yang keluar, yang
mengandung gula,tak terlalu pekat, tubuh akan menarik air
sebanyak mungkin ke dalam urin sehingga volume urin yang
keluar banyak dan kencing pun sering.Jika tidak diobati maka
akan timbul gejala banyak minum, banyak kencing, nafsu makan
mulai berkurang atau berat badan turun dengan cepat (turun 5-10
kg dalam waktu 2-4 minggu), mudah lelah dan bila tidak lekas
diobati, akan timbul rasa mual (PERKENI, 2015) .
b. Gejala kronik penyekit DM
Gejala kronik yang sering dialami oleh penderita DM
(PERKENI, 2015) adalah:
1) Kesemutan
2) Kulit terasa panas atau seperti tertusuk tusuk jarum
3) Rasa tebal dikulit
4) Kram
5) Mudah mengantuk
6) Mata kabur
7) Biasanya sering ganti kaca mata
8) Gatal disekitar kemaluan terutama pada wanita
9) Gigi mudah goyah dan mudah lepas
10) Kemampuan seksual menurun

4
11) Dan para ibu hamil sering mengalami keguguran atau kematian
janin dalam kandungan atau dengan bayi berat lahir lebih dari 4kg

5. Patofisiologi
Menurut Smeltzer,Diabetes tipe I. Pada diabetes tipe I terdapat
ketidakmampuan untuk menghasilkan insulin karena sel sel beta prankreas
telah dihancurkan oleh proses autoimun.Hiperglikemi puasa terjadi akibat
produksi glukosa yang tidak terukur oleh hati. Disamping glukosa yang
berasal dari makanan tidak dapat disimpan dihati meskipun tetap berada
dalam darah menimbulkan hiperglikemia prospandial.jika kosentrasi
glukosa daram darah cukup tinggi maka ginjal tidak dapat menyerap
kembali glukosa yang tersaring keluar, akibatnya glukosa tersebut muncul
dalam urine(glikosuria). Ketika glukosa yang berlebihan dieksresikan
kedalam urine,ekresi ini akan disertai pengeluaran cairan dan elektrolit
yang berlebihan, keadaan ini dinamakan diuresis ostomik,sebagai akibat
dari kehilangan cairan berlebihan, pasien akan mengalami peningkatan dal
berkemih(poliurea),dan rasa haus (polidipsi). (Smeltzer 2015 dan
Bare,2015).Difisiensi insulin juga akan menganggu metabilisme protein
dalam lemak yang menyebabkan penurunan berat badan. Pasien dapat
mengalami peningkatan selera makan (polifagia), akibat menurunan
simpanan kalori. Gejala lainya kelelahan dan kelemahan . dalam keadaan
normal insulin mengendalikan glikogenolisis(pemecahan glikosa yang
tersimpan) dan glukoneogenesis(pembentukan glukosa baru dari asam
asam amino dan subtansi lain). Namun pada penderita difisiensi
insulin,proses ini akan terjadi tampa hambatan dan lebih lanjut akan turut
menimbulkan hipergikemia. Disamping itu akan terjadi pemecahan lemak
yang mengakibatkan peningkatan produksi badan keton yang merupakan
produk smping pemecahan lemak. Badan keton merupakan asam yang
menganggu keseimbangan asam basa tubuh apabila jumlahnya berlebih.
Ketoasidosis yang disebabkan dapat menyebabkan tanda tanda gejala
seperti nyeri abdomen mual, muntah, hiperventilasi ,mafas berbaun aseton
dan bila tidak ditangani akan menimbulkan penurunan kesadaran,koma

5
bahkan kematian. Pemberian insulin bersama cairan dan elektrolit sesuai
kebutuhan akan memperbaiki dengan cepat kelainan metabolik tersebut
dan mengatasi gejala hiperglikemi serta ketoasidosis. Diet dan latihan
disertai pemantauan kadar gula darah yang sering merupakan komponen
terapi yang penting. (Smeltzer 2015 dan Bare,2015)
DM tipe II merupakan suatu kelainan metabolik dengan karakteristik
utama adalah terjadinya hiperglikemia kronik. Meskipun pula
pewarisannya belum jelas, faktor genetik dikatakan memiliki peranan yang
sangat penting dalam munculnya DM tipe II. Faktor genetik ini akan
berinterksi dengan faktor faktor lingkungan seperti gaya hidup,
obesitas,rendah aktivitas fisik,diet, dan tingginya kadar asam lemak
bebas(Smeltzer 2015 dan Bare,2015). Mekanisme terjadinya DM tipe II
umunya disebabkan karena resistensi insulin dan sekresi insulin.
Normalnya insulin akan terkait dengan reseptor khusus pada permukaan
sel.sebagai akibat terikatnya insulin dengan reseptor tersebut,terjadi suatu
rangkaian reaksi dalam metabolisme glukosa didalam sel. Resistensi
insulin DM tipe II disertai dengan penurunan reaksi intra sel. Dengan
demikian insulin menjadi tidak efektif untuk menstimulasi pengambilan
glukosa oleh jaringan. Untuk mengatasi resistensi insulin dan mencegah
terbentuknya glukosa dalam darah,harus terjadi peningkatan jumlah
insulin yang disekresikan. (Smeltzer 2015 dan Bare,2015).Pada penderita
toleransi glukosa terganggu, keadaan ini terjadi akibat sekresi insulin yang
berlebihan dan kadar glukosa akan dipertahankan pada tingkat yang
normal atau sedikit meningkat. Namun demikian, jika sel sel B tidak
mampu mengimbangi peningkatan kebutuhan insulin, maka kadar glukosa
akan meningkat dan terjadinya DM tipe II. Meskipun terjadi gangguan
sekresi insulin yang berupakan ciri khas DM tipe II, namun masih terdapat
insulin dengan jumlah yang adekuat untuk mencegah pemecahan lemak
dan produksi badan keton yang menyertainya, karena itu ketoasidosis
diabetik tidak terjadi pada DM tipe II, meskipun demikian, DM tipe II yang
tidak terkontrol akan menimbulkan masalah akut lainya seperti sindrom
Hiperglikemik Hiporosmolar Non-Ketotik(HHNK). (Smeltzer 2015 dan

6
Bare,2015) Akibat intoleransi glukosa yang berlangsung lambat(selama
bertahun tahun) dan progesif, maka DM tipe II dapat berjalan tanpa
terdeteksi. Jika gejalannya dialami pasien, gejala tersebut sering bersifat
ringan, seperti: kelelahan, iritabilitas, poliuria,polidipsia, luka pada kulit
yang lama sembuh, infeksi vagina atau pandangan kabur (jika kadar
glukosanya sangat tinggi.). (Smeltzer 2015 dan Bare,2015).

6. WOC

7
7. Komplikasi
Komplikasi dari diabetes ada beberapa yaitu :
a. Jangka pendek:
1) Hipoglikemia
2) Ketoasidosis diabetik
3) Sindrom hiperglikemik hiperosmolar nonketotik
b. Jangka panjang
1) Retinopati
2) Nefropati
3) Neuropati : polineuropati sensori(neuropati perifer), neuropati
cranial, dan neuropati otonom.

8. Pemeriksaan Penunjang
a. Glukosa darah: meningkat 100-200 mg/dL, atau lebih
b. Aseton plasma (keton) : positif secara mencolok.
c. Asam lemak bebas : kadar lipid dan kolesterol meningkat.
d. Osmolaritas serum : meningkat tetapi biasanya kurang dari
330mOsm/l.
e. Elektrolit:
1) Natrium: mungkin normal, meningkat atau menurun.
2) Kalium : normal atau peningkatan semu (perpindahan seluler),
selanjutnya akan menurun.
3) Fosfor : lebih sering menurun.
4) Hemoglobin glikosilat : kadarnya meningkat 2-4 kali lipat dari
normal yang mencerminkan kontrol DM yang kurang selama 4
bulan terakhir (lama hidup SDM) dan karenanya sangat
bermanfaat dalam membedakan DKA dengan kontrol tidak
adekuat versus DKA yang berhubungan dengan insiden.
f. Pemeriksaan mikroalbumin : Mendeteksi komplikasi pada ginjal dan
kardiovaskular
g. Nefropati Diabetik. Salah satu komplikasi yang ditimbulkan oleh
penyakit diabetes adalah terjadinya nefropati diabetic, yang dapat

8
menyebabkan gagal ginjal terminal sehingga penderita perlu
menjalani cuci darah atau hemodialisis.
h. Nefropati diabetic ditandai dengan kerusakan glomerolus ginjal yang
berfungsi sebagai alat penyaring.
i. Gangguan pada glomerulus ginjal dapat menyebabkan lolosnya
protein albumin ke dalam urine.
j. Adanya albumin dalam urin (=albuminoria) merupakan indikasi
terjadinya nefropati diabetic.
Manfaat pemeriksaan Mikroalbumin (MAU)
 Diagnosis dini nefropati diabetik
 Memperkirakan morbiditas penyakit kardiovaskular dan
mortalitas pada pasien DM
Jadwal pemeriksaan Mikroalbumin
 Untuk DM Tipe 1, diperiksa pada masa pubertas atau setelah 5
tahun didiagnosis DM
 Untuk DM tipe 2,
o Untuk pemeriksaan awal setelah diagnosis ditegakkan
o Secara periodic setahun sekali atau sesuai petunjuk dokter
k. Pemeriksaan HbA1C atau pemeriksaan A1C
Dapat Memperkirakan Risiko Komplikasi Akibat DM
HbA1c atau A1C Merupakan senyawa yang terbentuk dari ikatan
antara glukosa dengan hemoglobin (glycohemoglobin)
1) Jumlah A1C yang terbentuk, tergantung pada kadar glukosa darah
2) Ikatan A1c stabil dan dapat bertahan hingga 2-3 bulan (sesuai
dengan sel darah merah)
3) Kadar A1C mencerminkan kadarglukosa darah rata-rata dalam
jangka waktu 2-3 bulan sebelum pemriksaan
Manfaat pemeriksaan A1C
1) Menilai kualitas pengendalian DM
2) Menilai efek terapi atau perubahan terapi setelah 8-12 minggu
dijalankan
Tujuan Pemeriksaan A1C

9
Mencegah terjadinya komplikasi (kronik) diabetes karena :
1) A1C dapat memperkirakan risiko berkembangnya komplikasi
Diabetes
2) Komplikasi diabetes dapat muncul jika kadar glukosa darah terus
menerus tinggi dalam jangka panjang
3) Kadar glukosa darah rata-rata dalam jangka panjang (2-3 bulan)
dapat diperkirakan dengan pemeriksaan A1C
Jadwal pemeriksaan A1C
1) Untuk evaluasi awal setelah diagnosis DM dipastikan
2) Secara periodic (sebagai bagian dari pengelolaan DM) yaitu :
a) Setiap 3 bulan (terutama bila sasaran pengobatan belum
tercapai)
b) Minimal 2 kali dalam setahun.

9. Penatalaksanaan
a. Penatalaksanaan Keperawatan
Menurut PERKENI 2015 komponen dalam penatalaksan DM yaitu:
1) Diet
2) Olahraga
3) Edukasi/penyuluhan
4) Pemberian obat-obatan
5) Pemantauan gula darah
6) Melakukan perawatan luka
7) Melakukan observasi tingkat kesadaran dan tanda tanda vital
8) Menjaga intake cairan elektrolit dan nutrisi jangan sampai terjadi
hiperhidrasi
9) Mengelola pemberian obat sesuai program
b. Penatalaksanaan Medis
1) Terapi dengan Insulin
2) Obat Antidiabetik Oral
a) Sulfonilurea
b) Golongan Biguanid Metformi

10
c) Penghambat Alfa Glukosidase/Acarbose
d) Thiazolidinediones Thiazolidinediones

B. Asuhan Keperawatan Teoritis


1. Pengkajian
a. Identitas
b. Alasan masuk
c. Keluhan Utama
1) Keluhan utama saat masuk rumah sakit, Keluhan yang paling
utama di keluhkan oleh pasien sehingga masuk rumah sakit
2) Keluhan saat pengkajian, Keluhan yang dikeluhkan pasien saat
dilakukan pengkajian
d. Riwayat Penyakit
1) Riwayat Penyakit Terdahulu, Catatan tentang penyakit yang
pernah dialami pasien sebelum masuk rumah sakit
2) Riwayat Penyakit Sekarang, Catatan tentang penyakit yang
dialami pasien saat ini (saat pengkajian)
3) Riwayat Penyakit Keluarga, Catatan tentang penyakit keluarga
pasien yang berhubungan dengan penyakit saat ini
e. Analisa Data
1) Data Subyektif ( yang kita lihat )
2) Data Obyektif
Primary survey
a) Airway : --
b) Breathing: hiperventilasi, napas bau aseton
c) Circulation: lemah, tampak pucat ( disebabkan karena
glukosa Intra Sel Menurun sehingga Proses Pembentukan
ATP/Energi Terganggu)
d) Disability: perubahan kesadaran (jika sudah terjadi
ketoasidosis metabolik)
Secondary assesment
a) Exposure: -

11
Five Intervension: Glukosa darah: meningkat 100-200
mg/dL, atau lebih, Aseton plasma (keton) : positif secara
mencolok, Asam lemak bebas : kadar lipid dan kolesterol
meningkat, Osmolaritas serum : meningkat tetapi biasanya
kurang dari 330mOsm/l, Elektrolit : Natrium: mungkin
normal, meningkat atau menurun, Kalium : normal atau
peningkatan semu (perpindahan seluler), selanjutnya akan
menurun, Fosfor : lebih sering menurun, Hemoglobin
glikosilat : kadarnya meningkat 2-4 kali lipat dari normal
yang mencerminkan kontrol DM yang kurang selama 4 bulan
terakhir (lama hidup SDM) dan karenanya sangat bermanfaat
dalam membedakan DKA dengan kontrol tidak adekuat
versus DKA yang berhubungan dengan insiden.
b) Pemeriksaan mikroalbumin, Mendeteksi komplikasi pada
ginjal dan kardiovaskular
c) Nefropati Diabetik, Salah satu komplikasi yang ditimbulkan
oleh penyakit diabetes adalah terjadinya nefropati diabetic,
yang dapat menyebabkan gagal ginjal terminal sehingga
penderita perlu menjalani cuci darah atau hemodialisis.
Nefropati diabetic ditandai dengan kerusakan glomerolus
ginjal yang berfungsi sebagai alat penyaring. Gangguan pada
glomerulus ginjal dapat menyebabkan lolosnya protein
albumin ke dalam urine. Adanya albumin dalam urin
(=albuminoria) merupakan indikasi terjadinya nefropati
diabetic.
d) Pemeriksaan HbA1C atau pemeriksaan A1C, Dapat
Memperkirakan Risiko Komplikasi Akibat DM HbA1c atau
A1C Merupakan senyawa yang terbentuk dari ikatan antara
glukosa dengan hemoglobin (glycohemoglobin). Jumlah
A1C
e) yang terbentuk, tergantung pada kadar glukosa darah. Ikatan
A1c stabil dan dapat bertahan hingga 2-3 bulan (sesuai

12
dengan sel darah merah) Kadar A1C mencerminkan
kadarglukosa darah rata-rata dalam jangka waktu 2-3 bulan
sebelum pemriksaan. Give Comfort: Nyeri di bagian
abdomen karena ketoasidosis diabetik
f. Head to toe
1) Kepala, Bentuk simetris, warna rambut hitam, persebaran rambut
merata, kebersihan cukup, benjolan tidak ada, nyeri tekan tidak
ada.
2) Muka, Bentuk simetris, agak pucat, edema tidak ada, nyeri tidak
ada.
3) Mata, Konjungtiva anemis, reflek pupil ishokor, benjolan tidak
ada, nyeri tekan tidak ada.
4) Hidung, Bentuk simetris, secret tidak ada
5) Telinga, Serumen tidak ada, bentuk simetris, nyeri tekan tidak
ada.
6) Mulut dan Gigi
7) Bentuk simetris, mukosa mulut kering, kebersihan cukup, lidah
bersih, pembesaran tonsil tidak ada.
8) Leher, Pembesaran kelenjar tiroid tidak ada, distensi vena
jugularis tidak ada
9) Thorak, Bentuk dada simetris, suara nafas wheezing dan krekel
tidak ada, retraksi otot dada tidak ada
10) Abdomen, Bentuk simetris, lesi tidak ada, peristaltic usus 8
x/menit, pembesaran hati tidak ada, nyeri lepas dan nyeri tekan
tidak ada, asites tidak ada.
11) Ekstermitas, Edema tidak ada, sianosis tidak ada, pergerakan
terkoordinir tetapi lemah.

2. Diagnosa Keperawatan
a. Ketidakstabilan gula darah berhubungan dengan resistensi insulin
b. Nyeri Akut berhubungan dengan Agen cedera fisik
c. Infeksi b.d peningkatan Leukosit

13
d. Intoleransi Aktivitas berhubungan dengan imobilitas

3. Intervensi
No Diagnosa Tujuan Intervensi
1 Ketidakstabilan Setelah dilakukan tindakan Manajemen hiperglikemia
gula darah b.d keperawatan selama 1x 24 jam Observasi :
resistensi insulin maka ketidakstabilan gula - Identifikasi kemungkinan penyebab
darah membaik hiperglikemia
KH : - Monitor tanda dan gejala
 Kestabilan kadar hiperglikemia
glukosa darah membaik Terapeutik :
 Status nutrisi membaik - Berikan asupan cairan oral
 Tingkat pengetahuan Edukasi :
meningkat - Ajurkan kepatuhan terhadap diet dan
olah raga
Kolaborasi :
- Kolaborasi pemberian insulin 6 Iu

Edukasi program pengobatan


Observasi :
- Identifikasi pengobatan yang
direkomendasi
Terapeutik :
- Berikan dukungan untuk menjalani
program pengobatan dengan baik
dan benar
Edukasi:
- Jelaskan mamfaat dan efek samping
pengobatan
- Anjurkan mengosomsi obat sesuai
indikasi
2 Nyeri Akut b.d Setelah dilakukan tindakan Manajemen nyeri
Agen cedera fisik Keperawatan 1 x24 jam Observasi :
diharapkan nyeri menurun - Identifikasi identifikasi lokasi,
KH : karakteristik, durasi, frekuensi,
 Tingkat nyeri menurun kualitas,intensitas nyeri
 Penyembuhan luka - Identifikasi skala nyeri
membaik Terapeutik :
 Tingkat cidera menurun - Berikan teknik non farmakologis
untuk mengurangi rasa nyeri
Edukasi:
- Jelaskan penyebab dan periode dan
pemicu nyeri
Kolaborasi
- Kolaborasi pemberian analgetik

Edukasi teknik nafas dalam


Observasi :
- Identifikasi kesiapan dan
kemampuan menerima informasi
Terapeutik :
- Sediakan materi dan media
pendidikan kesehatan
Edukasi:

14
- Jelaskan tujuan dan mamafaat teknik
nafas dalam
- Jelaskan prosedur teknik nafas dalam
3 Infeksi b.d Setelah dilakukan tintdakan Pengcegahan Infeksi
peningkatan keperawatan selama 1x 24 jam Observasi
Leukosit maka tingkat infeksi menurun - Monitor tanda dan gejala infeksi
KH : lokal dan sistematik
 Tingkat nyeri menurun Terapetik
 Integritas kulit dan - Berikan perawatan kulit pada area
jaringan membaik edema
 Kontrol resiko - Cuci tangan sebelum dan sesudah
meningkat kontak dengan pasien dan
lingkungan pasien
Edukasi
- Jelaskan tanda dan gejala infeksi
- Ajarkan cara memeriksa kondisi luka
Kolaborasi
- Kolaborasi pemberian analgetik

Perawatan luka
Observasi :
- Monitor karakteristik luka (drainase,
warna ukuran, bau)
- Monitor tanda tanda infeksi
Terapeutik :
- Lepaskan balutan dan plester seccara
perlahan
- Bersihkan dengan Nacl
- Bersihkan jaringan nikrotik
- Berikan salaf yang sesuai kekulit
- Pertahan teknik steril saat
melakkanperawtan luka
Edukasi:
- Jelaskan tanda,gejala infeksi
Kolaborasi:
- Kolaborasi prosedur debridement
4 Aktivitas b.d Setelah dilakukan tintdakan Terapi aktivitas
imobilitas keperawatan selama 1x 24 jam Observasi :
intoleransi aktivitas membaik - Identifikasi defisit tingkat aktivitas
KH : - Identifikasi kemapuan berpartisipasi
 Toleransi aktivitas dalam aktivitas tertentu
membaik Terapeutik :
 Tingkat keletihan - Fasilitasi pasien dan keluarga dalam
menurun menyesuiakan lingkungan untuk
mengakomodasi aktivitas yang di
pilih
- Libatkan keluarga dalam aktivitas
Edukasi:
- Ajarkan cara melakukan aktivitas
yang dipilih
- Manajenen program latihan
Observasi :
- Identifikasi pengetahuan dan
pengalaman aktivitas fisik
sebelumnya
- Identifikasi kemampuan pasien
beraktivitas
Terapeutik :

15
- Motivasi untuk memulai/
- melanjutkan aktivitas fisik
Edukasi:
- Jelaskan mamnfaat aktivitas fisik

4. Implementasi
Implementasi adalah pengolahan dan perwujudan dari rencana
keperawatan yang telah disusun pada tahap perencanaan. Tindakan
keperawatan perawat berfokus pada keseimbangan fisiologis dengan
membantu pasien dalam keadaan sehat maupun sakit sehingga dapat
menigkatkan kualitas hidup pasien. Jenis tindakan yang telah disusun pada
tahap perencanaan. Pada implementasi ini terdiri dari tindakan mandiri,
saling ketergantungan atau kolaborasi dan tindakan rujukan/
ketergantungan. Implementasi tindakan keperawatan disesuaikan dengan
rencana tindakan keperawatan. Sebelum melaksanakan tindakan yang
sudah direncanakan, perawat perlu memvalidasi dengan singkat apakah
rencana tindakan masih sesuai dan dibutuhkan pasien sesuai dengan
kondisi saat ini (Desmawati, 2019).

5. Evaluasi
Evaluasi adalah tahap terakhir dari proses keperawatan yang
bertujuan untuk menilai hasil akhir dari seluruh tindakan keperawatan
yang telah dilakukan (Bararah & Jauhar, 2013).

16
DAFTAR PUSTAKA

American Diabetes Association (ADA), (2013). Diakses tgl 11 juni 2017 Diabetes
bacic. Http://www.diabetes.org/ diabetes-bacics
Biologi Gonzaga.(2010). Diakses tanggal 02 Februari 2010.
http://biologigonz.blogspost.com
(IDF). (2015) . Idf diabetes altas sixth edition. Diakses pada tanggal 15 april 2016
dari http://www.idf.org/sites/default/files/Atlas-poster-2015_EN.pdf
PERKERNI.(2015).Konsensus pengelolaan dan pencegahan Diabetes Melitus Tipe
2 di Indonesia. Jakarta :PERKERNI
Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas ).2017. Badan penelitian dan pengembangan
Kesehatan
PPNI DPP SDKI Pokja Tim, 2018. Standar Diagnosia Keperawatan Indonesia Edisi
1 : Jakarta: DPP PPNI
PPNI DPP SIKI Pokja Tim, 2018. Standar Intervensi Keperawatan Indonesia Edisi
1 : Jakarta: DPP PPNI
PPNI DPP SLKI Pokja Tim, 2018. Standar Luaran Keperawatan Indonesia Edisi 1
: Jakarta: DPP PPNI
Shadine,M,2010. Mengenal Penyakit Diabetes Melitus. Jakarta : Penebit
Keenbooks
Smeltzer, S.C dan B,G Bare. 2015. Baru Ajar Keperawatan Medikal Bedah Brunner
& Suddarth. Jakarta : EGC
Tarwoto, dkk, 2012. Keperawatan Medikal Bedah Gangguan Sistem Endokrin.
Jakarta: Trans Info Mediaq

17

Anda mungkin juga menyukai