Anda di halaman 1dari 91

LAPORAN PENDAHULUAN

KEPERAWATAN DASAR PROFESI

Oleh :

FITRIANI
2014901066

CI Ruangan Pembimbing Akademik

( ) ( )

PROGRAM STUDI PROFESI NERS


UNIVERSITAS FORT DE KOCK
TAHUN 2021
LAPORAN PENDAHULUAN KEBUTUHAN RASA AMAN DAN
NYAMAN

A. Pengertian
Keamanan adalah keadaan bebas dari cedera fisik dan psikologis atau
bisa juga keadaan aman dan tentram (Potter& Perry, 2006) Perubahan
kenyamanan adalah keadaan dimana individu mengalami sensasi yang tidak
menyenangkan dan berespons terhadap suatu rangsangan yang berbahaya
(Carpenito, Linda Jual, 2000).
1. Keamanan
Kebutuhan fisiologis yang terdiri dari kebutuhan terhadap
oksigen, kelembaban yang optimum, nutrisi, dan suhu yang optimum
akan mempengauhi kemampuan seseorang.
1. Oksigen
Bahaya umum yang ditemukan dirumah adalah sistem
pemanasan yang tidak berfungsi dengan baik dan pembakaran yang
tidak mempunyai sistem pembuangan akan menyebabkan
penumpukan karbondioksida.
2. Kelembaban
Kelembaban akan mempengaruhi kesehatan dan keamanan
klien, jika kelembaban relatifnya tinggi maka kelembaban kulit
akan terevaporasi dengan lambat Nutrisi Makanan yang tidak
disimpan atau disiapkan dengan tepat atau benda yang dapat
menyebabkan kondisi kondisi yang tidak bersih akan meningkatkan
resiko infeksi dan keracunan makanan.
2. Kenyamanan
a. Nyeri
Nyeri adalah kondisi suatu mekanisme prolektif tubuh ayng
timbul bilamana jaringan mengalami kerusakan dan menyebabkan
individu tersebut bereaksi untuk menghilangkan rangsangan
tersebut. (Guyton Hall, 1997).
1) Nyeri Akut
Nyeri akut adalah suatu keadaan dimana seseorang
melaporkan adanya ketidaknyamanan yang hebat. Awitan
nyeri akut biasanya mendadak, durasinya singkat kurang dari 6
bulan.
2) Nyeri Kronik
Nyeri kronik adalah keadaan dimana seorang individu
mengalami nyeri yang berlangsung terus menerus, akibat kausa
keganasan dan non keganasan atau intermiten selama 6 bulan
atau lebih.
b. Mual
Mual adalah keadaan dimana individu mengalami sesuatu
ketidaknyamanan, sensasi seperti gelombang dibelakang
tenggorokan epigastrium, atau seluruh abdomen yang mungkin atau
mungkin tidak menimbulkan muntah.

B. Faktor-Faktor Mempengaruhi Keamanan Dan Kenyamanan


1. Emosi
Kecemasan, depresi, dan marah akan mudah terjadi dan mempengaruhi
keamanan dan kenyamanan.
2. Status Mobilisasi
Keterbatasan aktivitas, paralisis, kelemahan otot, dan kesadaran
menurun memudahkan terjadinya resiko injury.
3. Gangguan Persepsi Sensory
Mempengaruhi adaptasi terhadap rangsangan yang berbahaya seperti
gangguan penciuman dan penglihatan.
4. Keadaan Imunits
Gangguan ini akan menimbulkan daya tahan tubuh kurang sehingga
mudah terserang penyakit.
5. Tingkat Kesadaran
Pada pasien koma, respon akan menurun terhadap rangsangan, paralisis,
disorientasi, dan kurang tidur.
6. Informasi atau Komunikasi
Gangguan komunikasi seperti aphasiaatau tidak dapat
membaca dapat menimbulkan kecelakaan.
7. Gangguan Tingkat Pengetahuan
Kesadaran akan terjadi gangguan keselamatan dan keamanan dapat
diprediksi sebelumnya.
8. Penggunaan antibiotik yang tidak rasional Antibiotik dapat
menimbulkan resisten dan anafilaktik syok.
9. Status nutrisi
Keadaan kurang nutrisi dapat menimbulkan kelemahan dan mudah
menimbulkan penyakit, demikian sebaliknya dapat beresiko terhadap
penyakit tertentu.
10. Usia
Pembedaan perkembangan yang ditemukan diantara kelompok usia
anak-anak dan lansia mempengaruhi reaksi terhadap nyeri.
11. Jenis Kelamin
Secara umum pria dan wanita tidak berbeda secara bermakna dalam
merespon nyeri dan tingkat kenyamanannya.
12. Kebudayaan
Keyakinan dan nilai-nilai kebudayaan mempengaruhi cara individu
mengatasi nyeri dan tingkat kenyaman yang mereka punyai.

C. Faktor-Faktor Penyebab Nyeri


1. Stimulasi Mekanik
Disebut trauma mekanik adanya suatu penegangan akan penekana
jarinagan.
2. Stimulus Kimiawi
Disebabkan oleh bahan kimia.
3. Stimulus Thermal
Adanya kontak atau terjadinya suhu yang ekstrim panas yang
dipersepsikan sebagai nyeri 44°C-46°C.
4. Stimulus Neurologik
Disebabkan karena kerusakan jaringan saraf
5. Stimulus Psikologik
Nyeri tanpa diketahui kelainan fisik yang bersifat psikologis
6. Stimulus Elektrik
Disebabkan oleh aliran listrik.

D. Fisiologi Nyeri Dan Mual


Antara stimulus cedera jaringan dan pengalaman subyektif nyeri
terhadap empat proses tersendiri: Transduksi, transmisi, modulasi, dan
persepsi. Transduksi nyeri adalah proses rangsangan yang mengganggu
sehingga menimbulkan aktivitas listrik di reseptor nyeri. Trasmisi nyeri
melibatkan proses penyaluran impuls nyeri dari tempat terinduksi melewati
saraf perifer sampai termal di medula spinalis dan jaringan neoron-neuron
pemancar yang naik dan medula spinalis ke otak. Medulasi nyeri melibatkan
aktivitas saraf melalui jalur-jalur saraf desendens dari otak yang dapat
mempengaruhi transmisi nyeri yang setinggi medula spinalis. Medulasi juga
melibatkan faktor-faktor kimiawi yang menimbulkan atau meningkatkan
aktivitas direseptor nyeri aferen primer. Akhirnya, persepsi nyeri adalah
pengalaman subyektif nyeri yang bagaimanapun juga dihasilkan oleh
aktivitas transmisi nyeri oleh saraf.
Mual dapat dijelaskan sebagai perasaan yang sangat tidak enak
dibelakang tenggorokan dan epigastrium, sering menyebabkan muntah.
Terdapat berbagai perubahan aktivitas saluran cerna yangberkaitan dengan
mual seperti meningkatnya salivasi, menurunnya tonus lambung dan
peristaltik. Peningkatan tonus duodenum dan jejenum menyebabkan
terjadinya refluks isi dodenum kedalam lambung. Namun demikian, tidak
terdapat bukti yang mengesankan bahwa inimenyebabkan mual. Tanda dan
gejala mual sering kali adalah pucat, meningkatnya salivasi, hendak muntah,
hendak pingsan, berkeringat, dan takikardia.
E. Klasifikasi Nyeri
1. Nyeri berdasarkan kualitasnya
a. Nyeri yang menyayat
b. Nyeri yang menusuk
2. Nyeri berdasarkan tempatnya
a. Nyeri superfisial/ nyeri permukaan tubuh
b. Nyeri dalam/nyeri tusuk bagian dalam
c. Nyeri ulseral / nyeri dari tusuk jaringan ulseral
d. Nyeri neurologis/nyeri dari kerusakan saraf perifer
e. Nyeri menjalar/nyeri akibat kerusakan jaringan ditempat lain
f. Nyeri sindrom/nyeri akibat kehilangan sesuatu bagian tubuh karena
pengalaman masa lalu
g. Nyeri patogenik/nyeri tanpa adanya stimulus
3. Nyeri berdasarkan serangannya
a. Nyeri akut: nyeri yang timbul tiba-tiba, waktu kurang dari 6 bulan
b. Nyeri kronis: nyeri yang timbul terus-menerus, waktu lebih atau
sama 6 bulan
4. Nyeri menurut sifatnya
a. Nyeri timbul sewaktu-waktu
b. Nyeri yang menetap
c. Nyeri yang kumat-kumatan
5. Nyeri menurut rasa
a. Nyeri yang cepat: nyeri yang menusuk
b. Nyeri difus: nyeri normal yang bisa dirasakan
6. Nyeri menurut kegawatan
a. Nyeri ringan
b. Nyeri sedang
c. Nyeri berat
F. Pathway Nyeri
Faktor Presipitasi
(Agen cedera, agen cedera biologis, agen cedera kimiawi, agen
pencedera, dilatasi serviks, eksblusi fetal)

Reseptor Nyeri

Persepsi Nyeri

Nyeri

Menekan saraf Mobilitas fisik terganggu


 
Nyeri di Persepsikan Gangguan mobilitas fisik
 berhubungan dengan
Nyeri Akut faktor presipitasi

RAS Teraktivasi

REM Menurun

G. Komplikasi Nyeri
1. Edema pulmonal
2. Kejang
3. Masalah mobilisasi
4. Hipertensi
5. Hipertermi
6. Gangguan pola istirahat dan tidur

H. Penatalaksanaan Nyeri
1. Penatalaksanaan keperawatan
a. Monitor tanda-tanda vital
b. Kaji adanya infeksi atau peradangan nyeri
c. Distraksi dan ajarkan teknik relaksasi
d. Kompres hangat
2. Penatalaksanaan Medis
a. Pemberian obat Analgetik
Obat pereda nyeri tanpa disertai hilangnya perasaan secara total.
Seseorang yang mengonsumsi analgetik tetap berada dalam keadaan
sadar.
b. Pemberian obat ANS (Anti inflamasi non steroid)
Aspirin dan Ibuprofen mengurangi nyeri dengan cara bekerja di
ujung saraf perifer pada daerah luka dan menurunkan tingkat
mediator inflamasi yang dihasilkan luka.

I. Pemeriksaan Penunjang
1. Pemeriksaan dengan skala nyeri
2. Pemeriksaan USG untuk data penunjang apabila ada nyeri tekan di
abdomen
3. Rontgen untuk mengetahui tukang dalam yang abnormal
4. Pemeriksaan laboratorium sebagai data penunjang pemeriksaan fisik
lainnya
5. CT-Scan mengetahui adanya pembuluh darah yang peah diotak
6. EKG
7. MRI

J. Asuhan Keperawatan Pada Pasien Yang Mengalami Gangguan Rasa Aman


Dan Nyaman
1. Pengakajian
a. Keamanan
Memastikan lingkungan yang aman, perawat perlu
memahami hal-hal yang memberi kontribusi keadaan rumah,
komunitas, atau lingkungan pelayanan kesehatan dan kemudian
mengkaji berbagai ancaman terhadap keamanan klien dan
lingkungan
1) Komunitas Ancaman keamanan dalam komunitas dipengaruhi
oleh terhadap perkembangan, gaya hidup, status mobilisasi,
perubahan sensorik, dan kesadaran klien terhadap keamanan.
2) Lembaga pelayanan kesehatan Jenis dasar resiko terhadap
keamanan klien di dalam lingkungan pelayanan kesehatan
adalah terjadi kecelakaan yang disebabkan klien, kecelakaan
yang disebabkan prosedur, dan kecelakaan yang menyebabkan
penggunaan alat.
b. Kenyaman
Nyeri merupakan perasaan yang tidak menyenangkan yang
bersifat subyektif dan hanya yang menerimanya yang dapat
menjelaskannya. Tanda-tanda yang menunjukan seseorang
mengalami sensasi nyeri:
1) Posisi yang memperlihatkan pasien Pasien tampak takut
bergerak, dan berusaha merusak posisi yang memberikan rasa
nyaman
2) Ekspresi umum
a) Tampak meringis, merintih
b) Cemas, wajah pucat
c) Ketakutan bila nyeri timbul mendadak
d) Keluar keringat dingin
e) Kedua rahang dikatupkan erat-erat dan kedua tangan
tampak dalam posisi menggenggam
f) Pasien tampak mengeliat karena kesakitan
3) Pasien dengan nyeri perlu diperhatikan saat pengkajian adalah
a) Lokasi nyeri
b) Waktu timbulnya nyeri
c) Reaksi fisik/psikologis pasien terhadap nyeri
d) Karakteristik nyeri
e) Faktor pencetus timbulnya nyeri
f) Cara-cara yang pernah dilakukan untuk mengatasi nyeri
2. Diagnosa Kebutuhan Rasa Nyaman Dan Aman
a. Nyeri akut berhubungan dengan agen cedera fisik atau trauma
b. Nyeri kronis berhubungan dengan kontrol nyeri yang tidak adekuat
c. Anxiety berhubungan dengan perubahan status kesehatan
d. Resiko Infeksi berhubungan dengan faktor resiko prosedur infvasif,
tidak cukup pengetahuan dalam menghindari paparan patogen.
3. Intervensi Keperawatan
Standar Diagnosa
Standar Luaran Standar Intervensi Keperawatan
Keperawatan
No Keperawatan Indonesia Indonesia
Indonesia
(SLKI) (SIKI)
(SDKI)
1 Nyeri akut SLKI: SIKI :
Penyebab : Setelah dilakukan Manajemen nyeri
1. Agen pencedra asuhan keperawatan Observasi
fisiologis (mis. selama 3 x 24 jam - Identifikasi lokasi, karakteristik,
Inflamasi iskemia, diharapkan nyeri pada durasi, frekuensi, kualitas,
neoplasma) pasien berkurang intensitas nyeri
2. Agenpencedera dengan kriteria hasil : - Identifikasi skala nyeri
kimiawi (mis. Tingkat Nyeri - Identifikasi respon nyeri
Terbakar, bahan 1. Nyeri berkurang nonverbal
kimia iritan) dengan skala 2 - Identifikasi factor yang
3. Agen pencedera 2. Pasien tidak memperingan dan memperberat
fisik (mis. Abses, mengeluh nyeri nyeri
amputasi, prosedur 3. Pasien tampak - Identifikasi pengetahuan dan
operasi, taruma, tenang keyakinan tentang nyeri
dll) 4. Pasien dapat tidur - Identifikasi budaya terhadap
dengan tenang respon nyeri
Gejala dan tanda 5. Frekuensi nadi - Identifikasi pengaruh nyeri
mayor dalam batas normal terhadap kualitas hidup pasien
Subjektif : mengeluh (60-100 x/menit) - Monitor efek samping
nyeri 6. Tekanan darah penggunaan analgetik
Objektif dalam batas normal - Monitor keberhasilan terapi
 Tampak (90/60 mmHg – komplementer yang sudah
meringis 120/80 mmHg) diberikan
 Bersikap 7. RR dalam batas Terapeutik
proaktif (mis. normal (16-20 - Fasilitasi istirahat tidur
waspada, x/menit) - Kontrol lingkungan yang
posisi Kontrol Nyeri memperberat nyeri ( missal: suhu
menghindari 1. Melaporkan bahwa ruangan, pencahayaan dan
nyeri) nyeri berkurang kebisingan).
 Gelisah dengan - Beri teknik non farmakologis
 Frekuensi menggunakan untuk meredakan nyeri
nadi manajemen nyeri (aromaterapi, terapi pijat,
meningkat 2. Mampu mengenali hypnosis, biofeedback, teknik
 Sulit tidur nyeri (skala, imajinasi terbimbimbing, teknik
Gejala dan tanda intensitas, frekuensi tarik napas dalam dan kompres
minor dan tanda nyeri) hangat/ dingin)
Subjektif : - Status Kenyamanan Edukasi
Objektif 1. Menyatakan rasa - Jelaskan penyebab, periode dan
 Tekanan nyaman setelah pemicu nyeri
darah nyeri berkurang - Jelaskan strategi meredakan nyeri
meningkat - Anjurkan menggunakan analgetik
 Pola nafas secara tepat
berubah - Anjurkan monitor nyeri secara
mandiri
 Nafsu makan
Kolaborasi
berubah
- Kolaborasi pemberian analgetik,
 Proses
jika perlu
berpikir
terganggu
 Menarik diri
 Berfokus pada
diri sendiri
 diaforesisi
2 Nyeri Kronis SLKI: SIKI
Setelah dilakukan Manajemen nyeri
asuhan keperawatan Observasi
selama 3 x 24 jam - Identifikasi lokasi, karakteristik,
diharapkan nyeri pada durasi, frekuensi, kualitas,
pasien berkurang intensitas nyeri
dengan kriteria hasil : - Identifikasi skala nyeri
Tingkat Nyeri - Identifikasi respon nyeri
1. Nyeri berkurang nonverbal
dengan skala 2 - Identifikasi faktor yang
2. Pasien tidak memperingan dan memperberat
mengeluh nyeri nyeri
3. Pasien tampak - Identifikasi pengetahuan dan
tenang keyakinan tentang nyeri
4. Pasien dapat tidur - Identifikasi budaya terhadap
dengan tenang respon nyeri
5. Frekuensi nadi - Identifikasi pengaruh nyeri
dalam batas normal terhadap kualitas hidup pasien
(60-100 x/menit) - Monitor efek samping
6. Tekanan darah penggunaan analgetik
dalam batas normal - Monitor keberhasilan terapi
(90/60 mmHg – komplementer yang sudah
120/80 mmHg) diberikan
7. RR dalam batas Terapeutik
normal (16-20 - Berikan teknik non farmakologis
x/menit) untuk meredakan nyeri
Kontrol Nyeri (aromaterapi, terapi pijat,
1. Melaporkan bahwa hypnosis, biofeedback, teknik
nyeri berkurang imajinasi terbimbimbing, teknik
dengan tarik napas dalam dan kompres
menggunakan hangat/ dingin)
manajemen nyeri - Kontrol lingkungan yang
2. Mampu mengenali memperberat nyeri ( missal: suhu
nyeri (skala, ruangan, pencahayaan dan
intensitas, frekuensi kebisingan)
dan tanda nyeri) - Fasilitasi istirahat tidur
Status Kenyamanan Perawatan kenyamanan
1. Menyatakan rasa Observasi
nyaman setelah - Identifikasi gejala yang tidak
nyeri berkurang menyenangkan (mis. Mual, nyeri,
gatal, sesak)
- Identifikasi pemahaman tentang
kondisi, situasi dan perasaannya
Terapeutik
- Berikan posisi yang nyaman
- Ciptakan lingkungan yang nyaman
Edukasi
- Jelaskan mengenai kondisi dan
pilihan terapi/pengobatan
- Ajarkan terapi relaksasi
- Ajarkan teknik distraksi dan
imajinasi terbimbing
Kolaborasi
- Kolaborasi pemberian analgesik,
antipruritus, antihistamin, jika
perlu
3 Ansietas Setelah dilakukanReduksi ansietas
tindakan keperawatan - Monitor tanda-tanda ansietas
selama .....x24 jam - Ciptakan suasana terapeutik untuk
diharapakan kecemasan menumbuhkan kepercayaan
menurun atau pasien - Pahami situasi yang membuat
dapat tenang dengan ansietas
kriteria : - Diskusikan perencanaan realistis
SLKI : tentang peristiwa yang akan
Tingkat ansietas datang
1. Menyingkirkan - Anjurkan mengungkapkan
tanda kecemasaan. perasaan dan persepsi
2. Tidak terdapat
- Anjurkan keluarga untuk selalu
perilaku gelisah disamping dan mendukung pasien
3. Frekuensi napas
- Latih teknik relaksasi
menurun
4. Frekuensi nadi
menurun
5. Menurunkan
stimulasi lingkungan
ketika cemas.
6. Menggunakan teknik
relaksasi untuk
menurunkan cemas.
7. Konsentrasi
membaik
8. Pola tidur membaik
Dukungan sosial
1. Bantuan yang
ditawarkan oleh
oranglain meningkat
4 Resiko Infeksi SLKI SIKI
Setelah dilakukan Pencegahan Infeksi
asuhan keperawatan - Monitor tanda dan gejala infeksi
selama ...x... jam - Cuci tangan sebelum dan sesudah
diharapkan klien kontak dengan pasien dan
terhindar dari resiko lingkungan pasien
infeksi dengan kriteria - Lakukan perawatan tali pusat
hasil: - Ajarkan ibu cara cuci tangan
Tingkat Infeksi dengan benar
1. Integritas Kulit - Kolaborasi pemberian imunisasi
Baik jika perlu
Referensi

Ali mulhidayat, Aziz. 1997. Kebutuhan Dasar Manusia. EGC: Jakarta


Brunner&Suddarth, Suzanne C. Smeltzer, Brenola G. Bare. 2001. Keperawatan Medikal
Bedah. EGC: Jakarta
Docterman dan Bullechek. Nursing Invention Classifications (NIC), Edition 4, United States
Of America: Mosby Elseveir Acadamic Press, 2004.
Ganong. 2003. Fisiologi Kedokteran. EGC: Jakarta
Maas, Morhead, Jhonson dan Swanson. Nursing Out Comes (NOC), United States Of America:
Mosby Elseveir Acadamic Press, 2004.
Nanda International (2009). Diagnosis Keperawatan: definisi & Klasifikasi. 2009-2011.
Penerbit buku kedokteran EGC : Jakarta
Potter & Perry. 2006. Fundamental Keperawatan. EGC: Jakarta Price, Sylvia A. 2006.
Patofisiologi Volume I dan II. EGC: Jakarta
Tarwoto & Wartonah. (2010). Kebutuhan Dasar Manusia Dan Proses Keperawatan. Edisi 4.
Salemba Medika : Jakarta
LAPORAN PENDAHULUAN
KEBUTUHAN NUTRISI

A. Pengertian
Istilah gizi berasal dari bahasa arab gizawi yang berarti nutrisi. Gizi adalah substansi
organik dan nonorganik yang ditemukan dalam makanan dan dibutuhkan oleh tubuh agar
dapat berfungsi dengan baik (Kozier, 2004 : 1116).
Nutrisi berfungsi untuk membentuk dan memelihara jaringan tubuh, mengatur
proses-proses dalam tubuh, sebagai sumber tenaga, serta untuk melindungi tubuh dari
serangan penyakit.
Fungsi utama nutrisi adalah untuk memberi energi bagi aktivitas tubuh, membentuk
struktur kerangka dan jaringan tubuh, serta mengatur berbagai proses kimia di dalam tubuh
(Mubarak, 2008:27).
Nutrien adalah sejenis zat kimia organik atau anorganik yang terdapat dalam
makanan dan dibutuhkan oleh tubuh untuk menjalankan fungsinya.
Enam zat nutrisi esensial (kelompok nutrien) yaitu : air, karbohidrat, protein, lemak,
vitamin dan mineral mempunyai tiga fungsi utama yaitu :
1. Menyediakan energi untuk proses dan pergerakan tubuh
2. Menyediakan “struktur material” untuk jaringan tubuh seperti tulang dan otot
3. Mengatur proses tubuh.

B. Anatomi dan fisiologi system pencernaan


1. Rongga oral
a. Bibir : berfungsi untuk menerima makanan dan produksi wicara.
b. Lidah : berfungsi untuk menggerakan makanan saat dikunyah atau ditelan, untuk
pengecapan dan dalam produksi wicara.
c. Kelenjar saliva : melarutkan makanan secara kimia, melembabkan dan melumasi
makanan, sekresi amilase untuk mengurang zat tepung menjadi polisakarida dan
maltosa, sebagai zat buang, membersihkan rongga oral dan membantu memelihara
kesehatan oral serta mencegah kerusakan gigi.
d. Gigi : menghancurkan makanan menjadi bagian-bagian kecil dan bercampur dengan
saliva untuk membentuk bolus makanan yang dapat ditelan.
2. Faring : berperan dalam proses menelan.
3. Esofagus : menggerakan makanan dari faring ke lambung melalui gerak peristalis.
4. Lambung : penyimpanan makanan, produksi kimus, digesti protein, produksi mukus,
produksi faktor intrinsik (glikoprotein, vit. B12), absorpsi.
5. Usus halus (duodenum, yeyunum, ileum) : mengakhiri proses pencernaan makanan
yang dimulai di mulut dan di lambung. Proses ini diselesaikan oleh enzim usus dan
enzim pankreas serta dibantu empedu dalam hati, secara selektif mengabsorpsi produk
digesti.
6. Usus besar : mengabsorpsi 80% sampai 90% air dan elektrolitdari kimus yang tersisa
dan mengubah kimus dari cairan menjadi massa semi padat.

C. Faktor-faktor yang mempengaruhi perubahan fungsi system pencernaan.


1. Diet
Diet yang sembaranga dapat mempengaruhi kerja sistem pencernaan sehingga terjadi
gengguan dalam mencerna nutrisi dan akhirnya proses pencernaan tida optimal dalam
melakukan fungsinya. Diet yang dapat mempengaruhi sistem pencernaan antara lain
adalah makanan pedas, asam dan bersantan pekat.
2. Penyakit
Sistem pencrnaan adalah organ yang paling sering di lalui oleh benda-benda dari luar
tubuh misal makanan, sehingga sangat rentan sekali terkena gangguan apabila sistem
pertahanan tubuh tidak adekuat. Tidak heran jika banyak terjadi gangguan pada sistem
pencernaan karena hal tersebut yang kita tidak tahu dan menyadari berapa banyak
kuman yang masuk kedalam sistem pencernaan kita.

3. Bahan kimia
Sering kita memasukan bahan kimia kedalam mulut kita baik disengaja maupun tidak
disengaja, dan melukai salah satu organ di rongga mulut dan bahkan masuk sampai
organ pencernaan bagian dalam sehingga mengakibatkan fungsi organ tersebut
mengalami gangguan.

D. WOC Nutrisi
E. Macam-macam gangguan yang mungkin terjadi pada system pencernaan.
1. Kerusakan gigi adalah proses erosif yang diakibatkan oleh kerja bakteri pada
karbohidrat yang dapat difermentasi di dalam mulut, yang pada waktunya menghasilkan
asam-asam yang melarutkan email gigi.
2. Kanker rongga mulut
3. Akalasia adalah tidak adanya atau tidak efektifnya peristaltik esofagus distal disertai
dengan kegagalan sfingter esofagus untuk rileks dalam respon terhadap menelan.
4. Gastritis akut (inflamasi mukosa lambung) sering akibat diet yang sembrono.
5. Ulkus peptikum adalah ekskavasi (area berlubang) yang terbentuk dalam dinding
mukosa lambung, pilorus, duodenum atau esofagus.
6. Diare adalah kondisi dimana terjadi frekuensi defekasi yang abnormal (lebih dari 3
kali/hari), serta perubahan dalam isi (lebih dari 200g/hari) dan konsistensi (feses cair)
7. Peritonitis adalah inflamasi peritonium-lapisan membran serisa rongga abdomen dan
meliputi visera.

F. Asuhan Keperawatan
1. Pengkajian
Riwayat keperawatan
a. Keluhan utama
Klien mengatakan merasa mual, muntah, BAB lebih dari 5x/hari dengan
konsistensi cair, nafsu makan menurun/meningkat, mengalami
penurunan/peningkatan BB.

b. Keluhan sekarang
Klien merasa lemas dan tidak nafsu makan, mual, muntah. Nafsu makan meningkat
dan mudah merasa lapar.
c. Keluhan masa lalu
Klien pernah menderita gangguan sistem pencernaan.
d. Pemeriksaan fisik : data fokus
1) Penampilan umum dan vitalitas : Apatis, lesu, tampak lelah
2) Berat badan : Berat badan kurang atau berlebih
3) Rambut : Rambut kering, kusam, pecah-pecah, tipis, rapuh
4) Kulit : Kering, kusam, pecah-pecah, pucat atau berpigmen, ada petekia atau
memar, lemak subkutan sedikit
5) Kuku : Rapuh, pucat, bentuk seperti sendok
6) Mata : Kering, konjungtiva pucat atau merah, kornea lembut
7) Lidah : Berwarna merah atau magenta, tampilan halus, bengkak, ukuran lidah
bertambah atau berkurang
8) Bibir : Bengkak, pecah-pecah pada sudut bibir
9) Gusi : Bengkak, meradang, mudah berdarah, berbentuk seperti spon
10) Otot : Tonus buruk, lembek dan tidak berkembang
11) Sistem kardiovaskular : Frekuensi nadi meningkat, TD
meningkat, trama jantung abnormal (ireguler)
12) Sistem pencernaan : Anoreksia, indigesti, diare, konstipasi
13) Sistem persarafan : Refleks menurun, emosi tidak stabil, kurang perhatian,
bingung
e. Pemeriksaan penunjang
1) Pemeriksaan Hb
2) Laki-laki dewasa (14-18 gr/dl) Wanita dewasa (12-16 gr/dl)
3) Pemeriksaan Albumin (3,5-4,5 gr/dl)
4) Rontgen
5) TG (<150 mg/dl)
6) Kolesterol (<200 mg/dl)
7) HDL (>50 mg/dl)
8) LDL (<130 mg/dl)
2. Diagnosa keperawatan
a. Defisit nutrisi lebih/kurang dari kebutuhan tubuh
b. Risiko Defisit nutrisi lebih/kurang dari kebutuhan tubuh
3. Perencanaan keperawatan
Standar Diagnosa
Standar Luaran Standar Intervensi Keperawatan
Keperawatan
No Keperawatan Indonesia Indonesia
Indonesia
(SLKI) (SIKI)
(SDKI)
1 Defisit nutrisi Setelah dilakukan Manajemen Gangguan Makan
Faktor risiko : intervensi keperawatan Observasi :
1. Ketidakmampuan selama ........ jam, maka - Monitor asupan dan keluarnya
menelan makanan status nutrisimembaik makanan dan cairan serta
2. Ketidakmampuan dengan kriteria hasil : kebutuhan kalori
mencerna 1. Kekuatan otot Terapiutik :
makanan pengunyah - Timbang berat badan secara rutin
3. Ketidakmampuan meningkat - Diskusikan perilaku makanan dan
mengabsorbsi 2. Kekuatan otot jumlah aktivitas fisik (termasuk
nutrien menelan olahraga) yang sesuai
4. Peningkatan meningkat - Laukan kontrak perilaku (misal,
kebutuhan 3. Serum albumin target berat badan,
metabolisme meningkat tanggungjawab perilaku)
5. Faktor ekonomi 4. Ungkapan keinginan - Berikan penguatan positif
(misal, finansial untuk meningkat terhadap keberhasilan target dan
tidak mencukupi) nutrisi meningkat perubahan perilaku
6. Faktor psikologis 5. Pengetahuan tentang - Berikan konsekuensi jika tidak
(misal, stres, pilihan mencapai target sesuai kontrak
keengganan untuk makanan/minuman - Rencanakan program pengobatan
makan) yang sehat untuk perawatan dirumah
meningkat Edukasi :
6. Pengetahuan tentang - Anjurkan membuat catatan harian
standar asupan tentang perasaan dan situasi
nutrisi yang tepat pemicu pengeluaran makanan
meningkat (misal, pengeluaran yang
7. Penyiapan dan disengaja, muntah, aktivitas
penyimpanan berlebih)
makanan/ minuman - Ajarkan pengaturan diet yang
yang aman tepat
meningkat - Ajarkan keterampilan koping
8. Sikap terhadap untuk penyelesaian masalah
makanan/minuman perilaku makan
sesuai dengan tujuan Kolaborasi :
kesehatan - Kolaborasi dengan ahli gizi
meningkat tentang target berat badan,
9. Perasaan cepat kebutuhan kalori dan pilihan
kenyang menurun makanan
10. Sariawan menurun
11. Rambut rontok
menurun
12. Diare menurun
13. Berat badan
membaik
14. Nafsu makan
membaik
15. Bising usus
membaik
16. Index massa tubuh
membaik
17. Tebal lipatan kulit
triceps membaik
18. Membran mukosa
19. Frekuensi makan
membaik
2 Risiko defisit nutrisi Setelah dilakukan Manajemen Gangguan Makan
Faktor risiko : intervensi keperawatan Observasi :
1. Ketidakmampuan selama ........ jam, maka - Monitor asupan dan keluarnya
menelan makanan status nutrisimembaik makanan dan cairan serta
2. Ketidakmampuan dengan kriteria hasil : kebutuhan kalori
mencerna 1. Kekuatan otot Terapiutik :
makanan pengunyah - Timbang berat badan secara rutin
3. Ketidakmampuan meningkat - Diskusikan perilaku makanan dan
mengabsorbsi 2. Kekuatan otot jumlah aktivitas fisik (termasuk
nutrien menelan olahraga) yang sesuai
4. Peningkatan meningkat - Laukan kontrak perilaku (misal,
kebutuhan 3. Serum albumin target berat badan,
metabolisme meningkat tanggungjawab perilaku)
5. Faktor ekonomi 4. Ungkapan keinginan - Berikan penguatan positif
(misal, finansial untuk meningkat terhadap keberhasilan target dan
tidak mencukupi) nutrisi meningkat perubahan perilaku
6. Faktor psikologis 5. Pengetahuan tentang - Berikan konsekuensi jika tidak
(misal, stres, pilihan mencapai target sesuai kontrak
keengganan untuk makanan/minuman - Rencanakan program pengobatan
makan) yang sehat untuk perawatan dirumah
meningkat Edukasi :
6. Pengetahuan tentang - Anjurkan membuat catatan harian
standar asupan tentang perasaan dan situasi
nutrisi yang tepat pemicu pengeluaran makanan
meningkat (misal, pengeluaran yang
7. Penyiapan dan disengaja, muntah, aktivitas
penyimpanan berlebih)
makanan/ minuman - Ajarkan pengaturan diet yang
yang aman tepat
meningkat - Ajarkan keterampilan koping
8. Sikap terhadap untuk penyelesaian masalah
makanan/minuman perilaku makan
sesuai dengan tujuan Kolaborasi :
kesehatan - Kolaborasi dengan ahli gizi
meningkat tentang target berat badan,
9. Perasaan cepat kebutuhan kalori dan pilihan
kenyang menurun makanan
10. Sariawan menurun
11. Rambut rontok
menurun
12. Diare menurun
13. Berat badan
membaik
14. Nafsu makan
membaik
15. Bising usus
membaik
16. Index massa tubuh
membaik
17. Tebal lipatan kulit
triceps membaik
18. Membran mukosa
19. Frekuensi makan
membaik

Referensi
Mubarak, W Iqbal, Chayatin N,. (2005) Buku Ajar Kebutuhan Dasar Manusia. Jakarta: EGC
NANDA. 2005-2006. Panduan Diagnosa keperawatan
Sloane, Ethel. (2004) Anatomi dan Fisiologi Untuk Pemula. Jakarta : EGC.
Bare, Brenda G.,(2002) Buku Ajar Keperawatan Medikal-Bedah Brunner & Suddarth Edisi 8.
Jakarta : EGC
LAPORAN PENDAHULUAN
KEBUTUHAN CAIRAN DAN ELEKTROLIT

A. Definisi
Cairan adalah larutan yang terdiri dari air dan zat terlarut Elektrolit adalah zat kimia
yang menghasilkan partikel-partikel bermuatan listrik yang disebut ion Kekurangan cairan
dan elektrolit adalah keadaan dimana seorang individu mengalami atau beresiko mengalami
penurunan cairan intravaskuler, interstitial dan atau intraseluler. Kelebihan cairan dan
elektrolit adalah keadaan dimana seorang individu mengalami atau beresiko mengalami
peningkatan cairan intravaskuler, interstitial dan atau intraseluler. Ketidakseimbangan
volume cairan dan elektrolit adalah keadaan dimana seorang individu mengalami atau
beresiko mengalami peningkatan, penurunan atau cepatnya pertukaran dari satu ke lainnya
dari intravaskuler, interstitial dan atau intraseluler.

B. Distribusi Cairan Dan Elektrolit


1. Distribusi Cairan
a. Cairan Ekstra Sel (CES)
CES terdiri dari cairan interstitial dn cairan intravaskuler. Cairan interstitial mengisi
ruangan yang berada di antara sebagian besar sel tubuh dan menyusun sejumlah
besar lingkungan cairan tubuh. Sekitar 15% berat tubuh merupakan cairan
interstitial. Sedangkan cairan intravaskuler terdiri dari plasma, bagian cairan limfe
yang berisi atau mengandung air dan tidak berwarna, dan daerah yang mengandung
suspensi leukosit, eritrosit, dan trombosit. Plasma menyusun 5% berat tubuh.
b. Cairan Intra Sel (CIS)
Cairan intrasel adalah cairan di dalam membran sel yang berisi substansi terlarut atau
solute yang penting untuk keseimbangan cairan dan elektrolit serta untuk
metabolisme. Cairan intra sel membentuk 40% berat tubuh.
2. Distribusi Elektrolit
a. Elektrolit terdiri dari :
1) kation bermuatan positif ( Na+ , K+, Mg+, Ca+)
2) anion bermuatan negatif ( Cl-, HCO3- )
b. Nilai normal elektrolit pada orang dewasa
1) Natrium : 135 - 145 mem/L
2) Kalium : 3,5 – 5,0 mem/L
3) Clorida : 9,5 – 5,5 mem/L
4) Magnesium : 1,5 – 2,5 mem/L
5) Fosfat : 1,5 – 2,6 mem/L

C. Pengaturan Cairan Dan Elektrolit


1. Asupan cairan
Diatur melalui mekanisme rasa haus. Pusat pengendalian rasa haus berada di dalam
hipotalamus di otak. Asupan cairan dari makanan & minuman yang di asup.
2. Haluran cairan
Pemasukan dan Pengeluaran cairan setiap hari pada orang dewasa sehat.
Pemasukan Pengeluaran
Cairan yang diminum 1200 ml Ginjal (urine) 1500 ml
Makanan padat (air) 1000 ml Usus halus (feses) 200 ml
Oksidasi makanan 300 ml Paru ( dlm udara ekspirasi 400 ml

D. Pergerakan Cairan Tubuh


1. Difusi adalah perpindahan cairan dari konsentrasi tinggi ke konsentrasi rendah melalui
membran sel yang permeable terhadap substansi materi baik padat maupun partikel zat
terlarut.
2. Filtrasi adalah suatu proses perpindahan air dan substansi yang dapat terlarut secara
bersamaan sebagai respon terhadap adanya cairan yang mempuntai perbadaan tekanan.
3. Osmosis adalah perpindahan cairan melalui membrane selaktof permeable dari area
yang konsentarsi rendah ke area dengan konsentrasi tinggi.
4. Transpor aktif adalah perpundahan cairan menggunakan ATP yang melawan gradien
konsentrasi dari konsentrasi rendah ke konsentrasi tinggi.

E. Gangguan Keseimbangan Cairan


1. Hipovolemia
Kekurangan volume cairan terjadi saat air dan elektrolit yang hilang berada di dalam
proporsi isotonic.kadar elektrolit dalam serum tetap tidak berubah, kecuali jika terjadi
ketidakseimbangan lain.pasien yang beresiko kekurangan volume cairan ini adalah
pasien yang mengalami kekurangan cairan dan elektrolit melalui saluran
gastrointestinal,missalnya akibat muntah, pengisap lambung, diare, atau
fustula.penyebab lain dapat meliputi perdarahan, pemberian obat-obatan diuretic,
keringat yang banyak, bemam, dan penurunan asupan per oral.
2. Hipervolemi
Kelebihan volume cairan terjadi saat air dan natrium dipertahankan dalam proporsi isotonic
sehingga menyebabkan hipervolemi tanpa disertai perubahan kadar elektrolit
serum.pasien yang berisiko kelebihan volume cairan ini meliputi pasien yang menderita
gagal jantung kongestif, gagal ginjal, dan sirosis.

F. Faktor - Faktor Yang Mempengaruhi Keseimbangan Cairan


1. Usia
Berkaitan dengan permukaan tubuh, metabolisme yang diperlukan, berat badan, dan
perkembangan.

2. Temperatur
Panas yang berlebihan menyebabkan kertingat dimana seseorang dapai kehilangan NaCl
melalui keringat
3. Diit
Pada saat tubuh mengeluarkan nutrisi, tubuh akan memesan cadangan energi. Proses ini
akan menimbulkan pergerakan cairan dari insterstitial ke intraseluler.
4. Stress
Stress dapat meningkatkan metabolisme sel, konsentrasi darah dan glikolisis otot.
Metabolisme ini dapat menimbulkan retensi sodium dan air. Proses ini meningkatkan
produksi ADH dan menurunkan produksi urine.
5. Olah Raga
6. Olah raga menyebabkan peningkatan kehilangan air kasat mata melalui keringat.

G. Patofisiologi/Pathway
Kekurangan volume cairan terjadi ketika tubuh kehilangan cairan dan elektrolit
ekstraseluler dalam jumlah yang proporsional (isotonik). Kondisi seperti ini disebut juga
hipovolemia. Umumnya, gangguan ini diawali dengan kehilangan cairan intravaskuler, lalu
diikuti dengan perpindahan cairan interseluler menuju intravaskuler sehingga menyebabkan
penurunan cairan ekstraseluler. Untuk untuk mengkompensasi kondisi ini, tubuh melakukan
pemindahan cairan intraseluler. Secara umum, kekurangan volume cairan disebabkan oleh
beberapa hal, yaitu kehilangan cairan abnormal melalui kulit, penurunan asupan cairan,
perdarahan dan pergerakan cairan ke lokasi ketiga (lokasi tempat cairan berpindah dan tidak
mudah untuk mengembalikanya ke lokasi semula dalam kondisi cairan ekstraseluler
istirahat). Cairan dapat berpindah dari lokasi intravaskuler menuju lokasi potensial seperti
pleura, peritonium, perikardium, atau rongga sendi. Selain itu, kondisi tertentu, seperti
terperangkapnya cairan dalam saluran pencernaan, dapat terjadi akibat obstruksi saluran
pencernaan (Price dan Wilson, 2006).
Kelebihan volume cairan akan terjadi apabila tekanan hidrostatik intravaskuler
meningkat, tekanan osmotik koloid plasma menurun, dan gangguan aliran limfe.
Meningkatnya tekanan hidrostatik cenderung memaksa cairan masuk ke dalam ruang
interstitial. Penyebab peningkatan tersebut diantaranya adalah kegagalan jantung, penurunan
perfusi ginjal, aliran darah yang lambat misalnya karena ada sumbatan dan lain-lain.
Menurunnya tekanan osmotik koloid plasma disebabkan menurunnya kadar albumin
plasma. Penurunan kadar albumin plasma diakibatkan oleh kehilangan albumin serum yang
berlebihan atau pengurangan sintesis albumin serum. Kondisi ini misalnya dapat ditemukan
pada penyakit nefrotik sindrom, penyakit hati dan pankreas, serta kekurangan protein yang
berat dan lain-lain (Asmadi, 2008).

Usia, Temperatur lingkungan, diet, stress, penyakit


tertentu, pembedahan

Retensi cairan Cairan intravascular,


interstisial, dan/atau

Kelebihan
Volume Cairan Kekurangan
Volume Cairan

H. Klasifikasi
1. Gangguan keseimbangan cairan
a. Hipovolemia
Hipovolemi atau dehidrasi merupakan kekurangan cairan eksternal yang
terjadi karena penurunan intake cairan dan kelebihan pengeluaran cairan. Ada tiga
macam kekurangan volume cairan eksternal atau dehidrasi yaitu dehidrasi isotonik,
hipertonik, dan hipotonik. Dehidrasi isotonik terjadi jika kehilanga sejumlah cairan
dan elektrolitnya yang seimbang. Dehidrasi hipertonik terjadi jika kehilangan
sejumlah air yang lebih banyak daripada elektrolitnya. Dehidrasi hipotonik yaitu
keadaan dimana lebih banyak kehilangan
elektrolitnya dibanding airnya.
Selain jenis dehidrasi tersebut, kita juga mengenal macam dehidrasi
(kekurangan volume cairan) berdasarkan derajatnya yaitu berat, sedang, dan ringan.
Dehidrasi berat jika pengeluaran/ kehilangan cairan 4-6 liter, serum natrium 156-
166 mEq/lt, hipotensi, turgor kulit buruk, oliguri, nadi dan pernafasan meningkat,
dan kehilangan cairan mencapai lebih dari 10% dari berat badan. Dehidrasi sedang
jika kehilangan cairan 2-4 liter atau diantara 5-10% dari berat badan, serum natrium
152-158 mEq/lt dan mata cekung. Dehidrasi ringan jika kehilangan cairan
mencapai 5% dari berat badan atau 1,5-2 liter.
b. Hipervolemia
Hipervolemia atau overhidrasi terdapat dua manifestasi yang ditimbulkan
akibat kelebihan cairan yaitu hipervolume (peningkatan volume darah) dan edema
(kelebihan cairan pada interstitial). Normalnya, cairan interstisial tidak terikat
dengan air, tetapi elastis dan hanya terdapat di antara jaringan. Pitting edema
merupakan edema yang berada pada daerah perifer atau akan berbentuk cekung
setelah ditekan pada daerah yang bengkak, hal ini disebabkan oleh perpindahan
cairan ke jaringan melalui titik tekan. Edema anasarka
adalah edema yang terdapat di seluruh tubuh.
Pada kelebihan ekstrasel, gejala yang sering ditimbulkan adalah edema
perifer (pitting edema), asites, kelopak mata membengkak, suara napas ronchi
bacah, penambahan berat badan secara tidak normal/sangat cepat, dan nilai
hematokrit pada umumnya normal, akan tetapi menurun bila kelebihan cairan
bersifat
akut.
2. Gangguan kebutuhan elektrolit
a. Hiponatremia
Merupakan suatu keadaan kekurangan kadar natrium dalam plasma darah ditandai
dengan adanya rasa kehausan yang berlebihan, rasa cemas, takut dan bingung,
kejang perut, denyut nadi cepat, hipotemsi, konvulsi, membran mukosa kering,
kadar natrium dalam plasma kurang dari 135 mEq/lt. Dapat terjadi pada pasien
yang mendapat obat diuretik dalam jangka waktu yang lama tanpa
terkontrol, diare jangka panjang.
b. Hipernatremia
Suatu keadaan dimana kadar natrium dalam plasma tinggi yang ditandai dengan
adanya mukosa kering, rasa haus, turgor kulit buruk dan permukaan kulit
membengkak, kulit kemerahan, lidah kering dan kemerahan, konvulsi, suhu badan
naik, kadar natrium dalam plasma lebih dari 145 mEq/lt. Dapat terjadi pada pasien
dehidrasi, diare, pemasukan air yang berlebihan sedang intake garam yang sedikit.
c. Hipokalemia
Suatu keadaan kekurangan kadar kalium dalam darah ditandai dengan denyut nadi
lemah, tekanan darah menurun, tidak nafsu makan dan muntah-muntah, perut
kembung, otot lemah dan lunak, denyut jantung tidak beraturan (aritmia),
penurunan bising usus,
kadar kalium plasma menurun kurang dari 3,5 mEq/lt.
d. Hiperkalemia
Suatu keadaan dimana kadar kalium dalam darah tinggi yang ditandai dengan
adanya mual, hiperaktifitas sistem pencernaan, aritmia, kelemahan, jumlah urine
sedikit sekali, diare, kecemasan,
kadar kalium dalam plasma lebih dari 5 mEq/lt.
e. Hipokalsemia
Kekurangan kalsium dalam plasma darah yang ditandai dengan adanya kram otot
dan kram perut, kejang, bingung, kadar kalsium dalam plasma kurang dari 4,3
mEq/l dan kesemutan pada jari dan sekitar mulut yang dapat disebabkan oleh
pengaruh pengangkatan kelenjar gondok, kehilangan sejumlah kalsium karena
sekresi
intestinal.
f. Hiperkalsemia
Suatu keadaan kelebihan kadar kalsium dalam darah, yang ditandai dengan adanya
nyeri pada tulang, relaksasi otot, batu ginjal, mual- mual, koma dan kadar kalsium
dalam plasma lebih dari 4,3 mEq/l. Dapat dijumpai pada pasien yang mengalami
pengangkatan kelenjar
gondok, dan konsumsi vitamin D yang berlebihan.
g. Hipomagnesia
Kekurangan kadar magnesium dalam darah yang ditandai dengan adanya
iritabilitas, tremor, kram pada kaki dan tangan, takikardi, hipertensi, disorientasi
dan konvulsi. Kadar magnesium dalam darah
kurang dari 1,3 mEq/l.
h. Hipermagnesia
Kadar magnesium yang berlebihan dalam darah yang ditandai
dengan adanya koma, gangguan pernafasan, dan kadar magnesium lebih dari 2,5
mEq/l.
3. Gangguan keseimbangan asam basa
Dalam aktivitasnya, sel tubuh memerlukan keseimbangan asam basa.
Keseimbangan asam basa diukur dengan pH (derajat keasama) dengan nilai normal
7,35-7,45. Masalah keseimbangan asam basa diantaranya (Tarwoto dan Wartonah,
2006):
a. Asidosis respiratorik
Disebabkan karena kegagalan sistem pernapasan dalam membuah CO2 dari cairan
tubuh. Kerusakan pernapasan, peningkatan PCO2 arteri di atas 45 mmHg dengan
penurunan pH < 7,35. Penyebab: penyakit obstruksi, restriksi paru, polimielitis,
penurunan aktivitas pusat pernapasan (trauma kepala, pendarahan, narkotik,
anestesi, dan
lain-lain).
b. Alkalosis respiratorik
Disebabkan karena kehilangan CO2 dari paru-paru pada kecepatan yang lebih tinggi
dari produksinya dalam jaringan. Hal ini menimbulkan PCO2 arteri <35 mmHg, pH
>7,45. Penyebab: hiperventilasi alveolar, anxietas, demam, meningitis, keracunan
aspirin, pneumonia, dan emboli paru.
c. Asidosis metabolik
Terjadi akibat akumulasi abnormal fixed acid atau kehilangan basa. pH arteri
<7,35, HCO3 menurun di bawah 22 mEq/lt. Gejala:
pernapasan kusmaul (dalam dan cepat), disorientasi, dan koma.
d. Alkalosis metabolic
Disebabkan oleh kehilangan ion hidrogen atau penambahan basa pada cairan tubuh.
Bikarbonat plasma meningkat >26 mEq/lt dan pH arteri >7,45. Penyebab:
mencerna sebagian besar basa (misalnya BaHCO3, antacid, soda kue) untuk
mengatasi ulkus peptikum atau rasa kembung. Gejala: apatis, lemah, gangguan
mental, kram dan pusing.

I. Gejala Klinis
Parameter yang digunakan untuk mengetahui adanya gangguan keseimbangan cairan dan
elektrolit meliputi (Mubarak, 2007):
1. Tanda-tanda vital yang abnormal
2. Asupan dan haluaran cairan yang tidak seimbang
3. Volume dan konsentrasi urine yang tidak normal
4. Turgor kulit yang buruk
5. Penurunan/peningkatan berat badan yang tiba-tiba (±2% ringan; ±5%
6. sedang; ±10% berat)
7. Temperatur tubuh yang sangat tinggi akibat kehilangan cairan berlebihan
8. Edema

J. Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan fisik pada kebutuhan cairan dan elektrolit antara lain (Asmadi, 2008):
1. Sistem kardiovaskuler: pengkajian pada system ini meliputi pengukuran distensi vena
jugularis, frekuensi denyut nadi, tekanan darah, bunyi jantung disritmia, dan lain-lain.
2. Sistem pernapasan: pengkajian pada system ini antara lain frekuensi pernapasan,
gangguan pernapasan seperti dispnea, rales, dan bronki.
3. Sistem persarafan: pengkajian pada sistem ini antara lain perubahan tingkat kesadaran,
gelisah atau kekacauan mental, refleks-refleks abnormal, perubahan neuromuscular
misalnya berupa kesemutan, paresthesia, fatigue, dan lain-lain.
4. Sistem gastrointestinal: pengkajian pada sistem ini antara lain meliputi riwayat
anoreksia, kram abdomen, abdomen cekung, abdomen distensi, muntah, diare,
hiperperistaltik, dan lain-lain.
5. Sistem perekemihan: pengkajian pada sistem perkemihan antara lain perlu dikaji adakah
oliguria atau anuria, berat jenis urine.
6. Sistem muskuluskeletal: pengkajian pada sistem ini antara lain adakah kram otot,
kesemutan, tremor, hipotonisitas atau hipertonisitas, relex tendon, dan lain-lain.
7. Sistem integumen: pengkajian pada sistem ini antara lain suhu ubuh, turgor kulit,
kelembaban pada bibir, adanya edema, dan lain-lain.

K. Pemeriksaan Diagnostik/Penunjang
1. Pemeriksaan elektrolit untuk menentukan status hidrasi. Elektrolit yang sering diukur
adalah ion natrium, kalium, klorida, dan bikarbonat.
2. Pemeriksaan darah lengkap meliputi jumlah sel darah merah, hemoglobin (Hb), dan
hematokrit (Ht).
3. Ht naik: adanya dehidrasi berat dan gejala syok.
4. Ht turun: adanya perdarahan akut, massif, dan reaksi hemolitik.
5. Hb naik: adanya hemokonsentrasi.
6. Hb turun: adanya perdarahan hebat, reaksi hemolitik.
7. Penetapan pH diperlukan pada gangguan keseimbangan asam dan basa.
8. Pemeriksaan berat jenis urine untuk mengukur derajat konsentrasi urin.
9. Analisa gas darah.

L. Pengkajian Keperawatan
1. Pengkajian
a. Identitas :
Terdiri nama, umur, jenis kelamin, suku bangsa, pekerjaan, alamat, pendidikan,
tanggal MRS dan diagnosa medis.
b. Riwayat Penyakit Sekarang
Keluhan Utama: Berdasarkan PQRST, penyebab dari kekurangan cairan, seberapa
parah gangguan kekurangan cairan yang terjadi seberapa jauh gangguan
kekurangan cairan yang terjadi, kapan gangguan kekurangan cairan mulai di
rasakan pasien.
c. Riwayat Penyakit Dahulu
Meliputi riwayat penyakit menular,penyakit keturunan dan alergi obat-obatan atau
makanan.
d. Pola-pola Fungsi Kesehatan
e. Pola persepsi dan tata laksana hidup sehat
Kebiasaan
Status Ekonomi
f. Pola Nutrisi dan Metabolisme
Pemenuhan Nutrisi
Cairan
Keadaan yang mengganggu nutrisi
Status gizi
g. Pola Eliminasi
Defekasi : Frekuensi, feases konsentrasi, warna, bau.
Urine / Miksi ; Frekuensi, konsentrasi urine,warna, bau.
h. Pola tidur dan istirahat.
Lamanya tidur.
Suasana lingkungan.
i. Pola aktifitas sehari-hari.
j. Pola hubungan dan peran.
Interaksi dengan orang lain.
Interaksi dengan keluarga.
k. Pola persepsi dan konsep diri.
l. Pola sensoris kognitif.
m. Pola reproduksi seksual .
n. Pola penanggulangan stress.
o. Pola tata nilai dan kepercayaan.
p. Pemeriksaan Fisik
1) Status kesehatan umum
□ Keadaan penyakit : Ringan, sedang, berat, akut, kronik.
□ Kesadaran : Apakah kompesmetis, apatis, soporus, prekoma,
koma.
□ Suara bicara : Apakah Jelas, serak, aphasia.
□ Pernapasan : Apakah Meningkat/Menurun.
□ Suhu tubuh : Apakah Meningkat/Menurun.
□ Nadi : Apakah Meningkat/Menurun, kuat, lemah.
□ Tekanan darah : Apakah Meningkat/Menurun.
2) Sistem Intergumen
□ Kulit : Apakah pucat,oedem.
□ Turgor : Apakah Baik atau Jelek.
□ Rambut : Apakah kusam,kusut,rontok.
□ Kuku : Apakah Cyianosis, pucat.
3) Kepala
Ada tidaknya ubun-ubun terlihat cekung, sakit kepala, kepala pusing/pening.
4) Muka
Apakah simetris,raut muka terlihat layu dan lemas.
5) Mata
Apakah konjungtifa pucat,simestris.
6) Telinga
Apakah simestris.
7) Hidung
Apakah simestris, polip.
8) Mulut + Gigi
Apakah simestris, mukosa binir kering atau basah,apakah ada caries gigi.
9) Leher
Apakah ada pembesaran limfe,vena jugluralis.
10) Thoraks
Apakah simestris.
11) Paru
Apakah ada nyeri, whizzing,rhongki,timpani.
12) Abdomen
Apakah abdomen terlihat membucit, datar atau menonjol. Adakah nyeri
tekan,bisung usus atau menunjukkkan obstruksi.
q. Pemeriksaan Penunjang
1) Laboratorium
Darah lengkap

2. Diagnosa Keperawatan
a. Hipovolemia berhubungan dengan kelebihan asupan cairan
b. Hipervolemia berhubungan dengan kehilangan cairan aktif

3. Rencana Asuhan Keperawatan


Standar Diagnosa Standar Luaran Standar Intervensi Keperawatan
No Keperawatan Indonesia Keperawatan Indonesia Indonesia
(SDKI) (SLKI) (SIKI)
1 Hipovolemia SLKI Manajemen hypovolemia
Penyebab : Setelah diberikan Observasi
1. Kehilangan cairan aktif intervensi selama - Periksa tanda dan gejala
2. Kegagalan mekanisme …x…. jam maka status hypovolemia (mis.
regulasi cairan membaik, Frekuensi nadi
3. Peningkatan dengan kriteria hasil : meningkat, nadi terba
permiabelitas kapiler 1. Kekuatan nadi lemah, tekanan darah
4. Kekurangan intake meningkat menurun, tekanan nadi
cairan 2. Turgor kulit menyempit, turgor kulit
5. Evaporasi meningkat menurun, membrane
Gejala dan tanda 3. Ortopnea menurun mukosa kering, volume
Mayor 4. Dyspnea menurun urin menurun, hematocrit
Subjektif (tidak tersedia) 5. Frekuensi nadi meningkat, haus, lemah)
Objektif membaik - Monitor intake dan
1. Frekuensi nadi 6. Tekanan darah output cairan
meningkat membaik Terapeutik
2. Nadi teraba lemah 7. Tekanan nadi - Hitung kebutuhan cairan
3. Tekanan darah menurun membaik - Berikan posisi mified
4. Tekanan darah 8. Membrane mukosa tredelenburg
menyempit membaik - Berikan asupan cairan
5. Turgor kulit menurun 9. Kadar hb membaik oral
6. Membrane mukosa 10. Kadar ht membaik Edukasi
kering 11. Intake cairan - Anjurkan memperbanyak
7. Volume urin menurun membaik asupan cairan oral
8. Hematocrit meningkat - Anjurkan menghindari
Minor perubahan posisi
Subjektif mendadak
1. Merasa lemah Kolaborasi
2. Mengeluh haus - Kolaborasi pemberian
Objektif cairan IV isotonis (mis.
1. Pengisian vena menurun NaCl, RL)
2. Status mental berubah - Kolaborasi
3. Suhu tubuh meningkat pemberiancairan IV
4. Konsentrasi urine hipotonis (mis. Glukosa
meningkat 2,5%, NaCl 0,4%)
5. Berat badan turun tiba- - Kolaborasi pemberian
tiba cairan koloid (mis.
Kondisi klinis terkait Albumin, plasmanate
1. Penyakit adison - Kolaborasi pemberian
2. Trauma (pendarahan) produk darah
3. Luka bakar
4. AIDS Manajemen syok hypovolemia
5. Penyakit crohn Observasi
6. Muntah - Monitor status
7. Diare kardiopulmogonal
8. Colitis ulseratif (frekuensi dan kekuatan
9. Hipoalbuminemia nadi, frekuensi nafas, TD,
MAP)
- Monitor status oksigenasi
(oksimetri nadi, AGD)
- Monitor status cairan
(masukan dan haluaran,
turgor kulit, CRT)
- Periksa tingkat
kesadarajndan respon
pupil
- Periksa seluruh
permukaan tubuh
terhadap adanya DOTS
(deformity/ deformitas,
open wound/luka terbuka,
tenderness/nyeri tekan,
swelling/bengkak
Terapeutik
- Pertahankan jalan nafas
paten
- Berikan oksigen untuk
mempertahankan saturasi
oksigen >94%
- Persiapkan intubasi dan
ventilasi mekanis, jika
perlu
- Lakukan penekanan
langsung (direct pressure)
pada perdarahan eksternal
- Berikan posisi syok
(modified tredelenberg)
- Pasang jalur IV
berukuran besar (mis. 14
atau 16)
- Pasang kateter urine
untuk menilai produksi
urine
- Pasang selang nasogastric
untuk dekompresi
lambung
- Ambil sampel darah
untuk pemeriksaan darah
lengkap dan elektrolit
Kolaborasi
- Kolaborasi pemberian
infus cairan kristaloid 1-2
L pada dewasa
- Kolaborasi pemberian
infus cairan kristaloid 20
mL/kgBB pada anak
- Kolaborasi pemberian
transfuse darah, jika perlu
2 Hipervolemia SLKI Manajemen hypervolemia
Penyebab Setelah diberikan Observasi
1. Gangguan mekanisme intervensi selama - periksa tanda dan gejala
regulasi …x…. jam maka hypervolemia
2. Kelebihan asupan cairan keseimbangan cairan - identifikasi penyebab
3. Kelebihan asupan meningkat, dengan hypervolemia
natrium kriteria hasil : - monitor status
4. Gangguan aliran balik 1. asupan cairan hemodinamik
vena meningkat - monitor intake dan output
5. Efek agen farmakologis 2. haluaran urine cairan
Gejala dan tanda mayor meningkat - monitor tanda
Subjektif 3. kelembaban hemokonsentrasi
1. Ortopnea membrane mukosa - monitor tanda
2. Dyspnea meningkat peningkatan tekanan
3. Paroxysmal nocturnal 4. edema menurun onkotik plasma
dyspnea 5. dehidrasi menurun - monitor kecepatan infus
Objektif 6. tekanan darah secara ketat
1. Edema anasarka dan/atau membaik - monitor efek samping
edema perifer 7. denyut nadi diuretic
2. Berat badan meningkat membaik Terapeutik
dalam waktu sinngkat 8. membrane mukosa - timbang berat badan
3. JVP atau CVP membaik setiap hari pada waktu
4. Reflek hepatojugular 9. berat badan yang sama
positif membaik - batasi asupan cairan dan
Gejala dan Tanda Minor garam
Subjektif (tidak tersedia) - tinggikan keoala tempat
Objektif tidur 30-40o
1. Distensi vena jugularis Edukasi
2. Terdengar suara nafas - anjurkan melapor jika
tambahan haluaran urine <0,5
3. Hepaotomegali mL/kg/jam dalam 6 jam
4. Kadar Hb/Ht turun - anjurkan melapor jika BB
5. Oliguria bertambah >1 kg dalam
6. Intake lebih banyak dari sehari
output - ajarkan cara mengukur
7. Kongesti paru dan mencatat asupan dan
Kondisi klinis terkait haluaran cairan
1. Penyakit ginjal - ajarkan cara membatasi
2. Hipoalbuminemia cairan
3. GJK Kolaborasi
4. Kelainan hormone - kolaborasi pemberian
5. Penyakit hati diuretic
6. Penyakit vena perifer - kolaborasi penggantian
7. imobilitas kehilangan kalium akibat
diuretic
- kolaborasi pemberian
CRRT, bila perlu

Pemantauan cairan
Observasi
- Monitor rekuensi dan
kekuatan nadi
- Monitor frekuensi napas
- Monitor tekanan darah
- Monitor berat
badanmonitor waktu
pengisian kapiler
- Monitor turgor kulit
- Monitor jumlah, warna
dan berat jenis urine
- Monitor kadar albumin
dan protein total
- Monitor hasil
pemeriksaan urine
- Monitor intake dan
output cairan
- Identifikasi tanda-tanda
hipervolemia
- Identifikasi factor risiko
ketidakseimbangan cairan
Terapeutik
- Atur interval waktu
pemantauan sesuai
dengan kondisi pasien
- Dokumentasikan hasil
pemantauan
Edukasi
- Jelaskan tujuan dan
prosedur pemantauan
- Informasikan hasil
pemantauan, jika perlu

Referensi
Carpenito, Lynda juall.1999. Buku Saku Diagnosa Keperawatan. Jakarta: EGC
Doengoes, Marilynn E.1999.Rencana Asuhan Keperawatan. Jakarta: EGC.
Gleadle, Jonathan.2005.Anamnesis dan Pemeriksaan Fisik.Jakarta: Air langga
Potter, Patricia A.Perry,Anne griffin.1999.Buku Ajar Fundamental Keperawatan.Jakarta : EGC
LAPORAN PENDAHULUAN
KEBUTUHAN ELEMINASI

A. Pengertian
Eleminasi merupakan proses pembuangan sisa-sisa metabolisme tubuh. Eleminasi
merupakan pengeluaran racun atau produk limbah dari dalam tubuh. Eliminasi merupakan
suatu proses pengeluaran zat-zat sisa yang tidak diperlukan oleh tubuh. Eliminasi dapat
dibedakan menjadi 2 yaitu eliminasi urine dan eliminasi fekal. Eliminasi urine berkaitan
dengan sistem perkemigan, sedangkan eliminasi fekal erat kaitannya dengan saluran
pencernaan.

B. Anatomi Fisiologi
1. Eliminasi urine
Sistem yang berperan dalam eliminasi urine adalah sistem perkemihan. Dimana
sistem ini terdiri darri ginjal, ureter, kandung kemih, dan uretra. Proses pembentukan
urine di ginjal terdiri dari 3 proses yaitu: filtrasi, reabsorbsi, dan sekresi.
a. Filtrasi
Proses filtrasi berlangsung di glomelurus, proses ini terjadi karena permukaan
aferen lebih besar dari permukaan eferen
b. Reabsorbsi
Proses reabsorbsi terjadi penyerapan kembali sebagian besar dari glukosa,
sodium, klorida, fosfat, dan ion karbonat
c. Sekresi
Pada proses sekresi ini sisa reabsorbsi diteruskan keluar.
2. Eliminasi fekal
a. Mulut
Gigi berfungsi untuk menghancurkan makanan pada awal proses pencernaan.
Mengunyah dengan baik dapat mencegah terjadinya luka parut pada permukaan
saluran pencernaan. Setelah dikunyah lidah mendorong gumpalan makanan ke
dalam faring, dimana makanan bergerak ke esofagus.
b. Esofagus
Esofagus adalah sebuah tube yang panjang. Sepertiga bagian atas
adalah terdiri dari otot yang bertulang dan sisanya adalah otot
yang licin. Permukaannya diliputi selaput mukosa yang
mengeluarkan secret mukoid yang berguna untuk perlindungan.
c. Lambung
Pergerakan makanan melalui lambung dan usus dimungkinkan
dengan adanya peristaltic, yaitu gerakan kontraksi dan relaksasi
secara bergantian oleh otot yang mendorong substansi makanan
dalam gerakan menyerupai gelombang. Rata-rata waktu yang
diperlukan untuk mengosongkan kembali lambung setelah makan
adalah 2 sampai 6 jam.
d. usus halus
usus halus terdiri dari duodenum, jejunum, dan ileum. Usus
menerima makanan yang sudah berbentuk chyme (setengah padat)
dari lambung untuk mengabsorbsi air, nutrient, potassium,
bikarbonat, dan enzim.
e. usus besar
kolon terdiri dari sekum yang berhubungan langsung dengan usus
halus, kolon ascendent, transversum, descendent, sigmoid, dan
rectum.Fungsi utama kolon adalah absorbsi air dan nutrien,
proteksi dengan mensekresikan mucus yang akan melindungi
dinding usus trauma oleh feses dan aktivitas bakteri, dan
menghantarkan sisa makanan sampai ke anus dengan cara
berkontraksi.
f. anus.
Anus berfungsi dalam proses eliminasi zat sisa. Proses
eliminasi fekal adalah suatu upaya pengosongan intestin. Pusat
refleks ini terdapat pada medula dan spinal cord. Refleks defekasi
timbul karena adanya feses dalam rektum.
C. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Eliminasi
1. Eliminasi Urine
a. Diet dan intake
Jumlah dan tipe makanana mempengaruhi output urine, seperti
protein dan sodium mempengaruhi jumlah urine yang keluar.
b. Respon keinginan awal untuk berkemih
Beberapa masyarakat mempunyai kebiasaan yang mengabaikan
respon awal untuk berkemih dan hanya pada akhir keinginan
berkemih menjadi lebih kuat. Akibatnya urine banyak tertahan dalam
kandung kemih. Masyarakat ini mempunyai kapasitas kamdung
kemih yang lebih dari normal.
c. Gaya hidup
Banyak segi gaya hidup mempengaruhi seseorang dalam hal
eliminasi urine. Tersedianya fasilitas toilet atau kamar mandi dapat
mempengaruhi frekuensi eliminasi. Praktek eliminasi keluarga dapat
mempengaruhi tingkah laku.
d. Stress psikologi
Meningkatnya stres seseorang dapat meningkatkan frekuensi
keinginan berkemih. Hal ini karena meningkatnya sensitif untuk
keinginan berkemih dan atau meningkatnya jumlah urine yang
diproduksi.
e. Tingkat aktivitas
Aktifitas sangat dibutuhkan untuk mempertahankan tonus otot.
Eliminasi urine membutuhkan tonus otot kandung kemih yang baik
untuk tonus spingter internal dan eksternal.
f. Tingkat perkembangan
Tingkat pertumbuhan dan perkembangan juga akan mempengaruhi
pola berkemih. Pada wanita hamil kapasitas kandung kemihnya
menurun karena adanya tekanan dari fetus atau adanya
g. Kondisi patologis
Saat seseorang dalam keadaan sakit,produksi urinnya sedikit hal ini
disebabkan oleh keinginan untuk minum sedikit.
2. Eliminasi Fekal
a. Tingkat perkembangan
Pada bayi sistem pencernaannya belum sempurna. Sedangkan pada
lansia proses mekaniknya berkurang karena berkurangnya
kemampuan fisiologis sejumlah organ.
b. Diet
Ini bergantung pada kualitas, frekuensi, dan jumlah makanan yang
dikonsumsi. Sebagai contoh, makanan berserat akan mempercepat
produksi feses. Secara fisiologis, banyaknya makanan yang masuk
kedalam tubuh juga berpengaruh terhadap keinginan defekasi.
c. Asupan Cairan
Asupan cairan yang kurang akan menyebabkan feses lebih keras. Ini
karena jumlah absorpsi cairan dikolon meningkat.
d. Tonos Otot
Tonus otot terutama abdomen yang ditunjang dengan aktivitas yang
cukup akan membantu defekasi. Gerakan peristaltik akan
memudahkan materi feses bergerak disepanjang kolon.
e. Faktor psikologis
Perasaan cemas atau takut akan mempengaruhi peristaltik atau
motilitas usus sehingga dapat menyebabkan diare.
f. Pengobatan
Beberapa jenis obat dapat menimbulkan efek konstipasi. Laksatif
dan katartik dapat melunakkan feses dan meningkatkan peristaltik.
Akan tetapi, jika digunakan dalam waktu lama, kedua obat tersebut
dapat menurunkan tonus usus sehingga usus menjadi kurang
responsif terhadap stimulus laksatif. Obat-obat lain yang dapat
mengganggu pola defekasi antara lain: analgesik narkotik,opiat, dan
anti kolinergik.
g. Penyakit
Beberapa penyakit pencernaan dapat menyebabkan diare atau
konstipasi.
h. Gaya hidup
Aktivitas harian yang biasa dilakukan, bowel training pada saat
kanak-kanak, atau kebiasaan menahan buang air besar.
i. Aktivitas fisik
Orang yang banyakn bergerak akan mempengaruhi mortilitas usus.
j. Posisi selama defekasi
Posisi jongkok merupakan posisi paling sesuai untuk defekasi. Posisi
tersebut memungkinkan individu mengerahkan tekanan yang
terabdomen dan mengerutkan otot pahanya sehingga memudahkan
proses defekasi.
k. Kehamilan
Konstipasi adalah masalah umum ditemui pada trimester akhir
kehamilan . seiring bertambahnya usia kehamilan , ukuran janin
dapat menyebabkan obstruksi yang akan menghambat pengeluaran
feses . Akibatnya , ibu hamil sering kali mengalami hemoroid
permanen karena seringnya mengedan saat defekasi.

D. Gangguan/ Masalah
1. Eliminasi urin
a. retensi urin : akumulasi urine yang nyata didalam kandung kemih
akibat ketidakmampuan mengosongkan kandung kemih
b. dysuria : adanya rasa sakit atau kesulitan berkemih
c. polyuria : produksi urine abnormal dalam jumlah besar oleh
ginjal, seperti 2500 ml/hari tanpa adanya intake cairan.
d. Inkontinensia urine : ketidaksanggupan sementara atau permanen
oto sfingter eksternal untuk mengontrol keluarnya urine dari
kantong kemih
e. Urinari supresi : berhenti memproduksi urine secara mendadak.
2. Eliminasi fekal
a. Konstipasi : penurunan frekuensi defekasi, yang diikuti oleh
pengeluaran feses yang lama atau keras dan kering
b. Impaksi : merupakan akibat dari konstipasi yang tidak diatasi.
Impaksi adalah kumpulan feses yang mengeras, mengendap di
dalam rektum, yang tidak dapat dikeluarkan.
c. Diare : peningkatan jumlah feses dan peningkatan pengeluaran
feses yang cair dan tidak berbentuk. Diare adalah gejala gangguan
yang mempengaruhi proses pencernaan, absorbsi, dan sekresi di
dalam saluran GI.
d. Inkontinensia: ketidakmampuan mengontrol keluarnya feses dan
gas dari anus
e. Flatulen : penyebab umum abdomen menjadi penuh, terasa nyeri,
dan kram.
f. Hemoroid : vena-vena yang berdilatasi, membengkak dilapisan
rektum

E. Pemeriksaan Diagnostik
1. Gangguan eleminasi urine
a. Pemeriksaan urine ( urinalisis)
1) Warna urine normal yaitu jernih
2) pH normal yaitu 4,6-8,0
3) glukosa dalam keadaan normal negatif
4) Ukuran protein normal sampai 10 mg/100ml
5) Keton dalam kondisi normal yaitu negatif
6) Berat jenis yang normal 1,010-1,030
7) Bakteri dalam keadaan normal negatif
b. Pemeriksaan darah meliputi : HB, SDM, kalium, natrium, pencitraan
radionulida, klorida, fosfat dan magnesium meingkat.
c. Pemeriksaaan ultrasound ginjal
d. Arteriogram ginjal
e. EKG
f. CT scan
g. Enduorologi
h. Urografi
i. Ekstretorius
j. Sistouretrogram berkemih
2. Gangguan eleminasi fekal
a. Anuskopi
b. Prosktosigmoidoskopi
c. Rontgen dengan kontras
d. Pemeriksaan laboratorium feses
e. Pemeriksaan fisik
1) Abdomen, pemeriksaan dilakukan pada posisi terlentang, hanya pada bagian
yang tampak saja.
2) Inspeksi, amati abdomen untuk melihat bentuknya, simetrisitas, adanya
distensi atau gerak peristaltik.
3) Auskultasi, dengan bising usus, lalu perhatikan intensitas, frekuensi dan
kualitasnya.
4) Perkusi, lakukan perkusi pada abdomen untuk mengetahui adanya distensi
berupa cairan, massa atau udara. Mulailah pada bagian kanan atas dan
seterusnya.
5) Palpasi, lakukan palpasi untuk mengetahui kostitensi abdomen serta adanya
nyeri tekan atau massa dipermukaan abdomen.
6) Rektum dan anus, pemeriksaan dilakukan pada posisi litotomi atau sims.
7) Feses, amati feses klien dan catat konstitensi, bentuk, bau, warna, dan
jumlahnya.

F. Penatalaksanaan Medis
1. Gangguan eleminasi urine
a. Penatalaksanaan medis inkontinensia urine yaitu:
1) Pemanfaatan kartu berkemih
2) Terapi non famakologi
3) Terapi farmakologi
4) Terapi pembedahan
5) Modalitas lain
b. Penatalaksanaan medis retensio urine yaitu
1) Kateterisasi urethra.
2) Dilatasi urethra dengan boudy.
3) Drainage suprapubik.
2. Gangguan Eliminasi Fekal
a. Penatalaksanaan medis konstipasi
1) Pengobatan non-farmakologis
2) Pengobatan farmakologis
b. Penatalaksanaan medis diare
1) Pemberian cairan
2) Pengobatan dietetik (cara pemberian makanan)
3) Obat- obatan

G. Asuhan Keperawatan
1. Pengkajian
a. Identitas klien
meliputi nama, usia, jenis kelamin, pendidikan, pekerjaan, dan identitas
penanggung jawab.
b. Keluhan utama (alasan dirawat di rumah sakit)
Keluhan utama adalah keluhan yang paling dirasakan mengganggu oleh klien
pada saat perawat mengkaji, dan pengkajian tentang riwayat keluhan utama
seharusnya mengandung unsur PQRST (Paliatif/Provokatif, Quality, Regio,
Skala, dan Time)
c. Riwayat kesehatan sekarang
Kaji status kesehatan pasien saat dilakukannya pengkajian.
d. Riwayat kesehatan dahulu (perawatan di rs terakhir)
Riwayat kesehatan dahulu terutama yang berkaitan dengan gangguan pemenuhan
kebutuhan eliminasi urin dan fekal. Ataupun riwayat dirawat di rumah sakit atau
pembedahan.
e. Riwayat kesehatan keluarga
Mengkaji riwayat kesehatan keluarga untuk mengetahui apakah ada penyakit
keturunan di keluarga pasien
f. Pola persepsi dan penanganan kesehatan
Kaji persepsi pasien terhadap penyakitnya, dan penggunaan tembakau, alkohol,
alergi, dan obat-obatan yang dikonsumsi secara bebas atau resep dokter
g. Pola nutrisi/metabolisme
Mengkaji diet khsusus yang diterapkan pasien, perubahan BB, dan gambaran
diet pasien dalam sehari untuk mengetahui adanya konsumsi makanan yang
mengganggu eliminasi urin atau fekal
h. Pola eliminasi
Kaji kebiasaan defekasi dan/atau berkemih serta masalah yang dialami. Ada atau
tidaknya konstipasi, diare, inkontinensia, retensi, dan gangguan lainnya. Kaji
penggunaan alat bantu.
i. Pola aktivitas/ olahraga
Pola aktivitas terkait dengan ketidakmampuan pasien yang disebabkan oleh
kondisi kesehatan tertentu atau penggunaan alat bantu yang mempengaruhi
kebiasaan eliminasi pasien.
j. Pola istirahat tidur
Kebiasaan tidur pasien dan masalah yang dialami
k. Pola kognitif – perseptif
Kaji status mental pasien, kemampuan bicara, ansietas, ketidaknyamanan,
pendengaran dan penglihatan.
l. Pola peran hubungan
Kaji pekerjaan pasien, sistem pendukung, ada/tidaknya masalah keluarga berkenaan
dengan masalah di rumah sakit.
m. Pola seksualitas/ reproduksi
Kaji adanya masalah seksualitas pasien.
n. Pola koping – toleransi stres
Keadaan emosi pasien, hal yang dilakukan jika ada masalah, dan penggunaan
obat untuk menghilangkan stres.
o. Pola keyakinan-nilai
Agama yang dianut pasien dan pengaruhnya terhadap kehidupan.
p. Pemeriksaan fisik
1) Abdomen
Pembesaran, pelebaran pembuluh darah vena, distensi bladder,
pembesaran ginjal, nyeri tekan, tenderness, bising usus.
2) Genetalia wanita
Inflamasi, nodul, lesi, adanya sekret dari meatus, keadaan atropi
jaringan vagina.
3) Genetalia laki-laki
Kebersihan, adanya lesi, terderness, adanya pembesaran skrotum.
4) Intake dan output cairan
a) Kaji intake dan output cairan dalam sehari (24 jam).
b) Kebiasaan minum di rumah.
c) Intake, cairan infus, oral, makanan, NGT.
d) Kaji perubahan volume urine untuk mengetahui
ketidakseimbangan cairan.
e) Output urine dari urinal, cateter bag, drainage ureterostomy,
sistostomi.
f) Karakteristik urine : warna, kejernihan, bau, kepekatan.
q. Terapi
Terapi yang diberikan baik oral maupun parenteral yang diberikan
dalam pemenuhan atau gangguan pemenuhan kebutuhan eliminasi urin
dan fekal.
2. Diagnosa Keperawatan
a. Konstipasi
b. Retensi urine
3. Intervensi Keperawatan
Standar Diagnosa Standar Luaran Keperawatan Standar Intervensi
No Keperawatan Indonesia Indonesia Keperawatan Indonesia
(SDKI) (SLKI) (SIKI)
1 Konstipasi Setelah dilakukan tindakan SIKI :
keperawatan Manajemen konstipasi
selama…x…jamkonstipasi - Identifikasi faktor risko
pasien teratasi dengan konstipasi
kriteria hasil : - Monitor tanda-tanda
SLKI : ruptur bowel/peritonitis
Eliminasi fekal - Jelaskan penyebab dan
1. Kontrol pengeluaran rasionalisasi tindakan
feses meningkat pada pasien
2. Keluhan defekasi - Lakukan massase
lama dan sulit abdomen
menurun - Anjurkan diet (cairan
3. Konsistensi feses dan serat)
membaik - Jelaskan pada klien
4. Frekuensi defekasi konsekuensi
membaik menggunakan laxative
dalam waktu yang lama
- Kolaborasi penggunaan
obat pencahar
2 Retensi Urine Setelah dilakukan asuhan Manajemen Eliminasi Urine
Penyebab keperawatan Observasi
1. Peningkatan selama…x…jam diharapkan - Identifikasi tanda dan
tekanan uretra masalah retensi urine gejala retensi urine
2. Kerusakan arkus membaik dengan kriteria - Identifikasi faktor yang
reflex hasil: menyebabkan retensi
3. Blok sfingter 1. Sensasi berkemih urine
4. Disfungsi meningkat - Monitor eliminasi urine
neurologis (mis. 2. Distensi kandung kemih (mis.frekuensi,
Trauma, penyakit menurun konsistensi, aroma,
saraf) 3. Berkemih tidak tuntas volume dan warna)
5. Efek agen menurun Terapeutik
farmakologis 4. Volume residu urine - Catat waktu dan
(mis.atropine, menurun haluaran berkemih
belladonna, 5. Urine menetes - Batasi asupan cairan,
psikotropik, (dribbling) menurun jika perlu
antihistamin, Edukasi
6. Disuria menurun
opiate) - Ajarkan tanda dan
7. Frekuensi BAK
Gejala dan tanda mayor gejala infeksi saluran
membaik
Subjektif : kemih
1. Sensasi penuh 8. Karakteristik urine - Ajarkan mengukur
pada kandung membaik asupan cairan dan
kemih haluaran urine
Objektif : - Ajarkan mengenali
1. Disuria atau tanda berkemih dan
anuria waktu yang tepat untuk
2. Distensi kandung berkemih
kemih - Ajarkan terapi
Gejala dan tanda minor modalitas penguatan
Subjektif : otot-otot
1. Dribbling panggul/berkemih
Objektif : - Anjurkan minum yang
1. Inkontinensia cukup, jika tidak ada
berlebih kontraindikasi
2. Residu urine 150 - Anjurkan mengurangi
ml atau lebih minum menjelang tidur
Kolaborasi
- Kolaborasi pemberian
obat Supositoria uretra
jika perlu

Perawatan Kateter Urine


Observasi
- Monitor kepatenan
kateter urine
- Monitor tanda dan
gejala infeksi saluran
kemih
- Monitor tanda dan
gejala obstruksi aliran
urine
- Monitor kebocoran
kateter, selang dan
kantung urine
- Monitor input dan
output cairan (mis.
Jumlah dan
karakteristik)
Terapeutik
- Gunakan teknik aseptic
selama perawatan
kateter urine
- Pastikan kateter dan
kantung urine terbebas
dari lipatan
- Pastikan kantung urine
diletakkan di bawah
ketinggian kandung
kemih dan tidakdi lantai
- Lakukan perawatan
perineal minimal 1x
sehari
- Kosongkan kantung
urine jika kantung urine
sudah terisi setengahnya
- Lepaskan kateter urine
sesuai kebutuhan
- Jaga privasi selama
melakukan tindakan
Edukasi
- Jelaskan tujuan,
manfaat, prosedur dan
risiko sebelum
pemasangan kateter

Perawtaan Retensi Urine


Observasi
- Identifikasi penyebab
retensi urine
- Monitor efek agens
farmakologis
- Monitor intake dan
output cairan
- Monitor tingkat
distensikandung kemih
dengan palpasi atau
perkusi
Terapeutik
- Sediakan privasi untuk
berkemih
- Berikan rangsangan
berkemih (mis.
Kompres dingin pada
abdomen)
- Fasilitasi berkemih
dengan interval yang
teratur
Edukasi
- Jelaskan penyebab
retensi urine
- Anjurkan pasien atau
keluarga mencatat
output urine
- Ajarkan cara melakukan
rangsangan berkemi

Referensi

Carpenito-Moyet, Lynda Juall.2013.Buku Saku Diagnosa Keperawatan.Jakarta:EGC


Nanda.2015-2017.Panduan Diagnosa Keperawatan Definisi dan
Klasifikasi.Jakarta: EGC
Potter &Perry.2010.Buku Ajar Fundamental Keperawatan Volume 2.Jakarta: Buku
Kedokteran EGC
Wilkinson,Judith M.2011.Buku Saku Diagnosis Keperawatan,Diagnosis NANDA,
Intervensi NIC, Kriteria Hasil NOC Edisi 9.Jakarta: EGC
Wartonah, tarwoto.2006.Kebutuhan Dasar Manusia dan Proses
Keperawatan.Jakarta:Salemba Medik.
Brooker,Christine.2001.Kamus Saku Keperawatan.Jakarta:EGC

http://perawatciamik.blogspot.com/2017/12/laporan-pendahuluan-eliminasi-nanda-
nic.html
LAPORAN PENDAHULUAN
OKSIGENASI

A. Pengertian
Oksigenasi adalah pemenuhan akan kebutuhan oksigen (O²). Kebutuhan
fisiologis oksigenasi merupakan kebutuhan dasar manusia yang digunakan untuk
kelangsungan metabolisme sel tubuh, untuk mempertahankan hidupnya, dan
untuk aktivitas berbagai organ atau sel. Apabila lebih dari 4 menit orang tidak
mendapatkan oksigen maka akan berakibat pada kerusakan otak yang tidak dapat
diperbaiki dan biasanya pasien akan meninggal. Kebutuhan oksigenasi merupakan
kebutuhan dasar manusia yang di gunakan untuk kelangsungan metabolisme sel
tubuh mempertahankan hidup dan aktivitas berbagai organ atau sel. Dalam
keadaan biasa manusia membutuhkan sekitar 300 cc oksigen setiap hari (24 jam)
atau sekitar 0,5 cc tiap menit. Respirasi berperan dalam mempertahakan
kelangsungan metabolisme sel. Sehingga di perlukan fungsi respirasi yang
adekuat. Respirasi juga berarti gabungan aktifitas mekanisme yang berperan
dalam proses suplai O² ke seluruh tubuh dan pembuangan CO² (hasil pembakaran
sel). Terapi oksigen merupakan salah satu terapi pernafasan dalam
mempertahankan oksigenasi. Tujuan dari terapi oksigen adalah untuk
memberikan transpor oksigen yang adekuat dalam darah sambil menurunkan
upaya bernafas dan mengurangi stress pada miokardium.

B. Fisiologi Oksigen
Peristiwa bernapas terdiri dari 2 bagian:
1. Menghirup udara (inpirasi)
Inspirasi adalah terjadinya aliran udara dari sekeliling masuk melalui saluran
pernapasan sampai keparu-paru. Proses inspirasi : volume rongga dada
naik/lebih besar, tekanan rongga dada turun/lebih kecil.
2. Menghembuskan udara (ekspirasi)
Tidak banyak menggunakan tenaga, karena ekspirasi adalah suatu gerakan
pasif yaitu terjadi relaxasi otot-otot pernapasan. Proses ekspirasi : volume
rongga dada turun/lebih kecil, tekanan rongga dada naik/lebih besar.
Proses pemenuhan oksigen di dalam tubuh terdiri dari atas tiga tahapan, yaitu
ventilasi, difusi dan transportasi.
1. Ventilasi
Merupakan proses keluar masuknya oksigen dari atmosfer ke dalam
alveoli atau dari alveoli ke atmosfer. Proses ini di pengaruhi oleh beberapa
factor:
a. Adanya kosentrasi oksigen di atmosfer. Semakin tingginya suatu
tempat, maka tekanan udaranya semakin rendah.
b. Adanya kondisi jalan nafas yang baik.
c. Adanya kemampuan toraks dan alveoli pada paru-paru untuk
mengembang di sebut dengan compliance. Sedangkan recoil adalah
kemampuan untuk mengeluarkan CO² atau kontraksinya paru-paru.
2. Difusi
Difusi gas merupakan pertukaran antara O² dari alveoli ke kapiler paru-
paru dan CO² dari kapiler ke alveoli. Proses pertukaran ini dipengaruhi oleh
beberapa faktor, yaitu:
a. Luasnya permukaan paru-paru.
b. Tebal membrane respirasi/permeabilitas yang terdiri atas epitel alveoli
dan interstisial. Keduanya dapat mempengaruhi proses difusi apabila
terjadi proses penebalan.
c. Pebedaan tekanan dan konsentrasi O². Hal ini dapat terjadi sebagaimana
O² dari alveoli masuk kedalam darah secara berdifusi karena tekanan O²
dalam rongga alveoli lebih tinggi dari pada tekanan O² dalam darah vena
vulmonalis.
d. Afinitas gas yaitu kemampuan untuk menembus dan mengikat HB.
3. Transportasi gas
Transfortasi gas merupakan proses pendistribusian O² kapiler ke jaringan
tubuh dan CO² jaringan tubuh ke kapiler. Transfortasi gas dapat dipengaruhi
oleh beberapa faktor, yaitu:
a. curah jantung (kardiak output), frekuensi denyut nadi.
b. kondisi pembuluh darah, latihan perbandingan sel darah dengan darah
secara keseluruhan (hematokrit), serta elitrosit dan kadar Hb.

C. Etiologi
Adapun faktor-faktor yang menyebabkan klien mengalami gangguan
oksigenasi menurut NANDA (2013),yaitu hiperventilasi, hipoventilasi,
deformitas tulang dan dinding dada, nyeri,cemas, penurunan energy,/kelelahan,
kerusakan neuromuscular, kerusakan muskoloskeletal, kerusakan kognitif /
persepsi, obesitas, posisi tubuh, imaturitas neurologis kelelahan otot pernafasan
dan adanya perubahan membrane kapiler-alveoli.

D. Faktor Predisposisi
1. Faktor Fisiologi
a. Menurunnya kapasitas pengingatan O2 seperti pada anemia.
b. Menurunnya konsentrasi O2 yang diinspirasi seperti pada obstruksi
saluran napas bagian atas.
c. Hipovolemia sehingga tekanan darah menurun mengakibatkan transport
O2 terganggu.
d. Meningkatnya metabolisme seperti adanya infeksi, demam, ibu hamil,
luka, dan lain-lain.
e. Kondisi yang memengaruhi pergerakan dinding dada seperti pada
kehamilan, obesitas, muskulus skeleton yang abnormal, penyalit kronik
seperti TBC paru.
2. Faktor Perkembangan
a. Bayi prematur yang disebabkan kurangnya pembentukan surfaktan.
b. Bayi dan toddler adanya risiko infeksi saluran pernapasan akut.
c. Anak usia sekolah dan remaja, risiko infeksi saluran pernapasan dan
merokok.
d. Dewasa muda dan pertengahan : diet yang tidak sehat, kurang aktivitas,
stress yang mengakibatkan penyakit jantung dan paru-paru.
e. Dewasa tua : adanya proses penuaan yang mengakibatkan kemungkinan
arteriosklerosis, elastisitas menurun, ekspansi paru menurun.
3. Faktor Perilaku
a. Nutrisi : misalnya pada obesitas mengakibatkan penurunan ekspansi
paru, gizi yang buruk menjadi anemia sehingga daya ikat oksigen
berkurang, diet yang tinggi lemak menimbulkan arterioklerosis.
b. Exercise akan meningkatkan kebutuhan oksigen.
c. Merokok : nikotin menyebabkan vasokontriksi pembuluh darah perifer
dan koroner.
d. Substansi abuse (alcohol dan obat-obatan) : menyebabkan intake
nutrisi/Fe menurun mengakibatkan penurunan hemoglobin, alcohol,
menyebabkan depresi pusat pernapasan.
e. Kecemasan : menyebabkan metabolism meningkat
4. Faktor Lingkungan
a. Tempat kerja
b. Suhu lingkungan
c. Ketinggian tempat dan permukaan laut.

E. Patofisiologi dan WOC


Proses pertukaran gas dipengaruhi oleh ventilasi, difusi dan trasportasi.
Proses ventilasi (proses penghantaran jumlah oksigen yang masuk dan keluar dari
dan ke paru-paru), apabila pada proses ini terdapat obstruksi maka oksigen tidak
dapat tersalur dengan baik dan sumbatan tersebut akan direspon jalan nafas
sebagai benda asing yang menimbulkan pengeluaran mukus. Proses difusi
(penyaluran oksigen dari alveoli ke jaringan) yang terganggu akan menyebabkan
ketidakefektifan pertukaran gas. Selain kerusakan pada proses ventilasi, difusi,
maka kerusakan pada transportasi seperti perubahan volume sekuncup, afterload,
preload, dan kontraktilitas miokard juga dapat mempengaruhi pertukaran gas
(Brunner & Suddarth, 2002).

F. Manifestasi Klinis
1. Suara napas tidak normal.
2. Perubahan jumlah pernapasan.
3. Batuk disertai dahak.
4. Penggunaan otot tambahan pernapasan.
5. Dispnea.
6. Penurunan haluaran urin.
7. Penurunan ekspansi paru.
8. Takhipnea

G. Tanda Dan Gejala


Adanya penurunan tekanan inspirasi/ ekspirasi menjadi tanda gangguan
oksigenasi. Penurunan ventilasi permenit, penggunaaan otot nafas tambahan
untuk bernafas, pernafasan nafas faring (nafas cuping hidung), dispnea, ortopnea,
penyimpangan dada, nafas pendek, nafas dengan mulut, ekspirasi memanjang,
peningkatan diameter anterior-posterior, frekuensi nafas kurang, penurunan
kapasitas vital menjadi tanda dan gejala adanya pola nafas yang tidak efektif
sehingga menjadi gangguan oksigenasi (NANDA, 2013).
Beberapa tanda dan gejala kerusakan pertukaran gas yaitu takikardi,
hiperkapnea, kelelahan, somnolen, iritabilitas, hipoksia, kebingungan, sianosis,
warna kulit abnormal (pucat, kehitam-hitaman), hipoksemia, hiperkarbia, sakit
kepala ketika bangun, abnormal frekuensi, irama dan kedalaman nafas (NANDA,
2013).

H. Pemeriksaan Fisik
1. Mata
a. Konjungtiva pucat (karena anemia)
b. Konjungtiva sianosis (karena hipoksemia)
c. konjungtiva terdapat pethechia (karena emboli lemak atau endokarditis)
2. Kulit
a. Sianosis perifer (vasokontriksi dan menurunnya aliran darah perifer)
b. Penurunan turgor (dehidrasi)
c. Edema.
d. Edema periorbital.
3. Jari dan kuku
a. Sianosis
b. Clubbing finger.
4. Mulut dan bibir
a. membrane mukosa sianosis
b. bernapas dengan mengerutkan mulut.
5. Hidung
Pernapasan dengan cuping hidung.
6. Vena leher
Adanya distensi / bendungan.
7. Dada
a. retraksi otot Bantu pernapasan (karena peningkatan aktivitas
pernapasan, dispnea, obstruksi jalan pernapasan)
b. Pergerakan tidak simetris antara dada kiri dan dada kanan.
c. Tactil fremitus, thrills (getaran pada dada karena udara/suara melewati
saluran/rongga pernapasan
d. Suara napas normal (vesikuler, bronchovesikuler, bronchial)
e. Suara napas tidak normal (creklerlr/rales, ronkhi, wheezing, friction
rub/pleural friction)
f. Bunyi perkusi (resonan, hiperesonan, dullness)
8. Pola pernapasan
a. pernapasan normal (eupnea)
b. pernapasan cepat (tacypnea)
c. pernapasan lambat (bradypnea)

I. Pemeriksaan Penunjang
1. Pemeriksaan fungsi paru
Untuk mengetahui kemampuan paru dalam melakukan pertukaran gas secara
efisien.
2. Pemeriksaan gas darah arteri
Untuk memberikan informasi tentang difusi gas melalui membrane kapiler
alveolar dan keadekuatan oksigenasi.
3. Oksimetri
Untuk mengukur saturasi oksigen kapiler
4. Pemeriksaan sinar X dada
Untuk pemeriksaan adanya cairan, massa, fraktur, dan proses-proses
abnormal.
5. Bronkoskopi
Untuk memperoleh sampel biopsy dan cairan atau sampel sputum/benda
asing yang menghambat jalan nafas.
6. Endoskopi
Untuk melihat lokasi kerusakan dan adanya lesi.
7. Fluoroskopi
Untuk mengetahui mekanisme radiopulmonal, misal: kerja jantung dan
kontraksi paru.
8. CT-SCAN
Untuk mengintifikasi adanya massa abnormal.

J. Masalah Kebutuhan Oksigen


1. Hipoksia
Merupakan kondisi tidak tercukupinya pemenuhan kebutuhan oksigen dalam
tubuh akibat defisiensi oksigen.
2. Perubahan Pola Nafas
a. Takipnea, merupakan pernafasan dengan frekuensi lebih dari 24x/ menit
karena paru-paru terjadi emboli.
b. Bradipnea, merupakan pola nafas yang lambat abnormal, ± 10x/ menit.
c. Hiperventilasi, merupakan cara tubuh mengompensasi metabolisme
yang terlalu tinggi dengan pernafasan lebih cepat dan dalam sehingga
terjadi jumlah peningkatan O2 dalam paru-paru.
d. Kussmaul, merupakan pola pernafasan cepat dan dangkal.
e. Hipoventilasi merupakan upaya tubuh untuk mengeluarkan CO2 dengan
cukup, serta tidak cukupnya jumlah udara yang memasuki alveoli dalam
penggunaan O2.
f. Dispnea, merupakan sesak dan berat saat pernafasan.
g. Ortopnea, merupakan kesulitan bernafas kecuali dalam posisi duduk
atau berdiri.
h. Stridor merupakan pernafasan bising yang terjadi karena penyempitan
pada saluran nafas
3. Obstruksi Jalan Nafas
Merupakan suatu kondisi pada individu dengan pernafasan yang mengalami
ancaman, terkait dengan ketidakmampuan batuk secara efektif. Hal ini dapat
disebabkan oleh sekret yang kental atau berlebihan akibat infeksi,
imobilisasi, serta batuk tidak efektif karena penyakit persarafan.

4. Pertukaran Gas
Merupakan kondisi pada individu yang mengalami penurunan gas baik O2
maupun CO2 antara alveoli paru-paru dan sistem vaskular.

K. Penatalaksanaan
1. Bersihan Jalan Nafas Tidak Efektif
a. Pembersihan jalan nafas
b. Latihan batuk efektif
c. Suctioning
d. Jalan nafas buatan
2. Pola Nafas Tidak Efektif
a. Atur posisi pasien ( semi fowler )
b. Pemberian oksigen
c. Teknik bernafas dan relaksasi
3. Gangguan Pertukaran Gas
a. Atur posisi pasien ( posisi fowler )
b. Pemberian oksigen
c. Suctioning

L. Asuhan Keperawatan
1. Pengkajian
a. Bersihan jalan nafas tidak efektif
1) Data Subjektif
a) Pasien mengeluh sesak saat bernafas
b) Pasien mengeluh batuk tertahan
c) Pasien tidak mampu mengeluarkan sekresi jalan nafas
d) Pasien merasa ada suara nafas tambahan
2) Data Objektif
a) Pasien tampak tersengal-sengal dan pernafasan dangkal
b) Terdapat bunyi nafas tambahan
c) Pasien tampak bernafas dengan mulut
d) Penggunaan otot bantu pernafasan dan nafas cuping hidung
e) Pasien tampak susah untuk batuk
b. Pola nafas tidak efektif
1) Data Subjektif
a) Pasien mengatakan nafasnya tersengal-sengal dan dangkal
b) Pasien mengatakan berat saat bernafas
2) Data Objektif
a) Irama nafas pasien tidak teratur
b) Orthopnea
c) Pernafasan disritmik
d) Letargi
c. Gangguan pernafasan gas
1) Data Subjektif
a) Pasien mengeluh pusing dan nyeri kepala
b) Pasien mengeluh susah tidur
c) Pasien merasa lelah
d) Pasien merasa gelisah
2) Data Objektif
a) Pasien tampak pucat
b) Pasien tampak gelisah
3) Perubahan pada nadi
4) Pasien tampak lelah
2. Diagnosa Keperawatan
a. Bersihan jalan nafas tidak efektif b/d peningkatan sputum ditandai
dengan batuk produktif
b. Pola nafas tidak efektif b/d posisi tubuh ditandai dengan bradipnea
c. Gangguan pertukaran gas b/d berkurangnya keefektifan permukaan paru
3. Perencanaan Keperawatan
Standar Diagnosa Standar Luaran
Standar Intervensi Keperawatan
Keperawatan Keperawatan
No Indonesia
Indonesia Indonesia
(SIKI)
(SDKI) (SLKI)
1 Bersihan jalan SLKI SIKI
napas tidak efektif Status pernapasan: Manajemen Jalan Napas
Definisi: kepatenan jalan napas. - Monitor pola napas (frekuensi,
Ketidakmampuan 1. Frekuensi kedalaman, usaha napas)
membersihkan pernafasan (5) - Monitor bunyi napas tambahan
sekresi atau tidak ada deviasi (mis. gurgling, mengi, wheezing,
obstruksi dari dari kisaran ronkhi kering)
saluran napas untuk normal. - Monitor sputum (jumlah, warna,
mempertahankan 2. Irama pernafasan aroma)
bersihan jalan (5) tidak ada - Pertahankan kepatenan jalan
nafas. deviasi dari kisaran napas dengan head tilt dan chin
Batasan normal. lift (jaw thrust) jika curiga
Karakteristik: 3. Kedalaman trauma servikal
1. Batuk yang inspirasi(5) tidak - Posisikan semi fowler atau
tidak efektif ada deviasi dari fowler
2. Dispnea kisaran normal. - Berikan minum hangat
3. Gelisah 4. Kemampuan untuk - Lakukan fisioterapi dada
4. Kesulitan mengeluarkan - Lakukan penghisapan lender
verbalisasi secret (5) tidak ada kurang dari 15 detik
5. Mata terbuka deviasi dari kisaran - Lakukan hiperoksigenasi
lebar normal. sebelum penghisapan
6. Ortopnea 5. Suara nafas endotrakeal
7. Penurunan tambahan (5) tidak - Keluarkan sumbatan benda padat
bunyi nafas ada. dengan forsep Mcgill
8. Perubahan 6. Pernafasan cuping - Berikan oksigen
frekuensi nafas hidung (5) tidak - Anjurkan asupan cairan 2000
9. Perubahan ada. ml/hari jika tidak kontraindikasi
pola nafas 7. Penggunaan otot - Ajarkan teknik batuk efektif
10. Sianosis bantu nafas (5) - Kolaborasi pemberian
11. Sputum dalam tidak ada. bronkodilator, ekspektoran,
jumlah yang 8. Batuk (5) tidak mukolitik
berlebih ada. Latihan Batuk Efektif
12. Suara napas - Identifikasi kemampuan batuk
tambahan - Monitor adanya retensi sputum
13. Tidak ada - Monitor tanda dan gejala infeksi
batuk saluran napas
Faktor yang - Monitor input dan output cairan
berhubungan (mis. jumlah dan karakteristik)
Lingkungan - Atur posisi semi fowler atau
1. Perokok fowler
2. Perokok pasif - Pasang perlak dan bengkok di
3. Terpajan asap pangkuan pasien
Obstruksi jalan - Buang secret pada tempat
nafas sputum
1. Adanya jalan - Jelaskan tujuan dan prosedur
napas buatan batuk efektif
2. Benda asing - Anjurkan tarik nafas dalam
dalam jalan melalui hidung selama 4 detik
napas ditahan selama 2 detik kemudian
3. Eksudat dalam keluarkan dari mulut dengan
alveoli bibir mencucu (dibulatkan)
4. Hyperplasia selama 8 detik
pada dinding - Anjurkan mengulangi tarik napas
bronkus dalam hingga 3 kali
5. Mucus berlebih - Anjurkan batuk dengan kuat
6. Penyakit paru langsung setelah tarik napas
obstruktif dalam yang ke-3
kronis - Kolaborasi pemberian mukolitik
7. Sekresi yang atau ekspektoran, jika perlu
tertahan - Terapi Oksigen
8. Spasme jalan - Monitor kecepatan aliran oksigen
napas - Monitor posisi alat terapi oksigen
Fisiologi - Monitor aliran oksigen secara
1. Asma periodic dan pastikan fraksi yang
2. Disfungsi diberikan cukup
neuromuscular - Monitor efektifitas terapi oksigen
3. Infeksi (mis oksimetri, analisa gas
4. Jalan napas darah)
alergik - Monitor kemampuan melepaskan
oksigen saat makan
- Monitor tanda-tanda
hipoventilasi
- Monitor tanda dan gejala
toksikasi oksigen dan atelektasis
- Monitor tingkat kecemasan
akibat terapi oksigen
- Monitor integritas mukosa
hidung akibat pemasangan
oksigen
- Bersihkan secret pada mulut,
hidung dan trakea, jika perlu
- Pertahankan kepatenan jalan
napas
- Siapkan danatur peralatan
pemberian oksigen
- Berikan oksigen tambahan, jika
perlu
- Tetap berikan oksigen saat
pasien ditransportasi
- Gunakan perangkat oksigen yang
sesuai dengan tingkat mobilitas
pasien
- Ajarkan pasien dan keluarga cara
menggunakan oksigen di rumah
- Kolaborasi penentuan dosis
oksigen
- Kolaborasi penggunaan oksigen
saat aktivitas dan atau tidur
2 Pola nafas tidak SIKI SIKI
efektif Respirasi : Manajemen jalan nafas
Penyebab Setelah dilakukan Observasi
1. Depresi pusat tindakan keperawatan - Monitor pola nafas (frekuensi,
pernapasan ...x... jam, maka pola kedalaman, usaha nafas)
2. Hambatan nafas tidak efektif - Monitor bunyi nafas tambahan
upaya napas menigkat dengan (mis. Gurgling, mengi,
3. Deformitas kriteria hasil : wheezing, ronkhi)
dinding dada 1. Penggunaan otot Terapeutik
4. Deformitas bantu nafas - Posisikan semi fowler
tulang dada menurun - Berikan minuman hangat
5. Gangguan 2. Dispnea menurun - Berikan oksigen
neuromuscular 3. Pemanjangan Edukasi
6. Gangguan fase ekspirasi - Anjurkan asupan cairan 200
neurologis menurun ml/hari, jika tidak
7. Penurunan 4. Frekuensi nafas kontraindikasi
energy membaik - Ajarkan teknik batuk efektif
8. Obesitas 5. Kedalaman nafas Kolaborasi
9. Posisi tubuh membaik - Kolaborasi pemberian
yang bronkodilator, ekspektoran,
menghambat mukolitik, jika perlu
ekspansi paru
10. Sindrom Pemantauan respirasi
hipoventilasi Observasi
11. Kerusakan - Monitor frekuensi, irama,
inervasi kedalaman, dan upaya nafas
diafragma - Monitor pola nafas (seperti
12. Cedera pada bradipnea, takipnea,
medulla spinalis hiperventilasi, kussmaul,
13. Efek agen cheyne-stokes, ataksisk)
farmakologis - Monitor saturasi oksigen
14. Kecemasan - Auskultasi bunyi nafas
Gejala dan tanda - Palpasi kesimetrisan ekspansi
mayor paru
Subjektif - Monitor nilai AGD
1. Dyspnea - Monitor hasil x-ray thoraks
Objektif Terapeutik
1. Penggunaan - Atur interval pemantauan
otot bantu respirasi sesuai kondisi pasien
pernafasan - Dokumentasikan hasil
2. Fase ekspirasi pemantauan
memanjang Edukasi
3. Pola nafas - Jelaskan tujuan dan prosedur
abnormal pemantauan
- Informasikan hasil pemantauan,
Gejala dan tanda jika perlu
minor
Sujektif
1. Ortopnea
Objektif
1. Pernafasan
pursed lips
2. Pernapasan
cuping hidung
3. Diameter
thoraks
anterior
posterior
meningkat
4. Ventilasi
semenit
menurun
5. Kapasitas vital
menurun
6. Tekanan
ekspirasi
menurun
7. Tekanan
inspirasi
menurun
8. Ekskursi dada
berubah

Kondisi klinis
terkait
1. Depresi
system saraf
pusat
2. Cedera kepala
3. Trauma
thoraks
4. Gullian bare
syndrome
5. Multiple
sclerosis
6. Myasthenia
gravis
7. Stroke
8. Kuadriplegia
9. Intoksikasi
alcohol
3 Ganggguan SLKI : SIKI
pertukaran gas Respirasi Respirasi
Penyebab Setelah dilakukan Pemantauan respirasi
1. Ketidakseimb tindakan keperawatan Observasi
angan ….. x…. jam, maka - Monitor frekuensi, irama,
ventilasi- Gangguan pertukaran kedalaman, dan upaya nafas
perfusi gas meningkat dengan - Monitor pola nafas (seperti
2. Penurunan kriteria hasil : bradipnea, takipnea,
membrane 1. Dispnea menurun hiperventilasi, kussmaul,
alveolus- 2. Bunyi nafas cheyne-stokes, ataksisk)
kapiler tambahan menurun - Monitor saturasi oksigen
3. Gelisah menurun - Auskultasi bunyi nafas
Gejala dan tanda : 4. PCO2 membaik - Palpasi kesimetrisan ekspansi
a. Mayor 5. PO2 membaik paru
Subjektif 6. Takikardia - Monitor nilai AGD
1. Dyspnea membaik - Monitor hasil x-ray thoraks
Objektif 7. pH arteri membaik Terapeutik
1. PCO2 - Atur interval pemantauan
meningkat/ respirasi sesuai kondisi pasien
menurun - Dokumentasikan hasil
2. PO2 pemantauan
menurun Edukasi
3. Takikardia - Jelaskan tujuan dan prosedur
4. pH arteri pemantauan
meningkat/ - Informasikan hasil
menurun pemantauan, jika perlu
5. bunyi
napas Terapi oksigen
tambahan Observasi
b. Minor - Monitor kecepatan aliran
Subjektif oksigen
1. Pusing - Monitor alat terapi oksigen
2. Penglihatan - Monitor aliran oksigen secara
kabur periodic dan pastikan fraksi
Objektif yang diberikan cukup
1. Sianosis - Monitor efektifitas terapi
2. Diaphoresi oksigen (mis. Oksimetri,
s AGD), jika perlu
3. Gelisah - Monitor kemampuan
4. Napas melepaskan oksigen saat
cuping makan
hidung - Monitor tanda tanda
5. Pola nafas hipoventilasi
abnormal - Monitor tanda dan gejala
6. Warna kulit toksikasi oksigen dan
abnormal atelektasis
7. Kesadaran - Monitor tingkat kecemasan
menurun akibat terapi oksigen
- Monitor integritas mukosa
Kondisi klinis hidung akibat pemasangan
terkait oksigen
1. PPOK Terapeutik
2. GJK - Bersihkan secret pada mulut,
3. Asma hidung, dan trakea, jika perlu
4. Pneumonia - Siapkan dan atur peralatan
5. Tuberkulos pemberian oksigen
is paru - Berikan oksigen tambahan,
6. Penyakit jika perlu
membrane - Tetap berikan oksigen saat
hialin pasien ditransportasi
7. Asfiksia - Gunakan perangkat oksigen
8. PPHN yang sesuai dengan tingkat
9. Prematurita mobilitas pasien
s Edukasi
10. Infeksi - Ajarkan pasien dan keluarga
saluran cara menggunakan oksigen
nafas dirumah
Kolaborasi
- Kolaborasi penentuan dosis
oksigen
- Kolaborasi penggunaan
oksigen saat aktivitas dan/atau
tidur

Referensi

Brunner &Suddarth. (2002). Keperawatan Medikal Bedah. EGC. Jakarta


Mubarak, Wahit Iqbal & Cahyani, Nurul. 2007. Kebutuhan Dasar. Jakarta : EGC
Nanda International (20013). Diagnosis Keperawatan: definisi & Klasifikasi.
Jakarta:EGC
Potter & Perry. 2005. Fundamental Keperawatan. Jakarta:EGC
Tarwonto dan Wartonah.2006. Kebutuhan Dasar Manusia dan Asuhan
Keperaweatan. Jakarta: Salemba Medika.
LAPORAN PENDAHULUAN
KEBUTUHAN MOBILISASI

A. Pengertian
Mobilisasi adalah kemampuan seseorang untuk bergerak secara bebas,
mudah dan teratur yang bertujuan untuk memenuhi kebutuhan hidup sehat.
Mobilisasi diperlukan untuk meninngkatkan kesehatan, memperlambat proses
penyakit khususnya penyakit degeneratif dan untuk aktualisasi (Mubarak, 2008).
Mobilisasi menyebabkan perbaikan sirkulasi, membuat napas dalam dan
menstimulasi kembali fungsi gastrointestinal normal, dorong untuk
menggerakkan kaki dan tungkai bawah sesegera mungkin, biasanya dalam waktu
12 jam.
Immobilisasi adalah suatu kondisi yang relatif, dimana individu tidak saja
kehilangan kemampuan geraknya secara total, tetapi juga mengalami penurunan
aktifitas dari kebiasaan normalnya (Mubarak, 2008).

B. Penyebab
Faktor-faktor yang mempengaruhi mobilisasi:
1. Gaya hidup
Mobilitas seseorang dipengaruhi oleh latar belakang budaya, nilai-nilai yang
dianut, serta lingkungan tempat ia tinggal (masyarakat).
2. Ketidakmampuan
Kelemahan fisik dan mental akan menghalangi seseorang untuk melakukan
aktivitas hidup sehari-hari. Secara umum ketidakmampuan dibagi menjadi
dua yaitu
a. Ketidakmampuan primer yaitu disebabkan oleh penyakit atau trauma
(misalnya : paralisis akibat gangguan atau cedera pada medula spinalis).
b. Ketidakmampuan sekunder yaitu terjadi akibat dampak dari
ketidakmampuan primer (misalnya : kelemahan otot dan tirah baring).
Penyakit-penyakit tertentu dan kondisi cedera akan berpengaruh
terhadap mobilitas.
3. Tingkat energi
Energi dibutuhkan untuk banyak hal, salah satunya mobilisasi. Dalam hal ini
cadangan energi yang dimiliki masing-masing individu bervariasi.
4. Usia
Usia berpengaruh terhadap kemampuan seseorang dalam melakukan mobilisasi.
Pada individu lansia, kemampuan untuk melakukan aktifitas dan mobilisasi
menurun sejalan dengan penuaan (Mubarak, 2008)

C. Klasifikasi
Menurut Mubarak (2008) secara umum ada beberapa macam keadaan
imobilitas antara lain :
1. Immobilitas fisik : kondisi ketika seseorang mengalami keterbatasan fisik
yang disebabkan oleh faktor lingkungan maupun kondisi orang tersebut.
2. Immobilitas intelektual : kondisi ini dapat disebabkan oleh kurangnya
pengetahuan untuk dapat berfungsi sebagaimana mestinya, misalnya pada
kasus kerusakan otak.
3. Immobilitas emosional : kondisi ini bisa terjadi akibat proses pembedahan
atau kehilangan seseorang yang dicintai
4. Immobilitas sosial : kondisi ini bisa menyebabkan perubahan interaksi sosial
yang sering terjadi akibat penyakit.(Mubarak, 2008).
Rentang Gerak dalam mobilisasi terdapat tiga rentang gerak yaitu :
1. Rentang gerak pasif
Rentang gerak pasif ini berguna untuk menjaga kelenturan otot-otot dan
persendian dengan menggerakkan otot orang lain secara pasif misalnya
perawat mengangkat dan menggerakkan kaki pasien.

2. Rentang gerak aktif


Hal ini untuk melatih kelenturan dan kekuatan otot serta sendi dengan cara
menggunakan otot-ototnya secara aktif misalnya berbaring pasien
menggerakkan kakinya.
3. Rentang gerak fungsional\
Berguna untuk memperkuat otot-otot dan sendi dengan melakukan aktifitas yang
diperlukan (Carpenito, 2000).

D. Patofisiologi
Mobilisasi sangat dipengaruhi oleh sistem neuromuskular, meliputi sistem
otot, skeletal, sendi, ligament, tendon, kartilago, dan saraf. Otot Skeletal
mengatur gerakan tulang karena adanya kemampuan otot berkontraksi dan
relaksasi yang bekerja sebagai sistem pengungkit. Ada dua tipe kontraksi otot:
isotonik dan isometrik. Pada kontraksi isotonik, peningkatan tekanan otot
menyebabkan otot memendek. Kontraksi isometrik menyebabkan peningkatan
tekanan otot atau kerja otot tetapi tidak ada pemendekan atau gerakan aktif dari
otot, misalnya, menganjurkan klien untuk latihan kuadrisep. Gerakan volunter
adalah kombinasi dari kontraksi isotonik dan isometrik. Meskipun kontraksi
isometrik tidak menyebabkan otot memendek, namun pemakaian energi
meningkat. Perawat harus mengenal adanya peningkatan energi (peningkatan
kecepatan pernafasan, fluktuasi irama jantung, tekanan darah) karena latihan
isometrik. Hal ini menjadi kontra indikasi pada klien yang sakit (infark miokard
atau penyakit obstruksi paru kronik). Postur dan Gerakan Otot merefleksikan
kepribadian dan suasana hati seseorang dan tergantung pada ukuran skeletal dan
perkembangan otot skeletal. Koordinasi dan pengaturan dari kelompok otot
tergantung dari tonus otot dan aktifitas dari otot yang berlawanan, sinergis, dan
otot yang melawan gravitasi. Tonus otot adalah suatu keadaan tegangan otot
yang seimbang.
Ketegangan dapat dipertahankan dengan adanya kontraksi dan relaksasi
yang bergantian melalui kerja otot. Tonus otot mempertahankan posisi
fungsional tubuh dan mendukung kembalinya aliran darah ke jantung.
Immobilisasi menyebabkan aktifitas dan tonus otot menjadi berkurang.
Skeletal adalah rangka pendukung tubuh dan terdiri dari empat tipe tulang:
panjang, pendek, pipih, dan ireguler (tidak beraturan). Sistem skeletal berfungsi
dalam pergerakan, melindungi organ vital, membantu mengatur keseimbangan
kalsium, berperan dalam pembentukan sel darah merah.
Sendi adalah hubungan di antara tulang, diklasifikasikan menjadi:
1. Sendi sinostotik mengikat tulang dengan tulang mendukung kekuatan dan
stabilitas. Tidak ada pergerakan pada tipe sendi ini. Contoh: sakrum, pada
sendi vertebra.
2. Sendi kartilaginous/sinkondrodial, memiliki sedikit pergerakan, tetapi elastis
dan menggunakan kartilago untuk menyatukan permukaannya. Sendi
kartilago terdapat pada tulang yang mengalami penekanan yang konstan,
seperti sendi, kostosternal antara sternum dan iga.
3. Sendi fribrosa/sindesmodial, adalah sendi di mana kedua permukaan tulang
disatukan dengan ligamen atau membran. Serat atau ligamennya fleksibel
dan dapat diregangkan, dapat bergerak dengan jumlah yang terbatas. Contoh:
sepasang tulang pada kaki bawah (tibia dan fibula).
4. Sendi sinovial atau sendi yang sebenarnya adalah sendi yang dapat
digerakkan secara bebas dimana permukaan tulang yang berdekatan dilapisi
oleh kartilago artikular dan dihubungkan oleh ligamen oleh membran
sinovial. Contoh: sendi putar seperti sendi pangkal paha (hip) dan sendi
engsel seperti sendi interfalang pada jari.
5. Ligamen adalah ikatan jaringan fibrosa yang berwarna putih, mengkilat,
fleksibel mengikat sendi menjadi satu sama lain dan menghubungkan tulang
dan kartilago. Ligamen itu elastis dan membantu fleksibilitas sendi dan
memiliki fungsi protektif. Misalnya, ligamen antara vertebra, ligamen non
elastis, dan ligamentum flavum mencegah kerusakan spinal kord (tulang
belakang) saat punggung bergerak.
6. Tendon adalah jaringan ikat fibrosa berwarna putih, mengkilat, yang
menghubungkan otot dengan tulang. Tendon itu kuat, fleksibel, dan tidak
elastis, serta mempunyai panjang dan ketebalan yang bervariasi, misalnya
tendon akhiles/kalkaneus.
7. Kartilago adalah jaringan penghubung pendukung yang tidak mempunyai
vaskuler, terutama berada disendi dan toraks, trakhea, laring, hidung, dan
telinga. Bayi mempunyai sejumlah besar kartilago temporer. Kartilago
permanen tidak mengalami osifikasi kecuali pada usia lanjut dan penyakit,
seperti osteoarthritis.
8. Sistem saraf mengatur pergerakan dan postur tubuh. Area motorik volunteer
utama, berada di konteks serebral, yaitu di girus prasentral atau jalur
motorik.
9. Propriosepsi adalah sensasi yang dicapai melalui stimulasi dari bagian tubuh
tertentu dan aktifitas otot. Proprioseptor memonitor aktifitas otot dan posisi
tubuh secara berkesinambungan. Misalnya proprioseptor pada telapak kaki
berkontribusi untuk memberi postur yang benar ketika berdiri atau berjalan.
Saat berdiri, ada penekanan pada telapak kaki secara terus menerus.
Proprioseptor memonitor tekanan, melanjutkan informasi ini sampai
memutuskan untuk mengubah posisi.
E. Pathway
Perdarahan

Oklusi

Penurunan perfusi jaringan

Hipoksia

Iskemia

Metabolisme anaerob aktivitas elektrolit terganggu

Penurunan asam laktat pompa Na dan K gagal

Asidosis lokal, H meningkat, PCO meningkat, PCO2 menurun

edema serebral TIK meningkat

Gangguan perfusi jaringan serebral

defisit neurologis

Gangguan mobilisasi
Intoleransi aktivitas Defisit perawatan
diri
F. Asuahan Keperawatan
1. Pengkajian
a. Aspek biologis
1) Usia. Faktor usia berpengaruh terhadap kemampuan melakukan
aktifitas, terkait dengan kekuatan muskuloskeletal. Hal yang perlu
dikaji diantaranya adalah postur tubuh yang sesuai dengan tahap
pekembangan individu.
2) Riwayat keperawatan. Hal yang perlu dikaji diantaranya adalah
riwayat adanya gangguan pada sistem muskuloskeletal,
ketergantungan terhadap orang lain dalam melakukan aktivitas,
jenis latihan atau olahraga yang sering dilakukan klien dan lain-lain.
3) Pemeriksaan fisik, meliputi rentang gerak, kekuatan otot, sikap
tubuh, dan dampak imobilisasi terhadap sistem tubuh.
b. Aspek psikologis
Aspek psikologis yang perlu dikaji di antaranya adalah bagaimana
respons psikologis klien terhadap masalah gangguan aktivitas yang
dialaminya, mekanisme koping yang digunakan klien dalam
menghadapi gangguan aktivitas dan lain-lain.
c. Aspek sosial cultural
Pengkajian pada aspek sosial kultural ini dilakukan untuk
mengidentifikasi dampak yang terjadi akibat gangguan aktifitas yang
dialami klien terhadap kehidupan sosialnya, misalnya bagaimana
pengaruhnya terhadap pekerjaan, peran diri baik dirumah, kantor
maupun sosial dan lain-lain.
d. Aspek spiritual
Hal yang perlu dikaji pada aspek ini adalah bagaimana keyakinan
dan nilai yang dianut klien dengan kondisi kesehatan yang dialaminya
sekarang, seperti apakah klien menunjukan keputusasaannya?
Bagaimana pelaksanaan ibadah klien dengan keterbatasan kemampuan
fisiknya? Dan lain-lain (Asmadi, 2008).
2. Diagnosa Keperawatan
a. Gangguan mobilitas fisik
b. Intoleransi aktivitas
c. Defisit perawatan diri
3. Intervensi Keperawatan

Standar Diagnosa Standar Luaran Standar Intervensi Keperawatan


No Keperawatan Indonesia Keperawatan Indonesia Indonesia
(SDKI) (SLKI) (SIKI)
1 Gangguan mobilitas fisik Setelah diberikan asuhan Dukungan mobilisasi
Penyebab : keperawatan selama Observasi
1. Kerusakan integrita …x… jam diharapkan - Identifikasi adanya nyeri
kulit perawatan diri atau keluhan fisik lainnya
2. Perubahan meningkat dengan - Identifikasi toleransi fisik
metabolime kriteria hasil : laiinya
3. Ketidakbugaran 1. Pergerakan Terapeutik
fisik ektremitas - Fasilitasi aktifitas
4. Genangguan meningkat mobilisasi dengan alat
muskuloskletal 2. Kekuatan otot bantu
5. Nyeri meningkat - Fasilitasi melakukan
3. Rentang gerak pergerakan
meningkat Edukasi
4. Kelemahan fisik - Jelaskan tujuan dan
menurun prosedur mobilisasi
- Ajarkan melakukan
mobilisasi dini.
2 Defisit perawatan diri Setelah diberikan asuhan Dukungan Perawatan Dri
Penyebab : keperawatan selama Observasi
1. Gangguan …x… jam diharapkan - Identifikasi kebiasaan
musculoskeletal perawatan diri aktivitas perawatan diri
2. Gangguan meningkat dengan sesuai usia
neuromuskuler kriteria hasil : - Monitor tingkat
3. Kelemahan 1. Kemampuan kemandirian
4. Gangguan psikologis mandi meningkat - Identifikasi kebutuhan
dan/psikotik 2. Kemampuan alat bantu kebersihan diri,
5. Penurunan mengenakan berpakaian, berhias, dan
motivasi/minat pakaian meningkat makan
3. Kemampuan Terapeutik
Gejala dan tanda mayor makan meningkat - Sediakan lingkungan
Subjektif : 4. Kemampuan ke terapeutik (suasana
1. Menolak melakukan toiliet hangat, rileks, provasi)
perawatan diri (BAB/BAK) - Siapkan keperluan pribadi
Objektif : meningkat - Damping dalam
1. Tidak mampu 5. Verbalisasi melakukan perawatan diri
mandi/mengenakan keinginan sampai mandiri
pakaian/makan/keto melakukan - Fasilitasi untuk menerima
ilet/ berhias secara perawatan diri keadaan ketergantungan
mendiri meningkat - Fasilitasi kemandirian,
2. Minat melakukan 6. Minat melakukan bantu jika tidak mampu
perawatan diri perawatan diri melakukan perawatan diri
kurang meningkat - Jadwalkan rutinitas
7. Mempertahankan perawatan diri
kebersihan diri Edukasi
meningkat - Anjurkan melakukan
8. Mempertahankan perawatan diri secara
kebersihan mulut konsisten sesuai
kemampuan

Referensi

Asmadi. 2008. Konsep dan Aplikasi Kebutuhan Dasar Klien. Jakarta : Salemba
Medika.
Perry & Potter. 2010. Buku Ajar Fundal Mental Keperawatan Konsep, Proses Dan
Praktik. Edisi 4. Jakarta : EGC.
Tarwoto & Wartonah, 2007. Kebutuhan Dasar Manusia & Proses Keperawatan.
Jakarta : Salemba Medika.
Wilkinson, Judith M. 2009. Buku saku diagnosa keperawatan dengan intervensi NIC
dan kriteria hasil NOC. Jakarta : EGC
Heather, T.H. 2012. Diagnosis keperawatan: definisi dan klasifikasi 2012-2014: alih
bahasa Sumawarti& Subekti: Jakarta. EGC
LAPORAN PENDAHULUAN
KEBUTUHAN INTEGRITAS KULIT

A. Pengertian
Salah satu aspek utama dalam pemberian asuhan
keperawatan adalah mempertahankan integritas kulit yang terencana dan
konsisten merupakan intervensi penting untuk menjalin perawatan berkualitas
tinggi (holf,1989). Perawat dengan teratur mengobservasi kerusakan atau
gangguan integritas kulit pada klien. Gangguan integritas kulit terjadi akibat
tekanan yang lama,iritasi kulit atau imobilisasi.
Dalam konsep dasar kulit ini termasuk di dalamnya kerusakan integritas
kulit. Kerusakan integritas kulit adalah kondisi dimana individu mengalami atau
beresiko mengalami perubahan atau gangguan epidermis dan atau dermis pada
lapisan kulit (NANDA. 2015).
Dari pengertian tersebut, maka hal itu akan menyebabkan luka. Sedangkan
pengertian luka adalah hilang atau rusaknya sebagian jaringan tubuh. Keadaan
ini dapat disebabkan oleh trauma benda tajam atau tumpul, perubahan suhu, zat
kimia, ledakan, sengatan listrik, atau gigitan hewan (R. Sjamsuhidajat dan Wim
De Jong, 2004).

B. Anatomi Fisiologi
Kulit menutupi dan melindungi permukaan tubuh dan bersambung dengan
selaput lendir yang melapisi rongga-rongga dan lubang-lubang masuk. Kulit
mempunyai banyak fungsi di dalamnya terdapat ujung saraf peraba, membantu
mengatur suhu tubuh dan mengendalikan hilangnya air dari tubuh.
Menurut Evelin Pearce (1999), Kulit dibagi menjadi dua lapisan yaitu
Epidermis dan Dermis. Epidermis tersusun atas epitelium berlapis dan terdiri
atas sejumlah lapisan sel yang tersusun atas dua lapisan tampak yaitu selapis
lapisan tanduk dan selapis zona germinalis. Lapisan tanduk terletak paling luar
dan tersusun atas tiga lapisan sel yang membentuk epidermis yaitu:
1. Stratum Korneum: Selnya tipis, datar, seperti sisik dan terus menerus
dilepaskan
2. Stratum Lusidum: Selnya mempunyai batas tegas tetapi tidak ada intinya.
3. Statum granulosum: Selapis sel yang jelas tampak berisi inti dan juga
granulosum.
4. Zona Germinalis terletak dibawah lapisan tanduk dan terdiri atas dua lapis
sel epitel yang berbentuk tegas yaitu:
5. Sel berduri: Sel dengan fibril halus yang menyambung sel satu dengan yang
lainnya.
6. Sel basal: Sel ini terus memproduksi sel epidermis baru.
Dermis adalah lapisan kulit yang tersusun atas jaringan fibrus dan jaringan ikat
yang elastik. Lapisan kulit yang lebih tebal berisi ikatan kolagen dan serat elastis
menyokong epidermis. Ujung akhir saraf sensoris, yaitu puting peraba, terletak
di dalam dermis. Pelengkap Kulit : rambut, kuku, dan kelenjar sebaseus.

C. Fungsi Kulit
1. Perlindungan
Lapisan epidermis atau lapisan terkematu merupakan lapisan perlindungan
daripada kemasukan bakteria, ini merupakan perlindungan tahap pertama.
Lapisan berkematu yang senantiasa gugur, menyebabkan bakteria sukar
membiak dan bertapak tetap pada kulit.
2. Kulit sebagai organ pengatur panas
Kulit adalah orga utama yang berurusan dengan pelepasan panas dari tubuh,
dengan cara:
a. Penguapan: jumlah keringat yang dibuat tergantung dari banyaknya
darah yang mengalir melalui pembuluh dalam kulit
b. Pemancaran: panas dilepas pada udara sekitar
c. Konduksi: panas dialihkan ke benda yang disentuh.
d. Konveksi: udara yang telah menyentuh permukaan tubuh diganti
dengan udara yang lebih dingin
3. Kulit sebagai indra peraba
4. Rasa sentuhan disebabkan rangsangan pada jung saraf di dalam kulit,
berbeda-beda menurut ujung saraf yang dirangsang.
5. Tempat penyimpanan air
6. Kulit pada bagian bawah bekerja sebagai tempat penyimpanan air, jaringan
adipose di bawah kulit merupakan tempat penyimpanan lemak yang utama
pada tubuh.
7. Sintesis vitamin D
8. Apabila lapisan kulit ini terdedah kepada sinaran ultraungu, sinaran
ultraungu ini akan diserap oleh kulit dan bertindak ke atas prekursor,
seterusnya menukarkannya kepada vitamin D

D. Etiologi
Menurut Aziz Alimul (2008) berdasarkan penyebabnya, luka dibagai menjadi
dua yaitu :
1. Luka Mekanik yaitu terdiri atas :
a. Vulnus scissum atau luka sayat akibat benda tajam. Pinggir luka
kelihatan rapi.
b. Vulnus contusum, luka memar dikarenakan cedera pada jaringan bawah
kulit akibat benturan benda tumpul.
c. Vulnus kaceratum, luka robek akibat terkena mesin atau benda lainnya
yang menyebabkan robeknya jaringan rusak yang dalam.
d. Vulnus punctum, luka tusuk yang kecil di bagian luar ( bagian mulut
luka), akan tetapi besar di bagian dalamnya.
e. Vulnus seloferadum, luka tembak akibat tembakan peluru. Bagian tepi
luka tampak kehitam-hitaman.
f. Vulnus morcum, luka gigitan yang tidak jelas bentuknya pada bagian
luka.
g. Vulnus abrasion, luka terkikis yang terjadi pada bagian luka dan tidak
sampai ke pembuluh darah.
2. Luka nonmekanik
Terdiri atas luka akibat zat kimia, termik, radiasi, atau sengatan listrik.

E. Jenis dan Tipe Luka


Menurut Aziz Alimul (2008) luka terbagi menjadi beberapa macam, yaitu:
1. Berdasarkan Sifat Kejadian
a. Intendonal Traumas (luka disengaja)
Luka terjadi karena proses terapi seperti operasi atau radiasi.
b. Luka terjadi karena kesalahan seperti fraktur karena kecelakaan lalu
lintas( luka tidak disengaja)
2. Luka tidak disengaja dapat berupa :
a. Luka tertutup: Jika kulit tidak robek atau disebut juga dengan luka
memar yang terjadi.
b. Luka terbuka : Jika kulit atau jaringan dibawahnya robek dan kelihatan
seperti luka abrasio (Luka akibat gesekan), Luka Puncture (Luka akibat
tusukan), hautration (Luka akibat alat perawatan luka).
3. Menurut tingkat kontaminasi terhadap luka.
a. Luka bersih (clean wounds)
Yaitu luka takterinfeksi yang mana tidak terjadi proses peradangan dan
infeksi pada system pernapasan, pencernaan, genital dan urinary tidak
terjadi.
b. Luka bersih terkontaminasi (clean contamined wounds)
Merupakan luka pembedahan dimana saluran respirasi, pencernaan,
genital atau perkemihan dalam kondisi terkontol, kontaminasi tidak
selalu terjad.
c. Luka terkontaminasi (contamined wounds)
Termasuk luka terbuka. fresh, luka akibat kecelakaan dan operasi
dengan kerusakan besar dengan teknik aseptic atau kontaminasi dari
saluran cerna.
d. Luka kotor atau infeksi (dirty or infected wounds)
Yaitu terdapatnya mikor organisme pada luka.
4. Berdasarkan kedalaman dan luasnya luka.
a. Stadium I
Luka superficial, yaitu luka yang terjadi pada lapisan epidermis kulit.
b. Stadium II
Luka partial thickness, yaitu hilangnya lapisan kulit pada lapisan
epidermis dan bagian atas dari dermis.
c. Stadium III
Luka full thickness, yaitu hilangnya kulit keseluruhan meliputi
kerusakan atau nekrosis jaringan subkutan yang dapat meluas sampai
bawah tetapi tidak melewati jaringan yang mendasarinya.
d. Stadium IV
Luka full thickness yang telah mencapai lapisan otot, tendon dam
tulang dengan adanya destruksi/ kerusakan yang luas.
5. Berdasarkan waktu penyembuhan luka
a. Luka akut
Luka dengan masa penyembuhan sesuai dengan konsep penyembuhan
yang telah disepakati.
b. Luka Kronis
Luka yamg mengalami kegagalan dalam proses penyembuhan, dapat
karena faktor eksogen dam endogen.

F. Manifestasi klinis
Menurut Aziz Alimul (2008) beberapa masalah yang dapat terjadi kerusakan
integritas kulit adalah :
1. Pendarahan, ditandai dengan adanya pendarahan disertai perubahan tanda
vital seperti kenaikan denyut nadi, kenaikan pernapasan, penurunan tekanan
darah, melemahnya kondisi tubuh, kehausan, serta keadaan kulit yang
dingin dan lembab.
2. Infeksi, terjadi bila terdapat tanda-tanda seperti kulit kemerahan, demem
atau panas, rasa nyeri dan timbul bengkak, jaringan di sekitar luka meneras,
serta adanya kenaikan leukosit.
3. Dehiscene, merupakan pecahnya luka sebagian atau seluruhnya yang dapat
dipengaruhi oleh berbagai faktor, sepertikegemukan, kekurangan nutrisi,
terjadi trauma, dan lain-lain. Sering ditandai dengan kenaikan suhu tubuh (
demam ), takikardia,dan rasa nyeri pada daerah luka.
4. Eviceration, yaitu menonjolnya organ tubuh bagian dalam ke arah luar
melalui luka. Hal ini dapat terjadi luka tidak segera menyatu dengan baik
atau akibat proses penyembuhan yang lambat.

G. Pathway
H. Proses penyembuhan Luka
Tubuh secara normal akan berespon terhadap cedera dengan jalan “proses
peradangan” dengan ditandai bengkak, kemerahan, nyeri, panas dan kerusakan
fungsional. Proses penyembuhan mencakup beberapa fase , Menurut
(R.Sjamsuhidajat dan Wim de Jong, 2004 hlm: 66-67 ) fase-fase tersebut adalah:
1. Fase inflamasi
Fase inflamasi berlangsung sejak terjadinya luka sampai kira-kira hari
kelima. Pembuluh darah yang terputus pada luka akan menyebabkan
pendarahan dan tubuh akan berusaha menghentikannya dengan vasokon-
striksi, pengerutan pembuluh ujung yang putus (retraksi), dan reaksi
hemotasis. Hemotasis terjadi karena trombosit yang keluar dari pembuluh
darah saling melengket dan bersama jala fibrin yang terbentuk,
membekukan darah yang keluar dari pembuluh darah. Sel mast dalam
jaringan ikat menghasilkan serotonin histamin yang meningkat
permeabilitas kapiler sehingga terjadi eksudasi, penyebukan sel radang,
disertai vasodilatasi setempat yang menyebabkan udem dan pembekakan.
Tanda dan gejala klinis reaksi radang menjadi jelas yang berupa warna
kemerahan karena kapiler melebar (rubor), rasa hangat (kalor), nyeri (dolor),
dan pembengkakan (tumor). Aktivitas selular yang terjadi adalah pergerakan
leukosit menembus dinding pembuluh darah (diapetesiso) menuju
penyembuhan luka karena daya kemotaksis. Leukosit mengeluarkan enzim
hidrolitik yang membantu mencerna bakteri dan kotoran luka. Limfosot dan
monosit yang kemudian muncul ikut menghancurkan dan memakan kotoran
luka dan bakteri (fagositosis).
2. Fase proliferasi
Fase proliferasi disebut juga fase fibroplasia karen ayang menonjol adalah
proses prolifirasi fibroblast. Fase ini berlangsung dari akhir fase inflamsi
kira-kira akhir minggu ketiga. Fibroblast berasal dari sel mesenkim yang
belum diferensiasi, menghasilkan ukopolisakarida, asam aminoglisin, dan
prolin yang merupakan bahan dasar kolagen serat yang akan mempertautkan
tepi luka. Pada fase ini, serat-serat dibentuk dan dihancurkan kembali untuk
penyesuain diri dengan tegangan pada luka yang cenderung mebgerut. Sifat
ini, bersama dengan sifat kontraktil miofibroblast, menyebabkan tarikan
pada tepi luka mencapai 25% jaringan normal. Nantinya, dalam proses
penyudahan, kekuatan serat kolagen bertambah karena ikatan intramolekul.
Pada fase fiblroflasi ini, luka dipenuhi sel radang, fibroblast, dan kolagen.,
membentuk jaringan berwarna kemerahan dengan permukaan yang
berbenjol halus yang disebut jaringan granulasi. Epitel tepi yang terdiri dari
atas sel basal terlepas dari dasar dan perpindah mengisi parmukaan luaka.
Tempatnya kemudian diisi oleh sel baru yang yang terbentuk dari sel proses
mitosis. Proses migrasi hanya terjadi kearah yang lebih rendah atau datar.
Proses ini baru berhenti setelah epitel saling menyentuhdan menutup semua
permukaan luka. Dengan tertutupnya permukaan luka, proses fibro flasia
dengan pembentukan jaringan granulasi juga akan berhenti dan mulailah
proses pamatangan dalam fase penyudahan.
3. Fase penyudahan
Fase Penyudahan ini terjadi proses pematangan yang terdiri atas penyerapan
kembali jaringan berlebih, pengerutan sesuai dengan gaya gravitasi, dan
akhirnya perumpamaan kembali jaringan yang baru dibentuk. Fase ini dapat
berlangsung berbulan-bulan dan dinyatakan berakhir kalau semua tanda
radang sudah lenyap. Tubuh berusaha menormalkan kembali semua yang
abnormal karena proses penyembuhan. Udem dan sel radang diserap dan
sisanya mengerut sesuai dengan regangan yang ada. Selama ini dihasilkan
jaringan parut yang pucat tipis dan lemas, serta mudah digerakkan dari
dasar. Terlihat pengerutan maksimal pada luka. Pada akhir fase ini
permukaan luka kulit mampu menahan regangan kira-kira 80 % kemampuan
kulit normal. Hal ini tercapai kira-kira 3-6 bulan setelah penyembuhan.
Permukaan luka tulang (patah tulang) memerlukan waktu satu tahun atau
lebih untuk membentuk jaringa yang normal secara histologi secara bentuk.
I. Pemeriksaan Penunjang
1. Jumlah leukosit
2. Hb
3. Glukosa dan HbA1c
4. Kadar albumin dan protein
5. Pemeriksaan mikrobiologi
6. radiologi

J. Faktor yang Mempengaruhi Peyembuhan Luka


Menurut Aziz Alimul (2008) Proses penyembuhan luka dipengaruhi oleh faktor,
yaitu :
1. Vaskularisasi, mempengaruhi luka karena luka membutuhkan peredaran
darah yang baik untuk pertumbuhan atau perbaikan sel.
2. Anemia, memperlambat proses penyembuhan luka mengingat perbaikan sel
membutuhkan kadar protein yang cukup. Oleh sebab itu, orang yang
mengalami kekurangan kadar haemoglobin dalam darah akan mengalami
proses penyembuhan lebih lama.
3. Usia, kecepatan perbaikan sel berlangsung sejalan dengan pertumbuhan atau
kematangan usia seseorang. Namun selanjutnya, proses penuaan dapat
menurunkan sistem perbaikan sel sehingga dapat memperlambat proses
penyembuhan luka.
4. Penyakit lain, memengaruhi proses penyembuhan luka. Adanya penyakit
seperti diabetes melitus dapat memperlambat proses penyembuhan luka.
5. Nutrisi, merupakan unsur utama dalam membantu perbaiakn sel, terutama
karena terdapat kandungan zat gizi di dalamnya. Sebagai contoh, vitamin A
diperlukan untuk membantu proses epitelisasi atau penutupan luka dan
sintesis kolagen: vitamin B kompleks sebagai kofaktor pada sistem enzim
yang mengatur metabolisme protein, karbonhidrat dan lemak: vitamin C
dapat berfungsi sebagai fibroglas, mencegah timbulnya infeksi dan
membentuk kapiler-kapiler darah, Vitamin K membantu sintesis protombin
dan berfungsi sebagai zat pembekuan darah.
6. Kegemukan, obat-obatan, merokok, dan stres, memengaruhi proses
penyembuhan luka. Orang yang terlalu gemuk, banyak mengonsumsi obat-
obatan, merokok, atau stress, akan mengalami proses penyembuhan luka
yang lebih lama.

K. Asuhan Keperawatan
1. Pengkajian
a. Riwayat kesehatan (Smeltzer & Bare,2013)
Riwayat kesehatan perlu dikaji untuk mengetahui kemungkinan
adanya penyakit tertentu yang dapat mempengaruhi proses penyembuhan
luka. Jika dalam proses perawatan luka tidak sesuai dengan standar
operasional prosedur maka dapat mengakibatkan terjadinya infeksi, yang
ditandai dengan adanya color, dolor, rubor, tumor, dan gangguan fungsi
dan lama kelamaan akan mengeluarkan pus yang berwarna kekuningan
sehingga menyebabkan kerusakan pada integritas kulit yang lebih
komplek. Pengkajian riwayat luka seperti :
1) Sejak kapan luka terjadi
2) Bagaimana kejadiannya
3) Ukuran awal kejadiannya
4) Gejala yang dirasakan
Jika luka kronis :
1) Lama luka lebih dari 12 minggu
2) Bagaimana pengobatannya
3) Penyakit yang menyertai
Luka akut :
1) Lama luka kurang dari 12 minggu
2) Adanya benda asing yang masuk
b. Pengkajian luka meliputi cara mengkaji mendokumentasi lokasi dan
gambaran luka serta area sekitar luka (Potter & Perry, 2010)
1) Lokasi
Pengkajian diawali dengan mengamati dimana lokasi luka misalnya
terdapat luka pada tangan, kaki dll.
2) Ukuran
Ukuran luka meliputi panjang, lebar dan tinggi/kedalaman. Luka dapat
diukur dengan alat bantu ukur seperti penggaris dan daerah luka yang
memiliki ketinggian atau kedalaman, cara mengukur lukanya yaitu
sbb:
P x L x T/D
Jika pada luka terdapat goa, cara menghitumg ukuran luka dengan
menggunakan ilustrasi jarum jam.
Contoh penulisan
Goa diarah jam ..., ...cm kedalaman dapat diukur menggunakan alat
bantu seperti cuttonbad
3) Gambaran umum luka
Pengkajian dan dokumentasi gambaran luka meliputi warna, bau,
cairan yang keluar dari luka serta gambaran area sekitarnya. Lakukan
inspeksi dan palpasi khususnya daerah sekitar luka :
4) Inspeksi : penampilan luka, kaji tanda penyembuhan luka, adanya
perdarahan, pinggiran luka terikat, adanya gejala inflamasi, kedalaman
luka, luas luka, tempat luka, produksi cairan, bau dan warna cairan.
5) Palpasi : kedalaman nyeri, nyeri, pembengkakan
c. Pemeriksaan fisik
Pemeriksaan fisik tidak hanya dilakukan terhadap lukanya saja,
tetapi juga kondisi fisik secara umum termasuk mengkaji perubahan
tanda-tanda vital seperti
1) Kenaikan denyut nadi ( > 100 x/m)
2) Kenaikan pernafasan ( > 22 x/m)
3) Penurunan tekanan darah (< 120/80 mmHg)
4) Suhu meningkat ( > 38oC ) jika terjadi infeksi pada luka
d. Laboratorium
1) Pemeriksaan albumin dilakukan untuk menentukan perkembangan
penyembuhan luka (N : 3,5 – 4,5 mg/dl)
2) Hb menurun jika terdapat pendarahan pada luka ( N : pada
perempuan 12-15 g/dl dan pada laki-laki 13-17 g/dl).
2. Diagnosa Keperawatan
a. Nyeri akut
b. Gangguan mobilitas fisik
c. Gangguan integritas kulit
3. Perencanaan Keperawatan
Standar Luaran
Standar Diagnosa Keperawatan Standar Intervensi
Keperawatan
No Indonesia Keperawatan Indonesia
Indonesia
(SDKI) (SIKI)
(SLKI)
1 Nyeri akut SLKI: SIKI :
Penyebab : Setelah dilakukan Manajemen nyeri
4. Agen pencedra fisiologis (mis. asuhan keperawatan Observasi
Inflamasi iskemia, neoplasma) selama 3 x 24 jam - Identifikasi lokasi,
5. Agenpencedera kimiawi (mis. diharapkan nyeri karakteristik, durasi,
Terbakar, bahan kimia iritan) pada pasien frekuensi, kualitas,
6. Agen pencedera fisik (mis. berkurang dengan intensitas nyeri
Abses, amputasi, prosedur kriteria hasil : - Identifikasi skala nyeri
operasi, taruma, dll) Tingkat Nyeri - Identifikasi respon nyeri
8. Nyeri berkurang nonverbal
Gejala dan tanda mayor dengan skala 2 - Identifikasi factor yang
Subjektif : mengeluh nyeri 9. Pasien tidak memperingan dan
Objektif mengeluh nyeri memperberat nyeri
 Tampak meringis 10. Pasien tampak - Identifikasi pengetahuan
 Bersikap proaktif (mis. tenang dan keyakinan tentang
waspada, posisi 11. Pasien dapat nyeri
menghindari nyeri) tidur dengan - Identifikasi budaya
 Gelisah tenang terhadap respon nyeri
 Frekuensi nadi meningkat 12. Frekuensi nadi - Identifikasi pengaruh
 Sulit tidur dalam batas nyeri terhadap kualitas
Gejala dan tanda minor normal (60-100 hidup pasien
Subjektif : - x/menit) - Monitor efek samping
Objektif 13. Tekanan darah penggunaan analgetik
 Tekanan darah meningkat dalam batas - Monitor keberhasilan
normal (90/60 terapi komplementer
 Pola nafas berubah mmHg – 120/80 yang sudah diberikan
 Nafsu makan berubah mmHg) Terapeutik
 Proses berpikir terganggu 14. RR dalam batas - Fasilitasi istirahat tidur
 Menarik diri normal (16-20 - Kontrol lingkungan yang
 Berfokus pada diri sendiri x/menit) memperberat nyeri (
 diaforesisi Kontrol Nyeri missal: suhu ruangan,
1. Melaporkan pencahayaan dan
bahwa nyeri kebisingan).
berkurang - Beri teknik non
dengan farmakologis untuk
menggunakan meredakan nyeri
manajemen (aromaterapi, terapi pijat,
nyeri hypnosis, biofeedback,
2. Mampu teknik imajinasi
mengenali nyeri terbimbimbing, teknik
(skala, tarik napas dalam dan
intensitas, kompres hangat/ dingin)
frekuensi dan Edukasi
tanda nyeri) - Jelaskan penyebab,
Status Kenyamanan periode dan pemicu nyeri
1. Menyatakan - Jelaskan strategi
rasa nyaman meredakan nyeri
setelah nyeri - Anjurkan menggunakan
berkurang analgetik secara tepat
- Anjurkan monitor nyeri
secara mandiri
Kolaborasi
- Kolaborasi pemberian
analgetik, jika perlu

2 Gangguan mobilitas fisik Setelah diberikan Dukungan mobilisasi


Penyebab : asuhan keperawatan Observasi
6. Kerusakan integrita kulit selama …x… jam - Identifikasi adanya
7. Perubahan metabolime diharapkan nyeri atau keluhan
8. Ketidakbugaran fisik perawatan diri fisik lainnya
9. Genangguan meningkat dengan - Identifikasi toleransi
muskuloskletal kriteria hasil : fisik laiinya
10. Nyeri 5. Pergerakan Terapeutik
ektremitas - Fasilitasi aktifitas
meningkat mobilisasi dengan alat
6. Kekuatan otot bantu
meningkat - Fasilitasi melakukan
7. Rentang gerak pergerakan
meningkat Edukasi
8. Kelemahan - Jelaskan tujuan dan
fisik menurun prosedur mobilisasi
- Ajarkan melakukan
mobilisasi dini.
3 Gangguan integritas kulit Setelah diberikan Perawatan integritas kulit
Penyebab : asuhan keperawatan Observasi
1. Perubahan sirkulasi selama …x… jam - Identifikasi penyebab
2. Perubahan status nutrisi diharapkan gangguan integritas
3. Penurunan mobilitas perawatan diri kulit
4. Kekurangan/kelebihan meningkat dengan Terapeutik
volume cairan kriteria hasil : - Ubah posisi setiap 2
5. Perubahan hormonal 1. Kerusakan jam
lapisan kulit - Lakukan pemijatan
menurun pada area penonjolan
2. Nyeri menurun tulang
3. Kemerahan - Bersihkan perineal
menurun dengan air hangat
4. Nekrosis Edukasi
menurun - Anjurkan
5. Tekstur menggunakan
membaik pelembab
- Anjurkan minum air
yang cukup
- Anjurkan
meningkatkan asupan
nutrisi
Referensi

Potter & Perry. 2005.Fundamental Keperawatan Konsep, proses, dan


praktik.Volume 1. Jakarta : EGC.
Asmadi. 2008. Tehnik Prosedural Keperawatan: Konsep Aplikasi Kebutuhan
Dasar Klien. Jakarta : Salemba Medika.
A.Azis Alimul Hidayat& Musrifatul Uliyah. 2012. Buku Ajar Kebutuhan Dasar
Manusia ( KDM ), Pendekatan Kurikulum Berbasis Kompetensi. Surabaya :
Health Books Publishing.
Kozier, et al. 2010. Buku Ajar Fundamental Keperawatan: Konsep, Proses dan
Praktik.
Jakarta : EGC
T. Heatrher Herdman, Shigemi Katmisuru.2015.Diagnosa Keperawatan Definisi
& Klasifikasi 2015-2017.E.10.Jakarta : EGC
Gloria M.Bulechek, Howard K.Butcher.Dkk.2016. Nursing Intervensi
Classification (NIC).E.6.Elsevier.
Sue Moorhead, Marion Johnson, Dkk.2016. Nursing Outcomes Classification
(NOC).E.5.Elsevier.

Anda mungkin juga menyukai