Anda di halaman 1dari 48

ASUHAN KEPERAWATAN PADA NY.

R DENGAN DIAGNOSIS MEDIS


TONSILITIS KRONIK DI RUANG PERAWATAN BAJI DAKKA RSUD
LABUANG BAJI MAKASSAR

OLEH:
KELOMPOK 8

UTHAMI CITRA LESTARI R014212014


ANNISA RAMADHANI BAHARUDDIN R014212025
FAJRI ASHARI A. R014212036
CECE KIRANI ARMIN R014212044
ARDIYANSYAH NOCH R014212001

PRAKTIK PROFESI KEPERAWATAN MEDIKAL BEDAH II


PROGRAM STUDI PROFESI NERS
FAKULTAS KEPERAWATAN
UNIVERSITAS HASANUDDIN
MAKASSAR
2022
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Tonsilitis adalah peradangan tonsil palatina yang merupakan bagian dari

cincin Waldeyer. Cincin Waldeyer terdiri dari beberapa bagian organ limfa yang

terdapat didalam rongga mulut yaitu tonsil faringeal, tonsil palatina, tonsil lingual

dan tonsil tuba Eustachius. Penyebaran infeksi melalui udara , tangan dan ciuman.

Biasanya terjadi pada semua usia terutama pada anak (Soepardi, Iskandar,

Bashiruddin, & Restuti, 2017). Tonsilitis merupakan bagian dari infeksi saluran

pernafasan akut (ISPA) (Kepmenkes RI, 2018). Tonsilitis adalah penyakit yang

umum dan sekitar 1,3% dari kunjungan rawat jalan. Ini sebagian besar merupakan

hasil dari infeksi virus atau bakteri. (Meegalla & Downs, 2022) (Masters, Zezoff,

& Lasrado, 2022). 

Berdasarkan hasil survey selama 10 tahun (periode 2003-2012) di

Norfolk and Norwich University Hospital sebanyak 3.936 pasien dilakukan

tonsilektomi yang terdiri dari 1.501 (38%) orang dewasa dan 2.345 (62%) anak-

anak. Selama periode yang sama, 5.627 pasien dirawat dengan tonsilitis, dimana

2.376 adalah orang dewasa (42%) dan 3.251 adalah anak-anak (58%) (Millington

& Phillips, 2014).

Tonsilitis kronis merupakan penyakit yang paling sering terjadi dari

semua penyakit tenggorok yang berulang. Tonsilitis kronis umumnya terjadi

akibat komplikasi tonsilitis akut, terutama yang tidak mendapat terapi adekuat.

Selain pengobatan tonsilitis akut yang tidak adekuat, faktor predisposisi timbulnya
tonsilitis kronis lain adalah higien mulut yang buruk, kelelahan fisik dan beberapa

jenis makanan (Maulana Fakh, Novialdi, & Elmatris, 2016).

Keluhan utama yang dinyatakan penderita tonsilitis kronis beragam

karena gejala tonsilitis kronis bervariasi, gejala lokal yaitu rasa tidak nyaman pada

tenggorokan akibat adanya pembesaran ukuran tonsil sehingga ada rasa

mengganjal di tenggorok, susah menelan dan nyeri atau sakit menelan karena

radang tonsil yang berulang. Gejala sistemis yaitu rasa tidak enak badan, nyeri

kepala, demam, nyeri otot dan persendian. Gejala klinis yaitu tonsil dengan kripta

melebar, plika tonsilaris anterior hiperemis, pembengkakan kelenjar limfe

regional dan hipertrofi tonsil yang dapat menyebabkan obstructive sleep apnea

(OSA) dengan gejala mendengkur/ mengorok ketika tidur, terbangun tiba-tiba

karena sesak atau henti nafas, sering mengantuk, gelisah, perhatian berkurang dan

prestasi belajar menurun (Mustofa, Susanti, & Aziza, 2020).

Laporan kasus ini berfokus pada asuhan keperawatan pasien dengan

diagnosa tonsilitis kronis di ruang perawatan Baji Dakka RSUD Labuang Baji

Makassar.

B. Tujuan

1. Untuk mengetahui konsep penyakit tonsilitis

2. Untuk mengetahui asuhan keperawatan pada pasien dengan tonsilitis

3. Untuk mengetahui kesesuaian/kesenjangan antara konsep dan praktik di RS


BAB II

KONSEP KEPERAWATAN

A. Asuhan Keperawatan Teori

1. Konsep Penyakit

a. Definisi
Tonsil (amandel) terdiri dari jaringan limfatik dan terletak di setiap
sisi orofaring. Tonsil palatina dan tonsil lingual masing-masing terletak di
belakang pilar tenggorokan dan lidah. Mereka sering menjadi tempat
infeksi akut (tonsilitis). Tonsilitis (radang amandel) adalah penyakit yang
umum dan merupakan 1,3% dari kunjungan rawat jalan (Hinkle & Cheever,
2017).
b. Etiologi
Tonsilitis umumnya merupakan hasil dari infeksi, yang mungkin
virus atau bakteri. Etiologi virus adalah yang paling umum. Penyebab virus
yang paling umum biasanya yang menyebabkan flu biasa, termasuk
rhinovirus, respiratory syncytial virus (RSV), adenovirus, dan coronavirus.
Infeksi bakteri biasanya disebabkan oleh grup A beta-hemolytic
Streptococcus (GABHS), tetapi Staphylococcus aureus, Streptococcus
pneumoniae, dan Haemophilus influenza juga dapat menyebabkannya
(Andeson & Paterek, 2021).
c. Manifestasi klinis
Gejala tonsilitis meliputi sakit tenggorokan, demam, dan disfagia
(sulit menelan). Selain itu, tonsilitis juga dapat menyebabkan halitosis
(napas busuk), mendengkur, dan odinofagia (nyeri saat menelan)
(Alasmari, Bamashmous, & Alshuwaykan, 2017).
d. Penatalaksanaan medis
Beberapa penatalaksanaan medis yang diberikan pada pasien tonsilitis,
antara lain :
1) Antibiotik
Antibiotik seperti penicilin merupakan pilihan pengobatan yang
digunakan khususnya pada tonsilitis yang disebabkan oleh bakteri
(Alotaibi, 2017).
2) Analgesik
Analgesik diberikan pada pasien dengan nyeri tenggorokan yang
disebabkan oleh tonsilitis. Analgesik seperti non steroidal anti
inflamatory drugs (NSAIDs) memiliki efektifitas yang tinggi dan
memiliki efek samping yang minimal. Beberapa analgesik yang
diberikan seperti ibuprofen, diklofenak, dan ketorolac (Alotaibi,
2017).
3) Tonsilektomi
Tonsilektomi adalah prosedur pengangkatan tonsil dengan atau tanpa
pengangkatan kelenjar adenoid. Tonsilektektomi dilakukan
khususnya pada pasien dengan tonsilitis kronis (Alotaibi, 2017).
Indikasi tonsilektomi dibedakan menjadi 2 , yaitu :
a) Indikasi Relatif
Pasien mengeluhkan adanya infeksi berulang (Yuliyani, et al.,
2022). Terjadi 3 kali atau lebih infeksi tonsil pertahun. Infeksi
tonsil tidak membaik dengan pemberian antibiotik (Srikandi,
Sutanegara, & Sucipta, 2015).
b) Indikasi Absolut
Pasien mengeluhkan adanya kesulitan bernapas, kesulitan
menelan dan gangguan tidur (mengorok) (Yuliyani, et al., 2022).
Indikasi absolut ditandai dengan adanya pelebaran pada kripta
tonsil yang berisi detritus. Selain itu, ditemukan hipertrofi tonsil
yang menyebabkan sumbatan jalan napas atas, kesulitan menelan,
gangguan tidur dan abses peritonsiler (Srikandi, Sutanegara, &
Sucipta, 2015).
4) Kriptolisis
Kriptosis merupakan metode untuk menyusutkan tonsil dengan cara
memeberikan suhu panas atau dingin pada jaringan tonsil secara
interstisial. Akibatnya, jaringan tonsil akan membentuk jaringan
parut dan menyusut (Alotaibi, 2017).
5) Adenoidectomi
Adenoidectomi yaitu prosedur pengangkatan seluruh adenoid melalui
orofaring atau melalui lubang hidung menggunakan endoskopi
(Rusmarjono & Kartoesoediro, 2007).
e. Prognosis
Secara umum, pasien tonsilitis memiliki prognosis jangaka panjang
yang baik dan tanpa komplikasi . Sebagian besar kasus adalah infeksi yang
dapat sembuh sendiri karena di pengaruhi oleh gejala sisa yang minimal.
Selain itu, hal tersebut juga dipengaruhi oleh dukungan pengobatan seperi
analgesik dan antibiotik serta hidrasi mulut (Anderson & Paterek, 2021).
Sebagian besar tonsilitis virus sembuh dalam 7-10 hari, sedangkan tonsilitis
bakteri dengan terapi antibiotik sesuai mulai membaik dalam 24-48 jam.
Pemberian atau pemilihan terapi antibiotik dalam penatalaksanaan tonsilitis
perlu memperhatikan bakteri penyebab sesuai dengan bukti empiris yang
ada, sehingga akan dapat mengurangi resistensi bakteri terhadap antibiotik.
Pada beberapa kasus, tonsillitis dapat menjadi sumber infeksi serius seperti
glomerulonefritis atau demam rematik. Oleh karena itu diperlukan
penanganan yang tepat pada penyakit ini (Yuliyani, E. A. Nuaba, G. A.
Ratnawati, M. L., Setiawan, E. P. 2015). Morbiditas dapat meningkat jika
tonsilitis berulang sehingga mengganggu aktivitas dalam sekolah dan
bekerja (Georgalas, 2014)
Tonsilitis berulang atau rekuiren yang disebut tonsilitis kronik.
Adapun Faktor predisposisi timbulnya tonsilitis kronik ialah rangsangan
yang menahun dari rokok, berbagai jenis makanan, higiene mulut yang
buruk, pengaruh cuaca, kelelahan fisik dan pengobatan tonsilitis akut yang
tidak adekuat Jika gejala mengganggu pasien dan berulang dengan selang
waktu yang sering walaupun terapi sudah adekuat, atau pasien mempunyai
tanda infeksi pada daerah yang jauh dalam tubuh yang disebabkan oleh
fokal infeksi di tonsil, untuk itu dapat dilakukan pengangkatan tonsil atau
tonsilektomi (Soraya, A. A. D, 2012).
f. Pemeriksaan penunjang
Diagnosis tonsilitis didasarkan pada hasil anamnesis, pemeriksaan fisik dan
pemeriksaan penunjang. Pemeriksaan penunjang tonsilitis meliputi:
1. Swab Tenggorokan
2. Foto polos nasofaring lateral
3. Pasca operasi: Pemeriksaan histopatologi jaringan tonsil dan/atau
adenoid apabila dicurigai keganasan (Rusmarjono & Kartoesoediro, 2007).

2. Konsep Asuhan Keperawatan

a. Pengkajian

Pengkajian keperawatan merupakan tahapan dalam mengidentifikasi


data-data, mengumpulkan informasi yang berkesinambungan secara terus-
menerus terhadap kondisi pasien/klien (Harefa, 2019). Menurut (Raharjo,
2018), pengkajian keperawatan meliputi :
a. Identitas
- Identitas pasien : Nama, umur, tempat tanggal lahir, jenis kelamin,
alamat, pekerjaan, suku/bangsa, agama, status perkawinan, tanggal
masuk rumah sakit (MRS), nomor register, dan diagnosa medik.
- Identitas penanggungjawab : Nama, umur, jenis kelamin, alamat,
pekerjaan, serta status hubungan dengan pasien.
b. Keluhan utama
- Demam : subfebris, febris (40-41°C) hilang timbul, sehingga pasien
tidak pernah terbebas dari demam influenza. Keadaan ini sangat
dipengaruhui oleh daya tahan tubuh pasien
- Radang tenggorokan
- Kesulitan menelan (disfagia) atau sakit saat menelan
- Tubuh lemas atau kelelahan (fatigue)
c. Riwayat penyakit sekarang
Pengkajian yang mendukung keluhan utama dengan memberikan
pertanyaan tentang kronologi keluhan utama pada pasien, seperti
munculnya radang pada tenggorokan, batuk, dan nyeri pada saat
menelan. Tanyakan juga gajala-gejala lain yang mengganggu pasien.
d. Riwayat penyakit dahulu
Untuk mengetahui riwayat penyakit dahulu tanyakan kepada
pasien apakah pasien sebelumnya menderita nyeri pada tenggorokan, dll.
Tanyakan juga obat-obatan yang biasanya diminum oleh pasien pada
masa lalu untuk mengurangi rasa nyeri yang dirasakan, yang mungkin
masih relevan.
e. Riwayat penyakit keluarga : Mengkaji adanya anggota generasi terdahulu
yang menderita penyakit tonsillitis atau mandel.
f. Riwayat pengobatan sebelumnya
- Kapan pasien mendapatkan pengobatan yang berhubungan dengan
penyakitnya
- Jenis, warna dan dosis obat yang diminum oleh pasien
- Berapa lama pasien menjalani pengobatan sehubungan dengan
penyakitnya
- Kapan pasien mendapatkan pengobatan terakhir dari pihak
puskesmas atau rumah sakit
g. Riwayat psikososial
Menjelaskan tentang sistem pendukung biasanya dari pasangan,
anak, anggota keluarga lain atau teman dekat. Riwayat psikososial
meliputi informasi mengenai respon bagaimana pasien dan keluarga
menghadapi tekanan yang dialami (Perry dan potter, 2010).
h. Pemeriksaan fisik
- Integritas ego : perasaan takut, khawatir dan ansietas, pucat, dan
berkeringat
- Makanan atau cairan : kesulitan menelan, mudah terdesak, membran
mukosa kering
- Nyeri atau kenyamanan : nyeri pada daerah tenggorokan saat
digunakan untuk menelan makanan/minuman, dan penyebaran nyeri
sampai ke telinga
- Tonsil membesar dan berwarna kemerahan
- Terdapat nyeri tekan, adanya pembengkakan pada kelenjar limfe
Head to toe
Adapun pemeriksaan head to toe yang dilakukan pada penyakit
tonsillitis, antara lain sebagai berikut :
a. Kepala : bentuk , kesimetrisan
b. Mata: konjungtiva: anemis, ikterik atau tidak ?
c. Mulut: apakah ada tanda infeksi ?
d. Telinga : kotor atau tidak, ada serumen atau tidak, kesimetrisan
e. Muka; ekspresi, pucat
f. Leher: apakah ada pembesaran kelenjar tiroid dan limfe
g. Dada: gerakan dada, deformitas
h. Abdomen : Terdapat asites, hati teraba dibawah arkus kosta kanan
i. Ekstremitas: lengan-tangan:reflex, warna dan tekstur kulit, edema,
clubbing, bandingakan arteri radialis kiri dan kanan.
b. Diagnosis dan Rencana Keperawatan

No. Diagnosa keperawatan Outcome Intervensi


1. Nyeri Akut (D.007) Setelah dilakukan intervensi Manajemen nyeri (I.08236)
Kategori: psikologis keperawatan diharapakan Tingkat Observasi
Subkategori: nyeri dan kenyamanan nyeri pasien dapat menurun  Identifikasi lokasi,
dengan kriteria hasil: karakteristik, durasi,
Penyebab  Keluhan nyeri berkurang frekuansi, kualitas,
 Agen pencedera fisiologis (mis. infarmasi, lakemia,  Gelisah berkurang intensitas nyeri
neoplasma)  Tidak mengalami kesulitan  Identifikasi skala nyeri
 Agen pencedera fisik (mis.abses, amputasi, tidur karena nyeri  Identifikasi respon nyeri
terbakar, terpotong, mengangkat berat, prosedur  Meringis menurun non verbal
operasi, trauma, latihan fisik berlebihan)  Frekuensi nadi membaik Teraputik
Gejala dan tanda mayor:  Berikan teknik non
 Pola napas membaik
 Mengeluh nyeri farmakologi untuk
Setelah dilakukan intervensi
 Tampak meringis keperawatan diharapakan Kontrol mengurangi rasa nyeri
 Gelisah nyeri pasien dapat meningkat  Kontrol lingkungan yang
 Frekuensi nadi meningkat dengan kriteria hasil: memperberat rasa nyeri
 Sulit tidur  Melaporkan nyeri Edukasi
Gejala dan tanda minor: terkontrol  Ajarkan teknik non
 Pola napas berubah  Kemampuan menggunakan farmakologi untuk
Kondisi klinis terkait: teknik nonfarmakologi mengurangi nyeri
 Kondisi pembedahan (SLKI, 2017) Kolaborasi

 Infeksi  Kolaborasi pemberian


(SDKI, 2017) analgetik
(SIKI, 2017)
2. Hipertemia (D.0130) Setelah dilakukan intervensi Perawatan demam (3740 )
Kategori: Lingkungan keperawatan diharapakan Observasi:
Subkategori: Keamanan dan proteksi termoregulasi pasien membaik  Monitor suhu tubuh dan
dengan kriteria hasil: tanda-tanda vital lainnya
Penyabab: Proses penyakit  Suhu tubuh dalam rentang  Monitor warna kulit dan
Gejala dan tanda mayor: normal suhu
 Suhu tubuh di atas nilai normal  Tidak menggigil  Monitor asupan dan
Gejala dan tanda minor:  Suhu tubuh membaik keluaran cairan
 Takikardi  Takikardi menurun Terapeutik:
 Takipnea  Takipnea menurun  Tutup pasien dengan
 Kulit terasa hangat  Suhu kulit membaik selimut hangat (pada fase
Kondisi klinis terkait: proses infeksi (SLKI, 2017) dingin), berikan pakaian
(SDKI, 2017) atau linen ringan (pada
fase demam dan fase
bergejolak/flush)
 Fasilitasi istirah
 Beri kompres hangat
Edukasi:
 Dorong untuk konsumsi
cairan
Kolaborasi:
 Kolaborasi pemberian
cairan dan elektrolit
inravena
 Kolaborasi pemberian
obat antipiretik, anti
menggigil atau antibiotik
(NIC, 2018)
3. Bersihan Jalan Napas Tidak Efektif (D.0001) Setelah dilakukan intervensi Manajemen Jalan Napas
Kategori: fisiologis keperawatan bersihan jalan (I.01011)
Subkategori: respirasi napas pasien meningkat dengan Observasi :
kriteria hasil:  Monitor pola napas
Penyebab: Hiperplasia dinding jalan napas.  Mengi atau wheezing (frekuensi, kedalaman,
Gejala dan tanda mayor : berkurang usaha napas)
 Mengi, wheezing dan / atau ronkhi kering.  Dyspnea berkurang  Monitor bunyi napas
Gejala dan Tanda Minor.  Ortponea berkurang tambahan (mis; gurgling,
 Dispnea.  Gelisa berkurang mengi, wheezing, ronkhi
 Ortopnea.  Frekuansi napas normal kering)

 Gelisah.  Pola napas normal  Monitor sputum (jumlah,

 Frekuensi napas berubah. warna, aroma)

 Pola napas berubah. Terapeutik :

Kondisi Klinis Terkait : Infeksi saluran Napas.  Posisikan semi fowler atau

(SDKI, 2017) fowler


 Lakukan penghisapan lendir
kurang dari 15 detik
 Berikan oksigen, jika perlu
Edukasi :
 Ajarkan teknik batuk efektif
Kolaborasi :
 Kolaborasi pemberian
bronkodilator, ekspektoran,
mukolitik, jika perlu
4. Gangguan Menelan (D.0062) Setelah dilakukan intervensi Dukungan Perawatan Diri:
Kategori: Fisiologis keperawatan status menelan Makan/Minum (I.11351)
Subkategori: Neurosensor pasien membaik dengan kriteria Observasi :
hasil:  Monitor kemampuan
Penyebab: Abnormalitas orofaring, Obstruksi mekanis  Usaha menelean meningkat menelan
Gejala dan Tanda Mayor  Mempertahankan makanan  Monitor status hidrasi
 Mengeleuh sulit menelan dimulut meningkat pasien, jika perlu
 Makanan tertinggal di rongga mulut  Penerimaan makanan Terapeutik :
Gejala dan Tanda Minor membaik  Atur posisi yang nyaman
 Waktu makan lama untuk makan/minum
 Porsi makan tidak habis  Berikan bantuan saat
(SDKI, 2017) makan/minum sesuai tingkat
kemandirian, jika perlu
Kolaborasi :
 Kolaborasi pemberian obat
(mis; analgesik, antiemetik),
sesuai indikasi

5. Risiko Defisit Nutrisi (D. 0032 ) Setelah dilakukan intervensi Manajemen Nutrisi (I.03119)
Kategori: Fisiologis keperawatan masalah Status Observasi :
Subkategri: Nutrisi dan cairan nutrisi pasien membaik dengan  Monitor asupan makanan
Faktor risiko: kriteria hasil:  Monitor mual dan
 Ketidakmampuan menelan makanan  Porsi makan yang muntah
 Faktor psikologis (mis. stres, keenganan untuk dihabiskan meningkat Terapeutik :
makan)  Kekuatan ototo menelan  Lakukan oral hygiene
Kondisi klinis terkait: Infeksi meningkat sebelum makan
 Frekuensi makan Edukasi :
(SDKI, 2017) meningkat  Anjurkan posisi duduk
 Nafsu makan membaik saat makan, jika mampu
Kolaborasi :
 Kolaborasi pemberian
medikasi antiemetik
6. Gangguan Rasa Nyaman (D.0074) Setelah dilakukan tindakan Terapi Relaksasi (I.09326)
Kategori: Psikologis keperawatan diharapkan status Observasi :
Subkategori: Nyeri dan kenyamanan kenyamanan klien dapat  Identifikasi penurunan
meningkat dengan kriteria hasil: tingkat energi,
Penyebab: Gejala penyakik  Keluhan tidak nyaman ketidakmampuan
Gejala dan tanda mayor: menurun berkonsentrasi, atau gejala
 Mengeluh tidak nyaman  Gelisah menurun lain yang mengganggu
 Gelisah  Keluhan sulit tidur menurun kemampuan kognitif
Gejala dan tanda minor:  Merintih menurun Terapeutik :
 Mengeluh sulit tidur  Gunakan relaksasi sebagai
 Tampak merintih strategi penunjang dengan
 Tidak mampu rileks analgetik atau tindakan medis
Kondisi klinis terkait: penyakit kronis lain
(SDKI, 2017) Edukasi :
 Jelaskan tujuan terapi
relaksasi
 Demonstrasikan dan latih
teknik relaksasi (napas
dalam)
7. Risiko Perdarahan (D.0012 ) Setelah dilakukan tindakan Pencegahan Perdarahan
Kategori: Fisiologis keperawatan diharapkan tingkat (I.02067)
Subkategori: Sirkulasi perdarahan dapat menurun Observasi :
dengan kriteria hasil:  Monitor tanda dan gejala
Faktor risiko:  Perdarahan pasca operasi perdarahan
 Tindakan pembedahan. menurun Terapeutik :
 Kurang terpapar informasi tentang pencegahan  Tekanan darah dalam  Pertahankan bed rest selama
pencegahan perdarahan. rentang normal perdarahan
Kondisi terkait: Tindakan Pembedahan.  Batasi tindakan invasive,
(SDKI, 2017) jika perlu
Edukasi :
 Jelaskan tanda dan gejala
perdarahan
 Anjurkan segera melapor
jika terjadi perdarahan
Kolaborasi :
 Kolaborasi pemberian obat
pengontrolan perdarahan,
jika perlu
B. Web of Caution (WOC)
BAB III

LAPORAN KASUS

A. Pengkajian

PENGKAJIAN KEPERAWATAN MEDIKAL BEDAH (KMB)


Nama/RM : Ny. R / 399495
Jenis Kelamin : P
Umur : 46 Tahun
Ruangan : Baji Dakka
Data Pengkajian
Tanggal : 29 Februari 2022 S : 38,1⁰C, P : 20 x/mnt, N : 88 x/mnt, SaO2 : 97%
TD : 100/70 mmHg
Cara dengan : Cara Ukur : ⃝ Berdiri ⃝ Berbaring ⃝ Duduk
⃝ Jalan kaki ⃝ Kursi roda
⃝ Brankard ⃝ Lainnya :
Datang melalui : TB : 145 cm BB : 50 kg IMT : 23,7 kg/m2
⃝ UGD ⃝ Poliklinik : THT
⃝ OK ⃝ Lainnya :
Diagnosa Masuk : Tonsilitis kronik
Diagnosis Medis : Tonsilitis kronik
Keluhan utama : Pasien mengatakan nyeri tenggorokan, nyeri bertambah saat menelan, ±1 menit,
terasa perih dan mengganjal pada tenggorokan , skala nyeri 3
Riwayat Keluhan : Rasa mengganjal di tenggorokan, nyeri saat menelan dan kadang-kadang
kesulitan menelan dialami sejak 1 tahun yang lalu dan memberat 1 minggu sebelum masuk rumah
sakit
Riwayat Alergi : Ada/ Tidak
⃝ Makanan laut : udang ⃝ Udara dingin ⃝ Obat : ⃝ Debu: ⃝ Lainnya :
Penggunaan alat bantu : Ya/ Tidak
⃝ Kacamata: ⃝ Alat bantu dengar: ⃝ Gigi palsu : ⃝ Kruk/walker/kursiroda: ⃝ Lainnya :
Riwayat Pasien
Riwayat penyakit : Ya/Tidak
⃝Hipertensi ⃝ PPOK : ⃝ Diabetes : ⃝Kanker:
⃝ Penyakit jantung ⃝Asma : ⃝ Hepatitis : ⃝ Stroke:
⃝ TB : ⃝ Gangguan mental : Tidak ⃝ Lainnya :
Riwayat operasi : Ya/Tidak Ket : Operasi sesar 25 tahun yang lalu
Merokok : Ya/ Tidak
Konsumsi alcohol : Ya/Tidak
Riwayat Penyakit Keluarga
⃝ Hipertensi : ⃝ PPOK : ⃝ Diabetes : ⃝ Kanker:
⃝ Penyakit jantung : ⃝ Asma: ⃝ Hepatitis : ⃝ Stroke
⃝ TB : ⃝ Gangguan mental : ⃝ Lainnya :
Psikososial/Ekonomi
Status pernikahan : ⃝ Belum menikah ⃝ Menikah ⃝ Janda/duda
Keluarga : ⃝ Tinggal bersama keluarga ⃝ Tinggal sendiri
Tempat tinggal : ⃝ Rumah ⃝ Panti ⃝ Lainnya :
Pekerjaan : ⃝ ASN ⃝ Wiraswasta ⃝ Pensiunan ⃝ Lainnya :
Status emosi : ⃝Kooperatif ⃝ Tidak kooperatif
Pengalaman hospitalisasi :Ya/Tidak
Keterangan : Dirawat saat operasi sesar 25 tahun yang lalu
Sumber informasi : ⃝ Pasien ⃝ Keluarga ⃝ Lainnya
Pemeriksaan Fisik (Ceklist pada bagian yang tidak normal)
⃝Gangguan Penglihatan : Pasien mengatakan tidak memiliki gangguan pada penglihatan
⃝Gangguan pendengaran : Pasien mengatakan tidak memiliki gangguan pada pendengaran
⃝ Gangguan penciuman : Pasien mengatakan tidak memiliki gangguan pada penciuman
⃝Kemerahan : ⃝Bengkak: ⃝Drainase:
⃝Nyeri : pada tenggorokan ⃝Lesi:
Catatan :
THT

Hasil pemeriksaan fisik (29/03/2022) :

- Tonsil tampak T3-T2 : Tonsil kiri membesar dan melebihi pilar tonsil, sedangkan
tonsil kanan membesar dan mencapai pilar tonsil
- Kripta tampak melebar

⃝Asimetri: ⃝ Takipnea : ⃝ Crackles :


⃝Kanan atas/bawah : ⃝ Kiri atas/bawah:
RESPIRASI

⃝Bentuk dada: Simetris ⃝ Bradipnea :


⃝ Batuk : ⃝Dispnea ⃝Sputum-warna : Kuning
⃝Wheezing: ⃝Kanan atas/bawah :
⃝ Kiri atas/bawah: ⃝ Modulasi O2 via :
Catatan : Tidak ditemukan kelainan pada sistem respirasi
⃝ Takikardi : ⃝ Iregular:
KARDIOVASKULER

⃝ Tingling: ⃝ Edema:
⃝ Bradikardi : ⃝ Murmur:
⃝ Mati rasa : ⃝ Nadi tidak teraba:
Catatan : Tidak ditemukan kelainan pada sistem kardiovaskular

⃝ Distensi : ⃝ Hipoperistaltik :
GASTROINTESTIN

⃝ Anoreksia: ⃝ Diare: ⃝ Inkontinensia:


⃝ Rigiditas: ⃝ Hiperperistaltik : ⃝ Disfagia :
⃝ Konstipasi ⃝ Ostomi:
AL

⃝ Diet khusus: ⃝ Intoleransi diet:


Catatan : Tidak ada kelainan pada sistem ini

⃝ Penurunan BB > 10% satu bulan terakhir: ⃝ Dekubitus :


NUTRISI

⃝ Perubahan nafsu makan lebih dari 3 hari ⃝ TPN/PPN/tube feeding:


⃝Diare-frekuensi : ⃝Malnutrisi :
Catatan : Tidak ada kelainan pada sistem ini

⃝ Disuria : ⃝ Hesitansi : ⃝ Nokturia :


GENITOURINARI/

⃝ Folley ⃝ Menopause : ⃝ Lendir:


GINEKOLOGI

⃝ Frekuensi : ⃝ Inkontinensia ⃝ Hematuria :


⃝ Urostomy : ⃝ Kehamilan:
Catatan : Tidak ditemukan kelainan pada sistem ini
⃝ Konfusi : ⃝ Sedasi: ⃝ Pupil non reaktif:
NEUROLOGI ⃝ Vertigo: ⃝ Tremor : ⃝ Tidak seimbang:
⃝ Koma : ⃝ Letargi : ⃝ Afasia:
⃝ Sakit kepala : ⃝ Mati rasa : ⃝ Paralise:
⃝ Semi-koma : ⃝ Suara serak : ⃝ Seizure :
⃝ Tingling : ⃝ Kelemahan:
Catatan : Tidak ditemukan kelainan pada sistem ini

⃝ Bengkak : pada leher ⃝ Diaforesis: ⃝


Lembab:
⃝ Prosthesis : ⃝ Warna kulit : ⃝ Kulit teraba hangat

⃝ Atrofi/deformitas: ⃝ Drainase⃝ Turgor buruk : ⃝ Teraba dingin :

Gambaran area luka dan jelaskan karakteristik luka (Gambarkan lukanya)


INTEGUMEN

Catatan :

Kondisi Fisik 1. Sangat 2. Buruk 3. Sedang 4


buruk 4. Baik
NORTON SCALE (Skin Risk

Kondisi 1. Stupor 2.Konfusi 3. Apatis 4


4. Sadar
mental
Aktivitas 1. Ditempat 2.Kursi roda 3. Jalan dengan 4
Assessment)

4. Jalan
tidur bantuan
Sendiri
1. Tidak 2.Sangat terbatas 3. Agak 4. Bebas 3
Mobilitas mampu terbatas bergerak
bergerak
Inkontinensia 1.Inkontinen 2.Selalu 3. Kadang-
urin dan alvi inkontinen kadang
urin inkontinen 4. T i d a k 4
urin Inkontinen
Ket :
⃝ < 12 : Resiko tinggi decubitus , ⃝ 12-15 Resiko sedang
Skor 19
dekubitus,
⃝16-20 : Resiko rendah
Mengendalikan 0.Perlu pencahar 1.Kadang perlu 2. Mandiri
(Functional
BARTEL

rangsang BAB pencahar 2


INDEX

Mengendalikan 0. Pakai kateter 1. Kadang tak 2. Mandiri


rangsang BAK terkendali
2
Membersihkan 0. Butuh bantuan 1. Mandiri
diri 1
Melepas dan 0.Tergantung 1.Tergantung pada 2.Mandiri
memakai celana, orang lain pada beberapa kegiatan
membersihkan, setiap kegiatan 2
menyiram
jamban
memakai celana,
membersihkan,
Status Assassment)

menyiram
jamban
Makan 0. Tidak mampu 1. Perlu dibantu 2.Mandiri
memotong makanan 2
Berubah posisi 0. Tidak mampu 1. Dibantu lebih 2.Dibantu 1
dari berbaring dari 2 orang 3. Mandiri 3
keduduk atau 2 orang
Berpindah/ 0. Tidak mampu 1. Dengan kursi 2. dibantu
3. mandiri 3
berjalan roda
1orang
Memakai baju 0. Tergantung 1. Sebagian 2.Mandiri 2
dibantu
Naik turun 0. Tidak mampu 1. Sebagian 2.Mandiri 2
tangga dibantu
Mandi 0. Tergantung 1. mandiri 1

Ket: ⃝ 20 = Mandiri ⃝ 12-19 = Ketergantungan ringan


⃝ 9-11 = Ketergantungan sedang ⃝ 5-8 = Ketergantungan berat Total Skor 20
⃝ 0-4 = ketergantungan total
Riwayat jatuh 3 bulan Terakhir Tidak = 0 Ya = 25 0

Diagnosis medis skunder > 1 Tidak = 0 Ya = 15 0


FALL RISK

Dibantu Penopang = 15 Furniture = 30


Alat bantu jalan 0
orang = 0
Menggunakan infus Tidak = 0 Ya = 25 25

Cara berjalan/berpindah Bed rest = 0 Lemah = 15 Terganggu = 30 15


Orientasi Orientasi tidak
Status mental sesuai = 0 sesuai = 15 0
Ket: ⃝ 0-24 : Tidak beresiko, ⃝ 25-50 : Resiko rendah,
⃝ > 50 : Resiko tinggi
Total Skor 40

Skala nyeri : ⃝ Skala angka : 3 ⃝ Face scale

Lokasi : Leher
NYERI

Onset : nyeri bertambah pada saat menelan

Paliatif : Tonsilitis kronis


Kualitas : Terasa perih dan mengganjal di tenggorokan
Medikasi :
Efek nyeri :
⃝ Hubungan relasi ⃝ Tidur ⃝ Nafsu makan ⃝ Aktivitas ⃝ Emosi ⃝ Lainnya :
Obat Dosis/Rute Tujuan Cara Kerja Obat
Ceftriaxone 100gr/12 jam/IV Golongan antibiotik Obat ini bekerja dengan cara
untuk mengatasi infeksi
berdifusi kedalam bakteri,
bakteri khususnya padamenghambat sintesis protein
saluran pencernaan dan berinteraksi dengan DNA
sehingga struktur DNA
kehilangan satu heliks yang
menyebabkan terjadinya
kerusaan DNA bakteri. Oleh
karna itu dapat menyebabkan
kematian sel bakteri penyebab
penyakit.
Asam Traneksamat 1 Ampul/12jam/IV Golongan obat anti Obat ini bekerja dengan cara
CMEDIKASI

fibrinolitik untuk menghambat proses


mengobati dan fibrinolisin (pembentukan
mencegaah kehilangan plasminogrn mrenjadi plasmin)
darah seperti perdarahan sehingga dapat mencegah
saat pembedahan degradasi fibrin, pemecahan
trombosit, dan pemecahan
faktor koagulasi

Dexametasone 1 Ampul/12 jam/IV Golongan obat Obat ini bekeja dengan cara
kortikosteroid untuk berikatan dengan reseptor
mengatasi peradangan glukokortikoid di sitoplasma
khususnya pada penyakit dan berikatan dengan DNA
yang disebabkan oleh virus/bakteri sehingga terjadi
infeksi modifikasi transkripsi dan
virus/bakteri/jamur sintesis protein. Akibatnya
infiltrasi leukosit terhambat,
mediator inflamasi terganggu
dan edema jaringan berkuang
Ketorolac 1 Ampul/8jam/IV Golongan obat anti Obat ini bekerja dengan cara
inflamasi non steroid menghambat kerja enzim
(OAINS) untuk siklooksigenasi (COX) yang
mengatasi nyeri sedang berperan dalam pembentukan
hingga nyeri berat prostaglandin . sehingga
setelah prosedur produksi prostaglandin
pembedahan berkurang dan rasa sakit pun
akan berkurang.
Prostaglandin yaitu zat yang
dapat memicu rasa nyeri ,
peradangan dan demam
Ranitidine 1 Ampul/8 jam/IV Golongan obat untuk Obat ini bekeja dengan cara
mengobati gejala menghambat sekresi asam
peningkatan produksi lambung
asam lambung berlebih
PEMERIKSAAN PENUNJANG

B. Analisa Masalah Keperawatan

Identitas Pasien
Nama : Ny. R
Umur : 46 Tahun
Ruangan : Ruang Perawatan Baji Dakka kamar 315

N DATA PENGKAJIAN MASALAH KEPERAWATAN


O
1 DS : Nyeri Akut berhubungan
- Pasien mengatakan merasa dengan agen cedera fisik
nyeri pada area tenggorokan prosedur operasi
- Pasien mengeluh nyeri (SDKI: D.0077)
bertambah saat menelan
- Pasien merasakan ada yang
mengganjal di tenggorokan
DO :
- Pengkajian Nyeri
P : Terputusnya kontinuitas
jaringan setelah post operasi
tonsilektomi
Q : Terasa perih dan dan
mengganjal pada tenggorokan
R : Nyeri pada tenggorokan
S : 3 (skala nyeri ringan)
T : ±1 menit hilang timbul
- Pasien nampak meringis
- Pasien nampak gelisah
2 DO : Hipertermia berhubungan
- Suhu tubuh diatas normal yaitu dengan proses penyakit
38,1°C (SDKI: D.0130)
- Kulit teraba hangat
3 DS : Gangguan Menelan
- Pasien mengatakan kadang- berhubungan dengan efek
kadang sulit menelan pembedaahan
- Pasien merasa ada yang (SDKI: D.00633)
mengganjal dan tersangkut di
tenggorokan saat menelan
- Terasa perih dan nyeri saat
menelan
4 Faktor resiko : Resiko Perdarahan
- Tindakan pembedahan : (SDKI : D.0012)
Tonsilektomi
5 Faktor resiko : Resiko Infeksi
- Efek prosedur invasif (SDKI : D.0142)
C. Rencana Asuhan Keperawatan

No RM : 399495
Inisial Pasien : Ny. R

No Diagnosis Outcome Intervensi


1 Nyeri akut berhubungan Setelah dilakukan tindakan keperawatan Manajemen Nyeri (I. 08238)
dengan agen cedera fisik diharapkan nyeri akut berkurang, dengan Observasi :
prosedur operasi kriteria hasil : - Identifikasi lokasi, karakteristik, durasi,
frekuensi, kualitas dan intensitas nyeri
Tingkat Nyeri (L.08066) - Identifikasi skala nyeri
- Keluhan nyeri menurun dari skala 3 - Identifikasi respon nyeri non verbal
menjadi skala 1 - Identifikasi pengaruh nyeri
- Nyeri tidak mengganggu tidur dan Terapeutik :
aktivitas pasien - Berikan teknik nonfarmakologis untuk
mengurangi nyeri, seperti relaksasi napas
Kontrol Nyeri (08063) dalam
- Pasien melaporkan nyeri terkontrol - Fasilitasi istirahat dan tidur
- Keluhan nyeri menurun Edukasi :
- Pasien memapu menggunakan teknik - Jelaskan penyebab, periode dan pemicu nyeri
non farmakologi yang diajarkan - Jelaskan strategi meredakan nyeri
- Ajarkan teknik nonfarmakologis untuk
mengurangi rasa nyeri
Kolaborasi :
- Kolaborasi pemberian analgesik, jika perlu

Perawatan Kenyamanan (I.08245)


Observasi :
- Identifikasi gejala yang menganggu
kenyamanan seperti, rasa mengganjal pada
tenggorokan, nyeri dan perih pada
tenggorokan
Terapeutik :
- Berikan posisi yang nyaman
- Anjurkan konsumsi makanan lembut dan
dingin seperi puding, yogurt
Edukasi :
- Jelaskan mengenai kondisi seperti rasa nyeri
dan mengganjal pada tenggorokan
berhubungan dengan kondisi penyakit
Kolaborasi :
- Kolaborasi pemberian analgesik dan
antihistamin jika perlu

2 Hipertermia berhubungan Setelah dilakukan tindakan keperawatan Manajemen Hipertermia (I. 15506)
dengan proses penyakit diharapkan hipertermia berkurang, dengan Observasi :
kriteria hasil : - Identifikasi penyebab hipertermia
- Monitor suhu tubuh
Termoregulasi (L.14134) Terapeutik :
- Suhu tubuh membaik - Sediakan lingkungan yang nyaman
- Suhu kulit membaik - Berikan kompres hangat
Edukasi :
- Anjurkan istirahat yang cukup
- Anjurkan meningkatkan asupan cairan untuk
mencegah dehidrasi
Kolaborasi :
- Kolaborasi pemberian cairan dan elektrolit
jika perlu
3 Gangguan Menelan Setelah dilakukan tindakan keperawatan Dukungan Perawatan Diri : Makan & Minum
berhubungan dengan efek diharapkan gangguan menelan berkurang, (I. 11351)
pembedaahan dengan kriteria hasil : Observasi:
- Monitor status menelan
Status Menelan (L.03030) - Identifikasi diet yang dianjurkan yaitu diet
- Keluhan sulit menelan berkurang lunak
- Nyeri saat menelan berkurang Terapeutik :
- Reflek menelan baik - Sediakan lingkungan yang nyaman selama
makan
- Atur posisi yang nyaman untuk makan dan
minum, seperti posisi semi fowler atau fowler
- Berikan bantuakn saat makan/minum sesuai
dengan diet yang dianjurkan\
Edukasi :
- Ajarkan diet makanan yang lunak seperti
bubur saring, jus buah dan lainnya
3 Resiko Perdarahan Setelah dilakukan tindakan keperawatan Pencegahan Perdarahan (I. 02067)
diharapkan resiko perdarahan berkurang, Observasi :
dengan kriteria hasil : - Monitor tanda dan gejala perdarahan
- Monitor tanda-tanda vital ortostatik
Kontrol Resiko (L.14128) Terapeutik :
- Perdarahan tidak ada - Batasi tindakan invasif
- Pengeluaran lendir berlebihan tidak Edukasi :
ada - Jelaskan tanda dan gejala perdarahan
- Anjurkan meningkatkan asupan makanan dan
vitamin K
- Anjurkan segera melapor jika terjadi
perdarahan
Kolaborasi :
- Kolaborasi pemberian obat pengontrol
perdarahan, jika perlu
4 Resiko Infeksi Setelah dilakukan tindakan keperawatan Pencegahan Infeksi (I. 14539)
diharapkan resiko infeksi berkurang, Observasi :
dengan kriteria hasil : - Monitor tanda dan gejala infeksi lokal dan
sistemik
Tingkat Infeksi (L.14137) Terapeutik :
- Kemerahan berkurang - Cuci tangan sebelum dan setelah kontak
- Bengkak berkurang dengan pasien dan lingkungan pasien
- Nyeri berkurang Edukasi :
- Jelaskan tanda dan gejala infeksi
- Ajarkan cara mencuci tangan dengan benar
- Anjurkan meningkatkan asupan caira
Kolaborasi :
- Kolaborasi pemberian antibiotik

D. Catatan Implementasi Keperawatan

CATATAN IMPLEMENTASI DAN PERKEMBANGAN


Identitas Pasien : Ny. R
Diagnosa Medis : Tonsilitis
Ruang Rawat : Ruang Perawatan Baji Dakka
Diagnosa Keperawatan : Nyeri Akut

Catatan Implementasi
Hari 1 Hari 2 Hari 3 Hari 4 Hari 5
Jam : 14.00 WITA Jam : 15.00 WITA Jam :10.00 WITA
Implentasi : Implementasi Implementasi :
1. Pengkajian 1. Monitor tanda- 1. Monitor tanda-
kesehatan tanda vital tanda vital
2. Mengidentifikasi 2. Mengkaji skala 2. Mengkaji skala
masalah utama nyeri post operasi nyeri - -
pasien yaitu 3. Mengidentifikasi 3. Mengajari teknik
nyeri akut. lokasi, durasi, relaksasi napas
3. Mengidentifikasi karakteristik dan dalam untuk
lokasi, durasi, kualitas nyeri menurunkan nyeri
karakteristik dan 4. Kolaborasi 4. Evaluasi
kualitas nyeri pemberian kemampuan pasien
4. Mengukur tanda- analgesik terhadap teknik
tanda vital 5. Menjelaskan yang diberikan
5. Mengajari teknik jenis obat dan
relaksasi napas efek yang akan
dalam untuk dirasakan
menurunkan nyeri 6. Evaluasi respon
dan merileks kan pasien terhadap
tubuh sebelum terapi yang
operasi diberikan
6. Evaluasi
kemampuan
pasien terhadap
teknik yang
diberikan
Catatan Evaluasi
Hari 1 Hari 2 Hari 3 Hari 4 Hari 5
Jam : 14.30 WITA Jam : 16.00 WITA Jam : 11.00WITA
S: S : Klien S : Klien mengatakan
- Klien mengatakan mengatakan nyeri tenggorokan
merasakan nyeri nyeri post operasi
pada tenggorokan, tenggorokan menurun dari
nyeri bertambah post operasi skala 2 menjadi
saat menelan, ±1 menurun dari skala 1
menit, terasa perih skala 3 menjadi O: - -
dan mengganjal skala 2 - Keadaan umum
pada tenggorokan , O: sedang
skala nyeri 3 - Keadaan umum - Compos mentis
- Setelah sedang - Pasien mampu
mengajarkan - Compos mentis mempraktekkan
relaksasi napas - Tanda vital : teknik relaksasi
dalam, pasien TD : 130/80 napas dalam
mengatakan nyeri mmHg - Tanda vital :
berkurang N : 112 x/m TD : 110/80
O: S : 36°C mmHg
- Keadaan umum RR : 20 x/m N : 80 x/m
baik A : Nyeri akut S : 36°C
- Pasien mampu P : Mengajarkan RR : 20 x/m
mempraktekkan teknik relaksasi A : Nyeri akut
teknik relaksasi napas dalam P : menganjurkan
napas dalam yang untuk pasien untuk
diajarkan menurunkan mengkonsumsi
- Composmentis nyeri makanan lunak
- Tanda vital : seperti bubur, jus
TD :100/70 mmHg buah maupun
N : 88 x/m yogurt untuk
S :38,1°C membantu
RR :20 x/m mengurangi nyeri
A : Nyeri akut tenggorokan dan
P : mengajarkan membantu
teknik relaksasi pemulihan post
napas dalam dan operasi
kolaborasi
pemberian analgesik
untuk menurunkan
nyeri post operasi
CATATAN IMPLEMENTASI DAN PERKEMBANGAN

Identitas Pasien : Ny. R


Diagnosa Medis : Tonsilitis Kronis
Ruang Rawat : Ruang Perawatan Baji Dakka
Diagnosa Keperawatan : Hipertermia

Catatan Implementasi
Hari 1 Hari 2 Hari 3 Hari 4 Hari 5
Jam : 14.00 WITA Jam : 15.30 WITA Jam : 10.00 WITA
Implentasi : Implementasi : Implementasi :
1. Pengkajian 1. Monitor tanda- 1. Monitor tanda-
kesehatan tanda vital tanda vital
2. Monitor tanda 2. Monitor 2. Monitor
vital keluhan utama keluhan utama
3. Mengidentifikasi pasien pasien - -
terjadinya 3. Menganjurkan
peningkatan suhu kompres
tubuh diatas hangat untuk
normal menurunkan
suhu tubuh

Catatan Evaluasi
Hari 1 Hari 3 Hari 4 Hari 5
Jam : 14.45 WITA Jam : 19.00 WITA Jam : 10.15 WITA
S:- S:- S:-
O: O: O:
- Keadaan umum - Keadaan umum - Keadaan umum - -
sedang sedang baik
- Composmentis - Compos mentis - Compos mentis
- Terjadi - Suhu tubuh - Suhu tubuh
peningkatan suhu menurun berada dalam
tubuh menjadi : 37°C rentang normal
- Tanda vital : A : Hipertermia - Tanda vital :
TD :100/70 mmHg teratasi TD : 110/80
N : 88 x/m P : Menyediakan mmHg
S :38,1°C lingkungan N : 80 x/m
RR :20 x/m yang nyaman S : 36°C
A : Hipertermia untuk pasien RR : 20 x/m
P : Anjurkan kompres A : Hipertermia
hangat untuk teratasi
menurunkan suhu P : Menganjurkan
tubuh pasien untuk
meningkatkan
asupan cairan
untuk mencegah
terjadinya
dehidrasi
CATATAN IMPLEMENTASI DAN PERKEMBANGAN

Identitas Pasien : Ny. R


Diagnosa Medis : Tonsilitis Kronis
Ruang Rawat : Ruang Perawatan Baji Dakka
Diagnosa Keperawatan : Gangguan Menelan

Catatan Implementasi
Hari 1 Hari 2 Hari 3 Hari 4 Hari 5
Jam : 14.00 WITA Jam : 15.30 WITA Jam : 10.00 WITA
Implentasi : Implementasi : Implementasi :
1. Pengkajian 1. Monitor tanda- 1. Monitor tanda-
kesehatan tanda vital tanda vital
2. Monitor 2. Monitor 2. Monitor
kemampuan kemampuan kemampuan
menelan pasien menelan pasien menelan pasien -
3. Anjurkan pasien 3. Edukasi pasien
meningkatkan terkait diet yang -
asupan cairan dianjurkan yaitu
4. Anjurkan pasien makanan lunak
untuk menelan seperti bubur
secara perlahan saring maupun
agar mengurangu jus buah
rasa sakit yang 4. Anjurkan pasien
dirasakan meningkatkan
asupan cairan
Catatan Evaluasi
Hari 1 Hari 3 Hari 4 Hari 5
Jam : 14.00 WITA Jam : 19.00 WITA Jam : 10.15 WITA - -
S : Pasien mengatakan S : Pasien mengatakan
kadang-kadang sulit menelan S : Pasien mengatakan
sullit menelan dan berkurang namun sulit menelan
ada rasa masih terasa sakit berkurang
mengganjal pada ketika menelan O:
tenggorokan O: - Keadaan umum
O: - Keadaan umum baik
- Keadaan umum sedang - Compos mentis
sedang - Compos mentis - Tanda vital :
- Composmentis - Tanda vital : TD : 110/80
- Tanda vital : TD : 130/80 mmHg
TD :100/70 mmHg mmHg N : 80 x/m
N : 88 x/m N : 112 x/m S : 36°C
S :38,1°C S : 36°C RR : 20 x/m
RR :20 x/m RR : 20 x/m A : Gangguan
A : Gangguan A : Gangguan menelan
menelan menelan P : Anjurkan pasien
P : Monitor P : Monitor untuk tetap
kemampuan menelan kemampuan mematuhi diet
dan edukasi diet menelan dan nutrisi yaitu
nutrisi yang edukasi diet nutrisi makanan lunak
dianjurkan yang dianjurkan
CATATAN IMPLEMENTASI DAN PERKEMBANGAN

Identitas Pasien : Ny. R


Diagnosa Medis : Tonsilitis Kronis
Ruang Rawat : Ruang Perawatan Baji Dakka
Diagnosa Keperawatan : Resiko Perdarahan

Catatan Implementasi
Hari 1 Hari 2 Hari 3 Hari 4 Hari 5
Jam : 14.00 WITA Jam : 15.30 WITA Jam : 10.00 WITA
Implentasi : Implementasi : Implementasi :
1. Pengkajian 1. Monitor tanda- 1. Monitor tanda-tanda
kesehatan tanda vital vital
2. Identifikasi 2. Monitor adanya 2. Monitor adanya
premedikasi yang perdaraha perdarahan
akan diberikan 3. Pemberian obat 3. Edukasi pasien
sebelum operasi anti fibrinolitik tentang tanda
3. Pemberian obat Asam perdarahan seperti
- -
anti fibrinolitik traneksamat ludah berdarah, atau
Asam untuk keluar darah dari
traneksamat pencegahan mulut dan hidung
untuk perdarahan 4. Menganjurkan pasien
pencegahan untuk menyikat gigi
perdarahan secara perlahan untuk
menghindari
terjadinya perdarahan

Catatan Evaluasi
Hari 1 Hari 3 Hari 4 Hari 5
Jam : 17.00 WITA Jam : 19.00 WITA
Jam : 10.15 WITA
S:- S:-
S:-
O: O:
O:
- Keadaan umum - Keadaan umum
- Keadaan umum baik
sedang sedang
- Compos mentis
- Composmentis - Compos mentis
- Tanda vital :
- Terjadi - Tanda vital :
TD : 110/80 mmHg
peningkatan suhu TD : 130/80
N : 80 x/m
tubuh mmHg
S : 36°C
- Tanda vital : N : 112 x/m - -
RR : 20 x/m
TD :100/70 mmHg S : 36°C
A : Resiko perdarahan
N : 88 x/m RR : 20 x/m
P : Anjurkan pasien untuk
S :38,1°C A : Resiko perdarahan
meningkatkan asupan
RR :20 x/m P : Pantau adanya
cairan dan anjurkan
A : Resiko perdarahan perdarahan dan
agar mengunjungi
P : Monitor tanda edukasi tanda
fasilitas kesehatan jika
perdarahan dan perdarahan
terjadi tanda-tanda
pemberian anti abnormal
perdarahan abnormal
fibrinolitik
CATATAN IMPLEMENTASI DAN PERKEMBANGAN

Identitas Pasien : Ny. R


Diagnosa Medis : Tonsilitis Kronis
Ruang Rawat : Ruang Perawatan Baji Dakka
Diagnosa Keperawatan : Resiko Infeksi

Catatan Implementasi
Hari 1 Hari 2 Hari 3 Hari 4 Hari 5
Jam : 14.00 WITA Jam : 15.30 WITA Jam : 10.00 WITA
Implentasi : Implementasi : Implementasi
1. Pengkajian 1. Monitor tanda- 1. Monitor tanda-
kesehatan tanda vital tanda vital
2. Identifikasi 2. Monitor 2. Edukasi tanda-
premedikasi yang adanya tanda tanda infeksi
akan diberikan infeksi seperti
sebelum operasi 3. Pemberian tenggorokan
3. Pemberian obat obat antibiotik bengkak
antibiotik yaitu yaitu 3. Menganjurkan
ceftriaxone untuk ceftriaxone pasien untuk - -
pencegahan untuk menjaga
infeksi pencegahan kebersihan mulut
infeksi 4. Menganjurkan
pasien untuk
menyikat gigi
secara perlahan
untuk
menghindari
terjadinya
perdarahan
Catatan Evaluasi
Hari 1 Hari 3 Hari 4 Hari 5
Jam : 17.00 WITA Jam : 19.00 WITA Jam : 10.15 WITA
S:- S:- S:-
O: O: O:
- Keadaan umum - Keadaan umum - Keadaan umum
sedang sedang baik
- Composmentis - Compos mentis - Compos mentis
- Terjadi - Tanda vital : - Tanda vital :
peningkatan suhu TD : 130/80 TD : 110/80 mmHg
tubuh mmHg N : 80 x/m
- Tanda vital : N : 112 x/m S : 36°C
- -
TD :100/70 mmHg S : 36°C RR : 20 x/m
N : 88 x/m RR : 20 x/m A : Resiko infeksi
S :38,1°C A : Resiko Infeksi P : Menganjurkan
RR :20 x/m P : Pantau adanya pasien untuk
A : Resiko infeksi tanda infeksi meningkatkan
P : Pemberian dan edukasi asupan cairan dan
antibiotik untuk tanda-tanda menjaga kebersihan
mencegah infeksi infeksi mulut untuk
menurunkan resiko
infeksi
BAB IV

KESESUAIAN/KESENJANGAN ANTARA KONSEP DAN PRAKTIK

A. Kesesuaian/kesenjangan antara konsep dan praktik

a. Berdasarkan kasus ditemukan bahwa ukuran tonsil Ny. R yaitu T3 (Batas


media tonsil melewati ½ jarak pilar anterior uvula sampai ¾ jarak pilar
anterior vulva) yang mengindikasikan hiprtrofi tonsil sehingga dilakukan
tonsilektomi hal ini sejalan dengan teori bahwa hipertofi tonsil (T3)
merupakan saah satu alasan yang paling banyak untuk dilakukan
tonsiektomi yang menyebabkan obstruksi saluran napas yang akan
menghabat pasien untuk benapas (Mustofa, Susanti, & Aziza, 2020).
b. Berdasarkan kasus pasien yaitu Ny. R post operasi tonsilektmi disarankan
untuk konsumsi es krim hal ini sesui dengan teori bahwa pemberian
makanan dingin merupakan salah satu teknik nonfarmakologi untuk
menghilangkan nyeri post tonsilektomi, hal ini juga sejalan dengan
penelitian oleh Albeladi, Salamah, & Alhussain (2020) bahwa asupan
eskrim secara signifikan membuat berkurangnya nyeri pada pasien yang
telah melakukan tonsilektomi. Makanan dingin memberikan efek
vasokontiksi dan anti edema dimana hal ini berperan penting dalam
menugurangi nyeri post operasi dan perdangan. Penurunan suhu local
menurunkan metabolisme sel yang membantu mengurangi konsumsi
oksigen dan kerusakan. Selain itu teknik ini juga dilaporkan mengurangi
disfungsi endotel dan respon inflamasi dengan mengurangi jumlah leukosit
yang menempel pada dinding endotel kapiler (Poonuraparamil, Halemani,
Karim, John, & Mistry, 2021).
c. Diagnose keperawatan yang muncul berdasarkan teori yaitu hipertermi,
bersihan jalan napas tidak efektif, gangguan rasa nyaman, gangguan
menelan, risiko perdarahan, nyeri akut dan risiko defisit nutrisi. Sedangkan
berdasarkan praktik diagnose keperawatan yang mencul yaitu nyeri akut,
hipertermia, gangguan menelan, risiko perdarahan dan risiko infeksi.
B. Evidance Based Practice Tindakan

1. Manajemen nyeri
Pasien pasca pembedahan cenderung mengalami nyeri akut atau nyeri
yang dirasakan kurang dari 6 bulan. Nyeri akut dapat menimbulkan
ketidaknyamanan dan mengganggu proses pemulihan. Salah satu intervensi yang
dapat dilakukan adalah teknik relaksasi yang dinilai efketif untuk menurunkan
nyeri. Nyeri yang dirasakan seperti nyeri akut atau nyeri yang dirasakan kurang
dar 6 bulan (Hidayatullah et al, 2020).
Sementara itu, pemberian obat merupakan salah satu intervensi yang
secara umum digunakan unutk menurunkan nyeri. Obat anti inflamasi non
steroid (OAINS) merupakan obat yang paling banyak digunakan untuk kasus
nyeri pasca pembedahan seperti ketorolac dan dexketoprofen. Penggunaan obat
tersebut didasarkan pada minimnya efek samping seperti mual, muntah dan
sedasi yang tidak diinginkan (Mitra et al, 2018). Mekanisme OAINS dalam
menurunkan nyeri yaitu dengan cara menghambat enzim cyclooxygenase (COX)
yang sekaligus menghambat pembentukan prostaglandin yaitu mediator yang
menimbulkan rasa nyeri pada saat terjadi peradangan (Ida & Valerie, 2021)
Literatur review menunjukan bahwa penggunaan OAINS adalah pilihan
aman dan efektif untuk manajemen nyeri pasca operasi. Dalam beberapa
penelitian menunjukan bahwa obat ini tidak meningkatkan efek samping secara
signifikan bila digunakan dalam jangka waktu pendek dan dengan dosis yang
relatif rendah. Namun perlu diperhatikan dosis obat pada pasien yang memiliki
penyakit gagal ginjal , riwayat jantung dan gangguan gastrointestinal (Chang,
Tompkins, & Cohn, 2020). Untuk menilai keefektifan obat yang digunakan,
maka dibutuhkan evaluasi skala nyeri yang dilakukan tiga kali sehari untuk
mengetahui tren penurunan nyeri yang signifikan (Murwaningsih & Waluyo,
2021).
2. Kompres Hangat untuk Menurunkan Suhu Tubuh
Demam adalah suatu keadaan dimana suhu tubuh diatas normal akibat
peningkatan pusat pengaturan suhu di hipotalamus. Demam juga merupakan
peroses alami tubuh untuk melawan infeksi yang masuk ke dalam tubuh
ketika suhu tubuh meningkat melebihi suhu tubuh normal yaitu >37,2°C (Fadli
& Hasan, 2018). Salah satu terapi non farmakologi untuk menurunkan deman
adalah kompres hangat atau dingin, dengan mengompres pada bagian tubuh tertentu
yang memiliki pembuluh darah besar (Novikasari, Siahaan, & Maryustiana, 2019).
Berdasarkan penelitian Rahmawati & Purwanto (2020) mengenai perbedaan
efektivitas kompres hangat dan dingin untuk menurunkan suhu tubuh menemukan
bahwa baik kompres hangat maupun dingin menurunkan suhu tubuh. Namun,
kompres hangat lebih efektif untuk menurunkan suhu tubuh yaitu didapatkan rata-
rata 37,7 °C sedangkan kompres dingin yaitu dengan rata-rata 38,38 °C. Hasil ini
sejalan dengan temuan Kurniawan (2015) bahwa pada anak demam yang tidak
diberikan antipiretik rata-rata penurunan suhu tubuh setelah pemberian kompres
hangat 1,1°C dan setelah pemberian kompres dingin 1,6 °C. Kompres panas lebih
efektif karena kompres panas melepaskan panas melalui evaporasi sedangkan
kompres dingin melepaskan panas melalui konduksi.
BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

1. Kesimpulan

Tonsilitis adalah peradangan tonsil palatina yang merupakan bagian dari

cincin Waldeyer. Tonsilitis adalah penyakit yang umum dan sekitar 1,3% dari

kunjungan rawat jalan. Ini sebagian besar merupakan hasil dari infeksi virus atau

bakteri. Tonsilitis kronis umumnya terjadi akibat komplikasi tonsilitis akut,

terutama yang tidak mendapat terapi adekuat. Selain pengobatan tonsilitis akut

yang tidak adekuat, faktor predisposisi timbulnya tonsilitis kronis lain adalah higien

mulut yang buruk, kelelahan fisik dan beberapa jenis makanan. Adapun asuhan

keperawatan pada Ny. R dengan diagnosa medis tonsilitis kronis antara lain sebagai

berikut:

1. Ny. R (46 tahun) saat ini dirawat di ruang perawatan Baji Dakka RSUD

Labuang Baji, dikaji pada tanggal 29 Maret 2022. Pasien dating ke rumah sakit

melalui poliklinik THT dengan diagnosa medis Tonsilitis Kronis, keluhan utama

saat dikaji: pasien mengatakan nyeri tenggorokan, nyeri bertambah saat menelan

dengan onset ± 1 menit, pasien mengatakan terasa perih dan mengganjal pada

tenggorokan, skala nyeri 3 (NRS). Pasien mengatakan memiliki Riwayat

penyakit hipertensi dan Riwayat hospitalisasi (operasi Sectio Caesarea) sekitar

25 tahun yang lalu. Hasil pemeriksaan fisik tonsil menunjukkan terdapat

pembesaran tonsil kiri (T3) dan tonsil kanan (T2).

2. Masalah keperawatan
Adapun masalah keperawatan yang ditemukan pada pasien Ny. R antara lain

Nyeri akut, Hipertermia, Gangguan Menelan, Risiko Perdarahan dan Risiko

Infeksi

3. Rencana asuhan keperawatan

Adapun rencana asuhan keperawatan yang diberikan pada pasien Ny. R yaitu

Manajemen Nyeri, Perawatan Kenyamanan, Manajemen hipertermia, Dukungan

Perawatan Diri : Makan & Minum, Pencegahan Perdarahan dan Pencegahan

Infeksi

2. Saran

Pasien dengan tonsilitis yang menjalani tonsilektomi memiliki prognosis

yang baik. Namun asuhan keperawatan yang komprehensif, kolaborasi, dan

pemberian edukasi terkait diet dan perawatan pasca operasi penting untuk

mencegah timbulnya efek samping seperti perdarahan dan infeksi.


DAFTAR PUSTAKA

Alasmari, N. S. H., Bamashmous, R. O. M., & Alshuwaykan, R. M. A. (2017). Causes


and treatment of tonsillitis. The Egyptian Journal of Hospital Medicine, 69(8),
2975–2980. doi: 10.12816/0042838

Albeladi, M., Salamah, M., & Alhussain, R. (2020). The Effect of Ice Cream Intake of
Pain Relief for Patients After Tonsilectomy. Cureus, 12(7).

Alotaibi, A. D. (2017). Tonsilitis in Children Diagnosis and Treatment Measures. Saudy


Journal Of Medicine (SJM), 2(8), 208-215.

Anderson, J., & Paterek, E. (2021). Tonsillitis. Retrieved from


https://www.ncbi.nlm.nih.gov/books/NBK544342/

Black, J. M., & Hawks, J. H. (2014). Keperawatan Medikal Bedah : Manajemen Klinis
untuk Hasil yang Diharapkan. Singapore: Elsevier.

Chang, R. W., Tompkins, D. M., & Cohn, S. M. (2020). Are NSAIDs Safe ? Assessing
the Risk-Benefit Profile of Nonsteroidal Anti Inflamatory Drug Use in
Postoperative Pain Management. The American Surgeon, 87(6), 873-879.

Fadli, & Hasan, A. (2018). Pengaruh Kompres Hangat Terhadap Perubahan Suhu
Tubuh pada Pasien Febris. Jurnal Ilmiah Kesehatan Pencerah, 7(2), 78-83.

Georgalas, C. C. N. S. T. A. N., 2014. Tonsillitis. Clinical Evidence, Hlm. 2.

Harefa, E. I. J. (2019). Pelaksanaan Pengkajian Keperawatan Pada Pasien Radang


Tenggorokan atau Tonsilitis di Rumah Sakit

Hidayatullah, A. I., Limbong, E. O., Ibrahim, K., & Nandang. (2020). Pengalaman dan
Manajemen Nyeri Pasien Pasca Operasi di Ruang Kemuning V RSUP DR.
Hasan Sadikin Bandung : (Studi Kasus). Jurnal Ilmu Keperawatan dan
Kebidanan, 11(2), 187-204.
Hinkle, J. L., & Cheever, K. H. (2017). Brunner & Suddarth's textbook of medical-
surgical nursing (14th ed.). Philadelphia: Wolters Kluwer Health.

Ida, G., & Valerie, G. (2021). Nonsteriodal Anti Inflammatory Drugs (NSAID).
Treasure

Kepmenkes RI. (2018). Pedoman Nasional Pelayanan Kedokteran Tata Laksana


Tonsilitis. Jakarta.

Kurniawan, A. (2015). Perbandingan Pemberian Kompres Hangat Dan Kompres Dingin


Terhadap Penurunan Suhu Tubuh Pada Klien Anak Yang Demam. E-Journal
Keperawatan, 8(2).

Masters, K. G., Zezoff, D., & Lasrado, S. (2022). Anatomy, Head and Neck, Tonsils.
Treasure Island (FL).

Maulana Fakh, I., Novialdi, N., & Elmatris, E. (2016). Karakteristik Pasien Tonsilitis
Kronis pada Anak di Bagian THT-KL RSUP Dr. M. Djamil Padang Tahun
2013. Jurnal Kesehatan Andalas, 5(2), 436–442.
https://doi.org/10.25077/jka.v5i2.536

Meegalla, N., & Downs, B. W. (2022). Anatomy, Head and Neck, Palatine Tonsil
(Faucial Tonsils). Treasure Island (FL).

Millington, A. J., & Phillips, J. S. (2014). Current trends in tonsillitis and tonsillectomy.
Annals of the Royal College of Surgeons of England, 96(8), 586–589.
https://doi.org/10.1308/003588414X13946184901966

Mitra, S., Carlyle, D., Kodumudi, G., Kodumudi, V., & Vadivelu, N. (2018). New
Advances in Acute Postoperative Pain Menegement. Current Pai and Headache
Reports, 1-11.

Murwaningsih, E., & Waluyo, A. (2021). Manajemen Perawatan Luka Akut. Journal of
Telenursing (JOTING), 3(2), 546-554.
Mustofa, F. L., Susanti, F., & Aziza. (2020). Hubungan Tonsilektomi dengan Umur
Keluhan Utama dan Ukuran Tonsil pada Pasien Tonsilitis Kronik. ARTERI :
Jurnal Ilmu Kesehatan, 1(3), 255–261. https://doi.org/10.37148/arteri.v1i3.80

Novikasari, L., Siahaan, E. R., & Maryustiana. (2019). Efektifitas Penurunan Suhu
Tubuh Menggunakan Kompres Hangat Dan Water Tepid Sponge Di Rumah
Sakit Dkt Tk Iv 02.07.04 Bandar Lampung. Holistik Jurnal Kesehatan, 13(2),
143-151.

Perry & Potter (2010) Fundamental of Nursing: Consep, Proses, and Practice . Edisi 7,
Vol.1, Singapura: Elsevier.

Poonuraparamil, J. A., Halemani, K. R., Karim, H. M., John, M. R., & Mistry, T.
(2021). Effect of Tonsillar Fossa Cooling with Cold Saline on Early Post-
Tonsilectomy Pain: A Randomize, double Blind Controlled Study. Indian
Journal of Clinical Anastesi, 8(2), 243-249.

PPNI. (2016). Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia : Definisi dan Indikator


Diagnostik (1st ed.). Jakarta: DPP PPNI.

PPNI. (2018a). Standar Intervensi Keperawatan Indonesia : Definisi dan Tindakan


Keperawatan (1st ed.). Jakarta: DPP PPNI.

PPNI. (2018b). Standar Luaran Keperawatan Indonesia : Definisi dan Kriteria Hasil
Keperawatan (1st ed.). Jakarta: DPP PPNI.

Raharjo, M. (2018). Asuhan Keperawatan Ny. N Dengan Tonsilitis Di Ruang Kirana


Rumah Sakit Tk. Iii Dr. Soetarto Yogyakarta. Politeknik Kesehatan Kementrian
Kesehatan Yogyakarta

Rahmawati, I., & Purwanto, D. (2020). Efektifitas Perbedaan Kompres Hangat Dan
Dingin Terhadap Perubahan Suhu Tubuh Pada Anak Di Rsud Dr. M. Yunus
Bengkulu. Jurnal Ilmiah Ilmu Kesehatan, 8(2), 246-255.

Rusmarjono, & Kartoesoediro, S. (2007). Buku Ajar Ilmu Kesehatan Telinga, Hidung,
Tenggorok, Kepala & Leher : Tonsilitis Kronik. Jakarta: FKUI Jakarta.
Soepardi, E. A., Iskandar, N., Bashiruddin, J., & Restuti, R. D. (2017). buku ajar ilmu
kesehatan : Telinga, hidung, tenggorok, kepala & leher (7th ed.). Jakarta:
Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.

Soraya, A. A. D (2012) hubungan antara tonsilitis kronik dengan penurunan kualitas


hidup di rsud dr. Moewardi surakarta. Skripsi. Universitas Sebelas Maret.

Srikandi, N. M., Sutanegara, S. W., & Sucipta, I. W. (2015). Profil Pembesaran Tonsil
pada Pasien Tonsilitis Kronis yang Menjalani Tonsilektomi di RSUP Sanglah
pada Tahun 2013. E-Jurnal Medika Udayana, 4(12), 1-10.

Yuliyani, E. A., Kadriyan, H., Yudhanto, D., Trisna, G. A., Wedyani, A. A., Ghaffar, L.
M., & Fitriatulnisa. (2022). Karakteristik dan Ukuran Tonsil Pasien
Tonsilektomi di Instalasi Bedah Sentral Rumah Sakit Umum Provinsi NTB
Bulan Juli Tahun 2019. Jurnal Kedokteran Unram, 11(1), 759-763.

Yuliyani, E. A. Nuaba, G. A. Ratnawati, M. L., Setiawan, E. P. (2015). Distribusi


penderita tonsilitis kronis yang telah menjalani tonsilektomi di RSUP Sanglah
Denpasar Periode Januari 2014 - September 2015. Laporan Penelitian. Fakultas
Kedokteran Universitas Udayana/RSUP Sanglah Denpasar.

Anda mungkin juga menyukai