Anda di halaman 1dari 14

LAPORAN PENDAHULUAN

“ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN TONSILITIS”

STASE
KEPERAWATAN DASAR PROFESI
MINGGU 3

DISUSUN OLEH:
EKO SUSANTO
NIM. 891233004

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN PROFESI NERS


STIKES YARSI PONTIANAK
TAHUN 2023
LAPORAN PENDAHULUAN

1. Pengertian
Penyakit tonsilitis merupakan peradangan pada tonsil yang disebabkan oleh infeksi
bakteri atau virus. Selain virus dan bakteri, penyakit ini juga bisa disebabkan karena
kegagalan atau ketidaksesuaian pemberian antibiotik pada saat pertama kali menderita
(tonsilitis akut) sehingga penyakit ini semakin meradang jika timbul untuk kedua kalinya
dan menjadi tonsilitis kronis. Penyakit ini dapat mengenai semua umur namun umumnya
menyerang pada anak-anak (Ramadhan et al., 2017).
Tonsilitis diartikan sebagai peradangan pada tonsil palatina yang ditandai dengan
peradangan tonsil, sakit tenggorok, gangguan menelan, dan pembesaran ringan kelenjar
limfe di leher. Peradangan biasanya meluas hingga ke adenoid maupun tonsil lingual
(melibatkan cincin Waldeyer) dan seringkali bersamaan dengan faringitis yang dinamakan
faringotonsilitis. Penyebaran infeksi ini ditransmisikan melalui udara (air borne droplet),
tangan, dan ciuman (Klarisa dan Fardizza F, 2014).

Berdasarkan pengertian di atas kesimpulan dari penulis adalah tonsilitis merupakan


suatu peradangan pada tonsil yang disebabkan oleh bakteri ataupun virus, prosesnya bisa
akut atau kronis.
2. Penyebab dan faktor predisposisi
Gejala umum tonsilitis kronis yaitu sakit tenggorok, disfagia, dan demam. Penyakit
tonsil mempengaruhi struktur terkait anatomi lainnya seperti celah telinga tengah, sinus
paranasal, dan gabungan saluran pernafasan dengan bagian atas saluran pencernaan. Anak-
anak yang mengalami tonsilitis kronis memiliki pembesaran tonsil dan pembuluh darah
membesar pada permukaan tonsil (Triola, Zuhdi, & Vani, 2020).
Tanda-tanda maupun gejala tonsilitis yang sering ditemukan diantaranya perasaan
mudah lelah dan lesu, sulit berkonsentrasi, rasa tidak enak pada tenggorokan, sulit menelan
hingga rasa sakit saat menelan, nafas atau mulut berbau serta terkadang muncul juga
gangguan pada telinga dan siklus tidur seseorang. Pengaruh non mikroba juga menjadi
penyebab dari penyakit ini seperti refluks esofagus, imunomodulator dan radikal bebas.
Radikal bebas sendiri merupakan molekul tidak stabil dan sangat reaktif sehingga bisa
menyebabkan kerusakan jaringan terutama di membrane sel (Liwikasari, 2018).

Peradangan tonsil akan mengakibatkan pembesaran yang menyebabkan kesulitan


menelan atau seperti ada yang mengganjal di tenggorok. Pada anak biasanya keadaan ini
juga dapat mengakibatkan keluhan berupa ngorok saat tidur karena pengaruh besarnya
tonsil mengganggu pernafasan bahkan keluhan sesak nafas juga dapat terjadi apabila
pembesaran tonsil telah menutup jalur pernafasan. Jika peradangan telah ditanggulangi,
kemungkin tonsil kembali pulih seperti semula atau bahkan tidak dapat kembali sehat
seperti semula. Apabila tidak terjadi penyembuhan yang sempurna pada tonsil, dapat terjadi
infeksi berulang. Apabila keadaan ini menetap, bakteri patogen akan bersarang di dalam
tonsil dan terjadi peradangan yang kronis atau yang disebut dengan tonsilitis kronis
(Maulana Fakh, Novialdi, & Elmatris, 2016)
3. Manifestasi klinik (tanda & gejala)
Manifestasi klinis yang muncul akan berbeda-beda pada setiap kategori tonsilitis sebagai
berikut. (Rusmarjono & Soepardi, 2016).
a.Tonsilitis akut
1) Tonsilitis viral
Gejala tonsilitis viral lebih menyerupai common cold yang disertai rasa nyeri
tenggorok dan beberapa derajat disfagia. Dan pada kasus berat dapat meolak untuk
minum atau makan melalui mulut. Penderita mengalami malaise, suhu tinggi, dan
nafasnya bau.
2) Tonsilitis bacterial
Gejala dan tanda Masa inkubasi 2 – 4 hari. Gejala dan tanda yang sering ditemukan
adalah nyeri tenggorok dan nyeri waktu menelan, demam dengan suhu tubuh yang
tinggi, rasa lesu, rasa nyeri di sendi-sendi, tidak nafsu makan dan rasa nyeri di telinga
karena nyeri alih (referred pain) melalui saraf N. glosofaringeus (N. IX). Pada
pemeriksaan tampak tonsil membengkak, hiperemis dan terdapat detritus berbentuk
folikel, lakuna atau tertutup oleh membran semu. Kelenjar sub-mandibula
membengkak dan nyeri tekan. (otalgia).
b. Tonsilitis Membranosa
1) Tonsilitis difteri

Gejala umum seperti juga gejala infeksi lainnya yaitu kenaikan suhu tubuh biasanya
subfebris, nyeri kepala, tidak nafsu makan, badan lemah, nadi lambat serta keluhan
nyeri menelan. Gejala lokal yang tampak berupa tonsil membengkak ditutupi bercak
putih kotor yang makin lama makin meluas dan bersatu membentuk membran semu.
Membran ini dapat meluas ke palatum mole, uvula, nasofaring, lanng, trakea dan
bronkus dan dapat menyumbat saluran napas. Membran semu ini melekat erat pada
dasarnya, sehingga bila diangkat akan mudah berdarah. Pada perkembangan
penyakit ini bila infeksinya berjalan terus, kelenjar limfa leher akan membengkak
sedemikian besarnya sehingga leher menyerupai leher sapi (bull neck) atau disebut
juga Burgemeester's.
2) Tonsilitis Septik Disebabkan oleh Streptococcus hemoliticus pada susu sapi, tapi di
Indonesia jarang.
3) Angina Plaut Vincent
Gejala demam sampai dengan 39o C, nyeri kepala, badan lemah, dan kadang-kadang
terdapat gangguan pencernaan. Rasa nyeri di mulut, hipersalivasi, gigi dan gusi
mudah berdarah. Pada pemeriksaan tampak mukosa mulut dan faring hiperemis,
tampak membran putih keabuan di atas tonsil, uvula, dinding faring, gusi, serta
terdapat bau mulut dan kelenjar sub mandibula membesar.
4. Patofisiologi
Proses infeksi diawali dengan masuknya bakteri atau virus ke dalam tubuh lewat
hidung atau mulut. Tonsil berfungsi sebagai filter atau penyaring, sehingga organisme yang
masuk akan diselimuti oleh sel-sel darah putih, kemudian akan menyebabkan infeksi ringan
pada tonsil. Keadaan ini akan merangsang tubuh untuk membentuk antibody untuk
melawan infeksi yang dating, akan tetapi ketika antibody yang terbentuk tidak dapat
melawan infeksi bakteri dan virus, maka hal itulah yang menyebabkan tonsillitis.
Bakteri atau virus akan menginfeksi epitel tonsil dan menjandaannya terkikis dan
terjadi peradangan serta infeksi pada tonsil. Infeksi tonsil jarang menimbulkan gejala,
namun ketika terjadi pembesaran yang ekstrim, dapat menimbulkan gejala sakit ketika
menelan. Infeksi tonsil tersebut ialah peradangan pada tenggorokan terutama dengan tonsil
yang abses (abses peritonsilar). Abses yang besar yang terbentuk di belakang tonsil akan
menyebabkan sakit yang hebat dan menimbulkan demam tinggi (39-40 C). Abses
kemudian akan mendorong tonsil kearah tengah tenggorokan. Pasien akan merasa sakit
pada tenggorokan sehingga berhenti makan. Peradangan pada tonsil juga dapat
menyebabkan sukar menelan, panas, bengkak dan kelenjar getah bening melemah di dalam
daerah submandibular, sakit pada sendi dan otot, kedinginan, seluruh tubuh sakit, sakit
kepala dan biasanya sakit pada telinga. Sekresi yang berlebih akan membuat pasien
mengeluh sulit menelan, belakang tenggorokan akan terasa mengental. Hal-hal yang tidak
menyenangkan tersebut biasanya berakhir setelah 72 jam (Wahyuni, 2017)
5. Pathway keperawatan (jalan munculnya semua masalah keperawatan sesuai teori)
Bakteri dalam Udara & Makanan Peradangan tonsil

Tonsilitis

Pembesaran tonsil obs Mekanik

Obst Jln nafas Nyeri

Bersihan jalan nafas tidak efektif

Tonsilektomi

Resiko pendarahan Kurang pemahaman

Darah di sal nafas Defisiensi pengetahuan

Bersihan jln nafas tidak efektif

Gambar Pathway (Hidayatulloh, 2018)

6. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan pasien tonsilitis secara umum (Hidayatulloh, 2018) :
a. Jika penyebab bakteri, diberikan antibiotik peroral (melalui mulut) selama 10 hari, jika
mengalami kesulitan menelan, bisa diberikan dalam bentuk suntikan.
b. Pengangkatan tonsil (Tonsilektomi) dilakukan jika:
1) Tonsilitis terjadi sebanyak 7 kali atau lebih / tahun.
2) Tonsilitis terjadi sebanyak 5 kali atau lebih / tahun dalam kurun waktu 2 tahun.
3) Tonsilitis terjadi sebanyak 3 kali atau lebih / tahun dalam kurun waktu 3 tahun.
4) Tonsilitis tidak memberikan respon terhadap pemberian antibiotik.
7. Pemeriksaan penunjang
Pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan pada penderita Tonsilitis Kronis:
a. Mikrobiologi
Penatalaksanaan dengan antimikroba sering gagal untuk mengeradikasi kuman
pathogen dan mencegah kekambuhan infeksi pada tonsil. Kegagalan mengeradikasi
organism patogen disebabkan ketidaksesuaian pemberian antibiotika atau penetrasi
antibiotika yang inadekuat (Hammouda et al, 2009). Gold standard pemeriksaan tonsil
adalah kultur dari dalam tonsil. Berdasarkan penelitian Kurien di India terhadap 40
penderita Tonsilitis Kronis yang dilakukan tonsilektomi, didapatkan kesimpulan bahwa
kultur yang dilakukan dengan swab permukaan tonsil untuk menentukan diagnosis
yang akurat terhadap flora bakteri Tonsilitis Kronis tidak dapat dipercaya dan juga
valid.
Bakteri penyebab tonsilitis tersering adalah Grup A streptococcus B hemolitikus.
Daerah tenggorokan banyak mengandung flora normal. Permukaan tonsil mengalami
kontaminasi dengan flora normal di saluran nafas atas. Patogen yang didapatkan dari
daerah ini bisa jadi bukan merupakan bakteri yang menginfeksi tonsil. Pemeriksaan
kultur dari permukaan tonsil saja tidak selalu menunjukkan bakteri patogen yang
sebenarnya, sehingga pemeriksaan bakteriologi dapat dilakukan dengan swab jaringan
inti tonsil. Pemeriksaan kultur dari inti tonsil dapat memberikan gambaran penyebab
tonsilitis yang lebih akurat. Pemeriksaan kultur dari inti tonsil ini dilakukan sesaat
setelah tonsilektomi atau dengan aspirasi jarum halus dengan pasien diberikan narkose
lokal terlebih dahulu.
b. Histopatologi
Penelitian yang dilakukan Ugras dan Kutluhan tahun 2008 di Turkey terhadap 480
spesimen tonsil, menunjukkan bahwa diagnosa Tonsilitis Kronis dapat ditegakkan
berdasarkan pemeriksaan histopatologi dengan tiga kriteria histopatologi yaitu
ditemukan ringan- sedang infiltrasi limfosit, adanya Ugra’s abses dan infitrasi limfosit
yang difus. Kombinasi ketiga hal tersebut ditambah temuan histopatologi lainnya dapat
dengan jelas menegakkan diagnosa Tonsilitis Kronis.
8. Pengkajian focus (pengkajian riwayat kesehatan, perubahan pola fungsi,
pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang terfokus pada kasus)
a. Wawancara
1) Kaji adanya riwayat penyakit sebelumnya (tonsillitis)
2) Apakah pengobatan adekuat
3) Kapan gejala itu muncul
4) Apakah mempunyai kebiasaan merokok
5) Bagaimana pola makannya
6) Apakah rutin / rajin membersihkan mulut
b. Pengkajian Pola
1) Data dasar pengkajian Integritas Ego
Gejala : perasaan takut Khawatir bila pembedahan mempengaruhi hubungan
keluarga, kemampuan kerja, dan keuangan.
Tanda : ansietas, depresi, menolak.
2) Makanan / Cairan
Gejala : Kesulitan menelan
Tanda : Kesulitan menelan, mudah tersedak, inflamasi, kebersihan gigi
buruk/kurang.
3) Hygiene
Gejala : Sakit tenggorokan kronis, penyebaran nyeri ke telinga
Tanda : Gelisah, perilaku berhati-hati.
4) Pernafasan
Gejala : Riwayat merokok/mengunyah tembakau, bekerja dengan
serbuk kayu, debu.
9. Diagnosa keperawatan
Masalah keperawatan utama yang mungkin muncul pada kasus dengan tonsilitis dalam
pemenuhan kebutuhan kenyamanan adalah:
a. Nyeri akut berhubungan dengan inflamasi
Pengalaman sensorik atau emosional yang berkaitan dengan kerusakan jaringan aktual
atau fungsional, dengan onset mendadak atau lambat dan berintensitas ringan hingga
berat yang berlangsung kurang dari 3 bulan (SDKI, 2017)
Gejala dan tanda mayor
Subjektif : 1. Mengeluh nyeri
Objektif :
1) Tampak meringis
2) Bersikap protektif (Mis, waspada, posisi menghindari nyeri)
3) Gelisah
4) Frekuensi nadi meningkat
5) Sulit tidur
Gejala dan tanda mayor
Subjektif : (Tidak tersedia)
Objektif :
1) Tekanan darah meningkat
2) Pola napas berubah
3) Nafsu makan berubah
4) Proses berpikir terganggu
5) Menarik diri
6) Berfokus pada diri sendiri
7) Diaforesis
b. Gangguan rasa nyaman berhubungan dengan proses penyakit
Perasaan kurang senang, lega dan sempurna dalam dimensi fisik, psikospiritual,
lingkungan dan sosial (SDKI, 2017).
Gejala dan tanda mayor
Subjektif : 1. Mengeluh tidak nyaman
Objektif : 1. Gelisah
Gejala dan tanda mayor
Subjektif :
1) Mengeluh sulit tidur
2) Tidak mampu rileks
3) Mengeluh kedinginan atau kepanasan
4) Merasa gatal
5) Mengeluh mual
6) Mengeluh lelah

Objektif :
1) Menunjukan gejala distres
2) Tampak merintih/menagis
3) Pola eliminasi berubah
4) Postur tubuh berubah
5) Iritabilitas
c. Gangguan pola tidur berhubungan dengan nyeri
Gangguan kualitas dan kuantitas waktu tidur akibat faktor eksternal (SDKI, 2017).
Gejala dan tanda mayor
Subjektif :
1) Mengeluh sulit tidur
2) Mengeluh sering terjaga
3) Mengeluh tidak puas tidur
4) Mengeluh pola tidur berubah
5) Mengeluh istirahat tidak cukup
Objektif : (Tidak tersedia)
Gejala dan tanda mayor
Subjektif : 1. Mengeluh kemampuan beraktifitas menurun
Objektif : (Tidak tersedia)
10. Perencanaan keperawatan (prioritas diagnosa keperawatan, tujuan dan kriteria hasil
dan rencana tindakan disertai rasional sesuai teori)
No. Diagnosa Standar Intervensi Keperawatan Indonesia
Keperawatan (SIKI)

1 Nyeri Akut Manajeman Nyeri


berhubungan dengan Observasi
inflamasi 1) Indentifikasi lokasi, karakteristik, durasi,
frekuensi, kualitas, intensitas nyeri
2) Identifikasi skala nyeri
3) Identifikasi respon nyeri non verbal
4) Identifikasi faktor yang memperberat atau
memperingan nyeri
5) Identifikasi pengetahuan dan keyakinan tentang
nyeri
6) Identifikasi pengaruh budaya terhadap respon
nyeri
7) Identifikasi pengaruh nyeri pada kualitas hidup
8) Monitor keberhasilan terapi komplementer yang
sudah di berikan
9) Monitor efek samping penggunaan analgetik

Terapeutik
10) Berikan teknik nonfarmakologis umtuk
mengurangi rasa nyeri (mis. TENS, hipnosis,
akupresur, terapy music, biofeedback, terapi
pijat, aromaterapi, teknik imajinasi terbimbing,
kompres air hangat/dingin, terapy bermain)
11) Kontrol lingkungan yang memperberat rasa
nyeri (mis. Suhu ruangan, pencahayaan,
kebisingan)
12) Fasilitasi istirahat dan tidur
13) Pertimbangkan jenis dan sumber nyeri dalam
pemilihan strategi meredakan nyeri Edukasi
14) Jelaskan penyebab, periode, dan pemicu nyeri
15) Jelaskan strategi meredakan nyeri
16) Anjurkan memonitor nyeri secara mandiri
17) Anjurkan menggunakan analgetik secara tepat
18) Ajarkan teknik nonfarmakologis untuk
mengurangi rasa nyeri
Kolaborasi
19) Kolaborasi pemberian analgesik, jika perlu
2 Gangguan rasa nyaman Perawatan Kenyamanan
berhubungan dengan Observasi
proses penyakit 1) Identifikasi gejala yang tidak menyenangkan
(Mis, mual, nyeri, gatal, sesak)
2) Identifikasi pemahaman tentang kondisi,
situasi dan perasaannya
3) Identifikasi masalah emosional dan spiritual

Terapeutik
4) Berikan posisi yang nyaman
5) Berikan kompres air dingin atau hangat
6) Ciptakan lingkungan yang nyaman
7) Berikan pemijatan
8) Berikan terapyi akupresur
9) Berikan terapi hipnosis
10) Dukungan keluarga dan pengasuh terlibat
dalam terapi/pengobatan
11) Diskusikan mengenai situasi dan pilihan
terapi/pengobatan yang diinginkan
Edukasi
12) Jelaskan mengenai kondisi dan pilihan
terapy/pengobatan
13) Ajarkan terapi relaksasi
14) Ajarkan latihan pernapasan
15) Ajarkan teknik distraksi dan imajinasi
terbimbing

Kolaborasi
16) Kolaborasi pemberian analgesik, antipruritus,
antihistamin, jika perlu

3 Gangguan pola tidur Dukungan Tidur


berhubungan dengan Observasi
nyeri 1) Indentifikasi pola aktivitas dan tidur
2) Identifikasi faktor pengganggu tidur (fisik
dan/atau psikologis)
3) Identifikasi makanan dan minuman yang
mengganggu tidur (mis, kopi, the, alkohol,
makan mendekati waktu tidur, minum banyak
air sebelum tidur)
4) Identifikasi obat tidur yang dikonsumsi

Terapeutik
5) Modifikasi lingkungan (mis, pencahayaan,
kebisingan, suhu, matras, dan tempat tidur)
6) Batasi waktu tidur siang, jika perlu
7) Fasilitasi menghilangkan stres sebelum tidur
8) Tetapkan jadwal tidur rutin
9) Lakukan prosedur untuk meningkatkan
kenyamanan (mis, pijat, pengaturan posisi,
terapi akupresur)
10) Sesuaikan jadwal pemberian obat dan/atau
tindakan untuk menunjang siklus tidur –
terjaga
Edukasi
11) Jelaskan pentingnya tidur cukup selama sakit
12) Anjurkan menepati kebiasaan waktu tidur
13) Anjurkan menghindari makan/minuman yang
mengganggu tidur
14) Anjurkan penggunaan obat tidur yang tidak
mengandung supresor terhadap tidur REM
15) Ajarkan faktor – faktor yang berkontribusi
terhadap gangguan pola tidur (mis, psikologi,
gaya hidup, sering berubah shif bekerja)
16) Ajarkan relaksasi otot autogenik atau cara
nonfarmakologi lainnya

11. Daftar Pustaka (5 tahun terakhir)

Hidayatulloh, H. M. (2018). Penerapan Terapi Kompres Dingin Terhadap Nyeri Post


Operasi Tonsilektomi di RSUD dr. R. Goenteng Taroenadibrata Purbalingga. 56.
Klarisa C & Fardizza F . Kapita Selekta Ed. 4 : Tonsilitis. Jakarta : Media Aesculapius.
2014: 1067
Liwikasari, N. 2018. Medica Hospitalia. 5 (2). Jakarta : Salemba Medika
Maulana Fakh, I., Novialdi, & Elmatris. 2016. Artikel Penelitian Karakteristik Pasien
Tonsilitis Kronis Pada Anak Di Bagian Tht-Kl Rsup Dr.M.Djamil Padang.
Kesehatan Andalas, 5(2), 436– 442. Retrieved From Http://Jurnal.Fk.Unand.Ac.I.
Diakses tgl 1 mei 2021
PPNI, T. P. S. D. 2017. Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia Edisi 1.
PPNI, T. P. S. D. 2018. Standar Intervensi Keperawatan Indonesia (I). Jakarta: Dewan
Pengurus Pusat PPNI.
Ramadhan, F. S. I. K., 2017. Analisa Faktor Risiko Kejadian Tonsilitis Kronik Pada Anak
Usia 5 - 11 Tahun di Wilayah Kerja Puskesmas Puuwatu Kota Kendari. Jurnal
Ilmiah Mahasiswa Kesehatan, Volume 2.
Rusmarjono, Soepardi EA. 2016. Faringitis, tonsilitis, dan hipertrofi adenoid. Dalam :
Soepardi EA, Iskandar N, Bashiruddin J, Restuti RD, editor. Buku Ajar Ilmu
Kesehatan Telinga Hidung Tenggorok Kepala dan Leher. Ed 6. Jakarta: FK UI;
2016. h.221-5.
Triola, Zuhdi, & Vani. 2020. Faktor pencetus tonsillitis pada anak usia 5-6 tahun di wilayah
kerja puskesmas bayat kabupaten klanten. Naskah publikasi, Universitas
Muhammadiyah Surakarta
Wahyuni, S. (2017). HUBUNGAN USIA, KONSUMSI MAKAN DAN HYGIENE
MULUT DENGAN GEJALA TONSILITIS PADA ANAK DI SDN 005 SUNGAI
PINANG KECAMATAN SUNGAI PINANG SAMARINDA Skripsi. Nuevos
Sistemas de Comunicación e Información, 2013–2015.

Anda mungkin juga menyukai