Anda di halaman 1dari 18

LAPORAN PENDAHULUAN

“ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN ARTRITIS REUMATOID”

STASE KEPERAWATAN MEDIKAL BEDAH

PROFESI

MINGGU 2

DISUSUN OLEH:
EKO SUSANTO
NIM. 891233004

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN PROFESI NERS


STIKES YARSI PONTIANAK

TAHUN 2023
LAPORAN PENDAHULUAN

A. Pengertian
Artritis reumatoid merupakan penyakit autoimun sistemik kronik yang
menyebabkan inflamasi jaringan ikat, terutama di sendi. Rangkaian dan keparahan
beragam, dan rentang manifestasi luas. Manifestasi RA mungkin minimal, dengan
inflamasi ringan hanya beberapa sendi dan sedikit kerusakan struktural, atau sedikit
progresif, dengan sendi multiple yang mengalami inflamasi dan deformitas nyata.
Sebagian besar pasien menunjukkan pola keterlibatan simetrik sendi perifer multiple dan
periode remisi dan eksaserbasi (Priscilla, 2016).
Rheumatoid Arthritis (RA) merupakan penyakit inflamasi nonbakterial yang
bersifat sistemik, progresif, cenderung kronik dan mengenai sendi serta jaringan ikat
sendi secara simetris. Persendian yang paling sering terkena adalah sendi tangan,
pergelangan kaki, sendi bahu serta sendi panggul dan biasanya bersifat simetris atau
bilateral, tetapi kadang juga bisa terjadi pada satu sendi saja yang disebut dengan
Arthritis Rheumatoid mono-artikular (Huda & Kusuma, 2015).
Arthritis rheumatoid (AR) adalah suatu kelainan inflamasi terutama mengenai
membrane synovial dari persendian dan umumnya ditandai dengan nyeri persendian,
kaku sendi, penurunan mobilitas, dan keletihan. AR terjadi antara usia 30 tahun dan 50
tahun dengan puncak insiden antara 40 tahun dan 60 tahun . wanita terkena dua sampai
tiga kali lebih sering dibanding pria. AR diyakinkan sebagai respons imun terhadap
antigen yang tidak diketahui. Stimulusnya dapat virus atau bakteri. Mungkin juga
terdapatpredisposes terhadap penyakit (Baughman and Hackley,2020).
Dari beberapa pengertian diatas, dapat kita simpulkan bahwa arthritis
rheumatoid (AR) adalah penyakit inflamasi pada sendi yang menyerang membrane
synovial akibat adanya autoimun yang ditandai dengan adanya nyeri sendi, kaku sendi
dan penurunan rentang gerak sendi.
B. Penyebab dan faktor predisposisi
Sampai saat ini penyebab dari arthritis rheumatoid (AR) belum diketahui secara pastin
namun faktor predisposisinya adalah mekanisme imunitas (antigen-antibodi), faktor
metabolik, dan infeksi virus (Suratun, 2018). Ada beberapa teori yang dikemukakan
sebagai penyebab arhrtitis
rheumatoid, yaitu :
1. Infeksi Streptokkus hemolitikus dan Streptococcus non-hemolitikus.
Faktor infeksi telah diduga merupakan penyebab arthritis rheumatoid Dugaan
infeksi ini menyebabkan arthritis rheumatoid juga timbul karena umumnya penyakit
ini terjadi secara mendadak dan timbul disertai oleh gambaran inflamasi yang
mencolok. Walaupun sampai saat ini masih belum berhasil dilakukan isolasi satu
mikroorganisme drai jaringan synovial. Agen infeksikus yang diduga merupahkan
penyebab arthritis rheumatoid antara lain adalah kuman, virus, jamur.
2. Endokrin
Kecendrungan wanita untuk menderita arthritis rheumatoid dan sering dijumpai
remisi pada wanita yang sedang hamil menimbulkan dugaan terhadap faktor
keseimbangan hormonal sebagai salah satu faktor yang berpengaruh pada penyakit
ini. Walaupun demikian 13 karena pemberian hormon estrogen eksternal tidak
pernah menghasilkan perbaikan sebagaimana yang diharapkan, sehingga kini belum
berhasil dipastikan bahwa faktor hormonal memang merupakan penyebab penyakit
ini.
3. Autoimmun
Pada saat ini arthritis rheumatoid diduga disebabkan oleh faktor autoimmun dan
infeksi. Autoimmun ini bereaksi terhadap kolagen tipe II, faktor infeksi mungkin
disebabkan oleh virus dan organisme mikoplasma atau grup difterioid yang
menghasilkan antigen tipe II kolagen dari tulang rawan sendi penderita.
4. Metabolik
Faktor metabolik berkaitan dengan produksi energi di dalam sel manusia.
5. Faktor genetik serta pemicu lingkungan
Faktor genetik dan beberapa faktor lingkungan telah lama diduga berperan dalam
timbulnya penyakit ini. Hal ini terbukti dari terdapatnya hubungan antara produk
kompleks histokompatibilitas utama kelas II, khususnya HLA-DR4 dengan arthritis
rheumatoid seropositif. Pengemban HLA-DR4 memiliki resiko relatif 4:1 untuk
menderita penyakit ini (Chairuddin, 2003 Huda, 2015).
C. Patofisiologi
Patofisologi pada Arthritis Rheumatoid, reaksi auto-imun terutama terjadi dalam
jaringan sinovial. Proses fagositosis menghasilkan enzim-enzim dalam sendi. Enzim-
enzim tersebut akan memecah kalogen sehingga terjadi edema, poliferasi membrane
sinovial dan akhirnya terjadi pembentukkan pannus. Pannus akan menghancurkan tulang
rawan dan akan menimbulkan erosi tulang. Akibatnya akan menghilangnya permukaan
sendi yang akan menggangu gerak sendi. Otot akan mengalami perubahan degeneratif
dengan menghilangnya elastisitas otot dan kekakuan kontraksi otot (Smeltzer, 2020).
Dari penelitian mutakhir diketahui bahwa patogenesis arthritis rheumatoid
terjadi akibat rantai pereistiwa imunologis sebagai berikut: suatu antigen penyebab
arthritis rheumatoid yang berada pada membran sinovial, akan diproses oleh antigen
presenting cells (APC). Antigen yang telah diproses akan dikenali dan diikat oleh CD 4 +
bersama dengan 19 determinan HLA-DR yang terdapat pada permukaan membrane APC
tersebut dan membentuk suatu komplek trimolekular. Pada tahap selanjutnya kompleks
antigen trimolekular tersebut akan mengekspresi resptor interleukin-2 (IL-2) pada
permukaan CD4 + . IL-2 yang diekskresi oleh sel CD4 + akan mengikatkan diri pada
reseptor spesifik pada permukaannya sendiri dan akan mengakibatkan terjadinya mitosis
dan proliferasi sel tersebut. Selain IL-2, CD4 + yang telah teraktivasi juga mensekresi
berbagai limfokin lain seperti gamma-interferon, tumor necrosis faktor ꞵ (TNF-β),
interleukin 3 (IL-3), interleukin 4 (IL-4), granulocytemacrofage colony stimulating
faktor (GM-CSF) serta bebrapa mediator lain yang bekerja merangsang makrofage untuk
meningkatkan aktivitas fagositosisnya dan merangsang proliferasi dan aktivitas sel β
untuk memproduksi antibodi. Setelah berikatan dengan antigen yang sesuai antibodi
yang dihasilkan akan membentuk kompleks imun yang akan berdifusi secara bebas ke
dalam ruang sendi (Sarfullah, 2017; Yuli, 2019).
Fagositosis kompleks imun oleh sel radang akan disertai oleh pembentukan dan
pembebasan radikal oksigen bebas, produksi protease, kolagenase dan enzim-enzim
hidrolitik lainnya. Enzim-enzim ini akan menyebabkan destruksi jaringan sendi,
memecahkan tulang rawan, ligamentum, tendon dan tulang pada sendi. Proses ini diduga
adalah bagian dari suatu respon autoimun terhadap antigen yang diproduksi secara local.
Enzim-enzim tersebut akan memecah kolagen sehingga terjadi edema/ proliferasi
membrane sinovial.
D. Pathway keperawatan
Antigen penyebab AR berada pada membran

Monosit & Makrofag mengeluarkan IL-1


+
Aktifitas sel CD 4 merangsang pembentukan
dan II-4
II-3

Terjadi mitosis & proliferasi sel

Terbentuk antibodi

Reaksi antibodi terhadap penyebab AR

Terbentuknya komplek imun di ruang sendi

Rheumatoid Arthritis (RA)

Peningkatan suhu tubuh Reaksi peradangan Nyeri Kronis

Hipertermia

Kekakuan sendi sinovial menebal kurangnya pemajanan


mengingat

Gangguan rasa nyaman Pannus Defisiensi pengetahuan

Nodul infiltrasi dalam os. Subcondria


Gangguan Citra Tubuh Deformitas sendi

Hambatan nutrisi pada kartilago artikularis

Kartilago nekrosis kerusakan kartilago dan tulang

Erosi kartilago Tendon dan ligament melemah

Adhesi pada permukaan sendi Hilangnya kekuatan otot

Ankilosis fibrosa

Keterbatasan gerak sendi Ankilosis tulang

Defisist Perawatan Diri Risiko Cedera


E. Manifestasi klinik (tanda & gejala)
Ada beberapa gejala klinis yang sering ditemukan pada penderita arthritis rheumatoid .
Gejala klinis in harus timbul sekaligus pada saat yang bersamaan oleh karena penyakit ini
memeiliki gejala arah klinis yang sangat bervariasi.
1. Gejala-gejala konstitusional, misalnya lelah, anoreksia, berat badan menurun dan
demam. Terkadang kelelahan dapat demikian hebatnya.
2. Polyarthritis simetris terutama pada sendi perifer, termasuk sendi-sendi di tangan,
namun biasanya tidak melibatkan sendi-sendi interfalangs distal. Hampir ssemua
sendi diatrodial dapat diserang.
3. Pentingnya untuk membedakan nyeri yang disebabkan perubahan mekanis dengan
nyeri yang disebabkan inflamasi. Nyeri yang timbul setelah aktivitas serta tidak
timbul pada pagi hari merupahkan tanda nyeri mekanis. Sebaliknya nyeri inflamasi
akan bertambah berat pada pagi hari saat bangun tidur dan disertai kaku sendi atau
nyeri yang hebat pada awal gerak dan berkurang setelah melakukan aktivitas.
4. Kekakuan di pagi hari selama lebih dari 1 jam, dapat bersifat generalisata, tetapi
dapat menyerang sendi-send, kekakuan ini berbeda dengan kekakuan sendi pada
osteoarthritis, yang baisanya hanya berlangsung selama beberapa menit dan selalu
kurang dari 1 jam.
5. Artritis erosive merupakan ciri khas penyakit pada gambaran radiologic. Peradangan
sendi ang kronik mengakibatkan erosi ditepi tulang.
6. Deformitas: kerusakan dari struktur-struktur penunjang sendi dengan perjalanan
penyakit. Pergeseran ulnar atau deviasi jari, sublukasi sendi metakarpofalangeal,
leher angsa adalah beberapa deformitas tangan yang sering dijumpai pada penderita.
Pada kaki terdapat protusi (tonjolan) kaput metatarsal yang timbul sekunder dan
sublukasi metatarsal. Sendi-sendi yang besar juga dapat terserang dan megalami
pengurangan kemampuan bergerak terutama dalam melakukan gerakan ekstensi.
7. Nodula-nodula reumatoid adalah adalah masa subkutan yang ditemukan pada sekitar
sepertiga orang dewasa penderita arthritis rheumatoid. Lokasi paling sering dari
deformitas ini adalah bursa olekaranon (sendi siku) atau disepanjang permukaan
ekstensor dari lengan, walaupun demikian nodula-nodula ini biasanya merupahkan
petunjuk suatu penyakit yang aktif dan lebih berat.
8. Manifestasi ekstra articular: arthritis rheumatoid juga dapat menyerang organ-organ
lain diluar sendi. Jantung (pericarditis), paru-paru (pleuritis), mata dan pembuluh
darah dapat rusak (Yuli, 2017)
F. Pemeriksaan penunjang
Tidak banyak berperan dalam diagnosis rheumatoid arthritis, namun dapat menyokong
bila terdapat keraguan atau melihat prognosis pasien. Pada pemeriksaan laboratorium
terdapat:
1. Fiksasi lateks: positif pada 75% dari kasus-kasus khas.
2. Reaksi-reaksi aglutinasi: positif pada lebih dari 50% kasus-kasus khas.
3. SDP: meningkat pada waktu timbul proses inflamasi.
4. Artroskopi langsung: visualisasi dari area yang menun jukkan
iregularitasi/degenerasi tulang pada sendi.
5. Aspirasi cairan sinovial: mungkin menunjukkan volume yang lebih besar dari
normal: buram, berkabut, muncul warna kuning (respon inflamasi), perdarahan,
penurunan viskositas dan komplemen (C3 dan C4).
6. Biopsi membrane sinovial: menunjukkan perubahan inflamasi dan perkembangan
panas (Doenges, 2020).
7. Tes faktor rheumatoid biasanya positif pada lebih dari 75% pasien arthritis
rheumatoid terutama bila masih aktif. Sisanya dapat dijumpai pada pasien leprae,
tuberkolosis paru, sirosis hepatis, hepatitis infeksiosa, endocarditis bakterialis,
penyakit kolagen dan eksaserbasi.
8. Protein C-reaktif: biasanya meningkat, posisi selama masa eksaserbasi.
9. LED: umumnya meningkat pesat (80-100mm/h) mungkin kembali normal sewaktu
gejala-gejala meningkat.
10. Leukosit: normal atau meningkat pada waktu timbul proses inflamasi.
11. Anemia normositik hipokrom akibat akibat adanya inflamasi yang kronik.
12. Trombosit meningkat.
13. Kadar albumin serum turun dan globin naik22
14. Pada pemeriksaan rontgen, semua sendi dapat terkena, tetapi yang tersering adalah
metatarsofalang dan biasanya simetris. Sendi sakroiliaka juga sering terkena. Pada
awalnya terjadi pembengkakan jaringan lunak dan demineralisasi jukstra articular
kemudian terjadi penyempitan ruang sendi dan erosi (Yuli, 2017).
G. Penatalaksanaan
Perawatan yang optimal pasien dengan arthritis rheumatoid membutuhkan pendekatan
yang terpadu dalam terapi farmakologis dan non farmakologis.
1. Non farmakologis
a. Pendidikan kesehatan penting dalam membantu pasien untuk memahami
penyakit mereka dan belajar bagaimana cara mengatasi konsekuensinya.
b. Fisioterapi dan terapi fisik dimulai untuk membantu meningkatkan dan
mempertahankan berbagai gerakan, meningkatkan kekuatan otot, serta
mengurangi rasa sakit.
c. Terapi okupasi dimulai untuk membantu pasien untuk menggunakan sendi dan
tendon efisien tanpa menekankan struktur ini, membantu mengurangi ketegangan
pada sendi dengan splints dirancang khusus, serta menghadapi kehidupan sehari-
hari melalui adaptasi kepada pasien dengan lingkungan dan penggunaan alat
bantu yang berbeda.
d. Tindakan ortopedi meliputi tindakan bedah rekonstruksi.
2. Farmakologis
a. DMARD's merupakan ukuran yang paling penting dalam pengobatan sukses AR.
DMARD's dapat memperlambat atau mencegah perkembangan kerusakan dan
hilangnya fungsi sendi. Terapi DMARD yang sukses dapat menghilangkan
kebutuhan untuk obat antiinflamasi atau analgesik lainnya. Agen Xenobiotic
DMARD's, meliputi: garam emas (misalnya, aurotiomalat, auranofit, lainnya); D-
penisilamin; klorokuin dan hidroksklorokuin; sulfasalazin (SSZ), metrotreksat
(MTX); azatioprina; dan siklosporin A.
b. Glukokortikoid adalah obat antiinflamasi manjur dan biasanya digunakan pada
pasien dengan AR untuk menjembatani waktu sampai DMARD's efektif. Dosis
prednison 10 mg per hari biasanya digunakan, namun beberapa pasien mungkin
memerlukan dosis yang lebih tinggi. pengurangan dosis tepat waktu dan
penghentian obat merupakan hal penting terkait dengan efek samping
penggunaan steroid jangka panjang.
c. NSAID mengganggu sintesis prostaglandin melalui penghambatan enzim
siklooksigenase (COX) sehingga mengurangi pembengkakan dan rasa nyeri
namun, mereka tidak menghambat kerusakan sendi dan oleh karena itu tidak
cukup untuk mengobati AR ketika digunakan sendiri. Serupa dengan
glukokortikoid, mereka dapat dikurangi dalam dosis atau dihentikan dengan
terapi DMARD sukses.
d. Analgesik, seperti asetaminofen atau parasetamol, tramadol, kodein, opiat, dan
berbagai obat analgesik lainnya juga dapat digunakan untuk mengurangi rasa
sakit. Agen ini tidak mengobati kerusakan bengkak atau sendi (Zairin, 2012)
H. Pengkajian focus

Pengkajian keperawatan merupakan tahap awal dari proses keperawatan dan


merupakan suatu proses yang sistematis dalam pengumpulan data dari berbagai
sumber data untuk mengevaluasi status kesehatan klien (Nursalam, 2018).
Menurut (Yuli, R. 2019) pengkajian yang perlu dilakukan pada lansia dengan
Rheumatoid Arthritis adalah sebagai berikut:
1. Identitas
Identitas klien yang dikaji pada penyakit system musculoskeletal adalah usia,
karena ada beberapa penyakit musculoskeletal banyak terjadi pada klien diatas usia
60 tahun.
2. Keluhan Utama
Keluhan utama yang sering ditemukan pada lansia dengan penyakit
musculoskeletal seperti: arthritis rheumatoid, gout arthritis, osteoarthritis, dan
osteoporosis sering mengeluh nyeri pada persendian tulang yang terkena, adanya
keterbatasan gerakan yang menyebabkan keterbatasan mobilitas. Berdasarkan
pengkajian karakteristik nyeri (Perry & Potter, 2018).
P (Provokative) : Faktor yang mempengaruhi gawat dan ringannya nyeri
Q (Qualitiy) : Seperti apa (tajam, tumpul, atau tersayat)
R (Region) : Daerah perjalanan nyeri
S (Scale) : Keparaha/intesitas nyeri
T (Time) : Lama/waktu serangan atau frekuensi nyeri

Gambar Skala Numerical Rating Scale (NRS)

Keterangan
0 : Tidak nyeri
3 : Nyeri ringan Secara obyektif klien dapat berkomunikasi dengan
baik
4-6 : Nyeri sedang
Secara obyekti klien mendesis, menyeringai, dapat
menunjukkan lokasi nyeri, dapat mendeskripsikannya, dapat
mengikuti perintah dengan baik.

7-9 : Nyeri berat


Secara obyektif klien terkadang tidak dapat mengikuti perintah
tapi masih respon terhadap tindakan klien, dapat menunjukkan
lokasi nyeri, tidak dapat mendeskripsikannya.
10 : Nyeri sangat berat
Pasien tidak mampu lagi berkomunikasi
3. Riwayat Penyakit Sekarang
Riwayat kesehatan saat ini berisi uraian mengenai penyakit yang diderita oleh
klien dari mulai keluhan yang dirasakan sampai klien seperti : Rheumatoid
Arthritis, lansia mengeluh nyeri pada persendian tulang yang terkena, adanya
keterbatasan gerak yang menyebabkan keterbatasan mobilitas

4. Riwayat Penyakit Dahulu


Riwayat kesehatan yang lalu seperti riwayat penyakit musculoskeletal
sebelumnya, penggunaan obat-obatan, riwayat mengkonsumsi alkohol dan
merokok.
5. Riwayat Penyakit Keluarga
Yang perlu dikaji apakah dalam keluarga ada yang menderita penyakit yang
sama baik karena faktor genetik maupun keturunan.
6. Pemeriksaan Fisik
a. Keadaan Umum
Biasanya keadaan umum lansia yang mengalami gangguan muskuloskeletal
tampak lemah, pembengkakan pada sendi, kekakuan pada otot- otot.
b. Kesadaran
Kesadaran klien lansia biasanya composmentis atau apatis
c. Tanda – Tanda Vital
1) Suhu meningkat (>37C)
2) Nadi meningkat (N : 70-80x/menit)
3) Tekanan darah meningkat atau dalam batas normal
4) Pernafasan biasanya mengalami normal atau meningkat
7. Pemeriksaan Review Of System (ROS)
a. Sistem Pernapasan (B1 : Breathing)
Dapat ditemukan peningkatan frekuensi nafas atau masih dalam batas normal.
b. Sistem Sirkulasi (B2 : Bleeding)
Kaji adanya penyakit jantung, frekuensi nadi apical sirkulasiperifer, warna, dan
kehangatan.
Gejala : Fenomena raynaud jari tangan/kaki (mis. pucat intermiten, sianosis,
kemudian kemerahan pada jari sebelum warna kembali normal)

c. Sistem Persyarafan (B3 : Brain)


Kaji adanya hilangnya gerakan /sensasi, spasme otot, terlihat kelemahan/hilang
fungsi. Pergerakan mata/kejelasan melihat, dilatasi pupil. Agitasi (mungkin
berhubungan dengan nyeri atau ansietas).
Gejala : Kebas/kesemutan pada tangan dan kaki, hilangnya sensasi pada jari
tangan. Pembengkakan sendi simetris.
d. Sistem Perkemihan (B4 : Bleder)
Perubahan pola berkemih, seperti inkontinensiaurin, dysuria, distensi kandung
kemih, warna dan bau urin, dan kebersihan.
e. Sistem Pencernaan (B5 : Bowel)
Konstipasi, konsisten feses, frekuensi eliminasi, auskultasi bising usus,
anoreksia, adanya distensi abdomen, nyeri tekan abdomen.
f. Sistem Muskuloskeletal (B6 : Bone)
Kaji adanya nyeri berat tiba-tiba/mungkin terlokalisasi pada area jaringan, dapat
berkurang pada imobilisasi, kekuatan otot, kontraktur, atrofi otot, laserasi kulit
dan perubahan warna.
Gejala: Fase akut dari nyeri (mungkin tidak disertai oleh pembengkakan
jaringan lunak pada sendi). Rasa nyeri kronis dan kekakuan (terutama pada
pagi hari, malam hari, dan ketika bangun tidur).
8. Pola Fungsi Kesehatan
Yang perlu dikaji adanyaaktivitas apa saja yang bisa dilakukan sehubungan dengan
adanya nyeri pada persendian, ketidakmampuan mobilisasi.
a. Pola Nutrisi
Menggambarkan masukan nutrisi, balance cairan dan elektrolit, nafsu makan,
pola makan, diet, kesulitan menelan, mual/muntah, dan makanan kesukaan.

Gejala : Ketidakmampuan untuk menghasilkan atau mengkonsumsi


makanan/cairan adekuat. Mual, anoreksia, kesulitan mengunyah (keterlibatan
TMJ).
Tanda : Penurunan BB, kekeringatan pada memberan mukosa.
b. Pola Eliminasi
Menjelaskan pola fungsi sekresi, kandung kemih, defekasi, ada tidaknya
masalah defekasi, masalah nutrisi, dan pengguanaan kateter.
Gejala : Berbagai kesulitan untuk melaksanakan aktifitas perawatan pribadi.
Ketergantungan pada orang lain
c. Pola Tidur dan Istirahat
Menggambarkan pola tidur, istirahat, dan persepsi terhadap energi, jumlah jam
tidur pada siang dan malam, masalah tidur, dan insomia.
d. Pola Aktivitas dan Istirahat
Menggambarkan pola latihan, aktivitas, fungsi pernafasan, dan sirkulasi,
riwayat penyakit jantung, frekuensi, irama, dan kedalaman pernafasan.
Gejala : Nyeri sendi karena gerakan, nyeri tekan, memburuk dengan stress pasa
sendi, kekakuan pada pagi hari, biasanya terjadi secara bilateral dan simetris.
Limitasi fungsional yang berpengaruh pada gaya hidup, waktu senggang,
pekerjaan, keletihan.
Tanda : Malaise, keterbatasan rentang gerak (atropi otot), kulit
(kontraktur/kelainan pada sendi dan otot).

e. Pola Hubungan dan Peran


Menggambarkan dan mengetahui hubungan serta peran klien terhadap anggota
keluarga dan masyarakat tempat tinggal, pekerjaan, tidak punya rumah, dan
masalah keuangan.

f. Pola Sensori dan Kognitif


Menjelaskan persepsi sensori dan kognitif. Pola persepsi sensori meliputi
pengkajian penglihatan, pendengaran, perasaan, dan pembau.
Pola klien katarak dapat ditemukan gejala gangguan penglihatan perifer,
kesulitan memfokuskan kerja dengan merasa diruang gelap. Sedangkan
tandanya adalah tampak kecoklatan atau putih susu pada pupil, peningkatan air
mata.

g. Pola Persepsi dan Konsep Diri


Menggambarkan sikap tentang diri sendiri dan persepsi terhadap kemampuan
konsep diri. Konsep diri menggambarkan gambaran diri, harga diri, peran,
identitas diri. Manusia sebagai sistem terbuka dan makhluk meliputi bio-psiko-
sosio-kultural-spritual, kecemasan, takutan, dan dampak terhadap sakit.
Gejala : Faktor-faktor stress akut/kronis (finansial, pekerjaan,
ketidakmampuan, faktor-faktor hubungan). keputusasaan dan ketidakberdayan
(situasi ketidakmampuan). Ancaman pada konsep diri, citra tubuh, identitas
pribadi (ketergantungan pada orang lain).
h. Pola Seksual dan Reproduksi
Menggunakan kepuasan/masalah terhadap seksualitas.
i. Pola Mekanisme/Penanggulangan Stress dan Koping
Menggambarkan kemampuan untuk mengurangi stress.
Gejala : Kulit mengkilat, tegang, nodul subkutaneus. Lesi kulit, ulkus kaki.
Kesulitan dalam menangani tugas, pemeliharaan rumah tangga. Demam ringan
menetap. Kekeringan pada matadan membran mukosa.
j. Pola Tata Nilai dan Kepercayaan
Menggambarkan dan menjelaskan pola, nilai keyakinan termasuk spiritual

I. Diagnosa keperawatan
1. Nyeri akut berhubungkan dengan agen cidera biologis/inflamasi sendi
2. Hambatan Mobilitas Fisik berhubungan dengan nyeri
3. Gangguan citra tubuh.berhubungan dengan perubahan fungsi tubuh,
deformitas
4. Resiko Cidera berhubungan dengan spasme otot
5. Defisit pengetahuan mengenai penyakit, prognosis dan kebutuhan pengobatan
berhubungan dengan kurangnya pemahaman/pengingat, keselahan
intreprestasi informasi
J. Perencanaan keperawatan
1. Nyeriakutberhubungandenganagens ciderabiologis/inflamasi sendi
Tabel Nyeri akut berhubungan dengan agens cidera biologis
1 Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi Rasional

Setelah dilakukan sebanyak 3X 24 jam 1 Jelaskan kepada klien penyebab nyeri 1. Agar pengetahuan klien bertambah
maka nyeri menurun dengan kriteria hasil : 2 Anjurkan memonitoring nyeri secara 2. Untuk
mandiri memantau nyeri yang dialamiklien
1. Klien dapat menjelaskan
3 Ajarkan klien melakukan teknik 3. Sebagai
penyebab nyeri
nonfarmakologi (Misalnya,kompres penunjang rasa nyeri yangdialamioleh
2. Klien melaporkan nyerinya berkurang
air hangat) klien
3. Klien dapat mendemonstrasikan cara
4 Ajarkanteknik rom aktif dan pasif 4. Agar nyeri berkurang
mengatasinyeri
5. Observasi skala nyeri, lokasi, 5. Agar mengetahui nyeri yang dialami
4. – wajah tidak tampak menyeringai
karakteristik, durasi,dan kualitas nyeri
klien membaik atau semakin
- Skala nyeri1-3
memburuk
- TTVdalam batas normal :
- TD : 130/80-
140/90 mmHg
- N: 60-70x/mnt
- RR : 14-16x/mnt
- S : 36,4-37,5oC
2. Hambatan Mobilitas fisik berhubungan dengan nyeri
Tabel Hambatan Mobilitas fisik berhubungan dengan nyeri
2. Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi Rasional
Setelah dilakukan tindakan keperawatan 3x 1. Jelaskan tujuan dari latihan gerak 1. Dapat menambah wawasan pasien
24 jam maka mobilitas fisik dengan kriteria tentang penyebab terjadi hambatan
2. Ajarkan melakukan latihan gerak aktif
hasil : mobilitasfisik
1. Klien dapat menjelaskan dan pasif 2. Agar klien tidak ada hambatan
penyebab terjadinya hambatan mobilitas fisik
mobilitas fisik 3. Anjurkan menggunakan alaskaki yang
3. Mencegah kekuan sendi
2. Klien melaporkan immobilitas
memudahkan alas kaki dan
berkurang 4. Mengetahui perkembangan pasien
3. Klien mampu memudahkan cidera
mendemonstrasikan ROM aktif dan 5. Agar mengetahaui kedaan klien
4. Ajarkan teknik ambulasi tanpa alat
pasif
4. – Klien tidak ada hambatan mobilitas bantu jalan
fisik
5. Observasi mobilitas fisik klien
- Aktivitas klien meningkat
- Kekuatan otot meningkat
- ROMmeningkat
- Kekuatan fisik meningkat

3. Gangguan citra tubuh berhubungan dengan perubahan fungsi tubuh


Tabel Gangguan citra tubuh berhubungan dengan perubahan fungsi tubuh

Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi Rasional


3
Setelah di lakukan tindakan keperawatan 3x 1. Kaji secara verbalmaupun 1. Untuk mengetaui kondisi klien
24 jam maka citra tubuh meningkat dengan non verbal terhadap 2. Menambah pengetahua n klien
kriteria hasil : tubuhnya 3. Agar dapat mengetahui keadaan klien
1. Klien mampu mengenali 2. Jelaskan
gambaran tubuh tentang pengobatan perawatan,
2. Klien mengatakan kepercayaan diri kemajuan dan prognosis
sudah meningkat pengobatan
3. Klien mampu
3. Dorong klienmengungkapka n
mendiskripsikan tentang dirinya
perasaanya
4. Mengungkapkan peningkatan rasa
percaya diri dalam kemampuan untuk
menghadapi penyakit ,perubahan pada

gaya hidup, dan kemungkinan


keterbatasan.
5. Menyusun rencana realistis untuk
masa depan

4. Resiko Cidera berhubungan dengan spasme otot


Tabel Resiko Cidera berhubungan dengan spasme otot
No Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi Rasional
4. Setelah dilakukan tindakan keperawatan 1. Jelaskan apa saja lingkungan yang 1. Menambah wawasan pasien
selama 3 kali 24 jam maka tingkat cidera dapat membuat terjadi cidera 2. Mengurangi resiko cidera
menurun dengan kriteria hasil : 2. Ajarkan cara mengendalikan 3. Mengurangi resiko cidera
1. Klien mampu mengidentifikasi lingkungan yang aman
pengendalian lingkungan 3. Anjurkan untuk menghindari
2. Klien mengatakan lingkungan terkendali lingkungan yang dapat
3. Klien mampu mendiskripsikan cara menyebabkan cidera
pengendalian lingkungan yang aman 5.
lingkungan terkendali 6.
7.
8.
4. Defisit pengetahuan mengenai penyakit, prognosis dan kebutuhan pengobatan berhubungan dengan kurangnya
pemahaman/pengingat, keselahan intreprestasi informasI
Tabel Defisit pengetahuan mengenai penyakit, prognosis dan kebutuhan pengobatan berhubungan dengan kurangnya pemahaman/
pengingat, keselahan intreprestasi informasi
No Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi Rasinoal
5 Setelah di lakukan tindakan keperawatan 1 1. Jelaskan penyebab penyakit 1. Menambah wawasan klien
kali 24 jam maka pengetahuan meningkat 2. Jelaskan Tanda gejala penyakit 2. Agar mengetahui tanda dan gejala
dengan kriteria hasil : 3. Jelaskan komplikasi artritis rheumatoid rheumatoid
1. Klien mampu menyebutkan 4. Jelaskan penangganan Artitis 3. Untuk
penyebab artritis rheumatoid rheumatoid mengetahui komplikasi artritis
2. Klien mampu menyebutkan rheumatoid
tandadangejala artritis rheumatoid 4. Untuk mengetahui penangganan
3. Klien mampu menyebutkna artritis rheumatoid
komplikasidari artitis rheumatoid
4. Klien mampu menyebutkan
penanganan artritis rheumatoid
5. Klien tidak terlihatbingung
DAFTAR PUSTAKA

Baughman, D.,& Hackley,J.2016. Keperawatan Medikal Bedah. Jakarta: EGC


Huda, A., & Kusuma, H. (2015). Aplikasi Asuhan Keperawatan berdasarkan Diagnosa Medis &
NANDA. Yogyakarta: Mediaction.
Keperawatan Medikal Bedah. Jakarta: EGC
LeMone, Priscilla., Burke, Karen. M., & Bauldoff, Gerene.(2016). Buku Ajar
Noor Helmi, Zairin. (2012). Buku Ajar Gangguan Muskuloskeletal. Jakarta : Salemba Medika
Potter, P. A., & Perry, A. G. (2011). Buku Ajar Fundamental Keperawatan: Konsep, Proses, dan
Praktik. (M. Ester, D. Yulianti, & I. Parulian, Eds.) (4th ed.). Jakarta: EGC
PPNI. (2018). Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia : Definisi dan Tindakan Keperawatan (1st ed.).
Jakarta: DPP PPNI.
PPNI. (2018). Standar Intervensi Keperawatan Indonesia : Definisi dan Tindakan Keperawatan (1st ed.).
Jakarta: DPP PPNI
PPNI. (2018). Standar Luaran Keperawatan Indonesia : Definisi dan Tindakan Keperawatan (1 st ed.).
Jakarta: DPP PPNI.

Smeltzer & Bare, (2012). Buku Ajar keperawatan Medikal Bedah. Jakarta : EGC

Yuli, R. 2014. Buku Ajar Asuhan Keperawatan Gerontik Aplikasi NANDA, NIC, dan
NOC, Jilid I. Cv. Trans Info Media.

Anda mungkin juga menyukai