Anda di halaman 1dari 24

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar belakang


Perubahan – perubahan akan terjadi pada tubuh manusia sejalan dengan
makin meningkatnya usia. Perubahan tubuh terjadi sejak awal kehidupan
hingga usia lanjut pada semua organ dan jaringan tubuh. Keadaan demikian
itu tampak pula pada semua sistem muskuloskeletal dan jaringan lain yang
ada kaitannya dengan kemungkinan timbulnya beberapa golongan reumatik.
Salah satu golongan penyakit reumatik yang sering menyertai usia lanjut yang
menimbulkan gangguan muskuloskeletal terutama adalah reumatoid artritis.
Kejadian penyakit tersebut akan makin meningkat sejalan dengan
meningkatnya usia manusia.
Reumatik bukan merupakan suatu penyakit, tapi merupakan suatu sindrom
dan golongan penyakit yang menampilkan perwujudan sindroma reumatik
cukup banyak, namun semuanya menunjukkan adanya persamaan ciri.
Menurut kesepakatan para ahli di bidang rematologi, reumatik dapat
terungkap sebagai keluhan atau tanda. Dari kesepakatan, dinyatakan ada tiga
keluhan utama pada sistem muskuloskeletal yaitu: nyeri, kekakuan (rasa
kaku) dan kelemahan, serta adanya tiga tanda utama yaitu: pembengkakan
sendi., kelemahan otot, dan gangguan gerak

1.2 Rumusan masalah


1. Apakah pengertian dari Reumatoid Artritis ?
2. Apa saja penyebab dari Reumatoid Artritis ?
3. Apa saja manifestasi klinis dari Reumatoid Artritis ?
4. Bagaimana patofisiologi dari Reumatoid Artritis ?
5. Bagaimana pathway dari Reumatoid Artritis ?
6. Apa saja pemeriksaan penunjang dari Reumatoid Artritis ?
7. Bagaimana penatalaksanaan dari Reumatoid Artritis ?
8. Apa saja komplikasi dari Reumatoid Artritis ?

1
1.3 Tujusn Penulisan
1.3.1 Tujuan Umum
Untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah Keperawatan
Medikal Bedah III.
1.3.2 Tujuan Khusus
1. Untuk mengetahui pengertian dari Reumatoid Artritis
2. Untuk mengetahui penyebab dari Reumatoid Artritis
3. Untuk mengetahui manifestasi klinis dari Reumatoid Artritis
4. Untuk mengetahui patofisiologi dari Reumatoid Artritis
5. Untuk mengetahui pathway dari Reumatoid Artritis
6. Untuk mengetahui pemeriksaan penunjang dari Reumatoid
Artritis
7. Untuk mengetahui penatalaksanaan dari Reumatoid Artritis
8. Untuk mengetahui komplikasi dari Reumatoid Artritis

2
BAB II
PEMABAHSAN

2.1 Konsep Dasar Teori


2.1.1 Pengertian arthritis
Arthritis adalah inflamasi sendi (Barbara Engram, 1999).
Arthritis adalah suatu bentuk penyakit sendi yang sering
dijumpai, meliputi bermacam-macam kelainan dengan penyebab yang
berbeda (Robbins, 2007).
Arthritis reumatoid adalah suatu penyakit inflamasi sistemik
kronik yang tidak diketahui penyebabnya, dikarakteristikkan oleh
kerusakan dan perforasi membran sinovial, yang menyebabkan
kerusakan pada tulang sendi, ankilosis, dan deformitas. (Doenges, E
Marlin, 2000 : hal 859).
Arthritis reumatoid adalah gangguan autoimun kronik yang
menyebabkan proses inflamasi pada sendi (lemone & Burke, 2001).
Penyakit reumatik adalah penyakit inflamasi non bakterial yang
bersifat sistemik, progresif, cenderung kronik dan mengenai sendi
serta jaringan ikat sendi secara simetris (Rasjad Chairuddin, pengantar
Ilmu Bedah Ortropedi).

2.1.2 Etiologi
Etiologi arthritis reumatoid masih belum diketahui,
kemungkinan artritis reumatoid merupakan manifestasi respon
terhadap suatu sgen infeksiosa paja pejamu yang secara genetis rentan
telah di perkirakan. Karena distribusi artritis reumatoid yang telah
mendunia, organisme tersangka yang telah dihipotesiskan terdapat
dimana-mana. Sejumlah agen penyebab telah di perkirakan, yaitu
Mycoplasma,virus Eipstein Barr, sitomegalovirus, parvovirus, dan
virus rubella, tetapi bukti yang meyakinkan apakah agen tersebutatau
agen infeksiosa lain menyebabkan arthritis reumatoidbelum ada
(Harrison,2000).

3
Walaupun belum dapat dipastikan sebagai penyebab, faktor
genetik, hormonal, infeksi, dan head shock protein telah diketahui
berpengaruh kuat dalam menentukan pola morbiditas.
1. Faktor genetik dan beberapa faktor lingkungan telah lama diduga
berperan dalam timbulnya penyakit ini. Hal ini terbukti dari
terdapatnya hubungan dalam produk kompleks
tustokompatibilitas utama kelas II, khusus nya HLA – DR,
dengan Arthritis reumatoid. Seropositif. Karena adanya temuan
terhadap antigen tustokompatibilitas spesifik (HLA) pada anggota
keluarga.
2. Kecenderungan wanita yang menderita AR dan sering dijumpai
pada wanita yang sedang hamil menimbulkan dugaan terdapatnya
faktor keseimbangan huormonal sebagai salah satu faktor yang
berpengaruh terhadap penyakit.
3. Karena pemberian hormon estrogen eksterna tidak menghasilkan
perbaikan infeksi telah diduga merupakan penyebab AR. Dugaan
faktor infeksi sebagai penyebab AR juga timbul karena umunya
omset penyakit ini terjadi secara mendadak dan timbul dengan
disertai oleh gambaran inflamsi yang mencolok. Agen infeksius
yang diduga merupakan penyebab AR antara lain adalah bakteri
mikoplasma dan virus.
4. Heat Shock Protein (HSP) adalah sekelompok protein berukuran
sedang(60-90 Kda) yang dibentuk oleh sel seluruh species sebagai
respon terhadap stres.

2.1.3 Klasifikasi
Beberapa klasifikasi dari artritis :
1. Artritis juventil tipe pausiartikular.
Biasanya mengenai sendi lutut atau pergelangan kaki,
kadang mengenai sendi panggul atau siku. Keadaan umum
biasanya baik. Komplikasi yang dapat timbul adalah iridosiklitis.

4
2. Artritis tipe poliartikular.
Menenai lima sendi atau lebih dan disetrai dengan tanda
yang lebih berat. Paling sering di temukan pada sendi lutut,
pergelangan kaki, telapak kaki, pergelangantangan dan leher.
Prognosisi buruk bila timbul berulang. Komplikasi berupa
hambatan umum pertumbuhan skelet. Keadaan ini diperberat
dengan pemberian kortikosteroid jangka panjang.
3. Artritis juventil sistemik yang disebut juga penyakit still.
Tipe ini jarang ditemukan, tetapi dengan prognosis yang
lebih buruk. Biasanya menyerang anak dibawah umur lima tahun.
Pada keadaaan akut, dapat menyerang beberapa sendi disertai
tanda sistemik berupa panas tinggi, bercak eritema, anemia.
Limfadenopati, hepatosplenomegali dan perikarditis. Dan tipe ini
70% akan mengalami remisi dibawah umur 10 tahun. Umumnya
didapat depormitas karena destruksi sendi dan gangguan
pertumbuhan. Penanggulangan dengan imobilisasi menggunakan
bidai sementara dapat mencegah defoemitas sendi. Pemberiana
kortikostiroid jangka panjang tidak memperbaiki prognosis atau
mencegah komplikasi, malah mengakibatkan daya tahan tubuh
terhadap infeksi menurun dan osteoporoosis.

2.1.4 Manifestasi Klinis


Ada beberapa gambaran / manifestasi klinis yang ditemukan
pada penderita reumatik. Gambaran klinis ini tidak harus muncul
sekali gus pada saat yang bersamaan oleh karena penyakit ini
memiliki gambaran klinik yang sangat bervariasi.
1. Gejala –gejala konstitu nasional, misalnya lelah, kurang nafsu
makan, berat badan menurun dan demam
2. Poliartritis simetris (peradangan sendi pada sisi kiri dan kanan)
terutama pada sendi perifer, termasuk sendi – sendi di tangan,
namun biasanya tidak melibatkan sendi – sendi antara jari – jari

5
tangan dan kaki, hamper semua sendi diartrodial (sendi yang
dapat digerakkan dengan bebas) dapat terserang.
3. Kekakuan dipagi hari selama lebih dari 1 jam, dapat bersifat
umum tetapi terutama menyerang sendi – sendi. Kekakuan ini
berbeda dengan kekauan sendi pada osteoarthritis (peradangan
tulang dan sendi), yang biasanya hanya berangsung selama
beberapa menit dan selama kurang dari 1 jam.
4. Artritis Erosif merupakan cirri khas penyakit ini pada gambaran
radiologik. Peradangan sendi yang kronik mengakibakan
pengikisan ditepi tulang.
5. Deformitas : kerusakan dari struktur penunjang sendi dengan
perjalanan penyakit. Pergeseran ulnar aau deviasi jari, devormitas
boutonniere dan leher angsa adalah beberapa devormitas tangan
yang sering dijumpai pada penderita. Pada kaki eterdapa tonjolan
kaput metatarsal yang timbul sekunder dari subluksasi metatarsal.
Sendi – sendi yang besar juga dapat terserang dan mengalami
pengurangan kemampuan bergerak terutama dalam melakukan
gerakan ekstensi.
6. Nodula – nodula reumatoid adalah masa subkutan yang
ditemukan pada sekitar sepertiga orang dewasa penderita rematik.
Lokasi yang paling sering dari deformias ini adalah bursa
olekranon ( sendi siku) atau disepanjang permukaan ekstensor
dari lengan, walaupun demikian tonjolan ini dapat juga timbul
pada tempat – tempat lainnya. Adanya nodula – nodula ini
biasanya merupakan peumjuk suatu penyakit yang aktif dan lebih
berat.
Jika ditinjau dari stadium penyakit, terdapa tiga stadium, yaitu
stadium sinovitis, stadium destruksi, dan stadium devormitas.
1) Istirahat mutlak pada tingkat akut atau memakai bidai sendi.
2) Terapi fisik, bantu latihan ROM, dan kompres.
3) Pembedahan rekonstruksi jika perlu atau sesuai program dan
pengobatan.

6
2.1.5 Patofisiologi
Inflamasi mula-mula mengenai sendi-sendi sinovial
seperti edema, kongesti vaskular, eksudat febrin dan infiltrasi
selular. Peradangan yang berkelanjutan, sinovial menjadi menebal,
terutama pada sendi artikular kartilago dari sendi. Pada persendian
ini granulasi membentuk panus, atau penutup yang menutupi
kartilago. Panus masuk ke tulang sub chondria. Jaringan granulasi
menguat karena radang menimbulkan gangguan pada nutrisi
kartilago artikuer. Kartilago menjadi nekrosis.
Tingkat erosi dari kartilago menentukan tingkat
ketidakmampuan sendi. Bila kerusakan kartilago sangat luas maka
terjadi adhesi diantara permukaan sendi, karena jaringan fibrosa
atau tulang bersatu (ankilosis). Kerusakan kartilago dan tulang
menyebabkan tendon dan ligamen jadi lemah dan bisa
menimbulkan subluksasi atau dislokasi dari persendian. Invasi dari
tulang sub chondrial bisa menyebkan osteoporosis setempat.
Lamanya artritis reumatoid berbeda dari tiap orang.
Ditandai dengan masa adanya serangan dan tidak adanya serangan.
Sementara ada orang yang sembuh dari serangan pertama dan
selanjutnya tidak terserang lagi. Yang lain. terutama yang
mempunyai faktor reumatoid (seropositif gangguan reumatoid)
gangguan akan menjadi kronis yang progresif.
Pada Artritis reumatoid, reaksi autoimun terutama terjadi
pada jaringan sinovial. Proses fagositosis menghasilkan enzim-
enzim dalam sendi. Enzim-enzim tersebut akan memecah kolagen
sehingga terjadi edema, proliferasi membran sinovial, dan akhirnya
membentuk panus. Panus akan meghancurkan tulang rawan dan
menimbulkan erosi tulang, akibatnya menghilangkan permukaan
sendi yang akan mengalami perubahan generative dengan
menghilangnya elastisitas otot dan kekuatan kontraksi otot.

7
2.1.6 WOC :

2.1.7 Pemeriksaan Dignostik


1. Pemeriksaan labolatorium terdapat :
a. Auto Antibodi
Suatu faktor anti-gama globulin (IgM) yang bereaksi
terhadap perubahan IgG. Titer,lebih besar dari 1:160 biasanya
dikatkan dengan nodula reumatoid. Penyakit yang
berat,vaskulitis dan proknosis yang buruk.
b. LED (laju endap darah)
Suatu indeks peradangan yang bersifat tidak spesifik.
Pada artritis reumatoid nilainya dapat tinggi (100mm/jam
atau lebih tinggi). Hal ini berarti bahwa laju endap darah
dapat dipakai untuk memantau aktifitas penyakit.
c. Protein C-reaktif biasanya positif
d. Leukosit normal atau meningkat sedikit.
e. Anemia normalistik hipokrom akibat adanya inflamasi yang
kronik.
f. Trombosit meningkat.
g. Kadar albumin serum turun dan globulin naik.

8
2. Pemeriksaan sinar X dari sendi yang sakit :
Menunjukkan pembengkakkan pada jaringan lunak,erosi
sendi,dan osteoporosis dari tulang yang berdekatan berkembang
menjadi formasi kista tulang,memperkecil jarak sendi dan
subluksasio.
3. Scan Radio Nuklida :
Identifikasi peradangan sinovium.
4. Pemeriksaan artroskopi langsung:
Visualisasi dari area yang menunjukkan
irregularitas/degenerasi tulang pada sendi.
5. Pemeriksaan aspirasi cairan sinovial:
Mungkin menunjukkan volume yang lebih besar dari
normal=buram,berkabut,munculnya warna kuning.
6. Pemeriksaan Biopsi membran sinovial :
Menunjukkan perubahan inflamasi dan perkembangan
panas.
7. Arthrography:
Akan memberikan visualisasi radiografi setelah udara dan
media kontras dimasukkan ke sendi,hal ini berguna untuk melihat
ligamen (ikatan sendi) dan kartilago (tulang rawan) yang tidak
bias tervisualisasikan dengan menggunakan sinar x saja.
8. Mielography :
Ini digunakan untuk mengevaluasi kerusakan jaringan
chorda spinalis dan ujung-ujung syaraf. Tes ini mencakup
pemeriksaan huroskopi ruangan subarachnoid setelah dilakukan
injection dan media kontra.

2.1.8 Penatalaksanaan Keperawatan


Penatalaksanaan medik pada pasien RA diantaranya :
1. Pendidikan : meliputi tentang pengertian, patofisiologi,
penyebab, dan prognosis penyakit ini.
2. Istirahat : karena pada RA ini disertai rasa lelah yang hebat.

9
3. Latihan : pada saat pasien tidak merasa lelah atu inflamasi
berkurang, ini bertujuan untuk mempertahankan fungsi sendi
pasien.
4. Termoterapi
5. Gizi yaitu dengan memberikan gizi yang tepat.
6. Pemberian obat-obatan :
a. Anti inflamasi non steroid (NSAID) contoh : aspirin yang
diberikan pada dosis yang telah ditentukan.
b. Obat-obat untuk rheumatoid artritis :
1) Acetyl salicylic acid, cholyn salicylate (analgetik,
antipyrpyrecit, anty inflamatory).
2) Indomethacin/indocin (analgetik, anti inflamatori)
3) Ibufropen/motrin (analgetik, anti inflamatori)
4) Tolmetin sodium/tolectin (analgetik,anti inflamatori)
5) Naproxsen/Naprosin (analgetik, anti inflamatori)
6) Sulindac/Clinoril (analgetik, anti inflamatori)
7) Piroxican/feldene (analgetik, anti inflamatori)

2.1.9 Komplikasi
1. Dapat menimbulkan perubahan pada jaringan lain seperti adanya
proses granulasi dibawah kulit yang disebut subcutan nodule.
2. Cervical myelopathy. Saraf tulang belakang tertekan akibat
dislokasi persendian tulang belakang bagian atas. Walau jarang
terjadi, jika tidak segera dioperasi, kondisi ini bisa menyebabkan
kerusakan saraf tulang belakang permanen dan akan berdampak
kepada aktivitas sehari-hari
3. Pada pembuluh darah terjadi tromboemboli
Tromboemboli adalah adanya sumbatan pada pembuluh darah
yang disebabkan oleh adanya darah yang membeku
4. Terjadi splenomegali
Slenomegali merupakan pembesaran limfa,jika limfa membesar
kemampuannya untuk menyebabkan berkurangnya jumlah sel

10
darah putih dan trombosit dalam sirkulasi menangkap dan
menyimpan sel-sel darah akan meningkat

2.2 Konsep Dasar Asuhan Keperawatan


2.2.1 Pengkajian
a. Anamnese
1) Identitas pasien, meliputi :
Meliputi nama, umur, (lebih sering pada kelompok
usia lanjut, pada usia 40-60 tahun dan pada wanita hamil),
jenis kelamin (lebih banyak pada perempuan daripada laki-
laki dengan perbandingan 3:1), pendidikan, alamat,
pekerjaan, agama, suku bangsa, tanggal dan jam masuk RS,
nomor register, dan diagnosa medis.
2) Keluhan utama
Pada pasien dengan artritis reumatoid, mengeluh nyeri
sendi dan nyeri tekan disertai dengan kemerahan dan bengkak
pada jaringan lunak sekitar sendi.
3) Riwayat penyakit sekarang
Klien merasa nyeri pada sendi yang disertai dengan
kemerahan dan bengkak pada jaringan lunak.
4) Riwayat penyakit dahulu
Tanyakan kepada pasien, apakah mempunyai riwayat
penyakit infeksi lain, misalnya penyakit tertentu seperti
penyakit DM mesnghambat proses penyembuhan artritis
reumatoid.
5) Riwayat penyakit keluarga
Tanyakan pada pasien, apakah ada keluarga yang
menderita penyakit artritis reumatoid, atau penyakit turunan
lainnya.
6) Pengkajian Psikososial-spiritual
Psikologi : apakah pasien merasa cemas terhadap
penyakitnya ?

11
Sosial : kaji, bagaimana hubungan interaksi pasien dengan
dokter, perawat, keluarga, dan sesama pasien
Spiritua : kaji, apakah pasien mejalankan ibadahnya menurut
keyakinan agama yang pasien anut
7) Pemenuhan Kebutuhan (11 pola gordon)
a. Pola persepsi kesehatan-pemeliharaan kesehatan
1) Apakah pernah mengalami sakit pada sendi-sendi?
2) Riwayat penyakit yang pernah diderita sebelumnya?
3) Riwaya keluarga dengan RA
4) Riwayat keluarga dengan penyakit autoimun
5) Riwayat infeksi virus,parasit,bakteri,dll
b. Pola nutrisi metabolik
1) Jenis,frekuensi,jumlah makanan yang dikonsumsi
(makanan yang banyak mengandung fosfor(zat
kapur),vitamin dan protein).
2) Riwayat gangguan metabolik
c. Pola eliminasi
Adakah gangguan pada saat BAB dan BAK
d. Pola Aktifitas dan latihan
1) Kebiasaan aktifitas sehari-hari sebelum dan sesudah
sakit
2) Jenis aktifitas yang dilakukan
3) Rasa sakit/nyeri pada saat melakukan aktifitas
4) Tidak mampu melakukan aktifitas berat
e. Pola istirahat dan tidur
1) Apakah ada gangguan tidur?
2) Kebiasaan tidur sehari
3) Terjadi kekakuan selama ½-1 jam setelah bangun
tidur
4) Adakah rasa nyeri pada saat istirahat dan tidur
f. Pola persepsi kognitif
Adakah nyeri sendi saat digerakkan atau istirahat?

12
g. Pola persepsi dan konsep diri
1) Adakah perubahan pada bentuk tubuh
(derformitas/kaku sendi)?
2) Apakah pasien merasa malu dan minder pada
penyakitnya?
h. Pola peran dan hubungan dengan sesama
1) Bagaimana hubungan dengan keluarga?
2) Apakah ada perubahan peran pada klien?
i. Pola reproduksi seksualitas
Adakah gangguan seksualitas?
j. Pola mekanisme koping dan toleransi terhadap stress
Adakah perasaan tyakut,cemas akan penyakit yang
diderita?
k. Pola sistem kepercayaan
1) Agama yang dianut?
2) Adakah gangguan beribadah?
3) Apakah klien menyerahkan sepenuhnya penyakitnya
pada Tuhan.

b. Pemeriksaan Fisik (Head to Toe)


1. Kaji observasi Tanda-tanda vital (TTV)
TD : 1020/80 mmHg batas normal pada AR
S : 36̊̊̊̊̊̊ C batas normal
N : 80x/menit batas normal
RR : pada umunya klien dengan penyakit sepeerti ini
tingkat kesadaran dalam keadaan sadar/composmetis dengan
GCS :4-5-6
Pada umumnya suhu tubuh mengalami demam ringan
(selama periode exaserbasi), dan biasanya tacicardi.
2. Pengkajian persistem
a. Sistem Integumen
1) Kulit nampak mengkilat,

13
2) Turgor, tekstur (penebalan pada kulit)
3) Integritas (lecet, kemerahan, luka, gangguan
sirkulasi, keekstermitas).
b. Sistem muskuloskletal
1. Inspeksi:
a) Perhatikan keadaan sendi-sendi pada leher,
spinaservikal, spinatorakal, lumbai, bahu siku,
pergelanggan, tangan dan jari tangan, pinggul,
lutut, ekstermitas bawah dan panggul.
b) Amati kemerahan dan bengkak pada jaringan
lunak sekitar sendi.
2. Palpasi
a) Adanya nyeri sendi pada daerah yang disertai
kemerahan/bengkak. Dengan sekala nyeri :
Ringan : 0-3
Sedang : 3-7
Berat : 7-10
b) Temperatur hangat pada sendi yang nyeri.
c. Sistem penglihatan
1. Inspeksi:
Kelainan mata yang sering dijumpai pada : “AR”
adalah kerato konjugtivitis sicca yang merupakan
manifestasi syndrome sjogren. Pada keadaan itu
gekjala ini seringkali tidak dirasakan oleh pasien
pada episode episkleritis yang ringan.
Dapat pula dijumpai gejala skleritis yang secara
histologis menyupai nodul rheumatoid dan dapat
terjadi erosi sklera sampai pada palpasi koroid serta
menimbulkan gejala sklero malaia pektorans sebagai
akbat terjadi kebutaan.

14
d. Sistem pernafasan
Gejala keterlibatan saluran nafas atas ini dapat berupa
nyeri tenggorokkan,nyeri menelan/disfunia yang sering
dirasakan pada pagi hari dengan gejala efusi pleura dan
fibrosa paru luas.
e. Sistem Kardiovaskuler
Pada “AR” jarang dijumpai gejala perikarditis berupa
nyeri dada gangguan faal jantung akan tetapi pada
beberapa pasien dapat pula dijumpai gejala perikardiitis
konstriktif yang berat.lesi inflamatis yang merupakan
nodul rheumatoid dapat dijumpai pada miokardiium dan
katup jantung.
Lesi dapat menyebabkan disfungsi katup,tenoken
embolisasi,g3 konduksi aortitis dan kardiomopati.
f. Sistem persyarafan
Pada sistem ini gejala tidak begitu jelas “AR”
berhubungan dengan miesopati akibat insabilitas
vertebra,servikal,neuropati zepitan,neuropati iskemik
akibat nasulilitis.
g. Sistem pencernaan
Pada kasus ini klien tidak mengalami traktus
gastrointeskinalis yang spesifik,namun dalam hal ini
“AR” dapat mengakibatkan ulkus peptikum. Pada G I
(gastritis) merupakan komplikasi utama obat anti
inflamasi dari gejala “AR”.
h. Sistem Reproduksi
Tidak adanya penyakit kelamin
i. Sistem perkemihan
Dapat ditentukan adanya neurokarotis pati dan papilar
ginjal

15
c. Analisa Data
NO DATA ETIOLOGI MASALAH

1 DS: Adanya agen Nyeri


- Klien mengatakan pencerderaan
merasa nyeri pada
bagian sendinya
- Klien mengatakan
adanya nyeri Distensi jaringan oleh
tekan dan disertai akumulasi cairan/ proses
dengan kemerahan inflamasi
serta
pembengkakan
didaerah jaringan Destruksi sendi (nyeri)
lunak sekitar sendi
DO:
- Menagis
- Wajah tegang
- Skala nyeri berat
(7 – 10)

2. DS: Deformitas skeletal Mobilisasi


- Klien mengatakan fisik
adanya kekakuat
dan susah Intoleransi terhadap
menggerakkan aktivitas
bagian sendinya
DO:
- Susah dalam Penurunan kekuatan otot
menggerakkan
bagian tubuhnya
Mobilisasi fisik

3. DS: Perawatan diri


- Klien mengatakn
maludengan Ketidak seimbangan
keadaan penyakit mobilitas.
yang dialami.
DO:
- Takut Perubahan penampilan
- Cemas tubuh

Gangguan citra tubuh


4. DS: Perawatan diri
- Klirn mengatakan

16
susah dalam Kerusakan
mengatur aktivitas musculoskeletal
sehari- harinya
DO:
- Susah dalam Penurunan kekuatan dan
menggerakkan daya tahan
bagian tubuhnya.
- Meringis Nyeri pada waktu
- Cemas bergerak
- binggung

Defresi

Peroses dalam
kemampuan merawat diri

5. DS: Kurang
- klien mengatakan pengetahuan
mengetahui Kurangnya pemajanan/
tentang penyakit mengingat
DO:
- takut
- cemas Kesalahan interpretasi
- binggung informasi

Kebutuhan dalam
pembelajaran tentang
penyakit, dan prognosis

2.2.2 Diagnosa Keperawatan


1. Nyeri yang berhubungan dengan agen pencendera, distensi
jaringan oleh akumulasi cairan/ peroses inflamasi, distruksi
sendri.
2. Mobilitas berhubungan dengan depormitas skeletal, intoleransi
terhadap aktivitas, penurunan kekuatan otot.
3. Gangguan citra tubuh berhubungan dengan ketidak seimbangan
mobilitas, perubahan penampilan tubuh.
4. Defisit perawatan diri berhubungan dengan kerusakan
musculoskeletal, penurunan kekuatan, daya tahan, nyeri pada
waktu bergerak, depresi.

17
2.2.3 Intervensi Keperawatan
No Dx Keperawatan NOC NIC
1. Nyeri berhubungan Tujuan : nyeri yang 1. Selidiki keluhan nyeri,
dengan agen dirasakan klien dapat catat lokasi dan
pencedra, distensi berangsur berkurang intensitas, (skala 0-10).
jaringan oleh Kriteria hasil : Catat Faktor-faktor
akumulasi cairan/ 1. Menunjukkan nyeri yang mempercepat dan
proses inflamasi, hilang / terkontrol. tanda-tanda rasa sakit
destruksi sendi 2. Dapat tidur/ istirahat non verbal
dan dapat 2. Berikan matras/kasur
berpartisipasi dalam keras /bantal kecil.
aktifitas sesuai Tinggikan linen tempat
kemampuan tidur sesuai kebutuhan.
3. Biarkan pasien
mengambil posisi yang
nyaman pada waktu
tidur atau duduk
dikursi. Tingkatkan
istirahat ditempat tidur
sesuai indikasi.
4. Dorong untuk sering
mengubah posisi.
Bantu pasien untuk
bergerak ditempat
tidur, sokong sendi
yang sakit diatas dan
dibawah, hindari
gerakan yang
menyentak.
5. Anjurkan pasien untuk
mandi air hangat atau
mandi pancuran pada

18
waktu tidur, sediakan
waslap hangat untuk
mengompres sendi-
sendi yang sakit
beberapa kali sehari.
Pantau suhu air
kompres, air mandi dan
sebagainya.
6. Kolaborasi : berikan
obat-obatan sesuai
petunjuk.
2. Mobilitas fisik Tujuan : dapat bergerak / 1. Evaluasi/lanjutkan
berhubungan mampu dengan sengaja pemantauan tingkat
dengan deformitas bergerak dalam inflamasi/rasa sakit
skeletal, intoleransi lingkungan fisik pada sendi.
terhadap aktivitas, Kriteria hasi : 2. Pertahankan istirahat
penurunan otot 1. Mempertahankan tirah baring/ duduk jika
fungsi posisi dengan diperlukan. Jadawal
tidak hadirnya atau aktivitas untuk
pembatasan memberikan periode
2. Memertahankan istirahat yang terus
ataupun menigkatkan menerus tidur malam
kekuatan dan fungsi hari yang tidak
dari dan / atau terganggu.
kompensasi bagian 3. Dorong badan
tubuh. mempertahankan
postur tegak dan
duduk, tinggi, berdiri,
jalan.
4. Berikan lingkungan
yang aman, misalnya
menaikkan kursi /

19
kloset, menggunakan
pegangan-pegangan
tangga pada bak /
pancuran toilet,
penggunaan alat bantu
mobilitas atau kursi
roda penyelamat
5. Berikan matras busa /
pengubah tekanan
6. Kolaborasi : berikan
obat-obatan sesuai
indikasi
3. Gangguan citra Tujuan : perubahan pada 1. Dorong pengungkapan
tubuh berhungan gaya hidup / kemampuan mengenai masalah
dengan ketidak fisik untuk melanjutkan tentng proses penyakit,
seimbangan peran. harapan masa depan
mobilitas, Kriteria hasil : 2. Diskusikan arti dari
perubahan a. Mengungkapkan kehilangan atau
penampilan tubuh peningkatan rasa percaya perubahan pada pasien
diri dalam kemampuan atau orang terdekat.
untuk menghadapi Memastikan
penyakit bagaimana pandangan
b. Adanya perubahan pribadi pasien dalam
gaya hidup memfungsikan gaya
c. Menyusun tujuan / hidup sehari-hari
rencana realistis untuk termasuk aspek-aspek
masa depan seksual
3. Susunan pada batasan
pada perilaku
maladatif. Bantu
pasien untuk
mengidentifikasi

20
perilaku positif yang
dapat membentuk
koping
4. Ikut sertakan pasien
dalam merencanakan
perawatan dan
membuat jadwal
aktivitas
5. Kolaborasi : rujuk pada
konseling psikiatri,
misalnya perawat
spesialis psikiatri,
psikolog
4. Deficit perawatan Tujuan : klien untuk 1. Diskusikan tingkat
diri berhubungan mengatur kegiatan fungsi umum (0-4)
dengan kerusakan sehari-hari sebelum timbul awitan
musculoskuletal, Kriteria hasil : / eksaserbasi penyakitt
penurunan  Melaksanakan dan potensial
kekuatan, daya aktivitas perawatan perubahan yang
tahan, nyeri pada diri pada tingka yang sekarang diantisipasi
waktu bergerak, konsisten dengan 2. Pertahankan mobilitas,
depresi kemampuan control terhadap nyeri
individual dan program latihan
 Mendemonstrasikan 3. Kaji hambatan
perubahan teknik / terhadap partisipasi
gaya hidup untuk dalam perawatan diri.
memenuhi kebutuhan Identifikasi / rencana
perawatan diri untuk modifgikasi
 Mengidentifikasi lingkungan
sumber-sumber 4. Kolabrasi: konsul
pribadi / komunitas dengan ahli terapi
yang dapat memenuhi okupasi

21
kebutuhan perawat 5. Kolaborasi: atur
diri evaluasi kesehatan
dirumah sebelum
pemulangan dengan
evaluasi setelahnya
6. Kolaborasi: atur konsul
dengan lembaga
lainnya, mis:
pelayanan perawatan
rumah ahli nutrisi

2.2.4 Implementasi
Implementasi adalah perawat mengimplementasikan intervensi-
intervensi yang terdapat dalam rencana perawatan. Menurut Allen
(1998) komponen dalam tahap implementasi meliputi tindakan
keperawatann mandiri, kolaboratif, dokumentasi, dan respon pasien
terhadap asuhan keperawatan
Implementasi merupakan tahap proses keperawatan dimana
perawat memberikan intervensi keperawatan langsung dan tidak
langsung terhadap klien. (Potter & Perry, 2009 : Fundamental Of
Nursing )

2.2.5 Evaluasi
Evaluasi merupakan langkah proses keperawatan yang
memungkinkan perawat untuk menentukan apakah intervensi
keperawatan telah berhasil meningkatkan kondisi klien. (Potter &
Perry, 2009 Fundamental Of Nursing)

22
BAB IV
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Arthritis adalah suatu bentuk penyakit sendi yang sering dijumpai,
meliputi bermacam-macam kelainan dengan penyebab yang berbeda
(Robbins, 2007).
Arthritis reumatoid adalah suatu penyakit inflamasi sistemik kronik
yang tidak diketahui penyebabnya, dikarakteristikkan oleh kerusakan dan
perforasi membran sinovial, yang menyebabkan kerusakan pada tulang sendi,
ankilosis, dan deformitas. (Doenges, E Marlin, 2000 : hal 859).
Sejumlah agen penyebab telah di perkirakan, yaitu Mycoplasma,virus
Eipstein Barr, sitomegalovirus, parvovirus, dan virus rubella, tetapi bukti
yang meyakinkan apakah agen tersebutatau agen infeksiosa lain
menyebabkan arthritis reumatoidbelum ada (Harrison,2000).

3.2 Saran
Dengan disusunnya makalh ini kami penulis mengharapkan kepada
semua mahasiswa dan masyarakat agar dapat mengetahui dan memahami
penyebab, tanda dan gejala, penatalaksanaannya serta asuhan keperawatan
dengan gangguan artritis.

23
DAFTAR PUSTAKA

Doengoes E Marlyn.2000.Rencana Asuhan Keperawatan. EGC : Jakarta


Muttaqin Arif, 2011.Buku saku gangguan muskuloskletas aplikasi pada praktik
klinik keperawatan. EGC : Jakarta
Ningsih Lukman Nurma, 2012. Asuhan Keperawatan Pad Klien Dengan
Gangguan Muskuloskletal. Salemba medika : Jakarta
Price, sylvia.A.2006. Patofisiologi: Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit. Ed. 6;
Cet, 1; Jil II. EGC : Jakarta
Rosyidi Kholid. 2013. Muskuloskletal. Cv. Trans Info Media. Jakarta
Suratun dkk editor. 2008. Asuhan Keperawatan Klien Dengan Gangguan Sistem
Muskuloskletal. EGC : Jakarta
Yektinngsih & Nurkhalimah. 2016. Jurnal Pengetahuan Keluarga Tentang
Perawatan Penyakit Reumatoid Arthritis. Akademi Keperawatan
Pamedang : Kediri
Andriani Marlina. 2016. Jurnal Pengaruh Kompres Serei Hangat Terhadap
Penurunan Intensitas Nyeri Arthritis Rhematoid Pada Lanjut Usia.
Ilmu Keperawatan STIKes Yarsi Sumbar.
Rahmayanti Devi, dkk. 2017. Jurnal Pengaruh Pemberian Kompres Jahe
Terhadap Intensitas Nyeri Gout Artritis Pada Lansia. Ilmu
Keperawatan Fakultas Kedokteran Universitas Lampung.

24

Anda mungkin juga menyukai