Anda di halaman 1dari 28

BAB II

TINJAU AN PU STAK A

A. Asuhan Keperawatan
1. Pengertian
Asuhan keperawatan merupakan proses atau rangkaian kegiatan
praktik keperawatan langsung pada klien di berbagai tatanan pelayanan
kesehatan

yang

pelaksanaannya

berdasarkan

kaidah

profesi

keperawatan dan merupakan inti praktik keperawatan (Ali, 2009).


Penerapan proses keperawatan dalam asuhan keperawatan untuk
klien merupakan salah satu wujud tanggung jawab dan tanggung gugat
perawat terhadap klien. Pada akhirnya, penerapan proses keperawatan
ini akan meningkatkan kualitas layanan keperawatan pada klien
(Asmadi, 2008).
Proses keperawatan adalah suatu metode yang sistematis dan
ilmiah yang digunakan perawat untuk memenuhi kebutuhan klien
dalam mencapai atau mempertahankan keadaan biologis, psikologis,
sosial dan spiritual yang optimal, melalui tahap pengkajian, identifikasi
diagnosis keperawatan, penentuan rencana keperawatan, serta evaluasi
tindakan keperawatan (Suarli & Bahtiar, 2009).
2. Tujuan proses keperawatan
Menurut Asmadi (2008), proses keperawatan merupakan suatu
upaya pemecahan masalah yang tutjuan utamanya adalah membantu
perawat menangani klien secara komprehensif dengan dilandasi alasan

Universitas Sumatera Utara

ilmiah, keterampilan teknis, dan keterampilan interpersonal. Penerapan


proses keperawatan ini tidak hanya ditujukan untuk kepentingan klien,
tetapi juga profesi keperawatan itu sendiri.
Tujuan penerapan proses keperawatan bagi klien, antara lain :
a. Mempertahankan kesehatan klien.
b. Mencegah sakit yang lebih parah/penyebaran penyakit/komplikasi
akibat penyakit.
c. Membantu pemulihan kondisi klien setelah sakit.
d. Mengembalikan fungsi maksimal tubuh.
e. Membantu klien terminal meninggal dengan tenang.
Tujuan

penerapan

proses

keperawatan

bagi

profesionalitas

keperawatan, antara lain :


a. Mempraktikkan metode pemecahan masalah dalam praktik
keperawatan.
b. Menggunakan standar praktik keperawatan.
c. Memperoleh metode yang baku, rasional, dan sistematis.
d. Memperoleh hasil asuhan keperawatan dengan efektifitas yang
tinggi.
3. Metode Asuhan Keperawatan
Terdapat beberapa metode pemberian asuhan keperawatan, yaitu
metode kasus, metode fungsional,

metode tim, dan metode

keperawatan primer (Gillies, 1989 dalam Sitorus, 2006).

Universitas Sumatera Utara

Meskipun sebagian sistem pemberian asuhan ini disusun untuk


mengelola asuhan di Rumah Sakit, sebagian dapat diadaptasikan ke
tempat lain. Memilih model pengelolaan pemberian asuhan klien yang
paling tepat untuk setiap unit atau organisasi bergantung pada
keterampilan dan keahlian staf, ketersediaan perawat profesional yang
terdaftar, sumber daya ekonomi dari organisasi tersebut, keakutan
klien, dan kerumitan tugas yang harus diselesaikan (Marquis &
Huston, 2010).
a. Metode Kasus
Metode

Kasus

merupakan

metode

pemberian

asuhan

keperawatan yang pertama kali digunakan. Pada metode ini satu


perawat akan memberikan asuhan keperawatan kepada seorang
klien secara total dalam satu periode dinas. Jumlah klien yang
dirawat oleh satu perawat tergantung pada kemampuan perawat
tersebut dan kompleksnya kebutuhan klien.
Setelah perang Dunia II, jumlah pendidikan keperawatan dari
berbagai jenis program meningkat dan banyak lulusan bekerja di
Rumah Sakit. Agar pemanfaatan tenaga yang bervariasi tersebut
dapat maksimal dan juga tuntutan peran yang diharapkan dari
perawat sesuai dengan perkembangan ilmu kedokteran, kemudian
dikembangkan metode fungsional (Sitorus, 2006).

Universitas Sumatera Utara

b. Metode Fungsional
Pada Metode Fungsional, pemberian asuhan keperawatan
ditekankan pada penyelesaian tugas dan prosedur. Setiap perawat
diberi satu atau beberapa tugas untuk dilaksanakan kepada semua
klien di suatu ruangan. Komunikasi antar perawat sangat terbatas
sehingga tidak ada satu perawat yang mengetahui tentang satu
klien secara komprehensif kecuali mungkin kepala ruangan.
Keterbatasan itu sering menyebabkan klien merasa kurang puas
terhadap layanan atau asuhan yang diberikan. Pada metode ini,
kepala ruangan menentukan tugas setiap perawat dalam suatu
ruangan. Perawat akan melaporkan tugas yang dikerjakannnya
kepada kepala ruangan dan kepala ruangan tersebut bertanggung
jawab dalam membuat laporan klien (Sitorus, 2006).
c. Metode Tim
Metode Tim berkembang pada awal tahun 1950-an, saat
berbagai pemimpin keperawatan memutuskan bahwa pendekatan
tim dapat menyatukan perbedaan katagori perawat pelaksana.
Tujuan dari keperawatan tim adalah untuk memberikan perawatan
yang berpusat pada klien. Keperawatan tim melibatkan semua
anggota tim dalam perencanaan asuhan keperawatan klien, melalui
penggunaan konferensi tim dan penulisan rencana asuhan
keperawatan (Swansburg, 2000).

Universitas Sumatera Utara

d. Metode Keperawatan Primer


Metode penugasan yang paling dipuji dan dipraktikkan saat ini
adalah keperawatan primer. Tanggung jawab mencakup periode 24
jam, dengan perawat kolega yang memberikan perawatan bila
perawat primer tidak ada. Perawatan yang diberikan direncanakan
dan ditentukan secara total oleh perawat primer (Swansburg,
2000). Perawat primer bertanggung-jawab untuk mengadakan
komunikasi dan koordinasi dan juga akan membuat rencana pulang
klien jika diperlukan. Jika perawat primer tidak bertugas,
kelanjutan asuhan akan didelegasikan kepada perawat lain (Sitorus,
2006).
4. Sifat-sifat Proses Keperawatan
Proses

keperawatan

memiliki

beberapa

sifat

yang

membedakannya dengan metode lain. Sifat pertama adalah dinamis,


artinya setiap langkap dalam proses keperawatan dapat kita perbarui
jika situasi yang kita hadapi berubah. Sifat kedua adalah siklus, artinya
proses keperawatan berjalan menurut alur (siklus) tertentu :
pengkajian, penetapan diagnosis, perencanaan, implementasi dan
evaluasi. Sifat ketiga adalah saling ketergantungan, artinya masingmasing tahapan pada proses keperawatan saling bergantung satu sama
lain. Sifat terakhir adalah fleksibilitas, artinya urutan pelaksanaan
proses keperawatan dapat berubah sewaktu-waktu, sesuai dengan
situasi dan kondisi klien (Asmadi, 2008).

Universitas Sumatera Utara

5. Komponen Proses Keperawatan


a. Pengkajian
Pengkajian merupakan tahap awal dari proses keperawatan.
Disini, semua data data dikumpulkan secara sistematis guna
menentukan status kesehatan klien saat ini. Pengkajian harus
dilakukan secara komprehensif terkait dengan asfek biologis,
psikologis, sosial, maupun spiritual klien. Tujuan pengkajian
adalah untuk mengumpulkan informasi dan membuat data dasar
klien. Metode utama yang dapat digunakan dalam pengumpulan
data adalah wawancara, observasi, dan pemeriksaan fisik serta
diagnostik (Asmadi, 2008).
b. Diagnosa keperawatan
Diagnosis

keperawatan

adalah

pernyataan

yang

menguraikan respon aktual atau potensial klien terhadap masalah


kesehatan yang perawat mempunyai izin dan berkompeten untuk
mengatasinya. Respon aktual dan potensial klien didapatkan dari
data dasar pengkajian, tinjauan literatur yang berkaitan, catatan
medis klien masa lalu, dan konsultasi dengan profesional lain, yang
kesemuanya dikumpulkan selama pengkajian (Potter & Perry,
2005).
c. Perencanaan
Tahap

perencanaan

perawat, klien, keluarga

memberikan

kesempatan

kepada

dan orang terdekat klien untuk

Universitas Sumatera Utara

merumuskan rencana tindakan keperawatan guna mengatasi


masalah yang dialami klien. Perencanaan ini merupakan suatu
petunjuk tertulis yang menggambarkan secara tepat rencana
tindakan keperawatan yang dilakukan terhadap klien sesuai dengan
kebutuhannya berdasarkan diagnosis keperawatan.
Tahap perencanaan dapat disebut sebagai inti atau pokok
dari proses keperawatan sebab perencanaan merupakan keputusan
awal yang memberi arah bagi tujuan yang ingin dicapai, hal yang
akan dilakukan, termasuk bagaimana, kapan, dan siapa yang akan
melakukan tindakan keperawatan. Karenanya, dalam menyusun
rencana tindakan keperawatan untuk klien, keluarga dan orang
terdekat perlu dilibatkan secara maksimal (Asmadi, 2008).
d. Implementasi
Implementasi yang merupakan komponen dari proses
keperawatan adalah katagori dari prilaku keperawatan dimana
tindakan yang diperlukan untuk mencapai tujuan dan hasil yang
dipekirakan dari asuhan keperawatan dilakukan dan diselesaikan.
Dalam teori, implementasi dari rencana asuhan keperawatan
mengikuti komponen perencanaan dari proses keperawatan.
Namun demikian, di banyak lingkungan perawatan kesehatan,
implementasi mungkin dimulai secara langsung setelah pengkajian
(Potter & Perry, 2005).

Universitas Sumatera Utara

e. Evaluasi
Evaluasi adalah tahap akhir dari proses keperawatan yang
merupakan perbandingan yang sistematis dan terencana antara
hasil akhir yang teramati dan tujuan atau kriteria hasil yang dibuat
pada

tahap

perencanaan.

Evaluasi

dilakukan

secara

berkesinambungan dengan melibatkan klien dan tenaga kesehatan


lainnya. Jika hasil evaluasi menunjukkan tercapainya tujuan dan
kriteria hasil, klien bisa keluar dari siklus proses keperawatan. Jika
sebaliknya, klien akan masuk kembali ke dalam siklus tersebut
mulai dari pengkajian ulang (reassessment). Secara umum,
evaluasi ditujukan untuk:
1) Melihat dan menilai kemampuan klien dalam mencapai tujuan.
2) Menentukan apakah tujuan keperawatan telah tercapai atau
belum.
3) Mengkaji penyebab jika tujuan asuhan keperawatan belum
tercapai (Asmadi, 2008).
B. Konsep Dokumentasi Asuhan Keperawatan
1. Pengertian
Dokumentasi adalah bagian dari keseluruhan tanggung jawab
perawat untuk perawatan klien. Catatan klinis memfasilitasi pemberian
perawatan,

meningkatkan

kontinuitas

perawatan,

dan

membantu

mengoordinasikan pengobatan dan evaluasi klien (Lyer & Camp, 2004).

Universitas Sumatera Utara

Dokumentasi merupakan suatu catatan yang asli yang dapat


dijadikan bukti hukum, jika suatu saat ditemukan masalah yang
berhubungan dengan kejadian yang terdapat dalam catatan tersebut.
Sedangkan dokumentasi keperawatan merupakan bukti pencatatan dan
pelaporan perawat yang berguna untuk kepentingan klien, perawat dan tim
kesehatan dalam memberikan pelayanan kesehatan dengan dasar
komunikasi yang akurat dan lengkap secara tertulis (Hutahaean, 2010).
Dokumentasi proses keperawatan merupakan bagian dari media
komunikasi antara perawat yang melakukan asuhan keperawatan dengan
perawat lain atau dengan tenaga kesehatan lain, serta pihak-pihak yang
memerlukannya dan yang berhak mengetahuinya (Dinarti, 2009).
2. Tujuan dan Manfaat Dokumentasi
Menurut Ali (2009), dokumentasi keperawatan bertujuan untuk :
a. Menghindari

kesalahan,

tumpang-tindih

dan

ketidaklengkapan

informasi dalam asuhan keperawatan.


b. Terbinanya koordinasi yang baik dan dinamis antara sesama atau
dengan pihak lain melalui dokumentasi keperawatan yang efektif.
c. Meningkatkan efisiensi dan efektifitas keperawatan.
d. Terjaminnya kualitas asuhan keperawatan.
e. Terlindungnya perawat dari suatu keadaan yang memerlukan
penanganan secara hukum.

Universitas Sumatera Utara

f. Tersedianya data-data dalam penyelenggaraan penelitian karya ilmiah,


pendidikan, dan penyusunan atau penyempurnaan standar asuhan
keperawatan.
g. Melindungi klien dari tindakan malpraktik.
Ali (2009) juga menyatakan dokumentasi keperawatan sangat
bermanfaat dalam asuhan keperawatan yang profesional, antara lain
sebagai berikut :
a. Meningkatkan mutu asuhan keperawatan karena dokumentasi
merupakan suatu kesinambungan informasi asuhan keperawatan yang
sisitematis, terarah, dan dapat dipertanggung-jawabkan.
b. Sebagai bahan pertanggungjawaban dan pertanggunggugatan di depan
hukum jika diperlukan.
c. Sebagai alat pembinaan dan pertahan akuntabilitas perawat dengan
keperawatan.
d. Sebagai sarana komunikasi terbuka antara perawat dan klien.
e. Sebagai sarana komunikasi antar perawat atau perawat dengan profesi
lain.
f. Sebagi

sumber

data

untuk

penelitian

dan

pengembanagan

keperawatan.
g. Mengawasi, mengendalikan, dan menilai kualitas asuhan keperawatan
yang diberikan oleh perawat (sesuai kompetensi masing-masing
perawat).

Universitas Sumatera Utara

Potter & Perry (2005) juga menjelaskan tentang tujuan dalam


pendokumentasian yaitu :
a. Komunikasi
Sebagai cara bagi tim kesehatan untuk mengkomunikasikan
(menjelaskan) perawatan klien termasuk perawatan individual,
edukasi klien dan penggunaan rujukan untuk rencana pemulangan.
b. Tagihan finansial
Dokumentasi da pat menjela skan sejauh mana lembaga pera watan
menda patkan ganti rugi (reimburse) atas pela yana n ya ng diber ikan
bagi klien.
c. Edukasi
Denga n catata n ini peserta didik belajar tentang pola ya ng harus
ditemui dala m ber bagai ma salah k esehatan dan menjadi ma mpu untuk
menga ntisipa si tipe pera wata n ya ng dibutuhkan klien.
d. Pengkajian
Catatan memberika n da ta ya ng digunakan pera wat u ntuk
mengidentifika si

da n

mendukung

dia gnosa

kepera wata n

dan

mer enca nakan inter vensi ya ng sesuai.


e. Riset
Pera wat dapat menggu nakan catatan klien sela ma stu di riset untuk
mengu mpulkan infor ma si tentang faktor -faktor tertentu.
f. Audit dan pemantauan
Tinjauan teratur tenta ng infor ma si pa da catatan klien memberi
dasar untuk evalua si tenta ng kualitas da n ketepatan pera wata n ya ng
diber ikan dala m suatu institu si.

Universitas Sumatera Utara

g. Dokumentasi legal
Pendoku menta sia n yang akurat ada lah sala h satu perta hana n diri
ter baik ter hada p tu ntutan ya ng berkaita n dengan a su han k epera wata n.
3. Komponen Dokumentasi
Menurut Handayaningsih (2009), ada beberapa komponen dari
dokumentasi yaitu sebagai berikut :
a. Komunikasi
Untuk meningkatkan mutu pelayanan keperawatan seorang
perawat perlu memahami teknik komunikasi yang benar. Dokumentasi
merupakan komunikasi secara tertulis sehingga perawat dituntut untuk
dapat mendokumentasikan secara benar. Keterampilan dokumentasi
yang efektif memungkinkan

perawat untuk mengkomunikasikan

kepada tenaga kesehatan lainnya dan menjelaskan apa saja yang sudah,
sedang, dan yang akan dikerjakan oleh perawat.
b. Proses keperawatan
Dokumentasi

proses

keperawatan

mencakup

pengkajian,

identifikasi masalah, perencanaan tindakan dan pelaksanaan tindakan,


kemudian perawat mengevaluasi respon klien terhadap proses dan
hasil tindakan keperawatan secara subjektif maupun objektif.
c. Standar Dokumentasi Keperawatan
Standar dokumentasi adalah suatu pernyataan tentang kualitas dan
kuantitas dokumentasi yang dipertimbangkan secara adekuat dalam
suatu

situasi

tertentu.

Dengan

adanya

standar

dokumentasi

Universitas Sumatera Utara

memberikan informasi bahwa adanya suatu ukuran terhadap kualitas


dokumentasi keperawatan.
4. Prinsip-prinsip Dokumentasi
Menurut Hutahaean (2010), pendokumentasian proses keperawatan
perlu dilakukan berdasarkan prinsip-prinsip sebagai berikut :
a. Dokumentasi harus dilakukan segera setelah selesai melakukan
kegiatan keperawatan, yaitu mulai dari pengkajian pertama, diagnosa
keperawatan, rencana dan tindakan serta evaluasi keperawatan.
b. Bila memungkinkan, catat setiap respon klien ataupun keluarga
tentang informasi atau data yang penting tentang keadaannya.
c. Pastikan kebenaran setiap data yang akan dicatat.
d. Data klien harus objektif dan bukan merupakan penafsiran perawat.
e. Dokumentasikan dengan baik apabila terjadi perubahan kondisi atau
munculnya masalah baru, serta respon klien terhadap bimbingan
perawat.
f. Hindari dokumentasi yang baku, karena sifat individu atau klien adalah
unik dan setiap klien mempunyai masalah yang berbeda.
g. Hindari penggunaaan istilah penulisan yang tidak jelas dari setiap
catatan yang dicatat.
h. Data harus ditulis secara sah dengan menggunakan tinta dan jangan
menggunakan pensil, agar tidak mudah dihapus.

Universitas Sumatera Utara

i. Untuk memperbaiki kesalahan dalam pencatatan atau salah tulis,


sebaiknya data yang salah dicoret dan diganti dengan data yang benar,
kemudian tanda tangani.
j. Untuk setiap dokumentasi, cantumkan waktu, tanda tangan, dan nama
jelas penulis.
k. Wajib membaca setiap tulisan dari anggota tim kesehatan yang lain,
sebelum menulis data terakhir yang akan dicatat.
l. Dokumentasi harus dibuat dengan tepat, jelas dan lengkap.
5. Model Dokumentasi Keperawatan
Hutahaean (2010) menyatakan model dokumentasi keperawatan
merupakan model dokumentasi dimana data-data klien dimasukkan dalam
suatu format, catatan dan prosedur dengan tepat yang dapat memberikan
gambaran perawatan secara lengkap dan akurat.
Model dokumentasi keperawatan tersebut terdiri dari komponen
yaitu sebagai berikut (Hutahaean, 2010) :
a. Model dokumentasi SOR (Source-Oriented-Record)
Model dokumentasi SOR merupakan model dokumentasi yang
berorientasi pada sumber. Model ini dapat diterapkan pada klien rawat
inap, yang didalamnya terdapat catatan pesan dokter yang ditulis oleh
dokter, dan riwayat keperawatan yang di tulis oleh perawat. Namun
demikian, secara umum catatan ini berisi pesan dari dokter. Catatancatatan dalam model ini ditempatkan atas dasar disiplin orang atau
sumber yang mengelola pendokumentasian. Model dokumentasi SOR

Universitas Sumatera Utara

terdiri dari lima komponen yaitu lembar penerimaan berisi biodata,


lembar instruksi dokter, lembar riwayat medik atau penyakit, catatan
perawat, serta catatan dan laporan khusus..
Keuntungan model dokumentasi SOR :
1) Menyajikan data yang berurutan dan mudah diidentifikasi.
2) Memudahkan perawat melakukan cara pendokumentasian.
3) Proses pendokumentasian menjadi sederhana.
Kerugian model dokumentasi SOR :
1) Sulit untuk mencari data sebelumnya.
2) Waktu pelaksanaan asuhan keperawatan memerlukan waktu yang
banyak.
3) Memerlukan pengkajian data dari beberapa sumber untuk
menentukan masalah dan intervensi yang akan diberikan kepada
klien.
4) Perkembangan klien sulit dipantau.
b. Model dokumentasi POR (Problem-Oriented-Record)
Model dokumentasi POR (Problem-oriented record) merupakan
model dokumentasi yang berorientasi pada masalah, dimana model ini
berpusat pada data klien yang didokumentasikan dan disusun menurut
maslah klien. Komponen-komponen model dokumentasi POR adalah
data dasar, daftar masalah, daftar rencana awal asuhan keperawatan,
dan catatan perkembangan.
Keuntungan Model dokumentasi POR (Problem-oriented record) :

Universitas Sumatera Utara

1) Fokus catatan asuhan keperawatan lebih menekankan pada


masalah klien dan proses penyelesaian masalah daripada tugas
dokumentasi.
2) Pendokumentasian asuhan keperawatan dilakukan secara kontinu.
3) Evaluasi dan penyelesaian masalah didokumentasikan dengan
jelas.
4) Daftar masalah merupakan check list untuk masalah klien.
Kerugian Model dokumentasi POR (Problem-oriented record) :
1) Dapat menimbulkan kebingungan jika setiap hal harus dimasukkan
dalam daftar masalah.
2) Pencatatan

dengan menggunakan

bentuk

SOAPIER,

dapat

menimbulkan pengulangan yang tidak perlu.


3) Perawat yang rutin dalam memberikan asuahan keperawatan makin
diabaikan dalam pendokumentasian proses keperawatan ini.
c. Model keperawatan POR (Progress-Oriented-Record)
Model keperawatan POR (Progress-oriented-record) merupakan
model dokumentasi yang berorientasi pada perkembangan dan
kemajuan klien.
d. Model dokumentasi CBE (Charting By Exception)
Model dokumentasi CBE (charting by exception) adalah sistem
dokumentasi yang hanya mencatat hasil atau penemuan yang
menyimpang dari keadaan normal tubuh. Penyimpangan yang

Universitas Sumatera Utara

dimaksud dalam hal ini menyangkut keadaan yang tidak sehat yang
mengganggu kesehatan klien.
e. Model dokumentasi PIE (Problem-Intervension-Evaluation)
Model

dokumentasi

PIE

(problem-intervension-evaluation)

merupakan suatu pendekatan orientasi proses pada dokumentasi


keperawatan dengan penekanan pada masalah keperawatan, intervensi
dan evaluasi keperawatan.
f. Model dokumentasi POS (Process-Oriented-System)
Model dokumentasi POS (process-oriented-system) yang disebut
juga

dengan model dokumentasi

fokus adalah

suatu

model

dokumentasi yang berorientasi pada proses keperawatan mulai dari


pengumpulan data klien, diagnosis keperawatan, penyebab masalah,
dan definisi karakteristik yang dinyatakan sesuai dengan keadaan
klien.
g. Sistem dokumentasi core
Sistem dokumentasi core merupakan sistem dokumentasi pusat
yang merupakan bagian terpenting dari sistem dokumentasi dalam
proses keperawatan. Komponen sistem dokumentasi core adalah
pengkajian, flow sheet, masalah keperawatan, catatan keperawatan atau
catatan perkembangan serta ringkasan (informasi mengenai diagnosis,
konseling, kebutuhan untuk follow up).

Universitas Sumatera Utara

C. Konsep Supervisi
1. Pengertian
Supervisi berasal dari kata super (bahasa latin yang berarti di atas)
dan videre (bahasa latin yang berarti melihat). Bila dilihat dari asal kata
aslinya, supervisi berarti melihat dari atas. Pengertian supervisi secara
umum adalah melakukan pengamatan secara langsung dan berkala oleh
atasan terhadap pekerjaan yang dilakukan bawahan untuk kemudian bila
ditemukan masalah, segera diberikan bantuan yang bersifat langsung guna
mengatasinya (Suarli & Bahtiar, 2009).
Kron & Grey (1987) mengartikan supervisi sebagai kegiatan yang
merencanakan, mengarahkan, membimbing, mengajar, mengobservasi,
mendorong,

memperbaiki,

memercayai,

dan

mengevaluasi

secara

berkesinambungan anggota secara menyeluruh sesuai dengan kemampuan


dan keterbatasan yang dimiliki anggota.
Marquis & Huston (2010) mengemukakan supervisi adalah suatu
aktivitas

pembinaan

yang

direncanakan

untuk

membantu

tenaga

keperawatan dalam melakukan pekerjaan mereka secara efektif. Dari


beberapa pengertian tersebut, dapat diambil suatu kesimpulan bahwa
supervisi merupakan suatu kegiatan yang mengandung dua dimensi pelaku,
yaitu pimpinan dan anggota atau orang yang disupervisi. Kedua dimensi
pelaku tersebut walaupun secara administratif berbeda level dan perannya,
namun dalam pelaksanaan kegiatan supervisi keduanya memiliki andil
yang sama-sama penting (Arwani, 2005).

Universitas Sumatera Utara

2. Manfaat Supervisi
Apabila supervisi dapat dilakukan dengan baik, akan diperoleh
banyak manfaat. Manfaat tersebut diantaranya adalah sebagai berikut
(Suarli & Bahtiar, 2009) :
a. Supervisi dapat meningkatkan efektifitas kerja. Peningkatan efektifitas
kerja ini erat hubungannya dengan peningkatan pengetahuan dan
keterampilan bawahan, serta makin terbinanya hubungan dan suasana
kerja yang lebih harmonis antara atasan dan bawahan.
b. Supervisi dapat lebih meningkatkan efesiensi kerja. Peningkatan
efesiensi kerja ini erat kaitannya dengan makin berkurangnya
kesalahan yang dilakukan bawahan, sehingga pemakaian sumber daya
(tenaga, harta dan sarana) yang sia-sia akan dapat dicegah.
Apabila kedua peningkatan ini dapat diwujudkan, sama artinya
dengan telah tercapainya tujuan suatu organisasi. Tujuan pokok dari
supervisi ialah menjamin pelaksanaan berbagai kegiatan yang telah
direncanakan secara benar dan tepat, dalam arti lebih efektif dan efesien,
sehingga tujuan yang telah ditetapkan organisasi dapat dicapai dengan
memuaskan (Suarli & Bahtiar, 2009).
Menurut Suyanto (2009), selain tugas dan fungsi yang dimiliki
oleh seorang supervisor keperawatan memadai, supervisor keperawatan
juga harus menyadari tentang fungsi supervisor sebagai berikut:

Universitas Sumatera Utara

a. Dalam keperawatan, fungsi supervisi adalah untuk mengatur dan


mengorganisir proses pemberian pelayanan keperawatan menyangkut
pelaksanaan standar asuhan yang telah disepakati.
b. Fungsi utama supervisi modern adalah menilai dalam memperbaiki
faktor-faktor yang mempengaruhi proses pemberian pelayanan asuhan
keperawatan.
c. Fungsi utama supervisi dalam keperawatan adalah mengkoordinasi,
menstimulasi, dan mendorong kearah peningkatan kualitas asuhan
keperawatan.
d. Fungsi supervisi adalah membantu (assistensing), memberi suport
(supporting) dan mengajak untuk diikutsertakan (sharing).
3. Teknik Supervisi
Muninjaya (2004) menyebutkan teknik supervisi dapat dilakukan sebagai
berikut :
a. Pengamatan Langsung
Supervisi langsung oleh pimpinan ke lapangan bertujuan untuk
mengamati kegiatan staf pada saat mereka sedang melaksanakan tugastugasnya. Pengamatan dilakukan dengan membandingkan hasil
pengamatan dengan standar program. Data atau informasi tentang
pelaksanaan suatu program yang diperoleh melalui cara seperti ini
mempunyai kualitas yang terbaik (akurat). Syaratnya, harus ada
motivasi tinggi pada pimpinan untuk turun ke lapangan dan dilakukan
pengamatan secara objektif (dibandingkan dengan standar).

Universitas Sumatera Utara

b. Laporan lisan
Pimpinan

juga

dapat

memperoleh

data

langsung

tentang

pelaksanaan suatu program denagan mendengarkan laporan lisan staf


atau pengaduan masyarakat. Dengan pengawasan melalui laporan
lisan, pimpinan hanya memperoleh informasi terbatas tentang
kemajuan program atau laporan kasus penyalahgunaan wewenang oleh
staf dari laporan masyarakat. Dalam hal ini, pimpinan juga harus peka
dengan raut wajah staf dan cara mereka melapor, jika seandainya
laporan yang diterima tidak benar apalagi jika tidak ditunjang dengan
data (fakta).
c. Laporan tertulis
Staf penanggung jawab program diminta membuat laporan singkat
tentang hasil kegiatannya. Informasi nya hanya terbatas pada hal-hal
yang dianggap penting oleh staf. Format laporan staf harus dibuat.
Sistem pencatatan dan pelaporan yang secara rutin dibuat oleh staf
dapat dimanfaatkan untuk menegembangkan program asalkan laporan
tersebut sudah dianalisis dengan baik.
4. Prinsip-prinsip supervisi
Menurut Suyanto (2009), supervisi dapat dijalankan dengan baik jika
seorang supervisor dapat memahami prinsip-prinsip supervisi dalam
keperawatan sebagai berikut :
a. Didasarkan atas hubungan profesional bukan pribadi.
b. Kegiatan direncanakan dengan matang.

Universitas Sumatera Utara

c. Bersifat edukatif, supportif, dan informal.


d. Memberikan perasaan aman pada staf dan pelaksana keperawatan.
e. Membentuk hubungan yang demokratis antara supervisor dan staf.
f. Harus objektif dan sanggup mengadakan self evaluation.
g. Harus progresif, inovatif, fleksibel dan dapat mengembangkan
kelebihan masing-masing perawat yang disupervisi.
h. Konstuktif dan kreatif dalam mengembangkan diri sesuai disesuaikan
dengan kebutuhan.
i. Dapat meningkatkan kinerja bawahan dalam upaya meningkatkan
kualitas asuhan keperawatan.
Dharma (2003) menyatakan agar dapat memimpin secara efektif,
seorang

supervisor

harus

mampu

berkomunikasi

dengan

jelas,

mengharapkan yang terbaik dari orang-orangnya, berpegang pada tujuan,


dan berusaha memperoleh komitmen. Keempat prinsip ini boleh jadi tidak
mencakup semua hal yang dipandang perlu dihayati dan dilaksanakan oleh
seorang supervisor. Namun, pengalaman telah menujukkan bahwa
keempat prinsip itu paling menonjol di kalangan para supervisor yang
efektif.
5. Pelaksana supervisi
Supervisi dilaksanakan oleh atasan yang memiliki kelebihan dalam
organisasi. Idealnya, kelebihan tersebut tidak hanya dari aspek status dan
kedudukan, tetapi juga pengetahuan dan keterampilan. Berdasarkan hal
tersebut serta prinsip-prinsip pokok supervisi, maka untuk melaksanakan

Universitas Sumatera Utara

supervisi dengan baik ada beberapa syarat atau karakteristik yang harus
dimiliki oleh pelaksana supervisi (Suarli & Bahtiar, 2009). Adapun
karakteristik yang dimaksud adalah sebagai berikut:
a. Sebaiknya pelaksana supervisi adalah atasan langsung dari yang
disupervisi.
b. Pelaksana supervisi harus memiliki pengetahuan dan ketrampilan yang
cukup untuk jenis pekerjaan yang akan disupervisi.
c. Pelaksana supervisi harus memiliki ketrampilan melakukan supervisi,
artinya memahami prinsip-prinsip pokok supervisi serta teknik
supervisi.
d. Pelaksana supervisi harus memiliki sifat edukatif dan suportif, bukan
otoriter.
e. Pelaksana supervisi harus mempunyai waktu yang cukup, sabar, dan
selalu berupaya meningkatkan pengetahuan, ketrampilan dan prilaku
bawahan yang disupervisi.
Menurut Suyanto (2009), Supervisi keperawatan dilaksanakan oleh
personil atau bagian yang bertanggung jawab antara lain:
a. Kepala Ruangan
Kepala ruangan bertanggung-jawab untuk melakukan supervisi
pelayanan keperawatan yang diberikan kepada klien di ruang
perawatan yang dipimpinnya. Kepala ruangan mengawasi pearawat
pelaksana dalam memberikan asuhan keperawatan baik secara

Universitas Sumatera Utara

langsung maupun tidak langsung disesuaikan dengan metode


penugasan yang diterapkan di ruang tersebut.
b. Pengawas perawatan
Ruang perawatan dan unit pelayanan yang berada di bawah unit
pelaksana fungsional (UPF) mempunyai pengawas yang bertanggungjawab mengawasi jalannya pelayanan keperawatan.
c. Kepala bidang perawatan
Sebagai top manajer dalam keperawatan, kepala bidang perawatan
bertanggung-jawab untuk melakukan supervisi baik secara langsung
atau tidak langsung melalui para pengawas perawatan.
6. Kompetensi yang dimiliki supervisor
Arwani (2005) menyebutkan ada beberapa kompetensi yang yang
harus dimiliki oleh supervisor, yaitu sebagai berikut :
a. Kompetensi utama yang harus dikuasai supervisor keperawatan adalah
kemampuan memberikan pengarahan dan petunjuk yang jelas sehingga
dapat dimengerti oleh staf dan pelaksana keperawatan.
b. Kompetensi kedua adalah supervisor harus mampu memberikan saran,
nasihat, dan bantuan yang benar-benar dibutuhkan oleh staf dan
pelaksana keperawatan.
c. Kompetensi ketiga adalah kemampuan dalam memberikan motivasi
untuk meningkatkan semangat kerja staf dan pelaksana keperawatan.
d. Kompetensi keempat adalah kemampuan memberikan latihan dan
bimbingan yang diperlukan oleh staf dan pelaksana keperawatan.

Universitas Sumatera Utara

e. Kompetensi kelima

bersinggungan

dengan kemampuan dalam

melakukan penilaian secara objektif dan benar terhadap kinerja


keperawatan.
7. Bentuk supervisi klinik keperawatan
Supratman & Sudaryanto (2008) menyatakan model supervisi klinik
keperawatan di Indonesia belum jelas seperti apa dan bagaimana
implementasinya di Rumah Sakit. Belum diketahui model yang sesuai dan
efektif yang dapat diterapkan. Salah satu model supervisi klinik adalah
model akademik. Model ini diperkenalkan oleh Farington (1995) untuk
membagi pengalaman supervisor kepada perawat pelaksana sehingga ada
proses pengembangan kemampuan profesional yang berkelanjutan (CPD/
continuing Profesional Development). Dalam model akademik proses
supervisi klinik meliputi tiga kegiatan, yaitu edukatif, suportif, dan
manajerial.
a. Kegiatan Edukatif
Kegiatan educative adalah kegiatan pembelajaran secara tutorial
antara supervisor dengan perawat pelaksana. Supervisor mengajarkan
pengetahuan dan keterampilan serta membangun pemahaman tentang
reaksi dan refleksi dari setiap intervensi keperawatan. Supervisor melatih
perawat untuk mengeksplore strategi atau tehnik-tehnik lain dalam bekerja
(Supratman & Sudaryanto, 2008). Penerapan kegiatan educative dapat
dilakukan dengan memberikan bimbingan dan arahan kepada perawat
pelaksana pada saat melakukan tindakan keperawatan serta memberikan

Universitas Sumatera Utara

umpan balik. Kegiatan ini dilakukan secara berkelanjutan untuk mengawal


pelaksanaan pelayanan keperawatan yang aman dan profesional. Hasil
yang diharapkan dari kegiatan ini adalah: perawat selalu mendapat
pengetahuan yang baru, terjadi peningkatan pemahaman, peningkatan
kompetensi, peningkatan keterampilan berkomunikasi, dan peningkatan
rasa percaya diri (Barkauskas, 2000).
b. Kegiatan Suportif
Kegiatan

supportive

adalah kegiatan

yang

bertujuan untuk

mengidentifikasi solusi dari suatu permasalahan yang ditemui dalam


pemberian asuhan keperawatan baik yang terjadi diantara sesama perawat
maupun dengan pasien. Supervisor melatih perawat menggali emosi
ketika bekerja. Kegiatan supportive dirancang untuk memberikan
dukungan kepada perawat agar dapat memiliki sikap yang saling
mendukung di antara perawat sebagai rekan kerja profesional sehingga
memberikan jaminan kenyamanan dan validasi (Supratman & Sudaryanto,
2008). Penerapan kegiatan supportive dapat dilakukan dengan cara
mengadakan pertemuan untuk mendiskusikan suatu kasus atau case
conference. Hasil yang diharapkan dari kegiatan ini adalah: kemampuan
memberikan dukungan, peningkatan coping di tempat kerja, membina
hubungan yang baik di antara staf, kenyamanan di tempat kerja, kepuasan
perawat, mengurangi kecemasan, mengurangi konflik, dan mengurangi
ketidakdisplinan kerja (Barkauskas, 2000).
c. Kegiatan Manajerial

Universitas Sumatera Utara

Kegiatan manajerial dilakukan dengan melibatkan perawat dalam


perbaikan dan peningkatan standar, contoh: mengkaji standar operasional
prosedur (SOP) yang ada kemudian diperbaiki hal-hal yang perlu
(Supratman & Sudaryanto, 2008). Fungsi manajerial ini berupa
pemeriksaan nilai-nilai profesional dan standar keperawatan dari
pandangan individu dan bagaimana mereka menegakkan dengan kebijakan
serta visi dan misi dari organisasi. Hal yang sama juga bisa dilihat dari dari
pengurangan konflik, pemecahan masalah dan mempromosikan tim kerja
kedalam tim multiprofesional dalam bagian fungsi manajerial (Karvinen,
2006).
Swansburg (2000) menyatakan kegiatan manajerial mencakup
kegiatan-kegiatan sebagai berikut:
1). Per enca naan
Perencanaan dapat didefinisikan sebagai upaya untuk memutuskan
apa yang akan dilakukan, siapa yang melakukan, bagaimana, kapan dan
dimana hal tersebut dilakukan. Perencanaan merupakan fungsi yang
dituntut dari semua manajer sehingga tujuan dan kebutuhan individu
maupun organisasi dapat terpenuhi. Perencanaan yang adekuat mendorong
pengelolaan terbaik sumber daya yang ada. Dalam perencanaan yang
efektif, manajer harus mengidentifikasi tujuan jangka pendek dan jangka
panjang serta melakukan perubahan yang diperlukan untuk menjamin
kontinuitas pencapaian tujuan oleh unit (Marquis & Huston, 2010).

Universitas Sumatera Utara

2). Pengor ganisasian


Pengorganisasian adalah pengelompokan aktivitas-aktivitas untuk
mencapai tujuan objektif, penugasan suatu kelompok manajer dengan
autoritas pengawasan setiap kelompok, dan menentukan cara dari
pengorganisasian aktivitas yang tepat dengan unit lainnya (Swansburg,
2000).
3). Pengara han/per gerakan
Pengarahan/pergerakan adalah tindakan fisik dari manajemen
keperawatan, proses interpersonal dimana personel keperawatan mencapai
objektif keperawatan. Manajer keperawatan akan belajar sesuatu dari
prilaku manusia. Bawahan adalah manusia seutuhnya yang harus dikelola
yang akan memberikan respon terhadap institusi tempatnya bekerja
(Swansburg, 2000).
4). Kontrol atau Pengendalian
Pengontrolan atau pengendalian adalah melihat bahwa segala
sesuatu dilaksanakan sesuai dengan rencana yang disepakati, instruksi
yang telah diberikan serta prinsip-prinsip yang telah diberlakukan.
Manajer perawat akan merealisasikan cara terbaik dalam menjamin
kualitas pelayanan keperawatan yang diberikan di ruangan-ruangan.
Mekanisme pengontrolan juga mencakup prosedur akreditasi, konsultan,
alat-alat evaluasi, laporan dan audit keperawatan (Swansburg, 2000).

Universitas Sumatera Utara

Anda mungkin juga menyukai