ANATOMI
Jenis sendi yang memiliki
sinovial memiliki karakterisktik
yang sama. Karakteristik
tersebuut ntara lain :
• Limfosit Th1
Mengenali epitop yang disajikan MHC kelas II
Menghasilkan sitokin IL-2, IFN-γ,TNF-β,
Menstimulasi limfosit B berdeferensiasi untuk menghasilkan antibodi
Bertanggung jawab untuk mengawali respon limfosit B berproliferasi dan mengahsilkan IgM
Mengaktifkan sel makrofag untuk menghancurkan mikroorganisme intraseluler
• Limfosit Th2
Mengenali epitop yang disjikan oleh MHC kelas II
Menghasilkan sitokin IL-4, IL-5
Mengaktifkan sel B membuat antibodi netralisasi
• Limfosit Tc (Sitokin/CD8+)
Mengenali epitop yang disajikan oleh MHC kelas I
Berfungsi sebagai respon imun adaptif
Sel sasaran: Sel terinfeksi virus, Sel terinfeksi bakteri intraselular, Sel yang
mengalami transformasi (sel kanker)
Mekanisme pengahancuran sel
Limfosit Tc mrenghasilkan perforin dan granzyme yang mampu melisiskan
membran sel.
DEFINISI
Faktor Presipitasi
Infeksi
Beberapa virus dan bakteri diduga sebagai agen penyebab penyakit. Seperti pada
tabel berikut :
Agen Infeksi Mekanisme Patogenik
Mycoplasma Infeksi sinovial langsung, superantigen
Parvovirus B19 Infeksi sinovial langsung
Retrovirus Infeksi sinovial langsung
Enteric bacteria Kemiripan molekul
Mycobacteria Kemiripan molekul
Epstein-Barr Virus Kemiripan molekul
Bacterial cell walls Aktifasi makrofag
KRITERIA DIAGNOSIS
Metakarpofalangeal (MCP) 85
Pergelangan tangan 80
Interfalang proksimal (PIP) 75
Lutut 75
Metatarsofalangeal 75
Pergelangan kaki 75
Bahu 60
Midfoot (tarsus) 60
Panggul 50
Siku 50
Akromioklavikular 50
Vertebra servikal 40
Temporomandibular 30
Sternoklavikular 30
Gejala ekstraartikular
1. Stadium sinovitis
Perubahan dini pada jarigan sinovial yang ditandai dengan hiperemis,
edema karena kongesti, nyeri saat bergerak dan istirahat, bengkak,
kaku.
2. Stadium destruktif
Terjadi kerusakan sinovial, juga terjadi kerusakan pada jaringan
sekitarnya
3. Stadium deformitas
Terjadi perubahan secara progresive dan berulang, deformitas dan
gangguan fungsi sendi menetap.
PATOFISIOLOGI
• The American Collage of Rheumatology Subcommitte on Rheumatoid
Arthritis (ACRSRA) merekomendasikan pemeriksaan laboratorium dasar:
darah perifer lengkap, faktor reumatoid, laju endap darah atau C-
reactiveprotein (CRP).
• Pemeriksaan fungsi hati dan ginjal juga direkomendasikan karena akan
membantu dalam pemilihan terapi.
• Foto polos dan MRI
Rekomendasi evaluasi Reumatoid Artritis awal
Reumatoid Factor 30 % hasil negatif pada stadium awal diulang 6-12 bulan
Foto Polos sendi Normal atau osteopenia atau erosi dekat celah sendi pada
stadium awal
Cairan Sinovial celah sendi (stadium dini) Jumlah leukosit 5.000 - 50.000/mm3
1. Mengurangi inflamasi
2. Meringankan rasa nyeri
3. Mempertahankan fungsi
4. Melindungi struktur artikulasi
5. Mengontrol keterlibatan sistemik
NON-FARMAKOLOGI
• Istirahat akan meringankan gejala dan bisa menjadi salah satu faktor penting
dalam terapi.
• Berbagai alat bantu gerak dapat membantu mengatasi sendi yang mengalami
deformitas sehingga rasa sakit berkurang dan fungsi dapat terdukung.
2. Terapi Glukokortikoid
Glukokortikoid oral dosis rendah dapat mensupresi gejala inflamasi dan
menghambat perkembangan erosi tulang. Glukokortikoid intraartikular
seringkali memberikan keringanan transien terhadap gejala apabila
terapi sistemik medis gagal mengatasi inflamasi. Pulsasi setiap bulan
beserta glukokortikoid dosis tinggi dapat bermanfaat bagi pasien dan
mempercepat respons terapi DMARD. Terapi glukokortikoid sistemik
dapat memberikan terapi gejala yang efektif pada pasien dengan RA.
3. Agen Antisitokin
Sitokin dijadikan sasaran obat antagonis dalam menangani penyakit inflamasi
yang dimediasi sel T, misalnya RA. Bentuk larutan reseptor TNF dan antibodi
anti-TNF adalah bukti kesuksesan pertama dari metode ini. Efeknya adalah
penghambatan migrasi leukosit ke lokasi inflamasi. Intervensi pada sitokin IL-
1 juga memberikan efek yang sama. Agen antisitokin memegang peraman
penting dalam peranan RA, karena agen ini efektif dalam meringankan gejala
pasien RA baik yang belum pernah diberikan DMARD maupun yang gagal
ditangani dengan DMARD. Efeknya mencakup perlambatan kerusakan sendi
dan perbaikan disabilitas. Akan tetapi, agen antisitokin memiliki efek samping
seperti reaktivasi tuberculosis dorman, pembentukan ANA dan antibodi anti-
DNA, reaksi infusi dan injeksi, dan efek samping yang jarang seperti
demyelinisasi sistem saraf pusat.