BAB I
PENDAHULUAN
1.1. LATAR BELAKANG
Efusi pleura merupakan penyakit saluran pernapasan. Penyakit ini bukan
merupakan suatu disease entity tetapi merupakan suatu gejala penyakit yang
serius yang dapat mengancam jiwa penderita (WHO). Efusi pleura adalah
akumulasi cairan tidak normal di rongga pleura yang diakibatkan oleh
transudasi atau eksudasi yang berlebihan dari permukaan pleura. Efusi
pleura selalu abnormal dan mengindikasikan terdapat penyakit yang
mendasarinya. Efusi pleura dibedakan menjadi eksudat dan transudat
berdasarkan penyebabnya (Mayse M.L.,, 2008; Maskell NA, and Butland
RJA, 2003). Rongga pleura dibatasi oleh pleura parietal dan pleura visceral.
Pada keadaan normal, sejumlah kecil (0,01 mL/kg/jam) cairan secara
konstan memasuki rongga pleura dari kapiler di pleura parietal. Hampir
semua cairan ini dikeluarkan oleh limfatik pada pleura parietal yang
mempunyai kapasitas pengeluaran sedikitnya 0,2 mL/kg/jam. Cairan pleura
terakumulasi saat kecepatan pembentukan cairan pleura melebihi kecepatan
absorbsinya (Light RW, 2007).
Secara geografis penyakit ini terdapat di seluruh dunia bahkan menjadi
masalah utama di negara negara yang sedang berkembang termasuk
Indonesia. Penyakit efusi pleura dapat ditemukan sepanjang tahun dan
jarang dijumpai secara sporadis tetapi lebih sering bersifat epidemik di suatu
daerah. Selain itu, hal ini lebih banyak diakibatkan oleh infeksi Tuberkulosis
(TB). Bila di negara-negara barat, efusi pleura terutama disebabkan oleh
gagal jantung kongestif, keganasan, dan pneumonia bakteri. Di Amerika
efusi pleura menyerang 1,3 juta orang/tahun. Di Indonesia TB Paru adalah
peyebab utama efusi pleura, disusul oleh keganasan. Dua-per-tiga efusi
pleura maligna mengenai wanita. Efusi pleura yang disebabkan karena TB
1.3. TUJUAN
1 Mengetahui definisi Efusi Pleura.
2 Mengetahui etiologi dan klasifikasi Efusi Pleura.
3 Memahami patofisiologi dan mekanisme terjadinya manifestasi klinis
4
5
6
7
1.4. MANFAAT
1 Mnafaat untuk Penelaah
1 Menambah ilmu pengetahuan tentang Efusi Pleura.
2 Khususnya dapat memahami tentang Efusi Pleura baik itu etiologi,
klasifikasi, patofisiologi, manifestasi klinis, penegakan diagnosis,
penatalaksanaannya, komplikasi, maupun prognosisnya.
2 Manfaat untuk Pembaca
1 Menambah ilmu pengetahuan tentang Efusi Pleura.
2 Memahami tentang Efusi Pleura baik itu etiologi, klasifikasi,
patofisiologi,
3
manifestasi
klinis,
penegakan
diagnosis,
mengembangkan
ilmu
dapat
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. ANATOMI FISIOLOGI PLEURA
Pleura adalah membran serosa yang licin, mengkilat, tipis dan transparan.
Membran ini membungkus jaringan paru. Pleura terdiri dari dua lapis:
1.
darah merah dijumpai dalam jumlah yang sangat kecil didalam cairan
pleura. Keluar dan masuknya cairan dari dan ke pleura harus berjalan
seimbang agar nilai normal cairan pleura dapat dipertahankan (Ahmad
Rasyid, 2012).
2.2. DEFINISI
Efusi pleura atau pleural effusion adalah adanya cairan dalam rongga
pleura (Dorland, 2002). Efusi pleura merupakan penyakit saluran
pernapasan. Penyakit ini bukan merupakan suatu disease entity tetapi
merupakan suatu gejala penyakit yang serius yang dapat mengancam jiwa
penderita (WHO). Jenis efusi pleura meliputi chylothorax, hemothorax,
hydrothorax, dan pyothorax (empyema) (Dorland, 2002).
Pada keadaan normal rongga pleura hanya mengandung cairan sebanyak
10-20 ml. Efusi pleura adalah akumulasi cairan tidak normal di rongga
pleura yang diakibatkan oleh transudasi atau eksudasi yang berlebihan dari
permukaan pleura. Efusi pleura selalu abnormal dan mengindikasikan
terdapat penyakit yang mendasarinya. (Mayse M.L.,, 2008; Maskell NA,
and Butland RJA, 2003; dalam Jurnal Respirologi Indonesia, 2012).
Eksudatif
Transudatif
Infeksius:
Sirosis
Hidrotoraks hepatik
Autoimun/vaskular kolagen:
Miksedema
Penyakit nefrotik
Neoplastik:
Dialisis peritoneal
TRANSUDAT
Jernih
BJ
Jumlah Set
<1,016
Sedikit
Jenis Set
Rivalta
Glukosa
Protein
Rasio Protein T-E/plasma
LDH
Rasio LDH T-E/plasma
PMN <50%
Negatif
60 mg/dl (=GD plasma)
<2,5 g/dl
<0,5
<200 iu/dl
<0,6
EKSUDAT
Jernih,
keruh,
berdarah
>1,016
Banyak
(>500
2
sel/mm )
PMN >50%
Positif
60 mg/dl (bervariasi)
>2,5 g/dl
>0,5
>200 iu/dl
>0,6
10
dari
jaringan
nekrosis
perkijuan,
sehingga
11
walaupun
dilakukan
torakosintesis
berkali-kali.
Patofisiologi
bronkhopulmonari,
hillus
atau
mediastinum,
pleura
cukup
tinggi.
Diagnosis
dibuat
melalui
pleura
Mikroorganisme terlihat dengan pewarnaan gram pada cairan
pleura
Kadar glukosa cairan pleura kurang dari 50 mg/dl
Nilai pH cairan pleura dibawah 7,00 dan 0,15 unit lebih rendah
daripada nilai pH bakteri
12
dan
koloid
osmotic
menjadi
terganggu,
sehingga
terbentuknya cairan pada satu sisi pleura akan melebihi reabsorpsi oleh
pleura lainnya. Biasanya hal ini terjadi pada: (1) Meningkatnya tekanan
kapiler sistemik; (2) Meningkatnya tekanan kapiler pulmoner; (3)
Menurunnya tekanan koloid osmotic dalam pleura; (4) Menurunnya
tekanan intra pleura. Efusi plura transudat dapat terjadi pada:
a. Gangguan kardiovaskular
Penyebab terbanyak adalah decompensatio cordis. Sedangkan
penyebab lainnya adalah perikarditis konstriktiva, dan sindroma
vena kava superior. Patogenesisnya adalah akibat terjadinya
peningkatan tekanan vena sistemik dan tekanan kapiler dinding dada
sehingga terjadi peningkatan filtrasi pada pleura parietalis. Di
samping itu peningkatan tekanan kapiler pulmonal akan menurunkan
kapasitas reabsorpsi pembuluh darah subpleura dan aliran getah
bening juga akan menurun (terhalang) sehingga filtrasi cairan ke
rongg pleura dan paru-paru meningkat. Tekanan hidrostatik yang
meningkat pada seluruh rongga dada dapat juga menyebabkan efusi
pleura yang bilateral. Tapi yang agak sulit menerangkan adalah
kenapa efusi pleuranya lebih sering terjadi pada sisi kanan. Terapi
ditujukan pada payah jantungnya. Bila kelainan jantungnya teratasi
dengan istirahat, digitalis, diuretik dll, efusi pleura juga segera
menghilang. Kadang-kadang torakosentesis diperlukan juga bila
penderita amat sesak.
13
b. Hipoalbuminemia
Efusi terjadi karena rendahnya tekanan osmotik protein cairan
pleura dibandingkan dengan tekanan osmotik darah. Efusi yang
terjadi
kebanyakan
bilateral
dan
cairan
bersifat
transudat.
14
membeku,
maka
biasanya
darah
tersebut
berasal
dari
2.4. PATOFISIOLOGI
Rongga pleura dalam keadaan normal berisi sekitar 10 20 ml cairan
yang berfungsi sebagai pelicin agar paru dapat bergerak dengan leluasa saat
bernapas. Keadaan normal juga selalu terjadi filtrasi cairan ke dalam rongga
pleura melalui kapiler pleura parietalis dan diabsorpsi oleh kapiler dan
saluran limfe pleura parietalis dengan kecepatan yang seimbang dengan
kecepatan pembentukannya. Akumulasi cairan melebihi volume normal dan
menimbulkan gangguan jika cairan yang diproduksi oleh pleura parietal dan
viseral tidak mampu diserap oleh pembuluh limfe dan pembuluh darah
mikropleura viseral atau sebaliknya yaitu apabila produksi cairan melebihi
kemampuan penyerapan. Akumulasi cairan pleura melebihi normal dapat
disebabkan oleh beberapa kelainan, antara lain infeksi dan kasus keganasan
di paru atau organ luar paru (American Thoracic Society,2000; Perhimpunan
Dokter Paru Indonesia, 2001).
15
proses
pembentukan
cairan
pleura
akan
menimbulkan
16
Gambar 2.2. Patofisiologi efusi pleura: pada keadaan over hidrasi, filtrasi
meningkat, pengeluaran tertahan, Efusi (+)
17
Sebagian besar penyakit pleura disertai efusi pleura yang jika dideteksi
dengan foto thoraks (CXR) bila ada >300 mL cairan. Efusi oleh karena
pembentukan cairan berlebih atau bersihan cairan yang tidak adekuat.
Gejala-gejala yang timbul jika cairan bersifat inflamatoris atau jika
mekanika paru terganggu. Oleh karena itu, gejala yang paling sering nyeri
dada pleuritik, nyeri tumpul, rasa penuh dalam dada, atau dispepsia.
Pemeriksaan fisik menunjukkan penurunan bunyi napas, pekak pada
perkusi, penurunan fremitus vokal atau taktil. Jika terjadi inflamasi, maka
dapat terjadi friction rub (Jeremy, dkk., 2008).
Efusi transudatif biasanya karena ketidakseimbangan gaya Starling pada
membran pleura normal, memiliki cairan yang kurang protein, bersifat
bilateral, dan tidak disertai demam, nyeri pleuritik, atau nyeri tekan jika
dipalpasi. Sedangkan efusi eksudatif menunjukkan secara tidak langsung
18
19
20
Transuda
Eksudat
t
<3
>3
<0,5
>0,5
21
<200
<0,6
>200
>0,6
<1,016
Negatif
>1,016
Positif
c. Sitologi.
Digunakan untuk diagnostik penyakit pleura, terutama bila
ditemukan sel-sel patologis atau dominasi sel-sel tertentu.
limfoma maligna).
Sel mesotel: bila meningkat pada infark paru
Sel mesotel maligna: pada mesotelioma
Sel giant: pada arthritis rheumatoid
Sel L.E: pada lupus eritematous sistemik
Sel maligna: pada paru/metastase.
d. Bakteriologi.
Cairan pleura umumnya steril, bila cairan purulen dapat
mengandung mikroorganisme berupa kuman aerob atau anaerob.
Paling sering Pneumokokus, E.coli, klebsiela, pseudomonas,
enterobacter.
e. Biopsi Pleura.
Dapat
menunjukkan
tuberkulosis
dan
tumor
50%-75%
diagnosis
pleura.
Komplikasi
kasus
biopsi
pleuritis
adalah
2.6. DIAGNOSA
22
23
24
25
2.7. PENATALAKSANAAN
1) Terapi penyakit dasarnya (Antibiotika).
2) Terapi Paliatif (Efusi pleura haemorhagic).
3) Torakosentesis.
Aspirasi cairan pleura selain bermanfaat untuk memastikan diagnosis,
aspirasi juga dapat dikerjakan dengan tujuan terapetik. Torakosentesis
dapat dilakukan sebagai berikut:
a. Penderita dalam posisi duduk dengan kedua lengan merangkul atau
diletakkan diatas bantal; jika tidak mungkin duduk, aspirasi dapat
dilakukan pada penderita dalam posisi tidur terlentang.
b. Lokasi penusukan jarum dapat didasarkan pada hasil foto toraks,
atau di daerah sedikit medial dari ujung scapula, atau pada linea
aksilaris media di bawah batas suara sonor dan redup.
c. Setelah dilakukan anastesi secara memadai, dilakukan penusukan
dengan jarum berukuran besar, misalnya nomor 18. Kegagalan
aspirasi biasanya disebabkan karena penusukan jarum terlampaui
rendah sehingga mengenai diafragma atau terlalu dalam sehingga
mengenai jaringan paru, atau jarum tidak mencapai rongga pleura
oleh karena jaringan subkutis atau pleura parietalis tebal.
26
cairan
dalam
jumlah
besar
secara
mendadak
dan
hipotensi..
Komplikasi
torakosintesis
adalah:
27
28
2.8. KOMPLIKASI
Fibrotoraks
Efusi pleura yang berupa eksudat yang tidak ditangani dengan drainase
yang baik akan terjadi perlekatan fibrosa antara pleura parietalis dan
pleura viseralis. Keadaan ini disebut dengan fibrotoraks. Jika fibrotoraks
meluas dapat menimbulkan hambatan mekanis yang berat pada jaringanjaringan yang berada dibawahnya. Pembedahan pengupasan(dekortikasi)
perlu dilakukan untuk memisahkan membrane-membran pleura tersebut.
Atalektasis
Atalektasis adalah pengembangan paru yang tidak sempurna yang
disebabkan oleh penekanan akibat efusi pleura.
29
Fibrosis paru
Fibrosis paru merupakan keadaan patologis dimana terdapat jaringan
ikat paru dalam jumlah yang berlebihan. Fibrosis timbul akibat cara
perbaikan jaringan sebagai kelanjutan suatu proses penyakit paru yang
menimbulkan
peradangan.
Pada
efusi
pleura,
atalektasis
yang
2.9. PROGNOSIS
Prognosis efusi pleura tergantung pada penyakit dasarnya dan prognosis
buruk pada efusi pleura berat dengan pH atau kadar gula cairan rendah.
30
BAB III
PENUTUP
3.1. KESIMPULAN
Efusi pleura atau pleural effusion adalah adanya cairan dalam rongga
pleura, merupakan suatu gejala penyakit yang serius yang dapat mengancam
jiwa penderita. Berdasarkan etiologinya, efusi pleura dibedakan menjadi
eksudat dan transudat. Efusi pleura transudatif terjadi jika faktor sistemik
yang mempengaruhi pembentukan dan penyerapan cairan pleura mengalami
perubahan. Efusi pleura eksudatif terjadi jika faktor lokal yang
mempengaruhi pembentukan dan penyerapan cairan pleura mengalami
perubahan. Efusi pleura tipe transudatif dibedakan dengan eksudatif melalui
pengukuran kadar Laktat Dehidrogenase (LDH) dan protein di dalam cairan,
pleura. Efusi pleura terbanyak bersifat eksudat dan disebabkan oleh
malignansi dan tuberkulosis. Karakteristik efusi eksudatif adalah unilateral,
melibatkan hemitoraks kanan dan bersifat masif. Karakteristik efusi
transudatif adalah bilateral, melibatkan hemitoraks kanan dan bersifat tidak
masif.
Efusi Pleura lebih banyak ditemukan pada usia produktif. Berdasarkan
jenis cairan, lebih banyak yang bersifat eksudat dibandingkan transudat.
Penyakit Tuberkulosis dan Keganasan merupakan penyebab terbanyak pada
jenis eksudat dan penyakit gagal jantung kongestif pada jenis transudat.
Kadar Glukosa pada transudat cairan pleura lebih tinggi dibandingkan
eksudat, sedangkan kadar LDH, Protein total dan Leukosit lebih rendah.
Umumnya kasus efusi pleura yang diderita bersifat kronis dengan lebih
banyak ditemukan jenis leukosit mononuklear Tidak ada perbedaan
bermakna kadar glukosa, protein total, LDH dan leukosit baik dalam
31
3.2. SARAN
Saran bagi penderita tuberkulosis, gagal jantung kongestif dan keganasan
lebih mewaspadai terjadinya komplikasi efusi pleura dan dianjurkan untuk
melakukan kultur dan tes sensitivitas, karena banyaknya jenis kuman yang
dapat ditemukan serta untuk mendapatkan penanganan yang lebih baik.
32
DAFTAR PUSTAKA
American Thoracic Society. 2000. Management of malignant pleural effusions.
Am J Respir Crit Care Med 2000;. 162: 1987-2001.
Bahar Asril. 2003. Penyakit-penyakit Pleura. Dalam Ilmu Penyakit Dalam Jilid II,
Balai Penerbit FKUI, Jakarta.
Dorland. 2002. Kamus Kedokteran Dorland. Edisi 29. EGC. Jakarta.
Ewingsa.
2009.
Efusi
Pleura.
Diakses
dari
http://repository.ui.ac.id/contents/koleksi/11/efusipleura.pdf pada tanggal 19
Desember 2012
Fauci, Braunwald, Kasper, et al. 2008. Harrison's Principles of Internal Medicine
17th edition. The McGraw-Hill Companies, Inc: New York.
Guyton & Hall. 1999. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Edisi 9. EGC. Jakarta.
Halim, Hadi. 2007. Penyakit Penyakit Pleura. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam
Jilid II. Balai Penerbit FK UI Jakarta.
http://www.depkes.or.id/data%20penyakit/p2m/topik1278. Data kunjungan pasien
rawat inap dan rawat jalan penderita saluran napas tahun 2006 di Indonesia
Jeremy, et al. 2008. Efusi Pleura. At a Glance Medicine Edisi kedua. EMS.
Jakarta.
Light RW. 2007. Pleural Diseases. 5th ed. Baltimore: Williams and Wilkins.
Mangunnegoro H. 1998. Masalah efusi pleura di Indonesia. Jurnal Respirologi
Indonesia.
Marel M. 2002. Epidemiology of pleural effusion. Eur Respir Mon.
Maskell NA, Butland RJA. 2003. BTS guidelines for the investigation of
unilateral pleural effusion in adults. Thorax.
Mayse M.L. 2008. Non malignant pleural effusions. In: Fishman A.P, editor.
Fishman's pulmonary diseases and disorders. 4th ed. New York: Mc Graw Hill.
Meman SA, Shaikh SJ. 2007. The Etiology of Pleural Effusion in Children :
Hyderabad experience. Pak Journal Medical Science Volume. 23 No.1.
Mulyono J. 2000. Efusi Pleura Parapneumonia. Dalam Cermin Dunia Kedoketran
Vol. 11 No 128.
Light RW : Pleural Effusion. In New England Journal Medicine, Vol. 346, No. 25
Juni 20,2002. http://www.nejm.org.on/ April 6, 2007, 1971 1977
Paramothayan NS, Barron J. 2002. New criteria for the differentiation between
transudates and exudates. In Journal Clinical Pathology.
33