Anda di halaman 1dari 43

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Efusi pleura merupakan penyakit saluran pernapasan. Penyakit ini bukan

merupakan suatu disease entity tetapi merupakan suatu gejala penyakit yang

serius yang dapat mengancam jiwa penderita (WHO).

Efusi pleura adalah Pengumpulan cairan dalam ruang pleura (selaput yang

menutupi permukaan paru-paru) yang terletak di antara permukaan visceral

(selaput) dan parietal (dinding) baik transudat maupun eksudat, (Brunner and

Suddarth edisi 8 volume 1, 2001).

Efusi pleura Secara geografis penyakit ini terdapat diseluruh dunia bahkan

menjadi masalah utama di negara negara yang sedang berkembang termasuk

Indonesia. Hal ini disebabkan karena faktor lingkungan di Indonesia. Penyakit

efusi pleura dapat ditemukan sepanjang tahun dan jarang dijumpai secara

sporadis tetapi lebih sering bersifat epidemik di suatu daerah.

Menurut WHO (2008), efusi pleura merupakan suatu gejala penyakit yang

dapat mengancam jiwa penderitanya. Secara geografis penyakit ini terdapat

diseluruh dunia, bahkan menjadi problema utama di negara-negara yang


2

sedang berkembang termasuk Indonesia. Di negara-negara industri,

diperkirakan terdapat 320 kasus efusi pleura per 100.000 orang. Amerika

Serikat melaporkan 1,3 juta orang setiap tahunnya menderita efusi pleura

terutama disebabkan oleh gagal jantung kongestif dan pneumonia bakteri.

Menurut depkes RI (2006), kasus efusi pleura mencapai 2,7 % dari

penyakit infeksi saluran napas lainnya. tingginya angka kejadian efusi pleura

disebabkan keterlambatan penderita untuk memeriksakan kesehatan sejak dini

dan angka kematian akibat efusi pleura masih sering ditemukan. Faktor resiko

terjadinya efusi pleura karena lingkungan yang tidak bersih, sanitasi yang

kurang, lingkungan yang padat penduduk, kondisi sosial ekonomi yang

menurun, serta sarana dan prasarana kesehatan yang kurang dan kurangnya

pengetahuan masyarakat tentang kesehatan.

Di Sulawesi Selatan dilaporkan kejadian efusi pleura 16 % dari penderita

infeksi saluran napas. Tingginya kasus efusi pleura disebabkan keterlambatan

penderita untuk memeriksakan kesehatan sejak dini sehingga menghambat

aktifitas sehari-hari dan kematian akibat efusi pleura masih sering ditemukan.

Efusi pleura yang disebabkan oleh TB lebih banyak mengenai pria.

Mortalitas dan morbiditas efusi pleura ditentukan berdasarkan penyebab,

tingkat keparahan dan jenis biochemical dalam cairan pleura.

TB sering bermanifestasi ke organ-organ lain. Manifestasi ke pleura

berupa pleuritis atau efusi pleura merupakan salah satu manifestasi TB ekstra
3

paru yang paling sering terjadi selain limfadenitis TB. Sekitar 30% infeksi

aktif M. TB bermanifestasi ke pleura. Menurut Jing dkk. efusi pleura TB

terjadi pada 10% penderita yang tidak diobati, dimana hasil tes tuberkulin

positif dan sebagaikomplikasi dari TB paru primer. Menurut Siebert dkk efusi

pleura dapat terjadi pada 5% pasien dengan TB. Biasanya efusi pleura yang

disebabkan oleh TB selain bersifat eksudatif juga bersifat limfositik.

Penyebab terbesar dari efusi pleura di indonesia adalah TB paru dan

keganasan. Frekuensi TB sebagai penyebab efusi pleura tergantung kepada

prevalensi TB pada populasi yang diteliti.

Pengetahuan yang dalam tentang efusi pleura dan segalanya merupakan

pedoman dalam pemberian asuhan keperawatan yang tepat. Disamping

pemberian obat, penerapan proses keperawatan yang tepat memegang peranan

yang sangat penting dalam proses penyembuhan dan pencegahan, guna

mengurangi angka kesakitan dan kematian akibat efusi pleura.

Oleh karena itu, peran perawat dan tenaga kesehatan sangatlah diperlukan

terutama dalam bentuk promotif, preventif, kuratif dan rehabilitatif untuk

mencegah terjadinya komplikasi lebih lanjut seperti pneumonia,

pneumothoraks, gagal nafas, dan kolaps paru sampai dengan kematian. Peran

perawat secara promotif misalnya memberikan penjelasan dan informasi

tentang penyakit Efusi Pleura, preventif misalnya mengurangi merokok dan

mengurangi minum minuman beralkohol, kuratif misalnya dilakukan

pengobatan ke rumah sakit dan melakukan pemasangan WSD bila diperlukan,


4

rehabilitatif misalnya melakukan pengecekan kembali kondisi klien ke rumah

sakit atau tenaga kesehatan.

Berdasarkan uraian diatas maka penulis tertarik untuk membahas kasus

dengan judul Asuhan Keperawatan pada klien Tn. N dengan Efusi Pleura

sebagai kasus pada seminar kali ini.


5

B. TUJUAN

1. Untuk mengetahui Definisi Efusi Pleura.

2. Untuk mengetahui Klasifikasi Efusi Pleura.

3. Untuk mengetahui Etiologi Efusi Pleura.

4. Untuk mengetahui Patofisiologi Efusi Pleura

5. Untuk mengetahui Manifestasi Klinis dari efusi pleura.

6. Untuk mengetahui Komplikasi yang dapat terjadi pada pasien efusi pleura.

7. Untuk mengetahui Penatalaksanaan Medik yang diberikan pada pasien

dengan Efusi Pleura.

8. Untuk mengetahui Penatalaksanaan Keperawatan yang diberikan pada

pasien dengan Efusi Pleura yang terdiri dari:

a. Pengkajian.

b. Pemeriksaan Penunjang.

c. Diangnosa Keperawatan.

d. Intervensi Keperawatan dan Rasionalnya.


6

9.
7

BAB II

PEMBAHASAN

A. DEFINISI

Efusi pleura adalah Pengumpulan cairan dalam ruang pleura (selaput yang

menutupi permukaan paru-paru) yang terletak di antara permukaan visceral

(selaput) dan parietal (dinding) baik transudat maupun eksudat, (Brunner and

Suddarth edisi 8 volume 1. 2001).

Efusi pleura adalah penumpukan cairan di dalam ruang pleura, proses

penyakit primer jarang terjadi namun biasanya terjadi sekunder akibat

penyakit lain. Efusi dapat berupa cairan jernih, yang mungkin merupakan

transudat, eksudat, atau dapat berupa darah atau pus (Baughman C Diane,

2000).
8

Gambar 1. Penumpukan cairan pada ruang pleura

Efusi Pleura berasal dari dua kata, yaitu efusion yang berarti ektravasasi

cairan ke dalam jaringan atau rongga tubuh, sedangkan pleura yang berarti

membran tipis yang terdiri dari dua lapisan, yaitu pleura viseralis dan pluera

perietalis. Sehingga dapat disimpulkan Efusi Pleura adalah ekstravasasi cairan

yang terjadi di antara lapisan viseralis perietalis, (Sudoyo, 2006).

Dari beberapa pernyataan diatas ditarik kesimpulan bahwa Efusi Pleura

adalah suatu keadaan dimana terdapat penumpukan cairan (5 20 ml) di

dalam rongga pleura yang cukup untuk membasahi seluruh permukaan pleura

parietalis dan pleura viseralis.

B. KLASIFIKASI EFUSI PLEURA


1. Efusi Pleura Transudat
Pada efusi jenis transudat ini keseimbangan kekuatan menyebabkan

pengeluaran cairan dari pembuluh darah. Mekanisme terbentuknya

transudat karena peningkatan tekanan hidrostatik (CHF), penurunan

onkotik (hipoalbumin) dan tekanan negatif intra pleura yang meningkat

(atelektasis akut)
Ciri-ciri cairan :
a. Serosa jernih
b. Berat jenis rendah (dibawah 1,012)
c. Terdapat limfosit dan mesofel tetapi tidak ada neutrophil
d. Protein < 3 %
9

Penimbunan cairan transudat dalam rongga pleura dikenal dengan

hydrothorax, penyebabnya :

a. Payah jantung
b. Penyakit ginjal (SN)
c. Penyakit hati (SH)
d. Hipoalbuminemia (malnutrisi, malabsorbsi)
2. Efusi Pleura Eksudat
Eksudat ini terbentuk sebagai akibat penyakit dari pleura itu sendiri

yang berkaitan dengan peningkatan permeabilitas kapiler (misal

pneumonia) atau drainase limfatik yang berkurang (misal obstruksi aliran

limfa karena karsinoma)

Penyebab dari efusi eksudat ini adalah:

a. kanker : karsinoma bronkogenik, mesotelioma atau penyakit metastatic

ke paru atau permukaan pleura


b. Infark paru
c. Pneumonia
d. Pleuritis virus.

Ciri cairan eksudat:

a. Berat jenis > 1,015 %


b. Kadar protein > 3 % atau > 30 g/dl
c. Ratio protein pleura berbanding LDH serum . 0,6
d. LDH cairan pleura lebih besar dari pada 2/3 batas atas LDH serum

normal
e. Warna cairan keruh
10

Tabel. 1 Perbedaan Transudat dan Eksudat

Parameter Transudat Eksudat

Penyebab Tekanan hidrostatik Permeabilitas kapiler

Tekanan onkotik Absorbsi limfatik


Makroskopis

kejernihan Jernih Keruh


warna
Kuning, jernih Bervariasi (kuning, abu-abu,
BJ
beku spontan merah, merah muda)

< 1,018 (1,006 1,018) > 1,018 (1,018 1,030)

Tidak Bervariasi sering ya


Mikroskopis Bervariasi, biasanya:

jumlah leukosit < 1000 sel/ l (pleural) > 1000 sel/ l (pleural)

hitung jenis < 3000 sel/ l (pleural) > 500 sel/ l (pleural)

Predominan mononuklear Awal : predominan PMN

Lanjut : predominan MN

C. ETIOLOGI

Beberapa penyebab terjadinya menurut Wim de jong, 2005 dibagi menjadi

dua, yaitu:

1. Infeksi

a. Tuberkulosis

b. Pneumonitis
11

c. Abses paru

2. Non infeksi

a. Karsinoma paru

b. Gagal ginjal

c. Gagal jantung.

Efusi Pleura menurut Somantri, 2008 secara patologis :

1. Meningkatnya tekanan hidrostatik ( misalnya akibat gagal jantung ).

2. Menurunnya tekanan osmotik koloid plasma ( misalnya hipoproteinemia ).

3. Meningkatnya permeabilitas kapiler ( misalnya infeksi bakteri ).

4. Berkurangnya absorbsi limfatik.

Penyebab lainnya :

1. Hambatan reabsorsi cairan dari rongga pleura, karena adanya bendungan

seperti pada dekompensasi kordis, penyakit ginjal, tumor mediatinum,

sindroma meig (tumor ovarium) dan sindroma vena kava superior.

2. Pembentukan cairan yang berlebihan, karena radang (tuberculosis,

pneumonia, virus), bronkiektasis, abses amuba subfrenik yang menembus


12

ke rongga pleura, karena tumor dimana masuk cairan berdarah dan karena

trauma. Di Indonesia 80% karena tuberculosis.

3. Kelebihan cairan rongga pleura dapat terkumpul pada proses penyakit

neoplastik, tromboembolik, kardiovaskuler, dan infeksi. Ini disebabkan

oleh sedikitnya satu dari empat mekanisme dasar :

a. Peningkatan tekanan kapiler subpleural atau limfatik

b. Penurunan tekanan osmotic koloid darah

c. Peningkatan tekanan negative intrapleural

d. Adanya inflamasi atau neoplastik pleura.

D. PATOFISIOLOGI

Pada orang normal, cairan di rongga pleura sebanyak 1-20 ml. Cairan di

dalam rongga pleura jumlahnya tetap karena ada keseimbangan antara

produksi oleh pleura viseralis dan absorpsi oleh pleura parietalis. Keadaan ini

dapat dipertahankan karena adanya keseimbangan tekanan hidrostatik pleura

parietalis sebesar 9 cmH20 dan tekanan koloid osmotik pleura viseralis sebesar

10 cmH20.
13

Gambar 2. Efusi Pleura dan TB Paru

Efusi pleura terbentuk sebagai reaksi hipersensitivitas tipe lambat antigen

kuman TB dalam rongga pleura. Antigen ini masuk ke dalam rongga pleura

akibat pecahnya fokus subpleura. Rangsangan pembentukan cairan oleh pleura

yang terkait dengan infeksi kuman TB. Pleuritis TB dapat merupakan

manifestasi dari tuberkulosis primer atau tuberkulosis post primer (reaktivasi).

Pleuritis TB dianggap sebagai manifestasi TB primer yang banyak terjadi pada

anak-anak. Pada tahun-tahun terakhir ini, umur rata-rata pasien dengan

pleuritis TB primer telah meningkat. Hipotesis terbaru mengenai pleuritis TB

primer menyatakan bahwa pada 6-12 minggu setelah infeksi primer terjadi

pecahnya fokus kaseosa subpleura ke kavitas pleura. Antigen mikobakterium

TB memasuki kavitas pleura dan berinteraksi dengan sel T yang sebelumnya


14

telah tersensitisasi mikobakteria, hal ini berakibat terjadinya reaksi

hipersensitivitas tipe lambat yang menyebabkan terjadinya eksudasi oleh

karena meningkatnya permeabilitas dan menurunnya klirens sehingga terjadi

akumulasi cairan di kavitas pleura. Cairan efusi ini secara umum adalah

eksudat tapi dapat juga berupa serosanguineous dan biasanya mengandung

sedikit basil TB. Beberapa kriteria yang mengarah ke pleuritis TB primer:

1. Adanya data tes PPD positif baru


2. Rontgen thorax dalam satu tahun terakhir tidak menunjukkan adanya

kejadian tuberkulosis parenkim paru


3. Adenopati hilus dengan atau tanpa penyakit parenkim.

Umumnya, efusi yang terjadi pada pleuritis TB primer berlangsung tanpa

diketahui dan proses penyembuhan spontan terjadi pada 90% kasus. Pleuritis

TB dapat berasal dari reaktivasi atau TB post primer. Reaktivasi dapat terjadi

jika stasus imunitas pasien turun. Pada kasus Pleuritis TB rekativasi, dapat

dideteksi TB parenkim paru secara radiografi dengan CT scan pada

kebanyakan pasien. Infiltrasi dapat terlihat pada lobus superior atau segmen

superior dari lobus inferior. Bekas lesi parenkim dapat ditemukan pada lobus

superior, hal inilah yang khas pada TB reaktivasi. Efusi yang terjadi hampir

umumnya ipsilateral dari infiltrat dan merupakan tanda adanya TB parenkim

yang aktif. Efusi pada pleuritis TB dapat juga terjadi sebagai akibat

penyebaran basil TB secara langsung dari lesi kavitas paru, dari aliran darah

dan sistem limfatik pada TB post primer (reaktivasi). Penyebaran hematogen

terjadi pada TB milier. Efusi pleura terjadi 10-30% dari kasus TB miler. Pada
15

TB miler, efusi yang terjadi dapat masif dan bilateral. PPD test dapat negatif

dan hasil pemerikasaan sputum biasanya jadi negatif.

Efusi Pleura dapat juga disebabkan oleh gagal jantung kongestif. Ketika

jantung tidak dapat memompakan darahnya secara maksimal ke seluruh tubuh

terjadilah peningkatan hidrostatik pada kapiler yang selanjutnya menyebabkan

hipertensi kapiler sistemik. Cairan yang berada dalam pembuluh darah pada

area tersebut selanjutnya menjadi bocor dan masuk kedalam pleura.

Peningkatan pembentukan cairan dari pleura parietalis karena hipertensi

kapiler sistemik dan penurunan reabsorbsi menyebabkan pengumpulan

abnormal cairan pleura.

Adanya albuminemia juga akan mengakibatkan terjadinya peningkatan

pembentukan cairan pleura dan berkurangnya reabsorbsi. Hal tersebut

berdasarkan adanya penurunan pada tekanan onkotik intravaskular (tekanan

osmotik yang dilakukan oleh protein). Luas Efusi Pleura dapat mengakibatkan

bertambahnya volume paru dan membuat pergerakan dinding dada bertambah

berat. Dalam batas pernafasan normal, dinding dada cendrung rekoil keluar

sementara paru paru cendrung untuk rekoil kedalam (paru paru tidak dapat

berkembang secara maksimal melainkan cendrung mengempis).

E. MANIFESTASI KLINIS

Manifestasi klinis menurut Suzanne & Brenda, 2002 yang dapat

ditemukan pada Efusi Pleura yaitu:


16

1. Demam
2. Menggigil
3. Nyeri dada pleuritis
4. Pada efusi yang berat terjadi penonjolan ruang interkosta.
5. Pergerakan dada berkurang dan terhambat pada bagian yang mengalami

efusi.
6. Perkusi meredup diatas efusi pleura.
7. Dispnea
8. Batuk
9. Suara nafas ronchi
10. Peningkatan suhu tubuh jika ada infeksi
11. Keletihan

Manifestasi Klinis Lainnya yaitu :

1. Adanya timbunan cairan mengakibatkan perasaan sakit karena pergesekan,

setelah cairan cukup banyak rasa sakit

2. Adanya gejala-gejala penyakit penyebab seperti demam, menggigil, dan

nyeri dada pleuritis (pneumonia), panas tinggi (kokus), subfebril

(tuberkulosisi), banyak keringat, batuk, banyak sputum.

3. Deviasi trachea menjauhi tempat yang sakit dapat terjadi jika terjadi

penumpukan cairan pleural yang signifikan.

4. Pemeriksaan fisik dalam keadaan berbaring dan duduk akan berlainan,

karena cairan akan berpindah tempat. Bagian yang sakit akan kurang

bergerak dalam pernapasan, fremitus melemah (raba dan vocal), pada

perkusi didapati daerah pekak, dalam keadaan duduk permukaan cairan

membentuk garis melengkung (garis Ellis Damoiseu).


17

5. Didapati segitiga Garland, yaitu daerah yang pada perkusi redup timpani

dibagian atas garis Ellis Domiseu. Segitiga Grocco-Rochfusz, yaitu daerah

pekak karena cairan mendorong mediastinum kesisi lain, pada auskultasi

daerah ini didapati vesikuler melemah dengan ronki.

6. Pada permulaan dan akhir penyakit terdengar krepitasi pleura.

F. KOMPLIKASI
Komplikasi yang dapat diterjadi pada efusi pleura antara lain:
1. Infeksi
2. Fibrotoraks
Pleural effusion yang berupa eksudat yang tidak ditangani dengan

drainase yang baik akan terjadi perlekatan fibrosa antara pleura parietalis

dan pleura viseralis. Keadaan ini disebut dengan fibrotoraks. Jika

fibrotoraks meluas dapat menimbulkan hambatan mekanis yang berat pada

jaringan-jaringan yang berada dibawahnya. Pembedahan pengupasan

(dekortikasi) perlu dilakukan untuk memisahkan membran-membran

pleura tersebut.
3. Pneumotoraks (karena udara masuk melalui jarum).
4. Hemotoraks (Trauma pada pembuluh darah intercostalis).
5. Emboli udara (Laserasi yang cukup dalam menyebabkan udara dari alveoli

masuk ke vena pulmonalis).


6. Atalektasis (Ekspansi paru menurun, terjadi akumulasi cairan).
Atalektasis adalah pengembangan paru yang tidak sempurna yang

disebabkan oleh penekanan akibat efusi pleura.


7. Fibrosis Paru:
a. Pleural Parietal
b. Pleura Viseral
18

Fibrosis paru merupakan keadaan patologis dimana terdapat jaringan

ikat paru dalam jumlah yang berlebihan. Fibrosis timbul akibat cara

perbaikan jaringan sebagai kelanjutan suatu proses penyakit paru yang

menimbulkan peradangan. Pada efusi pleura, atalektasis yang

berkepanjangan dapat menyebabkan penggantian jaringan paru yang

terserang dengan jaringan fibrosis.

8. Kolaps Paru : Pada efusi pleura, atalektasis tekanan yang diakibatkan oleh

tekanan ektrinsik pada sebagian / semua bagian paru akan mendorong

udara keluar dan mengakibatkan kolaps paru.


G. PENATALAKSANAAN MEDIS
1. Terapi
a. Pleuritis tuberkulosa
Pengobatan dengan obat obat anti Tuberkulosis paru ( Rifampisin,

INH, pirazinamid atau etambutol )


b. Efusi Pleura karena neoplasma
Pengobatan dengan kemoterapi dan mengurangi timbulnya cairan

dengan pleurodesis memakai zat zat tetrasuklin.


c. Efusi karena pankreatitis
Pengobatan dengan cara memberikan terapi peritoneosentesis

disamping terapi dengan diuretic terapi terhadap penyakit asalnya.


d. Pemberian antibiotic : bila di temukan adanya Empiema
2. Tindakan medis
a. WSD ( water sealed drainage ) merupakan suatu tindakan yang

memungkinkan cairan atau udara keluar dari rongga pleura dan

mencegah aliran balik ke rongga pleura sisi pemasangan untuk

drainage dekat dengan area intracosta kelima atau keenam pada garis

midklavikula.
19

b. Torakosintesis
Merupakan aspirasi cairan pleura sebagai sarana untuk diagnosis

maupun terapeutik. Aspirasi dilakukan pada bagian bawah paru paru

di sela iga IX garis aksila posterior dengan memakai jarum abbocath

no 14 atau 16. Torakosintesis dilakukan untuk membuang cairan, untuk

mendapatkan spesimen guna keperluan analisa, dan untuk

menghilangkan dispnea. Namun bila penyebab dasar adalah

malignansi, efusi dapat terjadi kembali dalam beberapa hari atau

minggu. Torakosintesis berulang mengakibatkan nyeri, penipisan

protein dan kadang pneumotoraks. Cairan efusi sebanyak 11,5 liter

perlu dikeluarkan segera untuk mencegah meningkatnya edema paru.

Jika jumlah cairan efusi lebih banyak maka pengeluaran cairan

berikutnya baru dapat dilakukan 1 jam kemudian.

Indikasinya:

a. Mehilangkan sesak yang ditimbulkan


b. Bila terapi spesifik pada primernya tidak efektif
c. Bila terjadi reakumulasi cairan.

c. Pleurodesis
Pada efusi karena keganasan dan efusi rekuren lain, diberikan obat

(tetrasiklin, kalk dan bieomisin) melalui selang interkostalis untuk

melekatkan kedua lapisan pleura dan mencegah cairan terakumulasi

kembali.
d. Tirah baring
20

Tirah baring ini bertujuan untuk menurunkan kebutuhan oksigen

karena peningkatan aktivitas akan meningkatkan kebutuhan oksigen

sehingga dyspnea akan semakin meningkat pula.


e. Biopsi pleura, untuk mengetahui adanya keganasan.

H. PENATALAKSANAAN KEPERAWATAN

1. Pengkajian

Adapun pengkajian yang di lakukan pada klien dengan efusi pleura adalah:

1. Aktifitas / istirahat

Gejala : Dispnea dengan aktifitas ataupun istirahat

2. Sirkulasi
Tanda : a. Takikardia
b. Frekuensi tak teratur/disritmia
c. Irama jantung gallop(gagal jantung sekunder

terhadap efusi plura)


d. Nadi apical (PMI) berpindah oleh adanya

penyimpangan mediastinal (dengan tegangan

penumotorak
e. Tanda Homman (bunyi renyah sehubungan dengan

denyutan jantung, menunjukan udara dalam

mediastinum)
f. Tekanan darah :Hipertensi/Hipotensi
g. Denyut Vena Jugularis
3. Integeritas ego
Tanda : Ketakutan, Gelisah
4. Makanan / Cairan
Tanda : Adanya pemasangan IV vena sentral/ Infus tekanan
21

5. Nyeri/ Kenyamanan
Gejala (Tergantung pada ukuran / area yang terlibat ) :
a. Nyeri dada unilateral, meningkat karena pernafasan, batuk. Timbul

tiba- tiba gejala sementara batuk atau regangan (Peneumotorak

spontan)
b. Tajam dan nyeri, menusuk yang di perberat oleh nafas dalam ,

kemungkinan ke leher,bahu, abdomen (efusi pleural)


Tanda :a. Berhati- hati pada area yang sakit
b. Prilaku distraksi
c. Mengkerutkan wajah

6. Pernafasan
Gejala : a. Kesulitan bernafas, Lapar nafas
b. Batuk
c. Riwayat bedah dada/ Trauma; Penyakit paru kronis,

inflamasi / infeksi paru (empiema / efusi), penyakit

interstisial menyebar (sarkoidosi); Keganasan

(mis.obstruksi tumor) Peneumotoraks spontan

sebelumnya; Ruptur empisematous bula spontan, bleb

sub pleural (PPOM).

Tanda :Pernafasan :Peningkatan frekwensi/ takipnea

a. Peningkatan kerja nafas, penggunaan otot aksesori

pernafasan pada dada, leher; rektraksi interkostal,

ekspirasi abdominal kuat .


b. Bunyi nafas menurun atau tak ada ( sisi yang terlibat)
c. Premitus menurun (sisi yang terlibat )
d. ferkusi dada :Hiperesonan di atas area terisi udara

(penumotoraks , bunyi pekak diatas area yang terisi

cairan (hemotoraks)
22

e. Observasi dan palpasi dada: Gerakan dada tidak sama

(paradoksik) bila trauma atau kempes, penurunan

pengembangan toraks ?(Area yang sakit).


f. Kulit:Pucat, sianosis, berkerigat ,resipitasi

subkutan(udara pada jaringan dengan palpasi )


g. Mental :Ansietas ,gelisah, binggung,pingsan.
h. Pengunaan ventilasi mekanik tekanan positif / terapi

PEEP
7. Keamanan
Gejala : a. Adanya trauma dada

b. Radiasi / kemoterapiuntuk keganasan

8. Penyuluhan pembelajaran
Gejala : a. Riwayat factor resiko :Tuberkolusis, kangker .
b. Adanya bedah intratorakal / biobsi paru
c. Bukti kegagalan membaik

2. PEMERIKSAAN FISIK

Pada pemeriksaan fisik didapatkan perkusi pekak, fremitus vokal

menurun atau asimetris bahkan menghilang, bising napas juga menurun

atau hilang. Gerakan pernapasan menurun atau asimetris, lenih rendah

terjadi pada sisi paru yang mengalami efusi pleura. Pemeriksaan fisik

sangat terbantu ole h pemeriksaan radiologi yang memperlihatkan jelas

frenikus kostalis yang menghilang dan gambaran batas cairan

melengkung.

3. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK
23

1. Rontgen dada/ X-Ray

Rontgen dada biasanya merupakan langkah pertama yang dilakukan

untuk mendiagnosis efusi pleura, yang hasilnya menunjukkan adanya

cairan.

Gambar 3. Foto Thoraks Efutsi Pleura Dextra dan Sinistra

2. CT-Scan dada

CT-Scan dengan jelas menggambarkan paru-paru dan cairan dan bisa

menunjukkan adanya pneumonia, abses paru atau tumor

3. USG dada
24

USG bisa membantu menentukan lokasi dari pengumpulan cairan yang

jumlahnya sedikit, sehingga bisa dilakukan pengeluaran cairan.

4. Torakosentesis

Penyebab dan jenis dari efusi pleura biasanya dapat diketahui dengan

melakukan pemeriksaan terhadap contoh cairan yang diperoleh melalui

torakosentesis (pengambilan cairan melalui sebuah jarum yang

dimasukkan diantara sela iga ke dalam rongga dada dibawah pengaruh

pembiusan lokal).

5. Biopsi

Jika dengan torakosentesis tidak dapat ditentukan penyebabnya, maka

dilakukan biopsi, dimana contoh lapisan pleura sebelah luar diambil

untuk dianalisa.

Pada sekitar 20% penderita, meskipun telah dilakukan pemeriksaan

menyeluruh, penyebab dari efusi pleura tetap tidak dapat ditentukan.

6. Bronkoskopi

Bronkoskopi kadang dilakukan untuk membantu menemukan sumber

cairan yang terkumpul.

7. Pemerikasaan Laboratorium seperti:

Cairan pleural dianalisis dengan kultur bakteri, Pewarnaan Gram,basil

tahan asam(utuk tuberkolusis), hitung sel darah meram dan putih,


25

Pemeriksaan kimiawi (glukosa, amylase, laktat dehidrogenase [LDH],

Protein), Analisis sitologi utuk sel Malignan dan pH.


26

4. DIAGNOSA KEPERAWATAN

Diagnosa keperawatan yang dapat muncul pada pasien dengan

efusi Pleura diantaranya yaitu:

a. Pola nafas tak efektif berhubungan dengan penurunan ekspansi paru

(Akumulasi udara / cairan)

b. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan gangguan oksigen pada

alveoli

c. Bersihan jalan nafas tidak efektif b/d peningkatan jumlah/viskositas

secret paru

d. Nyeri berhubungan dengan penekanan rongga pleura oleh penimbunan

cairan yang berlebih

e. Ketidakseimbangan nutrisi: kurang dari kebutuhan tubuh b.d

penurunan nafsu makan akibat sesak napas.

f. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan penurunan perfusi O2 ke

jaringan

g. Resiko infeksi berhubungan dengan pemasangan drainase /WSD

h. Resiko terhadap Trauma/ penghentian nafas b.d pemasangan alat dari

luar(system drainase dada)


27

i. Kurang pengetahuan berhubungan dengan kurang terpajan informasi

mengenai penyakitnya.
28

5. INTENVENSI dan RASIONAL

Dx.1 Pola nafas tak efektif berhubungan dengan penurunan ekspansi

paru (Akumulasi udara / cairan)

Tujuan : Pola nafas kembali efektif

KH : Irama, frekuensi dan kedalaman pernafasan dalam batas normal,

pada pemeriksaan sinar x dada tidak ditemukan adanya akumulasi

cairan, bunyi nafas terdengar jelas.

Intervensi :

a. Kaji kualitas, frekuensi dan kedalaman pernafasan, laporkan setiap

perubahan yang terjadi.

R : Dengan mengkaji kualitas, frekuensi dan kedalaman pernafasan,

kita dapat mengetahui sejauh mana perubahan kondisi pasien.

b. Pertahankan posisi yang nyaman dengan kepala ditinggikan

R : Meningkatkan inspirasi maksimum

c. Anjurkan klien untuk tidak banyak aktivitas

R : Aktivitas yang meningkat akan meningkatkan kebutuhan O2


29

d. Observasi tanda -tanda vital ( suhu, nadi, tekanan darah, RR dan

respon pasien.

R : Peningkatan RR dan tachcardi merupakan indikasi adanya

Penurunan fungsi paru.

e. Lakukan auskultasi suara napas tiap 2 -4 jam.

R : Auskultasi dapat menentukan kelainan suara nafas pada bagian

paru-paru.

f. Bantu dan ajarkan pasien untuk batuk dan nafas dalam yang efektif

R : Menekan daerah yang nyeri ketika batuk atau nafas dalam.

g. Kolaborasi dengan tim medis lain untuk pemberian O2.

R : Pemberian oksigen dapat menurunkan beban pernafasan dan

mencegah terjadinya sianosis akibat hiponia.

Dx. 2 Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan penurunan

kemampuan ekspansi paru, kerusakan membran alveolar kapiler

Batasan karakteristik :

a) Penurunan ekspansi dada


30

b) Perubahan RR, dyspnea, nyeri dada

c) Penggunaan otot aksesori

d) Penurunan fremitus vokal, bunyi napas menurun

Kriteria hasil :

Klien akan :

1) Melaporkan berkurangnya dyspnea.

2) Memperlihatkan peningkatan ventilasi dan oksigenasi yang adekuat

3) ABGs dalam batas normal

Intervensi:

a. Kaji adanya dyspnea, penurunan suara nafas, bunyi nafas tambahan,

peningkatan usaha untuk bernafas, ekspansi dada yang terbatas ,

kelelahan

R : Tuberkulosis pulmonal dapat menyebabkan efek yang luas,

termasuk penimbunan cairan di pleura sehingga menghasilkan

gejala distress pernafasan.

b. Evaluasi perubahan kesadaran . Perhatikan adanya cyanosis , dan

perubahan warna kulit, membran mukosa dan clubbing finger.


31

R : Akumulasi sekret yang berlebihan dapat mengganggu oksigenasi

organ dan jaringan vital

c. Dorong/ajarkan bernapas melalui mulut saat ekshalasi

R : Menciptakan usaha untuk melawan outflow udara, mencegah

kolaps karena jalan napas yang sempit, membantu doistribusi udara

dan menurunkan napas yang pendek.

d. Tingkatkan bedrest / pengurangi aktifitas.

R : Mengurangi konsumsi oksigen selama periode bernapas dan

menurunkan gejala sesak napas.

e. Monitor ABGs

R : Penurunan tekanan gas oksigen (PaO2) dan saturasi atau

peningkatan PaCO2 menunjukkan kebutuhan untuk perubahan

terapetik

Dx. 3 Bersihan jalan nafas tidak efektif b/d peningkatan

jumlah/viskositas secret paru.

Tujuan: Jalan nafas kembali efektif

KH:
32

1) Mempertahankan jalan nafas paten dengan bunyi nafas bersih

2) Mengeluarkan sekret tanpa kesulitan.

3) Menunjukkan perilaku untuk memperbaiki/mempertahankan bersiahn

jalan nafas.

Intervensi:

1. Catat perubahan upaya dan pola bernafas.

R : Penggunaan otot interkostal/abdominal dan pelebaran nasal

menunjukkan peningkatan upaya bernafas.

2. Observasi penurunan ekspansi dinding dada dan adanya.

R : Ekspansi dada terbatas atau tidak sama sehubungan dengan

akumulasi cairan, edema, dan sekret dalam seksi lobus.

3. Catat karakteristik batuk (misalnya, menetap, efektif, tak efektif), juga

produksi dan karakteristik sputum.

R : Karakteristik batuk dapat berubah tergantung pada

penyebab/etiologi gagal pernafasan. Sputum bila ada mungkin

banyak, kental dan berdarah.

4. Ajarkan pasien batuk efektif

R : Meningkatkan keefektifan upaya batuk dan pembersihan secret


33

5. Pertahankan posisi tubuh/kepala tepat dan gunakan alat jalan nafas

sesuai kebutuhan.

R : Memudahkan memelihara jalan nafas atas paten bila jalan nafas

pasein dipengaruhi.

Dx. 4 Nyeri berhubungan dengan penekanan rongga pleura oleh

penimbunan cairan yang berlebih

Tujuan : Nyeri hilang atau berkurang


Kriteria Hasil :
a. klien mengungkapkan rasa nyeri berkurang
b. Tanda-tanda vital normal
c. Pasien tampak tenang dan rileks

INTERVENSI:

1. Pantau tanda-tanda vital, intensitas/skala nyeri


R : Mengenal dan memudahkan dalam melakukan tindakan

keperawatan.
2. Anjurkan klien istirahat ditempat tidur
R : istirahat untuk mengurangi intesitas nyeri
3. Atur posisi pasien senyaman mungkin (Posisi Semi Fowler)
R : posisi yang tepat mengurangi penekanan dan mencegah ketegangan

otot serta mengurangi nyeri.


4. Ajarkan teknik relaksasi dan napas dalam
R : relaksasi mengurangi ketegangan dan membuat perasaan lebih

nyaman
5. Kolaborasi untuk pemberian analgetik.
R : analgetik berguna untuk mengurangi nyeri sehingga pasien menjadi

lebih nyaman.
34

Dx. 5 Ketidakseimbangan nutrisi: kurang dari kebutuhan tubuh b.d

penurunan nafsu makan akibat sesak napas.

Tujuan: kebutuhan nutrisi terpenuhi

Kriteria Hasil: berat badan, hasil laboratorium dalam batas normal

Intervensi:

1. Catat status nutrisi pasien.

R : mengetahui derajat masalah dan pilihan intervensi yang tepat.

2. Berikan makanan sedikit tapi sering.

R : Memaksimalkan masukan nutrisi tanpa kelemahan.

3. Anjurkan keluarga klien untuk membawa makanan dari rumah dan

berikan pada klien kecuali kontra indikasi.

R : membantu memenuhi kebutuhan personal.

4. Beri motivasi tentang pentingnya nutrisi.

R : Kebiasaan makan seseorang dipengaruhi oleh kesukaannya,

kebiasaannya, agama, ekonomi dan pengetahuannya tentang

pentingnya nutrisi bagi tubuh.


35

5. Kolaborasi dengan ahli gizi.

R : pemberian nutrisi dapat dihitung dengan tepat.


36

Dx. 6 Intoleran aktivitas berhubungan dengan ketidakseimbangan

suplai dengan kebutuhan oksigen.

Tujuan : pasien mampu melakukan aktifitas seoptimal mungkin

Kriteria Hasil : Terpenuhinya aktivitas secara optimal, pasien kelihatan

segar dan bersemangat.

Intervensi:

1. Kaji respon Individu terhadap aktivitas .

R : agar dapat dinilai tingkat intoleran aktifitas

2. Meningkatkan Aktivitas Secara bertahap.

R : agar tidak terjadi kelelahan.

3. Ajarkan Klien metode penghematan energi untuk aktivitas.

R : Klien dapat beraktivitas secara bertahap sehingga tidak terjadi

kelelahan.

4. Kolaborasi dengan ahli terapi okupasi, jika perlu.

R : untuk melatih ketahanan


37

Dx. 7 Resiko tinggi penyebaran infeksi berhubungan dengan

penurunan pertahanan primer dan sekresi yang statis

Batasan karakteristik : diagnosis tuberkulosis paru +

Kriteria hasil :

Klien akan dapat :

a. Mengidentifikasi cara pencegahan dan penurunan resiko penyebaran

infeksi

b. Mendemonstrasikan teknik/gaya hidup yang berubah untuk

meningkatkan lingkungan yang aman terhadap penyebaran infeksi

Intervensi Rasionalisasi

a. Jelaskan tentang patologi penyakit secara sederhana dan potensial

penyebaran infeksi melalui droplet air borne

R : Membantu klien menyadari/menerima prosedur pengobatan dan

perawatan untuk mencegah penularan pada orang lain dan

mencegah komplikasi

b. Ajarkan klien untuk batuk dan mengeluarkan sputum dengan

menggunakan tissue. Ajarkan membuang tissue yang sudah dipakai

serta mencuci tangan dengan bai


38

R : Membiasakan perilaku yang penting untuk mencegah penularan

infeksi

c. Monitor suhu sesuai sesuai indikasi

R : Reaksi febris merupakan indikator berlanjutnya infeksi

d. Observasi perkembangan klien setiap hari dan kultur sputum selama

terapi

R : Membantu memonitor efektif tidaknya pengonbatan dan respons

klien

e. Kolaborasi pemberian INH, etambutol,rifampicin.

R : Ini merupakan pilihan obat untuk klien beresiko terhadap

perkembangan TB dan dikombinasikan dengan primary drugs

lain jhususnya pada penyakit tahap lanjut.

Dx. 8 Resiko terhadap Trauma/ penghentian nafas b.d pemasangan

alat dari luar(system drainase dada)

Hasil yang diharapkan :Mengenal kebutuhan / mencari bantuan untuk

mencegah komplikasi.

Intervensi :
39

1. Kaji dengan pasien tujuan / fungsi unit drainase dada catat gambaran

keamanan .

R : Inforrmasi tentang bagaimana system bekerja memberikan

keyakinan , menurunkan ansietas npasien .

2. Pasangkan kateter toraks kedinding dada dan berikan panjang selang

ekstra sebelum memindahkan atau mengubah posisi pasien :

a. Amankan sisi sambungan selang

b. Berbantalan pada sisi dengan kasa/ plester

R : Mencegah terlepasnya kateter dada atau selang terlipat dan

menurunkan nyeri/ ketidak nyamanan sehubungan dengan

penarikan atau pergerakan selang.

a. Mencegah terlepasnya selang

b. Melindungi kulit dari iritasi/ tekanan

3. Amankan unit drainase pada tempat tidur pasien atau pada sangkutan /

tempat tertentu pada area dengan lalulintas rendah.

R : Mempertahankan posisi duduk tinggi dan menurunkan resiko

kecelakaan jatuh/ unit pecah.


40

4. Awaasi sisi lubang pemasangan selang , catat kondisi kulit,

adanya/karaktristik drainase dari sekitar kateter. Ganti / pasang ulang

kasa penutup steril sesuai kebutuhan

R : Memberikan pengenalan dini dan mengobati adanya erosi / infeksi

kulit.

5. Anjurkan klien untuk menghindari berbaring / menarik selang.

R : Menurunkan resiko obstruksi drainase/ terlepasnya selang

6. Identifikasi perubahan / situasi yang harus dilaporkan pada perawat ,

contoh perubahan bunyi gelembung, lapar udara tiba- tiba nyeri dada ,

lepaskan alat.

R : Intervensi tepat waktu dapat mencegah komplikasi serius.

7. Observasi tanda distress pernafasan bila kateter torak tercabut/ terlepas

R : Efusi pleura dapat terulang / memburuk , karena mempengaruhi

fungsi pernafasan dan memerlukan intervensi darurat.

DX. 9 Kurang pengetahuan b.d mengenai kondisi, aturan pengobatan

Hasil yang diharapkan :

a. Menyatakan pemahaman penyebab masalah


41

b. Mengidentifikasi tanda/ gejala yang memerlukan evaluasi medik

c. Mengikuti program pengobatan dan menunjukan perubahan pola

hidup yang perlu untuk mencegah terulangnya masalah.

Intervensi

Mandiri :

1. Kaji kempuan pasien untuk belajar, contoh tingkat takut, masalah

kelemahan , tingkat partisipasi, lingkungan terbaik dimana pasien

dapat belajar, seberapa banyak isi, media terbaik, siapa yang terlibat.

R : Informasi menurunkan takut karena ketidaktahuan. Memberikan

pengetahuan dasar untuk pemahaman kondisi dinamik dan

pentingnya intervensi terapeutik

2. Identifikasi kemungkinan kambuh/ komplikasi jangka panjang.

R : Penyakit paru seperti PPOM berat dan keganasan dapat

meningkatkan insiden kambuh

3. Kaji ulang tanda dan gejala yang memerlukan evaluasi medik cepat

contoh nyeri dada tiba- tiba, dispnea, distres pernafasan lanjut.


42

R : Berulangnya penumotoraks/ efusi pleura /TB paru memerlukan

intervensi medik untuk mencegah/ menurunkan potensial

komplikasi

4. Kaji ulang praktik kesehatan yang baik, contoh nutrisi baik, istirahat,

latihan.

R : Mempertahankan kesehatan umum meningkatkan penyembuhan

dan dapat mencegah kekambuhan

5. Tekankan untuk tidak merokok dan minum alcohol

R : meskipun merokok tidak merangsang berulangnya efusi pleura

tetapi meningkatkan disfungsi pernapasan/bronchitis.

DAFTAR PUSTAKA

Doenges, Marilynn E. 1999. Rencana Asuhan Keperawatan : pedoman untuk

perencanaan dan pendokumentasian perawatan pasien Ed. 3. Jakarta :

EGC

R. Sjamsuhidajat, Wim de Jong. 2005. Buku ajar ilmu bedah (Edisi 3). Jakarta :

EGC

Smeltzer, Suzanne C. 2001. Buku ajar keperawatan Medikal Bedah. Jakarta :

EGC / Brunner & suddart

Somantri, Irman. 2008. Asuhan Keperawatan pada Pasien dengan Gangguan

Sistem Pernapasan (Edisi 2). Jakarta: Salemba Medika


43

Sudoyo. Aru W. 2006. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jakarta : IPD FKUI

Patoflodiagram Penyimpangan KDM.UMI. 2013

http://digilib.unimus.ac.id/files/disk1/103/jtptunimus-gdl-kurniasafi-5149-2

bab2.pdf

http://medicastore.com/penyakit/147/Efusi_Pleura.html

Anda mungkin juga menyukai