Anda di halaman 1dari 20

LAPORAN KASUS

Acute On Chronic Tophaceous Gout Arthritis

Oleh :
dr. Sedayu Yudha Prasta

Pembimbing :
dr. Haikal Muhfid, SpPD

Rumkit Tk. II Dr. R. Hardjanto


Jl. Tanjungpura No. 1 Balikpapan 76111
2017
LAPORAN KASUS

I. Identitas Pasien
Nama : Tn. S
TTL/Usia : Klaten, 01 Oktober 1975 / 42 tahun
Jenis Kelamin : Laki-laki
Alamat : Sepinggan
Pendidikan : SMA
Suku : Jawa
Tanggal Masuk RS : 25 Mei 2017 Pukul 20.10 WITA

II. Anamnesa
Keluhan Utama : nyeri sendi

Riwayat Penyakit Sekarang


Didapat dari hasil auto & alloanamnesa.
Tanggal dan Jam Pemeriksaan : Kamis, 25 Mei 2017 pukul 20.12 WITA
- Pasien datang sendiri ke IGD dr. R. Hardjanto dengan keluhan kedua kaki
terasa nyeri jika dipakai berjalan sejak 1 minggu SMRS. Pasien juga
mengeluh susah tidur karena nyeri pada kedua kaki.
- Keluhan dirasakan memberat sejak 2 hari SMRS terutama ketika pasien
bangun tidur. Kedua kaki awalnya terasa kaku. Nyeri, panas dan pegal
dirasakan sampai pasien merasa sakit apabila berjalan. Nyeri dirasakan
berdenyut dan tidak hilang dengan istirahat. Nyeri berkurang dengan
natrium diclofenac. Keluhan dirasakan hilang timbul. Pasien juga mengeluh
pada daerah yang nyeri terdapat benjolan kemerahan yang muncul di jempol
ke dua kaki,jari tengah kaki kiri, tumit kedua kaki dan jari kelingking tangan
kiri, Ketiga benjolan tersebut muncul dalam waktu yang tidak bersamaan.
- Pasien mengaku sudah pernah mengalami keluhan serupa sebelumnya sejak
9 tahun yang lalu berupa keluhan kaku-kaku pada kaki namun munculnya
benjolan baru dialami dalam 5 tahun terakhir.
- Pasien mengaku tidak menjaga pola makan, serta gemar makan daging,
jeroan, dan seafood. Pasien juga mengkonsumsi obat herbal/jamu.

Riwayat Penyakit Dahulu


- Pasien memiliki riwayat batu ginjal 3 tahun yang lalu
- Riw. Darah tinggi disangkal
- Riw. Kencing manis disangkal
- Riw. Alergi disangkal

III. Pemeriksaan Fisik


Tanggal dan Jam Pemeriksaan : Kamis, 25 Mei 2017 pukul 20.12 WITA
Keadaan Umum : Tampak Sakit Sedang
Kesadaran : Compos Mentis
Berat Badan : 60 kg
Tinggi Badan : 162 cm
IMT : 22,9 kg/m2

Tanda Vital
Tekanan Darah : 130/70 mmHg
Frekuensi Nadi : 84 x/menit
Pernapasan : 22 x/menit
Suhu : 37,2oC (axial)

Status Generalisata
Mata : Konjungtiva anemis -/-, sklera ikterik -/-, pupil bulat isokor,
diameter 2 mm, reflex cahaya +/+
JVP : 5-2 cm H2O
Jantung
Inspeksi : Pulsasi ictus cordis tidak tampak
Palpasi : Pulsasi ictus cordis teraba
Perkusi : Batas kanan jantung di ICS IV linea sternal dekstra
Batas kiri jantung di ICS V, 2 jari lateral dari linea
midclavicula sinistra
Batas atas jantung di ICS III linea parasternal sinistra
Auskultasi : Bunyi jantung I dan II regularly irregular, murmur (-),
gallop (-)

Paru
Inspeksi : Simetris, tidak tampak retraksi pada sela iga
Palpasi : Vocal fremitus kanan >> kiri
Perkusi : Sonor pada kedua lapang paru
Auskultasi : Vesikuler, ronkhi -/-, wheezing -/-

Abdomen
Inspeksi : Supel, perut tampak datar
Auskultasi : Bising usus (+) normal
Perkusi : Timpani di seluruh lapang abdomen, hepatomegali (-)
Palpasi : Nyeri tekan epigastrium (-)

Ekstremitas : Edema (-), akral hangat, CRT <2 detik


Status lokalis kaki kanan, kiri dan tangan kiri:
Look/inspeksi : Tampak benjolan pada digiti V manus sinistra, digiti I pedis
dextra, digiti I,III pedis sinistra. Kemerahan (+).
Feel/Palpasi : Nyeri tekan dan teraba hangat pada massa di sendi MTP I
dextra, MTP I,III sinistra, calcaneus D/S dan MTC V sinistra.
Move/Gerak : Pasien hanya mampu melakukan sedikit gerakan aktif sendi
karena nyeri gerak.
IV. Pemeriksaan Penunjang
Laboratorium (Tanggal Pemeriksaan: Kamis, 25 Mei 2017)

Hb : 14,4 g/dL GDS : 139 mg/dL


Ht : 43 % CREATININ : 1,0 mg%
Eritrosit : 5,1 juta/mm3 UREUM : 33 unit/L
Leukosit : 13600 /mm3 Hitung Jenis : 0/0/76/24/0
Trombosit : 347000 /mm3 URIC ACID : 9,9
MCV : 84 MCHC : 32
MCH : 27

V. Diagnosa Kerja
- Acute On Chronic Tophaceous Gout Arthritis
- Hiperuricemia
VI. Penatalaksanaan
Perawatan hari ke 1
Pasien mengeluh kedua kaki masih terasa nyeri,(VAS 8) susah berjalan.
Pasien mendapatkan terapi:
- Inj Plug
- Inj. Pantoprazole 1 x 40 mg iv
- Inj. Ketorolac 3 x 30 mg iv
- Inj. Methylprednisolon 2 x 62,5 mg iv
- Inj. Ceftriaxon 2 x 1 gr iv
- Colchisin 3x0,5 mg P.O.

Perawatan hari ke 2
Pasien mengeluh nyeri pada kedua kaki berkurang, (VAS 5), masih sakit bila
berjalan.
terapi :
- Inj Plug
- Inj. Pantoprazole 1 x 40 mg iv
- Inj. Ketorolac 3 x 30 mg iv
- Inj. Methylprednisolon 2 x 62,5 mg iv
- Inj. Ceftriaxon 2 x 1 gr iv
- Colchisin 3x0,5 mg P.O.

Perawatan hari ke 3
Pasien mengeluh nyeri pada kedua kaki sudah sangat berkurang.(VAS 2), Pasien
dibolehkan pulang.
Terapi untuk dirumah :
- Methylprednisolon 2 x 8 mg
- Omeprazole 2 x 20 mg
- Allupurinol 0-0-300mg
- Natrium Diclofenac 3 x 50mg P.O.

VII. Prognosis
Ad vitam : dubia ad bonam
Ad functionam : dubia ad bonam
Ad sanationam : dubia ad bonam
PEMBAHASAN KASUS

Artritis pirai (gout) adalah artritis inflamasi yang disebabkan oleh kristalisasi
asam urat di dalam sendi dan memiliki hubungan dengan hiperurisemia.1
Manifestasi klinik deposisi urat meliputi artritis gout akut (tofi), batu asam urat, dan
yang lebih jarang nefropati gout. Gangguan metabolisme yang mendasari gout
adalah hiperurisemia yang didefinisikan sebagai peningkatan kadar asam urat lebih
dari 7 mg/dl pada laki-laki dan lebih dari 6 mg/dl pada perempuan.2
Gout merupakan penyakit yang sering ditemukan dan tersebar di seluruh
dunia. Prevalensi gout meningkat dari tahun ke tahun, seiring dengan meningkatnya
taraf hidup.2 Di Amerika, prevalensi gout meningkat dari 26,4/1000 pada tahun
19881994 menjadi 37,6/1000, sedangkan di Indonesia sendiri diperkirakan 1,6-
13,6/100.000 orang pada tahun 20072010, prevalensi ini meningkat seiring
dengan meningkatnya.3

ETIOPATOGENESIS
Awitan serangan gout akut berhubungan dengan perubahan kadar asam urat
serum, meninggi ataupun menurun. Penurunan urat serum dapat mencetuskan
pelepasan kristal monosodium urat (MSU) dari depositnya dalam tofi (crystals
shedding). Predileksi untuk pengendapan kristal MSU pada metatarsofalangeal-1
(MTP-1) berhubungan juga dengan trauma ringan yang berulang-ulang pada daerah
tersebut. Peradangan pada gout akut adalah akibat penumpukan agen penyebab
yaitu kristal MSU pada sendi. Mekanisme peradangan ini belum diketahui secara
pasti, namun diduga berhubungan dengan aktivasi mediator kimia (sistem
komplemen) dan imunitas selular. Pengeluaran berbagai mediator akan
menimbulkan reaksi radang lokal maupun sistemik yang bertujuan untuk
menetralisir dan menghancurkan agen penyebab, serta mencegah perluasan agen
penyebab ke jaringan yang lebih luas.2
Peningkatan kadar asam urat serum dapat disebabkan oleh pembentukan
berlebihan atau penurunan ekskresi asam urat, ataupun keduanya. Asam urat adalah
produk akhir metabolism purin. Secara normal, metabolism purin menjadi asam
urat dapat diterangkan sebagai berikut.
Sintesis purin melibatkan dua jalur, yaitu jalur de novo dan jalur penghematan (salvage
pathway).

1. Jalur de novo melibatkan sintesis purin dan kemudian asam urat melalui precursor
nonpurin. Substrat awalnya adalah ribose-5-fosfat, yang diubah melalui
serangkaian zat antara menjadi nukleotida purin (asam inosinat, asam guanilat,
asam adenilat). Jalur ini dikendalikan oleh serangkaian mekanisme yang kompleks,
dan terdapat beberapa enzim yang mempercepat reaksi yaitu: 5-
fosforibosilpirofosfat (PRPP) sintase dan amidofosforibosilpirofosfat (amido-
PRT). Terdapat suatu mekanisme inhibisi umpan balik oleh nukleotida purin yang
terbentuk, yang fungsinya untuk mencegah pembentukan yang berlebihan.
Jalur penghematan adalah jalur pembentukan nukleotida purin melalui bisa purin
bebasnya, pemecahan asam nukleat, atau asupan makanan. Jalur ini tidak melalui
zat-zat perantara seperti pada jalur de novo. Basa purin bebas (adenine, guanine,
hipoxantin) berkondensasi dengan PRPP untuk membentuk precursor nukloetida
purin dari asam urat. Reaksi ini dikatalisis oleh dua enzim: hipoxantin guanine
fosforibosiltransferase (HGPRT) dan adenin fosforibosiltransferase (APRT).
Asam urat yang terbentuk dari hasil metabolism purin akan difiltrasi secara
bebas oleh glomerulus dan diresorbsi di tubbulus proksimal ginjal. Sebagian kecil
asam urat yang diresorpsi kemudian diekskresikan di nefron distal dan dikeluarkan
melalui urin.

Pada penyakit gout, terdapat gangguan keseimbangan metabolism (pembentukan


dan ekskresi) dari asam urat tersebut, meliputi:

1. Penurunan ekskresi asam urat secara idiopatik


2. Penurunan ekskresi asam urat sekunder misalnya karena gagal ginjal
3. Peningkatan produksi asam urat, misalnya disebabkan oleh tumor (yang
meningkatkan cellular remover) atau peningkatan sintesis purin (karena defek
enzim atau mekanisme umpan balik inhibisi yang berperan)
4. Peningkatan asupan makanan yang mengandung purin.
Peningkatan produksi atau hambatan ekskresi akan meningkatkan kadar asam urat
dalam tubuh. Asam urat ini merupakan suatu zat yang kelarutannya sangat rendah sehingga
cenderung membentuk Kristal. Penimbunan asam urat paling banyak terdapat di sendi
dalam bentuk kristal mononatrium urat. Mekanismenya hingga saat ini masih belum
diketahui.

Adanya Kristal mononatrium urat akan menyebabkan inflamasi melalui beberapa


cara:
1. Kristal bersifat mengaktifkan sistem komplemen terutama C3 dan C5.
Komplemen ini bersifat kemotaktik dan akan merekrut netrofil ke jaringan
(sendi dan membrane synovial). Fagositosis terhadap kristal memicu
pengeluaran radilal bebas toksik dan leukotrien, terutama leukotrien B.
Kematian neutrofil menyebabkan keluarnya enzim lisosom yang destruktif.
2. Makrofag yang juga terekrut pada pengendapan kristal urat dalam sendi akan
melakukan aktivasi fagosit, dan juga mengeluarkan berbagai mediator
proinflamasi IL-6, IL-8, dan TNF. Mediator-mediator ini akan memperkuat
respon peradangan, di samping itu mengaktifkan sel sinovium dan sel tulang
rawan untuk menghasilkan protease. Protease ini akan menyebabkan cedera
jaringan.

Penimbunan kristal asam urat dan serangan yang berulang akan menyebabkan
terbentuknya endapan seperti kapur putih yang disebut tofi/tofus (tophus) di tulang rawan
tersebut endapan akan memicu reaksi peradangan granulomatosa, yang ditandai dengan
massa urat amorf (kristal) dikelilingi oleh makrofag, limfosit. Fibroblast, dan sel raksasa.
Peradangan kronis yang persisten dapat menyebabkan fibrosis sinovium, erosi tulang
rawan, dan dapat diikuti oleh fusi sendi (ankilosis). Tofus dapat terbentuk di tempat lain
(misalnya tendon, bursa, dan jaringan lunak). Pengendapan kristal asam urat dalam tubulus
ginjal dapat mengakibatkan penyumbatan dan nefropati gout.

FAKTOR RISIKO
Hiperurisemia memiliki peran penting dalam perkembangan penyakit gout.
Banyak penelitian yang menunjukkan bahwa terdapat hubungan yang positif antara
kadar asam urat dengan risiko gout.1 Berikut adalah beberapa faktor risiko
terjadinya hiperurisemia dan gout :
1. Faktor demografis (jenis kelamin, usia, dan etnis)
Konsentrasi asam urat pada laki-laki dewasa lebih tinggi 1 mg/dL daripada
perempuan dewasa, hal ini kemungkinan terjadi karena pengeluaran asam
urat melalui ginjal di bawah pengaruh estrogen lebih tinggi pada
perempuan. Hal ini menyebabkan laki-laki memiliki risiko lebih tinggi
untuk menderita gout daripada perempuan, terutama sebelum masa
menopause.1 Faktor usia hanya berpengaruh pada perempuan, dimana kadar
asam urat meningkat seiring dengan bertambahnya usia. Kadar asam urat
serum bervariasi pada tiap ras atau etnis, contohnya etnis Afrika-Amerika
memiliki kadar asam urat serum lebih tinggi daripada penduduk Amerika
yang berkulit putih.1
2. Faktor gaya hidup
Gout dapat dikendalikan dengan modifikasi gaya hidup, karena
secara epidemiologis, gaya hidup memiliki peran penting dalam timbulnya
gout. Faktor-faktor yang meningkatkan kadar asam urat serum dan risiko
terjadinya gout yaitu :1
- Kegemukan
- Kebiasaan konsumsi makanan tinggi purin seperti daging (terutama
dagberwarna merah) dan makanan laut (seafood), sayuran
(contohnya kembang kol, bayam), oatmeal, dan kacang-kacangan
- minumal beralkohol.
Sedangkan faktor-faktor yang dapat menurunkan kadar asam urat serum
serta menurunkan risiko jangka panjang terjadinya gout :1
- Kopi dan teh yang mengandung kafein
- Vitamin C
Beberapa obat memiliki pengaruh pada kadar asam urat dalam serum
dan risiko terjadinya gout, antara lain aspirin sebagian obat, fenofibrat,
diuretik, obat hormonal untuk wanita, antihipertensi, dan antituberkulosis
pirazinamid.1
MANIFESTASI KLINIS

Manifestasi klinik gout terdiri dari 3 (tiga) stadium, yaitu artritis gout akut,
gout interkritikal, dan gout menahun dengan tofi.

1. Stadium artritis gout akut


Gejala khas dari gout akut adalah nyeri, pembengkakan, kemerahan
dan nyeri tekan pada sendi yang terlibat yang dialami maksimal 6-12 jam,
timbul dalam waktu singkat, seringkali terjadi pada malam hari atau pagi
hari setelah bangun tidur.4 Biasanya bersifat monoartikuler, dapat disertai
gejala sistemik berupa demam, menggigil dan merasa lelah. Lokasi yang
paling sering pada MTP-1 (podagra), selain itu dapat mengenai sendi lain
seperti pergelangan tangan/kaki, lutut dan siku.2

Gout akut pada MTP-1 (Podagra). Selama serangan, kulit di atas


sendi yang mengalami inflamasi dapat mengalami deskuamasi.5

2. Stadium interkritikal
Stadium ini merupakan kelanjutan stadium akut dimana secara klinik tidak
terdapat gejala-gejala radang akut. Namun pada aspirasi sendi ditemukan kristal
urat. Hal ini menunjukkan proses peradangan tetap berlanjut walaupun tanpa
keluhan.2 Jika tidak ditangani dengan baik dapat berlanjut menjadi stadium
kronik dengan pembentukan tofi.

3. Stadium artritis gout kronik


Stadium ini ditandai dengan adanya tofi yang banyak dan biasanya
poliartikular.2 Tofi adalah nodul yang dapat teraba, biasanya terdapat di dekat
daerah persendian, dan bagiannya yang berwarna putih terkadang dapat terlihat
melalui permukaan kulit.4 Tofi ini sering pecah dan sulit sembuh dengan obat,
kadang dapat timbul infeksi sekunder. Lokasi tofi yang paling sering pada
cuping telinga, MTP-1, olekranon, tendon Achilles dan jari tangan.2 Jika
jumlahnya banyak, tofi dapat menyebabkan deformitas sendi.4 Pada stadium ini
kadang disertai batu saluran kemih sampai penyakit ginjal menahun.2

Contoh tofus. Tofus sering ditemukan di telinga (A), siku (bursa olekranon) (B),
dan bantalan jari (C dan D), overlying vascularity (D).5
DIAGNOSIS
Kriteria diagnosis gout menurut ACR/EULAR 2016.6

n.b. Memenuhi kriteria gout jika skor >8


Gambar pencitraan dengan ultrasonografi (a), DECT (b), Rontgen (c)

PENATALAKSANAAN
Secara umum, penanganan gout adalah memberikan edukasi, pengaturan diet,
istirahat sendi, dan pengobatan. Pengobatan dilakukan secara dini agar tidak
terjadi kerusakan sendi ataupun komplikasi lain, misalnya pada ginjal.2
Tatalaksana gout terdiri dari :

1. Tatalaksana non-farmakologi
Tatalaksana non-farmakologi gout meliputi edukasi berupa perubahan
gaya hidup dan diet. Pasien disarankan untuk mengurangi berat badan
(untuk pasien obese) hingga mencapai BMI ideal, latihan fisik, berhenti
merokok, dan minum air yang cukup.7 Rekomendasi ACR mengenai diet
untuk pasien gout dibagi menjadi 3 kategori yaitu avoid atau
menghindari, limit atau membatasi, atau encourage atau
menganjurkan.
Pada setiap pasien gout harus dilakukan skrining secara sistematik
terhadap kemungkinan adanya komorbiditas dan faktor risiko
kardiovaskular, termasuk gangguan ginjal, penyakit jantung koroner, gagal
jantung, stroke, peripheral artery disease, obesitas, hiperlipidemia,
hipertensi, diabetes serta ada atau tidaknya kebiasaan merokok. Hal
tersebut dilakukan sebagai bagian yang penting dalam tatalaksana gout.8

2. Tatalaksana farmakologi

Serangan gout akut


Tatalaksana gout bergantung pada kondisi klinis dan
karakteristik individual pasien. Tujuan utama tatalaksana gout adalah
menangani serangan akut serta mengobati dan/atau mencegah perburukan
kondisi menjadi gout menahun.4

Kolkisin
Kolkisin merupakan salah satu obat pilihan untuk serangan
gout akut, loading dose 1 mg dalam 12 jam pertama sejak serangan
akut, dapat diberikan tambahan 0,5 mg setelah 1 jam berikutnya
bila nyeri masih dirasakan.8 Untuk mencegah kembalinya serangan
akut, kolkisin diberikan 0,5 mg setiap 12 jam atau dapat dinaikan
sesuai rekomendasi ACR sampai 3x0,5mg sehari, sementara BSR
merekomendasikan hingga maximal 2 mg per hari. Untuk nyeri
yang tidak perbaikan dengan pemberian kolkisin, dapat
dipertimbangkan memberikan kombinasi dengan obat anti-
inflamasi lainnya. Pemberian kolkisin harus memperhatikan efek
samping yang ditimbulkannya antara lain diare dan muntah yang
dapat hilang tanpa diobati.4 Kolkisin tidak boleh diberikan pada
pasien dengan gangguan ginjal berat dan pada pasien yang sedang
dalam pengobatan menggunakan siklosporin, eritromisin,
klaritromisin dan disulfiram.4,8

Obat Anti Inflamasi Non-Steroid (OAINS)


OAINS dapat diberikan pada pasien yang mengalami
serangan gout akut. Untuk pasien yang memiliki kontraindikasi
gastrointestinal atau intoleransi terhadap OAINS dapat diberikan
OAINS golongan inhibitor COX-2.4 Bila perlu, penggunaannya
dapat dikombinasikan dengan golongan proton pump inhibitor
(PPI). Sama seperti kolkisin, OAINS juga tidak boleh diberikan
pada pasien dengan gangguan ginjal.8

Kortikosteroid
Kortikosteroid sistemik dapat diberikan secara oral dan
injeksi intraartikular. Kortikosteroid oral dengan dosis yang ekuivalen
dengan prednisolon 30-35 mg/hari selama 3-5 hari.8 Terapi dapat
dimulai dengan prednisolon oral dengan dosis 0,5 mg/kg per hari selama
5-10 hari atau full dose selama 2-5 hari, kemudian dosis diturunkan
sedikit demi sedikit selama 7-10 hari sampai selesai.7 Penggunaan obat
golongan glukokortikoid dapat menyebabkan fenomena rebound,
sehingga perlu pemberian kolkisin dengan dosis 0,5-1,5 mg/hari sebagai
profilaksis.4
Aspirasi cairan sendi dan injeksi kortikosteroid intraartikular
dinilai cukup efektif dalam tatalaksana gout terutama jika sendi yang
terlibat adalah sendi besar dan untuk meminimalisir efek sistemik dari
obat oral. Injeksi kortikosteroid intraartikular dapat dikombinasikan
dengan kortikosteroid oral, kolikisin atau OAINS.4

Penghambat interleukin-1 (IL-1)


Pada pasien yang sering mengalami serangan dan memiliki
kontraindikasi maupun tidak menunjukkan respon terhadap kolkisin,
OAINS dan kortikosteroid (oral maupun injeksi), dapat diberikan
penghambat IL-1.

Terapi Obat Penurun Asam Urat


Karena hiperurisemia adalah kondisi yang mendasari gout, maka diperlukan
urate-lowering therapy (ULT) yang bertujuan untuk menurunkan kadar asam
urat serum yang pada akhirnya akan melarutkan deposit kristal asam urat dan
mengendalikan gout.4 Indikasi pemberian ULT, antara lain:7,9
- Terdapat tofus atau tofi berdasarkan pemeriksaan klinis ataupun pencitraan
- Serangan arthritis gout akut sering ( 2 kali per tahun)
- Gagal ginjal kronik stadium 2 atau lebih
- Riwayat urolitiasis
Target terapi hiperurisemia pada pasien gout adalah kadar asam urat serum
kurang dari 6 mg/dL. Target kadar asam urat yang lebih rendah (<5mg/dl) juga
disarankan hingga tanda dan gejala gout dapat teratasi sepenuhnya, seperti
hilangnya tofus, baik saat pemeriksaan visual maupun palpasi (evidence B).7
Belum terdapat kesepakatan mengenai kapan memulai ULT. Bila terapi
dimulai lebih awal, maka proses pelarutan kristal asam urat juga akan semakin
cepat. Namun tidak disarankan memulai terapi ULT saat serangan sedang
berlangsung. Sebaliknya, bila sedang dalam terapi ULT kemudian timbul
serangan, ULT juga tidak perlu diberhentikan. Dosis obat yang digunakan
dalam ULT diawali dengan dosis terendah, kemudian ditingkatkan secara
progresif sampai target kadar asam urat serum tercapai.
Terdapat 3 golongan obat-obatan yang digunakan dalam ULT antara lain
golongan inhibitor xantin oksidase, golongan obat urikosurik dan golongan
urikase.4
Golongan xantin oksidase
Golongan ini merupakan pilihan utama, contohnya allopurinol dan
Febuxostat. Golongan ini bekerja dengan menghambat sintesis asam
urat.4 Allopurinol diberikan dengan dosis awal tidak lebih dari 100
mg/hari untuk semua pasien, dan dimulai dari 50 mg/hari untuk pasien
gagal ginjal kronis stadium 4 dan 5. Dosis dapat dinaikkan menjadi 300
mg/hari meskipun terdapat gangguan ginjal, dengan syarat pasien diberi
edukasi dan dimonitor toksisitas obatnya (pruritus, ruam, peningkatan
enzim hepar).7
Golongan urikosurik
Golongan ini contohnya probenesid, sulfinpyrazone, dan
benzbromarone, dapat digunakan sebagai alternatif selain allopurinol.
Probenesid merupakan obat urikosurik lini pertama dan diberikan
secara monoterapi, tidak boleh diberikan pada pasien dengan creatinine
clearance < 50 ml/menit dan riwayat urolitiasis; dapat diberikan
bersama dengan fenofibrat dan losartan yang secara klinis memiliki efek
urikosurik.7
Golongan urikase
Golongan obat urikase dapat mengikis deposit urat lebih cepat
daripada obat lain daripada obat lain yang sudah tersedia. Contoh
golongan urikase adalah rasburicase dan pegylated urikase, terutama
digunakan pada kasus gout berat dan gout refrakter.4
Obat lain
Losartan, golongan inhibitor pompa kalsium, statin, dan klofibrat
memiliki efek urikosurik dan menurunkan kadar asam urat serum.
Obat-obat tersebut dapat menjadi terapi adjuvant dalam tatalaksana
pasien gout.4
ULT seringkali memicu mobilisasi kristal urat dari depositnya,
sehingga menyebabkan serangan akut. Hal ini menjadi alasan bagi pasien
untuk berhenti mengkonsumsi obat-obatan ULT secara teratur. Untuk
mengatasinya, dapat dilakukan profilaksis dengan pemberian kolkisin
dengan dosis 0,5-1,5 mg/hari. Profilaksis sebaiknya dilakukan selama 6
bulan pertama ULT. Untuk pasien yang intoleran terhadap kolkisin dosis
rendah, dapat diberi NSAID dosis rendah, atau steroid dosis rendah setara
dengan prednisone/prednisolone 10mg/hari.4,7
DAFTAR PUSTAKA

1. Choi HK. Epidemiology of Gout. In: Hochberg MC, et al., editors.


Rheumatology. 6th ed. Philadelphia: Elsevier; 2015. P.1549-53.
2. Tehupeiory ES. Artritis pirai (artritis gout). In: Setiati S, et al., editors. Buku
Ajar Ilmu Penyakit Dalam. 6th ed. Jakarta: InternaPublishing; 2014.
3. Roddy E, Choi H. Epidemiology of Gout. Rheum Dis Clin North Am
2014;40(2):155-75.Doi:10.1016/j.rdc.2014.01.001. Available from:
http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC4119792/
4. Bardin T, Schiavon F, Punzi L. Crystal Arthropathies. In: Bijlsma JWJ, et
al., editors. EULAR textbook on rheumatic diseases. 2nd ed. London: BMJ;
2015. P.344-57.
5. Dieppe PA, Bacon PA, Bamji AN, Watt I. Atlas of clinical rheumatology.
Philadelphia: Gower; 1986. P.18.4.
6. Neogi T, Jansen TLTA, Dalbeth N, Fransen J, Schumacher HR, Berendsen
D, et al. 2015 Gout classification criteria: an Americal College of
Rheumatology/European League Against Rheumatism collaborative
initiative. Arthritis Rheum 2015;67(10):2557-68. Doi: 10.1002/art.39254.
http://www.rheumatology.org/Portals/0/Files/2015%20Gout%20Classifica
tion%20criteria. pdf.
7. Khanna D, Fitzgerald JD, Khanna PP, Bae S, Singh MK, Neogi T, et al.
2012 American college of rheumatology guidelines for management of
gout. Part 1: Systematic nonpharmacologic and pharmacologic therapeutic
approaches to hyperuricemia. Arthritis Care Res 2012;64(10):1431-46.
8. Richette P, Doherty M, Pascual E, Barskova, Becce F, Castaneda-Sanabria
J, et al. 2016 updated EULAR evidence-based recommendations for the
management of gout. Ann Rheum DIS 2016;0:1-14.
Doi:10.1136/annrheumdis-2016-209707.
9. Khanna D, Fitzgerald JD, Singh MK, Bae S, Neogi T. 2012 American
College of Rheumatology Guidelines for Management of Gout. Part 2:
Therapy and Antiinflammatory Prophylaxis of Acute Gouty Arthritis.
Arthritis Care & Research 2012; 64 (10): p 14471461.

Anda mungkin juga menyukai