BAB III
TINJAUAN PUSTAKA
10
kornea, pada permukaan terlihat anyaman yang teratur sedang di bagian perifer
serat kolagen ini bercabang; terbentuknya kembali serat kolagen memakan waktu
lama, dan kadang sampai 15 bulan. Keratosit merupakan sel stroma kornea yang
merupakan fibroblas terletak di antara serat kolagen stroma. Diduga keratosit
membentuk bahan dasar dan serat kolagen dalam perkembangan embrio atau
sesudah trauma. 4
4. Membran Descemet
Merupakan membran aselular dan merupakan batas belakang stroma kornea
yang dihasilkan oleh endotel. Bersifat sangat elastis dan jernih yang tampak
amorf pada pemeriksaan mikroskop elektron, membran ini berkembang terus
seumur hidup dan mempunyai tebal + 40 mm. Lebih kompak dan elastis daripada
membran Bowman. Juga lebih resisten terhadap trauma dan proses patologik
lainnya dibandingkan dengan bagian-bagian kornea yang lain. 4
5. Endotel
Berasal dari mesotelium, terdiri atas satu lapis sel berbentuk heksagonal, tebal
antara 20-40 mm melekat erat pada membran descemet melalui taut. Endotel dari
kornea ini dibasahi oleh aqueous humor. Lapisan endotel berbeda dengan lapisan
epitel
karena
tidak
mempunyai
daya
regenerasi,
sebaliknya
endotel
11
3.2
Fisiologi Kornea
Fungsi utama kornea adalah sebagai membrane protektif dan sebuah
jendela yang dilalui cahaya untuk mencapai retina. Transparansi kornea karena
sifatnya yang avaskuler, memiliki struktur yang uniform yang sifat deturgescence.
Transparansi stroma dibentuk oleh pengaturan fisis special dari komponenkomponen fibril. Walaupun indeks refraksi dari masing-masing fibril kolagen
berbeda dari substansi infibrilar, diameter yang kecil (300 A) dari fibril dan jarak
yang kecil diantara mereka (300 A) mengakibatkan pemisahan dan regularitas
yang
menyebabkan
sedikit
pembiasan
cahaya
dibandingkan
dengan
12
dioptri dari total 58,6 kekuatan dioptri mata normal manusia, atau sekitar 74%
dari seluruh kekuatan dioptri mata normal. Hal ini mengakibatkan gangguan pada
kornea dapat memberikan pengaruh yang cukup signifikan dalam fungsi fisus
seseorang.8 Kornea merupakan struktur vital dari mata dan sangat sensitif. Sarafsaraf kornea masuk dari stroma kornea melalui membrana bowman dan berakhir
secara bebas diantara sel epitel serta tidak memiliki selubung myelin lagi sekitar
2-3 mm dari limbus ke sentral kornea, sehingga menyebabkan sensitifitas yang
tinggi pada kornea.7
Kornea menerima suplai sensoris dari bagian oftalmik nervus trigeminus,
saraf siliar longus, saraf nasosiliar. Saraf siliar longus berjalan supra koroid,
masuk ke dalam stroma kornea, menembus membran Bowman melepaskan
selubung Schwannya. Sensasi taktil yang terkecil pun dapat menyebabkan refleks
penutupan mata. Setiap kerusakan pada kornea (erosi, penetrasi benda asing atau
keratokonjungtivitis
ultraviolet)
mengekspose
ujung
saraf
sensorik
dan
menyebabkan nyeri yang intens disertai dengan refleks lakrimasi dan penutupan
bola mata involunter. Trias yang terdiri atas penutupan mata involunter
(blepharospasme), refleks lakrimasi (epiphora) dan nyeri selalu mengarahkan
kepada kemungkinan adanya cedera kornea.9
Seperti halnya lensa, sklera dan badan vitreous, kornea merupakan struktur
jaringan
yang
bradittrofik,
metabolismenya
lambat
dimana
ini
berarti
13
Tiga lapisan film air mata prekornea memastikan bahwa kornea tetap
lembut dan membantu nutrisi kornea. Tanpa film air mata, permukaan epitel akan
kasar dan pasien akan melihat gambaran yang kabur. Enzim lisosom yang terdapat
pada film air mata juga melindungi mata dari infeksi.4
3.3 Keratitis
3.3.1 Definisi
Keratitis adalah infeksi pada kornea yang biasanya diklasifikasikan menurut
lapisan kornea yang terkena yaitu keratitis superfisialis apabila mengenai lapisan
epitel atau Bowman dan keratitis profunda yang mengenai lapisan stroma4.
3.3.2 Etiologi dan Patofisiologi
Terdapat beberapa kondisi yang dapat sebagai predisposisi terjadinya
inflamasi pada kornea seperti blefaritis, perubahan pada barrier epitel kornea (dry
eyes), infeksi pada kornea, penggunaan lensa kontak, lagopthalmos, gangguan
paralitik, trauma dan penggunaan preparat imunosupresif topical maupun
sistemik.9
Kornea mendapatkan pemaparan konstan dari mikroba dan pengaruh
lingkungan, oleh sebab itu untuk melindunginya kornea memiliki beberapa
mekanisme pertahanan. Mekanisme pertahanan tersebut termasuk refleks
berkedip, fungsi antimikroba film air mata (lisosim), epitel hidrofobik yang
membentuk barrier terhadap difusi serta kemampuan epitel untuk beregenerasi
secara cepat dan lengkap.9
Epitel merupakan barrier yang efisien terhadap masuknya mikroorganisme
ke dalam kornea. Saat epitel mengalami trauma, struma yang avaskuler dan
lapisan bowman menjadi mudah untuk mengalami infeksi dengan organisme yang
14
Klasifikasi
Keratitis diklasifikasikan menurut lapisan kornea yang terkena yaitu
keratitis superfisialis apabila mengenal lapisan epitel atau Bowman dan keratitis
profunda yang mengenai lapisan stroma.3
Keratitis punctata superfisialis
Berupa bintik-bintik putih pada permukaan kornea yang dapat disebabkan oleh
sindrom dry eye, blefaritis, keratopati logaftalmus, keracunan obat topical,
sinar ultraviolet, trauma kimia ringan dan pemakaian lensa kontak.11
Keratitis flikten
Benjolan putih yang yang bermula di limbus tetapi mempunyai kecenderungan
untuk menyerang kornea.11
Keratitis sika
Suatu bentuk keratitis yang disebabkan oleh kurangnya sekresi kelenjar
lakrimale atau sel goblet yang berada di konjungtiva.11
Keratitis lepra
Suatu bentuk keratitis yang diakibatkan oleh gangguan trofik saraf, disebut
juga keratitis neuroparalitik.11
Keratitis numularis
Bercak putih berbentuk bulat pada permukaan kornea biasanya multiple dan
banyak didapatkan pada petani.11
15
16
17
Pemeriksaan sensibilitas kornea dilakukan pada mata kanan dan kiri yaitu
pada bagian parasentral meridian horizontal temporal, menggunakan dua
macam alat yaitu:
a) menggunakan kapas pilin
Pasien duduk di depan pemeriksa, kemudian mata yang akan diperiksa
difiksasi dengan cara diminta melihat ke arah nasal. Kapas pilin
disentuhkan pada kornea dari temporal. Bila terjadi refleks kedip dicatat
sebagai sensibilitas kornea positif (+), sedangkan bila tidak terjadi refleks
kedip maka dicatat sensibilitas kornea negatif (-).
b) menggunakan estesiometer
Pasien duduk didepan pemeriksa, kemudian mata yang akan diperiksa
disinari dengan lampu senter dari jarak kurang lebih 40 cm, dan disuruh
melihat kearah lampu senter. Estesiometer dengan panjang filamen 6 cm,
diarahkan ke mata responden dan disentuhkan pada kornea parasentral
bagian temporal dengan arah tegak lurus sampai filamen sedikit
membengkok 5o. Bila tidak ada refleks kedip maka pemeriksaan diulangi
dengan panjang filament dikurangi 0,5 cm, begitu seterusnya sampai
terjadi refleks kedip. Hasil yang dicatat adalah panjang filament terpanjang
yang menyebabkan refleks kedip.
3.3.6 Penatalaksanaan
Terdapat beberapa terapi yang dapat secara baik menangani keratitis
pungtata superfisial. Terapi suportif dengan lubrikans topikal seperti air mata
artifisial seringkali adekuat pada kasus yang ringan. Air mata artifisial dapat
mengurangi sisa produk inflamasi yang tertinggal pada reservoir air mata. Mereka
tidak hanya bekerja sebagai lubrikans, tapi juga sebagai agen pembersih, pembilas
dan dilusi dari film air mata serta sebagai agen pemoles dari epitel superfisial
18
untuk membentuk kembali microvillae dan menstabilkan lapisan mucin dari air
mata.11
Tergantung dari keparahan gejala pada pasien,air mata artifisial dengan
viskositas berbeda (dari tetes mata hingga jel viskositas tinggi) diresepkan pada
pasien dan diaplikasikan dengan frekuensi yang berbeda. Pada keratitis akibat
pemaparan (exposure keratitis ), jel atau krim dengan viskositas yang tinggi
digunakan karena waktu retensinya yang panjang.6
Sekitar 90% dari inflamasi kornea disebabkan oleh bakteri. Selain itu epitel
dapat sebagai jalur penetrasi dari bakteri ke dalam kornea. Penanganan diawali
dengan antibiotik topikal dengan aktivitas broad spectrum terhadap kebanyakan
organisme gram positif dan gram-negatif hingga hasil kultur dan tes sensitifitas
diketahui. Regimen awal yang diberikan termasuk aminoglycoside dengan
cephalosporin generasi pertama setiap 15-30 menit. Seringkali digunakan
ciprofloxacin 0,3% yang meberikan percepatan waktu rata-rata penyembuhan dan
penururnan terapi dibandingkan terapi konvensional.6
Penggunaan kortikosteroid topikal masih kontroversial dikarenakan
penggunaannya pada infeksi virus dan jamur dikontraindikasikan. Akan tetapi
kortikosteroid sistemik dapat mencegah perforasi kornea dan pembentukan
jaringan parut pada kornea.10
Antibiotik sistematik digunakan apabila terdapat ekstensi ke sklera akibat
infeksi atau didapatkan adanya ancaman perforasi pada pasien. Levofloxacin
maupun ofloxacin memiliki penetrasi humour aqueous dan vitreus yang baik
dengan pemberian oral. Tidak perlu untuk menangani pasien hingga seluruh lesi di
kornea hilang. Akan tetapi penanganan dilaksanakan hanya hingga pasien dapat
mencapai titik kenyamanan.11
3.3.7 Komplikasi
Komplikasi keratitis dengan pengobatan yang paling sering adalah sikatriks
yang dapat dibagi menjadi tiga yaitu nebula di epitel bisa dilihat dengan slit lamp
19
atau dengan lup, makula di subepitel bisa dilihat dengan senter dan leukoma di
stroma bisa dilihat dengan mata telanjang. Sedangkan pasien keratitis tanpa
pengobatan komplikasi yang paling ditakutkan adalah ulkus kornea.
3.3.8 Prognosis
Secara umum prognosis dari keratitis adalah baik jika tidak terdapat jaringan
parut ataupun vaskularisasi dari kornea. Sesuai dengan metode penanganan yang
dilaksanakan prognosis dalam hal visus pada pasien dengan sangat baik. Parut
ringan pada kornea dapat timbul pada kasus-kasus dengan keratitis yang
berlangsung lama.14
Pada sikatriks lekoma kornea yang mengganggu visus dan untuk
kepentingan kosmetik dilakukan iridektomi optik dan keratoplasti sehingga
prognosis pasien keratitis yang sembuh dengan sikatriks adalah baik.14