Pembimbing
dr. Yudith Dian Prawitri, Sp.KFR
Penyusun
Alvina Maharani Nur Putri
(20210420011)
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS HANG TUAH
SURABAYA
2022
LEMBAR PENGESAHAN
Mengetahui,
Dokter Pembimbing
LEMBAR PENGESAHAN……………………………………………………...ii
KATA PENGANTAR…………………………………………………………..iii
BAB 1 PENDAHULUAN....................................................................................1
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA..........................................................................3
2.1 Anatomi Lutut.........................................................................................3
2.2 Definisi Osteoarthritis.............................................................................4
2.3 Klasifikasi Osteoarthritis Berdasarkan Lokasi....................................4
2.4 Epidemiologi Osteoarthritis...................................................................5
2.5 Faktor Risiko Osteoarthritis..................................................................7
2.6 Etiologi Osteoarthritis.............................................................................8
2.7 Patofisiologi..............................................................................................8
2.8 Manifestasi Klinis..................................................................................10
2.9 Pemeriksaan Penunjang.......................................................................11
2.10 Diagnosis................................................................................................11
2.11 Pemeriksaan Fisik.................................................................................12
2.12 Tatalaksana............................................................................................16
2.12.1 Terapi Non-farmakologi..................................................................17
2.12.2 Farmakoterapi..................................................................................19
2.12.3 Injeksi Intraartikular.........................................................................19
2.13 Komplikasi.............................................................................................20
2.14 Prognosis................................................................................................20
BAB 3 KESIMPULAN......................................................................................21
DAFTAR GAMBAR
1
yang kemudian diikuti dengan penebalan tulang subkondral, pertumbuhan
osteofit, dan kerusakan ligament (Yovita and Enestesia, 2015). Nyeri serta gejala
osteoartritis lainnya akan mempengaruhi kualitas hidup yang berdampak pada
fungsi fisik dan parameter psikologis. OA genu bukan merupakan penyakit tulang
rawan yang terlokalosasi tetapi dianggap sebagai penyakit kronis pada seluruh
sendi termasuk tulang rawan articular, meniscus, ligament dan otot periarticular
(Heidari, 2011).
Tatalaksana komprehensif untuk individu dengan OA dapat mencakup
intervensi edukasi, perilaku, psikososial, dan intervensi fisik seperti topikal, oral
dan obat intraarticular.
2
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Anatomi Lutut
Sendi lutut adalah sendi terbesar dan paling superfisial. Sendi lutut
termasuk dalam jenis sendi sinovial engsel yang memungkinkan untuk melakukan
gerakan fleksi dan ekstensi; namun, gerakan engsel dikombinasikan dengan
gerakan gliding dan rolling dan dengan rotasi vertical axis. Sendi lutut terbentuk
oleh 4 tulang yaitu Femur, Tibia, Fibula dan Patella. Terdapat 5 ligamen pada
sendi lutut yang berfungsi sebagai stabilisasi pasif yaitu ligament Cruciatum yang
memiliki peran sebagai stabilisasi utama pada sendi lutut, ligament Collateral
berfungsi sebagai penahan berat badan baik dari medial dan lateral, ligamentum
Popliteum Obliquum, ligamentum Patella. Pergerakan sendi lutut di bantu oleh 2
otot utama yaitu otot hamstring saat kontraksi dan quadricep saat ekstensi.
3
2.2 Definisi Osteoarthritis
Osteoartritis adalah penyakit yang mempengaruhi tulang rawan articular,
tulang subkondral, synovium, kapsul dan ligament. Pada osteoartritis tulang rawan
mengalami degenerasi sehingga terjadi fibrilasi, fisura, ulserasi dan hilangnya
ketebalan permukaan sendi. Sedangkan OA genu adalah penyakit degeneratif
pada sendi genu karena adanya abrasi tulang rawan sendi dan pembentukan tulang
rawan baru pada permukaan persendian yang dapat menyebabkan kelemahan otot
dan tendon mengakibatkan pembatasan gerak serta adanya rasa nyeri dan bengkak
pada genu (Hamijoyo et al., 2020).
Karpal-metakarpal 1
2. OA Vertebra
Sendi apofiseal
Sendi intervertebral
Spondylosis (osteofit)
Bony enlargement
Genu valgus
Genu varus
4. OA Pedis
Haluks valgus
Haluks rigidus
4
Jari kontraktur (hammer/cock-up toes)
Talonaviculare
5. OA Coxae
Eksentrik (superior)
6. OA di tempat lainya
Glenohumeral
Akromioklavikular
Tibiotalar
Sakroiliaka
Temporomandibular
7. OA generalisata / sistemik
5
osteartritis genu simtomatik. OA genu memiliki prevalensi yang lebih tinggi
dibandingkan dengan jenis OA lainnya. Insiden OA genu meningkat seiring
dengan bertambahnya usia dan berat rata-rata populasi yang lebih tinggi terutama
wanita dengan obesitas (Lespasio et al., 2017).
6
2.5 Faktor Risiko Osteoarthritis
Terdapat beberapa faktor risiko yang dapat menyebabkan individu mengalami
osteartritis genu, diantaranya:
a. Usia
Usia merupakan faktor risiko paling kuat yang dapat menyebabkan
osteoartritis pada lutut. Walaupun mekanismenya masih belum jelas,
akan tetapi sangat berkaitan dengan proses biologis pada sendi yaitu
proses penuaan akan menurunkan jumlah kondrosit di kartilago sendi
yang berkorelasi langsung dengan derajat kerusakan kartilago.
b. Jenis Kelamin
Prevalensi OA genu pada wanita lebih tinggi daripada laki-laki, tingkat
keparahan OA juga lebih besar pada wanita. Insiden OA pada wanita
meningkat secara drastis saat mengalami menopause, sehingga beberapa
penilitian berhipotesis bahwa faktor hormonal memegang peran besar
dalam pengembangan osteoartritis pada suatu individu (Wijaya, 2018).
c. Obesitas
Terdapat tiga kompartemen pada dulut yaitu: 1) kompartemen
tibiofemoral medial, yang menghubungkan plateau tibialis medial
dengan kondilus femoralis medial; 2) kompartemen tibiofemoral lateral,
menghubungkan plateau tibialis lateral dengan kondilus femoralis
lateral; 3) sendi patellofemoral, menghubungkan tempurung lutut
dengan tulang paha. Ketiga kompartemen tersebut akan bekerja sama
untuk membentuk sendi engsel yang dimodifikasi sehingga
memungkinkan lutut ditekuk dan diluruskan. Kelebihan berat badan atau
obesitas akan memberikan beban yang lebih pada sendi sehingga akan
mempengaruhi kapasitas fungsional sendi lutut (Lespasio et al., 2017).
Seseorang dengan obesitas memiliki risiko 2,96 kali lebih tinggi terkena
OA daripada orang dengan indeks massa tubuh normal, sedangkan
overweight memiliki risiko 2 kali lebih tinggi terkena OA. Obesitas
meningkatkan risiko OA dengan beberapa mekanisme, di antaranya
meningkatkan beban sendi terutama pada weight- bearing joint,
mengubah faktor perilaku seperti menurunnya aktivitas fisik yang
7
akhirnya menghilangkan kemampuan dan kekuatan protektif otot sekitar
sendi. Pada OA genu, obesitas menyebabkan kelemahan otot–otot di
2.7 Patofisiologi
Tulang rawan articular terutama terdiri dari kolagen tipe II, proteoglikan,
kondrosit, dan air. Tulang rawan articular yang sehat secara konstan akan
mempertahankan keseimbangan masing-masing komponen sehingga setiap degradasi
tulang rawan sesuai dengan yang disintesis. Dengan demikian tulang rawan articular
dapat dipertahankan. Dalam proses osteoartritis, matriks metalloprotease (MMPs) yaitu
enzim degenerative diekspresikan secara berlebihan yang dapat mengganggu
8
keseimbangan dan mengakibatkan hilangnya kolagen dan proteoglikan secara
keseluruhan.
Pada tahap awal osteoartritis, kondrosit mensekresikan penghambat MMPs yaitu
Tissue inhibitors of MMPs (TIMPs) dan berusaha meningkatkan sintesis proteoglikan
agar sesuai dengan proses degradative. Namun proses reparative ini tidak cukup,
hilangnya keseimbangan menghasilkan penurunan jumlah proteoglikan walaupun
terdapat peningkatan sintesis dan peningkatan kadar air, pola kolagen yang tidak teratur
dan akhirnya menyebabkan hilangnya elastisitas tulang rawan artikular. Secara
makroskopis perubahan ini mengakibatkan retak dan pecahnya tulang rawan yang
akhirnya akan mengalami erosi pada permukaan tulang rawan articular (Hsu and Siwiec,
2018).
Perkembangan perjalanan penyakit dari osteoartritis dibagi menjadi tiga fase, yaitu:
a. Fase 1: Terjadinya penguraian proteolitik pada matriks kartilago.
Metabolisme kondrosit menjadi terpengaruh dan meningkatkan produksi
enzim metalloproteinase (misalnya collagenase, stromelysin) yang
kemudian merusak matriks kartilago. Kondrosit juga memproduksi
protease inhibitor termasuk Tissue Inhibitors of Metalloprotenase (TIMP)
1 dan 2 sehingga pada awal osteoarthritis aktivitas metabolism kondrosit
meningkat, pengembalian kartilago juga tinggi dan kartilago tampak lebih
tebal dari normal. Akan tetapi, jumlah protease inhibitor yang disintesis
oleh kondrosit tidak cukup untuk melawan proteolysis. Kondisi ini
memberikan manifestasi pada penipisan kartilago, kartilago menjadi lunak
dan integritas penguraian sendi rusak.
b. Fase 2: Pada fase ini terjadi fibrilasi dan erosi dari permukaan kartilago,
disertai dengan adanya pelepasan proteoglikan dan fragmen kolagen ke
dalam cairan synovium.
c. Fase 3: Proses penguraian dari produk kartilago yang menginduksi respon
inflamasi pada synovium. Produksi makrofag, sinovial interleukin 1 (IL-
1), tumor necrosis factor-alpha (TNF-α), dan metalloproteinase menjadi
meningkat. Sitokin-sitokin ini dapat berdifusi kembali ke dalam kartilago
dan secara langsung merusak jaringan atau menstimulasi kondrosit untuk
memproduksi Metalloproteinase lebih banyak lagi. Molekul pro-inflamasi
lain (seperti Nitrit Oxide (NO), radikal bebas inorganik) dapat menjadi
9
faktor yang ikut berperan dalam kerusakan kartilago sendi. Kondisi ini
memberikan manifestasi perubahan arsitektur sendi, dan memberikan
dampak terhadap pertumbuhan tulang akibat stabilitas sendi (Maulidya,
2017).
10
c. Krepitasi: rasa gemeretak kadang-kadang dapat terdengar pada sendi
yang sakit
d. Deformitas: pembesaran pada sendi akan tampak secara perlahan
(Setiati, n.d.)
2.9 Pemeriksaan Penunjang
a. Evaluasi Radiologis dapat digunakan untuk membantu menegakkan diagnosis
OA lutut. X-Ray dapat digunakan untuk menilai kondisi sendi, untuk
mengetahui ada atau tidak adanya fraktur, dislokasi, dan penyempitan celah
sendi. Penyempitan pada celah sendi terjadi ketika tulang rawan hilang dan
ruang sendi antar tulang menyempit. X-Ray pada lutut yang atritis akan
menunjukkan penyimpitan ruang sendi karena kehilangan tulang rawan,
perubahan tulang dan pembentukan osteofit yang disebabkan oleh remoidelling
tulang. Studi imaging lainnya seperti magnetic resonance imaging, computed
tomography, atau bone scan, meskipun biasanya tidak diperlukan, mungkin
dapat digunakan untuk menyingkirkan kondisi lainnya dari tulang dan jaringan
lunak sendi.
b. Pemeriksaan darah mungkin dapat dilakukan untuk membantu menentukan
jenis radang sendi yang diderita pasien dan terutama untuk menyingkirkan
penyebab sekunder. Antara lain: hitung sel darah lengkap dengan diferensial,
laju sedimentasi eritrosit, protein C-reaktif, titer faktor rheumatoid, dan
evaluasi cairan sinovial. Ketika diagnosis OA primer dibuat, tes ini diharapkan
berada dalam batas normal, sedangkan pasien dengan jenis kondisi
reumatologis lainnya akan memiliki hasil tes laboratorium yang abnormal
(misalnya, peningkatan laju sedimentasi eritrosit, peningkatan protein C-reaktif
konsentrasi) (Lespasio et al., 2017).
2.10 Diagnosis
Kriteria diagnosis yang dikembangkan oleh American Collage of
Rheumatology (ACR) antara lain:
a. Klinis: nyeri lutut hampir setiap hari pada bulan sebelumnya, ditambah
minimal 3 dari berikut ini: 1) Krepitasi pada gerakan sendi aktif, 2)
Kaku di pagi hari dengan durasi kurang dari 30 menit, 3) Usia >50
tahun, 4) Pembesaran tulang lutut saat pemeriksaan, 5) Nyeri tekan pada
lutut saat pemeriksaan, dan 6) Tidak teraba hangat.
b. Klinis dan radiografi: Nyeri lutut hamper tiap hari pada bulan
11
sebelumnya, ditambah bukti radiografi adanya osteofit pada tepi sendi
ditambah 1 dari gejala berikut ini: krepitasi pada gerakan aktif, kaku di
pagi hari dengan durasi kurang dari 30 menit, dan usia > 50 tahun
c. Klinis dan laboratorium: Nyeri lutut hampir tiap hari pada bulan
sebelumnya, ditambah minimal 5 hal berikut ini: krepitasi pada gerakan
aktif, kaku di pagi hari dengan durasi kurang dari 30 menit, usia >50
tahun, nyeri tekan tulang saat pemeriksaan, pembesaran tulang, tidak
teraba hangat, LED <40 mm/jam, Rheumatoid factor < 1:40, dan cairan
sinovial sesuai tanda OA.
Berdasarkan gambaran radiologi, OA lutut dapat diklasifikasikan dalam
lima grade menurut Kellgren-Lawrence, yaitu:
Grade 0: tidak ditemukan penyempitan ruang sendi atau perubahan
reaktif
Grade 1 : penyempitan ruang sendi meragukan dengan kemungkinan
bentukan osteofit
Gambar 2.4 2.
Gambar Klasifikasi
4 Klasifikasiradiologi Kellgren-Lawrence
radiologi Kellgren-Lawrence
12
2.11 Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan Fisik yang dapat dilakukan pada pasien osteoarthritis adalah
yang pertama melakukan inspeksi untuk mencari apakah terdapat deformitas,
hiperemi, oedema, dan luka. Kemudian dilanjutkan dengan palpasi untuk mencari
apakah terdapat nyeri tekan, hangat, dan krepitasi. Kemudian pemeriksa juga
dapat melakukan pemeriksaan khusus seperti :
1. Patellar reflex dengan cara pasien diminta untuk duduk sambal
menggangtungkan kakinya, kemudian pemeriksa mengetukan hammer
reflex pada patellar tendon. Hal ini bertujuan untuk mencari apakah ada
keterlibatan nervus L2 hingga L4 atau tidak.
2. Pemeriksaan Range of Motion (ROM) digunakan untuk mengevaluasi
lingkup gerak sendi pada lutut pasien. Pemeriksaan ini mengevaluasi fleksi
dan ekstensi sendi lutut.
3. Patella Grinding test digunakan untuk mencari tahu penyebab nyeri pada
lutut dan memeriksa apakah terdapat deformitas pada Patellofemoral Joint.
Pemeriksaan positif jika terdapat krepitasi maupun rasa nyeri.
4. Fluctuation test adalah suatu bentuk pemeriksaan khusus pada sendi lutut
yang bertujuan untuk mengetahui cairan dalam lutut dengan cara ibu jari
13
dan jari telunjuk dari satu tangan diletakkan disebelah kiri dan disebelah
kanan patella.
14
bertujuan untuk mengetahui kelainan pada lig. collateral lateral dan
collateral medial.
8. Ballotement test adalah suatu bentuk pemeriksaan khusus pada sendi lutut
yang bertujuan untuk mengetahui cairan pada sendi lutut dengan cara
recessus patellaris dikosongkan dengan menekan menggunakan satu
tangan, sementara jari-jari tangan lainnya menekan patella kebawah.
15
10. Posterior Drawer Test sama halnya dengan Anterior Drawer Test, hanya
saja menggenggam tibia kemudian didorong ke arah belakang.
2.12 Tatalaksana
Terapi yang dirancang untuk OA lutut harus bertujuan untuk menghilangkan
rasa sakit, meningkatkan fungsi, dan membatasi kecacatan. Pengobatan OA lutut
biasanya didorong oleh gejala pasien dan potensi untuk meningkatkan kualitas
hidup. Perawatan tanpa pembedahan OA lutut sering berguna untuk pasien
dengan Kellgren dan Lawrence Grade 1 sampai dengan 3 yang merupakan tahap
“awal” OA. Namun, perawatan bedah umumnya diperlukan untuk
menyembuhkan atau memperbaiki stadium lanjut OA lutut (Lespasio et al., 2017).
Sebelum melakukan terapi, edukasi penting pada pasien OA. Dengan
edukasi, pasien mengetahui tujuan terapi OA dan pentingnya perubahan gaya
hidup, latihan, dan pengurangan berat badan yang akan mempengaruhi perjalanan
penyakit. Setelah beberapa kali dilakukan latihan fisik dan penguatan otot, pasien
akan dievaluasi skala nyerinya menggunakan skala WOMAC (Western Ontario
and McMaster Universities Osteoarthritis Index). Jika tidak menunjukkan
perbaikan, perlu diberi obat analgesik. Jika nyeri masih tidak berubah secara
signifikan, perlu beberapa tindakan seperti injeksi intraartikular, pemberian
tramadol, dan valgus brace. Selanjutnya akan dievaluasi lagi dan perlu
dipertimbangkan pemberian opioid lain atau pembedahan jika tidak ada perubahan
signifikan rasa nyeri dan fungsi sendi (Wijaya, 2018).
16
2.12.1 Terapi Non-farmakologi
a. Latihan fisik dan terapi manual
Latihan serta aktivitas fisik akan sangat direkomendasikan untuk
mengurangi rasa nyeri dan memperbaiki fungsi dari sendi. Latihan fisik
dengan tujuan untuk menguatkan otot quadriceps dan hamstring
merupakan tujuan utama karena akan memperkuat otot-otot disekitar
sendi lutut dan dapat menstabilkan sendi lutut. Latihan fisik yang
dilakukan dapat berupa latihan aerobic yang dapat dilakukan di air
seperti berenang dan berjalan di dalam air maupun darat seperti
bersepeda dan berjalan. Latihan fisik yang dilakukan pada individu
dengan OA lutut sering dikombinasikan dengan terapi manual. Terapi
manual yang dilakukan seperti mobilisasi aktif dan pasif sendi,
peregangan, dan masase jaringan lunak. Terapi ini dilakukan karena
dapat mengurangi nyeri, menormalisasi biomekanik sendi dan jaringan
serta dapat meningkatkan fungsi sendi.
b. Penurunan berat badan
Penurun berat badan pada individu tidak hanya mengurangi risiko
insiden OA lutut tetapi juga dapat mengurangi gejala, meningkatkan
fungsi, dan dapat mengurangi perkembangan penyakit. Pasien dengan
IMT lebih dari 25 kg/m2 harus didorong untuk menurunkan berat
badannya. Penurunan berat badan dapat dilakukan dengan membatasi
diet tinggi kalori dan kombinasi dengan latihan fisik.
c. Orthosis
Orthosis dapat digunakan untuk memperbaiki gait dan membantu
meringankan beban lutut yang nantinya akan meringankan nyeri. Namun
penggunaannya tidak dapat menggantikan fungsi dari latihan fisik.
Penggunaan alat tersebut akan memperbaiki gambaran radiologis OA
dan mengurangi nyeri.
d. Elektroterapi
Modalitas elektroterapi meliputi TENS (transcutaneous electrical nerve
stimulation) dan NMES (neuromuscular electrical stimulation). TENS
menggunakan arus listrik tegangan rendah untuk menghasilkan
17
penghilang rasa nyeri. TENS ini menggunakan mesin kecil bertenaga
baterai yang dihubungkan ke elektroda (kabel yang menghantarkan arus
listrik) dari mesin ke kulit. Elektroda ini akan ditempatkan pada area
yang nyeri yang kemudian akan menghasilkan sirkuit impuls listrik yang
berjalan sepanjang serabut saraf. Arus listrik menghasilkan sensasi yang
dianggap memblokir sinyal rasa sakit dari saraf ke tempat yang
dirasakan di otak sebagai rasa sakit.
NEMS juga melibatkan penggunaan perangkat yang mentransmisikan
impuls listrik ke kulit pada kelompok otot tertentu. Stimulasi listrik
neuromuskular dimaksudkan untuk memperkuat atau mempertahankan
massa otot dari otot yang dirawat. Stimulasi listrik yang ditempatkan
pada otot paha depan dapat mengurangi rasa sakit dan memperkuat otot
paha depan yang menopang lutut (Lespasio et al., 2017).
e. Pembedahan
Indikasi dilakukannya pembedahan ketika pasien refrakter terhadap
terapi konservatif dan modalitas pengobatan non-operative serta adanya
penurunan kualitas hidup pada pasien. Pilihan pembedahan untuk OA
genu meliputi: artroskopi, perbaikan kartilago, artroplasti (artroplasti
lutut sebagian dan total).
18
2.12.2 Farmakoterapi
Mengurangi rasa nyeri sangat penting dalam penanganan OA. Berbagai
jenis obat analgesik seperti obat anti inflamasi non-steroid (OAINS), opiat, dan
analgesik lain non-opiat. OAINS menghambat biosintesis prostaglandin yang
terbentuk saat proses radang. Biosintesis prostaglandin dibantu oleh enzim
siklooksigenase, yaitu siklooksigenase-I (COX-1) dan siklooksigenase-II (COX-
II). Dosis terapeutik OAINS mengurangi biosintesis prostaglandin dengan
menghambat kerja enzim siklooksigenase. Terapi OAINS terdiri dari penghambat
COX non-spesifik dan penghambat COX-II spesifik. Contoh penghambat COX
non-spesifik adalah ibuprofen, diklofenak, meloxicam, dan aspirin, serta
penghambat COX-II selektif contohnya celecoxib.
Analgesik lain bukan turunan opiat dan sering digunakan adalah
acetaminophen atau paracetamol. Obat ini efektif meredakan nyeri OA lutut
tetapi masih kurang efisien dibandingkan OAINS. Namun, efek sampingnya lebih
sedikit dibandingkan OAINS. Opiat merupakan turunan opium yang memiliki
kemampuan analgesik dengan menghambat langsung transmisi nosiseptif. Opiat
efektif meredakan nyeri OA lutut, namun tidak ada perbedaan signifikan antara
efikasi opiat- parasetamol dan OAINS. Kombinasi OAINS dengan opiat-
parasetamol terbukti efektif jika terapi tunggal OAINS tidak berhasil. Jika pasien
menunjukkan respons positif, terapi kombinasi opiat – parasetamol dan OAINS
dapat digunakan untuk mempertahankan kondisi tanpa nyeri (Wijaya, 2018).
19
memperbaiki fungsi sendi, HA juga dapat mengurangi keradangan pada
synovial, melindungi erosi kartilago dan meningkatkan produksi HA.
Pemberian viskosuplementasi paling efektif jika diberikan pada OA
tahap awal .
b. Kortikosteroid intraarticular
Injeksi ini sudah lama digunakan sebagai salah satu pilihan untuk
meredakan nyeri dan memperbaiki fungsi sendi dalam jangka waktu
pendek.
c. Platelet-rich plasma
Injeksi PRP sering disebut dengan injeksi regenerative. Konsentrat
platelet diaktivasi dengan penambahan kalsium klorida dan
menghasilkan pembentukan gel platelet dan mengeluarkan growth
factors (GF) dan molekul bioaktif. Dengan demikian, platelet secara
aktif berpartisipasi dalam proses penyembuhan dengan memberikan
spektrum GF yang luas ke lokasi cedera dan merangsang kondrogenesis,
bone remodelling, proliferasi, angiogenesis, dan antiinflamasi (Lespasio
et al., 2017).
2.13 Komplikasi
Osteoarthritis dapat menyebabkan beberapa komplikasi seperti rasa sakit
pada patah tulang, sulit beraktivitas, nyeri dan bengkak pada sendi yang terkena
serta dapat menyebabkan kelumpuhan pada kasus osteoarthritis parah.
2.14 Prognosis
Osteoarthritis merupakan penyakit yang memiliki sifat progresif sehingga
tidak dapat disembuhkan. Tatalaksana pada pasien OA berfokus dalam mengatasi
gejala simptomatik serta mempertahankan dan memperbaiki kemampuan
fungsional yang tersisa.
BAB 3
20
KESIMPULAN
21
TENS dan NMES serta terapi pembedahan. Untuk farmakoterapi pada pasien OA
genu dapat diberika analgesic. Berbagai jenis analgesic seperti OAINS, opiate dan
analgesic lain non-opiat. Selain itu juga terdapat terapi injeksi intraarticular yang
meliputi viskosuplementasi HA, kortikosteroid intraarticular dan PRP.
22
DAFTAR PUSTAKA
23