Anda di halaman 1dari 28

REFERAT

ILMU KEDOKTERAN FISIK DAN REHABILITASI

OSTEOARTHRITIS GENU (OA GENU)

Pembimbing
dr. Yudith Dian Prawitri, Sp.KFR

Penyusun
Alvina Maharani Nur Putri
(20210420011)

FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS HANG TUAH
SURABAYA
2022
LEMBAR PENGESAHAN

Referat Ilmu Kedokteran Fisik dan Rehabilitasi dengan

Judul : Osteoartritis Genu (OA Genu)

Yang disusun oleh :

Alvina Maharani Nur Putri

Disetujui dan diterima sebagai salah satu tugas Kepaniteraan

Klinik Ilmu Kedokteran Fisik dan Rehabilitasi

RSPAL Dr. Ramelan Surabaya

Fakultas Kedokteran Universitas

Hang Tuah Surabaya

Surabaya, 21 Juli 2022

Mengetahui,
Dokter Pembimbing

dr. Yudith Dian Prawitri, Sp.KFR


KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah


melimpahkan rahmat dan karuniaNya sehingga penulis dapat
menyelesaikan referat yang berjudul ”Osteoartritis Genu”.
Penyusunan tugas ini merupakan salah satu tugas yang penulis
laksanakan selama mengikuti kepaniteraan di SMF Ilmu Kedokteran
Fisik dan Rehabilitasi.
Penulis mengucapkan terima kasih kepada dr. Yudith Dian
Prawitri, Sp.KFR atas bimbingan dan waktunya sehingga penulis dapat
menyelesaikan tugas referat ini. Penulis menyadari bahwa penyusunan
referat ini jauh dari sempurna. Penulis memohon maaf dan
mengharapkan kritik serta saran yang membangun. Semoga referat ini
dapat menambah wawasan dan bermanfaat bagi semua pihak.

Surabaya, 21 Juli 2022

Alvina Maharani Nur Putri


DAFTAR ISI

LEMBAR PENGESAHAN……………………………………………………...ii
KATA PENGANTAR…………………………………………………………..iii

BAB 1 PENDAHULUAN....................................................................................1
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA..........................................................................3
2.1 Anatomi Lutut.........................................................................................3
2.2 Definisi Osteoarthritis.............................................................................4
2.3 Klasifikasi Osteoarthritis Berdasarkan Lokasi....................................4
2.4 Epidemiologi Osteoarthritis...................................................................5
2.5 Faktor Risiko Osteoarthritis..................................................................7
2.6 Etiologi Osteoarthritis.............................................................................8
2.7 Patofisiologi..............................................................................................8
2.8 Manifestasi Klinis..................................................................................10
2.9 Pemeriksaan Penunjang.......................................................................11
2.10 Diagnosis................................................................................................11
2.11 Pemeriksaan Fisik.................................................................................12
2.12 Tatalaksana............................................................................................16
2.12.1 Terapi Non-farmakologi..................................................................17
2.12.2 Farmakoterapi..................................................................................19
2.12.3 Injeksi Intraartikular.........................................................................19
2.13 Komplikasi.............................................................................................20
2.14 Prognosis................................................................................................20
BAB 3 KESIMPULAN......................................................................................21
DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1 Anatomi lutut........................................................................................3


Gambar 2.2 Otot penggerak lutut..............................................................................3
Gambar 2.3 Perubahan sendi saat osteoarthritis lutut.................................................10
Gambar 2.4 Klasifikasi radiologi Kellgren-Lawrence................................................12
Gambar 2.5 Patella grinding test.............................................................................13
Gambar 2.6 Fluctuation test....................................................................................13
Gambar 2.7 Appley compression test dan Appley distraction test................................14
Gambar 2.8 Tes valgus dan varus............................................................................15
Gambar 2.9 Ballotement test...................................................................................15
Gambar 2.10 Anterior drawer test...........................................................................16
Gambar 2.11 Posterior drawer test...........................................................................16
BAB 1
PENDAHULUAN

Osteoartritis (OA) adalah penyakit sendi degeneratif yang berkaitan


dengan kerusakan pada kartilago sendi. Proses penyakitnya tidak hanya mengenai
tulang rawan sendi namun juga mengenai seluruh sendi, termasuk tulang
subkondral, ligamentum, kapsul dan jaringan sinovial serta jaringan ikat
periartikular. Terdapat dua jenis osteoartritis yaitu primer dan sekunder.
Osteoartritis primer tidak memiliki hubungan dengan penyakit sistemik ataupun
perubahan lokal pada sendi atau tanpa ada penyabab yang jelas (idiopatik),
sedangkan osteoartritis sekunder merupakan osteoartritis yang didasari oleh faktor
patologi presdiposisi seperti pasca trauma, infeksi, kelainan neurologi maupun
metabolic (Adhiputra, 2017). Osteoartritis terjadi pada segala jenis etnis serta
penyebab tersering disabilitas jangka panjang pada pasien dengan usia lebih dari
65 tahun. Osteoartritis biasanya mengenai sendi penopang berat badan (weight
beraing) seperti sendi panggul, lutut, vertebra, tetapi dapat juga mengenai bahu,
tangan, dan kaki.
Prevalensi osteoartritis berdasarkan WHO yaitu pada laki-laki adalah 9,6%
dan pada wanita berusia diatas 60 tahun sebanyak 18% di seluruh dunia.
Sedangkan di Indonesia prevalensi osteoartritis pada usia 61 tahun adalah 5%.
Sementara itu prevalensi osteoartritis genu di Indonesia masih cukup tinggi yaitu
sebesar 15,5% pada laki-laki dan 12,7% pada wanita dari total penduduk
Indonesia. Osteoartritis adalah salah satu dari sepuluh penyakit yang paling
melumpuhkan di negara maju. Karena sifat penyakit ini adalah kronis dan
progresif yang menyebabkan nyeri hebat dan kecacatan pada pasien dan
mengganggu aktivitas sehari-hari akan berdampak pada sosial ekonomi di banyak
negara maju dan berkembang, sehingga sebanyak 80% mengalami keterbatasan
dalam bergerak san 25% diantaranya bahkan tidak dapat melakukan aktivitas
sehari-hari (WHO, 2016).
Osteoartritis genu merupakan suatu penyakit sendi degeneratif yang
berkaitan dengan adanya kerusakan pada kartilago sendi lutut. Kelainan utama
pada osteoartritis genu adalah hilangnya tulang rawan articular secara progresif

1
yang kemudian diikuti dengan penebalan tulang subkondral, pertumbuhan
osteofit, dan kerusakan ligament (Yovita and Enestesia, 2015). Nyeri serta gejala
osteoartritis lainnya akan mempengaruhi kualitas hidup yang berdampak pada
fungsi fisik dan parameter psikologis. OA genu bukan merupakan penyakit tulang
rawan yang terlokalosasi tetapi dianggap sebagai penyakit kronis pada seluruh
sendi termasuk tulang rawan articular, meniscus, ligament dan otot periarticular
(Heidari, 2011).
Tatalaksana komprehensif untuk individu dengan OA dapat mencakup
intervensi edukasi, perilaku, psikososial, dan intervensi fisik seperti topikal, oral
dan obat intraarticular.

2
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Anatomi Lutut
Sendi lutut adalah sendi terbesar dan paling superfisial. Sendi lutut
termasuk dalam jenis sendi sinovial engsel yang memungkinkan untuk melakukan
gerakan fleksi dan ekstensi; namun, gerakan engsel dikombinasikan dengan
gerakan gliding dan rolling dan dengan rotasi vertical axis. Sendi lutut terbentuk
oleh 4 tulang yaitu Femur, Tibia, Fibula dan Patella. Terdapat 5 ligamen pada
sendi lutut yang berfungsi sebagai stabilisasi pasif yaitu ligament Cruciatum yang
memiliki peran sebagai stabilisasi utama pada sendi lutut, ligament Collateral
berfungsi sebagai penahan berat badan baik dari medial dan lateral, ligamentum
Popliteum Obliquum, ligamentum Patella. Pergerakan sendi lutut di bantu oleh 2
otot utama yaitu otot hamstring saat kontraksi dan quadricep saat ekstensi.

Gambar 2.1 Anatomi lutut

Gambar 2.2 Otot penggerak lutut

3
2.2 Definisi Osteoarthritis
Osteoartritis adalah penyakit yang mempengaruhi tulang rawan articular,
tulang subkondral, synovium, kapsul dan ligament. Pada osteoartritis tulang rawan
mengalami degenerasi sehingga terjadi fibrilasi, fisura, ulserasi dan hilangnya
ketebalan permukaan sendi. Sedangkan OA genu adalah penyakit degeneratif
pada sendi genu karena adanya abrasi tulang rawan sendi dan pembentukan tulang
rawan baru pada permukaan persendian yang dapat menyebabkan kelemahan otot
dan tendon mengakibatkan pembatasan gerak serta adanya rasa nyeri dan bengkak
pada genu (Hamijoyo et al., 2020).

2.3 Klasifikasi Osteoarthritis Berdasarkan Lokasi


Berdasarkan lokasinya osteoarthritis dapat diklasifikasikan menjadi:
1. OA Manus

 Nodus Heberden dan Bouchard (nodal)

 Artritis erosive interfalang

 Karpal-metakarpal 1

2. OA Vertebra

 Sendi apofiseal

 Sendi intervertebral

 Spondylosis (osteofit)

 Ligamentum (hyperostosis, penyakit Forestier, diffuse idiopathic


skeletal hyperostosis atau disingkat DISH)
3. OA Genu

 Bony enlargement

 Genu valgus

 Genu varus

4. OA Pedis

 Haluks valgus

 Haluks rigidus

4
 Jari kontraktur (hammer/cock-up toes)

 Talonaviculare

5. OA Coxae

 Eksentrik (superior)

 Konsentrik (aksial, medial)

 Difus (koksa senilis)

6. OA di tempat lainya

 Glenohumeral

 Akromioklavikular

 Tibiotalar

 Sakroiliaka

 Temporomandibular

7. OA generalisata / sistemik

 Meliputi 3 atau lebih daerah yang tersebut di atas (Indonesian


Rheumatology Association. 2014)

2.4 Epidemiologi Osteoarthritis


Osteoartritis genu mempengaruhi sebagian besar orang dewasa yang berusia
65 tahun atau lebih dari 65 tahun. Prevalensi osteoartritis genu di AS berkisar
33,6% atau 12,4 juta dari total penduduk AS dengan prevalensi wanita lebih tinggi
(42,1%) daripada pria (31,2%). Osteoartritis genu pada laki-laki berusia 60 hingga
64 tahun lebih banyak ditemukan pada lutut kanan (23%) daripada lutut kiri
(16,3%), sedangkan distribusi lebih merata pada wanita (lutut kanan 24,2%; lutut
kiri 24,7%). Wanita dengan OA genu radiografi cenderung lebih banyak memiliki
gejala daripada laki-laki. Orang Amerika-Afrika melaporkan lebih banyak gejala
lutut daripada orang kulit putih. Aktivitas-aktivitas fisik yang berat terutama
aktivitas yang membutuhkan berlutut, menekuk lutut, berjongkok, dan berdiri
lama serta trauma lutut dan cedera juga berkaitan dengan prevalensi tinggia

5
osteartritis genu simtomatik. OA genu memiliki prevalensi yang lebih tinggi
dibandingkan dengan jenis OA lainnya. Insiden OA genu meningkat seiring
dengan bertambahnya usia dan berat rata-rata populasi yang lebih tinggi terutama
wanita dengan obesitas (Lespasio et al., 2017).

6
2.5 Faktor Risiko Osteoarthritis
Terdapat beberapa faktor risiko yang dapat menyebabkan individu mengalami
osteartritis genu, diantaranya:
a. Usia
Usia merupakan faktor risiko paling kuat yang dapat menyebabkan
osteoartritis pada lutut. Walaupun mekanismenya masih belum jelas,
akan tetapi sangat berkaitan dengan proses biologis pada sendi yaitu
proses penuaan akan menurunkan jumlah kondrosit di kartilago sendi
yang berkorelasi langsung dengan derajat kerusakan kartilago.
b. Jenis Kelamin
Prevalensi OA genu pada wanita lebih tinggi daripada laki-laki, tingkat
keparahan OA juga lebih besar pada wanita. Insiden OA pada wanita
meningkat secara drastis saat mengalami menopause, sehingga beberapa
penilitian berhipotesis bahwa faktor hormonal memegang peran besar
dalam pengembangan osteoartritis pada suatu individu (Wijaya, 2018).
c. Obesitas
Terdapat tiga kompartemen pada dulut yaitu: 1) kompartemen
tibiofemoral medial, yang menghubungkan plateau tibialis medial
dengan kondilus femoralis medial; 2) kompartemen tibiofemoral lateral,
menghubungkan plateau tibialis lateral dengan kondilus femoralis
lateral; 3) sendi patellofemoral, menghubungkan tempurung lutut
dengan tulang paha. Ketiga kompartemen tersebut akan bekerja sama
untuk membentuk sendi engsel yang dimodifikasi sehingga
memungkinkan lutut ditekuk dan diluruskan. Kelebihan berat badan atau
obesitas akan memberikan beban yang lebih pada sendi sehingga akan
mempengaruhi kapasitas fungsional sendi lutut (Lespasio et al., 2017).
Seseorang dengan obesitas memiliki risiko 2,96 kali lebih tinggi terkena
OA daripada orang dengan indeks massa tubuh normal, sedangkan
overweight memiliki risiko 2 kali lebih tinggi terkena OA. Obesitas
meningkatkan risiko OA dengan beberapa mekanisme, di antaranya
meningkatkan beban sendi terutama pada weight- bearing joint,
mengubah faktor perilaku seperti menurunnya aktivitas fisik yang

7
akhirnya menghilangkan kemampuan dan kekuatan protektif otot sekitar
sendi. Pada OA genu, obesitas menyebabkan kelemahan otot–otot di

sekitar sendi lutut dan meningkatkan kasus artroplasti. Pada pasien


obesitas, jaringan lemak dapat juga ditemukan di belakang patella di
area sendi lutut, yang biasa disebut infrapatellar fat pad, jaringan lemak
ini dapat menghasilkan adipokin, yaitu sitokin yang dihasilkan sel
lemak, seperti leptin, adiponektin, resistin, dan visfatin. Adipokin ini
dapat mengalami disregulasi yang dapat mensekresikan faktor–faktor
proinflamasi.
d. Genetik
Faktor genetik diduga juga berperan pada kejadian osteoarthritis genu,
hal tersebut berhubungan dengan abnormalitas kode genetik untuk
sintesis kolagen yang bersifat diturunkan (Wijaya, 2018).

2.6 Etiologi Osteoarthritis


Osteoartritis genu diklasifikasikan sebagai OA lutut primer (idiopatik) atau
sekunder. Etiologi osteoartritis lutut sekunder meliputi: Post-traumatic,
malformasi atau kongenital, malposisi (varus/vagus), postoperative, metabolic
(rakitis, hemochromatosis, chondrocalcinosis, ochronosis), gangguan endokrin
(acromegaly, hiperparatiroid, hyperuricemia) dan osteonecrosis aseptik. Diantara
berbagai struktur yang membentuk sendi lutut, tulang rawan sendi hialin adalah
target utama dari pengaruh berbahaya yang menyebabkan osteoartritis dan
struktur di mana penyakit dimulai. 95% tulang rawan hialin terdiri dari matriks
ekstraseluler (Michael, Schlüter-Brust and Eysel, 2010).

2.7 Patofisiologi
Tulang rawan articular terutama terdiri dari kolagen tipe II, proteoglikan,
kondrosit, dan air. Tulang rawan articular yang sehat secara konstan akan
mempertahankan keseimbangan masing-masing komponen sehingga setiap degradasi
tulang rawan sesuai dengan yang disintesis. Dengan demikian tulang rawan articular
dapat dipertahankan. Dalam proses osteoartritis, matriks metalloprotease (MMPs) yaitu
enzim degenerative diekspresikan secara berlebihan yang dapat mengganggu

8
keseimbangan dan mengakibatkan hilangnya kolagen dan proteoglikan secara
keseluruhan.
Pada tahap awal osteoartritis, kondrosit mensekresikan penghambat MMPs yaitu
Tissue inhibitors of MMPs (TIMPs) dan berusaha meningkatkan sintesis proteoglikan
agar sesuai dengan proses degradative. Namun proses reparative ini tidak cukup,
hilangnya keseimbangan menghasilkan penurunan jumlah proteoglikan walaupun
terdapat peningkatan sintesis dan peningkatan kadar air, pola kolagen yang tidak teratur
dan akhirnya menyebabkan hilangnya elastisitas tulang rawan artikular. Secara
makroskopis perubahan ini mengakibatkan retak dan pecahnya tulang rawan yang
akhirnya akan mengalami erosi pada permukaan tulang rawan articular (Hsu and Siwiec,
2018).
Perkembangan perjalanan penyakit dari osteoartritis dibagi menjadi tiga fase, yaitu:
a. Fase 1: Terjadinya penguraian proteolitik pada matriks kartilago.
Metabolisme kondrosit menjadi terpengaruh dan meningkatkan produksi
enzim metalloproteinase (misalnya collagenase, stromelysin) yang
kemudian merusak matriks kartilago. Kondrosit juga memproduksi
protease inhibitor termasuk Tissue Inhibitors of Metalloprotenase (TIMP)
1 dan 2 sehingga pada awal osteoarthritis aktivitas metabolism kondrosit
meningkat, pengembalian kartilago juga tinggi dan kartilago tampak lebih
tebal dari normal. Akan tetapi, jumlah protease inhibitor yang disintesis
oleh kondrosit tidak cukup untuk melawan proteolysis. Kondisi ini
memberikan manifestasi pada penipisan kartilago, kartilago menjadi lunak
dan integritas penguraian sendi rusak.
b. Fase 2: Pada fase ini terjadi fibrilasi dan erosi dari permukaan kartilago,
disertai dengan adanya pelepasan proteoglikan dan fragmen kolagen ke
dalam cairan synovium.
c. Fase 3: Proses penguraian dari produk kartilago yang menginduksi respon
inflamasi pada synovium. Produksi makrofag, sinovial interleukin 1 (IL-
1), tumor necrosis factor-alpha (TNF-α), dan metalloproteinase menjadi
meningkat. Sitokin-sitokin ini dapat berdifusi kembali ke dalam kartilago
dan secara langsung merusak jaringan atau menstimulasi kondrosit untuk
memproduksi Metalloproteinase lebih banyak lagi. Molekul pro-inflamasi
lain (seperti Nitrit Oxide (NO), radikal bebas inorganik) dapat menjadi

9
faktor yang ikut berperan dalam kerusakan kartilago sendi. Kondisi ini
memberikan manifestasi perubahan arsitektur sendi, dan memberikan
dampak terhadap pertumbuhan tulang akibat stabilitas sendi (Maulidya,
2017).

Gambar 2.3 Perubahan sendi saat osteoarthritis lutut

2.8 Manifestasi Klinis


Pada umumnya pasien osteoarthritis merasakan keluhannya sudah
berlangsung lama dan berkambang secara perlahan-lahan. Pasien yang menderita
osteoartritis sering mengeluh nyeri saat bergerak, biasanya terjadi saat gerakan
dimulai atau saat pasien mulai berjalan. Rasa sakit sering digambarkan sebagai
sakit tumpul. Saat osteoartritis berkembang, rasa sakit menjadi terus menerus, dan
fungsi sendi sangat terganggu. Nyeri lutut dapat berkembang perlahan dan
memburuk dari waktu ke waktu (paling umum), atau nyeri dapat terjadi secara
tiba-tiba. Nyeri dan kekakuan di pagi hari, setelah duduk, atau setelah istirahat
lama adalah yang paling umum. Seiring waktu, gejala nyeri dapat terjadi lebih
sering, termasuk saat istirahat atau di malam hari. Biasanya, rasa sakit muncul
dengan aktivitas yang kuat. Nyeri dan kekakuan sendi setelah duduk atau istirahat
lama biasanya mereda dalam waktu kurang dari 30 menit (Lespasio et al., 2017).
a. Nyeri sendi: merupakan keluhan utama yang seringkali membawa
pasien ke dokter. Nyeri bertambah berat saat aktivitas dan sedikit
berkurang dengan istirahat. Seiring bertambahnya rasa nyeri akan diikuti
dengan hambatan gerak sendi.
b. Kaku pagi: nyeri atau kaku sendi dapat timbul setelah imobilisasi,
seperti duduk di kursi atau mobil dalam waktu yang cukup lama atau
bahkan setelah bangun tidur

10
c. Krepitasi: rasa gemeretak kadang-kadang dapat terdengar pada sendi
yang sakit
d. Deformitas: pembesaran pada sendi akan tampak secara perlahan
(Setiati, n.d.)
2.9 Pemeriksaan Penunjang
a. Evaluasi Radiologis dapat digunakan untuk membantu menegakkan diagnosis
OA lutut. X-Ray dapat digunakan untuk menilai kondisi sendi, untuk
mengetahui ada atau tidak adanya fraktur, dislokasi, dan penyempitan celah
sendi. Penyempitan pada celah sendi terjadi ketika tulang rawan hilang dan
ruang sendi antar tulang menyempit. X-Ray pada lutut yang atritis akan
menunjukkan penyimpitan ruang sendi karena kehilangan tulang rawan,
perubahan tulang dan pembentukan osteofit yang disebabkan oleh remoidelling
tulang. Studi imaging lainnya seperti magnetic resonance imaging, computed
tomography, atau bone scan, meskipun biasanya tidak diperlukan, mungkin
dapat digunakan untuk menyingkirkan kondisi lainnya dari tulang dan jaringan
lunak sendi.
b. Pemeriksaan darah mungkin dapat dilakukan untuk membantu menentukan
jenis radang sendi yang diderita pasien dan terutama untuk menyingkirkan
penyebab sekunder. Antara lain: hitung sel darah lengkap dengan diferensial,
laju sedimentasi eritrosit, protein C-reaktif, titer faktor rheumatoid, dan
evaluasi cairan sinovial. Ketika diagnosis OA primer dibuat, tes ini diharapkan
berada dalam batas normal, sedangkan pasien dengan jenis kondisi
reumatologis lainnya akan memiliki hasil tes laboratorium yang abnormal
(misalnya, peningkatan laju sedimentasi eritrosit, peningkatan protein C-reaktif
konsentrasi) (Lespasio et al., 2017).
2.10 Diagnosis
Kriteria diagnosis yang dikembangkan oleh American Collage of
Rheumatology (ACR) antara lain:
a. Klinis: nyeri lutut hampir setiap hari pada bulan sebelumnya, ditambah
minimal 3 dari berikut ini: 1) Krepitasi pada gerakan sendi aktif, 2)
Kaku di pagi hari dengan durasi kurang dari 30 menit, 3) Usia >50
tahun, 4) Pembesaran tulang lutut saat pemeriksaan, 5) Nyeri tekan pada
lutut saat pemeriksaan, dan 6) Tidak teraba hangat.
b. Klinis dan radiografi: Nyeri lutut hamper tiap hari pada bulan

11
sebelumnya, ditambah bukti radiografi adanya osteofit pada tepi sendi
ditambah 1 dari gejala berikut ini: krepitasi pada gerakan aktif, kaku di
pagi hari dengan durasi kurang dari 30 menit, dan usia > 50 tahun
c. Klinis dan laboratorium: Nyeri lutut hampir tiap hari pada bulan
sebelumnya, ditambah minimal 5 hal berikut ini: krepitasi pada gerakan
aktif, kaku di pagi hari dengan durasi kurang dari 30 menit, usia >50
tahun, nyeri tekan tulang saat pemeriksaan, pembesaran tulang, tidak
teraba hangat, LED <40 mm/jam, Rheumatoid factor < 1:40, dan cairan
sinovial sesuai tanda OA.
Berdasarkan gambaran radiologi, OA lutut dapat diklasifikasikan dalam
lima grade menurut Kellgren-Lawrence, yaitu:
 Grade 0: tidak ditemukan penyempitan ruang sendi atau perubahan
reaktif
 Grade 1 : penyempitan ruang sendi meragukan dengan kemungkinan
bentukan osteofit

 Grade 2 : osteofit jelas, kemungkinan penyempitan ruang sendi


 Grade 3 : osteofit sedang, penyempitan ruang sendi jelas, nampak
sklerosis, kemungkinan deformitas pada ujung tulang
 Grade 4 : osteofit besar, penyempitan ruang sendi jelas, sklerosis berat,
nampak deformitas ujung tulang (Wijaya, 2018).

Gambar 2.4 2.
Gambar Klasifikasi
4 Klasifikasiradiologi Kellgren-Lawrence
radiologi Kellgren-Lawrence

12
2.11 Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan Fisik yang dapat dilakukan pada pasien osteoarthritis adalah
yang pertama melakukan inspeksi untuk mencari apakah terdapat deformitas,
hiperemi, oedema, dan luka. Kemudian dilanjutkan dengan palpasi untuk mencari
apakah terdapat nyeri tekan, hangat, dan krepitasi. Kemudian pemeriksa juga
dapat melakukan pemeriksaan khusus seperti :
1. Patellar reflex dengan cara pasien diminta untuk duduk sambal
menggangtungkan kakinya, kemudian pemeriksa mengetukan hammer
reflex pada patellar tendon. Hal ini bertujuan untuk mencari apakah ada
keterlibatan nervus L2 hingga L4 atau tidak.
2. Pemeriksaan Range of Motion (ROM) digunakan untuk mengevaluasi
lingkup gerak sendi pada lutut pasien. Pemeriksaan ini mengevaluasi fleksi
dan ekstensi sendi lutut.
3. Patella Grinding test digunakan untuk mencari tahu penyebab nyeri pada
lutut dan memeriksa apakah terdapat deformitas pada Patellofemoral Joint.
Pemeriksaan positif jika terdapat krepitasi maupun rasa nyeri.

Gambar 2.5 Patella grinding test

4. Fluctuation test adalah suatu bentuk pemeriksaan khusus pada sendi lutut
yang bertujuan untuk mengetahui cairan dalam lutut dengan cara ibu jari

13
dan jari telunjuk dari satu tangan diletakkan disebelah kiri dan disebelah
kanan patella.

5. Appley Compression Test untuk menentukan nyeri di lutut yang


disebabkan oleh robeknya meniskus. Penderita dalam posisi berbaring
tengkurap lalu tungkai bawah ditekukkan pada sendi lutut kemudian
dilakukan penekanan pada tumit pasien. Lanjutkan penekanan itu sambil
memutar tungkai ke arah dalam (endorotasi) dan luar (eksorotasi). Apabila
pasien merasakan nyeri di samping medial atau lateral garis persendian
lutut maka lesi pada meniskus medial dan lateral sangat mungkin ada.

6. Appley Distraction Test untuk membedakan lesi meniskal atau ligamental


pada persendian lutut. Tindakan pemeriksaan ini merupakan kelanjutan
dari Appley Compression Test. Lakukan distraksi pada sendi lutut sambil
memutar tungkai bawah keluar dan ke dalam dan lakukan fiksasi. Apabila
pada distraksi sambil ekso dan endo rotasi itu terdapat nyeri maka itu
disebabkan oleh lesi di ligamen.

Gambar 2.7 Appley compression test dan Appley distraction test

7. Tes Valgus dan Varus merupakan gerakan ke sisi luar/samping (lateral),


sedangkan varus adalah gerakan ke sisi dalam/tengah (medial), yang

14
bertujuan untuk mengetahui kelainan pada lig. collateral lateral dan
collateral medial.

8. Ballotement test adalah suatu bentuk pemeriksaan khusus pada sendi lutut
yang bertujuan untuk mengetahui cairan pada sendi lutut dengan cara
recessus patellaris dikosongkan dengan menekan menggunakan satu
tangan, sementara jari-jari tangan lainnya menekan patella kebawah.

Gambar 2.9 Ballotement test

9. Anterior Drawer Test untuk mendeteksi ruptur pada ligamen cruciatum


lutut. Penderita harus dalam posisi terlentang dengan panggul fleksi 45
derajat. Lutut fleksi dan kedua kaki sejajar. Caranya dengan menggerakan
tulang tibia ke atas maka akan terjadi gerakan hiperekstensi sendi lutut dan
sendi lutut akan terasa kendor. Posisi pemeriksa di depan kaki penderita.
Jika terdorong lebih dari normal, artinya tes drawer positif.

Gambar 2.10 Anterior drawer test

15
10. Posterior Drawer Test sama halnya dengan Anterior Drawer Test, hanya
saja menggenggam tibia kemudian didorong ke arah belakang.

Gambar 2.11 Posterior drawer test

2.12 Tatalaksana
Terapi yang dirancang untuk OA lutut harus bertujuan untuk menghilangkan
rasa sakit, meningkatkan fungsi, dan membatasi kecacatan. Pengobatan OA lutut
biasanya didorong oleh gejala pasien dan potensi untuk meningkatkan kualitas
hidup. Perawatan tanpa pembedahan OA lutut sering berguna untuk pasien
dengan Kellgren dan Lawrence Grade 1 sampai dengan 3 yang merupakan tahap
“awal” OA. Namun, perawatan bedah umumnya diperlukan untuk
menyembuhkan atau memperbaiki stadium lanjut OA lutut (Lespasio et al., 2017).
Sebelum melakukan terapi, edukasi penting pada pasien OA. Dengan
edukasi, pasien mengetahui tujuan terapi OA dan pentingnya perubahan gaya
hidup, latihan, dan pengurangan berat badan yang akan mempengaruhi perjalanan

penyakit. Setelah beberapa kali dilakukan latihan fisik dan penguatan otot, pasien
akan dievaluasi skala nyerinya menggunakan skala WOMAC (Western Ontario
and McMaster Universities Osteoarthritis Index). Jika tidak menunjukkan
perbaikan, perlu diberi obat analgesik. Jika nyeri masih tidak berubah secara
signifikan, perlu beberapa tindakan seperti injeksi intraartikular, pemberian
tramadol, dan valgus brace. Selanjutnya akan dievaluasi lagi dan perlu
dipertimbangkan pemberian opioid lain atau pembedahan jika tidak ada perubahan
signifikan rasa nyeri dan fungsi sendi (Wijaya, 2018).

16
2.12.1 Terapi Non-farmakologi
a. Latihan fisik dan terapi manual
Latihan serta aktivitas fisik akan sangat direkomendasikan untuk
mengurangi rasa nyeri dan memperbaiki fungsi dari sendi. Latihan fisik
dengan tujuan untuk menguatkan otot quadriceps dan hamstring
merupakan tujuan utama karena akan memperkuat otot-otot disekitar
sendi lutut dan dapat menstabilkan sendi lutut. Latihan fisik yang
dilakukan dapat berupa latihan aerobic yang dapat dilakukan di air
seperti berenang dan berjalan di dalam air maupun darat seperti
bersepeda dan berjalan. Latihan fisik yang dilakukan pada individu
dengan OA lutut sering dikombinasikan dengan terapi manual. Terapi
manual yang dilakukan seperti mobilisasi aktif dan pasif sendi,
peregangan, dan masase jaringan lunak. Terapi ini dilakukan karena
dapat mengurangi nyeri, menormalisasi biomekanik sendi dan jaringan
serta dapat meningkatkan fungsi sendi.
b. Penurunan berat badan
Penurun berat badan pada individu tidak hanya mengurangi risiko
insiden OA lutut tetapi juga dapat mengurangi gejala, meningkatkan
fungsi, dan dapat mengurangi perkembangan penyakit. Pasien dengan
IMT lebih dari 25 kg/m2 harus didorong untuk menurunkan berat
badannya. Penurunan berat badan dapat dilakukan dengan membatasi
diet tinggi kalori dan kombinasi dengan latihan fisik.
c. Orthosis
Orthosis dapat digunakan untuk memperbaiki gait dan membantu
meringankan beban lutut yang nantinya akan meringankan nyeri. Namun
penggunaannya tidak dapat menggantikan fungsi dari latihan fisik.
Penggunaan alat tersebut akan memperbaiki gambaran radiologis OA
dan mengurangi nyeri.
d. Elektroterapi
Modalitas elektroterapi meliputi TENS (transcutaneous electrical nerve
stimulation) dan NMES (neuromuscular electrical stimulation). TENS
menggunakan arus listrik tegangan rendah untuk menghasilkan

17
penghilang rasa nyeri. TENS ini menggunakan mesin kecil bertenaga
baterai yang dihubungkan ke elektroda (kabel yang menghantarkan arus
listrik) dari mesin ke kulit. Elektroda ini akan ditempatkan pada area
yang nyeri yang kemudian akan menghasilkan sirkuit impuls listrik yang
berjalan sepanjang serabut saraf. Arus listrik menghasilkan sensasi yang
dianggap memblokir sinyal rasa sakit dari saraf ke tempat yang
dirasakan di otak sebagai rasa sakit.
NEMS juga melibatkan penggunaan perangkat yang mentransmisikan
impuls listrik ke kulit pada kelompok otot tertentu. Stimulasi listrik
neuromuskular dimaksudkan untuk memperkuat atau mempertahankan
massa otot dari otot yang dirawat. Stimulasi listrik yang ditempatkan
pada otot paha depan dapat mengurangi rasa sakit dan memperkuat otot
paha depan yang menopang lutut (Lespasio et al., 2017).
e. Pembedahan
Indikasi dilakukannya pembedahan ketika pasien refrakter terhadap
terapi konservatif dan modalitas pengobatan non-operative serta adanya
penurunan kualitas hidup pada pasien. Pilihan pembedahan untuk OA
genu meliputi: artroskopi, perbaikan kartilago, artroplasti (artroplasti
lutut sebagian dan total).

18
2.12.2 Farmakoterapi
Mengurangi rasa nyeri sangat penting dalam penanganan OA. Berbagai
jenis obat analgesik seperti obat anti inflamasi non-steroid (OAINS), opiat, dan
analgesik lain non-opiat. OAINS menghambat biosintesis prostaglandin yang
terbentuk saat proses radang. Biosintesis prostaglandin dibantu oleh enzim
siklooksigenase, yaitu siklooksigenase-I (COX-1) dan siklooksigenase-II (COX-
II). Dosis terapeutik OAINS mengurangi biosintesis prostaglandin dengan
menghambat kerja enzim siklooksigenase. Terapi OAINS terdiri dari penghambat
COX non-spesifik dan penghambat COX-II spesifik. Contoh penghambat COX
non-spesifik adalah ibuprofen, diklofenak, meloxicam, dan aspirin, serta
penghambat COX-II selektif contohnya celecoxib.
Analgesik lain bukan turunan opiat dan sering digunakan adalah
acetaminophen atau paracetamol. Obat ini efektif meredakan nyeri OA lutut

tetapi masih kurang efisien dibandingkan OAINS. Namun, efek sampingnya lebih
sedikit dibandingkan OAINS. Opiat merupakan turunan opium yang memiliki
kemampuan analgesik dengan menghambat langsung transmisi nosiseptif. Opiat
efektif meredakan nyeri OA lutut, namun tidak ada perbedaan signifikan antara
efikasi opiat- parasetamol dan OAINS. Kombinasi OAINS dengan opiat-
parasetamol terbukti efektif jika terapi tunggal OAINS tidak berhasil. Jika pasien
menunjukkan respons positif, terapi kombinasi opiat – parasetamol dan OAINS
dapat digunakan untuk mempertahankan kondisi tanpa nyeri (Wijaya, 2018).

2.12.3 Injeksi Intraartikular


Injeksi intraarticular terdapat dalam 3 jenis, yaitu:
a. Viskosuplementasi dengan hyaluronic acid
Hyaluronic acid adalah glikosaminoglikan alami dan merupakan
komponen cairan synovial dan matriks kartilago. Cairan synovial dengan
HA merupakan pelumas dan peredam kejut. Dilakukannya injeksi HA
diharapkan dapat mengembalikan viskoelastisitas cairan sendi lutut
sehingga dapat memperbaiki fungsi sendi yang terkena OA. Selain

19
memperbaiki fungsi sendi, HA juga dapat mengurangi keradangan pada
synovial, melindungi erosi kartilago dan meningkatkan produksi HA.
Pemberian viskosuplementasi paling efektif jika diberikan pada OA
tahap awal .
b. Kortikosteroid intraarticular
Injeksi ini sudah lama digunakan sebagai salah satu pilihan untuk
meredakan nyeri dan memperbaiki fungsi sendi dalam jangka waktu
pendek.
c. Platelet-rich plasma
Injeksi PRP sering disebut dengan injeksi regenerative. Konsentrat
platelet diaktivasi dengan penambahan kalsium klorida dan
menghasilkan pembentukan gel platelet dan mengeluarkan growth
factors (GF) dan molekul bioaktif. Dengan demikian, platelet secara
aktif berpartisipasi dalam proses penyembuhan dengan memberikan
spektrum GF yang luas ke lokasi cedera dan merangsang kondrogenesis,
bone remodelling, proliferasi, angiogenesis, dan antiinflamasi (Lespasio
et al., 2017).
2.13 Komplikasi
Osteoarthritis dapat menyebabkan beberapa komplikasi seperti rasa sakit
pada patah tulang, sulit beraktivitas, nyeri dan bengkak pada sendi yang terkena
serta dapat menyebabkan kelumpuhan pada kasus osteoarthritis parah.
2.14 Prognosis
Osteoarthritis merupakan penyakit yang memiliki sifat progresif sehingga
tidak dapat disembuhkan. Tatalaksana pada pasien OA berfokus dalam mengatasi
gejala simptomatik serta mempertahankan dan memperbaiki kemampuan
fungsional yang tersisa.

BAB 3

20
KESIMPULAN

Osteoartritis meupakan suatu penyakit sendi degeneratif yang berkaitan


dengan kerusakan pada kaertilago sendi. OA genu adalah penyakit degeneratif
pada sendi genu atau lutut karena adanya abrasi tulang rawan sendi dan
pembentukan tulang rawan baru pada permukaan persendian yang dapat
menyebabkan kelemahan otot dan tendon. Prevalensi OA lutut lebih banyak
terjadi pada wanita (42,1%) dibandingkan dengan laki-laki (31,2%). OA genu
memiliki prevalensi yang lebih tinggi dibandingkan OA jenis lainnya. Terdapat
beberapa faktor risiko yang dapat menyebabkan individu mengalami osteoartritis
genu atau lutut yaitu: 1) Usia, 2) Jenis kelamin, 3) Obesitas, 4) Genetik. Penyebab
dari osteoartritis geni diklasifikasikan mejadi primer dan sekunder. Penyebab
primer yaitu idiopatik sedangkan penyebab sekunder bisa akibat dari pasca
trauma, post-operative, metabolic, gangguan endrokin dan lainnya. Patofisiologi
dari OA genu ini yaitu terjadinya degenerasi berlebihan oleh karena enzim MMPs
yang berlebih. Walaupun pada tahan awal OA terdapat respon dengan
mengeluarkan TMPs tetap terjadi degenerasi yang abnormal karena jumlah
inhibitor yang disintesis tidak mencukupi. Pasien dengan OA lutut umunya
mengeluhkan nyeri terutama saat bergerak tetapi seiring berjalannya waktu akan
terjadi lebih sering termasuk saat istirahat ataupun di malam hari. Selain keluhan
untuk menegakkan diagnosis, dapat juga dilakukan pemeriksaan penunjang
terutama evaluasi radiologi. Evaluasi radiologi dapat membantu klasifikasi
Kellgren-Lawrence pada OA lutut menjadi 5 grade, grade 0 hingga 4. Terapi
yang dirancang untuk OA lutut harus bertujuan untuk menghilangkan rasa sakit,
meningkatkan fungsi, dan membatasi kecacatan. Pengobatan OA lutut biasanya
didorong oleh gejala pasien dan potensi untuk meningkatkan kualitas hidup.
Sebelum melakukan terapi, edukasi penting pada pasien OA. Dengan edukasi,
pasien mengetahui tujuan terapi OA dan pentingnya perubahan gaya hidup,
latihan, dan pengurangan berat badan yang akan mempengaruhi perjalanan
penyakit. Terapi non-farmakologis meliputi latihan fisik dan terapi manual. Yaitu
dengan latihan aerobic baik di air maupun di darat serta terapi manual meliputi
peregangan. Paling penting pada terapi non-farmakologis yaitu menurunkan berat
badan. Terapi lainnya seperti penggunaan alat orthosis, elektroterapi yng meliputi

21
TENS dan NMES serta terapi pembedahan. Untuk farmakoterapi pada pasien OA
genu dapat diberika analgesic. Berbagai jenis analgesic seperti OAINS, opiate dan
analgesic lain non-opiat. Selain itu juga terdapat terapi injeksi intraarticular yang
meliputi viskosuplementasi HA, kortikosteroid intraarticular dan PRP.

22
DAFTAR PUSTAKA

1. Adhiputra, I., 2017. Responsi Kasus Osteoartritis. Fakultas Kedokteran


Universitas Udayana, [online] (0802005121), pp.12–19.
2. Hamijoyo, L., Suarjana, N., Ginting, A.R., Kurniari, P.K. and Rahman, P.A.,
2020. Buku Saku Reumatologi. Perhimpunan Reumatologi Indonesia.
3. Heidari, B., 2011. Knee osteoarthritis prevalence, risk factors, pathogenesis
and features: Part I. Caspian Journal of Internal Medicine, 2(2), pp.205–212.
4. Hsu, H. and Siwiec, R.M., 2018. Osteoarthritis, Knee. StatPearls.
5. Lespasio, M.J., Piuzzi, N.S., Husni, M.E., Muschler, G.F., Guarino, A. and
Mont, M.A., 2017. Knee Osteoarthritis: A Primer. The Permanente journal,
21, pp.1–7.
6. Maulidya, U.A., 2017. Penatalaksanaan Fisioterapi Pada Kasus Osteoarthritis
Genu Billateral Di Rsud Dr Moewardi Surakarta. [online] pp.1–14.
7. Michael, J.W.P., Schlüter-Brust, K.U. and Eysel, P., 2010. The
Epidemiology, Etiology, Diagnosis, and Treatment of Osteoarthritis of the
Knee. Deutsches Arzteblatt, 107(9), pp.152–162.
8. Setiati, S. dkk, n.d. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam.
9. Wijaya, S., 2018. Osteoartritis Lutut.pdf. CDK, 45(6).
10. Yovita, L. and Enestesia, N., 2015. Hubungan Obesitas dan Faktor-Faktor
Pada Individu dengan Kejadian Osteoarthritis Genu. Jurnal Berkala
Epidemiologi, 2(1), pp.93–104.

23

Anda mungkin juga menyukai