Disusun Oleh :
Eko Susanto
NIM : 821213007
Dalam dunia kerja juga perawat merasa malu membicarakan mengenai seksualitas
sesama perawat. Hal ini juga dikarenakan memang masih dianggap hal yang tabu. Dalam
kaitannya praktek keperawatan, perawat hanya menyoroti masalah actual, masalah fisik yang
tampak pada pasien yang sakit. Perawat jarang sekali mengangkat masalah psikososial maupun
masalah seksualitas pasien. Padahal dalam lembar-lembar pengkajian sudah mencakup seluruh
masalah dari kepala sampai kaki, mencakup dari masalah fisik sampai masalah psikis yang
didalamnya terdapat pengkajian mengenai seksualitas pasien. Dalam lembar pengkajian
seksualitas, tak jarang perawat melewatkan pertanyaan ini karena menganggap tidak terjadi
masalah pada pasien, padahal sebenarnya tidak dikaji hanya diberi catatan dalam batas normal,
ataupun kebutuhan seksual terpenuhi, tanpa lebih dalam mengkaji masalah ini kepada pasien.
Hal ini mengakibatkan tidak ditemukannya masalah seksualitas pasien.
Gangguan seksualitas dapat dipengaruhi oleh beberapa factor seperti fisik, status
kesehatan mental, penyakit kronis, operasi dan perubahan struktur atau fungsi tubuh. Gangguan
kesehatan seksual akan mendorong disfungsi seksual (Basson et al., 2005). Disfungsi seksual ini
akan mempengaruhi kepercayaan diri, harga diri, dan hubungan interpersonal dengan orang lain.
Masalah ini dapat berkembang menjadi efek sekunder dari sebuah penyakit atau proses
pengobatan, padahal masalah disfungsi seksual ini bisa jadi merupakan masalah utama yang
dialami pasien (Pınar, 2010).
Atas alasan tersebut, terlepas dari diagnose medis pasien, sangat penting bagi perawat
untuk mengatur atau membuat suatu pengkajian, dimana masalah kesehatan seksual pasien dapat
diungkapkan pasien dengan mudah bagi pasien yang memerlukan kepedulian dari perawat.
Perawat juga harus mengangap ini masalah yang serius untuk dikaji selama pasien dirawat dan
benar-benar meluangkan waktu untuk mengatasi masalah seksual dan memberi promosi/
pendidikan kesehatan kepadanya (Higgins et al., 2006;).
Dalam hal ini, perawat memegang peran kunci dalam konseling kesehatan seksual sejak
pengkajian status seksualitas pasien, yang merupakan bagian dari keperawatan professional dan
layanan holistic. Akan tetapi, perawat yang hanya memandang biomedis pasien belum dapat
mengkaji pasien dengan cara yang berbeda kecuali sebatas masalah fisiologis. Sudut pandang
perawat dalam memberikan asuhan keperawatan yang holistic yang mencakup bio-psiko-sosial-
spiritual pasien harusnya benar-benar dimasukkan dalam proses keperawatan sampai evaluasi
Akan tetapi sebagian besar perawat mengabaikan pengkajian ataupun evaluasi masalah
kesehatan seksual pasien karena beberapa factor (Haboubi & Lincoln, 2003).
Hasil penelitian deskriptif yang dilakukan oleh Funda Evcili, PhD dan Gulbahtiyar
Demirel, PhD, pada 188 perawat di Rumah Sakit Universitas Turki pada bulan September
sampai Desember 2016 menunjukkan bahwa factor-faktor yang mempengaruhi perawat
mengabaikan pengkajian masalah seksualitas pasien yaitu : 35,1 % perawat mengatakan tingkat
pengetahuan tentang seksualitas tidak memadai dan 70,2 % dari mereka berpikir bahwa pelatihan
yang diberikan pada program pendidikan vokasi tentang seksualitas dan kesehatan seksual
hasilnya tidak memuaskan. Hanya 5 % dari perawat yang berpikir bahwa mereka menerima
pelatihan khusus untuk meningkatkan keterampilan dalam mengkaji kesehatan seksual dan 51,1
% melaporkan bahwa kemampuan mendiagnosis masalah seksual pasien yang mereka rawat
sudah cukup.
Hasil lain juga mengungkapkan, 66% perawat berpendapat bahwa evaluasi masalah
seksualitas pasien merupakan bagian dari perawatan. 75% perawat berpendapat bahwa
komunikasi harus dimulai dari perawat sendiri mengenai masalah seksualitas ini. Dari 188
perawat tadi, hanya 13,8 % dari mereka yang mengetahui adanya model pengkajian untuk
mengevaluasi kesehatan seksual. Model yang paling dikenal di kalangan perawat adalah model
PLISSIT (88,4%). 79,8 % perawat melaporkan bahwa ada beberapa kendala dalam mengevaluasi
seksualitas pasien dlam praktek klinis. Kendala yang paling umum dalam hal ini mengatakan
bahwa seksualitas merupakan hal yang tabu (94%), kurang waktu (87,3%) dan gangguan
diri/merasa malu (86,6%) saat berbicara tentang masalah seksual pada pasien.
Hasil penelitian juga mengungkapkan bahwa hanya 58,5 % perawat memberikan
perawatan yang berhubungan dengan seksualitas. 40% dari mereka melaporkan bahwa mereka
menawarkan konseling yang menemukan bahwa adanya ketidakadekuatan. Perubahan citra
tubuh (66,4%), kontrasepsi (65,5%) dan penyakit/ efek pengobatan infertility termasuk tiga topic
konsultasi masalah seksual.
Dari hasil penelitian diatas dapat disimpulkan beberapa hal sebagai berikut :
Beberapa peneilitan lain juga menunjukkan bahwa kendala terbesar yang dihadapi oleh
perawat untuk berkomunikasi masalah kesehatan seksual dengan pasien adalah kegagalan untuk
menyisihkan cukup waktu untuk berdiskusi dengan mereka (Magnan et al., 2005). Hal ini
memang terjadi, dimana perawat disibukkan untuk mengurus sebagian tindakan-tindakan medis
dan disibukkan pula mengurus masalah fisik yang tampak jelas dari pasien sehingga waktu untuk
diskusi masalah seksualitas tidak ada.
Studi lain mengungkapkan bahwa individu yang sakit umumnya bersedia untuk
berbicara dengan penyedia layanan kesehatan terkait masalah pasien (Berman et al., 2003). Akan
tetapi kendalanya, perawat mengalami kesulitan dalam memulai komunikasi ketika mereka akan
mengajukan pertanyaan tentang masalah seksual, sehingga pasien akan merasa tidak nyaman,
gugup dan cemas (Pınar, 2010). Sebenarnya tidak masalah ketika memulai komunikasi tentang
seks, yang penting komunikasinya pada waktu yang tepat dan dengan pertanyaan yang tepat.
Sangat dianjurkan bagi perawat ketika mengalami kesulitan dalam komunikasi agar mengikuti
program pelatihan untuk meningkatkan pengetahuan dan keterampilan mereka dalam
komunikasi. Dalam penelitian diatas, hanya 5% perawat yang mengikuti pelatihan khusus
tentang masalah seksualitas. Ketika perawat sudah mengikuti pelatihan khusus ini, mereka akan
lebih nyaman dalam memberikan konseling yang efektif dan dalam mengevaluasi masalah
kesehatan seksual pasien (Saunamaki et al., 2010).
Model pengkajian seksualitas yang sering dipakai yaitu model PLISSIT, ALARM,
ALLOW, BETTER, REST,
PLEASURE menyediakan pedoman yang efektif bagi perawat untuk menyusun langkah-langkah
dalam mengevaluasi masalah seksual pasien. dari beberapa model ini, model PLISSIT model
yang paling dikenal dalam penelitian diatas. PLISSIT merupakan akronim dari Permission,
Limited Information, Specific Sugestion dan Intensive Therapy. Model ini meyakinkan bahwa
lingkungan tempat untuk mempraktekkan sexual care ini bisa menerima praktik yang akan
diberikan atau ditawarkan nanti. Model ini menawarkan untuk memulai proses perubahan
dengan meyakinkan bahwa sexual care akan diterima di lingkungan terlebih dahulu (Maria Frani
Ayu, 2020)
Akhirnya penulis sangat yakin bahwa pengkajian mengenai seksualitas pada pasien
merupakan bagian dari keperawatan yang holistic (bio-psiko-sosial-spiritual). Penulis juga yakin
bahwa anggapan mengenai seksualitas yang tabu, keengganan perawat dalam mengkaji masalah
seksual pada pasien dan kendala-kendala lain harus dihilangkan dengan semangat perawat dalam
mengikuti pelatihan khusus tentang pengetahuan dan keterampilan mengenai kesehatan
seksualitas dari pengkajian sampai menemukan solusi pemecahan masalah seksualitas. Semoga
kedepannya, perawat mampu menggali dan mengkaji masalah kesehatan seksual dalam praktik
keperawatan. Semoga tulisan ini bermanfaat bagi teman-teman perawat, terutama bagi penulis
sendiri.
DAFTAR PUSTAKA
Basson, R., Brotto, L.A., Laan, E., Redmond, G., & Utian, W.H. (2005). Assessment and
management of women's sexual dysfunctions: problematic desire and arousal. J Sex
Med, 2(3): 291-300.
Funda Evcili, PhD dan Gulbahtiyar Demirel, PhD. (2016). Patient's Sexual Health and Nursing:
A Neglected Area. Dimuat dalam International Journal of Caring Sciences May-August
2018 Volume 11.
Haboubi, N., & Lincoln, N. (2003). Views of Health Professionals on Discussing Sexual Issues
with Patients. Disability and Rehabilitation, 25(6):291-296.
Higgins, A., Barker, P., & Begley, C.M. (2006). Sexuality: The Challenge To Espoused Holistic
Care. International Journal of Nursing Practice, 12(6):345–351.
Maria Frani Ayu. (2020). Membicarakan tentang Sexual Care dan Seksualitas.
http://mariafraniayu.com/2020/04/28/membicarakan-tentang-sexual-care-dan-
seksualitas/
Pınar, G. (2010). Kanser Tedavisi Alan Hastalarda Cinsel Disfonksiyon ve Danışmanlığa İlişkin
Hemşirelik Yaklaşımları. Gülhane Tıp Dergisi, 52(4): 241-247.
Quinn, C., & Browne, G. (2009). Sexuality of people living with mental illness: acollaborative
challenge for mental health nurses. International Journal of Mental Health Nursing,
18(3):195-203.
Saunamäki, N., Andersson, M., & Engström, M. (2010). Discussing Sexuality With Patients:
Nurses’ Attitudes And Beliefs. J Adv Nurs, 66(6):1308-1316.