Anda di halaman 1dari 37

KETIDAK NYAMANAN AKIBAT GANGGUAN HUBUNGAN SEKSUAL

DAN MASALAH INFEKSI YANG TERJADI PADA IBU MASA NIFAS


DAN CARA MENGATASINYA

Makalah ini disusun


Untuk memenuhi tugas
Mata Kuliah Asuhan Kebidanan Nifas dan Menyusui

Dosen Pengampu:
Sulistiyah, S.SiT., M.Kes

Disusun Oleh Kelompok 3 :

1. Firly Walidayni ( 216004 )


2. Renata Reinka Faradisa ( 216012 )
3. Hanifatul Hidayah (216020 )
4. Karlina Zhelda Nur Azizah ( 216028 )
5. Ajeng Indah Prastika ( 216030 )
6. Julia Aisah ( 216033 )

PROGRAM STUDI SARJANA KEBIDANAN


INSTITUT TEKNOLOGI SAINS DAN KESEHATAN RS dr. SOEPRAOEN
KESDAM V/BRAWIJAYA
MALANG
2022
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT atas rahmat dan karunianya, sehingga kami
dapat menyelesaikan tugas ini tepat pada waktu yang telah ditentukan. Sholawat
serta salam kami junjungkan kepada Nabi Muhammad SAW yang kita nanti-
nantikan syafaatnya di yamul qiyamah nanti. Amin ya robbal alamin.
Adapun tujuan dari penyusunan makalah ini adalah untuk memenuhi tugas
mata kuliah “Asuham Kebidanan Nifas dan Menyusui”. Selain itu, makalah ini
juga bertujuan untuk menambah wawasan tentang “Ketidak Nyamanan
Gangguan Hubungan Seksual Dan Masalah Infeksi Yang Terjadi Pada Ibu
Masa Nifas Dan Cara Mengatasinya” bagi para pembaca dan juga penyusun.
Saya mengucapkan terima kasih kepada Ibu Sulistiyah, S.SiT., M.Kes selaku
dosen pembimbing mata kuliah “Asuhan Kebidanan Nifas dan Menyusui” yang
telah memberikan tugas ini sehingga dapat menambah wawasan dan pengetahuan
sesuai dengan mata kuliah yang sedang saya pelajari.
Saya menyadari, bahwa makalah yang saya susun ini masih jauh dari kata
sempurna. Oleh karena itu, saya harap adanya kritik dan saran yang membangun
demi kesempurnaan makalah ini.

Malang, September 2022

Kelompok 3
DAFTAR ISI
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Angka Kematian Ibu (AKI) di indonesia masih sangat tinggi salah
satunya di jawa tengah untuk tahun 2009, berdasarkan data yang diperoleh
dari kabupaten dan kota terdapat angka kasus kematian ibu sebesar 117,02.
Kematian maternal paling banyak adalah setelah masa melahirkan sebesar
49,125, selanjutnya pada waktu melahirkan sebesar 23,89%, sedangkan
berdasarkan data dari bidang pelayanan kesehatan (Yankes) dan Dinas
kesehatan (Dinkes) provinsi jawa tengah, pada tahun 2010. Angka kasus
kematian ibu sebesar 104,97 dan meningkat menjadi 116,1 kelahiran hidup
pada tahun 2011. (Profil Kesehatan Provinsi Jawa Tengah, 2011).
Berdasarkan penelitian Isnaini tahun 2008 di Indonesia sebesar 65%
wanita takut melakukan hubungan seksual karena takut akan terjadi keguguran
dan 45% pria takut melakukan hubungan seksual karena akan terjadi
keguguran yang dikandung oleh istrinya. Menurut penelitian yang dilakukan
oleh Progestian dan Junizap di Poliklinik Kebidanan RSCM Jakarta pada
tahun 2007 terdapat penurunan fungsi seksual wanita selama hamil dalam hal
melakukan kegiatan hubungan seksual sebelum dan selama hamil. Sebelum
hamil dalam satu bulan hubungan seksual dilakukan 3-4 kali (54%), 4-5 kali
(23%) dan 7-8 kali (23%), 3-4 kali (43,5%), 5-6 kali (14,5%), 7-8 kali (6,5%)
dan ada 2,5% yang tidak melakukan hubungan seksual selama hamil. Selama
hamil sebagian besar responden melakukan hubungan seksual pada trimester I
(65%), trimmester II (28%) dan trimester III (7%) (Utami, Tria: 2012).
Kesehatan Seksual menurut World Health Organization (WHO),
adalah suatu keadaan fisik, emosional,mental dan kesejahteraan sosial yang
stabil yang berkaitan dengan seksualitas, serta bukan hanya sekedar tidak
adanya penyakit, disfungsi,atau kelemahan (WHO, 2002). Seksualitas
merupakan suatu bagian penting dan terintegrasi dalam kehidupan setiap
wanita. Aktivitas seksual termasuk dalam hubungan interpersonal dari tiap
pasangan dengan masing-masing membawa sikap yang khas, saling
membutuhkan dan memberi respon (Benson,1994; Basson, 2000).

Menurut Profil Data Kesehatan Indonesia tahun 2011, bahwa jumlah


seluruh ibu nifas normal di indonesia sekitar 4.830.609 orang. Terdapat 2,7
juta kasus luka robekan perineum pada ibu bersalin, dan 26% diantaranya
mengalami penyembuhan luka yang lambat lebih dari 7 hari setelah
persalinan, dan angka ini diperkirakan mencapai 6,3 juta pada tahun 2050
(Hilmy, 2010). Setiap tahunnya terdapat 20.000 ibu bersalin yang mengalami
luka robekan perineum, di Inggris sebanyak 15% diantaranya mengalami
penyembuhan luka yang lambat dan 6% diantaranya mengalami infeksi karena
kurangnya kebersihan vulva pada saat proses penyembuhan (Heimburger,
2009).

Masa nifas sering disebut dengan istilah masa post partum atau masa
puerporium. Masa nifas adalah masa setelah persalinan terhitung sesudah
plasenta lahir, selaput janin sampai kembalinya organ-organ reproduksi pada
kondisi sebelum hamil atau biasanya selama 6 minggu setelah persalinan.

Periode masa nifas disebut masa kritis yang mungkin akan mengalami
berbagai macam infeksi yang disebut infeksi masa nifas. Infeksi nifas
mencakup semua peradangan yang disebabkan masuknya kuman-kuman
kedalam alat genetalia pada waktu persalinan atau nifas. Menurut John
Committee on Maternal Welfare (Amerika Serikat), definisi morbiditas
puerperalis adalah kenaikan suhu sampai 38℃ atau lebih selama 2 hari dalam
10 hari pertama post partum dengan mengecualikan hari pertama. Suhu harus
diukur setidaknya 4 kali sehari.

1.2 Rumusan Masalah


1. Apa pengertian masa nifas?
2. Apa saja faktor hubungan suami istri pada masa nifas?
3. Bagaimana cara mengatasi hubungan suami istri pada masa nifas?
4. Tanda dan gejala yang terjadi pada infeksi masa nifas bagian dalam dan
luar?
1.3 Tujuan
1. Menambah wawasan tentang pengertian gangguan seksual
2. Menambah wawasan tentang definisi masa nifas
3. Menambah wawasan tentang jenis – jenis gangguan seksual
4. Menambah wawasan tentang penangan pada gangguan sekseual
5. Menambah wawasan tentang faktor penyebab terjadinya infeksi pada masa
nifas

1.4 Manfaat
a. Manfaat Teoritis
Kegunaan teoritis yang diperoleh dari penulisan ini akan
memberikan wawasan keilmuan tentang ketidak nyamanan pada gangguan
hubungan seksual dan masalah infeksi masa nifas.
b. Manfaat Praktis
1. Bagi Institusi
Penulisan ini dapat menjadi tambahan teori yang sudah ada
mengenai ketidak nyamanan pada gangguan hubungan seksual dan
masalah infeksi masa nifas.
2. Bagi mahasiswa kebidanan
Sebagai masukan untuk menambah pengetahuan bidan tentang
ketidak nyamanan pada gangguan hubungan seksual dan masalah
infeksi masa nifas untuk mewujudkan pelayanan kebidanan dan juga
menjadikan referensi bagi mahasiswa terutama mahasiswa sarjana
terapan kebidanan.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Gangguan Hubungan Seksual

2.1.1 Penyebab terjadinya gangguan seksual


Penyebab disfungsi seksual jarang muncul sendirian, biasanya
pasien yang dirujuk ke klinik seksualitas mengeluhkan campuran
bermacam-macam masalah seksual,meskipun salah satunya mungkin paling
menjadi keprihatinannya diantaranya
1. Kontribusi biologis
Sejumlah kondisi fisik dan medis memberikan kontribusi terhadap
Penyakit-penyakit neurologis dan kondisi-kondisi lain yangmempengaruhi
sistem saraf, seperti diabetes dan penyakit ginjal, dapat secara langsung
mempengaruhi fungsi seksual dengan mengurangi sensitifitas di daerah
genital, dan mereka merupakan penyebab lazim bagi disfungsi ereksi pada
laki-laki. Sakit kronis secara langsung juga dapat mempengaruhi fungsi
seksual. Sebagai contoh, tidak jarang orang-orang yang pernah mengalami
serangan jantung yang takut sampai ke titik terpreokupasi untuk
melakukan kegiatan fisik yang terlibat dalam hubungan seksual. mereka
sering tidak mampu mencapai titik terangsang meskipun diyakini oleh
dokternya bahwa kegiatan seksual aman bagi mereka.

2. Kontribusi psikologis
Ketika dihadapkan pada kemungkinan untuk melakukan
hubungan seksual,individu yang disfungsional cenderung membuat
perkiraan yang terburuk dan menganggap situasinya relative negative dan
kurang menyenangkan. Mereka menghindari sejauh mungkin agar dirinya
tidak menyadari adanya stimulus seksual dan oleh karenanya tidak sadar
seberapa jauh mereka terangsang secara fisik, sehingga mereka membuat
laporan yang terlalu rendah ketika dimintai informasi tentang
keterangsangannya & Orang-orang yang fungsi seksualnya normal
bereaksi terhadap situasi seksual secara positif. mereka memfokuskan
perhatiannya pada stimulus-stimulus erotis dan tidak menjadi terdistraksi.
ketika mereka menjadi terangsang, mereka semakin memfokuskan diri
pada stimulus-stimulus seksual dan erotis tersebut dan membiarkan dirinya
menjadi semakin terangsang secara seksual.

3. Kontribusi sosial dan cultural


Bagi sebagian individu, stimulus seksual menjadi terasosiasi
dengan afek negative sejak masa kanak-kanak. menemukan bahwa selain
menunjukan sikap yang lebih negative terhadap masturbasi, memiliki rasa
bersalah terhadap seks yang lebih besar, dan lebih mempercayai mitos-
mitos seks interaksi antara faktor psikologis dan fisik Sikap-sikap yang
ditularkan secara sosial tentang seks dapat berinteraksi dengan masalah
hubungan interpersonal dan predisposisi untuk mengembangkan.

2.1.2 Waktu yang baik dilakukan hubungan suami istri pada masa nifas
Hubungan seksual setelah persalinan, sering kali menimbulkan
berbagai pertanyaan dan masalah diantaranya, kapan mulai lagi? dan
mengapa gairah untuk berhubungan sesksual menghilang? dan sebagainya.
Sebenarnya hal itu bukan masalah lagi asalkan tahu kondisi tubuh sendiri
dan secara psikis sudah siap (Kasdu, 2006).

Seiring dengan tubuh yang kembali bugar, ibu dapat berkonsentrasi


pada hal yang belum terpikirkan sebelumnya di masa nifas, misalnya
rencana untuk menggunakan alat kontrasepsi, rencana kembali aktif dan
mengisi cuti bersalin, memikirkan lebih serius mengasuh anak serta mulai
kembali hubungan yang harmonis dengan pasangan melalui aktivitas
seksual (Danu Atmaja, 2003).

Sekalipun secara fisik, istri sudah boleh melakukan hubungan seks,


namun sering kali berbagai masalah muncul yang menyebabkan wanita
enggan melakukannya. Banyak wanita merasa dirinya tidak menarik lagi,
mungkin karena merasa tubuhnya masih “besar” dari pada waktu sebelum
hamil, payudara selalu “basah” karena menyusui, atau punting payudara
sakit karena lecet atau luka dan sebagainya. Makanya ibu tak percaya diri
dan menghindari hubungan yang lebih “terbuka dan intim”.

Perubahan kebiasaan hingga perhatian yang beralih pada buah hati,


pun menjadi masalah baru dalam rumah tangga. Suami kerap menjadi
ejekan dan suntuk ketika di rumah. Umumnya, hal ini dipicu oleh
ketidakmatangan sikap suami. Bila suami memiliki cukup kematangan
sikap, ia akan relatif mudah beradaptasi dengan situasi baru (menjadi
ayah). Sehingga dapat segera memberikan dukungan terhadap istri ketika
menjalani perannya sebagai ibu. Selain itu pula sikap suami yang kurang
dewasa, dapat terjadi bila suami kurang dilibatkan selama kehamilan
sampai dengan proses persalinan. Adapun faktor yang mempengaruhi ibu
nifas untuk melakukan hubungan seksual post partum adalah pengetahuan,
pikiran, keyakinan, dan emosi, pendidikan, usia, dan budaya.

Dimana faktor tersebut akan mempengaruhi sikap suami terhadap


seksual post partum. Berdasarkan hasil penelitian dari Sri Astuti (Jurnal
Kesehatan, volume 7 no 2, November 2009 hal 148), diperoleh gambaran
bahwa dari 37 suami yang dijadikan objek penelitian di Polindes Sejahtera
Jatiguwi Malang, didapatkan data 84,6% mempunyai sikap yang positif
dan hanya 11 suami atau 15,38% saja yang bersikap kurang baik. Pada
hasil pengamatan yang dilakukan pada awal Juli di Puskesmas Blega
Bangkalan 2 orang (20%) mengatakan masih merasa takut untuk
melakukan hubungan seksual, 6 orang (60%) mengatakan mungkin 2-4
bulan untuk melakukan kembali aktivitas seksual, dan 2 orang (20%)
mengatakan hubungan sex dapat dilakukan kembali 40 hari setelah
melahirkan.
Berdasarkan pada data tersebut menggambarkan masih ada ibu
yang belum mengetahui secara pasti kapan waktu yang dianjurkan untuk
melakukan hubungan seksual setelah persalinan dan hal tersebut
mempengaruhi terhadap hubungan suami istri secara psikologis, dimana
suami atau ibu masih belum siap untuk melakukannya di karenakan
adanya rasa cemas atau takut mengganggu terhadap proses kesembuhan
luka akibat persalinan. Untuk menangani masalah tersebut maka petugas
kesehatan harus lebih intensif dalam memberikan penyuluhan tentang
sexual post partum terhadap ibu nifas.

Menurut Novitasari (2006) ibu yang baru melahirkan boleh


melakukan hubungan seksual setelah 6 minggu persalinan. Batasan waktu
6 minggu didasarkan atas pemikiran pada masa itu semua luka akibat
persalinan sudah membaik, termasuk luka episiotomi (guntingan untuk
memperlebar jalan lahir) dan luka bekas Sectio Caesaria. Seorang dokter
lazimnya mengatakan kepada pasiennya bahwa mereka tidak boleh
melakukan hubungan seksual selama 6 minggu post persalinan,
menghindari penitrasi, yakni memasukkan jari atau benda lain ke dalam
liang senggama. Alasan medis menghindari hubungan seks post persalinan
ialah untuk memberi peluang bagi jaringan genital wanita untuk sembuh,
terutama apabila mengalami episiotomi (Indiarti, 2007).

Perineum dengan luka jahitan mungkin terasa kencang pada saat


pertama kali mencoba senggama. Jika luka ini belum sempurna senggama
bisa menimbulkan rasa sakit dan bahkan luka yang lebih parah. Hubungan
seks biasanya sudah bisa dimulai setelah masa nifas berakhir (pada
umumnya setelah 40 hari), tetapi ada baiknya setelah dokter memeriksa
kesembuhan luka bekas persalinan dan kondisi kesehatan secara
menyeluruh. Secara fisik aman untuk memulai hubungan seksual begitu
darah merah berhenti dan ibu dapat memasukkan satu atau dua jarinya ke
dalam vagina tanpa rasa nyeri begitu darah merah berhenti dan ibu tidak
merasa nyeri, aman untuk memulai melakukan hubungan suami istri kapan
saja ibu siap.
Alasan yang mempengaruhi untuk melakukan hubungan seksual
post persalinan karena takut terhadap nyeri. Wanita dengan jahitan dan
kerusakan perineum cenderung membutuhkan waktu yang lebih lama
untuk merasa nyaman kembali saat berhubungan seksual. Sebuah
penelitian di Yogyakarta menemukan 30% wanita yang baru pertama kali
melahirkan membutuhkan waktu 3 bulan untuk merasa nyaman secara
fisik untuk memulai hubungan seksual (Indiarti, 2006).

2.1.3 Faktor-faktor Yang mempengaruhi Berhubungan Seksual Pasca Nifas

a. Perubahan Fisik
1. Kelelahan dari ibu nifas dalam merawat bayi yang baru
lahir dapat terjadi
2. Nyeri / sensitivitas dari episiotomi, bagian sensitif dan dari trauma
lainnya dari tenaga kerja bisa berlangsung 6 minggu atau lebih.
3. Penurunan lubrikasi vagina dapat berlangsung hingga 6 bulan dan
saat menyusui.
4. Bocor ASI mungkin terjadi selama hubungan seksual.
5. Reaksi Wanita terhadap rangsangan seksual mungkin tidak kuat atau
cepat sampai 3 bulan setelah melahirkan.

b. Perubahan psikologis
Menurut Canadian (2003) faktor perubahan psikologis antara lain:
1. Takut nyeri selama hubungan seksual.
2. Takut kehamilan.
3. Kurangnya keinginan untuk seks selama beberapa minggu setelah
melahirkan sampai satu tahun.
4. Stres dari perubahan dalam rutinitas sehari-hari dan responsiblities
tambahan / peran.
5. Wanita mungkin tidak merasa menarik.
6. Peningkatan keinginan untuk seks setelah melahirkan dapat terjadi
pada beberapa wanita.
Kecemasan dan kelelahan mengurus bayi baru lahir sering kali
membuat gairah bercinta pasangan suami istri (pasutri) surut, terutama pada
wanita. Bila trauma dikelola dengan baik, kehidupan seks bisa kembali
berjalan dengan baik seperti semula. Menurunnya gairah seksual disebabkan
oleh trauma psikis maupun fisik. Ditinjau dari segi fisik, wanita mengalami
perubahan sangat drastis di dalam tubuh. Mengandung dan melahirkan
normal maupun caesar dapat menyebabkan trauma pada wanita. Trauma
fisik bisa terjadi saat melahirkan. Rasa sakit akibat pengguntingan bagian
dalam vagina (episiotomi) untuk melancarkan jalan lahir untuk menghindari
terjadinya perobekan yang berat. Tentu saja, tindakan ini membutuhkan
waktu untuk penyembuhan (Admin,2011).

Sedangkan trauma psikis (kejiwaan) terjadi pada wanita usai


melahirkan yang belum siap dan memahami segala urusan mengurus anak.
Dari mulai merawat anak, merawat payudara yang sudah siap mengeluarkan
susu, cara pemberian susu yang benar sampai urusan mengganti popok.
Akibatnya, ibu merasa lelah, capek, dan menyebabkan gairah menurun dan
enggan untuk berhubungan seksual. Ibu yang baru melahirkan kerap merasa
cemas dengan keadaan tubuh tidak lagi menarik. Istri takut tidak bisa
memproduksi ASI yang cukup banyak untuk kebutuhan bayi dan merasa
cemas dengan kondisi kesehatan lainnya. Kecemasan yang dialami
terkadang tidak ada penyebabnya dan inilah yang menjadi penghalang
timbulnya hasrat untuk bercinta.

Ketidakseimbangan hormon juga kerap dituding sebagai penyebab


menurunnya hasrat seksual. Ketidakseimbangan hormon ini dapat
mengakibatkan perubahan emosi yang tidak seimbang pula. Para ibu muda
lebih mudah merasa kesal, malas, ingin marah. Ketidakseimbangan
hormonal hanya mempengaruhi secara tidak langsung. Setelah masa-masa
nifas, hormonal kembali bekerja secara normal. Tiap wanita berbeda-beda
kesiapannya. Namun secara medis, setelah tidak ada pendarahan lagi, bisa
dipastikan ibu sudah siap berhubungan seks yakni setelah masa nifas yang
biasanya berlangsung selama 40 hari masa nifas. Masih dianggap wajar bila
keengganan untuk berhubungan badan dengan pasangan, terjadi antara satu
hingga tiga bulan setelah melahirkan (Bahiyatun, 2009).

2.1.4 Cara Mengatasi Masalah Seksual Pasca Nifas

Jika pasangan ingin lebih cepat melakukan hubungan dari yang disarankan
yaitu enam minggu pasca melahirkan, maka dapat menyarankan pada pasangan
untuk memakai pelumas atau jelly. Bila saat berhubungan masih terasa sakit, ibu
sebaiknya mengatakan dengan jujur kepada pasangan. Jangan takut untuk berterus
terang kepada pasangan. Pastikan jika luka episiotomi sudah pulih atau kering.
Ibu serta pasangan juga dapat melakukan konsultasi kepada dokter kandungan
atau bidan jika dirasa perlu. Bila sudah siap untuk melakukan hubungan seks,
bukan berarti „seks pertama‟ ini bisa dilakukan seperti sebelum melahirkan. Lagi-
lagi Anda harumemberitahukan pasangan Anda bahwa semuanya harus berjalan
dengan sangat lembut dan perlahan. Penetrasi yang kasar dapat membahayakan
vagina (Bahiyatun,2009).

Aktivitas Hormon yang belum kembali normal setelah melahirkan


menyebabkan turunnya pelumas alami pada vagina. Oleh karena itu, sebaiknya
gunakan pelumas buatan yang bisa didapatkan di apotik terdekat sehingga
mengurangi gesekan pada vagina yang berlebihan. Jangan lupa untuk melakukan
foreplay sebelumnya. Pertimbangkan bercinta di pagi hari, sementara bayi Anda
tidur, atau saat bayi Anda menghabiskan beberapa jam dengan seorang teman
terpercaya atau orang yang dicintai, sehingga saat melakukan aktivitas seksual
tidak terganggu oleh bayi kita sendiri, karena akan berakibat hilangnya mood
seksual kita dan pasangan kita. Payudara mungkin merasa sedikit lembut pada
awalnya atau ada rasa yang berbeda ketika di sentuh oleh pasangan kita. Gairah
seksual dapat menyebabkan keluarnya air susu, hal ini dapat mempengaruhi
aktivitas seksual sehingga disarankan sebelum melakukan aktivitas seksual, si ibu
sebaiknya menyusui dahulu bayinya untuk membantu mengurangi kebocoran air
susu pada payudara.
Komunikasi dengan pasangan merupakan hal yang terpenting, apabila ibu
belum siap melakukan hubungan seksual dengan pasangan, sehingga dapat
mencegah adanya pertentangan atau konflik dengan pasangan kita. Sampai ibu
siap untuk berhubungan seksual, menjaga keintiman dengan cara lain.
Menghabiskan waktu bersama tanpa bayi, bahkan jika itu hanya beberapa menit di
pagi hari dan setelah bayi tidur di malam hari (Danuatmaja, 2003).

2.1.5 Akibat melakukan Hubungan Seksual Pasca nifas

Berhubungan seksual selama masa nifas berbahaya apabila pada saat itu
mulut Rahim masih terbuka maka akan berisiko. Mudah terkena infeksi kuman
yang hidup di luar akibat hubungan seksual ketika mulut rahim masih terbuka,
bisa tersedot masuk kedalam rongga rahim dan menyebabkan infeksi. Sudden
Death atau mati mendadak setelah berhubungan seksual bisa terjadi karena
pergerakan teknis dalam hubungan seksual di vagina bisa menyebabkan udara
masuk ke dalam rahim karena mulut rahim masih terbuka. Pada masa nifas
banyak pembuluh darah dalam rahim yang masih terbuka dan terluka. Dalam
kondisi ini pembuluh darah bisa menyedot udara yang masuk, dan membawanya
ke jantung. Udara yang masuk ke jantung dapat menyebabkan kematian
mendadak (Herianda, 2013).

2.2 Masalah Infeksi Masa Nifas


Masa nifas sering disebut dengan istilah masa post partum atau masa
puerporium. Masa nifas adalah masa setelah persalinan terhitung sesudah plasenta
lahir, selaput janin sampai kembalinya organ-organ reproduksi pada kondisi
sebelum hamil atau biasanya selama 6 minggu setelah persalinan.

Periode masa nifas disebut masa kritis yang mungkin akan mengalami
berbagai macam infeksi yang disebut infeksi masa nifas. Infeksi nifas mencakup
semua peradangan yang disebabkan masuknya kuman-kuman kedalam alat
genetalia pada waktu persalinan atau nifas. Menurut John Committee on Maternal
Welfare (Amerika Serikat), definisi morbiditas puerperalis adalah kenaikan suhu
sampai 38℃ atau lebih selama 2 hari dalam 10 hari pertama post partum dengan
mengecualikan hari pertama. Suhu harus diukur setidaknya 4 kali sehari.

Beberapa infeksi masa nifas yang mungkin terjadi diantaranya adalah


sebagai berikut:

1. Infeksi pada bagian luar


a. Vulvitis
Vulvitis didefinisikan sebagai suatu peradangan pada vulva yang
ditandai dengan gejala rasa gatal dan perih di area kemaluan wanita
serta keluarnya cairan kental dari kemaluan yang berbau tidak sedap
(Ikatan Dokter Indonesia, 2017).
Peradangan pada vulva dapat disebabkan oleh proses infeksi
maupun iritasi. Infeksi disebabkan oleh bakteri virus, jamur, maupun
parasit. Pada luka infeksi bekas sayatan episiotomy atau luka
perineum, jaringan sekitarnya membengkak, tepi luka menjadi merah
dan bengkak, jahitan mudah terlepas, luka yang terbuka menjadi ulkus
dan mengeluarkan pus. Iritasi pada vulva dapat disebabkan oleh
riwayat kontak organ kelamin luar wanita dengan beberapa produk
seperti sabun mandi, sabun khusus pembersih alat kewanitaan, sampo,
tisu toilet, parfum, deodoran, bedak tabur, atau deterjen. Selain itu,
iritasi pada vulva juga dapat disebabkan oleh beberapa aktivitas seperti
penggunaan pakaian dalam yang bukan berbahan katun, berenang, atau
perlukaan pada vulva akibat gesekan setelah kegiatan bersepeda atau
olahraga berkuda (Ikatan Dokter Indonesia, 2017; John Hopkins
Medicine, 2020; Konar, 2014).
Tanda gejala terjadinya vulvitis bervariasi. Perlu diingat bahwa
vulvitis bisa menjadi keluhan dari kondisi medis lainnya. Gejala-gejala
yang dapat muncul saat seorang wanita mengalami vulvitis antara lain:
1) Rasa terbakar di daerah vulva
2) Gatal di daerah vulva
3) Kemerahan dan bengkak di daerah vulva
4) Kulit vulva menebal dan bersisik
5) Benjolan berisi cairan (blister) pada vulva
6) Cairan kental dan berbau yang keluar dari vagina

Vulvitis juga dibagi menjadi beberapa jenis diantaranya:

a. Vulvitis kandidiasis
Vulvitis kandidiasis merupakan vulvitis yang disebabkan
oleh infeksi jamur jenis Candida, terutama spesies Candida
albicans. Kelompok wanita yang rentan mengalami Infeksi ini
adalah mereka yang terutama sedang dalam kondisi hamil,
menggunakan kontrasepsi hormonal (terutama pil KB), menderita
HIV/ AIDS, sudah menopause, atau memiliki diabetes hormon
yang tidak terkontrol kadar gula darahnya.

b. Vulvovaginitis atrofik
Jenis ini terjadi akibat kadar hormon estrogen yang amat
rendah di dalam tubuh. Hal ini umumnya ditemukan pada
perempuan post-menopause, pernah menjalani operasi
pengangkatan indung telur, atau pernah menjalani radiasi di
daerah vagina akibat jenis kanker tertentu.

c. Vestibulitis vulva
Pada vestibulitis vulva, peradangan terutama terjadi pada
‘pintu masuk’ vagina. Penyakit ini bisa disebabkan karena infeksi
kuman (terutama jamur Candida dan Human Papilloma Virus),
atau bisa juga karena penyebab lain seperti efek samping obat
vagina, penggunaan produk kewanitaan, atau kekerasan seksual.

d. Dermatitis kontak
Vulvitis akibat dermatitis kontak merupakan vulvitis yang
disebabkan karena reaksi alergi atau iritasi terhadap zat tertentu
yang mengenai daerah vulva dan/ atau vagina. Zat tersebut bisa
berupa cairan vagina, air seni, sabun pembersih vagina, kondom,
sabun, pembalut, celana dalam, dan sebagainya.

Penatalaksanaan vulvitis tergantung dari penyebabnya. Jika


vulvitis disebabkan oleh infeksi, dokter akan memberikan obat antibiotik,
antivirus, antijamur, atau antiparasit sesuai dengan agen penyebab infeksi.
Jika vulvitis disebabkan oleh iritasi, dokter akan meresepkan obat
kortikosteroid yang dioleskan di area vulva yang meradang.

• Vulvovaginitis kandidiasis dapat diobati dengan obat anti-jamur


seperti clotrimazole, miconazole, atau tioconazole yang diletakkan di
daerah vagina. Sebagai alternatif, tablet obat anti-jamur yang
diminum (seperti fluconazole) juga bisa digunakan untuk mengobati
jenis vulvitis ini.
• Vaginitis atrofik umumnya membaik setelah pemberian terapi
estrogen. Biasanya terapi estrogen yang digunakan berupa krim yang
dioleskan di daerah vulva dan vagina, setidaknya selama 1–2
minggu. Selain itu, lubrikan untuk ‘membasahi’ vagina yang kering
juga bisa membantu meredakan gejala.
• Vestibulitis vulva dapat sembuh dengan sendirinya seiring
berjalannya waktu. Namun jika keluhan tak segera membaik atau
gejala yang dialami sangat mengganggu, krim anestesi dapat
dioleskan ke daerah vulva dan vagina saat akan hubungan intim.
• Pada vulvitis akibat dermatitis kontak, yang terpenting adalah
mengetahui zat penyebab radang. Setelah itu, hindari paparan zat
tersebut pada vulva dan vagina. Misalnya jika dermatitis kontak
disebabkan karena penggunaan sabun pembersih vagina, maka
selanjutnya sabun tersebut sebaiknya tak digunakan lagi sama sekali.

Setelah itu, daerah kemaluan hanya boleh dibersihkan dengan air


bersih saja. Krim steroid seperti triamsinolon dua kali sehari juga akan
diberikan dokter untuk membantu meredakan iritasi. Vulvitis bisa dicegah
dengan menjaga kebersihan organ intim dengan tepat, di antaranya dengan
cara:
• Menghindari penggunaan sabun pembersih khusus untuk daerah
vagina secara rutin
• Menghindari penggunaan pewangi atau pembalut yang
mengandung parfum
• Membersihkan vagina saat mandi saja dengan air mengalir dan
mengeringkan daerah vagina dengan baik sebelum menggunakan
celana dalam
• Menggunakan celana dalam berbahan katun, dan menggantinya
jika sudah basah
• Jika sedang menggunakan pembalut, sebaiknya pembalut diganti
setidaknya setiap empat jam.

b. Vaginitis

Vagina merupakan organ genital interna pada wanita yang


memiliki panjang sekitar 7-10 cm. Organ ini berbatasan dengan uretra
dan kandung kemih pada bagian anterior, otot levator ani serta fascia
endopelvic pada bagian lateral, dan rectum pada bagian posterior.
Secara histologis dinding vagina tersusun atas 3 lapisan yakni lapisan
mukosa dengan epitel squamous non keratin, dibawahnya terdapat
lapisan tunika muskularis yang tersusun atas otot lurik dan otot polos,
lapisan terakhir terdapat lapisan adventitia yang kaya akan kolagen dan
elastin (Cohen, 2019).

Dikatakan bahwa, 50-75% wanita akan mengalami vaginitis, satu


kali dalam hidupnya. Penyebab utama vaginitis 70% umumnya adalah
akibat bakteria vaginosis, candidiasis vulvovaginal dan trikomoniasis
dengan presentase 40-50% pasien vaginitis akibat bakteria vaginosis,
20-25% akibat candidiasis vulvovaginitis, dan 15-20% akibat
trichomonas vaginitis (Roby, 2019). Sedangkan 30% pasien
kemungkinan menderita vaginitis akibat atrophic vaginitis, vaginitis
inflamasi deskuamatif, dan penyakit erosif vagina (Neal, 2019).
Infeksi vagina ini dapat terjadi secara langsung pada vagina atau
melalui perineum, permukaan mukosa membengkak, dan kemerahan,
terjadi ulkus, serta getah mengandung nanah dan keluar dari daerah
ulkus. Penyebaran dapat terjadi, tapi umumnya infeksi tinggal terbatas.

 Penyebab Vaginitis

Ada banyak faktor yang bisa menyebabkan vaginitis. Akan


tetapi, sebagian besar kasus vaginitis disebabkan oleh infeksi
bakteri.Keberadaan bakteri di vagina sebenarnya merupakan hal
yang normal selama jumlahnya seimbang. Vaginitis terjadi ketika
jumlah bakteri ‘baik’ dan bakteri ‘jahat’ di vagina tidak seimbang.

Selain karena infeksi bakteri, penyebab lain vaginitis adalah:

 Infeksi jamur, akibat perkembangan jamur yang berlebihan di


vagina
 Infeksi cacing kremi yang menjalar dari anus
 Iritasi atau reaksi alergi pada vagina, misalnya akibat
penggunaan pembersih kewanitaan
 Penyakit menular seksual, seperti trikomoniasis, klamidia, dan
herpes genital
 Penipisan dinding vagina akibat penurunan kadar estrogen,
misalnya setelah menopause atau setelah operasi pengangkatan
rahim (histerektomi)

 Faktor Risiko Vaginitis


Ada sejumlah faktor yang dapat meningkatkan risiko
seorang wanita menderita vaginitis, yaitu:

 Bergonta-ganti pasangan seksual


 Menderita diabetes yang tidak terkontrol
 Melakukan vaginal douching atau membersihkan bagian dalam
vagina
 Sering mengenakan celana yang lembab atau ketat
 Menggunakan KB spiral atau spermisida
 Menggunakan produk pembersih kewanitaan
 Efek samping obat-obatan, seperti antibiotik atau
kortikosteroid
 Perubahan hormon akibat kehamilan atau konsumsi pil KB

 Gejala Vaginitis
Gejala vaginitis sangat beragam, tetapi yang sering kali muncul
adalah:

 Keputihan yang kental, berwarna putih atau kuning kehijauan,


dan berbau tidak sedap
 Gatal di area vagina atau di sekitarnya, misalnya pada vulva
atau labia mayora
 Kemerahan dan nyeri di sekitar vagina (vulvitis)
 Flek atau perdarahan dari vagina
 Nyeri saat buang air kecil dan berhubungan seks

 Pengobatan Vaginitis
Pengobatan vaginitis tergantung pada penyebab yang
mendasarinya. Secara umum, pengobatan tersebut meliputi:
a. Pemberian obat antibiotic
Metronidazole dan clindamycin adalah jenis antibiotik yang
paling sering digunakan pada vaginitis yang disebabkan oleh
bakteri.

b. Pemberian obat antijamur


Vaginitis akibat infeksi jamur dapat diatasi dengan obat
antijamur, seperti miconazole, clotrimazole, atau fluconazole.

c. Terapi pengganti hormone


Terapi pengganti hormon digunakan untuk mengatasi vaginitis
yang dipicu oleh penurunan hormon estrogen.

Sedangkan untuk mengatasi vaginitis yang disebabkan oleh iritasi


atau alergi, dokter akan menganjurkan pasien untuk menghindari
pemicunya, seperti sabun pembersih vagina atau kondom berbahan
dasar lateks. Selain itu, dokter juga dapat memberikan obat-obatan
untuk meredakan peradangan dan gatal.

Infeksi pada bagian dalam:

a. Serviks

Serviks atau leher rahim adalah bagian ujung rahim yang menyempit
dengan ujung inferior (bawah) mengarah ke vagina pada sistem reproduksi
wanita. Panjang serviks kira-kira 2.5-3,5 cm dan berbentuk silinder dan
disebut kanalis servikalis. Serviks adalah struktur yang menghubungkan mulut
rahim dengan vagina. Fungsi kanalis servikalis ini adalah sebagai jalur tempat
lewatnya sperma saat berhubungan intim dan bayi saat proses persalinan dan
tempat keluarnya darah menstruasi.

Serviks tersusun oleh cincin fibrosa yang kuat dengan kandungan


kolagen tinggi, sehingga menjaga rahim tetap tertutup dan janin tetap berada
di dalamnya selama kehamilan. Serviks terdiri dari dua bagian, yaitu bagian
vaginal (atau ektoserviks) yang mengarah ke vagina dan bagian supravaginal
yang berada di atas vagina. Bagian supravaginal dibungkus oleh fasia pelvis
viseral (parametrium). Di dalam fasia ini, arteri uterina melintasi ureter pada
masing-masing sisi serviks.

Mukosa yang melapisi bagian kanalis servikalis disebut endoserviks,


sementara yang melapisi serviks bagian vaginal adalah ektoserviks. Batas
antara endoserviks dan ektoserviks disebut sebagai squamocolumnar junction
atau taut skuamokolumnar yang merupakan tempat tersering lesi kanker
serviks. Mukosa yang melapisi serviks memiliki ketebalan sekitar 2–3 mm.
Lapisan mukosa serviks tersusun oleh kelenjar yang menghasilkan mukus
(lendir).

a. Fungsi Serviks

Serviks berfungsi sebagai barier fisik untuk rahim (uterus) yang


akan mencegah terjadinya aborsi akibat infeksi dengan cara mengisolasi
janin dari lingkungan eksternal. Mukosa serviks juga menghasilkan
mukus yang akan membentuk lendir untuk menutup kanalis servikalis
selama masa subur dan saat proses persalinan. Mukus ini mengandung
lisosim yang akan menghancurkan beberapa jenis bakteri. Jumlah mukus
yang dihasilkan berbeda pada setiap fase di dalam siklus mestruasi,
tergantung kadar hormon yang dihasilkan oleh ovarium. Pada
pertengahan siklus menstruasi, mukus yang dihasilkan oleh serviks dapat
meningkat hingga sepuluh kali lipat. Mukus saat itu biasanya tidak kental
dan berfungsi menyediakan lingkungan yang cocok untuk migrasi
sperma. Di saat-saat lain pada siklus menstruasi, sifat mukus serviks
sangat kental, sehingga membatasi pergerakan sperma. Kondisi mukus
serviks tersebut turut menentukan masa subur seorang wanita.

Kanalis servikalis adalah jalur tempat lewatnya sperma saat


berhubungan intim dan lapisan endometrium yang luruh saat proses
menstruasi. Selain itu, serviks adalah bagian rahim yang menjadi
parameter majunya pembukaan selama proses persalinan. Pada saat
persalinan, peregangan serviks yang disebabkan oleh desakan janin akan
memicu refleks persarafan dan meningkatkan kontraksi rahim, sehingga
dapat membantu proses pergerakan bayi keluar.

b. Infeksi Serviks

1. Servisitis

Servisitis adalah salah satu penyakit yang tergolong ke dalam


infeksi menular seksual. Menurut CDC, diperkirakan bahwa terdapat
lebih dari 19 juta infeksi menular seksual baru (IMS) terjadi setiap
tahun, hampir setengahnya berusia 15-24 tahun. Servisitis adalah
peradangan pada serviks atau leher rahim yang sering terjadi karena
infeksi menular seksual, seperti klamidia atau gonore. Servisitis juga
dapat berkembang dari penyebab non-infeksi seperti iritasi atau
alergi. Peradangan serviks ini dapat ditandai dengan pendarahan
pada alat kelamin di luar masa menstruasi, nyeri atau rasa sakit saat
berhubungan seksual, serta keluarnya keputihan yang abnormal.
Servisitis sering terjadi dan hanya dapat dialami oleh wanita.

Menurut jenisnya servisitis diklasifikasikan menjadi dua yaitu


servisitis akut dan servisitis kronis. Berikut adalah penjelasannya:

• Servisitis akut

Servisitis akut sering disebabkan oleh infeksi, walaupun


infeksi spesifik dari penyakit ini tidak dapat ditentukan pada
sebagian besar kasus. Servisitis akut biasanya disebabkan oleh
infeksi menular seksual (IMS), seperti; herpes simpleks atau herpes
genital, klamidia, trikomoniasis atau gonorea. Gejala dari servisitis
jenis ini dapat muncul secara tiba-tiba.

• Servisitis Kronis

Servisitis kronis terjadi jika servisitis tidak diobati dengan


tepat waktu menyebabkan peradangan leher rahim pada kondisi
kronis. Servisitis kronis biasanya memiliki sumber yang tidak
menular atau noninfeksi. Gejala servisitis kronis lebih ringan
daripada servisitis akut tetapi gejalaya berlangsung lebih lama.

Ada beberapa penyebab timbulnya servisitis. Sebagian besar


disebabkan oleh infeksi-infeksi yang ditularkan melalui kontak
seksual. Penyakit infeksi menular seksual yang dapat menyebabkan
servisitis meliputi:
 Gonorea; infeksi yang disebabkan oleh bakteri Neisseria
gonorrhoeae.
 Chlamydia; infeksi yang disebabkan oleh bakteri Chlamydia
trachomatis.
 Herpes genital; infeksi yang disebabkan oleh virus herpes simplex
(HSV).
 Trikomoniasis; infeksi yang disebabkan oleh parasit Trichomonas
vaginalis.
 Mikoplasma; infeksi yang disebabkan oleh bakteri Mycoplasma.
 Ureaplasma; infeksi yang disebabkan oleh bakteri Ureaplasma.
 Tetapi banyak wanita pengidap servisitis saat dites tidak ada jenis
infeksi yang menunjukkan hasil positif. Penyebab lain dari
peradangan mungkin termasuk:
 Alergi; terhadap bahan kimia dalam spermisida (zat yang dapat
mematikan sperma), douche, deodoran feminin, atau karet lateks
pada kondom.
 Iritasi atau cedera; akibat tampon, alat pencegah kehamilan , atau
dari alat kontrasepsi seperti intrauterin, pessari, atau diafragma.
 Pertumbuhan bakteri yang berlebihan; pertumbuhan tidak
terkendali dari beberapa bakteri yang biasanya ada di vagina
(bakteri vaginosis) dapat menyebabkan servisitis.
 Ketidakseimbangan hormon; kadar estrogen yang relatif rendah
atau kadar progesteron yang tinggi dapat mengganggu
kemampuan tubuh untuk mempertahankan kesehatan jaringan
serviks.
 Kanker atau efek samping pengobatan kanker; terapi radiasi atau
kanker dapat menyebabkan servisitis

c. Gejala Servitis

Dalam banyak kasus, wanita yang menderita servisitis tidak


memiliki tanda dan gejala. Kondisi ini baru dapat diketahui setelah
melakukan pemeriksaan panggul. penderita dapat mengalami tanda
dan gejala yang meliputi:

 Keputihan yang tidak biasa dan dalam jumlah banyak.


 Keputihan berwarna kekuningan atau kuning pucat.
 Pendarahan vagina yang tidak normal , seperti pendarahan
setelah berhubungan seksual yang tidak terkait dengan
menstruasi.
 Rasa sakit atau nyeri saat berhubungan seks.
 Buang air kecil yang sering dan terasa menyakitkan.
 Sakit punggung.
 Dalam kasus yang jarang terjadi, demam dan nyeri di bagian
panggul atau perut.

Cara Mencegah

Hal-hal yang dapat Anda lakukan untuk mengurangi risiko


terkena servisitis adalah sebagai berikut:

• Mintalah pasangan Anda selalu menggunakan kondom saat


berhubungan seks untuk menurunkan risiko terkena IMS
(infeksi menular seksual). Kondom tersedia untuk pria dan
wanita tetapi paling sering dipakai oleh pria. Kondom harus
digunakan dengan benar setiap saat berhubungan seksual.
• Batasi jumlah orang yang berhubungan seksual dengan Anda
dan pastikan ia terbebas dari IMS apapun.
• Jangan berhubungan seksual dengan pasangan yang memiliki
luka kelamin atau keputihan.
• Jika Anda sedang mendapatkan perawatan untuk penyakit
infeksi menular seksual, tanyakan kepada dokter Anda apakah
pasangan Anda juga harus dirawat.
• Jangan gunakan produk-produk kesehatan wanita seperti douche
dan tampon deodoran karena dapat menyebabkan iritasi pada
vagina dan leher rahim Anda.
• Jika Anda adalah penderita diabetes, cobalah untuk menjaga
kontrol gula darah Anda dengan baik

B. Endometrium

Merupakan suatu lapisan terdalam yang ada di eterus (rahim),


dimana endometrium juga merupakan tempat sel telur yang telah
dibuahi menempel. Endometrium terbentuk dari jaringan yang
menyatu dengan lapisan dinding rahim dari lapisan terluar hingga
lapisan terdalam. Selain itu bagian inijuga dapat mengembangkan
kelainan yang dapat menyebabkan kondisi yang lebih serius seperti
endometriosis, hiperplasia dan kanker.

Endometrium merupakan sebuah lapisan di mana tempat


berlangsungnya implantasi. pada lapisan ini juga kerap mengalami
suatu perubahan morfologi dan juga fungsional yang masih
mempunyai hubungan yang sangat erat dengan proses pelepasan siklik
hormon generatif. Apabila tidak terkena suatu yang mempengaruhi
hormonal periodik, yakni suatu yang berlangsung sebelum memasuki
masa pubertas atau menopause, dan biasanya pada jaringan ini
mempunyai morfologi serta sebuah sistem ketebalan yang sangat
konstan.

Kemudian apabila sudah mulai menaiki rahim maka selanjutnya


akan mulai untuk mempersiapkan diri dalam setiap siklus menstruasi
untuk menerima oosit yang dibuahi. Dan biasanya berlngsungnya hal
ini dapat melalui proliferasi dan diferensiasi endometrium. Namun
apabila implantasi tidak berlangsung, maka secara fungsional lapisan
(terluar) yangterdapat pada endometrium akan tuangkan, sehinga
akhirnya mengakibatkan terjadinya menstruasi.
a. Fungsi Endometrium

• Fungsi endometrium ialah:


• Berlangsungnya sebuah perubahan pada siklik yang disebabkan
oleh kelenjar rahim dan pembuluh darah selama menstruasi, hal
tersebut merupakan sebuah bentuk persiapan untuk
menghadapi implantasi
• Biasanya Lokasi ini kerap digunakan untuk menanamkan
blastokista.
• Sebagai sebuah tempat pertumbuhan serta berkembangnya
plasenta

Dari sebagaian besar endometrium ini dapat tersusun oleh sebuah


jaringan mukosa. Dimana di dalam endometrum mempunyai dua lapisan yang
utama yakni stratum basalis, yang letaknya melekat dilapisan jaringan otot
polos rahim yang kerap dikenal juga dengan sebutan miometrium. Kegunaan
dari Lapisan ini ialah berperan sebagai sebuah jangkar bagi endometrium agar
rahim dan tetap terjaga serta tidak begerak dari posisinya. Untuk Lapisan yang
kedua yang mempunyai sifat sangat dinamis. Lapisan Ini merupakan sebuah
reakasi yang terjadi kepada fluks hormon bulanan serta dapat memandu proses
siklus menstruasi. Maka dengan alasan ini, dikenal juga dengan sebutan strata
fungsionalis, atau sebuah lapisan yang snagat fungsional.

Kemudian pada bagian ini juga ialah merupakan salah satu bagian dari
endometrium yang digunakan sebagai sebuah wadah atau tempat untuk
membuahi telur (atau disebut dengan blastokista) akan akan segera
ditanamkan apabila berlangsunya sebuah proses pembuahan. Untuk penyusun
atas Endometrium ialah epitel prismatik tunggal berlapis dengan ataupu bisa
juga tanpa silia hal tersebut (tergantung dengan seberapa panjangnya siklus
menstruasi berlangsung) dan kemudian peranan lamina yang basal, kelenjar
rahim, dan, jaringan khusus yang kaya sel ikat (stroma) yang berisi pasokan
yang kaya pembuluh darah sangat dibutuhkan.
b. Gangguan Endometrium

Adapun gangguan yang biasanya terjadi atau menyerang endometrum


ialah:

1. Endometriosis

Penyebab endometriosis adalah lapisan rahim tidak dibuang


dengan sempurna selama periode menstruasi dan kemudian menempel
sendiri pada organ panggul. Sel-sel endometriosis memiliki sifat yang
sama seperti endometrium yang melapisi rahim, sehingga setiap bulan
dia akan tumbuh selama siklus menstruasi dan kemudian mengelupas
atau berdarah layaknya rahim saat haid. Seperti kita ketahui bahwa,
sebelum datang haid hormon estrogen akan menyebabkan endometrium
menebal (penebalan) agar siap menerima sel telur yang telah dibuahi.
Jika telur tidak dibuahi, lapisan rahim tersebut akan rusak dan
meninggalkan tubuh (peluruhan) sebagai darah haid. Endometriosis atau
endometrium yang tumbuh pada jaringan lain juga akan mengalami
proses yang sama yaitu penebalan dan peluruhan, tetapi dia tidak
memiliki jalan untuk meninggalkan tubuh. Hal ini menyebabkan rasa
sakit, bengkak dan kadang-kadang masalah kesuburan jika itu terjadi
pada tuba falopi atau indung telur sehingga menjadi rusak.

 Mengatasi Endometriosis

Tidak ada obat khusus yang bisa mengobati endometriosis.


Namun, gejala sering dapat dikelola dengan obat penghilang rasa sakit
atau obat hormon, yang membantu agar aktifitas sehari-hari menjadi tak
terganggu. Pembedahan untuk mengangkat jaringan endometriosis
kadang-kadang diperlukan untuk memperbaiki setiap gejala yang muncul
termasuk gangguan kesuburan. Tindakan operasi yang umum dilakukan
adalah:

• Laparoskopi - Prosedur ini dilakukan untuk mengangkat jaringan


endometriosis atau membakar jaringan tersebut menggunakan laser
atau arus listrik. Prosedur ini biasanya dilakukan bagi penderita
yang masih ingin memiliki keturunan anak.
• Histerektomi - Prosedur ini merupakan operasi pengangkatan
rahim, serviks, dan kedua ovarium. Setelah prosedur ini, pasien
tidak bisa hamil lagi serta memiliki risiko yang lebih tinggi untuk
menderita penyakit jantung dan pembuluh darah.
• Laparotomi - Prosedur ini dilakukan untuk mengakses organ yang
terkena dan mengangkat jaringan endometriosis.

Penyakit endometriosis bisa menjadi kondisi yang sulit ditangani, baik


secara fisik maupun emosional.

 Pencegahan

Kita tidak dapat mencegah endometriosis, tetapi kita bisa


mengurangi kemungkinan itu terjadi dengan cara menurunkan kadar
hormon estrogen dalam tubuh. Estrogen membantu menebalkan
lapisan rahim selama siklus menstruasi. Untuk menjaga kadar
estrogen yang lebih rendah dalam tubuh, maka dapat melakukan hal-
hal berikut: Penggunaan pil KB, olah raga teratur, menghindari
alkohol, dan minuman berkafein.

Hal-hal lain yang dapat meningkatkan risiko hiperplasia


endometrium meliputi:

• Berusia di atas 35 tahun


• Mulai menstruasi di usia muda
• Mencapai menopause pada usia lanjut
• Memiliki kondisi kesehatan lain seperti diabetes, penyakit
tiroid, atau penyakit kandung empedu
• Memiliki riwayat keluarga kanker rahim, ovarium, atau usus
besar.

Gejala hiperplasia meliputi:

• Menstruasi yang tidak normal


• Pendarahan menstruasi yang berat
• Pendarahan setelah menopause (ketika menstruasi berhenti).

Langkah-langkah di bawah ini dapat mengurangi kemungkinan


terkena hiperplasia endometrium:

• Gunakan progesteron bersama dengan estrogen setelah


menopause (jika diharuskan menggunakan terapi hormon)
• Minum pil KB
• Berhenti merokok
• Pertahankan berat badan yang sehat.

2. Kanker Endometrium

Kanker endometrium adalah kanker yang terjadi pada organ


endometrium atau padadinding rahim. Endometrium adalah organ
rahim yang berbentuk seperti buah pir sebagaitempat tertanam dan
berkembangnya janin. kanker endometrium kadang-kadang
disebutkanker rahim, tetapi ada sel-sel lain dalam rahim yang bisa
menjadi kanker seperti ototatau sel miometrium. kanker endometrium
sering terdeteksi pada tahap awal karenasering menghasilkan
pendarahan vagina di antara periode menstruasi atau setelahmenopause
(Whoellan 2019)

Sampai saat ini belum diketahui secara pasti penyebab kanker


endometrium, tetapi beberapa penelitiian menunjukkan bahwa
rangsangan estrogen yang berlebihan dan terusmenerus bisa
menyebabkan kanker endometrium. Berikut ini beberapa faktor resiko
yang bisa meningkatkan munculnya kanker endometrium :

• Obesitas atau Kegemukan


• Haid Pertama (menarche)
• Tidak pernah melahirkan
• Penggunaa esterogen
• Hiperplasia
• Diabetes mellitus
• Hipertensi
• Faktor lingkungan dan diet,
• Riwayat keluarga, Ada kemungkinan terkena kanker
endometrium, jika terdapat anggotakeluarga yang terkena kanker
ini, meskipun prosentasenya sangat kecil.
• Tumor memproduksi esterogen, Adanya tumor yang
memproduksi estrogen, misalnya tumor sel granulosa,akan
meningkatkan angka kejadian kanker endometrium

Beberapa gejala kanker endometrium adalah sebagai berikut :

• Rasa sakit pada saat menstruasi.


• Rasa sakit yang parah dan terus menerus pada perut bagian
bawah, rasa sakit iniakan bertambah pada saat berhubungan seks.
• Sakit punggung pada bagian bawah.
• Sulit buang air besar atau diare.
• Keluar darah pada saat buang air kecil dan terasa sakit.
• Keputihan bercampur darah dan nanah.
• Terjadi pendarahan abnormal pada Rahim

 Kemoterapi
Pemberian obat untuk membunuh sel kanker. Kemoterapi
merupakan terapisistemik yang menyebar keseluruh tubuh dan
mencapai sel kanker yang telah menyebar jauh atau metastase ke
tempat lain.
Kemoterapi bertujuan untuk :
• Membunuh sel-sel kanker.
• Menghambat pertumbuhan sel-sel kanker.
• Meningkatkan angka ketahanan hidup selama 5 tahun

C. Payudara

Payudara (bahasa Latin: mamma) adalah organ tubuh bagian atas dada
dari spesies mamalia, termasuk manusia. Berbeda dengan yang jantan,
payudara mamalia betina memiliki kelenjar susu yang berfungsi untuk
memompa susu bagi bayinya.

Fungsi utama dari kelenjar susu adalah memberikan nutrisi dalam


bentuk air susu bagi bayi atau balita. Proses pemberian air susu ini dinamakan
menyusui. Meskipun kelenjar yang menghasilkan air susu juga terdapat pada
pria, normalnya kelenjar susu tersebut tetap tidak berkembang sempurna.
Hormon pada payudara wanita untuk menghasilkan air susu disebut hormon
prolaktin yang akan aktif saat fase kehamilan trimester 3 akhir dan setelah
bayi lahir.

Payudara memegang peranan penting dalam kebiasaan seksual


manusia. Payudara merupakan salah satu karakteristik seks sekunder dan
memegang peranan penting dalam daya tarik seksual pada partnernya, dan
kesenangan individual. Payudara juga merupakan bagian tubuh wanita yang
paling lama dilihat oleh lawan jenisnya.

Ada dua jenis mastitis yaitu, mastitis non infeksi dan mastitis infeksi.
Mastitis non infeksi yang biasanya disebabkan oleh stasis susu (susu
diproduksi, tetapi tetap di payudara). Ibu yang mengalami mastitis non infeksi
biasanya merasakan payudara terasa nyeri, bengkak dan ketidak nyaman

Ada beberapa penyebab terjadinya mastitis antara lain sebagai berikut:


• Stasis ASI dan infeksi yang berasal dari bakteri.
• Teknik menyusui yang salah
• Stress dan kelelahan
• Pekerjaan juga berhubungan dengan penurunan frekuensi
menyusui untuk
• mengosongkan payudara.

Berdasarkan jenisnya mastitis dibedakan menjadi dua, mastitis infeksi dan


mastitis non-infeksi.

 Mastitis Infeksi
Gejala yang timbul dari mastitis infeksi biasanya ditandai
adanya respon inflamasi dan rusaknya jaringan puting puting
menjadi pecah-pecah sehingga dengan mudah bakteri untuk masuk.
 Mastitis Non Infeski
Tanda dan gejala mastitis non-infeksi payudara mengalami:
• pembengkakan yang upnormal payudara yang mengeras
• terasa sakit apabila disentuh
• terasa tegang dikarenakan kurangnya waktu menyusui untuk
bayi (Walker,2009).

 Gejala Mastitis
1. Bengkak dan nyeri.
2. Payudara tampak merah pada keseluruhan atau di tempat tertentu.
3. Payudara terasa keras dan berbenjol-benjol.
4. Ada demam dan rasa sakit umum.

 Penanganan Mastitis
1. Payudara dikompres dengan air hangat.
2. Untuk mengurangi rasa sakit dapat diberikan pengobatan
analgetika.
3. Untuk mengatasi infeksi diberikan antibiotika.
4. Bayi mulai menyusu dari payudara yang mengalami peradangan.
5. Anjurkan ibu selalu menyusui bayinya.
6. Anjurkan ibu untuk mengkonsumsi makanan yang bergizi dan
istirahat cukup.

BAB III
PENUTUP
1.1 Kesimpulan

Sesuai dengan tujuan dari makalah ini, maka dapat di tarik beberapa
kesimpulan, diantaranya:

1. Pengertian gangguan seksual, yaitu gangguan yang menyebabkan adanya


penurunan hasrat seksual atau adanya hambatan dalam menikmati aktivitas
seksual yang ditandani dengan keluhan mengenai campuran bermacam-
macam masalah seksual dan kondisi-kondisi lain yang mempengaruhi
sistem saraf, seperti diabetes dan penyakit ginjal, dapat secara langsung
mempengaruhi fungsi seksual dengan mengurangi sensitifitas di daerah
genital. Selain itu kontribusi psikologis seperti membuat pikiran yang
buruk dan kontribusi sosial juga merupakan pemicu terjadinya gangguan
seksual.
2. Masa nifas sering disebut dengan istilah masa post partum atau masa
puerporium. Masa nifas adalah masa setelah persalinan terhitung sesudah
plasenta lahir, selaput janin sampai kembalinya organ-organ reproduksi
pada kondisi sebelum hamil atau biasanya selama 6 minggu setelah
persalinan.
3. Jenis-jenis gangguan seksual masa nifas yang mungkin terjadi diantaranya
adalah infeksi pada bagian luar seperti vulvitis, dan vaginitis, sedangkan
pada bagian dalam seperti servisitis, gangguan pada payudara dan
endometritis.
4. Penanganan yang dapat dilakukan pada gangguan seksual tergantung pada
masalah yang terjadi akan tetapi yang paling penting adalah selalu
melakukan personal hygiene terutama didaerah genetalia.
5. Faktor penyebab terjadinya infeksi masa nifas diantaranya adalah bakteri
virus, jamur, maupun parasit.

1.2 Saran

Harapan kami bagi masyarakat bisa memahami tentang


“ketidaknyamanan pada gangguan hubungan seksual dan masalah
infeksi pada masa nifas”. Harapan kami semoga bisa memberikan
informasi dan ilmu pengetahuan bagi masyarakat

Harapan kami bagi mahasiswa ITSK RS dr. SOEPRAOEN


terutama mahasiswa D4 Kebidanan dengan membaca makalah ini bisa
menjadikan referensi dan juga memberikan informasi dan menambah
wawasan ilmu pengetahuan seputar “ketidaknyamanan pada gangguan
hubungan seksual dan masalah infeksi pada masa nifas”.

DAFTAR PUSTAKA
Neal, C. M., Kus, L. H., Eckert, L. O., & Peipert, J. F. 2019. Non-Candidal
Vaginitis: A Comprehensive Approach to Diagnosis & Management.
American Journal of Obstetrics and Gynecology.

Pudiati, Endang et-al. 2020. Kesehatan Keluarga. Bandung: Media Sains


Indonesia.

Sulistyawati, Ari. 2015. Buku Ajar Asuhan Kebidanan pada Ibu Nifas.
Yogyakarta: Penerbit Andi.

Utami, Luh Putu, dan Wahyuni, Ni Putu. 2021. Infeksi pada Vagina. Ganesha
Medicina Journal, Vol 1 No.1

Widjaja, Eveline, dan Singgih, Rendy. 2021. Vulvitis: Gambaran Klinis, Etiologi,
dan Pilihan Pengobatan. Gowa

Mansjoer, Arif dkk.(2010). Kapita Selekta Kedokteran. Jakarta: Media


Aesculapius.

"The Cervix (Human Anatomy): Diagram, Definition, Conditions, & More".


WebMD. Diakses tanggal 17 Maret 2020.

Refaey, Mohamed. "Cervix | Radiology Reference Article | Radiopaedia.org".


Radiopaedia. Diakses tanggal 17 Maret 2020.

Ambarwati, 2008.Asuhan Kebidanan Nifas. Yogyakarta: Mitra Cendikia. (hlm:


49-50).

Program Manajemen Laktasi, 2004.Buku Bacaan Manajemen Laktasi. Jakarta.


(bab 5, hlm : 3-4)

Saleha, 2009.Asuhan Kebidanan Pada Masa Nifas. Jakarta: Salemba Medika.


(hlm: 109)

Suherni, 2007. Perawatan Masa Nifas. Yogyakarta: Fitramaya. (hlm: 55-56)

Anda mungkin juga menyukai