Anda di halaman 1dari 45

HUBUNGAN PENGETAHUAN DAN SIKAP IBU HAMIL DENGAN FAKTOR RESIKO

KEHAMILAN DAN JENIS PERSALINAN di RSUD TANGERANG

Disusun Oleh :
Zahwa Mutia : 07170200009
Reni Yunita : 07170200011
Ripa Nurul Ulfa : 07170200012
Maratun Shalikhah : 07170200013
Widya Ayu Purwanti : 07170200014

PROGRAM STUDI D IV KEBIDANAN


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN INDONESIA MAJU
JAKARTA
2017
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kepada Allah SWT yang telah melimpahkan taufik dan
hidayah-Nya sehingga kami dapat menyelesaikan proposal ini yang berjudul Hubungan
Pengetahuan Dan Sikap Ibu Hamil Dengan Faktor Resiko Kehamilan Dan Jenis Persalinan di
RSUD Tangerang .

Adapun tujuan pembuatan proposal ini adalah untuk memenuhi tugas Teknik Penulisan
Ilmiah, kmi menyadari akan kekurangan dari penyusunan proposal ini, baik dalam segi materi
maupun penyakjiannya. Hal ini dikarenakan keterbatasan kemampuan, pengalaman dan waktu
yang dimiliki oleh kami. Pada kesempatan ini kami ingin menyampaikan terima kasih yang
sebesar-besarnya kepada :

1. Drs.H.jakub Chatib sebagai Ketua Yayasan Indonesia Maju Jakarta


2. Dr.dr.HM. Hafizzurrachman, MPH sebagai Ketua Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan
Indonesia Maju.
3. Sobar Darmaja, S. Psi,M.KM sebagai Wakil Ketua Sekolah Tinggi ILmu Kesehatan
Indonesia Maju
4. Hidayani, Am. Keb, SKM, M.KM sebagai Ketua Program Studi D IV Kebidanan
Sekolah TInggi Ilmu Kesehatan Indonesia Maju

Kami menyadari sepebuhnya bahwa dalam penulisan proposal ini masih banyak
kekurangan dan jauh dari kata sempurna, sehingga kritik dan saran yang bersifat
membanggun sangat kami harapkan untuk kesempurnaan proposal ini.

ii
iii
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Kematian ibu menurut definisi WHO adalah kematian selama kehamilan atau dalam
periode 42 hari setelah berakhirnya kehamilan, akibat semua sebab yang terkait dengan atau
diperberat oleh kehamilan atau penanganannya, tetapi bukan disebabkan oleh kecelakaan
atau cedera ( Depkes RI,2012)
Berdasarkan survey Demografi dan kesehatan Indonesia (SDKI) tahun 2012, angka
kematian ibu di Indonesia masih tinggi sebesar 359 per 100.000 kelahiran hidup Angka ini
sedikit menurrun jika dibandingkan dengan SDKI tahun 1991, yaitu sebesar 390 per 100.000
kelahiran hidup. Angka ini sedikit menurun walaupun belum signifikan. Target global MDGs
(Millenium Development Goals) ke-5 adalah menurun angka Kematian Ibu (AKI) menjadi
102 per 100.000 kelahiran hidup pada tahun 2015. Mengacu dari kondisi saat ini, potensi
untuk mencapai target MDGs ke-5 untuk menurunkan AKI adalah off track , artinya
diperlukan kerja keras da sungguh-sungguh untik mencapainya (Depkes RI,2012)
Angka kematian ibu berhungan berat dengan tingginya kasus kehamilan resiko tinggi,
yang merupakan penyebab terjadinya bahaya dan komplikasi lebih besar yang dapat
mengancam keselamatan ibu dan janin (Kasjumardi,2008). Kematian ibu tersebut berkaitan
pula dengan dengan karakteristik ibu yang meliputi umur, paritas, pendidikan dan perilaku
yang berpengaruh terhadap kondisi kesehatan ibu selama hamil yang dapat mempengaruhi
jenis persalinannya, baik normal maupun dengan tindakan (Ningrum, 2005). Hal ini
dikarenakan tidak semua kehamilan berakhir dengan persalinan yang berlangsung normal,
30,7% persalinan disertai dengan komplikasi, yang mana bila tidak ditangani dengan baik
dan cepat dapat meningkatkan kematian ibu (Depkes RI, 2000)

Penelitian oleh Clark et al (2008) menunjukan hubungan yang positif dan signifikan
antara kematian maternal dan operasi sesar. Dikatakan bahwa 20 dari 58(34,5%) kematian
terkait dengan persalinan sesar. Begitu juga menurut survey WHO di Negara-negara Asia,
persalinan tindakan pervaginam dan operasi sesar secara signifikan meningkatkan resiko
kematian ibu dan indeks morbidatas dibandingkan dengan persalinan spontan, terutama

1
persalinan tindakan tanpa adanya indikasi ( Lumbiganon et al., 2010). Komplikasi
obstetric yang timbul akibat bedah sesar salah satunya ialah ruptur uteri yang signifikan
dengan morbiditas dan mortalitas ibu dan bayi (Matsubara et al.,2011).
Hasil penelitaian Felly dan Snewe (2003), 25,2% responden yang mengalami persalinan
tindakan yang terbesar disebabkan oleh komplikasi persalinan dan partus lama. Dari kejadian
tersebut 27,5% terjadi pada responden yang berumur lebih dari 35 tahun, dan kehamilan
kurang dari 4 kali.
Dari hasil penelitian Sibuea (2007) tercatat bahwa ibu yang mengalami persalinan dengan
tindakan seksio sesarea akibat partus tidak maju sebnayak 226 (50,33%) dan 366 (81,5%)
tidak melakukan perawatan terhadap kehamilannya. Kematian akibat persalinan patologis
lebih rendah pada ibu usia 20-30 tahun dan pada ibu dengan jumlah paritas rendah. Tingkat
pendidikan dan pengetahuan yang rendah juga mempengaruhi terjadinya persalinan tindakan.
Ini berkaitan dengan perawatan ibu selama masa kehamilan yang kurang baik sehingga
dalam persalinan banyak yang mengalami permasalahan bahkan komplikasi yang dapat
mempengaruhi terjadinya persalinan tindakan.
Persalinan tindakan pervaginam dengan ekstraksi vakum atau forceps dapat
meningkatkan bahaya robekan jalan lahir dan perdarahan pascapersalinan yang merupakan
factor penyebab kematian ibu sebesar 2,5-5% sedangkan dari tindakan seksio sesarea sebesar
14% (Djaja et al.,2002). Di RS Dr.Moewardi Surakarta, tercatat kematian ibu dengna latar
belakang karena persalinan tindakan operasi sebanyak 34%, dengna penyebab preeklamsi
berat sebanyak 54% dan perdarahan 20% (Tjiptosiworo et al., 2004)
Menurut Wiknjosastro ( 2005) sebanyak 65% persalinan tindakan yang terjadi di
Indonesia disebabkan oleh karakteristik ibu yang dikenal sebagai empat terlalu, yaitu :
Terlalu muda, Terlalu tua, terlalu banyak dan terlalu sering melahirkan. Disamping faktor
ibu hamil sendiri (Karakteristik) untuk memeriksakan kehamilannya, juga terdapat beberapa
factor yang perlu diperhatikan untuk meningkatkan hasil cakupan ibu hamil. Diantaranya
yaitu factor biaya, petugas pelayanan kesehatan, sarana dan fasilitas kesehatan yang tersedia
dan pengetahuan ibu hamil. Nurachman (2004) mengatakan bahwa kurangnya pengetahuan
ibu hamil tentang kehamilan merupakan penyebab utama terjadinya kematian ibu pada saat
melahirkan, karena kualitas kehamilan sangat menentukan keberhasilan proses persalinan
secara aman.

2
Seorang ibu hamil yang memiliki pengetahuan yang lebih tinggi tentang resiko tinggi
kehamilan maka kemungkinan besar ibu tersebut akan berpikir tentang sikap, berperilaku
untuk mencegah, menghindari atau mengatasi risiko kehamilan tersebut untuk menjaga agar
kehamilan dan persalinannya berjalan baik dan aman. Dan ibu memiliki kesadaran untuk
melakukan kunjungna antenatal untuk memriksakan kehamilannya, sehingga apabila terjadi
resiko pada masa kehamilan tersebut dapat ditangani secara dini dan tepat oleh tenaga
kesehatan (Depkes RI., 2004).
Berdasarkan paparan diatas maka penulis tertarik untuk melakukan penelitian dengan
judul Hubungan antara pengetahuan dan sikap ibu hamil tentang factor risiko kehamilan dan
jenis persalinannya di RSUD Tangerang

1.2 Rumusan Masalah


Adakah hubungan antara pengetahuan dan sikap ibu hamil tentang factor resiko kehamilan
dan jenis persalinannya di RSUD Tangerang?

1.3 Pertanyaan Penelitian


Apakah ada hubungan pengetahuan, sikap ibu hamil tentang resiko kehamilan dan jenis
persalinan di RSUD Tangerang

1.4 Tujuan Penelitian


Menganalisis hubungan antara pengetahuan dan sikap ibu hamil tentang factor resiko
kehamilan dan jenis persalinannya

1.5 Manfaat Penelitian


A. Manfaat Teoritis
Penelitian ini diharapkan dapat menambah pengetahuan mengenai hubungan
antara pengetahuan dan sikap ibu hamil tentang resiko tinggi kehamilan dan jenis
persalinan dan sebagai acuan penelitian selanjutnya.

3
B. Manfaat Praktis
Apabila hasil penelitian ini menunjukkan bukti hubungan antara pengetahuan dan
sikap factor resiko kehamilan dan jenis persalinan, maka bukti itu dapat digunakan
sebagai dasar pendidikan kesehatan yang bertujuan untuk meningkatkan kesadaran akan
pentingnya pengetahuan dan sikap ibu hamil mengenai resiko kehamilan, dan menjamin
ibu untuk melakukana persalinan yang aman di fasilitas kesehatan.
1.6 Ruang Lingkup
Penelitian ini berjudul Hubungan pengetahuan dan sikap ibu hamil dengan factor resiko
kehamilan dengan jenis persalinan di RSUD Tangerang Penelitian ini dilaksanakan pada
bulan November 2017. Dengan objek penelitian atau responden adalah ibu hamil.

4
BAB II
TINJAUAN TEORI

2.1 Pengetahuan
a. Pengertian
Pengetahuan (knowledge) adalah hasil tahu dari manusia, yang sekedar menjawab
pertanyaan what yang terjadi setelah orang melakukan penginderaan terhadap suatu
obyek tertentu. Penginderaan terjadi melali panca indera penglihatan, pendengaran,
penciuman, rasa dan raba yang sebagian besar dipengaruhi oleh mata dan telinga
(Notoatmodjo, 2007).
b. Tingkatan Pengetahuan
Menurut Notoatmodjo (2007), pengetahuan yang tercakup dalam domain kognitif
mempunyai 6 tingkatan yaitu:
1) Tahu (Know)
Tahu diartikan sebagai mengingat suatu materi yang telah dipelajari sebelumnya
termasuk didalamnya adalah mengingat kembali (recall) terhadap suatu yang bersifat
spesifik dari seluruh bahan yang telah dipelajari atau rangsangan yang telah diterima
oleh karena itu Tahu ini merupakan tingkat pengetahuan yang paling rendah. Kata
kerja untuk mengukur bahwa orang tahu tentang apa yang dipelajari antara lain
menyebutkan, menguraikan, mendefinisikan, menyatakan dan sebagainya.
2) Memahami (Comprehension)
Memahami diartikan sebagai suatu kemampuan menjelaskan secara benar tentang
obyek yang diketahui, dan dapat menginterpretasikan materi tersebut dengan benar.
Orang telah paham terhadap suatu obyek atau materi harus dapat menjelaskan,
menyebutkan contoh, menyimpulkan, meramalkan dan sebagainya terhadap obyek yang
telah dipelajari.
3) Aplikasi (Application)
Aplikasi diartikan sebagai kemampuan untuk menggunakan materi yang telah
dipelajari pada situasi atau kondisi real (sebenarnya). Aplikasi di sini dapat diartikan
sebagai aplikasi atau penggunaan hukum-hukum, rumusan metode, prinsip dan
sebagainya dalam konteks atau situasi yang lain.

5
4) Analisa (Analysis)
Analisis adalah suatu kemampuan untuk menjabarkan materi atau suatu objek ke
dalam komponen-komponen, tetapi masih di dalam suatu struktur organisasi tersebut
dan masih ada kaitannya satu dengan yang lain. Kemampuan analisis ini dapat dilihat
dari penggunaan kata kerja, seperti dapat menggambarkan (membuat bagan),
membedakan, memisahkan, mengelompokkan dan sebagainya.
5) Sintesis (Synthesis)
Sintesis menunjukkan kepada suatu kemampuan untuk melakukan atau
menghubungkan bagian-bagian di dalam suatu bentuk keseluruhan yang baru. Dengan
menyusun formulasi-formulasi yang ada. Misalnya, dapat menyusun, dapat
merencanakan, dapat meringkas, dapat menyesuaikan, dan sebagainya terhadap suatu
teori atau rumusan-rumusan yang telah ada.
6) Evaluasi (Evaluation)
Evaluasi ini biasanya dengan kemampuan untuk melakukan justifikasi atau penilaian
terhadap suatu materi atau obyek penelitian-penelitian itu berdasarkan suatu kriteria
yang telah ada.

c. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Pengetahuan


Menurut Lukman dalam Hendra (Notoatmodjo, 2008), ada beberapa faktor yang
mempengaruhi yaitu :
1) Umur
Umur adalah lamanya seseorang hidup yang dihitung berdasarkan ulang tahun
terakhir. Umur berkembang sejalan dengan perkembangan biologis alat-alat tubuh dan
kematangan intelektual. Umur dapat dikelompokkan menjadi tiga yaitu umur < 20
tahun, 20 - 35 tahun dan> 35 tahun (Depdikbud, 1997).
Singgih dalam Hendra, 2008 (Notoatmodjo, 2008), mengemukakan bahwa makin
tua umur seseorang maka proses-proses perkembangan mentalnya bertambah baik,
akan tetapi pada umur tertentu, bertambahnya proses perkembangan mental ini tidak
secepat seperti ketika berumur belasan tahun. Selain itu Abu Ahmadi dalam Hendra
(2008) mengemukakan bahwa memang daya ingat seseorang itu salah satunya
dipengaruhi oleh umur. Dari uraian ini maka dapat kita simpulkan bertambahnya umur

6
seseorang dapat berpengaruh pada pertambahan pengetahuan yang diperolehnya, akan
tetapi pada umur-umur tertentu atau menjelang usia lanjut kemampuan penerimaan
atau mengingat suatu pengetahuan akan berkurang.
2) Intelegensi
Intelegensi diartikan sebagai suatu kemampuan untuk belajar dan berfikir abstrak
guna menyesuaikan diri secara mental dalam situasi baru. Intelegensi merupakan salah
satu faktor yang mempengaruhi hasil dari proses belajar. Intelegensi bagi seseorang
merupakan salah satu modal untuk berfikir dan mengolah berbagai informasi secara
terarah sehingga ia mampu menguasai lingkungan. Dengan demikian dapat
disimpulkan bahwa perbedaan intelegensi dari seseorang akan berpengaruh pula
terhadap tingkat pengetahuan.
3) Lingkungan
Lingkungan merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi pengetahuan
seseorang. Lingkungan memberikan pengaruh pertama bagi seseorang, dimana
seseorang dapat mempelajari hal-hal yang baik dan juga hal-hal yang buruk tergantung
pada fisik kelompoknya. Dalam lingkungan seseorang memperoleh pengalaman yang
akan berpengaruh pada cara berfikir seseorang.
4) Sosial Budaya
Sosial budaya mempunyai pengaruh pada pengetahuan seseorang. Seseorang
memperoleh suatu kebudayaan dalam hubungannya dengan orang lain, karena
hubungan in seseorang mengalami suatu proses belajar dan memperoleh suatu
pengetahuan.
5) Pendidikan
Menurut Notoatmodjo (2005), pendidikan adalah suatu kegiatan atau proses
pembelajaran untuk mengembangkan atau meningkatkan kemampuan tertentu
sehingga sasaran pendidikan itu dapat berdiri sendiri. Menurut Wied Hary A.
menyebutkan bahwa tingkat pendidikan turut pula menentukan mudah tidaknya
seseorang menyerap dan memahami pengetahuan yang mereka peroleh, pada
umumnya semakin tinggi pendidikan seseorang semakin baik pula pengetahuannya.

7
6) Informasi
Informasi akan memberikan pengaruh pada pengetahuan seseorang. Meskipun
seseorang memiliki pendidikan yang rendah tetapi jika ia mendapatkan informasi yang
baik dari berbagai media misalnya TV, radio, atau surat kabar maka hal itu akan dapat
meningkatkan pengetahuan seseorang.
7) Pengalaman
Pengalaman merupakan guru yang terbaik. Pepatah tersebut dapat diartikan
pengalaman merupakan sumber pengetahuan, atau pengalaman itu suatu cara untuk
memperoleh kebenaran pengetahuan. Oleh sebab itu pengalaman pribadi pun dapat
digunakan sebagai upaya untuk memperoleh pengetahuan. Hal ini dilakukan dengan
cara mengulang kembali pengalaman yang diperoleh dalam memecahkan
permasalahan yang dihadapi pada masa lalu (Notoatmodjo, 2005).

d. Pengukuran Pengetahuan
Pengukuran pengetahuan dapat dilakukan dengan wawancara atau angket yang
menanyakan tentang isi materi yang akan diukur dari subyek penelitian atau responden.
Ke dalam pengetahuan yang ingin kita ketahui atau kita dapat ukur sesuai dengan
tingkatan-tingkatan di atas (Notoatmodjo, 2005).
Menurut Arikunto (2006), untuk mengetahui tingkat pengetahuan yang dimiliki oleh
seseorang dibagi menjadi 3 tingkatan, yaitu :
1) Pengetahuan baik : 76-100%
2) Pengetahuan Cukup : 56-75%
3) Pengetahuan Kurang : <56%

2. Karakteristik
Karakteristik Karakter adalah tabiat, watak, sifat-sifat kejiwaan, akhlak atau budi
pekerti yang membedakan seseorang dengan yang lain (Kamus Besar Bahasa Indonesia)
sedangkan dalam kamus Oxford, Character is all the mental or moral qualities that make a
person, group, nation, etc different from others. Berdasarkan kedua pengertian di atas,
karakter merupakan sekumpulan sifat-sifat batiniah seseorang yang dapat dicerminkan
melalui penampilan fisik, cara bertindak, serta cara berpikir orang tersebut yang membedakan

8
dengan orang lain. Karakteristik seseorang adalah sifat-sifat yang membedakan seseorang
dengan yang lain (Haryanto, 2009). Karakteristik ibu berupa umur, pekerjaan, pendidikan.
Dari karakteristik tersebut dapat diuraikan sebagai berikut:
a. Umur
Umur adalah lamanya seseorang hidup yang dihitung berdasarkan ulang tahun terakhir.
Umur berkembang sejalan dengan perkembangan biologis alat-alat tubuh dan kematangan
intelektual. Umur dapat dikelompokkan menjadi tiga yaitu umur < 20 tahun, 20 - 35 tahun
dan > 35 tahun (Depdikbud, 1997).
Macam-macam umur menurut KBBI diklasifikasikan sebagai berikut :
1) Usia kawin adalah usia yang dianggap cocok secara fisik dan mental.
2) Usia produktif adalah usia ketika seseorang masih mampu bekerja.
3) Usia reproduksi adalah masa antara pubertas dan menopause.
4) Usia lanjut adalah tahap masa tua (usia 60 tahun keatas).
Dengan beertambahnya umur seseorang akan terjadi perubahan pada aspek fisik
dan psikologis (mental). Ini terjadi akibat pematangan fungsi organ. Pada aspek
psikologi atau mental taraf berpikir seseorang semakin matang dan dewasa (Wahit dkk,
2007). Semakin bertambah umur (tua) maka penalaran dan pengetahuan semakin
bertambah (Notoatmodjo, 2003). Ibu yang umurnya kurang dari 20 tahun masih belum
matang dan belum siap dalam hal jasmani serta sosial dalam menghadapi kehamilan,
persalinan, serta dalam membina bayi yang dilahirkan sedangkan pada ibu yang
berumur 20-35 tahun disebut masa dewasa dan disebut juga masa reproduksi dimana
pada masa ini ibu telah mampu untuk memecahkan masalah-masalah yang dihadapi
dengan tenang dan secara emosional.
b. Status pekerjaan
1. Pekerjaan
Pekerjaan merupakan kedudukan seseorang dalam bekerja misalnya berusaha
sendiri tanpa bantuan anggota rumah tangga/ buruh tidak tetap, berusaha dengan buruh
tetap, buruh atau karyawan atau pekerja keluarga yang tidak dibayar (BPS, 2009).
2. Bekerja
Bekerja adalah kegiatan melakukan pekerjaan dengan maksud memperoleh atau
membantu memperoleh penghasilan atau keuntungan selama paling sedikit satu jam

9
dalam seminggu sebelum pencacahan. Bekerja selama satu jam tersebut harus dilakukan
berturut-turut dan tidak boleh terputus (termasuk pekerja tanpa upah yang membantu
dalam usaha atau kegiatan ekonomi) (BPS, 2009).
3. Tidak bekerja atau bukan angkatan kerja
Tidak atau bukan angkatan kerja adalah mereka yang berumur 10 tahun keatas
yang selama seminggu sebelum pencacahan hanya bersekolah, mengurus rumah tangga,
melakukan kegiatan lainnya dan tidak melakukan sesuatu kegiatan yang dapat
dimasukkan dalam kategori bekerja (BPS, 2009). Pekerjaan mempunyai hubungan yang
erat dengan status sosial ekonomi, sedangkan berbagai jenis masalah kesehatan yang
timbul dalam keluarga sering berkaitan dengan pekerjaan yang mempengaruhi
pendapatan keluarga (Noor, 2008).
c. Pendidikan
Pendidikan merupakan proses pemberdayaan peserta didik sebagai subjek sekaligus
obyek dalam membangun kehidupan yang lebih baik. Pendidikan berperan sebagai faktor
kunci dalam meningkatkan kualitas sumber daya manusia. Pendidikan di Indonesia dalam
mewujudkan wajib belajar 9 tahun yang dimulai sejak tahun 1994 (BPS, 2009). Jenjang
pendidikan formal terdiri atas pendidikan dasar, pendidikan menengah dan pendidikan
tinggi. Pendidikan dasar berbentuk sekolah dasar (SD) dan madrasah ibtidaiyah (MI) atau
bentuk lain yang sederajat serta sekolah menengah pertama (SMP) dan madrasah
tsanawiyah (MTs) atau bentuk lain yang sederajat. Pendidikan menengah berbentuk
sekolah menengah atas (SMA), madrasah aliyah (MA), sekolah menengah kejuruan (SMK)
dan madrasah aliyah kejuruan (MAK) atau bentuk lain yang sederajat. Pendidikan tinggi
merupakan jenjang pendidikan setelah pendidikan menengah yang mencakup program
pendidikan diploma, sarjana, magister, spesialis dan doktor yang diselenggarakan oleh
pendidikan tinggi (Bidang DIKBUD KBRI Tokyo, 2003). Pendidikan merupakan
bimbingan yang diberikan seseorang pada orang lain terhadap sesuatu hal agar mereka
dapat memahami. Tidak dapat dipungkiri bahwa makin tinggi pendidikan seseorang
semakin mudah pula mereka menerima informasi dan pada akhirnya semakin banyak pula
pengetahuan yang dimilikinya. Sebaliknya jika seseorang tingkat pendidikannya rendah,
akan menghambat perkembangan sikap seseorang terhadap penerimaan informasi, dan
lain-lain yang baru diperkenalkan (Wahit dkk, 2007).

10
2.2 Sikap
a. Pengertian Sikap
Sikap menurut Notoadmodjo (2003) adalah merupakan reaksi atau respon seeorang
yang masih terturup terhadap suatu stimulus atau objek. Sikap menurut sunaryo (2004)
adalah kecenderungan betindak dari individu, berupa respon tertutup terhadap stimulus
ataupun objek tertentu. Jadi, sikap merupakan reaksi atau respon yang masih terturup dari
seseorang terhadap stimulus atau objek.
Sikap belum merupakan suatu tindakan atau aktovitas, akan tetapi merupakan
predisposisi tindakan daru suatu perilaku. Sikap merupakan keseiapan untuk bereaksi
terhadap objek dilingkungan tertentu sebagai suatu penghayalan terhadap objek. Dalam
hal ini, sikap dapat dibagi dalam berbagai tingkatan, antara lain :
1. Menerima (Receiving), diartikan bahwa orang (subjek) mau dan memperhatikan
stimulus yang diberikan (objek)
2. Merespon (Responding), yaitu dapat berupa memberikan jawaban apabila ditanya,
mengerjakan atau menyelesaikan tugas yang diberikan
3. Menghargai (Valuating), yaitu dapat berupa mengajak orang lain untuk mengerjakan
atau mendiskusikan masalah
4. Bertanggung Jawab (Responsible) atas segala sesuatu yang telah dipilihnya
(Notoadmodjo,2007)
b. Komponen sikap
Menurut Azwar S (2000) Struktur sikap terdiri atas 3 komponen yang saling menunjang
yaitu :
1. Komponen kognitif merupakan representasi apa yang dipercayai oleh individu
pemilik sikap, komponen kognitif berisi kepercayaan stereotype yangdimiliki
individu mengenai sesuatu dapat disamakan penanganan (opini)terutama apabila
menyangkut masalah isu atau problem yang kontroversional.
2. Komponen afektif merupakan perasaan yang menyangkut aspek emosional. Aspek
emosional inilah yang biasanya berakar paling dalam sebagai komponen sikap dan
merupakan aspek yang paling bertahan terhadap pengaruh-pengaruh yang mungkin

11
adalah sikap seseorang komponen afektif disamakan dengan perasaan yang dimilikki
seseorang terhadap sesuatu.
3. Komponen konatif merupakan aspek kecenderungan berperilaku tertentu sesuai
dengan sikap yang dimiliki seseorang. Dan berisi tendensi atau kecenderungan untuk
bertindak atau bereaksi terhadap sesuatu dengna cara-cara tertentu. Dan berkaitan
dengan objek yang dihadapinya adalah logis untuk mengharapkan bahwa sikap
seseorang adalah dicerminkan dalam bentuk tendensi perilaku.
Sedangkan Baron dan Byne juga Myers dan Gerungan menyatakan bahwa ada 3
komponen yang membentuk sikap yaitu :
1. Komponen kognitif (komponen perseptual), yaitu komponen yangberkaitan
dengan pengetahuan, dengan bagaimana orang mempersepsi terhadap sikap.
2. Komponen afektif (komponen emosional), yaitu kompinen yang berhubungan
dengan rasa senang atau tidak senang terhadap suatu objek sikap. Rasa senang
merupakan hal yang positif, sedangkan rasa tidak senang merupakan hal yang
negative. Komponen ini merupakan arah sikap, yaitu positif dan negatif.
3. Komponen konatif (komponen perilaku, atau action component), yaitu komponen
yang berhubungan dengna kecenderungan bertindak terhadpa objek sikap.
Komponen ini menunjukkan intensitas siakp, yaitu menunjukkan besar kecilnya
kecenderungan bertindak atau berperilaku seseorang terhadap objek sikap.
c. Tingkatan Sikap
Sikap terdiri dari berbagai tingkatan yakni (Soekidjo Notoadmodjo,1996) :
1. Menerima (receiving)
Menerima diartikan bahwa orang (subjek) mau dan memperhatikan stimulus yang
diberikan (obyek).
2. Merespon (responding)
Memberikan jawaban apabila ditanya, mengerjakan dan menyelesaikan tugas yang
diberikan adalah suatu indikasi sikap karena dengan suatu usaha untuk menjawab
pertanyaan atau mengerjakan tugas yang diberikan. Lepas pekerjaan itu benar atua
salah adalah berarti orang itu menerima ide tersebut.

12
3. Menghargai (valuing)
Mengajak orang lain untuk mengerjakan atua mendiskusikan dengan orang lain
terhadap suatu masalah adalah suatu indikasi sikap tingkatan tiga, mislanya seorang
mengajak ibu yang lain (tetangga, saudaranya, dsb) untuk menimbang anaknya ke
posyandu atua mendiskusikan tentang gizi adalah suatu bukti bahwa si ibu telah
mempunyai sikap positif terhadpa gizi anak.
4. Bertanggung Jawab (responsible)
Bertanggung jawab atas segala sesuatu yang telah dipilihanya dengan segala resiko
adalah mempunyai sikap yang paling tinggi. Misalnya seorang ibu mau menjadi
akseptor KB, meskipun mendapatkan tantangan dari mertua atua ornag tuanya
sendiri.
d. Sifat Sikap
Sikap dapat pula bersifat positif dan dapat pula bersifat negative (Heri
Purwanto,1998):
1. Sikap positif kecenderungan tindakan adalah mendekati, menyenangi, megharapkan
obyek tertentu
2. Sikap negative terdapat kecenderungan untuk menjauhi, menghindari, membenci,
tidak menyukai obyek tertentu.
e. Ciri-Ciri Sikap
Ciri ciri sikap adalah (Heri Purwanto,1998) :
1. Sikap bukan dibawa sejak lahir melainkan dibentuk atau dipelajari sepanjang
perkembangan itu dalam hubungan dengna obyeknya. Sifat ini membedakannya
dengan sifat motif-motif biogenis seperti lapar, haus, kebutuhan akan istirahat.
2. Sikap dapat berubah ubah karena itu sikap dapat dipelajari dan sikap dapat berubah
pada orang-orang bila terdapat yang mempermudah sikap pada orang itu.
3. Sikap tidak berdiri sendiri, tetapi senantiasa mempunyai hubungan tertentu terhadap
suatu objek dengan kata lain, sikap itu terbentul, dipelajari atau berubah senantiasa
berkenaan dengna suatu objek tertentu yang dapat dirumuskan dengan jelas.

13
4. Objek sikap itu merupakan suatu hal tertentu tetapi dapat juga merupakan kumpulan
dari hal-hal tersebut.
5. Sikap mempunyai segi-segi motivasi dan segi-segi perasaan, sifat alamiah yang
membedakan sikap dan kecakapan-kecakapan atau pengetahuan pengetahuan yang
dimiliki orang.
f. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Sikap
Faktor-faktor yang mempengaruhi sikap kelurag terhadap obyek sikap antara lain :
1. Pengalaman pribadi
Untuk dapat menjadi dasar pembentukan sikap, pengalamn pribadi haruslah
meninggalkan kesan yang kuat. Karena itu, sikap akan lebih mudah terbentuk apabila
pengalaman pribadi tersebut terjadi dalam situasi yang melibatkan factor emosional.
2. Pengaruh orang lain yang dianggap penting
Pada umumnya, individu cenderung untuk memiliki sikap yang konformis atau searah
dengna sikap orang yang dianggap penting. Kecenderungan ini anatara lain
dimotovasi oleh keinginan untuk berafiliasi dan keinginan untuk menghindari konflik
dengna orang yang dianggap penting tersebut.
3. Pengeraruh Kebudayaan
Tanpa disadari kebudayaan telah menanamkan garis pengarah sikap kita terhadap
berbagai masalah. Kebudayaan telah mewarnai sikap anggota masyarakatnya, karena
kebudayaanlah yang memberi corak pengalaman individu-individu masyarakat
asuhannya.
4. Media Massa
Dalam pemberitaan surat kabar maupun radio atau media komunikasi lainnya, berita
yang seharusnya factual disampaikan secara obyektif cederung dipengaruhi oelh
sikap penulisnya, akibatnya berpengaruh terhadap siakp konsumenya.
5. Lembaga Pendidikan dan Lembaga Agama
Konsep moral dan ajaran dari lembaga pendidikan dan lembaga agama sangat
menentukan system kepercayaan tidaklah mengherankan jika kalau pada gilirannya
konsep tersebut mempengaruhi sikap.

14
6. Faktor Emosional
Kadang kala, suatu bentuk sikap merupakan pernyataan yang didasari emosi yang
berfungsi sebagai semacam penyaluran frustasu atau pengalihan bentuk mekanisme
pertahanan ego (Azwar,2005)

g. Pengukuran Sikap
Salah satu problem metodologi dasar dalam psikologi adalah bagaimana mengukur
sikap seseorang. Beberapa teknik pengukuran siakp antara lain : Skala Thrustone, Likert,
Unobstrusive Maesures, Analisis Sklogram dan Skala Kumulatif dan Multidimensional
Scalling.
1. Metode inimencoba menempatkan sikap seseorang pada rentangann kontinum dari
yang sangat unfavorable hungga sangat fafovabel terhadpa suatu obyek sikap. Caranya
dengan memberikan orang tersebut sejumlah aitem sikap yang telah ditentukan derajat
favorabelitasnya. Tahap yang paling kritis dalam menyusun alat ini seleksi awal
terhadap pernyataan sikap dan penghitungan ukuran yang mencerminkan derajat
favorabilitas dari masing-masing pernyataan. Derajat (ukuran) favorabilitas ini disebut
nilai skala.
Untuk menghitung nilai skala dan memilih pernyataan sikap, pembuat skala perlu
membuat sampel pernyataan sikap sekitar lebih dari 100 buah atau lebih. Pernyatan
pernyataan itu kemudian diberikan kepada bebrapa orang penilai (Judges). Penilai ini
bertugas untuk menentukan derajat favorabilitas masing-masing pernytaan.
Favorabilitas penilai itu diekspresikan melalui titik skala rating yang memiliki rentang
1-11. Sangat tidak setuju 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 sangat setuju tugas penilai ini buka
untuk menyampaikan setuju tidaknya mereka terhadap pernyataan itu. Media atau
rerata perbedaan penialaian antar penilai terhdap aitem ini kemudian dijadikan sebagai
nilai skala masing-masing aitem. Pembuat skala kemudian meyusun aitem mulai dari
aitem yang memiliki nilai skala terendah hingga tertinggi. Dari aitem-aitem tersebut,
pembuat skala kemudian memilih aitem untuk kuesioner skala sikap yang
sesungguhnya. Dalam penelitian, skala yang telah dibuat ini kemudian diberikan pada

15
responden. Responden diminta untuk menunjukkan seberapa besar kesetujuan atau
ketidaksetujuannya pada masing-masing aitem tersebut.
Teknik ini disusun oleh Thrustone didasarkan pada asumsi-asumsi: Ukuran sikap
sesorang itu dapat digambarkan dengan interval skala sama. Perbedaan yang sama pada
suatu skala mencerminkan perbedaan yang sama pula dalam sikapnya. Asumsi kedua
adalah nilai skala yang berasal dari rating para penilai tidak dipengaruhi oleh sikap
penilai terhadap issue. Penilai melakukan rating terhadap aitem dalam tataran yang
sama terhapa issue tersebut.
2. Skala Likert
Likert (1932) mengajuka metodenya sebafai alternative yang lebih sederhana
dibandingkan dengan skala Thrustone. Skala Thustone yang terdiri dari 11 point
disederhanakan menjadi dua kelompok, yaitu yang favorable dan yang unfavorable.
Untuk mengatasi hilangnya netral tersebut, Likert menggunakan teknik konstruksi test
yang lain. Masing-masing respondenn diminta melakukan egreement atau
disagreement-nya untuk masing-masing aitem. Dalam skala yang terdiri dari 5 point (
sangat sutuju, Setuju, Ragu-ragu, Tidak Setuju, Sangat Tidak Setuju). Semua aitem
yang favorable kemudian diubah nilainya dalam angka, yaitu untuk sangat setuju
nilainya 5, sedangkan untuk sangat tidak setuju nilainya 1. Sebalikya, untuk aitem yang
favorable nilai yang Sangat tidak setuju nilainya 5. Seperti halnya skala Thrustone,
skala Likert disusun dan diberi skor sesuai dengan skala interval sama (equal-interview
scala).
3. Unobstrusive Measures
Metode ini berakar dari suatu situasi dimana seseorang dapat mencatat aspek-
aspek perilakunya sendiri atua yang berhubungan siakpnya dalam pertanyaan.
4. Multidimensional Scaling
Teknik ini memberikan deskripsi seseorang lebih kaya bila dibandingkan dengan
pengukuran yang bersifat unidimensional. Namun demikian, pengukuran ini
kadangkala menyebabkan asumsi-asumsi mengenai stabilitas struktuk dimensional
kurang valid terutama apabila diterapkan pada orang lain, lainisu, dan lain skala aitem.

16
5. Pengukuran involuntary Behavior (Pengukuran terselubung)
a. Pengukuran ini dapat dilakukan jika memang diinginkan atau dapat dilakukan
oleh responden.
b. Dalam banyak situasi, akurasi pengukuran sikap dipengaruhi oleh kerelaan
responden.
c. Pendekatan ini merupakan pendekatan observasi terhadap reaksi-reaksi fisiologis
yang terjadi tanpa disadari dilakukan oelh individu yang bersangkutan.
d. Observer dapat menginterpretasikan sikap individu mulai dari fasial reaction,
voice tones, body gesture, keringat, dilatasi pupil mata, detak jantung, dan
beberapa aspek fisiologis lainnya.

h. Hubungan pengetahun dan Sikap


Dari pengalaman dan penelitian terbukti bahwa perilaku yang didasari oleh
pengetahuan akan lebih langgeng daripada perilaku yang tidak didasari oleh
pengetahuan. Penelitian Rogers (1974) mengungkapkan bahwa sebelum orang
mengadopsi perilaku baru (berperilaku baru), didalam diri orang tersebut terjadi proses
yang berurutan, yakni:
a. Awareness (kesadaran), yakni orang tersebut menyadari dalam arti mengetahui
stimulus (obyek) terlebih dahulu.
b. Interest, yakni orang mulai tertarik kepada stimulus.
c. Evaluation (menimbang-nimbang baik dan tidaknya stimulus tersebut bagi
dirinya). Hal ini berarti sikap responden sudah lebih baik lagi.
d. Trial, orang telah memulai mencoba perilaku baru.
e. Adaption, subjek telah berperilaku baru sesuai dengan pengetahuan, kesadaran
dan sikapnya terhadap stimulus.

Namun demikian dari penelitian selanjutnya Rogers menyimpulkan bahwa


perubahan perilaku tidak selalu melewati tahap-tahap di atas. Apabila penerimaan
perilaku baru atau adopsi perilaku melalui proses seperti ini didasari oleh pengetahuan,
kesadaran dan sikap yang positif, maka perilaku tersebut akan bersifat langgeng (long
lasting). Sebaiknya apabila perilaku itu tidak didasari oleh pengetahuan dan kesadaran

17
maka tidak akan berlangsung lama (Notoatmodjo, 2012).

2.3 Faktor-faktor Risiko dalam Kehamilan


2.3.1 Pengertian
Risiko adalah suatu kemungkinan untuk terjadinya keadaan gawat darurat yang
tidak diinginkan pada masa datang, yaitu kemungkinan terjadinya komplikasi
obstetrik pada saat persalinan yang dapat menyebabkan kematian dan kesakitan pada
ibu dan bayinya (Rochjati, 2003). Ibu hamil dengan risiko tinggi adalah ibu yang
mempunyai risiko atau bahaya yang lebih besar pada kehamilan/persalinan
dibandingkan dengan kehamilan/persalinan normal. Ada sekitar 5-10% kehamilan
yang termasuk dalam risiko tinggi (Surinah, 2008).

2.3.2 Faktor-faktor Risiko 4T dalam Kehamilan


1) Terlalu muda (Primimuda)
a) Pengertian terlalu muda
Terlalu muda (primi muda) adalah ibu hamil pertama pada usia kurang dari 20
tahun, dimana kondisi panggul belum berkembang secara optimal dan kondisi
mental yang belum siap menghadapi kehamilan serta menjalankan peran
sebagai ibu (BKKBN, 2007).
b) Resiko yang dapat terjadi
Menurut Rochjati (2003), risiko yang dapat terjadi pada kehamilan terlalu
muda (primi muda) adalah :
(1) Bayi lahir belum cukup bulan
(2) Perdarahan dapat terjadi sebelum bayi lahir
(3) Perdarahan dapat terjadi setelah bayi lahir
c) Alasan yang perlu diketahui adalah
(1) Secara fisik
Kondisi rahim dan panggul belum berkembang secara optimal,
mengakibatkan kesakitan dan kematian bagi ibu dan bayinya.
Pertumbuhan dan perkembangan fisik ibu terhenti/terhambat.

18
(2) Secara Mental
Tidak siap menghadapi perubahan yang akan terjadi pada saat
kehamilan
2) Terlalu tua
a) Pengetian terlalu tua
Terlalu tua (primi tua) adalah ibu hamil pertama pada usia 35 tahun. Pada
usia ini organ kandungan menua ,jalan lahir tambah kaku, ada kemungkinan
besar ibu hamil mendapat anak cacat, terjadi persalinan macet dan perdarahan
(Rochjati,2003)
b) Resiko yang terjadi
Menurut Rochjati (2003), risiko yang dapat terjadi pada kehamilan terlalu tua
(primi tua 35 tahun) adalah :
(1) Hipertensi/tekanan darah tinggi
(2) Pre-eklampsi
(3) Ketuban pecah dini: yaitu ketuban pecah sebelum persalinan dimulai
(4) Perdarahan setelah bayi lahir
(5) Bayi lahir dengan berat badan lahir rendah/BBLR < 2500 gr
c) Alasan yang perlu diketahui adalah :
(1) Meningkatnya komplikasi medis dan persalinan
(2) Terlalu dekat jarak kehamilan pada usia ini kondisi kesehatan ibu mulai
menurun
(3) Fungsi rahim menurun
(4) Kualitas sel telur berkurang
3) Terlalu dekat jarak kehamilan
a) Pengertian terlalu dekat jarak kehamilan
Terlalu dekat jarak kehamilan adalah jarak antara kehamilan satu dengan
berikutnya kurang dari 2 tahun (24 bulan). Kondisi rahim ibu belum pulih,
waktu ibu untuk menyusui dan merawat bayi kurang (BKKBN, 2007).
b) Risiko yang dapat terjadi
Menurut BKKBN (2007) risiko yang mungkin terjadi pada
kehamilan jarak dekat adalah :

19
(1) Keguguran
(2) Anemia
(3) Bayi lahir belum waktunya
(4) Berat Badan Lahir Rendah (BBLR)
(5) Cacat bawaan
(6) Tidak optimalnya tumbuh kembang Balita
c) Alasan yang perlu diketahui adalah
(1) Kondisi rahim ibu belum pulih
(2) Dapat mengakibatkan terjadinya penyulit dalam kehamilan
(3) Waktu ibu untuk menyusui dan merawat bayi kurang

(4) Terlalu banyak anak (grande multi) (Rochjati, 2003)


a) Pengertian terlalu banyak anak (grande multi)
Terlalu banyak anak (grande multi) adalah ibu pernah hamil atau
melahirkan lebih dari 4 kali atau lebih. Kemungkinan akan ditemui
kesehatan yang terganggu, kekendoran pada dinding perut, tampak pada
ibu dengan perut yang menggantung.
b) Risiko yang akan terjadi
Menurut Rochjati (2003), risiko yang dapat terjadi pada kehamilan terlalu
banyak anak (4 kali melahirkan) adalah :
(1) Kelainan letak, persalinan letak lintang
(2) Robekan rahim pada kelainan letak lintang
(3) Persalinan lama
(4) Perdarahan pasca persalinan
c) Alasan yang perlu diketahui adalah :
(1) Dapat mengakibatkan terjadinya gangguan dalam kehamilan
(2) Dapat menghambat proses persalinan, seperti kelainan letak
(3) Tumbuh kembang anak kurang optimal
(4) Menambah beban ekonomi keluarga

20
2.4 Jenis Persalinan
2.4.1 Definisi Persalinan
Persalinan merupakan rangkaian proses yang berakhir degan pengeluaran
hasil konsepsi oleh ibu. Proses ini dimulai dengan kontraksi persalinan sejati,
yang ditandai oleh perubahan progresif pada serviks dan diakhiri oleh pelahiran
plasenta (Varney, 2007). Sedangkan menurut Manuaba (2002), persalinan adalah
proses pengeluaran hasil konsepsi (janin dan uri) yang telah cukup bulan atau
dapat hidup di luar kandungan melalui jalan lahir atau melalui jalan lain, dengan
bantuan atau tanpa bantuan (kekuatan sendiri).

2.4.2 Etiologi Persalinan


Sebab terjadinya partus sampai kini masih merupakan teori-teori yang
kompleks. Faktor-faktor humoral, pengaruh prostalglandin, struktur uterus,
sirkulasi uterus, pengaruh saraf, dan nutrisi disebut sebagai faktor-faktor yang
mengakibatkan partus mulai. Perubahan-perubahan dalam biokimia dan biofisika
telah banyak mengungkapkan penyebab mulai dan berlangsungnya partus, antara
lain penurunan kadar hormon estrogen dan progesteron (Wiknjosastro, 2005).
2.4.3 Diagnosis Persalinan
Sebelum terjadi persalinan, wanita hamil memasuki kala pendahuluan
(preparatory stage of labor) yang memberikan tanda-tanda sebagai berikut: a)
Lightening atau settling atau dropping, yaitu kepala turun memasuki pintu atas
panggul terutama pada primigravida, pada multipara tidak terlalu terlihat; b) Perut
kelihatan lebih lebar, fundus uteri turun; c) Perasaan sering-sering atau susah
kencing (polakisuria) karena kandung kemih tertekan oleh bagian terbawah janin;
d) Perasaan sakit di perut dan di pinggang oleh adanya kontraksi-kontraksi lemah
dari uterus, kadang-kadang disebut false labor pains; e) Serviks menjadi
lembek, mulai mendatar, sekresinya bertambah, dan bisa bercampur darah
(bloody show) (Mochtar, 1998)

21
Persalinan dan kelahiran merupakan proses fisiologis normal yang dialami oleh
sebagian besar wanita tanpa komplikasi, dan komplikasi pada ibu atau janin dapat
muncul dengan cepat dan tanpa diduga-duga. Salah satu diagnosis paling penting
dalam obstetrik adalah diagnosis persalinan secara akurat (Cunningham, 2007).
Kesalahan dalam mendiagnosis persalinan dapat menyebabkan
timbulnya kegelisahan dan penanganan yang tidak perlu. Diagnosis dan konfirmasi
saat persalinan dapat ditegakkan menurut kriteria sebagai berikut: a) Curiga atau
antisipasi adanya persalinan jika wanita tersebut menunjukkan tanda atau gejala
sebagai berikut: nyeri abdomen yang bersifat intermitten setelah usia kehamilan 22
minggu, nyeri disertai lendir darah, dan adanya pengeluaran air dari vagina atau
keluarnya air secara tiba-tiba; b) Pastikan keadaan inpartu jika serviks terasa
melunak, yaitu adanya pemendekan dan pendataran serviks secara progresif selama
persalinan dan dilatasi serviks, yaitu peningkatan diameter pembukaan serviks yang
diukur dalam sentimeter (Saifuddin dkk, 2002).
2.4.4 Jenis jenis Persalinan
Ada beberapa jenis persalinan menurut Mochtar (1998). Menurut cara
persalinan dibagi menjadi dua, yaitu: 1) Partus biasa (normal) adalah proses
lahirnya bayi pada Letak Belakang Kepala (LBK) dengan tenaga ibu sendiri, tanpa
bantuan alat-alat serta tidak melukai ibu dan bayi yang umumnya berlangsung
kurang dari 24 jam. Disebut juga sebagai persalinan eutosia. Persalinan eutosia
menunjukkan bahwa power (P), passage (P), dan passenger (P) telah bekerja sama
dengan baik; 2) Partus luar biasa (abnormal) adalah persalinan pervaginam dengan
bantuan alat- alat atau melalui dinding perut dengan operasi sesarea
Adapun menurut usia kehamilan, Mochtar (1998), membaginya menjadi:
1) Abortus (keguguran) adalah terhentinya kehamilan sebelum janin dapat hidup
(viable), berat janin di bawah 1.000 gram, dan tua kehamilan kurang dari 28
minggu; 2) Partus prematurus adalah persalinan dari hasil konsepsi pada usia
kehamilan 28-36 minggu, janin dapat hidup tetapi prematur, dan berat janin antara
1.000 sampai 2.500 gram; 3) Partus maturus atau aterm (cukup bulan) adalah partus
pada kehamilan 36-40 minggu, janin matur, dan berat badan lebih dari 2.500 gram;
4) Partus postmaturus (serotinus) adalah persalinan yang terjadi 2 minggu atau

22
lebih dari waktu partus yang ditaksir, janin disebut postmatur; 5) Partus
presipitatus adalah partus yang berlangsung cepat, mungkin di kamar mandi, di atas
becak, dan sebagainya; f) Partus percobaan adalah suatu penilaian kemajuan
persalinan untuk memperoleh bukti tentang ada atau tidaknya disproporsi
sefalopelvik
1). Persalinan spontan
Persalinan dan kelahiran merupakan proses fisiologis normal yang dialami
wanita (Cunningham, 2007). Persalinan spontan (eustosia) adalah suatu proses
pengeluaran hasil konsepsi (janin dan plasenta) yang sudah cukup bulan,
melalui jalan lahir (pervaginam), dengan kekuatan ibu sendiri atau tanpa
bantuan (Manuaba, 1998).
Dalam persalinan pervaginam terdapat tiga faktor yang
memegang peranan penting, yaitu 1) kekuatan-kekuatan yang ada pada
ibu seperti kekuatan his dan kekuatan mengedan (power); 2) keadaan
jalan lahir (passage); dan 3) janinnya sendiri (passenger) (Mochtar, 1998;
Wiknjosastro, 2005).
His adalah kekuatan pada ibu yang menyebabkan serviks
membuka dan mendorong janin ke bawah. Pada presentasi kepala, jika
his sudah cukup kuat, kepala akan turun dan mulai masuk ke dalam
rongga panggul. Masuknya kepala melewati pintu atas panggul dapat
dalam keadaan sinklitismus, ialah bila arah sumbu kepala janin tegak
lurus dengan bidang pintu atas panggul. Dapat pula kepala masuk dalam
keadaan asinklitismus, yaitu arah sumbu kepala janin miring dengan
bidang pintu atas panggul (Wiknjosastro, 2005). Keadaan bagian terbesar
kepala (diameter biparietal) melewati pintu atas panggul atau ubun-ubun
kecil sudah terletak di bawah spina iskhiadika (bidang Hodge III) disebut
cakap (engaged) (Wolcott dan Bailey, 2007).
Sampai di dasar atas panggul kepala janin berada dalam keadaan
fleksi maksimum (Wiknjosastro, 2005). Fleksi menyebabkan
berkurangnya diameter anteroposterior kepala. Hal ini terjadi saat kepala
mengenai pita muskulus levator ani, sehingga terjadi pengurangan

23
diameter sekitar 1,5 cm sampai 2,5 cm. Selanjutnya juga terjadi fleksi
kembali sehingga tercapai diameter suboksipitobregmatikus 9,5 cm
(Wolcott dan Bailey, 2007). Akibat kombinasi elastisitas diafragma
pelvis dan tekanan intrauterine disebabkan oleh his yang berulang-ulang,
kepala mengadakan rotasi, disebut pula putaran paksi dalam. Rotasi ini
menyebabkan janin memutar kepala dari posisi melintang (UUK
melintang) menjadi anteroposterior (umumnya UUK depan). Ekstensi
kepala memungkinkan kepala keluar melalui introitus vagina dengan
posisi ubun-ubun kecil di depan (Wolcott dan Bailey, 2007). Sesudah
kepala janin sampai di dasar panggul dan ubun-ubun kecil berada di
bawah simfisis, maka dengan suboksiput sebagai titik tumpuan
(hipomoklion), kepala mengadakan gerakan defleksi untuk dapat
dilahirkan (Wiknjosastro, 2005).
Pada tiap his vulva lebih membuka dan kepala janin makin
tampak.Perineum menjadi makin lebar dan tipis, anus membuka dinding
rektum. Dengan kekuatan his bersama dengan kekuatan mengedan,
berturut-turut tampak bregma, dahi, muka, dan akhirnya bahu. Sesudah
kepala lahir, kepala segera mengadakan rotasi yang disebut putaran paksi
luar (Wiknjosastro, 2005). Putaran paksi luar menyebabkan kepala
kembali ke posisi awal, yaitu melintang. Sementara itu diameter
bisakromial (bahu janin) mengadakan penyesuaian dalam posisi
anteroposterior dengan diameter terbesar pintu bawah panggul.
Selanjutnya terjadi pengeluaran bahu depan melalui bawah simfisis dan
bahu belakang melalui dinding posterior vagina (fourchette) (Wolcott
dan Bailey, 2007).

24
2). Persalinan dengan tindakan
Persalinan tindakan adalah persalinan yang tidak dapat berjalan normal
secara spontan atau tidak berjalan sendiri, oleh karena terdapat indikasi adanya
penyulit. Sehingga persalinan dilakukan dengan memberikan tindakan
menggunakan alat bantu. Persalinan tindakan dilakukan jika kelahiran spontan
diduga berisiko lebih besar pada ibu atau anak daripada tindakannya
(Chamberlain dan Steer, 1999).
Persalinan tindakan terdiri dari:
1) Persalinan tindakan pervaginam
Apabila persyaratan pervaginam memenuhi. Persalinan tindakan
pervaginam meliputi: ekstraksi vakum dan forsep untuk bayi yang masih
hidup dan embriotomi untuk bayi yang sudah meninggal.
2). Persalinan tindakan perabdominal
Apabila persyaratan persalinan pervaginam tidak memenuhi. Persalinan
tindakan ini berupa seksio sesarea. Hal-hal yang menyebabkan persalinan
dilakukan dengan tindakan adalah adanya faktor penyulit pada saat persalinan
yang berasal dari faktor kekuatan his ibu (power), faktor bayi (passanger) atau
faktor jalan lahir (passage).
Hambatan dalam persalinan normal sering muncul oleh karena adanya
fakto faktor risiko yang kurang terdeteksi dengan baik pada masa kehamilan,
sehingga sering terjadi persalinan macet atau persalinan lama. Kata persalinan
lama atau distosia (penyulit) merupakan persalinan yang gagal berjalan secara
normal dan menyebabkan kesulitan pada ibu dan bayi, jika persalinan tidak
lengkap atau selesai dalam 18 jam pada primigravida (wanita yang pertama
kali hamil sebelumnya) (Depkes RI, 1996). Penyebab persalinan lama adalah
a) Intensitas dan frekuensi dari kontraksi rahim yang tidak adekuat
Hal ini sering disebut dengan inersia uteri, yaitu keadaan yang
menunjukkan kontraksi rahim melemah atau kekuatan kontraksi rahim
tidak sesuai dengan besarnya pembukaan mulut rahim. Inersia uteri ada
dua, yaitu:

25
(1) Inersia uteri primer, kontraksi rahim tidak pernah sesuai dengan
besarnya pembukaan rahim.
(2) Inersia uteri sekunder, kontraksi rahim pernah mencapi kekuatan yang
sesuai dengan besarnya pembukaan mulut rahim, tetapi kemudian
melemah
Dalam menangani masalah persalinan macet atau lama, maka
untuk menolong keselamatan ibu dan bayi dalam proses persalinan,
sering kali dilakukan tindakan persalinan operatif dengan menggunakan
bantuan alat-alat tertentu. Adapun tindakan tersebut adalah:
a) Persalinan dengan Ekstraksi Vakumn
Persalinan melalui vagina atau jalan lahir dengan menggunakan
bantuan alat ekstraksi vakum, yaitu suatu cup yang terbuat dari
baja atau sebuah plastik yang fleksibel lentur (Ling dan Duff,
2001). Indikasi persalinan yang dapat ditolong dengan ekstraksi
vakum adalah:
(1) Kelelahan ibu (berdebar, terengah-engah, suhu badan tinggi,
terlalu lelah untuk mendorong
(2) Partus macet pada kala II
(3) Gawat janin yang ringan (denyut jantung yang tidak teratur,
meconium dalam cairan amnion.
(4) Toksemia gravidarum
(5) Ruptura uteri mengancam.
Persalinan dengan indikasi tersebut dapat dilakukan dengan
ekstraksi vakum dengan catatan persyaratan persalinan
pervaginam memenuhi

Gambar 2.1 Persalinan Tindakan Ekstraksi Vakum

26
b) Persalinan dengan Forsep
Merupakan persalinan tindakan melalui jalan lahir dengan
menggunaan alat berbentuk bilah baja dobel yang ditempatkan dalam
vagina dan pada sisi lain terkunci sebagai penjepit kepala bayi. Terdapat
prasyarat tertentu yang wajib dipenuhi sebelum menggunakan forsep
karena persalinan dengan forsep hanya dapat dilakukan terutama jika
pembukaan jalan lahir lengkap dan kepala bayi dengan ukuran yang
terbesar telah melewati pintu atas panggul dan hampir sepenuhnya
berputar, kulit kepala kelihatan secara mudah, dan kandung kencing ibu
harus kosong (Depkes RI, 1996 ; Hadi, 2001)
Adapun indikasi persalinan dengan tindakan bantuan
ekstraksi forcep atara lain:

(1) Gawat janin, yang ditandai dengan denyut jantung janin menjadi cepat
atau lambat dan tidak teratur, serta adanya meconium (pada janin letak
kepala).
(2) Ruptur uteri mengancam

(3) Adanya edema pada vagina atau vulva

(4) Adanya tanda-tanda infeksi, seperti suhu badan meningkat, lokia berbau

(5) Eklamsia mengancam

(6) Partus tidak maju maju


(7) )Ibu-ibu yang sudah kehabisan tenaga (exhausted mother).

Gambar 2.2 Persalinan tindakan forsep

27
c) Persalinan Operasi Seksio Sesarea
Persalinan seksio sesarea adalah suatu cara melahirkan janin dengan
membuat sayatan pada dinding uterus melalui dinding depan perut atau
vagina. Persalinan ini dilakukan apabila persalinan pervaginam tidak
dimungkinkan. Indikasi utama persalinan seksio sesarea terprogram adalah
disproporsi kepala panggul (panggul sempit), karena tidak mungkin lagi
untuk persalinan pervaginam. Sedangkan indikasi seksio sesarea tidak
terprogram adalah tidak adanya kemajuan persalinan atau partus
percobaan gagal (Gifford, 2000).

Gambar 2.3 Persalinan Tindakan Seksio Sesarea

2.5 Hubungan antara Pengetahuan Faktor Risiko Kehamilan dan Jenis Persalinan
Menurut WHO, pengetahuan seseorang berasal dari pengalaman yang berasal
dari berbagai macam sumber, misalnya pendidikan, media massa, media elektronik,
buku petunjuk, petugas kesehatan, kerabat dekat dan sebagainya. Pengetahuan dapat
membentuk keyakinan tertentu sehingga seseorang berperilaku sesuai dengan keyakinan
tersebut. Pengetahuan atau kognitif merupakan domain yang sangat penting untuk
terbentuknya tindakan
Bila pengetahuan seorang ibu sudah baik terhadap perawatan kandungan maka
kepatuhan seseorang untuk memeriksakan kehamilannya juga akan dapat terjaga.

28
Apabila pengetahuan belum sepenuhnya dimiliki maka untuk mengikuti anjuran untuk
memeriksakan kehamilannya kurang dapat terwujud, sehingga dengan kurangnya
pengetahuan akan pentingnya perawatan kehamilan akan memudahkan terjadinya
permasalahan pada kehamilan dan persalinan. Sesuai dengan penelitian Nurachmah
(2004) kurangnya pengetahuan tentang kehamilan merupakan penyebab utama
terjadinya kematian ibu pada saat melahirkan, karena kualitas kehamilan sangat
menentukan keberhasilan proses persalinan secara aman.
Pengetahuan tentang faktor risiko atau masalah kehamilan penting diketahui oleh
ibu, suami, dan keluarga. Karena dengan pengetahuan yang baik, seorang ibu hamil akan
tahu keadaan kehamilannya dan diharapkan dapat berperilaku sehat, melakukan
pemeriksaan kehamilan dengan baik. Selain hal itu, ibu yang mengetahui keadaan
dirinya dan kehamilannya diharapkan dapat menentukan kepada siapa dan dimana akan
melahirkan secara aman. Karena setiap persalinan dapat timbul risiko bahaya bagi ibu
dan bayi (Rochjati, 2003).
Dengan mengetahui faktor risiko tersebut, diharapkan ibu hamil mengetahui
keadaan dirinya pada kelompok yag mana, apakah kelompok risiko rendah, tinggi atau
sangat tinggi. Selanjutnya dapat menentukan persalinan yang aman, sedangkan bagi
petugas kesehatan, untuk memberikan tindakan yang tepat (Ferguson et al, 2002).

2.6 Sintesa Sikap


Sikap adalah keadaan dalam diri manusia dan rasa percaya diri untuk bertindak atau
berbuat dalam kegiatan sosial dengan perasaaan menghargai tertentu dan bertanggung
jawab di dalam menanggapi objeksituasi atau kondisi lingkungan sekitar. Sintesa sikap
adalah bagaimana sikap ibu hamil dalam mencegah, menghindari atau mengatasi faktor
resiko kehamilan dan jenis persalinan

2.7 Landasan Teori Menuju Konsep


Pengetahuan tentang faktor risiko atau masalah kehamilan penting diketahui oleh
ibu, suami, dan keluarga. Untuk mengetahui keadaan dirinya dan kehamilannya
diharapkan dapat menentukan kepada siapa dan dimana akan melahirkan secara aman.
Dengan mengetahui faktor risiko tersebut, diharapkan ibu hamil mengetahui keadaan

29
dirinya dan sikap pada kelompok yang mana, apakah kelompok risiko rendah, tinggi atau
sangat tinggi. Pengukuran faktor pengetahuan dan sikap ibu hamil menggunakan daftar
pertanyaan yang ditanyakan langsung oleh koesioner. Pengukuran sikap menggunakan
skala Likert untuk mengukur nilai tertentu dalam objek sikap di setiap pertanyaan. Skala
Likert ini terdiri dari masing-masing aitem dalam skala yang terdiri dari 5 point ( sangat
setuju, setuju, ragu-ragu, tidak setuju, sangat tidak setuju).

30
BAB III
KERANGKA TEORI, KERANGKA KONSEP, DEFINISI DA KERANGKA
ANALISIS
3.1 Kerangka Teori

Tingkat Pengetahuan
1. Tahu (know) Sikap :
2. Memahami
(comprehension) 1. Menerima
3. Analisis (analysis) 2. Merespon
4. Sintesis (synthesis)
3. Menghargai
5. Evaluasi (evaluation)
4. Bertanggung Jawab

Pengetahuan dan sikap ibu


tentang resiko tinggi
kehamilan :

1. Pengertian
2. Faktor - faktor 4T
dalam kehamilan

Jenis persalinan :

1. Spontan
2. Tindakan

Gambar 3.1
Kerangka Teori Penelitian
(Modifikasi : Notoatmodjo, 2007, Manuaba (2010) dan Winkjosastro, (2008).

31
3.2 Kerangka Konsep

Pengetahuan ibu tentang risiko tinggi Sikap :


ibu hamil dalam kehamilan
1. Menerima
1. Pengertian 2. Merespon
2. Faktor - faktor 4T dalam 3. Menghargai
kehamilan 4. Bertanggung Jawab

Baik (>76-100%)
Cukup (56-75%) 1. Sangat Setuju
Kurang (<56%) 2. Setuju
3. Ragu-Ragu
4. TIdak Setuju
5. Sangat tidak Setuju

Gambar 3.2
Kerangka Konsep Penelitian

32
Variabel independen Variabel Dependen

Pengetahuan Faktor resiko kehamilan dan


jenis persalinan
Sikap

3.3 Kerangka Analisis

Kerangka analisis adalah sebuah langkah penjabaran dari permasalahn setiap bagian
dan penelaah bagian itu untuk mendapatkan pehaman yang tepat serta arti keseluruhan dari
masa tersebut.

Berdasarkan kerangka konsep dan tujuan dari penelitian yang telah dikemukakan
sebelumnya, maka kerangka analisis dapat digambarkan sebagai berikut :

X1

X2

Keterangan :

Y : Faktor resiko kehamilan dan jenis persalinan (variable dependen)

X1 : Pengetahuan ibu (variable independen)

X2 : Sikap (variable independen )

33
3.4 Definisi Operasional

Definisi operasional adalah untuk membatasi ruang lingkup atau pengertian variable yang
diamati (Notoatmodjo, 2010)

Tabel 3.3. Definisi Operasional


Variabel lu-Definisi Cara Ukur Skala Data Hasil Ukur
Operasional
Pengetahuan Hasil tahu/ kuesioner Ordinal a. Baik bila skor >
ibu tentang memahami ibu 76%-100%
factor risiko hamil tentang factor b. Cukup bila skor 56%-
tinggi risiko tinggi 75%
kehamilan kehamilan dan jenis c. Kurang bila skor <
dan jenis persalinan antara 56%
persalinan lain : (Arikunto, 2006)
1. Pengertian
2. Factor factor 4T
dalam kehamilan

Sikap ibu Sikap ibu hamil Kuesioner Ordinal 1. Sangat Setuju


tentang tentang factor risiko 2. Setuju
factor risiko tinggi kehamilan dan 3. Ragu-Ragu
tinggi jenis persalinan 4. Tidak setuju
kehamilan antara lain : 5. Sangat tidak Setuju
dan jenis 1. Pengertian
persalinan 2. Factor- factor 4T
dalam kehamilan

34
3.5 Hipotesis Penelitian

Ada hubungan pengetahuan dan sikap ibu hamil dengna factor risiko kehamilan dan
jenis persalinan

35
BAB IV
METODOLOGI PENELITIAN

4.1 Desain Penelitian


Jenis penelitian ini menggunakan metode penelitian survey dengan pendekatan
kuantitatif, dengan desain penelitian cross sectional. Desain studi cross sectional yaitu
suatu penelitian dimana mengukur variable bebas dan variable terikat yang dikumpulkan
dalam waktu yang bersamaan dalam satu sampel populasi (Notoadmodjo, 2010)
4.2 Pengembangan Instrumen
Kuesioner disusun dan dikembangkan berdasarkan literature yang relevan dan sesuai
dengan variable yang merujuk pada Bab II
4.3 Pengumpulan Data
4.3.1 Waktu dan Lokasi
Penelitian ini dilakukan di RSUD Tangerang Penelitian ini dilaksanakan pada
bulan November 2017
4.3.2 Populasi dan Sampel
1. Populasi
Populasi adalah keseluruhan subyek penelitian yang akan diteliti
(arikunto,2010). Penelitian ini yang menjadi populasi adalah semua ibu yang
sedang hamil
2. Sampel
Sampel adalah objek yang diteliti dan dianggap mewakili seluruh populasi (
Notoadmodjo,2010). Pengambilan sampel pada penelitian ini menggunkan
teknik Accidental Sampling. Menurut (Notodmodjo, 2010) pengambilan
sampel secara Accidental Sampling ini dilakukan dengan mengambil kasus
atau responden yang kebetulan ada atau tersedia disuatu tempat sesuai
dengan konteks penelitian.

36
4.3.3 Teknik Pengambilan Sampel
Cara pengambilan sampel dalam penelitian ini adalah random sampling merupakan proses
sampling dengan cara pengambilan sampel secara acak tanpa memperhatikan strata yang
ada dalam populasi itu, yaitu ibu hamil di..
4.3.3.1 Syarat Sampel
1. Kriteria inklusi
Kriteria inklusi adalah karakteristik umum subyek penelitian dari suatu
populasi target yang terjangkau yang akan diteliti. Kriteria inklusi dalam
penleitian ini adalah Ibu hamil yang bersedia dijadikan sampel pada saat
penelitian
2. Kriteria Non Inklusi
Ibu hamil yang tidak mau manejadi responden karena alas an tertentu
3. Kriteria Ekslusi
Ibu hamil yang sibuk dan menolak menjadi responden penelitian

4.4 Pengolahan Data


1. Pengolahan Data
Setelah data terkumpul, maka langkah yang dilakukan berikutnya adalah pengolahan
data. Proses pengolahan data adalah :
a. Editing (penyuntingan data)
Hasil wawancara atau angket yang diperoleh atau dikumpulkan melelui kuesioner
perlu disunting (edit)terlebih dahulu. Kalau ternyata masih ada data atau
informasi yang tidak lengkap, dan tidak mungkin dilakukan wawancara ulang,
maka kuesioner tersebut dikeluarkan (drop out).
b. Membuat lembaran kode (coding sheet) atau kartu kode (coding sheet)
Lembaran atau kartu kode adalah instrumen berupa kolom-kolom untuk
merekam data secara manual. Lembaran atau kartu kode berisi omor responden,
dan nomor-nomor pertanyaan.
c. Memasuki data (data entry)
Yakni mengisi kolom-kolom atau kotak-kotak lembar kode atau kartu kode
sesuai dengan jawaban masing-masing pertanyaan.

37
d. Penjumlah / Scoring
Dilakukan untuk mengetahui total skor dari jawaban responden.
e. Tabulasi
Yakni membuat tabel-tabel data, sesuai dengan tujuan penelitian atau yang
diinginkan oleh peneliti.(Notoatmodjo, 2010).

4.5 Analisis Data


Agar penelitian ini memperoleh hasil yang dapat dipercaya dalama penelitian ini
harus dianalisis dengan tepat. Analisis data merupakan proses penyederhanaan data kedalam
bentuk yang lebih mudah dibaca dan diinterpretasikan. Dalam penelitian ini menggunakan
analis korelasi. Analis data yang digunakan dalam penleitian ini adalah melalui chi square
yang dioah dan dianalis sampai pad penarikan suatu kesimpulan.

4.5.1 Analisis Univariat


Analis univariat digunakan untuk mengetahui frekuensi dari variable dependen dan
variable independen. Maka peneliti membuat table distribusi frekuensi dari semua
sebaran variable yang terdapat dalam penelitian ini. Analisis univariat bertujuan untuk
menjelaskan atau mendeskripsikan ksrakteristik setiap variable penelitian. Dibuat table
distribusi frekuensi dari semua sebaran variable yang terdapat dlaam penelitian inii
analisa univariate dilakukan dengan menggunakan rumus distribusi frekuensi :

F
Rumus : = N x 100%

Keterangan :
P : Persentase
F : Frekuensi setiap kategori
N : Jumlah sampel

38
4.5.2 Analisis Bivariat
Analisis bivariate adalah table silang antara dua variable yaitu untuk mengukur
tingkat atau keeratan antara dua hubungan variable independen (bebas) pengetahuan
dengan variable dependen (terikat) yaitu sikap tentang factor risiko ibu hamil dan jenis
persalinan
Untuk mengetahui hasil peneliti melakukan uji chi square . dengan rumus :

(0)2
X2 =

Keterangan :
X2 = Harga Chi square
Fo =Frekuensi yang diobservasi
Fh = Frekuensi yang diharapkan
Uji kemaknaan menggunakan batas kemaknaan = 0,5. Untuk melihat hasil
kemaknaan perhitungan statistic yang digunakan batas kemaknaan = (0,05),
sehingga apabila hasil penelitian statistic menunjukkan value < (0,05), maka
dikatakan (Ho) ditolak artinya kedua variable secara statistic terdapat hubungan yang
bermakna. Sedangkan apanila value > (0,05) maka (Ho) gagal ditolak kedua
variable secara statistic tidak terdapat hubungan yangbermakna.

4.6 Penyajian Data


a. Naratif
Penyajian data dengan narasi (kalimat) atau memberikan keterangan secara tulisan.
Pengumpulan data dalam bentuk tertulis muali dari pengambilan sampel., pelaksanaan
data dan hasil analisis yang berupa informasi dari pengumpulan data tersebut.
b. Tabel
Penyajian data secara tabular yaitu memberikan keterangan berbentuk angka. Jenis yang
digunakan dalam penelitian ini adalah master table distribusi frekuensi. Dimana data
disusun dalam baris dan kolom sehingga dapat memberikan gambaran

39
4.7 Interpretasi
Berdasarkan teori yang ada, diungkapkan bahwa melihat Hubungan pengetahuan dan sikap
ibu tentang faktor risiko ibu hamil dan jenis persalinan di RSUD Tangerang

40
DAFTAR PUSTAKA

Azwar, S. (2005). Sikap Manusia : Teori dan Pengukurannya.Yogyakarta : Pustaka Pelajar


Haryanto. (2008).Konsep Dasar keperawatan Dengan Pemetaan Konsep. Jakarta :
Salemba Medika
Depkes RI 2012. Riset Kesehatan Dasar Tahun 2012. Penelitian dan Pengembangan Kesehatan
Departemen Kesehatan RI. Badan Litbangkes RI 2012. Diperoleh pada tanggal 25 oktober 2013
dari http://www.diskes.jabarprov.go.id/
Arikunto, S., 2006, Prosedur penelitian Suatu Pendekatan Praktek, 256-259 Jakarta: Rineka
Cipta.
Notoatmodjo. 2003. Pendidikan dan Perilaku Kesehatan. Jakarta : Rineka Cipta
Notoatmodjo. 2008. Pendidikan dan Perilaku Kesehatan. Jakarta : Rineka Cipta
Notoatmodjo. 2010. Pendidikan dan Perilaku Kesehatan. Jakarta : Rineka Cipta
Surinah.(2008). Buku Pintar Kehamilan dan Persalinan. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama
Saifudin, Abdul Bahri. 2002. Panduan Praktis Pelayanan Kesehatan Maternal dan Neonatal.
Jakarta: Yayasan Bina Pustaka

41

Anda mungkin juga menyukai