Anda di halaman 1dari 7

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar belakang Hubungan seksual merupakan kebutuhan manusia sejalan dengan tingkat pertumbuhan dan perkembangan seseorang. Hubungan seksual yang dilakukan terutama bersama pasangan harus merupakan pengalaman yang menyenangkan sehingga menimbulkan perasaan bahagia. Hal ini didapat bila hubungan intim dilakukan atas kesepakatan bersama tanpa dipaksakan. Kebersamaan yang membahagiakan dan berdasarkan keinginan dari kedua belah pihak khususnya pada pasangan yang telah menikah akan mengakibatkan kehamilan merupakan suatu keadaan yang diharapkan dan dinantikan sebagai bagian dari tujuan menikah (Jones, 2005). Sesuai dengan persyaratan yang diajukan oleh WHO (World Health Organization) bahwa hubungan seksual meskipun dilakukan oleh pasangan suami istri yang telah menikah tetap harus memenuhi beberapa ketentuan. Ketentuan tersebut yang utama yaitu aman, sehat, menyenangkan dan tanpa paksaan. Hubungan seksual bila dilakukan dalam masa kehamilan, seoptimal mungkin diusahakan tidak mengganggu kehamilan (Wiknjosastro, 2005). Aktifitas seksual dalam keadaan biasa sebagian besar tidak menimbulkan masalah dan dapat dilakukan oleh pasangan suami istri sesuai dengan keinginan. Namun pada keadaan dimana seorang wanita telah hamil, aktifitas ini dapat mengalami perubahan yang disebabkan oleh peningkatan hormon dan perubahan bentuk fisik serta adanya gangguan yang umum dialami wanita hamil seperti morning sickness. 1

Berdasarkan survey yang dilakukan di Inggris ditemukan bahwa gangguan gairah seksual merupakan keluhan umum yang disampaikan wanita hamil dimana 54% wanita yang menjadi responden menyatakan mengalami penurunan gairah seksual pada trimester pertama kehamilan ketika tubuh melakukan banyak

penyesuaian dan 59% lagi menyatakan mengalami penurunan gairah seksual setelah usia kehamilan memasuki bulan kesembilan. Dorongan dan reaksi seksual meningkat atau normal dinyatakan oleh 80% wanita hamil terjadi pada tiwulan kedua (Field, 2005). Nugraha (2005) mengemukakan bahwa hasil survey yang menemukan adanya penurunan gairah seksual dan masalah hubungan intim dalam kehamilan, menurut para ahli adalah hal yang fisiologis. Wanita hamil triwulan pertama mengalami banyak perubahan seperti fisik dan emosional. Penurunan keinginan melakukan hubungan dapat berasal dari kecemasan terhadap keselamatan bayi dan perasaan tidak nyaman. Ketidaknyamanan ini meningkat di trimester ketiga karena postur tubuh bayi yang semakin membesar sehingga hasrat melakukan hubungan intim secara umum cenderung rendah. Gairah seksual yang cendrung rendah ini tidak merupakan faktor tunggal yang menyebabkan hubungan intim pada trimester pertama dan terakhir kehamilan perlu dipertimbangkan bahkan pada kondisi tertentu dilarang dilakukan. Sex yang dilakukan pada kondisi pertama dapat mengakibatkan terjadinya keguguran sedangkan pada kondisi terakhir dapat merangsang kelahiran prematur (Nugraha, 2005). Namun demikian hubungan seksual yang dibatasi selama kehamilan tidak merupakan indikasi absolut. Aktifitas ini tetap dapat dilakukan dengan

memperhatikan keadaan kehamilan seperti pada kehamilan yang dikategorikan normal. Hal-hal yang dapat dilakukan untuk memperkecil resiko janin mengalami gangguan diantaranya dengan modifikasi posisi dan berhubungan secara hati-hati (Suririah, 2008). Solusi agar hubungan intim tetap dapat dilakukan selama kehamilan terutama pada kehamilan yang digolongkan normal harus terus diupayakan oleh pasangan suami istri karena ketakutan untuk melakukan hubungan seksual dapat mengganggu hubungan suami istri. Kerumitan ini lebih sering tidak terselesaikan dibandingkan mendapat jalan keluar. Pembenaran tindakan wanita hamil yang enggan melakukan hubungan seksual didukung beragam mitos yang beredar di masyarakat mengenai frekwensi aktifitas seksual dalam kehamilan (Dewabenny, 2009). Wanita terutama wanita yang hamil untuk pertama kalinya, cenderung mempercayai anjuran yang didapat dari lingkungan atau orang terdekat dari pada mengkonfirmasikan kebenaran nasehat dan mitos yang beredar dengan

pengetahuan. Hal ini terkait dengan budaya sebagian besar masyarakat yang enggan mencari informasi dan pengetahuan melalui buku dan media elektronik lainnya. Pengetahuan yang rendah tentang kehamilan dapat mengakibatkan tindakan yang diambil tidak rasional dan dapat merugikan pasangan suami istri (Dewabenny, 2009). Sebaliknya ibu hamil yang lebih mempercayai mitos-mitos yang beredar di masyarakat terkait dengan hubungan seksual, umumnya tidak melakukan hubungan suami istri ini karena takut akan mengalami hal-hal yang dapat mengganggu kesehatan janin dan ibu sesuai dengan mitos yang didengarnya. Mitos-mitos yang

sering ada ditengah masyarakat adalah hubungan seksual dapat menyebabkan keguguran, dapat menyakiti janin, dan menyebabkan kelahiran prematur (Mariana, 2007). Keadaan kurang pengetahuan tersebut harus diantisipasi terutama pada wanita yang hamil untuk pertama kalinya karena dukungan dari suami dalam kehamilan dan proses melahirkan merupakan hal sangat penting. Hubungan yang kurang harmonis dapat menyebabkan ikatan emosional diantara suami istri menjadi renggang dan kemungkinan timbul masalah menjadi besar. Konflik dalam rumah tangga selama kehamilan dapat mengganggu psikis wanita hamil dan menjadi pemicu timbulnya depresi. Tindakan yang dapat diambil yaitu dengan memberikan penyuluhan pada ibu saat memeriksakan kehamilannya, tidak hanya mengenai kesehatan namun informasi tentang aktifitas seksual hendaknya dapat diberikan oleh petugas kesehatan (Juliandi, 2004). Pengetahuan yang baik akan membuka wawasan bahwa kehamilan tidak menghalangi suami istri melakukan aktifitas seksual bahkan dapat menjadi lebih menyenangkan daripada sebelumnya. Aktifitas seksual yang dilakukan dalam kehamilan meskipun dilakukan dengan syarat tertentu dapat meningkatkan perasaan cinta, keintiman dan kepedulian antara suami-istri. Dampak positif lain yang diterima wanita hamil dengan melakukan aktifitas seksual yaitu peningkatan kekuatan dan fleksibelitas otot-otot panggul yang berguna untuk kelancaran persalinan (Mac Dougall, 2003). Sikap ibu hamil terhadap hubungan seks selama kehamilan, tergantung dari pengetahuan yang dimiliki ibu terhadap aktifitas tersebut. Ibu yang mempunyai pengetahuan tentang keadaan yang diperbolehkan dan dilarang melakukan

hubungan seksual, dan kondisi kehamilan dinyatakan normal, sebagian besar akan bersikap bahwa hubungan tersebut dalam kehamilan adalah normal serta 95% melakukannya secara rutin. Hal ini terlihat dari hasil penelitian terhadap 20 orang ibu primigravida di PKM Kanigoro Blitar (Suhartina, 2002). Hasil penelitian di atas membuktikan bahwa pengetahuan ibu hamil mempunyai hubungan yang erat dengan sikap ibu terhadap hubungan seksual dalam kehamilan dimana pengetahuan ibu yang tinggi menyebabkan ibu tidak takut untuk melakukan aktifitas tersebut ketika hamil. Pengetahuan mengenai hal ini sudah seharusnya dimiliki oleh ibu hamil salah satunya dengan cara menanyakan masalah tersebut pada petugas kesehatan di Poliklinik saat melakukan pemeriksaan kehamilan (Suhartina, 2002). Pengetahuan ibu hamil mengenai hubungan seksual dalam kehamilan kurang memadai, penulis dapatkan ketika melakukan wawancara secara acak pada 8 orang ibu hamil yang datang ke Poliklinik Kebidanan Rumah Sakit Umum Daerah Kota X tahun 2009. Sebagian besar (5 dari 8 orang ibu hamil) ibu hamil tidak mengetahui dengan benar mengenai segala sesuatu yang berkaitan dengan hubungan seksual dalam kehamilan yang meliputi keadaan yang menjadi kontra indikasi dilakukannya hubungan seksual, posisi yang benar dan sebagainya. Namun seluruh responden setuju dengan hubungan seksual dalam kehamilan sepanjang kondisi mereka memungkinkan. Jumlah kunjungan baru ibu hamil di Poliklinik Kebidanan Rumah Sakit Umum Daerah X dari bulan Juli 2008 sampai dengan Juni 2009 sebanyak 800 orang dengan rata-rata kunjungan sebanyak 90 orang per bulan.(Rekam Medik RSUD X, 2009).

Berdasarkan uraian permasalahan diatas maka peneliti ingin melakukan penelitian mengenai Pengetahuan dan sikap ibu hamil terhadap hubungan seksual selama kehamilan di Poliklinik Kebidanan Rumah Sakit Umum Daerah X Tahun 2009. 1.2 Perumusan Masalah Berdasarkan latar belakang diatas maka perumusan masalah adalah Bagaimana Pengetahuan dan sikap ibu hamil terhadap hubungan seksual selama kehamilan di Poliklinik Kebidanan Rumah Sakit Umum Daerah X Tahun 2009? 1.3 Tujuan Penelitian 1.3.1 Tujuan Umum Untuk mengidentifikasi pengetahuan dan sikap ibu hamil terhadap hubungan seksual selama kehamilan di Poliklinik Kebidanan Rumah Sakit Umum Daerah X Tahun 2009. 1.3.2 1. Tujuan Khusus

Untuk mengidentifikasi pengetahuan ibu hamil tentang hubungan seksual selama kehamilan di Poliklinik Kebidanan Rumah Sakit Umum Daerah X.

2.

Untuk mengidentifikasi sikap ibu hamil terhadap hubungan seksual selama kehamilan di Poliklinik Kebidanan Rumah Sakit Umum Daerah X.

1.4 Manfaat Penelitian Adapun manfaat dari penelitian yang penulis lakukan adalah : 1.4.1 Bagi Peniliti. Sebagai tambahan wawasan dan melatih dalam mengembangkan cara berfikir ilmiah melalui penelitian.

1.4.2 Bagi Tenaga Kesehatan di Poliklinik Kebidanan Rumah Sakit Umum Daerah X. Sebagai acuan program peningkatan pelayanan kesehatan yang lebih baik terutama ibu selama kehamilan. 1.4.3 Bagi Ibu hamil. Sebagai tambahan informasi tentang hubungan seksual selama hamil. 1.4.4 Bagi Kampus Akademi Kebidanan Harapan Ibu. Sebagai bahan Referensi diperpustakaan Akademi Kebidanan Harapan Ibu. 1.4.5 Bagi RSUD X. Sebagai bahan masukan sehingga dapat memberikan arahan bagi petugas di lingkungan kerja RSUD X terutama di Poliklinik dan Ruang Kebidanan agar dapat memberikan informasi yang tepat pada ibu hamil mengenai aktifitas seksual ketika melakukan ANC. 1.5 Keaslian Penelitian Penelitian tentang pengetahuan dan sikap ibu hamil terhadap hubungan seksual selama kehamilan di Poliklinik Kebidanan Rumah Sakit Umum Daerah X Tahun 2009, sebelumnya belum pernah dilakukan.

Anda mungkin juga menyukai