Anda di halaman 1dari 20

Pelayanan Kebidanan Dalam System Pelayanan Kesehatan

Di Susun Oleh:
1. Ratna Setiawati
2. Iis Sundari
3. Eskawati Sinarmata
4. Novani Elkapi
5. Destriana

S1 KEBIDANAN KHUSUS
UNIVERSITAS KADER BANGSA
2022
KATA PENGANTAR

Segala puji bagi Allah SWT yang telah memberikan kami kemudahan sehingga kami dapat
menyelesaikan makalah ini dengan tepat waktu. Tanpa pertolongan-Nya tentunya kami tidak
akan sanggup menyelesakan makalah ini dengan baik. Shalawat beriring salam tak lupa pula
kami junjungkan kepada baginda tercinta yaitu Nabi Muhammad SAW yang telah kita nantkan
syafa’atnya di akhirat nanti.
Penulis mengucapkan syukur kepada Allah SWT atas limpahan nikmat akal sehat dan fisik yang
telah diberikan-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan pembuatan makalah dari mata kuliah
Pengantar Praktek Kebidanan dengan judul “Pelayanan Kebidanan Dalam Sitem Pelayanan
Kesehatan”
Penulis tentu menyadari bahwa makalah ini jauh dari kata sempurna dan masih banyak
kekurangan serta kesalahan di dalamnya. Oleh karena itu, penulis akan menerima kritik maupun
saran dari pembaca makalah ini. Semoga makalah ini dapat berguna untuk para pembaca dan
semoga makalah ini dapat lebih baik lagi untuk ke depannya. Dan apabila terdapat banyak
kesalahan dari makalah ini, maka penulis minta maaf yang sebesar-besarnya. Terima kasih.

Palembang, 19 Maret 2021

Penyusun
DAFTAR ISI

Halaman Judul
Kata Pengantar
Daftar Isi
Bab 1 Pendahuluan
1.1 Latar Belakang
1.2 Tujuan
1.3 Manfaat
Bab 2 Tianjaun Teori
2.1 Pelayanan kebidanan dari multi perspektif
2.2 Dampak ketidaksetaraan dn ketidakadilan gender pada kesehatan perempuan dan
praktik kebidanan.
2.3 Peran perempuan dlm asuhan kebidanan dan dapat memberikan advokasi serta bisa
membawa reformasi kebijakan kesehatan.
Bab 3 Penutup
3.1 Kesimpulan
3.2 Saran
DAFTAR PUSTAKA
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Sejarah menunjukkan bahwa bidan adalah salah satu profesi tertua di dunia sejak
adanya peradaban umat manusia. Bidan muncul sebagai wanita terpercaya dalam
mendampingi dan menolong ibu yang melahirkan. Peran dan posisi bidan dimasyarakat
sangat dihargai dan dihormati karena tugasnya yang sangat mulia, memberi semangat,
membesarkan hati, mendampingi, serta menolong ibu yang melahirkan sampai ibu dapat
merawat bayinya dengan baik.
Keberadaan bidan di Indonesia sangat diperlukan dalam upaya meningkatkan
kesejahteraan ibu dan janinnya, salah satu upaya yang dilakukan oleh pemerintah adalah
mendekatkan pelayanan kebidanan kepada setiap ibu yang membutuhkannya. Pada tahun
1993 WHO merekomendasikan agar bidan dibekali pengetahuan dan ketrampilan
penanganan kegawatdaruratan kebidanan yang relevan. Untuk itu pada tahun 1996 Depkes
telah menerbitkan Permenkes No.572/PER/Menkes /VI/96 yang memberikan wewenang dan
perlindungan bagi bidan dalam melaksanakan tindakan penyelamatan jiwa ibu dan bayi baru
lahir.
Dengan adanya standar pelayanan, masyarakat akan memiliki rasa kepercayaan yang
lebih baik terhadap pelaksana pelayanan. Suatu standar akan lebih efektif apabila dapat
diobservasi dan diukur, realistis, mudah dilakukan dan dibutuhkan. Pelayanan kebidanan
merupakan pelayanan profesional yang menjadi bagian integral dari pelayanan kesehatan.
Bidan sebagai pekerja profesional dalam menjalankan tugas dan prakteknya, bekerja
berdasarkan pandangan filosofis yang dianut, keilmuan, metode kerja, standar praktik
pelayanan serta kode etik yang dimilikinya.

1.2 Tujuan Penulisan


1. Mengetahui Pelayanan kebidanan dari multi perspektif?.
2. Mengetahui dampak ketidaksetaraan dn ketidakadilan gender pd kesehatan perempuan
dsn praktik kebidanan.
3. Mengetahui peran perempuan dlm askeb dn dpt memberikan advokasi serta bisa
membawa reformasi kebijakan kesehatan.
1.3 Manfaat Penulisan
Dengan makalah ini diharapkan dapat memberikan pengetahuan kepada mahasiswa
tentang Perspektif Asuhan Kebidanan dan Masa Depan Profesi. Dan dengan adanya makalah
ini diharapkan dapat mempermudah dalam melakukan pelayananan khususnya memberikan
asuhan kebidanan
BAB II

TINJAUAN TEORI

2.1 Pelayanan Kebidanan Dari Multi Perspektif


Bidan memiliki peran penting pada pelayanan asuhan kebidanan yang diberikan
kepada ibu hamil dan melahirkan, bahkan pada tahapan paska melahirkan. Bulan ini topik
yang diangkat terkait dengan pelayanan kesehatan yang diberikan oleh bidan. Hal ini
sejalan dengan peringatan Hari Bidan Nasional yang akan jatuh pada tanggal 24 Juni
2015, sedangkan Hari Bidan Internasional diperingati setiap tanggal 5 Mei.
Seperti tema utama peringatan bidan internasional 2015, "The World Needs
Midwives More Than Ever" yang disampaikan oleh International Confederation of
Midwives (ICM). Maka sebagai bentuk penghargaan terhadap upaya pelayanan kesehatan
oleh profesi bidan, selama empat minggu ke depan akan dipaparkan berbagai artikel
maupun informasi yang relevan dengan pelayanan kebidanan. Dua artikel minggu ini
akan menguraikan dua hasil penelitian yang mengeskplorasi perspektif pasien pengguna
pelayanan asuhan kebidanan serta upaya peningkatan mutu layanan. Aspek-aspek apa
saja yang memberikan kontribusi yang dinilai dapat meningkatkan mutu pelayanan
kebidanan, serta pendekatan yang dapat dipergunakan untuk meningkatkan mutu
pelayanan kebidanan.

2.2 Dampak Ketidak setaraan dan ketidak adilan gender pada kesehatan perempuan
dan praktik kebidanan.
Gender diartikan sebagai perbedaan peran dan tanggung jawab perempuan dan
laki-laki yang ditentukan secara sosial. Gender berhubungan dengan bagaimana persepsi
dan pemikiran serta tindakan yang diharapkan sebagai perempuan dan laki-laki yang
dibentuk masyarakat, bukan karena perbedaan biologis. Kesetaraan gender adalah tidak
adanya diskriminasi berdasarkan jenis kelamin seseorang dalam memperoleh kesempatan
dsan alokasi sumber daya, manfaat atau dalam mengakses pelayanan. Berbeda halnya
dengan keadilan gender merupakan  keadilan pendistribusian manfaat dan tanggung
jawab perempuan dan laki-laki. Konsep yang mengenali adanya perbedaan kebutuhan
dan kekuasaan antara perempuan dan laki-laki, yang harus diidentifikasi dan diatasi
dengan cara memperbaiki ketidakseimbangan antara jenis kelamin. Masalah gender
muncul bila ditemukan perbedaan hak, peran dan tanggung jawab   karena adanya nilai-
nilai sosial budaya yang tidak menguntungkan salah satu jenis kelamin (lazimnya
perempuan).
Gender diartikan sebagai perbedaan peran dan tanggung jawab perempuan dan
laki-laki yang ditentukan secara sosial. Gender berhubungan dengan bagaimana persepsi
dan pemikiran serta tindakan yang diharapkan sebagai perempuan dan laki-laki yang
dibentuk masyarakat, bukan karena perbedaan biologis. Untuk itu perlu dilakukan
rekontruksi sosial sehingga nilai-nilai sosial budaya yang tidak menguntungkan tersebut
dapat dihilangkan. Sehingga masalah kesehatan reproduksi yang erat kaitannya dengan
ketidakadilan dan ketidaksetaraan gender dapat dihindari, khususnya kematian ibu dan
anak yang masih tinggi di Indonesia.
Pembahasan dalam topik isu gender ini dimaksudkan untuk memberikan
informasi sehingga dapat mengembangkan ide-ide kreatif dan inovatif yang disesuaikan
dengan sosial, budaya, kondisi dan situasi di wilayah setempat untuk megatasi masalah
kesehatan reproduksi remaja. Mengingat masih tingginya “4 TERLALU” ( Terlalu Muda,
Terlalu tua, Terlalu Banyak, Terlalu Sering untuk hamil dan bersalin) yang berhubungan
dengan penyebab kematian ibu dan anak kondisi ini sesungguhnya dapat dicegah, dan
tidak terjadi kematian yang sia-sia. Selain itu masalah ksehatan lainnya penularan dan
penyebaran HIV/AIDS. Dengan upaya pemberian informasi kesehatan diharapkan dapat
meningkatkan pengetahuan remaja yang pada akhirnya remaja mempunyai pandangan
dan sikap yang baik untuk dapat membantu pencegahan penularan HIV/AIDS,
pencegahan kehamilan tidak diharapkan.
Masalah kesehatan reproduksi remaja selain berdampak secara fisik, juga dapat
berpengaruh terhadap kesehatan mental dan emosi, keadaan ekonomi dan kesejahteraan
sosial dalam jangka panjang. Dampak jangka panjang tersebut tidak hanya berpengaruh
terhadap keluarga, masyarakat dan bangsa akhirnya.
Permasalahan prioritas kesehatan reproduksi pada remaja dapat dikelompokkan
sebagai berikut :
a. Kehamilan tidak dikehendaki, yang seringkali menjurus kepada aborsi yang tidak
aman dan komplikasinya
b. Kehamilan dan persalinan usia muda yang menambah risiko kesakitan dan kematian
ibu dan bayi
c.  Masalah Penyakit Menul;ar Seksual termasuk infeksi HIV/AIDS
d. Tindak kekerasan seksual, seperti pemerkosaan, pelecehan seksual dan transaksi seks
komersial.
Kehamilan remaja kurang dari 20 tahun menyumbangkan risiko kematian ibu dan
bayi 2 hingga 4 kali lebih tinggi dibanding kehamilan pada ibu berusia 20 – 35 tahun.
Pusat penelitian Kesehatan UI mengadakan penelitian di Manado dan Bitung ( 1997),
menunjukkan bahwa 6% dari 400 pelajar SMU puteri dan 20% dari 400 pelajar SMU
putera pernah melakukan hubungan seksual.Survei Depkes (1995/1996) pada remaja usia
13 - 19 tahun di Jawa barat (1189) dan di Bali (922) mendapatkan 7% dan 5 % remaja
putri di Jawa Barat dan Bali mengaku pernah terlambat haid atau hamil. Di Yogyakarta,
menurut data sekunder tahun 1996/1997, dari 10.981 pengunjung klinik KB ditemukan
19,3% yang datang dengan kehamilan yang tidak dikehendaki dan telah melakukan
tindakan pengguguran yang disengaja sendiri secara tidak aman. Sekitar 2% diantaranya
berusia kurang dari 22 tahun. Dari data PKBI sumbar tahun 1997 ditemukan bahwa
remaja yang telah melakukan hubungan seksual sebelum menikah mengakui kebanyakan
melakukannya pertama kali pada usia antara 15 – 18 tahun.
Ada beberapa fakta berikut yang berhubungan dengan kesehatan reproduksi remaja
bahwa KEK remaja putri 36% (SKIA : 1995), Anemia Remaja Putri 52% (SDKI : 1995),
merokok berusia kurang dari 14 tahun 9% dan kurang dari 19 tahun 53% (Susenas :
1995), Remaja Putri Perokok sebanyak 1% – 8%, peminum minuman keras 6%, pemakai
napza 0,3 – 3% (LDFE-UI). Sekitar 70.000 remaja putri kurang dari 18 tahun terlibat
dalam prostitusi industri seks ditemukan di 23 propinsi, seks sebelum menikah 0,4 – 5%
(LDFE-UI : 1999), 2,4 juta aborsi/ tahun, 21% diantaranya terjadi pada remaja, 11%
kelahiran terjadi pada usia remaja, 43% perempuan melahirkan anak pertama dengan usia
pernikahan kurang dari 9 bulan.
Informasi dan pelayanan kesehatan reproduksi remaja dewasa ini belum memadai,
dan kebanyakan baru ditangani oleh swadaya masyarakat di kota-kota besar.(Depkes :
2001). Dari berbagai penelitian terbatas diketahui angka prevalensi Infeksi Saluran
Reproduksi (ISR) di Indonesia cukup tinggi, diantaranya penelitian pada 312 akseptor KB
di Jakarta Utara (1998) angka prevalensi ISR 24,7% dengan infeksi klamidia yang
tertinggi yaitu 10,3%, kemudian trikomoniasis 5,4%, dan gonore 0,3%. Penelitian lain di
Surabaya pada 599 ibu hamil didapatkan infeksi virus herpessimpleks sebesar 9,9%,
klamidia 8,2% trikomoniasis 4,8%, gonore 0,8% dan sifilis 0,7%. Suatu survey di 3
Puskesmas di Surabaya (1999 (pada 195 pasien pengunjung KIA/BP diperoleh proorsi
tertinggi infeksi trikomoniasis 6,2%, kemudian sifilis 4,6% dan klamidia 3,6%. Upaya
pencegahan dan penanggulangan ISR di tingkat pelaynan dasar masih jauh yang
diharapkan. Upaya tersebut baru dilaksanakan secara terbatas di beberapa propinsi.
Hambatan sosio-budaya sering mengakibatkan ketidak tuntasan dalam pengobatanya,
sehingga menimbulkan komplikasi ISR yang serius seperti kemandulan, keguguran, dan
kecacatan janin
Hingga bulan Desember 2006 tercatat jumlah kumulatif kasus HIV sebanyak 5230
dan kasus AIDS sebanyak 8190. Dari penderita AIDS tersebut, 6604 kasus (80,7%)
adalah laki-laki dan 1529 kasus (18,6%) adalah perempuan dan tidak diketahui 61 kasus
(0,7%). Dari segi usia rebanyak pada usia 20 - 29 tahun sebanyak 4487 kasus ( 54,7%),
usia 30 – 39 tahun sebanyak 2226 kasus ( 27,2%), usia 40 – 49 sebannyak 647 kasus
(7,9%), usia 15 – 19 tahun sebanyak 222 kasus (2,7%),usia 5 – 14 tahun 22 kasus
(0,26%), dengan jumlah kasus terbanyak berada di DKI Jakarta 2565 (31,3%).
Dengan faktor risiko penularan yaitu narkoba suntik 50,3%, heteroseksual 40,3%, homo
biseksual 4,2%, transfuse darah 0,1% transmisi perinatal 1,5%, tidak diketahui 3,6%.
Jumlah penderita HIV/AIDS yang sebenarnya diperkirakan 100 kali lipat dari jumlah
yang dilaporkan.. Strategi Penanggulangan AIDS Nasional 2003-2007 menyatakan
bahwa pencegahan dan penularan HIV dari ibu ke bayi merupakan sebuah program
prioritas. Masih banyak isu gender lainnya yang terkait dengan kesehatan reproduksi
remaja,  diantaranya sunat pada perempuan, kekerasan terhadap perempuan/dalam rumah
tangga, perlecehan seksual/pemerkosaan, perdagangan manusia/perempuan.
Program ini akan membahas mengenai fakta dan upaya mengatasi ketidaksetaraan
berbasis gender yang terjadi di masyarakat, data yang akan ditunjukkan dalam bidang
pendidikan, partisipasi politik dan ekonomi, mengingat perempuan yang paling terkena
dampak dari ketidaksetaraan ini diantaranya perempuan dinilai kurang bernilai daripada
laki-laki maka data yang akan di sajikan akan lebih banyak mengenai
keterlibatan perempuan.

Macam-Macam Ketidakadilan Gender


Laki-laki dan perempuan berada di muka bumi ini mempunyai tugasnya masing-
masing. Tugas itu bisa berupa tugas alami atau kodrati dan tugas yang melekat padanya
karena bangunan atau konstruksi sosial, adat, agama dan masyarakat di mana mereka
huni. Masing-masing ada jatahnya. Berpijak pada analisis gender yang bertujuan untuk
menghapus kesalahpahaman masyarakat tentang dua kata “gender dan sex” juga
bertujuan untuk menghilangkan ketidakadilan gender (gender inequality). Ketidakadilan
gender berdampak buruk terutama terhadap perempuan yang sering dirugikan akibat
kesalahpahaman tersebut.
Sosialisasi gender yang telah berlangsung di tengah masyarakat dalam waktu yang
tidak sedikit mengakibatkan menancapnya pemahaman, bahkan keyakinan, bahwa apa
yang dilakukan perempuan dan laki-laki serta perannya dalam masyarakat merupakan hal
yang kodrati. Oleh karena itu, pandangan umum masyarakat tentang perbedaan gender
antara laki-laki dan perempuan sudah tidak bisa dipertukarkan.
Dalam makalah ini kami bermaksud membahas tentang pandangan sebelah mata
terhadap keberadaan dan peran perempuan atau ketidakadilan gender yang terjadi di
tengah-tengah masyarakat serta mengurai sedikit berbagai macamnya.

Ketidakadilan Gender (Gender Inequality)


Perbedaan gender sesunggunhnya tidaklah menjadi masalah sepanjang tidak
melahirkan ketidakadilan gender (Gender Inequality:
1. Ketidakadilan gender merupakan sistem dan struktur di mana baik kaum laki-laki
dan perempuan menjadi korban dari sistem tersebut.
2. Ketidakadilan gender itu menurut para feminis akibat dari kesalahpahaman terhadap
konsep gender yang disamakan dengan konsep seks.
3. Perbedaan gender mengakibatkan ketidakadilan. Ketidakadilan tyersebut bisa
disimpulkan dari manifestasi ketidakadilan tersebut yakni: Marginalisasi,
subordinasi, stereotipe, kekerasan (violence) dan beban kerja lebih panjang dan lebih
banyak (burden) atau (double burden). Berikut kita uraikan masing-masing dari
bentuk ketidakadilan gender tersebut.
Marginalisasi
Marginalisasi artinya : suatu proses peminggiran akibat perbedaan jenis kelamin
yang mengakibatkan kemiskinan. Banyak cara yang dapat digunakan untuk
memarjinalkan seseorang atau kelompok. Salah satunya adalah dengan menggunakan
asumsi gender. Misalnya dengan anggapan bahwa perempuan berfungsi sebagai
pencari nafkah tambahan, maka ketika mereka bekerja diluar rumah (sector public),
seringkali dinilai dengan anggapan tersebut. Jika hal tersebut terjadi, maka
sebenarnya telah berlangsung proses pemiskinan dengan alasan gender. Contoh :
1)   Guru TK, perawat, pekerja konveksi, buruh pabrik, pembantu rumah tangga
dinilai sebagai pekerja rendah, sehingga berpengaruh pada tingkat gaji/upah yang
diterima.
2)   Masih banyaknya pekerja perempuan dipabrik yang rentan terhadap PHK
dikarenakan tidak mempunyai ikatan formal dari perusahaan tempat bekerja
karena alasan-alasan gender, seperti  sebagai pencari nafkah tambahan, pekerja
sambilan dan juga alasan factor reproduksinya, seperti menstruasi, hamil,
melahirkan dan menyusui.
3)   Perubahan dari sistem pertanian tradisional kepada sistem pertanian modern
dengan menggunakan mesin-mesin traktor telah memarjinalkan pekerja
perempuan.
Subordinasi
Subordinasi Artinya : suatu penilaian atau anggapan bahwa suatu peran yang
dilakukan oleh satu jenis kelamin lebih rendah dari yang lain. Telah diketahui, nilai-
nilai yang berlaku di masyarakat, telah memisahkan dan memilah-milah peran-peran
gender, laki-laki dan perempuan. Perempuan dianggap bertanggung jawab dan
memiliki peran dalam urusan domestik atau reproduksi, sementara laki-laki dalam
urusan public atau produksi.
Pertanyaannya adalah, apakah peran dan fungsi dalam urusan domestic dan
reproduksi mendapat penghargaan yang sama dengan peran publik dan produksi?
Jika jawabannya “tidak sama”, maka itu berarti peran dan fungsi public laki-laki.
Sepanjang penghargaan social terhadap peran domestic dan reproduksi berbeda
dengan peran publik dan reproduksi, sepanjang itu pula ketidakadilan masih
berlangsung. Contoh :
1.   Masih sedikitnya jumlah perempuan yang bekerja pada posisi atau peran
pengambil keputusan atau penentu kebijakan disbanding laki-laki.
2.    Dalam pengupahan, perempuan yang menikah dianggap sebagai lajang, karena
mendapat nafkah dari suami dan terkadang terkena potongan pajak.
3.   Masih sedikitnya jumlah keterwakilan perempuan dalam dunia politik (anggota
legislative dan eksekutif).

Sterotipe atau Pelabelan Negatif


Semua bentuk ketidakadilan gender diatas sebenarnya berpangkal pada satu sumber
kekeliruan yang sama, yaitu stereotype gender laki-laki dan perempuan.Stereotype
itu sendiri berarti pemberian citra bakuatau label/cap kepada seseorang atau
kelompok yang didasarkan pada suatu anggapan yang salah atau sesat. Pelabelan
umumnya dilakukan dalam dua hubungan atau lebih dan seringkali digunakan
sebagai alasan untuk membenarkan suatu tindakan dari satu kelompok atas kelompok
lainnya.Pelabelan juga menunjukkan adanya relasi kekuasaan yang timpang atau
tidak seimbang  yang bertujuan untuk menaklukkan atau menguasai pihak
lain.Pelabelan negative juga dapat dilakukan atas dasar anggapan gender. Namun
seringkali pelabelan negative ditimpakan kepada perempuan. Contoh :
1. Perempuan dianggap cengeng, suka digoda.
2. Perempuan tidak rasional, emosional.
3. Perempuan tidak bisa mengambil keputusan penting.
4. Perempuan sebagai ibu rumah tangga dan pencari nafkah tambahan.
5. Laki-laki sebagai pencari nafkah utama.
 Kekerasan
Kekerasan (violence) artinya tindak kekerasan, baik fisik maupun non fisik yang
dilakukan oleh salah satu jenis kelamin atau sebuah institusi keluarga, masyarakat atau
negara terhadap jenis kelamin lainnya. Peran gender telah membedakan karakter
perempuan dan laki-laki. Perempuan dianggap feminism dan laki-laki maskulin.
Karakter ini kemudian mewujud dalam ciri-ciri psikologis, seperti laki-laki dianggap
gagah, kuat, berani dan sebagainya. Sebaliknya perempuan dianggap lembut, lemah,
penurut dan sebagainya. Sebenarnya tidak ada yang salah dengan pembedaan itu.
Namun ternyata pembedaan karakter tersebut melahirkan tindakan kekerasan. Dengan
anggapan bahwa perempuan itu lemah, itu diartikan sebagai alasan untuk diperlakukan
semena-mena, berupa tindakan kekerasan. Contoh :
1.   Kekerasan fisik maupun non fisik yang dilakukan oleh suami terhadap isterinya di
dalam rumah  tangga.
2.    Pemukulan, penyiksaan dan perkosaan yang mengakibatkan perasaan tersiksa dan
tertekan. Perkosaan juga bisa terjadi dalam rumah tangga karena konsekuensi
tertententu yang dibebankan kepada istri untuk harus melayani suaminya. Hal ini bisa
terjadi karena konstruksi yang melekatinya.
3.   Pelecehan seksual (molestation), yaitu jenis kekerasan yang terselubung dengan cara
memegang atau menyentuh bagian tertentu dari tubuh perempuan tanpa kerelaan si
pemilik tubuh.
4.    Eksploitasi seks terhadap perempuan dan pornografi.
5.   Genital mutilation: penyunatan terhadap anak perempuan. Hal ini terjadi karena
alasan untuk mengontrol perempuan.
6.    Prostitution: pelacuran. Pelacuran dilarang oleh pemerintah tetapi juga dipungut
pajak darinya. Inilah bentuk ketidakadilan yang diakibatkan oleh sistem tertentu dan
pekerjaan pelacuran juga dianggap rendah.

Beban ganda (double burden)


Beban ganda (double burden) artinya beban pekerjaan yang diterima salah satu jenis
kelamin lebih banyak dibandingkan jenis kelamin lainnya.
Peran reproduksi perempuan seringkali dianggap peran yang statis dan permanen.
Walaupun sudah ada peningkatan jumlah perempuan yang bekerja diwilayah public,
namun tidak diiringi dengan berkurangnya beban mereka di wilayah domestic. Upaya
maksimal yang dilakukan mereka adalah mensubstitusikan pekerjaan tersebut kepada
perempuan lain, seperti pembantu rumah tangga atau anggota keluarga perempuan
lainnya. Namun demikian, tanggung jawabnya masih tetap berada di pundak
perempuan. Akibatnya mereka mengalami beban yang berlipat ganda.
Segala bentuk ketidakadilan gender tersebut di atas termanifestasikan dalam banyak
tingkatan yaitu di tingkat negara, tempat kerja, organisasi, adat istiadat masyarakat dan
rumah tangga.
Tidak ada prioritas atau anggapan bahwa bentuk ketidakadilan satu lebih utama atau
berbahaya dari bentuk yang lain. Bentuk-bentuk ketidakadilan tersebut saling
berhubungan, misalnya seorang perempuan yang dianggap emosional dan dianggap
cocok untuk menempati suatu bentuk pekerjaan tertentu, maka juga bisa melahirkan
subordinasi. Perbedaan gender akan melahirkan ketidakadilan yang saling berhubungan
dengan perbedaan tersebut berikut tabelnya analisanya:
  
Keyakinan Gender Bentuk Ketidakadilan Gender

Perempuan: lembut dan bersifat emosional Tidak boleh menjadi manajer atau
pemimpin sebuah institusi
Perempuan: pekerjaan utamanya di rumah Dibayar lebih rendah dan tidak perlu
dan kalau bekerja hanya membantu suami kedudukan yang tinggi/penting
(tambahan)
Lelaki: berwatak tegas dan rasional Cocok menjadi pemimpin dan tidak pantas
kerja dirumah dan memasak

Globalisasi merupakan tantangan tersendiri bagi usaha untiuk meniadakan ketidakadilan ini.
Televisi adalah bentuk nyata dari arus globalisasi tersebut di mana televisi seakan menjadi
transformasi nilai. Penayangan iklan-iklan tertentu yang berlebihan adalah sumber
pemicunya. Contoh nyata adalah iklan produk susu yang mengakibatkan ASI dipandang
tidak begitu penting dalam perkembangan anak, padahal sebaliknya. Contoh lain adalah
iklan yang mempertontonkan gambar-gambar wanita yang vulgar. Gamba-gambar tersebut
merupakan salah satu bentuk pornografi. Iklan-iklan produk tertentu juga sering
menggunakan model perempuan yang dianggap cocok dengan karakter produk mereka,
misalnya kelembutan, keanggunan dan kelincahah.
Di sisi lain para ahli dari kalangan akademis maupun non akademis menyelenggarakan acara
seminar guna meluruskan kesalahpahaman tentang konsep gender dan sex yang
menimbulkan ketidakadilan seperti seminar yang diadakan oleh Universitas Muhammadiyah
Surakarta (UMS) dengan menghadirkan Guru Besar, Prof Dr Markamah, dalam seminar
Sastra Nasional Pembelajaran Sastra Berperspektif Kesetaraan Gender.

2.3 Peran Perempuan Dalam Asuhan Kebidanan Dan Dapat Memberikan Advokasi Serta
Bisa Membawa Reformasi Kebijakan Kesehatan
2.3.1 Pengertian Advokasi
Istilah advocacy (advokasi) mulai digunakan dalam program kesehatan masyarakat
pertama kali oleh WHO pada tahun 1984, sebagai salah satu strategi global pendidikan
atau promosi kesehatan. Webster’s New Collegiate Dictionary mengartikan advokasi
sebagai tindakan atau proses untuk membela dan memberi dukungan. Advoksai dapat pula
diterjemahkan tindakan yang mempengaruhi seseorang.
Advokasi adalah kombinasi individu dan sosial tindakan yang dirancang untuk
keuntungan politik dan masyarakat dukungan untuk tujuan kesehatan atau program
tertentu. Tindakan dapat diambil oleh, atau atas nama, individu dan kelompok untuk
menciptakan kondisi hidup yang mempromosikan kesehatan dan gaya hidup sehat.
Advokasi adalah suatu pendekatan kepada seseorang atau bidan/organisasi yang di
duga mempunyai pengaruh terhadap keberhasilan suatu program atau pelaksanaan suatu 
kegiatan. Secara operasional, advokasi adalah kombinasi antara gerakan perorangan dan
masyarakat yang di rancang untuk memperoleh komitmet politis, dukungan kebijakan,
penerimaan gagasan, atau dukungan terhadap system untuk suatu tujuan atau program
tertentu. Dengan demikian dapat disimpuilkan bahwa advokasi adalah kombinasi antara
pendekatan atau kegiatan individu dan social, untuk memperoleh komitmen politik,
dukungan kebijakan, penerimaan social, dan adanya sistem yang mendukung terhadap
suatu program atau kegiatan.
 
2.3.2 Tujuan Advokasi
1. Adapun Tujuan advokasi adalah sebagai berikut :
2. Adanya pemahaman atau kesadarah terhadap masalah kesehatan
3. Adanya ketertarikan dalam menyelesaikan masalah kesehatan
4. Adanya kemauan atau kepedulian menyelesaikan masalah kesehatan dengan
memberikan alternatif solusi
5. Adanya tindakan nyata dalam menyelesaikan masalah kesehatan
6. Adanya tindak lanjut kegiatan
7. Adanya komitmen dan dukungan dari kebijakan pemerintah, sumberdaya, dan
keikutsertakan berbagai pihak untuk memberikan kemudahan dalam menyelesaikan
masalah kesehatan.
Secara umum tujuan advokasi adalah untuk mewujudkan berbagai hak dan
kebutuhan kelompok masyarakat yang oleh karena keterbatasannya untuk memperoleh
akses di bidang sosial, kesehatan, politik, ekonomi, hukum, budaya, mengalami
hambatan secara struktural akibat tidak adanya kebijakan publik yang bepihak kepada
mereka. Dan pada intinya tujuan utama advokasi adalah untuk mendorong kebijakan
publik seperti dukungan tentang kesehatan.
 2.3.3  Prinsip-Prinsip Advokasi
Advokasi tidak hanya sekedar melakukan lobby politik, tetapi mencakup kegiatan
persuasif, memberikan semangat dan bahkan sampai memberikan tekanan
(pressure) kepada para pemimpin institusi. Advokasi tidak hanya dilakukan individu,
tetapi juga oleh kelompok atau organisasi, maupun masyarakat.. Advokasi terdiri atas
sejumlah tindakan yang dirancang untuk menarik perhatian masyarakat pada suatu isu
dan mengontrol para pengambil kebijakan untuk mencari solusinya. Advokasi juga berisi
aktivitas-aktivitas legal dan politisi yang dapat mempengaruhi bentuk dan praktek
penerapan hukum.
2.2.4  Advokasi dalam pelayanan kebidanan
Bidan berperan sebagai advocator dengan tugas antara lain :
1. Mempromosikan dan melindungi kepentingan orang-orang dalam pelayanan kebidanan,
yang mungkin rentan dan tidak mampu melindungi kepentingan mereka sendiri.
2. Membantu masyarakat untuk mengakses kesehatan yang relevan dan informasi
kesehatyan dan membertikan dukungan sosial.
3. Melakukan kegiatan advokasi kepada para pengambil keputusan berbagai program dan
sektor yang terkait dengan kesehatan.
4. Melakukan upaya agar para pengambil keputusan tersebut meyakini atau mempercayai
bahwa program kesehatan yang ditawarkan perlu di dukung melalui kebijakan atau
keputusan politik.
5. Kebijakan itu dalam bentuk peraturan, Undang-Undang, instruksi yang menguntungkan
kesehatan publik.
6. Sasarannya yaitu pejabat legislatif dan eksekutif. Para pemimpin pengusaha, organisasi
politik dan organisasi masyarakat baik tingkat pusat, propinsi, kabupaten, keccamatan
desa kelurahan.
2.2.5  Bentuk Kegiatan Advokasi
1. Lobi Politik:
Melakukan pendekatan dengan para pembuat keputusan setempat, agar mereka
menerima commited atau usulan, dan akhirnya mereka bersedia mengeluarkan
kebijakan atau keputusan-keputusan untuk membantu atau mendukung program
tersebut, baik di tingkat pusat maupun daerah.
2. Pendekatan dan Pelatihan Masyarakat:
Melakukan pendekatan dan pelatihan-pelatihan kepada tokoh para masyarakat
setempat, baik tokoh masyarakat formal maupun informal. Tujuannya agar para tokoh
masyarakat setempat mempunyai kemampuan seperti yang diharapkan program, dan
dapat membantu menyebarkan informasi kesehatan atau melakukan penyuluhan
kepada masyarakat agar berfikir positif sehingga dapat dicontoh oleh masyarakat lain.
3. Penyuluhan Kesehatan (Seminar atau Presentasi):
Petugas kesehatan bersama-sama tokoh masyarakat melakukan kegiatan penyuluhan
kesehatan, konseling melalui berbagai kesempatan dan media. Tujuan dari kegiatan ini
untuk meningkatkan pengetahuan, sikap dan perilaku masyarakat untuk hidup sehat.
4. Seminar atau presentasi
Yang di hadiri oleh para pejabat lintas program dan lintas sektoral. Petugas kesehatan
menyajikan masalah kesehatan di wilayahnya, lengkap dengan data dan iliutrasi yang
menarik, serta rencana program pemecahannya. Kemudian masalah tersebut di bahas
bersama yang akhirnya diharapkan akan diperoleh komitmen dan dukungan terhadap
program  yamg akan dilaksanakan.
2.2.6  Media kegiatan Advokasi dalam pelayanan kebidanan

Menyampaikan masalah kesehatan menggunakan media dalam bentuk seperti :

1. Lisan (langsung kepada sasaran) / Seminar


2. Artikel (media massa)
3. Berita
4. Diskusi
5. Penyampaian pendapat untuk membentuk opini publik dan lain sebagainya.
BAB III
PENUTUP

3.1 KESIMPULAN
Bidan merupakan tenaga kesehatan yang memegang peranan penting dalam pelayanan
maternal dan perinatal, sehingga bidan dituntut untuk memiliki keterampilan kepemimpinan
dalam pelayanan kebidanan disertai dengan kemampuan untuk menjalin kerjasama dengan
pihak yang terkait dalam persoalan kesehatan di masyarakat.
Bidan dalam melaksanakan peran, fungsi dan tugasnya didasarkan pada kemampuan
dan kewenangan yang diatur melalui Peraturan Menteri Kesehatan (permenkes).Permenkes
yang menyangkut wewenang bidan selalu mengalami perubahan sesuai dengan kebutuhan
dan perkembangan masyarakat dan kebijakan pemerintah dalam meningkatkan derajat
kesehatan masyarakat. Bidan harus dap bat berperan sebagai advokator untuk dapat
mempengaruhi masyarakat agar terjadinya perubahan dalam kebijakan publik secara
bertahap maju & semakin baik terutama dalam bidang kesehatan.

3.2 SARAN
Sebagai bidan kita harus memperhatikan ,menghayati dan mengamalkan aspek legal
dalam praktek kebidanan agar nantinya tidak terjadi pelanggaran dan dapat menjalankan
tugas kita sesuai peraturan pemerintah ataupun standar praktek kebidanan.
DAFTAR PUSTAKA

Notoatmojo,soekijo. 1990. Pendidikan Dan Perilaku Kesehatan. Jakarta: Rineka Cipta.


Glenz, Karen. 1990. Health Behavior and Health Education, Theory Research and Practice. San
Francisco,oxford: Joosey-Bas Publiser.
http://peterpaper.blogspot.com/
http://www.wpro.who.int/NR/rdonlyres/7A5709BC-7095-4DF5-8A02-546A0AE94FC2/0/
hsp_introduction.pdf

Anda mungkin juga menyukai