Di Susun Oleh:
1. Ratna Setiawati
2. Iis Sundari
3. Eskawati Sinarmata
4. Novani Elkapi
5. Destriana
S1 KEBIDANAN KHUSUS
UNIVERSITAS KADER BANGSA
2022
KATA PENGANTAR
Segala puji bagi Allah SWT yang telah memberikan kami kemudahan sehingga kami dapat
menyelesaikan makalah ini dengan tepat waktu. Tanpa pertolongan-Nya tentunya kami tidak
akan sanggup menyelesakan makalah ini dengan baik. Shalawat beriring salam tak lupa pula
kami junjungkan kepada baginda tercinta yaitu Nabi Muhammad SAW yang telah kita nantkan
syafa’atnya di akhirat nanti.
Penulis mengucapkan syukur kepada Allah SWT atas limpahan nikmat akal sehat dan fisik yang
telah diberikan-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan pembuatan makalah dari mata kuliah
Pengantar Praktek Kebidanan dengan judul “Pelayanan Kebidanan Dalam Sitem Pelayanan
Kesehatan”
Penulis tentu menyadari bahwa makalah ini jauh dari kata sempurna dan masih banyak
kekurangan serta kesalahan di dalamnya. Oleh karena itu, penulis akan menerima kritik maupun
saran dari pembaca makalah ini. Semoga makalah ini dapat berguna untuk para pembaca dan
semoga makalah ini dapat lebih baik lagi untuk ke depannya. Dan apabila terdapat banyak
kesalahan dari makalah ini, maka penulis minta maaf yang sebesar-besarnya. Terima kasih.
Penyusun
DAFTAR ISI
Halaman Judul
Kata Pengantar
Daftar Isi
Bab 1 Pendahuluan
1.1 Latar Belakang
1.2 Tujuan
1.3 Manfaat
Bab 2 Tianjaun Teori
2.1 Pelayanan kebidanan dari multi perspektif
2.2 Dampak ketidaksetaraan dn ketidakadilan gender pada kesehatan perempuan dan
praktik kebidanan.
2.3 Peran perempuan dlm asuhan kebidanan dan dapat memberikan advokasi serta bisa
membawa reformasi kebijakan kesehatan.
Bab 3 Penutup
3.1 Kesimpulan
3.2 Saran
DAFTAR PUSTAKA
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Sejarah menunjukkan bahwa bidan adalah salah satu profesi tertua di dunia sejak
adanya peradaban umat manusia. Bidan muncul sebagai wanita terpercaya dalam
mendampingi dan menolong ibu yang melahirkan. Peran dan posisi bidan dimasyarakat
sangat dihargai dan dihormati karena tugasnya yang sangat mulia, memberi semangat,
membesarkan hati, mendampingi, serta menolong ibu yang melahirkan sampai ibu dapat
merawat bayinya dengan baik.
Keberadaan bidan di Indonesia sangat diperlukan dalam upaya meningkatkan
kesejahteraan ibu dan janinnya, salah satu upaya yang dilakukan oleh pemerintah adalah
mendekatkan pelayanan kebidanan kepada setiap ibu yang membutuhkannya. Pada tahun
1993 WHO merekomendasikan agar bidan dibekali pengetahuan dan ketrampilan
penanganan kegawatdaruratan kebidanan yang relevan. Untuk itu pada tahun 1996 Depkes
telah menerbitkan Permenkes No.572/PER/Menkes /VI/96 yang memberikan wewenang dan
perlindungan bagi bidan dalam melaksanakan tindakan penyelamatan jiwa ibu dan bayi baru
lahir.
Dengan adanya standar pelayanan, masyarakat akan memiliki rasa kepercayaan yang
lebih baik terhadap pelaksana pelayanan. Suatu standar akan lebih efektif apabila dapat
diobservasi dan diukur, realistis, mudah dilakukan dan dibutuhkan. Pelayanan kebidanan
merupakan pelayanan profesional yang menjadi bagian integral dari pelayanan kesehatan.
Bidan sebagai pekerja profesional dalam menjalankan tugas dan prakteknya, bekerja
berdasarkan pandangan filosofis yang dianut, keilmuan, metode kerja, standar praktik
pelayanan serta kode etik yang dimilikinya.
TINJAUAN TEORI
2.2 Dampak Ketidak setaraan dan ketidak adilan gender pada kesehatan perempuan
dan praktik kebidanan.
Gender diartikan sebagai perbedaan peran dan tanggung jawab perempuan dan
laki-laki yang ditentukan secara sosial. Gender berhubungan dengan bagaimana persepsi
dan pemikiran serta tindakan yang diharapkan sebagai perempuan dan laki-laki yang
dibentuk masyarakat, bukan karena perbedaan biologis. Kesetaraan gender adalah tidak
adanya diskriminasi berdasarkan jenis kelamin seseorang dalam memperoleh kesempatan
dsan alokasi sumber daya, manfaat atau dalam mengakses pelayanan. Berbeda halnya
dengan keadilan gender merupakan keadilan pendistribusian manfaat dan tanggung
jawab perempuan dan laki-laki. Konsep yang mengenali adanya perbedaan kebutuhan
dan kekuasaan antara perempuan dan laki-laki, yang harus diidentifikasi dan diatasi
dengan cara memperbaiki ketidakseimbangan antara jenis kelamin. Masalah gender
muncul bila ditemukan perbedaan hak, peran dan tanggung jawab karena adanya nilai-
nilai sosial budaya yang tidak menguntungkan salah satu jenis kelamin (lazimnya
perempuan).
Gender diartikan sebagai perbedaan peran dan tanggung jawab perempuan dan
laki-laki yang ditentukan secara sosial. Gender berhubungan dengan bagaimana persepsi
dan pemikiran serta tindakan yang diharapkan sebagai perempuan dan laki-laki yang
dibentuk masyarakat, bukan karena perbedaan biologis. Untuk itu perlu dilakukan
rekontruksi sosial sehingga nilai-nilai sosial budaya yang tidak menguntungkan tersebut
dapat dihilangkan. Sehingga masalah kesehatan reproduksi yang erat kaitannya dengan
ketidakadilan dan ketidaksetaraan gender dapat dihindari, khususnya kematian ibu dan
anak yang masih tinggi di Indonesia.
Pembahasan dalam topik isu gender ini dimaksudkan untuk memberikan
informasi sehingga dapat mengembangkan ide-ide kreatif dan inovatif yang disesuaikan
dengan sosial, budaya, kondisi dan situasi di wilayah setempat untuk megatasi masalah
kesehatan reproduksi remaja. Mengingat masih tingginya “4 TERLALU” ( Terlalu Muda,
Terlalu tua, Terlalu Banyak, Terlalu Sering untuk hamil dan bersalin) yang berhubungan
dengan penyebab kematian ibu dan anak kondisi ini sesungguhnya dapat dicegah, dan
tidak terjadi kematian yang sia-sia. Selain itu masalah ksehatan lainnya penularan dan
penyebaran HIV/AIDS. Dengan upaya pemberian informasi kesehatan diharapkan dapat
meningkatkan pengetahuan remaja yang pada akhirnya remaja mempunyai pandangan
dan sikap yang baik untuk dapat membantu pencegahan penularan HIV/AIDS,
pencegahan kehamilan tidak diharapkan.
Masalah kesehatan reproduksi remaja selain berdampak secara fisik, juga dapat
berpengaruh terhadap kesehatan mental dan emosi, keadaan ekonomi dan kesejahteraan
sosial dalam jangka panjang. Dampak jangka panjang tersebut tidak hanya berpengaruh
terhadap keluarga, masyarakat dan bangsa akhirnya.
Permasalahan prioritas kesehatan reproduksi pada remaja dapat dikelompokkan
sebagai berikut :
a. Kehamilan tidak dikehendaki, yang seringkali menjurus kepada aborsi yang tidak
aman dan komplikasinya
b. Kehamilan dan persalinan usia muda yang menambah risiko kesakitan dan kematian
ibu dan bayi
c. Masalah Penyakit Menul;ar Seksual termasuk infeksi HIV/AIDS
d. Tindak kekerasan seksual, seperti pemerkosaan, pelecehan seksual dan transaksi seks
komersial.
Kehamilan remaja kurang dari 20 tahun menyumbangkan risiko kematian ibu dan
bayi 2 hingga 4 kali lebih tinggi dibanding kehamilan pada ibu berusia 20 – 35 tahun.
Pusat penelitian Kesehatan UI mengadakan penelitian di Manado dan Bitung ( 1997),
menunjukkan bahwa 6% dari 400 pelajar SMU puteri dan 20% dari 400 pelajar SMU
putera pernah melakukan hubungan seksual.Survei Depkes (1995/1996) pada remaja usia
13 - 19 tahun di Jawa barat (1189) dan di Bali (922) mendapatkan 7% dan 5 % remaja
putri di Jawa Barat dan Bali mengaku pernah terlambat haid atau hamil. Di Yogyakarta,
menurut data sekunder tahun 1996/1997, dari 10.981 pengunjung klinik KB ditemukan
19,3% yang datang dengan kehamilan yang tidak dikehendaki dan telah melakukan
tindakan pengguguran yang disengaja sendiri secara tidak aman. Sekitar 2% diantaranya
berusia kurang dari 22 tahun. Dari data PKBI sumbar tahun 1997 ditemukan bahwa
remaja yang telah melakukan hubungan seksual sebelum menikah mengakui kebanyakan
melakukannya pertama kali pada usia antara 15 – 18 tahun.
Ada beberapa fakta berikut yang berhubungan dengan kesehatan reproduksi remaja
bahwa KEK remaja putri 36% (SKIA : 1995), Anemia Remaja Putri 52% (SDKI : 1995),
merokok berusia kurang dari 14 tahun 9% dan kurang dari 19 tahun 53% (Susenas :
1995), Remaja Putri Perokok sebanyak 1% – 8%, peminum minuman keras 6%, pemakai
napza 0,3 – 3% (LDFE-UI). Sekitar 70.000 remaja putri kurang dari 18 tahun terlibat
dalam prostitusi industri seks ditemukan di 23 propinsi, seks sebelum menikah 0,4 – 5%
(LDFE-UI : 1999), 2,4 juta aborsi/ tahun, 21% diantaranya terjadi pada remaja, 11%
kelahiran terjadi pada usia remaja, 43% perempuan melahirkan anak pertama dengan usia
pernikahan kurang dari 9 bulan.
Informasi dan pelayanan kesehatan reproduksi remaja dewasa ini belum memadai,
dan kebanyakan baru ditangani oleh swadaya masyarakat di kota-kota besar.(Depkes :
2001). Dari berbagai penelitian terbatas diketahui angka prevalensi Infeksi Saluran
Reproduksi (ISR) di Indonesia cukup tinggi, diantaranya penelitian pada 312 akseptor KB
di Jakarta Utara (1998) angka prevalensi ISR 24,7% dengan infeksi klamidia yang
tertinggi yaitu 10,3%, kemudian trikomoniasis 5,4%, dan gonore 0,3%. Penelitian lain di
Surabaya pada 599 ibu hamil didapatkan infeksi virus herpessimpleks sebesar 9,9%,
klamidia 8,2% trikomoniasis 4,8%, gonore 0,8% dan sifilis 0,7%. Suatu survey di 3
Puskesmas di Surabaya (1999 (pada 195 pasien pengunjung KIA/BP diperoleh proorsi
tertinggi infeksi trikomoniasis 6,2%, kemudian sifilis 4,6% dan klamidia 3,6%. Upaya
pencegahan dan penanggulangan ISR di tingkat pelaynan dasar masih jauh yang
diharapkan. Upaya tersebut baru dilaksanakan secara terbatas di beberapa propinsi.
Hambatan sosio-budaya sering mengakibatkan ketidak tuntasan dalam pengobatanya,
sehingga menimbulkan komplikasi ISR yang serius seperti kemandulan, keguguran, dan
kecacatan janin
Hingga bulan Desember 2006 tercatat jumlah kumulatif kasus HIV sebanyak 5230
dan kasus AIDS sebanyak 8190. Dari penderita AIDS tersebut, 6604 kasus (80,7%)
adalah laki-laki dan 1529 kasus (18,6%) adalah perempuan dan tidak diketahui 61 kasus
(0,7%). Dari segi usia rebanyak pada usia 20 - 29 tahun sebanyak 4487 kasus ( 54,7%),
usia 30 – 39 tahun sebanyak 2226 kasus ( 27,2%), usia 40 – 49 sebannyak 647 kasus
(7,9%), usia 15 – 19 tahun sebanyak 222 kasus (2,7%),usia 5 – 14 tahun 22 kasus
(0,26%), dengan jumlah kasus terbanyak berada di DKI Jakarta 2565 (31,3%).
Dengan faktor risiko penularan yaitu narkoba suntik 50,3%, heteroseksual 40,3%, homo
biseksual 4,2%, transfuse darah 0,1% transmisi perinatal 1,5%, tidak diketahui 3,6%.
Jumlah penderita HIV/AIDS yang sebenarnya diperkirakan 100 kali lipat dari jumlah
yang dilaporkan.. Strategi Penanggulangan AIDS Nasional 2003-2007 menyatakan
bahwa pencegahan dan penularan HIV dari ibu ke bayi merupakan sebuah program
prioritas. Masih banyak isu gender lainnya yang terkait dengan kesehatan reproduksi
remaja, diantaranya sunat pada perempuan, kekerasan terhadap perempuan/dalam rumah
tangga, perlecehan seksual/pemerkosaan, perdagangan manusia/perempuan.
Program ini akan membahas mengenai fakta dan upaya mengatasi ketidaksetaraan
berbasis gender yang terjadi di masyarakat, data yang akan ditunjukkan dalam bidang
pendidikan, partisipasi politik dan ekonomi, mengingat perempuan yang paling terkena
dampak dari ketidaksetaraan ini diantaranya perempuan dinilai kurang bernilai daripada
laki-laki maka data yang akan di sajikan akan lebih banyak mengenai
keterlibatan perempuan.
Perempuan: lembut dan bersifat emosional Tidak boleh menjadi manajer atau
pemimpin sebuah institusi
Perempuan: pekerjaan utamanya di rumah Dibayar lebih rendah dan tidak perlu
dan kalau bekerja hanya membantu suami kedudukan yang tinggi/penting
(tambahan)
Lelaki: berwatak tegas dan rasional Cocok menjadi pemimpin dan tidak pantas
kerja dirumah dan memasak
Globalisasi merupakan tantangan tersendiri bagi usaha untiuk meniadakan ketidakadilan ini.
Televisi adalah bentuk nyata dari arus globalisasi tersebut di mana televisi seakan menjadi
transformasi nilai. Penayangan iklan-iklan tertentu yang berlebihan adalah sumber
pemicunya. Contoh nyata adalah iklan produk susu yang mengakibatkan ASI dipandang
tidak begitu penting dalam perkembangan anak, padahal sebaliknya. Contoh lain adalah
iklan yang mempertontonkan gambar-gambar wanita yang vulgar. Gamba-gambar tersebut
merupakan salah satu bentuk pornografi. Iklan-iklan produk tertentu juga sering
menggunakan model perempuan yang dianggap cocok dengan karakter produk mereka,
misalnya kelembutan, keanggunan dan kelincahah.
Di sisi lain para ahli dari kalangan akademis maupun non akademis menyelenggarakan acara
seminar guna meluruskan kesalahpahaman tentang konsep gender dan sex yang
menimbulkan ketidakadilan seperti seminar yang diadakan oleh Universitas Muhammadiyah
Surakarta (UMS) dengan menghadirkan Guru Besar, Prof Dr Markamah, dalam seminar
Sastra Nasional Pembelajaran Sastra Berperspektif Kesetaraan Gender.
2.3 Peran Perempuan Dalam Asuhan Kebidanan Dan Dapat Memberikan Advokasi Serta
Bisa Membawa Reformasi Kebijakan Kesehatan
2.3.1 Pengertian Advokasi
Istilah advocacy (advokasi) mulai digunakan dalam program kesehatan masyarakat
pertama kali oleh WHO pada tahun 1984, sebagai salah satu strategi global pendidikan
atau promosi kesehatan. Webster’s New Collegiate Dictionary mengartikan advokasi
sebagai tindakan atau proses untuk membela dan memberi dukungan. Advoksai dapat pula
diterjemahkan tindakan yang mempengaruhi seseorang.
Advokasi adalah kombinasi individu dan sosial tindakan yang dirancang untuk
keuntungan politik dan masyarakat dukungan untuk tujuan kesehatan atau program
tertentu. Tindakan dapat diambil oleh, atau atas nama, individu dan kelompok untuk
menciptakan kondisi hidup yang mempromosikan kesehatan dan gaya hidup sehat.
Advokasi adalah suatu pendekatan kepada seseorang atau bidan/organisasi yang di
duga mempunyai pengaruh terhadap keberhasilan suatu program atau pelaksanaan suatu
kegiatan. Secara operasional, advokasi adalah kombinasi antara gerakan perorangan dan
masyarakat yang di rancang untuk memperoleh komitmet politis, dukungan kebijakan,
penerimaan gagasan, atau dukungan terhadap system untuk suatu tujuan atau program
tertentu. Dengan demikian dapat disimpuilkan bahwa advokasi adalah kombinasi antara
pendekatan atau kegiatan individu dan social, untuk memperoleh komitmen politik,
dukungan kebijakan, penerimaan social, dan adanya sistem yang mendukung terhadap
suatu program atau kegiatan.
2.3.2 Tujuan Advokasi
1. Adapun Tujuan advokasi adalah sebagai berikut :
2. Adanya pemahaman atau kesadarah terhadap masalah kesehatan
3. Adanya ketertarikan dalam menyelesaikan masalah kesehatan
4. Adanya kemauan atau kepedulian menyelesaikan masalah kesehatan dengan
memberikan alternatif solusi
5. Adanya tindakan nyata dalam menyelesaikan masalah kesehatan
6. Adanya tindak lanjut kegiatan
7. Adanya komitmen dan dukungan dari kebijakan pemerintah, sumberdaya, dan
keikutsertakan berbagai pihak untuk memberikan kemudahan dalam menyelesaikan
masalah kesehatan.
Secara umum tujuan advokasi adalah untuk mewujudkan berbagai hak dan
kebutuhan kelompok masyarakat yang oleh karena keterbatasannya untuk memperoleh
akses di bidang sosial, kesehatan, politik, ekonomi, hukum, budaya, mengalami
hambatan secara struktural akibat tidak adanya kebijakan publik yang bepihak kepada
mereka. Dan pada intinya tujuan utama advokasi adalah untuk mendorong kebijakan
publik seperti dukungan tentang kesehatan.
2.3.3 Prinsip-Prinsip Advokasi
Advokasi tidak hanya sekedar melakukan lobby politik, tetapi mencakup kegiatan
persuasif, memberikan semangat dan bahkan sampai memberikan tekanan
(pressure) kepada para pemimpin institusi. Advokasi tidak hanya dilakukan individu,
tetapi juga oleh kelompok atau organisasi, maupun masyarakat.. Advokasi terdiri atas
sejumlah tindakan yang dirancang untuk menarik perhatian masyarakat pada suatu isu
dan mengontrol para pengambil kebijakan untuk mencari solusinya. Advokasi juga berisi
aktivitas-aktivitas legal dan politisi yang dapat mempengaruhi bentuk dan praktek
penerapan hukum.
2.2.4 Advokasi dalam pelayanan kebidanan
Bidan berperan sebagai advocator dengan tugas antara lain :
1. Mempromosikan dan melindungi kepentingan orang-orang dalam pelayanan kebidanan,
yang mungkin rentan dan tidak mampu melindungi kepentingan mereka sendiri.
2. Membantu masyarakat untuk mengakses kesehatan yang relevan dan informasi
kesehatyan dan membertikan dukungan sosial.
3. Melakukan kegiatan advokasi kepada para pengambil keputusan berbagai program dan
sektor yang terkait dengan kesehatan.
4. Melakukan upaya agar para pengambil keputusan tersebut meyakini atau mempercayai
bahwa program kesehatan yang ditawarkan perlu di dukung melalui kebijakan atau
keputusan politik.
5. Kebijakan itu dalam bentuk peraturan, Undang-Undang, instruksi yang menguntungkan
kesehatan publik.
6. Sasarannya yaitu pejabat legislatif dan eksekutif. Para pemimpin pengusaha, organisasi
politik dan organisasi masyarakat baik tingkat pusat, propinsi, kabupaten, keccamatan
desa kelurahan.
2.2.5 Bentuk Kegiatan Advokasi
1. Lobi Politik:
Melakukan pendekatan dengan para pembuat keputusan setempat, agar mereka
menerima commited atau usulan, dan akhirnya mereka bersedia mengeluarkan
kebijakan atau keputusan-keputusan untuk membantu atau mendukung program
tersebut, baik di tingkat pusat maupun daerah.
2. Pendekatan dan Pelatihan Masyarakat:
Melakukan pendekatan dan pelatihan-pelatihan kepada tokoh para masyarakat
setempat, baik tokoh masyarakat formal maupun informal. Tujuannya agar para tokoh
masyarakat setempat mempunyai kemampuan seperti yang diharapkan program, dan
dapat membantu menyebarkan informasi kesehatan atau melakukan penyuluhan
kepada masyarakat agar berfikir positif sehingga dapat dicontoh oleh masyarakat lain.
3. Penyuluhan Kesehatan (Seminar atau Presentasi):
Petugas kesehatan bersama-sama tokoh masyarakat melakukan kegiatan penyuluhan
kesehatan, konseling melalui berbagai kesempatan dan media. Tujuan dari kegiatan ini
untuk meningkatkan pengetahuan, sikap dan perilaku masyarakat untuk hidup sehat.
4. Seminar atau presentasi
Yang di hadiri oleh para pejabat lintas program dan lintas sektoral. Petugas kesehatan
menyajikan masalah kesehatan di wilayahnya, lengkap dengan data dan iliutrasi yang
menarik, serta rencana program pemecahannya. Kemudian masalah tersebut di bahas
bersama yang akhirnya diharapkan akan diperoleh komitmen dan dukungan terhadap
program yamg akan dilaksanakan.
2.2.6 Media kegiatan Advokasi dalam pelayanan kebidanan
3.1 KESIMPULAN
Bidan merupakan tenaga kesehatan yang memegang peranan penting dalam pelayanan
maternal dan perinatal, sehingga bidan dituntut untuk memiliki keterampilan kepemimpinan
dalam pelayanan kebidanan disertai dengan kemampuan untuk menjalin kerjasama dengan
pihak yang terkait dalam persoalan kesehatan di masyarakat.
Bidan dalam melaksanakan peran, fungsi dan tugasnya didasarkan pada kemampuan
dan kewenangan yang diatur melalui Peraturan Menteri Kesehatan (permenkes).Permenkes
yang menyangkut wewenang bidan selalu mengalami perubahan sesuai dengan kebutuhan
dan perkembangan masyarakat dan kebijakan pemerintah dalam meningkatkan derajat
kesehatan masyarakat. Bidan harus dap bat berperan sebagai advokator untuk dapat
mempengaruhi masyarakat agar terjadinya perubahan dalam kebijakan publik secara
bertahap maju & semakin baik terutama dalam bidang kesehatan.
3.2 SARAN
Sebagai bidan kita harus memperhatikan ,menghayati dan mengamalkan aspek legal
dalam praktek kebidanan agar nantinya tidak terjadi pelanggaran dan dapat menjalankan
tugas kita sesuai peraturan pemerintah ataupun standar praktek kebidanan.
DAFTAR PUSTAKA