Anda di halaman 1dari 20

Makalah Women Empowering Dalam Konteks Kebidanan

PARNERSHIP BIDAN DENGAN PEREMPUAN


DALAM PELAYANAN KEBIDANAN
Disusun guna memenuhi tugas kelompok
Mata Kuliah Women Empowering Dalam Konteks Kebidanan
Dosen Pengampu: Asworoningrum Y, S.SiT.,M.Keb

Disusun Oleh:
Kelompok XIII
Miftara Sylva P. NIM. P17311185087
Alin Mas’Aliyah NIM. P17311185088
Putri Kartini NIM. P17311185089

KEMENTRIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA


POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES MALANG
JURUSAN KEBIDANAN
PROGRAM STUDI DIPLOMA IV KEBIDANAN MALANG
TAHUN AJARAN 2018/2019
KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum Wr. Wb
Segala puji dan syukur kami ucapkan kepada Tuhan Yang Maha Esa,
karena atas berkat dan rahmatnya kami dapat menyelesaikan makalah dengan
judul MakalahWomen Empowering Dalam Konteks Kebidanan
Penyusun menyadari terwujudnya makalah ini tidak akan terlaksana tanpa
bantuan dan pengarahan dari semua pihak yang telah membimbing. Oleh karena
itu dalam kesempatan ini penyusun ingin mengucapkan terimakasih yang sebesar-
besarnya kepada :
1. Herawati Mansur, S.ST.,M.Pd.,M.Psi selaku Ketua Jurusan Kebidanan
Poltekkes Kemenkes Malang.
2. Ika Yudianti, S.ST., M.Keb selaku Ketua Prodi DIV Kebidanan Malang
Poltekkes Kemenkes Malang.
3. Jenny. J. S. Sondakh, S.Si.T.,M.Clin.Mid selaku Dosen PJMK Mata Kuliah
Women Empowering dalam Konteks Kebidanan Prodi DIV Kebidanan
Malang Poltekkes Kemenkes Malang.
4. Asworoningrum Y, S.SiT.,M.Keb selaku Dosen Pembimbing Mata Kuliah
Women Empowering dalam Konteks Kebidanan Prodi DIV Kebidanan
Malang Poltekkes Kemenkes Malang.
5. Teman- teman mahasiswi Prodi DIV Kebidanan Malang Poltekkes Kemenkes
Malang.
Karena keterbatasan kemampuan yang ada, penyusun menyadari
sepenuhnya bahwa dalam penyusunan makalah masih jauh dari kesempurnaan.
Oleh karena itu, penyusun mengharapkan kritik dan saran yang bersifat
membangun dari pembaca.
Wassalamu’alaikum Wr. Wb

Penyusun
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR ............................................................................................ 2
DAFTAR ISI ........................................................................................................... 3
BAB I PENDAHULUAN ....................................................................................... 4
A. Latar Belakang ......................................................................................... 4
B. Rumusan Masalah .................................................................................... 5
C. Tujuan ....................................................................................................... 6
D. Manfaat ..................................................................................................... 6
BAB II TINJAUAN PUSTAKA............................................................................. 7
A. Continuity of Care (COC) ........................................................................ 7
B. Empowerment Women ............................................................................. 8
C. Komponen Kesehatan Reproduksi dalam Pelayanan Kebidanan ............. 9
D. Hak-hak Reproduksi……………………………………………………11
E. Tujuan Modifikasi Program KB ............................................................. 13
F. Prinsip-prinsip dalam Program Kesehatan Reproduksi ......................... 13
G. Hak-hak Reproduksi dapat Terjamin ..................................................... 14
BAB IIIPEMBAHASAN ...................................................................................... 16
BAB IV PENUTUP .............................................................................................. 19
A. Kesimpulan ............................................................................................. 19
B. Saran ....................................................................................................... 19
DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................... 20
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Perempuan adalah makhluk Bio-Psiko-Sosial-Kultural-Spiritual yang utuh
dan unik, mempunyai kebutuhan dasar yang bermacam-macam sesuai dengan
tingkat perkembangannya. Setiap perempuan merupakan pribadi yang
mempunyai hak, kebutuhan serta harapan (Sofie, 2011).
Perempuan mengambil tanggung jawab terhadap kesehatannya dan
keluarganya melalui pendidikan dan konseling dalam membuat keputusan.
Perempuan mempunyai hak untuk melilih dan memutuskan tentang siapa yang
memberi asuhan dan dimana tempat pemberian asuhan. Sehingga perempuan
perlu permberdayaan dan pelayanan untuk memperoleh pendidikan dan
informasi dalam menjalankan tugasnya ( Hidayat, dkk, 2009).
Bidan merupakan salah satu tenaga kesehatan yang berperan penting dalam
pemberdayaan perempuan. Dalam Kepmenkes RI No.
369/Menkes/SK/III/2007 tentang Keyakinan Bidan dalam menjalankan
perannya yaitu bidan berkeyakinan bahwa perempuan harus diberdayakan
untuk mengambil keputusan tentang kesehatan diri dan keluarganya melalui
komunikasi, informasi (KIE) dan konseling. Pengambilan keputusan
merupakan tanggung jawab bersama antara perempuan, keluarga dan pemberi
asuhan. Akan tetapi yang menentukan adalah perempuan itu sendiri sebagai
pengambil keputusan yang utama (Sari, 2012).
Bidan mempunyai tugas penting dalam konseling dan pendidikan kesehatan,
kepada masyarakat khususnya perempuan sesuai dengan perannya sebagai
pendidik. Bidan diakui sebagai tenaga profesional yang bertanggung-jawab dan
akuntabel, yang bekerja sebagai mitra perempuan untuk memberikan
dukungan, asuhan dan nasehat selama masa hamil, masa persalinan dan masa
nifas, memimpin persalinan atas tanggung jawab sendiri dan memberikan
asuhan kepada bayi baru lahir dan bayi sesuai dengan perannya sebagi profesi
(Heryani,2011).
Selain itu, sesuai dengan filosofi kebidanan bahwa bidan menyakini
perempuan adalah pribadi yang unik yang mempunyai hak, kebutuhan dan
keinginan masing-masing dan oleh sebab itu, perempuan harus berpartisipasi
aktif dalam setiap asuhan yang diterimanya. Bidan menyakini bahwa
perempuan harus diberdayakan untuk mengambil keputusan tentang kesehatan
diri dan keluargnya melalui Komunikasi, Infoemasi dan Edukasi (KIE) dan
Konseling karena pengambilan keputusan merupakan tanggung jawab bersama
antara perempuan, keluarga dan pemberi asuhan (Heryani, 2011).
Bidan sebagai tenaga kesehatan memiliki peran yang sangat sentral dalam
menurunkan angka kematian Ibu (AKI), serta angka kesakitan dan kematian
bayi (AKB), melalui pemberian pelayanan kebidanan, baik secara mandiri,
kolaborasi maupun rujukan dengan cara melakukan partnership dengan
perempuan (Juwita, 2015).
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang tersebut maka rumusan masalah dalam makalah
ini yaitu:
1. Apakah yang dimaksud dengan continuity of care dalam pelayanan
kebidanan?
2. Apakah yang dimaksud dengan empowerment women dalam pelayanan
kebidanan?
3. Apa saja komponen yang termasuk didalam kesehatan reproduksi dalam
pelayanan kebidanan?
4. Apa saja yang termasuk di dalam hak reproduksi dalam pelayanan
kebidanan?
5. Apakah tujuan memodifikasi program KB dalam pelayanan kebidanan?
6. Apa saja prinsip dalam program kesehatan reproduksi dalam pelayanan
kebidanan?
7. Apa saja hak hak reproduksi yang dapat terjamin dalam pelayanan
kebidanan?
C. Tujuan
Adapun tujuan dalam penyusunan makalah ini adalah :
1. Menjelaskan tentang continuity of care dalam pelayanan kebidanan.
2. Menjelaskan tentang empowerment women dalam pelayanan kebidanan.
3. Menjelaskan komponen yang termasuk didalam kesehatan reproduksi
dalam pelayanan kebidanan.
4. Menjelaskan tentang hak-hak reproduksi dalam pelayanan kebidanan.
5. Menjelaskan tujuan memodifikasi program KB dalam pelayanan
kebidanan.
6. Menjelaskan tentang prinsip dalam program kesehatan reproduksi dalam
pelayanan kebidanan.
7. Menjelaskan hak-hak reproduksi yang dapat terjamin dalam pelayann
kebidanan.
D. Manfaat
1. Sebagai bahan masukan dalam pengembangan ilmu pengetahuan dan
wawasan berpikir yang berkaitan dengan Partnership Bidan dan
Perempuan dalam Pelayanan Kebidanan.
2. Sebagai bahan informasi baru sebagai sarana pendukung untuk
memperluas wawasan khususnya di bidang kebidanan.
3. Bagi tenaga kesehatan khususnya bidan dapat meningkatkan kinerja dan
tanggung jawab sebagai pendamping perempuan dan memberikan asuhan
yang integral sesuai dengan kompetensi dan kewenangan yang dimiliki
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Continuity of Care (COC)
Pelayanan kebidananan yang kontinyu (Continuity of Care) dimulai dari
Ante Natal Care (ANC), Intra Natal Care (INC), Post Natal Care (PNC),
asuhan Bayi Baru Lahir (BBL), asuhan Neonatus dan pelayanan KB.
Penguatan manajemen fisiologis sebagai ciri khas bidan. Seorang Bidan yang
baik dan professional harus memahami filosofi kebidanan bahwa hamil dan
melahirkan bukan penyakit. Seorang bidan harus mampu mempraktikan
pendekatan fisiologis yang paling tepat, menerapkan model praktik bidan,
mengembangkan model praktik bidan, mempertahankan praktik mandiri,
memahami lingkup praktik bidan berdasarkan evidence based practice (Ikatan
Bidan Indonesia, 2012).
Continuity of care merupakan pelayanan kebidanan yang umunya
dilakukan pada ibu hamil, ibu bersalin, bayi baru lahir, dan nifas. Tahap-tahap
pelayanan yang berkesinambungan menurut (Ikatan Bidan Indonesia, 2012)
meliputi:
1. Kehamilan.
Pemeriksaan kehamilan disediakan di berbagai tempat, diantaranya di
rumah sakit daerah atau di komunitas kelas ibu hamil. Berbagai kasus
yang dialami saat kehamilan, bidan mengajak ibu hamil untuk mendeteksi
kehamilan sejak awal yaitu dengan menyediakan pemeriksaan kehamilan
gratis dengan konseling kehamilan dan rujukan yang sesuai. Setiap wanita
menginginkan untuk mendapatkan pelayanan kehamilan yang selayaknya.
Pelayanan dasar yang diberikan bidan yaitu untuk memastikan bahwa
pemberian pelayanan sesuai dengan implentasinya.
2. Dukungan masa kehamilan dan berbagi informasi.
Berbagai cara yang dilakukan bidan untuk menyediakan dan memfasilitasi
berbagai informasi serta dukungan.
3. Persiapan melahirkan dan periode pasca salin.
Ketika wanita mencapai usia kehamilan 36 minggu, bidan sering datang
melakukan kunjungan rumah untuk mendiskusikan dengan ibu serta
keluarga tentang kebutuhan ibu menjelang persiapan persalinan dan masa
pasca salin.
4. Persalinan dan pelayanan kelahiran.
Persalinan dan kelahiran dapat terjadi dimanapun sesuai pemberian
kebutuhan setiap individu dan keinginan dari ibu dan tergantung pada
tersedianya tempat pelayanan persalinan yang terpenting, sehingga ibu
tahu bahwa bidan mendampinginya.
5. Pasca salin dan perawatan bayi baru lahir.
Setelah ibu melahirkan, bidan akan memberikan pelayanan pasca salin
dengan izin ibu. Jika ibu melahirkan di rumah sakit, bidan akan
memfasilitasi ibu sampai kembali ke rumah serta saat melakukan
kunjungan nifas sampai 6 minggu sesuai dengan kebutuhan ibu.
Kunjungan tersebut untuk mendukung ibu untuk menyusui bayinya dan
membangun kenyamanan dalam mengasuh bayi serta dirinya.
6. Rujukan dan konsultasi.
Bidan perlu kolaborasi dengan petugas kesehatan yang lain untuk
memastikan ibu bersedia untuk menerima akses pelayanan yang sesuai.
Setiap pelayanan bidan yang berkesinambungan harus sesuai pedoman,
untuk konsultasi berguna dalam pengambilan keputusan dan memberikan
dukungan serta pelayanan yang efektif.
B. Empowerment Women
Empowerment Women (Pemberdayaan Perempuan) adalah upaya untuk
memperoleh akses dan kontrol terhadap sumber daya, ekonomi, politik, sosial,
budaya, agar perempuan dapat mengatur diri dan meningkatkan rasa percaya
diri untuk mampu berperan dan berpartisipasi aktif dalam memecahkan
masalah sehingga mampu membangun kemampuan dan konsep diri.
Tujuan pemberdayaan perempuan adalah untuk menantang ideologi
patriarki yaitu dominasi laki-laki dan subordinasi perempuan, merubah
struktur dan pranata yang memperkuat dan melestarikan dikriminasi gender
dan ketidakadilan sosial. Pendekatan pemberdayaan memberi kemungkinan
bagi perempuan miskin untuk memperoleh akses dan penguasaan terhadap
sumber-sumber material maupun informasi. Sehingga proses pemberdayaan
harus mempersiapkan semua struktur dan sumber kekuasaan.
Bidan mempunyai tugas penting dalam konseling dan pendidikan kesehatan,
kepada masyarakat khususnya perempuan. Bidan diakui sebagai tenaga
professional yang bertanggung jawab dan akuntabel, yang bekerja sebagai
mitra perempuan untuk memberikan dukungan, asuhan dan nasehat selama
hamil, masa persalinan dan masa nifas, memimpin persalinan atas tanggung
jawab sendiri dan memberikan asuhan kepada bayi baru lahir dan bayi. Asuhan
ini mencakup upaya pencegahan, promosi persalinan normal, deteksi
komplikasi pada ibu dan anak, dan akses bantuan medis atau bantuan lain yang
sesuai, serta melaksanakan tindakan kegawatdaruratan (Kurnia, 2009).
C. Komponen Kesehatan Reproduksi dalam Pelayanan Kebidanan
Tahun 1995 Konferensi sedunia IV tentang wanita dilaksanakan di Beijing,
Cina, di Haque 1999, di New York tahun 2000 menyepakati tentang definisi
kesehatan reproduksi yaitu suatu keadaan sejahtera fisik, mental dan sosial
secara utuh, tidak semata-mata bebas dari penyakit atau kecacatan dalam
semua hal yang berkaitan dengan sistem reproduksi, serta fungsi dan prosesnya
(Widyastuti, 2009).
Pengertian Kesehatan reproduksi, dalam UU Kesehatan Nomor 36 Tahun
2009, yaitu Pasal 71 yang menjelaskan tentang kesehatan reproduksi sebagai
suatu keadaan sehat secara fisik, mental dan sosial secara utuh, tidak semata-
mata bebas dari penyakit atau kecacatan yang berkaitan dengan sistem, fungsi,
dan proses reproduksi pada perempuan dan laki-laki. Artinya kesehatan
reproduksi mempunyai ruang lingkup yang sangat luas yang mencakup
keseluruhan siklus hidup manusia mulai sejak lahir sampai lanjut usia.
(Kementrian Kesehatan, 2015).
Kebijakan Nasional Kesehatan Reproduksi di Indonesia menetapkan bahwa
Kesehatan Reproduksi mencakup 5 (lima) komponen/ Program terkait, yaitu:
1. Komponen Kesejahteraan Ibu dan Anak
Peristiwa kehamilan, persalinan dan masa nifas merupakan kurun
kehidupan wanita yang paling tinggi resikonya karena dapat membawa
kematian, dan makna kematian seorang ibu bukan hanya satu anggota
keluarga tetapi hilangnya kehidupan sebuah keluarga. Peran ibu sebagai
wakil pimpinan rumah tangga sulit digantikan. Untuk mengurangi
terjadinya kematian ibu karena kehamilan dan persalinan, harus
dilakukaun pemantauan sejak dini agar dapat mengambil tindakan yang
cepat dan tepat sebelum berlanjut pada keadaan kebidanan darurat.
Upaya intervensi dapat berupa pelayanan ante natal, pelayanan
persalinan/ partus dan pelayanan postnatal atau masa nifas. Informasi yang
akurat perlu diberikan atas ketidaktahuan bahwa hubungan seks yang
dilakukan, akan mengakibatkan kehamilan dan tanpa menggunakan
kotrasepsi kehamilan yang tidak diinginkan. Dengan demikian tidak perlu
dilakukan pengguguran yang dapat mengancam jiwa.
2. Komponen Keluarga Berencana
Promosi KB dapat ditujukan pada upaya peningkatan kesejahteraan ibu
sekaligus kesejahteraan keluarga. Calon suami-istri agar merencanakan
hidup berkeluarga atas dasar cinta kasih, serta pertimbangan rasional
tentang masa depan yang baik bagi kehidupan suami istri dan anak-anak
mereka serta masyarakat. Keluarga berencana bukan hanya sebagai
upaya/strategi kependudukan dalam menekan pertumbuhan penduduk agar
sesuai dengan daya dukung lingkungan tetapi juga merupakan strategi
bidang kesehatan dalam upaya peningkatan kesehatan ibu melalui
pengaturan jarak dan jumlah kelahiran. Pelayanan yang berkualitas juga
perlu ditingkatkan dengan lebih memperhatikan pandangan klien atau
pengguna Konsep Kesehatan Reproduksi.
3. Komponen Pencegahan dan Penanganan Infeksi Saluran Reproduksi (ISR)
termasuk Penyakit Menular Seksual dan HIV/AIDS.
Pencegahan dan penanganan infeksi ditujukan pada penyakit dan
gangguan yang berdampak pada saluran reproduksi, baik disebabkan
penyakit infeksi yang non PMS seperti tuberculosis, malaria, filariasis, dan
sebagainya maupun penyakit infeksi yang tergolong PMS (penyalit
menular seksual) seperti gonorrhoea, sifilis, herpes genital, chlamydia, dan
sebagainya. Selain itu dapat mengakibatkan infeksi rongga panggul (pelvic
inflammatory diseases/ PID) seperti alat kontrasepsi dalam rahim
(AKDR), yang dapat berakibat seumur hidup pada wanita maupun pria,
misalnya kemandulan, hal mana akan menurunkan kualitas hidupnya.
Salah satu yang juga sangat mendesak saat ini adalah upaya pencegahan
PMS yang fatal yaitu infeksi virus HIV (Human Immunodeficiency Virus).
4. Komponen Kesehatan Reproduksi Remaja
Upaya promosi dan pencegahan masalah kesehatan reproduksi sangat
dibutuhkan untuk masa remaja, dimana sering terjadi peralihan dari masa
anak menjadi dewasa, dan perubahan-perubahan dari bentuk dan fungsi
tubuh terjadi dalam waktu relatif cepat. Hal ini ditandai dengan
berkembangnya tanda seks sekunder dan berkembangnya jasmani secara
pesat, menyebabkan remaja secara fisik mampu melakukan fungsi proses
reproduksi tetapi belum dapat mempertanggungjawabkan akibat dari
proses reproduksi tersebut. Informasi, penyuluhan, konseling dan
pelayanan klinis perlu ditingkatkan untuk mengatasi masalah kesehatan
reproduksi remaja ini.
5. Komponen Usia Lanjut
Melengkapi siklus kehidupan keluarga, komponen ini akan
mempromosikan peningkatan kualitas penduduk usia lanjut pada saat
menjelang dan setelah akhir kurun usia reproduksi
(menopouse/adropause). Upaya pencegahan dapat dilakukan melalui
skrining keganansan organ reproduksi misalnya kan ker rahim pada
wanita, kanker prostat pada pria serta pencegahan defesiensi hormonal.
D. Hak-Hak Reproduksi
Sehubungan dengan komponen reproduksi, tentu terdapat hak-hak
reproduksi. Pengertian dari hak reproduksi sendiri yaitu bagian bagian dari hak
asasi manusia yang diakui. Konferensi Internasional mengenai Kependudukan
dan Pembangunan (International Conference on Population and Development/
ICPD) pada tahun 1994 menetapkan kerangka untuk merealisasikan hak-hak
reproduksi yaitu ” Hak ini bersandar pada pengakuan hak dasar semua
pasangan dan orang-perorangan untuk memutuskan secara bebas dan
bertanggung jawab jumlah, jarak dan waktu mempunyai anak dan untuk
memiliki informasi dan sarana untuk mendapatkan informasi, serta hak untuk
mencapai standar tertinggi kesehatan seksual dan reproduksi. Hak tersebut juga
termasuk hak mereka untuk membuat keputusan mengenai reproduksi yang
bebas dari diskriminasi, paksaan dan kekerasan”
Secara singkat hak-hak reproduksi menurut kesepakatan dalam Konferensi
Internasional Kependudukan dan Pembangunan tersebut bertujuan untuk
mewujudkan kesehatan bagi individu secara utuh, baik kesehatan jasmani
maupun rohani, yang meliputi :
1. Hak mendapatkan informasi dan pendidikan kesehatan reproduksi
2. Hak mendapatkan pelayanan dan perlindungan kesehatan reproduksi
3. Hak kebebasan berfikir tentang pelayanan kesehatan reproduksi
4. Hak untuk dilindungi dari kematian karena kehamilan
5. Hak untuk menentukan jumlah dan jarak kelahiran anak
6. Hak atas kebebasan dan keamanan berkaitan dengan kehidupan
reproduksinya
7. Hak untuk bebas dari penganiayaan dan perlakuan buruk termasuk
perlindungan dari perkosaan, kekerasan, penyiksaan, dan pelecehan
seksual
8. Hak mendapatkan manfaat kemajuan ilmu pengetahuan yang berkaitan
dengan kesehatan reproduksinya
9. Hak atas pelayanan dan kehidupan reproduksinya
10. Hak untuk membangun dan merencanakan keluarga
11. Hak untuk bebas dari segala bentuk diskriminasi dalam kehidupan
berkeluarga dan kehidupan reproduksi
12. Hak atas kebebasan berkumpul dan berpartisipasi dalam politik yang
berkaitan dengan kesehatan reproduksi
E. Tujuan Modifikasi Program KB
Menurut (Prawirohardjo, 2006) pengertian kontrasepsi adalah upaya untuk
mencegah terjadinya kelamilan. Upaya itu dapat bersifat sementara, dapat juga
bersifat permanen. Penggunaan kontrasepsi merupakan salah satu yang
mempengaruhi fertilitas.
Sejalan dengan hal tersebut serta dengan perkembangan jaman, program KB
mulai mengalami banyak perkembangan dan modifikasi. Menurut (Hartanto,
2004) tujuan dari modifikasi ini sejalan dengan tujuan dari kontrasepsi itu
sendiri, yaitu:
1. Untuk menunda kehamilan
2. Menjarangkan kehamilan
3. Untuk menghentikan kehamilan/ mengakhiri kehamilan/ kesuburan
F. Prinsip dalam Program Kesehatan Repsoduksi
1. Pelayanan yang holistik
Pelayanan yang diberikan memandang klien sebagai manusia yang
utuh, artinya pelayanan yang diberikan sesuai dengan kebutuhan klien,
namun petugas kesehatan dapat menawarkan dan memberikan pelayanan
lain yang dibutuhkan oleh klien yang diidentifikasi melalui proses
anemnesis. Keterpaduan pelayanan harus dikaji secara menyeluruh pada
empat atau sekurang-kurangnya tiga komponen esensial kesehatan
reproduksi, meskipun dengan gradasi yang berbeda-beda sesuai dengan
kondisi dan kebutuhan setempat.
2. Keterpaduan dalam pelayanan
Pelayanan kesehatan reproduksi diupayakan dapat diberikan secara
terpadu, sehingga klien mendapatkan semua pelayanan yang dibutuhakan
dalam ruang lingkup reproduksi sekaligus dalam satu kunjungan/
pelayanan. Keterpaduan pelayanan antar komponen kesehatan reproduksi
yang diberikan dapat dilakukan oleh satu orang, tetapi bisa juga dilakukan
oleh beberapa orang, namun harus pada satu institusi. Pelayanan
dilaksanakan secara terpadu dalam satu tempat yang sama dan dalam satu
hari, yang dikenal dengan “One Stop Services” (Sekali Datang Semua
Pelayanan Diperoleh). Pelayanan komponen program kesehatan
reproduksi yang akan diterpadukan harus dapat diberikan setiap hari kerja.
3. Fleksibel
Pelayanan yang memerelukan rujukan ke jenjang yang lebih tinggi,
termasuk pelayanan konseling, bisa dilakukan pada waktu atau fasilitas
lain dimana pelayanan yang dibutuhkan tersedia. Rujukan ini harus
dipantau untuk memastikan klien mendapatkan pelayanan yang
dibutuhkan.
G. Hak-hak reproduksi dapat terjamin
Hak-hak reproduksi dapat terjamin, apabila:
1. Hukum-hukum dan kebijakan-kebijakan harus dibuat dan dijalankan untuk
mencegah diskriminasi, pemaksaan dan kekerasaan yang berhubungan
dengan seksualitas dan masalah reproduksi.
2. Pemerintah lembaga donor darah dan masyarakat harus mengambil
langkah-langkah yang tepat untuk menjamin semua pasangan dan individu
yang menginginkan pelayanan kesehatan reproduksi dan kesehatan seksual
terpenuhi.
3. Perempuan dan laki-laki harus bekerja sama untuk mengetahui haknya,
mendorong agar pemerintah dapat melindungi hak-hak ini serta
membangun dukungan atas hak-hak tersebut melalui pendidikan dan
advokasi.
4. Konsep-konsep kesehatan reproduksi dan uraian hak-hak perempuan ini
diambil dari hasil kerja International Women’s Health Advocates
Worldwide.
5. Pelayanan kesehatan reproduksi diperlukan untuk memenuhi kebutuhan
perempuan sebagaimana mereka inginkan, serta mengetahui bahwa
kebutuhan-kebutuhan ini sangat beragam dan saling terkait satu dengan
yang lain.
Hak Reproduksi sangat penting untuk mendapatkan Pelayanan Kesehatan
Reproduksi, sehingga perempuan harus:
1. Mempunyai pengalaman dalam kehidupan seksual yang sehat, terbebas
dari penyakit, kekerasan, ketidakmampuan, ketakutan, kesakitan, atau
kematian yang berhubungan dengan reproduksi dan seksualitas.
2. Mengatur kehamilannya secara aman dan efektif sesuai dengan
keinginannya, menghentikan kehamilan yang tidak diinginkan, dan
menjaga kehamilan sampai waktu persalinan.
3. Mendorong dan membesarkan anak-anak yang sehat seperti juga ketika
mereka menginginkan kesehatan bagi dirinya sendiri untuk mewujudkan
pemenuhan hak-hak reproduksi (Widyastuti, 2009).
4. Promosi hak-hak reproduksi dilaksanakan dengan menganalisis
perundang-undangan, peraturan, dan kebijakan saat ini berlaku apakah
sudah seiring dan mendukung hak-hak reproduksi dengan tidak melupakan
kondisi lokal sosial budaya masyarakat.
5. Advokasi hak-hak reproduksi, dimaksudkan agar mendapat dukungan
komitmen dari para tokoh politik tokoh agama, tokoh masyarakat,
LSM/LSOM, dan swasta.
6. KIE hak-hak reproduksi, dengan KIE diharapkan masyarakat semakin
mengerti hak-hak reproduksi sehingga dapat bersama-sama
mewujudkannya.
BAB III
PEMBAHASAN
Berdasarkan isi dari bab sebelumnya dapat disimpulankan bahwa Parnership
Bidan dengan Perempuan dalam Pelayanan Kebidanan adalah suatu persekutuan
atau kerjasama antara bidan selaku tenaga kesehatan yang bertugas memberikan
asuhan kebidanan dengan perempuan sebagai penerima asuhan kebidanan dapat
bekerjasama/ bermitra dengan baik sehingga hasil dari asuhan tersebut dapat
bermanfaat bagi bidan selaku pemberi asuhan dan perempuan selaku penerima
asuhan sehingga dapat mencapai keluarga kecil yang bahagia dan sejahtera.
Setiap menjalankan tugas serta tanggungjawabnya, bidan menjadikan
perempuan sebagai temannya. Pada saat memberikan pelayanan kebidanan
primer sepenuhnya merupakan tanggung jawab bidan, namun tetap saja tidak bisa
dilepaskan dari peran serta atau perempuan sebagai objek dari layanan tersebut.
Seperti salah satu penjabaran dari tanggungjawab bidan pada pelayanan primer
yaitu menerapkan manajemen asuhan kebidanan pada setiap asuhan. Bidan
mempunyai tanggungjawab untuk menerapkan manajemen asuhan kebidanan,
namun manajemen tersebut tidak akan berjalan apabila ibu/pasien sebagai objek
dari asuhan tidak bekerja sama dengan bidan, namun manajemen tersebut tidak
akan menghasilkan hasil yang maksimal.
Bentuk pathnership bidan yang paling nyata adalah pada ranah Continuity of
care karena dalam pemberian asuhan atau perawatan yang berkesinambungan
tersebut bidan benar-benar bidan menjadi rekan ibu dalam setiap siklus hidup
maupun siklus reproduksi. Bidan harus secara konsisten melakukan asuhan yang
dilakukan sejak dini yaitu sejak ibu mangandung, terhadap janin dalam
kandungan, masa bayi dan balita, masa remaja hingga dewasa bahkan sampai usia
lanjut.
Pada Empowerment Women (Pemberdayaan Perempuan) yang memiliki tujuan
agar perempuan dapat mengatur diri dan meningkatkan rasa percaya diri untuk
mampu berperan dan berpartisipasi aktif dalam memecahkan masalah sehingga
mampu membangun kemampuan dan konsep diri. Posisi Bidan sebagai patner
dari perempuan harus dapat memberikan asuhan yang mencakup upaya
pencegahan, promosi persalinan normal, deteksi komplikasi pada ibu dan anak,
dan akses bantuan medis atau bantuan lain yang sesuai, serta melaksanakan
tindakan kegawatdaruratan.
Pengertian Kesehatan reproduksi, dalam UU Kesehatan Nomor 36 Tahun
2009, yaitu Pasal 71 menjelaskan tentang kesehatan reproduksi sebagai suatu
keadaan sehat secara fisik, mental dan sosial secara utuh, tidak semata-mata bebas
dari penyakit atau kecacatan yang berkaitan dengan sistem, fungsi, dan proses
reproduksi pada perempuan dan laki-laki. Salah satu komponen kesehatan
reproduksi yang berhubungan dengan partnership bidan dengan Perempuan dalam
Pelayanan Kebidanan menetapkan bahwa bidan mempunyai peran penting dalam
kesejahteraan ibu dan anak. Seperti ketika bidan melakukan asuhan pada ibu
hamil dan asuhan kepada janin yang ada dalam rahim, bidan harus benar-benar
menjalin pathnership dengan ibu supaya kesejahteraan ibu dan anak bisa terjamin.
Selain itu komponen Keluarga Berencana, program keluarga berencana ini
rata-rata pengguna terbanyaknya adalah perempuan, maka dari itu wujud
pathnership antara bidan dan perempuan harus benar-benar diwujudkan secara
nyata supaya meningkatan kesejahteraan ibu sekaligus kesejahteraan keluarga.
Sedangkan komponen pencegahan dan penanganan infeksi saluran reproduksi
(ISR) yaitu termasuk penyakit menular seksual dan HIV/AIDS, dalam hal ini
wujud pathnership bidan dapat terlihat mulai dari memberikan konseling,
melakukan pemeriksaaan awal serta mendampingi perempuan yang memiliki
keluhan maupun masalah lebih lanjut mengenai penyakit menular seksual.
Pada kesehatan reproduksi remaja, selain sebagai pathner bidan juga dapat
memposisikan diri sebagai pendamping bagi para remaja agar kesehatan
reproduksi remaja dapat terjamin, informasi dan penyuluhan, konseling dan
pelayanan klinis perlu ditingkatkan oleh bidan untuk mengatasi masalah kesehatan
reproduksi remaja ini. Untuk usia lanjut yaitu melakukan pencegahan melalui
skrining keganansan organ reproduksi misalnya kanker rahim pada wanita.
Menurut (Widyastuti, 2009) hak Reproduksi maupun akses untuk mendapatkan
Pelayanan Kesehatan Reproduksi adalah penting, sehingga perempuan harus
mempunyai pengalaman dalam kehidupan seksual yang sehat, terbebas dari
penyakit, kekerasan, ketidakmampuan, ketakutan, kesakitan, atau kematian yang
berhubungan dengan reproduksi dan seksualitas, mengatur kehamilannya secara
aman dan efektif sesuai dengan keinginannya, menghentikan kehamilan yang
tidak diinginkan, dan menjaga kehamilan sampai waktu persalinan, mendorong
dan membesarkan anak-anak yang sehat untuk mewujudkan pemenuhan hak-hak
reproduksi. Hak reproduksi ini dapat terjamin dengan nyata jika bidan dapat
menjalin kerjasama yang baik dengan perempuan.
Wujud nyata dari pathnership bidan dengan perempuan yang merupakan
makhluk Bio-Psiko-Sosial-Kultural dan Spiritual yang utuh dan unik, mempunyai
kebutuhan dasar yang bermacam-macam sesuai dengan tingkat perkembangannya.
SElain itu bidan harus menempatkan posisi sebagai rekan dari perempuan dengan
meletakkan diri pada posisi yang sama, tanpa harus terlihat menggurui ataupun
memaksakan terhadap asuhan ataupun tugas yang dijalankan. Jika ditanya hasil
dari pathnership bidan dengan perempuan dapat kita lihat dari inform choice dan
inform concent yang dipilih oleh pasien dan memperdayaan dari wanita itu sendiri
dalam menjalankan asuhan yang diberikan oleh bidan.
BAB IV
PENUTUP
A. Kesimpulan
Dalam Parnership Bidan dengan Perempuan dalam Pelayanan Kebidanan
banyak kegiatan yang sudah mulai direncanakan baik dari dalam negeri
maupun taraf internasional, diantaranya yaitu Continuity of care dalam bahasa
Indonesia dapat diartikan sebagai perawatan yang berkesinambungan. Dalam
globalisasi ekonomi bahwa persaingan global yang semakin ketat yang
menuntut kita semua untuk menyiapkan manusia Indonesia yang berkualitas
tinggi sebagai generasi penerus bangsa yang harus disiapkan sebaik mungkin
secara terencana, terpadu dan berkesinambungan.
Empowerment Women (Pemberdayaan Perempuan) adalah upaya untuk
memperoleh akses dan kontrol terhadap sumber daya, ekonomi, politik, sosial,
budaya, agar perempuan dapat mengatur diri dan meningkatkan rasa percaya
diri untuk mampu berperan dan berpartisipasi aktif dalam memecahkan
masalah sehingga mampu membangun kemampuan dan konsep diri.
Sedangkan Kebijakan Nasional Kesehatan Reproduksi di Indonesia
menetapkan bahwa Kesehatan Reproduksi mencakup lima komponen/ program
terkait, yaitu komponen kesejahteraan ibu dan anak, Komponen keluarga
berencana, komponen pencegahan dan penanganan infeksi saluran reproduksi
(ISR) termasuk penyakit menular seksual dan HIV/AIDS, komponen kesehatan
reproduksi remaja dan komponen usia lanjut
B. Saran
Parnership bidan dengan perempuan dalam pelayanan kebidanan harus
dimaksimalkan agar bidan dapat menjadi agen nyata untuk mengurangi tingkat
Angka Kematian Ibu (AKI) dan Angka Kematian Bayi (AKB). Serta dapat
menjamin berjalannya pemberdayaan wanita demi kesejahteraan ibu, anak dan
keluarga.
DAFTAR PUSTAKA

Hartanto, H. 2004. Keluarga Berencana Dan Kontrasepsi. Jakarat: Pustaka Sinar


Harapan.
Heryani, R. 2011. Buku Ajar Konsep Kebidanan. Jakarta: Trans info media.
Hidayat,dkk. 2009. Catatan Kuliah Konsep Kebidanan.Yogyakarta: Mitra
Cendikiawa.
Ikatan Bidan Indonesia. 2012. Lima Puluh Tahun IBI – Bidan Menyongsong Masa
Depan. Jakarta: PP IBI.
Kementrian kesehatan RI. 2016 . Profil Kesehatan Indonesia 2015. Jakarta:
Kementrian Kesehatan Republik Indonesia.
Prawirohardjo, S. 2006. Pelayanankesehatan Maternal Dan Neonatal. Jakarta:
Yayasan Bina Pustaka.
Sari, N. 2012. Konsep Kebidanan. Yogyakarta: Graha Ilmu.
Sofie. 2011. Falsafah Kebidanan. http://bidansofie.wordpress.com (diakses
tanggal 02 Agustus 2018.
Widiastuti. 2009. Kesehatan Reproduksi.Yogyakarta: Fitramaya

Anda mungkin juga menyukai