Anda di halaman 1dari 67

PROPOSAL

HUBUNGAN KONSUMSI JUNKFOOD DENGAN NYERI DISMINORE


PADA REMAJA PUTRI IIKNU TUBAN TAHUN 2023

Oleh :

KHOIRUN NISA’ SOFIAH

PROGRAM STUDI SARJANA ILMU KEPERAWATAN


FAKULTAS KEPERAWATAN DAN KEBIDANAN
INSTITUT ILMU KESEHATAN NAHDLATUL ULAMA TUBAN
2023
PROPOSAL

HUBUNGAN KONSUMSI JUNKFOOD DENGAN NYERI DISMINORE


PADA REMAJA PUTRI IIKNU TUBAN TAHUN 2023

Oleh :

KHOIRUN NISA’ SOFIAH


NIM.20.01.5.149.012

PROGRAM STUDI SARJANA ILMU KEPERAWATAN


FAKULTAS KEPERAWATAN DAN KEBIDANAN
INSTITUT ILMU KESEHATAN NAHDLATUL ULAMA TUBAN
2023

ii
BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Masa remaja adalah suatu fase perkembangan yang dinamis dalam

kehidupan seseorang. Salah satu tanda keremajaan secara biologi yaitu mulainya

remaja mengalami haid (Mayangsari et al., 2020). Remaja adalah masa peralihan

dari masa anak-anak menuju masa dewasa. Peralihan ini disebut sebagai fase

pematangan yang ditandai dengan perubahan tertentu yang dipengaruhi hormon.

Ditinjau dari sisi bahwa remaja belum mampu menguasai fungsi fisik dan

psikologinya secara optimal, sehingga dapat mempengaruhi perilaku remaja

menjalani perilaku beresiko. Oleh karena itu, pelayanan kesehatan remaja sesuai

permasalahannya harus lebih intensif pada aspek promotif dan preventif dengan

cara peduli pada remaja.(Lubis, 2018)

Menstruasi merupakan salah satu perubahan karakteristik awal pada

remaja. Gangguan menstruasi yang sering terjadi pada remaja adalah Dismenore

(Oktorika et al., 2020). Dismenore atau nyeri haid adalah suatu gejala yang paling

sering menyebabkan wanita muda pergi ke dokter untuk konsultasi dan

pengobatan (Wiknjosastro, 2017).

Dalam perjalanannya, tidak semua remaja yang mengalami menstruasi

akan berjalan dengan lancar tanpa keluhan. Tahun-tahun awal menstruasi

merupakan periode yang rentan terhadap terjadinya gangguan menstruasi (Lubis,

2018). Tujuh puluh lima persen wanita pada tahap remaja akhir mengalami

gangguan yang terkait dengan menstruasi. Banyak dari wanita yang mengalami

1
2

gangguan menstruasi saat masa menstruasinya. Gangguan menstruasi meliputi

ketidakteraturan siklus menstruasi (durasi atau panjang), hiper-atau

hypomenorrhoe, poliatau oligomenorea, dismenorea, amenorea, dan sindrom

pramenstruasi (Karout et al., 2012)

Dismenorhoe adalah nyeri haid, gangguan ini bersifat subyektif, berat dan

intensitasnya sukar dinilai, walaupun frekuensi dismenorhoe cukup tinggi dan

penyakit ini sudah lama dikenal, namun sampai sekarang patogenesisnya belum

dapat dipecahkan (Sarwono, 2010: 229) Studi ini juga melaporkan bahwa

dismenore menyebabkan 14% remaja sering tidak masuk sekolah (Bonde dkk,

2014). Malaysia prevalensi dismenore pada remaja sebanyak 62,3% (Ningsih,

2011), sedangkan menurut Komal Atta dkk dalam penelitian di Departemnt of

Physiology, University Medical and Dental College, The University of Faisalabad

Pakistan didapatkan dismenorhoe terjadi pada 86,5% anak perempuan. Mayoritas

melaporkan gejala PMS kram (32,7%), nyeri perut (44,7%), perubahan suasana

hati (40%).

Berdasarkan data World Health Organization (WHO) tahun 2017

didapatkan kejadian Dismenore sebesar 1.769.425 jiwa (90%) wanita yang

mengalami Dismenore dengan 10-16% mengalami Dismenore berat. Angka

kejadian Dismenore di dunia sangat besar, rata-rata hampir lebih dari 50% wanita

mangalaminya. Prevalensi Dismenore di Indonesia sebesar sebesar 107.673 jiwa

(64,25%), yang terdiri dari 59.671 jiwa (54,89%) mengalami Dismenore primer

dan 9.496 jiwa (9,36%) mengalami Dismenore sekunder (Herawati, 2017). Angka

kejadian Dismenore pada kalangan wanita usia produktif berkisar 45%-95%


3

(Sadiman, 2017). Dismenore primer dialami oleh 60%-75% remaja. Dilaporkan

30%-60% remaja wanita yang mengalami Dismenore, (Larasati, T. A. & Alatas,

2016). Di Jawa Timur angka kejadian Dismenore sebesar 64,25% yang terdiri dari

54,89% Dismenore primer dan 9,36% Dismenore sekunder (Syaiful & Naftalin,

2018).

Makanan sangat mempengaruhi kinerja dalam tubuh contohnya Junk food,

Junk food adalah istilah yang mendeskripsikan makanan yang tidak sehat dan

memiliki sedikit nilai gizi. Junk food mengandung tinggi lemak, tinggi garam dan

tinggi gula, serta rendah serat (WHO, 2011). Junk food mempunyai berbagai

dampak bagi kesehatan. Data yang didapatkan dari RISKESDAS tahun 2018

diketahui bahwa sekitar 68,3 % remaja mempunyai kebiasaan mengkonsumsi

makanan instan dan sebanyak 14,7% remaja mengkonsumsi soft drink sebanyak

1-6x/minggu. (kementrian Kesehatan Republik Indonesia, 2019) Menurut Larasati

& Alatas (2016) makanan saji memiliki kandungan gizi yang tidak seimbang yaitu

tinggi kalori, tinggi lemak, tinggi gula, dan rendah serat. Kandungan asam lemak

didalam makanan cepat saji mengganggu metabolism progesterone pada fase

luteal dari siklus menstruasi. Fast food yang biasanya dikonsumsi diantaranya :

burger, kentang goreng, fried chiken, ayam geprek, hamburger. Konsumsi fast

food sudah menjadi bagian dari gaya hidup di masyarakat Indonesia terutama

pada remaja. Hal ini di perkuat oleh (Astuti & Maggiolo, 2014) menunjukan

bahwa yang paling paling banyak mengkonsumsi fast food adalah remaja. Dan

pada penelitian Lili (2018) menunjukan adanya hubungan yang signifikan antara

konsumsi fast food dengan siklus menstruasi dan juga nyeri disminore.
4

Berdasarkan uraian latar belakang di atas, penulis tertarik untuk meneliti apakah

terdapat hubungan antara konsumsi junk food terhadap gangguan menstruasi

disminore di IIKNU Tuban.

Upaya yang dapat dilakukan untuk mencegah atau mengurangi terjadinya

disminore pada remaja perempuan yaitu dengan menjaga pola makan, mencukupi

kebutuhan cairan tubuh. Menerapkan hidup sehat seperti aktivitas fisik, berhenti

merokok, mengendalikan stres dan lain sebagainnya.

1.2 Identifikasi Masalah

Masalah yang sering dihadapi oleh remaja ketika memasuki masa pubertas

adalah dismenore atau nyeri haid, suatu gejala yang paling sering menyebabkan

wanita muda pergi ke dokter untuk konsultasi dan pengobatan, Dismenore

merupakan salah satu kelainan menstruasi dan merupakan suatu kondisi medis

yang terjadi sewaktu haid/menstruasi yang dapat mengganggu aktivitas dan

memerlukan pengobatan yang ditandai dengan nyeri atau rasa sakit di daerah

perut maupun panggul.

1.3 Rumusan Masalah

Apakah ada hubungan mengkonsumsi junkfood dengan nyeri disminore

pada remaja putri IIKNU Tuban


5

1.4 Tujuan Penelitian

1.4.1 Tujuan Umum

Mengetahui hubungan tingkat spiritual dengan tingkat stres mahasiswa

semester 8 di IIKNU Tuban 2023

1.4.2 Tujuan Khusus

1. Mengidentifikasi tingkat nyeri haid pada remaja putri di IIKNU Tuban.

2. Mengetahui cara mencegah dan mengatasi masalah nyeri haid pada remaja

3. Menganalisis hubungan mengkonsumsi junkfood dengan nyeri haid pada

remaja putri di IIKNU Tuban

1.5 Manfaat Penelitian

1.5.1 Manfaat Teoritis

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memperluas wawasan dan

pengetahuan peneliti dan juga pembaca terkait dampak mengkonsumsi junkfood

terhadap nyeri haid.

1.5.2 Manfaat Praktis

1. Bagi Peneliti

Hasil penelitian ini dapat digunakan untuk melengkapi pengetahuan ilmiah,

pengalaman dan keterampilan dalam menganalisis permasalahan nyeri haid

pada remaja.

2. Bagi Institusi Pendidikan

Dapat digunakan sebagai referensi dan sumber informasi bagi institusi agar

dapat lebih optimal dan lebih baik


6

3. Bagi Responden

Dapat menambah wawasan dan pengetahuan tentang pengaruh dan bahaya

junkfood terhadap nyeri haid pada remaja


BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Model Konsep Teori Stres Lazarus (1976)

Lazarus (1976) berpendapat Stres terjadi jika seseorang mengalami

tuntutan yang melampaui sumber daya yang dimilikinya untuk melakukan

penyesuaian diri, hal ini berarti bahwa kodisi Stres terjadi jika terdapat

kesenjangan atau ketidakseimbangan antara tuntutan dan kemampuan. Tuntutan

adalah sesuatu yang jika tidak dipenuhi akan menimbulkan konsekuensi yang

tidak menyenangkan bagi individu. Jadi Stres tidak hanya bergantung pada

kondisi eksternal melainkan juga tergantung mekanisme pengolahan kognitif

terhadap kondisi yang dihadapi indiidu bersangkutan. Tuntutan-tuntutan tersebut

dapat dibedakan dalam 2 bentuk, yakni :

1. Tuntutan internal yang timbul sebagai tuntutan biologis. Berupa kebutuhan-

kebutuhan, nilai-nilai, dan kepuasan yang ada pada diri individu.

2. Tuntutan eksternal yang muncul dalam bentuk fisik dan sosial. Tuntutan

eksternal dapat merefleksikan aspek-aspek yang berbeda dari pekerjaan

seseorang, seperti tugas-tugas yang diberikan dan bagaimana cara

menyelesaikan tugas tersebut, lingkungan fisik, lingkungan psikososial dan

kegiatan-kegiatan di luar lingkungan kerja.

2.1.1 Ruang Lingkup Teori

Teori Lazarus (1976) menjelaskan ruang lingkup teori yang terdiri atas :

11
12

1. Hubungan manusia-lingkungan

Lazarus menyatakan bahwa stres merupakan antara individu dengan

lingkungan yang oleh individu membebani atau melebihi kekuatannya dan

mengancam kesehatannya.

2. Stres Psikologik

Stres muncul dari transaksi / hubungan (keadaaan saling memengaruhi)

antara manusia dan lingkungannya. Stres psikologis yang terjadi ketika

kebutuhan tidak sebanding dengan sumber yang tersedia / kemampuan

(internal dan eksternal) individu yang dipersepsikan sebagai stres oleh

individu terssebut.

3. Penilaian stressor : cognitif apprasial and stress apprasial

Merupakan suatu proses mental yang digunakan individu untuk menilai

suatu kejadian berdasarkan 2 hal yaitu bagaimana signifikannya terhadap

kesejahteraan individu tersebut, apakah tuntutan / kejadian tersebut

mengancam nyawa dan apakah sumber kekuatan (koping) tersedia untuk

memenuhi tuntutan / kejadian tersebut.

Bentuk utama penilaian kognitif yaitu :

1) Penilaian primer (Primary Apprasial)

Adalah proses penilaian terhadap signifikannya terhadap kesejahteraan,

kesehatan, keamanan, individu tersebut, kenyamanan dan kebaikan

individu. Merupakan proses penentuan makna dari suatu peristiwa yang

dialami oleh individu.


13

2) Penilaian sekunder (Secondary Apprasial)

Adalah proses penilaian antara manusia dengan lingkungannya terhadap

kemampuan dalam diri kita / ketersediaan sumber dan pilihan sumber-

sumber koping untuk menanggulangi stres.

Ada 3 bentuk penilaian stres yaitu :

(1) Harm

(2) Treat

(3) Challenge

4. Koping

Koping merupakan usaha yang dilakukan seseorang untuk mengatur

lingkungan dari tuntutan / kebutuhan internal yang tidak sebanding dengan

kemampuan individu.

5. Strategi Koping

1) Problem Focused Solving (Koping yang berfokus pada masalah)

1. Confronting Coping

2. Seeking Social Support

3. Planful Problem Solving

2) Emotional Focused Coping (Koping yang berfokus pada emosional)

1. Self-control

2. Distancing

3. Posittive reapprasial

4. Acepting
14

5. Escape / avoidance

6. Responsibility

Gambar 2.1 Ruang Lingkup Model Konsep Teori Stres Lazarus (1976)

2.2 Konsep Dasar Stres

2.2.1 Pengertian Stres

Banyak pengertian atau definisi yang dikemukakan oleh para ahli dalam

merumuskan stres. Terdapat beberapa pengertian stres yang peneliti kutip seperti

yang dikemukakan oleh Lazarus & Folkman (1984) mendefinisikan stres adalah

sebagai suatu keadaan atau situasi yang rumit yang dinilai sebagai keadaan yang

menekan dan membahayakan individu serta telah melampaui sumber daya yang

dimiliki individu untuk mengatasinya. Jadi berdasarkan beberapa pengertian di

atas maka dapat disimpulkan bahwa stres adalah sebagai suatu keadaan yang

menekan dan dianggap membahayakan oleh individu itu sendiri serta telah

melampaui kemampuan diri yang dimiliki untuk mengatasi masalahnya.


15

Smet (1994) menyatakan bahwa stres pada dasarnya tidak selalu

berdampak negatif, karena stres kadang dapat bersifat membantu dan

menstimulasi individu untuk bertingkah laku positif. Stres yang berdampak positif

biasa disebut dengan eustres dan stres yang berdampak negatif biasa disebut

dengan distres. Stres bukan hanya sebagai stimulus atau respon, karena setiap

individu dapat memberikan respon yang berbeda pada stimulus yang sama.

Adanya perbedaan karakteristik individu menyebabkan adanya perbedaan respon

yang diberikan kepada stimulus yang datang.

Berdasarkan uraian pengertian stres di atas, maka dapat disimpulkan

bahwa stres adalah kondisi individu yang merupakan hasil interaksi antara

individu dengan lingkungan, menyebabkan adanya suatu tekanan dan

mempengaruhi aspek fisik, perilaku, kognitif, dan emosional.

2.2.2 Sumber dan Penyebab Stres

Untuk lebih memahami stres, maka perlu dikenali terlebih dahulu

penyebab stres yang biasa disebut dengan istilah stressor. Lazarus dan Cohen

(1979) mengidentifikasikan kategori dari stressor, yaitu :

1. Cataclysmic Stresssor

Istilah ini mengacu pada perubahan besar atau kejadian yang berdampak

yang beberapa orang atau seluruh komunitas dalam waktu yang sama,

serta diluar kendali siapapun. Contohnya bencana alam (gempa bumi,

badai), perang, dipenjara dan sebagainya. Pada Stressor, individu

seringkali menemukan banyak dukungan dan sumber daya yang dapat

digunakan untuk membandingkan perilaku dari orang lain.


16

2. Personal Stresssor

Yaitu Stressor yang mempengaruhi secara individual. Stressor ini dapat

atau tidak dapat diprediksi, akan tetapi memiliki pengaruh yang kuat dan

membutuhkan upaya coping yang cukup besar dari seseorang seperti

mendeerita penyakit yang mematikan, dipecat, bercerai, kematian orang

yang dicintai, dan sebagainya. Stressor ini seringkali lebih sulit

ditanggulangi daripada cataclysmic Stresssor karena kurangnya dukungan

dari individu lain yang memiliki nasib yang sama.

3. Background Stresssor

Yaitu Stressor yang merupakan “masalah sehari-hari” dalam kehidupan.

Stressor ini berdampak kecil namun berlangsung terus-menerus, sehingga

dapat mengganggu dan menimbulkan stress negatif pada individu (Lazarus

& Folkman, 1984) seperti contohnya mempunyai banyak tanggung jawab,

merasa kesepian, beradu argument dengan pasangan, dan sebagainya.

Walaupun masalah sehari-hari tidak seberat perubahan besar dalam hidup

seperti perceraian, kemampuan untuk bisa beradaptasi dengan masalah

sehari-hari tersebut menjadi sangat penting dan hal ini juga berkaitan

dengan masalah kesehatan (Lazarus & Folkman, 1984).

Lazarus (1976) membagi Stres ke dalam beberapa sumber, yaitu :

1) Frustasi, yang akan muncul apabila usaha yang dilakukan individu

untuk mencapai suatu tujuan mendapat hambatan atau kegagalan.

Hambatan ini dapat bersumber dari lingkungan maupun dari dalam diri

individu itu sendiri.


17

2) Konflik, Stres akan muncul apabila individu dihadapkan pada

keharusan memilih satu di antara dua dorongan atau kebutuhan yang

berlawanan atau yang terdapat pada saat yang bersamaan.

3) Tekanan, Stres juga akan muncul apabila individu mendapat tekanan

atau paksaan untuk mencapai hasil tertentu dengan cara tertentu.

Sumber tekanan dapat berasal dari lingkungan maupun dari dalam diri

individu yang bersangkutan.

4) Ancaman, antisipasi individu terhadap hal-hal atau situasi yang

merugikan atau tidak menyenangkan bagi dirinya juga merupakan suatu

yang dapat memunculkan stres.

Menurut Alimul (2008) dalam Sunarsih Rahayu (2019), menurut

penyebabnya, stres terbagi menjadi tujuh jenis, antara lain:

1. Stres fisik

Stres dari kondisi fisik seperti suhu tinggi atau sangat rendah, suara bising,

sinar matahari atau tegangan arus listrik.

2. Stres kimiawi

Stres ini disebabkan oleh bahan kimia seperti obat-obatan, asam beracun,

alkali, hormon atau gas dan terutama oleh senyawa kimia.

3. Stres mikrobiologik

Stres ini disebabkan oleh kuman seperti virus, bakteri atau parasit.

4. Stres fisiologik

Stres disebabkan oleh kegagalan organ, termasuk gangguan struktur tubuh,

fungsi jaringan, organ dan gangguan lainnya.


18

5. Stres proses pertumbuhan dan perkembangan

Stres dari proses pertumbuhan dan perkembangan seperti pubertas,

perkawinan dan penuaan.

6. Stres psikis / emosional

Stres akibat gangguan kemarahan mental atau ketidakmampuan

beradaptasi dengan kondisi mental seperti faktor interpersonal, sosial

budaya atau agama.

2.2.3 Jenis Stres

Sheridan dan Radmacher (1992) membagi stres menjadi 3 jenis, antara

lain eustress, distress dan neutral effects. Kemudian akan dijabarkan sebagai

berikut.

1. Eustress

Sheridan dan Radmacher mengklaim bahwa tidak semua stres efektif

buruk atau sering membuat kita sakit. Jalani prosesnya stres sebenarnya

dapat memiliki apa yang biasa disebut efek positif eustres atau stres yang

baik. Peneliti sebelumnya telah mencoba menemukannya variabel yang

memungkinkan sebagian orang berhasil ada stres berat dan variabel

ditemukan. Terlepas dari itu Mungkin sulit untuk mengikuti arah karena di

luar bingkai model biomedis. Karena paradigma menekan diagnosis dan

penyakit penyembuhan contoh nyata eustress yang sering kita dapatkan Ini

layak dipelajari jika Anda mengikuti ujian. Ini ujiannya tekanan besar bagi

sebagian siswa. Namun, tidak ada cara lain lebih baik daripada

belajar sebelum ujian.


19

2. Distress

Dalam model ini, Sheridan dan Radmacher menggunakan istilah ketakutan

jelaskan efek negatif yang dapat ditimbulkan oleh paparan terhadap

stresor. Karena rasa takut yang digunakan di sini memiliki arti yang sama

dengan istilah tersebut stres bagi kebanyakan orang. Antonovsky (1997)

mendefinisikan stres masalah yang tersisa jika tidak diselesaikan.

3. Neutral Effects

Banyak penyebab stres yang kita hadapi setiap hari ditangani tanpa

konsekuensi kita entah bagaimana atau lainnya. Inilah yang dikemukakan

Dohrenwend (1978). Banyak peristiwa yang membuat stres dapat dikelola

tanpa efek yang mengganggu atau berlebihan. Entah tuntutan stresor

sangat rendah atau sumber daya kita ada begitu banyak yang harus diisi

sehingga stresnya hampir tidak terasa. Misalnya, seseorang dengan gaji 10

juta euro per bulan dapat membayar tagihan 100.000 listrik dengan mudah.

Situasinya berbeda ketika seseorang hanya gaji mereka 200.000 per bulan.

2.2.4 Faktor yang Memengaruhi Stres

Stres merupakan bagian dari kehidupan manusia yang datang bukan tanpa

adanya penyebab. Dari sekian banyak aktivitas yang dilakukan manusia, tentu ada

satu atau dua hal yang menyebabkan stres terjadi. Lazarus dan Cohen (1976)

mengidentifikasikan kategori stressor, yaitu:

1. Stressor cataclysmic

Merupakan peristiwa yang terjadi pada beberapa orang atau komunitas

secara bersamaan tanpa dapat diprediksi. Stresor ini memiliki pengaruh


20

yang sangat kuat dan memerlukan usaha penanggulangan yang besar,

seperti bencana alam, pemberhentian kerja besar-besaran, dan lain

sebagainya.

2. Stessor personal

Merupakan semua peristiwa dalam kehidupan yang akan sulit diatasi

apabila tidak ada dukungan, seperti gagal dalam ujian, pengangguran,

perceraian, kematian orang terdekat, dan lain sebagainya. Diperlukan

berbagai kelompok pendukung guna memenuhi kebutuhan individu yang

mengalami stressor personal.

3. Background stressor

Merupakan berbagai masalah dalam kehidupan sehari-hari yang

berlangsung secara terus-menerus. Dampak yang diberikan kecil namun

intensitasnya mengganggu dan menyusahkan hingga memunculkan stres.

Apabila tidak segera diatasi oleh dukungan, maka dapat menyebabkan

gangguan dalam jangka panjang. Contoh persitiwa dari stressor ini yaitu

tempat kerja yang gaduh, perasaan kesepian, konflik dengan rekan

kerja/pasangan, dan sebagainya.

Kemudian dengan menggunakan pendekatan model adaptasi Stuart (1974),

faktor pengaruh terjadinya stres dapat dijelaskan sebagai berikut :


21

1. Faktor Predisposisi

1) Faktor Biologik

Stres dapat disebabkan oleh gangguan perkembangan sistem saraf

otak, seperti genetika, berbagai zat neurobiologis, neurotransmiter dan

asam amino.

2) Faktor Psikologik

Jika penyebab biologis stres tidak teridentifikasi, faktor Psikologi,

sosiologi dan efek lingkungan adalah fokus dari psikodinamika terjadi

gangguan. Dipercayai bahwa karakter yang salah dapat menyebabkan

gangguan keluarga atau individu.

3) Faktor Sosial Kultural dan Lingkungan

Kemiskinan, masyarakat dan budaya yang tidak sesuai dan situasi

dimana kita hidup kota besar atau keterpencilan dapat menyebabkan

stres.

2. Faktor Presipitasi

Gejala yang memicu respon neurobiologis meliputi kondisi kesehatan,

kondisi lingkungan, sikap dan perilaku individu. Menurut Hidayat (2006)

hal-hal yang dapat menimbulkan dampak respons tubuh terhadap stres

meliputi hal-hal berikut:

1) Sifat Stresor

Sifat stresor dapat berubah secara tiba-tiba atau bertahap

mempengaruhi respon seseorang terhadap stress, tergantung dari

mekanismenya memiliki
22

2) Durasi Stresor

Lamanya stres yang dialami seseorang dapat mempengaruhi respon

tubuh. Jika ketika stresor dialami lebih lama, responsnya juga lebih

lama dan lebih alami dapat mengganggu fungsi tubuh.

3) Jumlah Stresor

Semakin banyak stres yang dialami seseorang, semakin besar

pengaruhnya terhadap dirinya fungsi tubuh

4) Pengalaman Masa Lalu

Pengalaman masa lalu seseorang yang menghadapi stres bisa menjadi

peringatan menghadapi stres berikutnya karena kemampuan individu

untuk beradaptasi atau mekanisme koping yang lebih baik.

5) Tipe Kepribadian

Diyakini bahwa kepribadian seseorang juga dapat mempengaruhi

respon pemicu stres Misalnya, seseorang yang agresif dan ambisius

akan bereaksi berbeda untuk stress dengan seseorang yang memiliki

sifat lebih santai dan tenang.

6) Tahap Perkembangan

Tahap perkembangan individu dapat menciptakan tingkat

kemampuan beradaptasi yang berbeda.

2.2.5 Tanda dan Gejala Stres

Gejala stres menurut Gilizek (2005) dalam Imelsa, Roswendi,

Wisnusakti dan Ayu (2020) melibatkan 3 kategori yaitu :


23

1. Gejala fisik

Gejala fisik meliputi sakit kepala, sulit menelan, sariawan, nyeri leher,

nyeri otot, lemas, diare, sakit perut, jantung berdebar.

2. Gejala emosi

Gejala emosional termasuk depresi, panik, cemas, sering menangis, marah,

mimpi buruk, perilaku impulsif, takut hal sepele, agresivitas abnormal.

3. Gejala perilaku

Kategori perilaku termasuk cemberut, tawa gugup yang keras, menggigit

kuku, kemalasan kronis, mondar-mandir, merokok berlebihan, perubahan

perilaku sosial yang tiba-tiba.

2.2.6 Tingkat Stres

Di dalam Sunarsih Rahayu (2019) tingkat stres yaitu hasil penilaian stres

yang dialami individu. Setiap individu mempunyai persepsi dan respons yang

berbeda-beda terhadap stres. Persepsi seseorang didasarkan pada keyakinan dan

norma, pengalaman, pola hidup, faktor lingkungan, struktur dan fungsi keluarga,

tahap perkembangan keluarga, pengalaman masa lalu dengan stres serta

mekanisme koping (Purwati, 2020). Tingkat stres terdiri atas lima bagian antara

lain :

1 Stres normal

Stres normal yang dihadapi secara teratur dan merupakan bagian alamiah

dari suatu kehidupan dan biasanya pada stres normal individu tidak

dianggap mengalami stres. Seperti ketika menghadapi situasi kelelahan

setelah bekerja, takut tidak lulus dalam ujian, merasakan detak jantung
24

lebih keras setelah beraktifitas (Crowford and Henry dalam Purwati,

2020).

2 Stres ringan

Stres ringan merupakan stresor yang dihadapi setiap orang secara teratur

biasanya berlangsung beberapa menit atau jam, seperti terlalu banyak

tidur, kemacetan lalu lintas, kritikan, dll dan biasanya tidak mengakibatkan

kerusakan fisiologis kronis (Potter and Perry, 2010)

3 Stres sedang

Stres sedang merupakan stresor yang dihadapi seseorang yang berlangsung

beberapa jam sampai beberapa hari, misalnya perselisihan dengan rekan

kerja yang tidak terselesaikan, anak yang sakit, maupun ketidakhadiran

anggota keluarga dalam waktu yang lama (Potter and Perry, 2010).

4 Stres berat

Stres berat merupakan situasi kronis yang dapat berlangsung beberapa

minggu sampai beberapa tahun yang berisiko tinggi terhadap kesehatan

seseorang, seperti perselisihan perkawinan secara terus menerus, kesulitan

ekonomi yang berkepanjangan, maupun penyakit fisik jangka panjang

(Potter and Perry, 2010).

5 Stres sangat berat

Stres sangat berat adalah situasi kronis yang dapat terjadi dalam beberapa

bulan dan dalam waktu yang tidak dapat ditentukan. Seseorang yang

mengalami stres yang snagat berat tidak memiliki motivasi untuk hidup
25

dan pasrah. Seseorang dalam keadaan stress berat biasanya terindentifikasi

mengalami depresi berat (Purwati, 2020).

2.2.7 Indikator Stres

Taylor (1991) dalam Videbeck (2008) menyatakan bahwa stres dapat

menghasilkan respon yang berbeda. Beberapa penelitian menunjukkan bahwa

respon tersebut dapat berguna sebagai indikator stres pada individu dan untuk

mengukur tingkat stres yang dialami individu. Respon stress menurut (Nasir,

2021) dapat dilihat dari beberapa sudut pandang sebagai berikut :

Respon fisiologis.

Biasanya memanifestasikan dirinya dalam bentuk gejala fisik seperti

pusing, sakit leher, tekanan darah tinggi, sakit perut, kulit gatal atau

rambut rontok.

1 Respon kognitif.

Biasanya muncul sebagai gejala kesulitan berkonsentrasi, pelupa, atau

kesulitan membuat keputusan.

2 Respon emosi

Reaksi mental lebih terkait dengan aspek emosional seperti lekas marah,

sedih atau mudah tersinggung.

3 Respon tingkah laku (perilaku)

Dibedakan menjadi fight, yaitu melawan situasi yang menekan dan Flight

yaitu menghindari situasi menekan. pada remaja tampak dari perilaku

menyimpang seperti mabuk, frekuensi merokok meningkat, ataupun

menghindar bertemu dengan temannya.


26

2.2.8 Komplikasi Stres

Menurut Kemenkes RI (2022) stres berkepanjangan dapat menimbulkan

masalah kesehatan yang serius,

seperti:

1. Gangguan mental, seperti depresi, cemas, dan gangguan kepribadian

2. Gangguan jantung, seperti detak jantung yang tidak normal, tekanan darah

tinggi (hipertensi), dan serangan jantung

3. Gangguan pola makan sehingga timbul binge eating disorder atau obesitas

4. Gangguan siklus menstruasi

5. Penurunan gairah seksual

6. Masalah pada kulit, seperti jerawat, eksim atopik atau psoriasis

7. Rambut rontok

8. Gangguan sistem pencernaan, seperti GERD atau gastritis

2.2.9 Pengukuran Tingkat Stres

Skala Distress Psikologis Kessler (K10) adalah ukuran sederhana dari

tekanan psikologis. Skala K10 melibatkan 10 pertanyaan tentang keadaan

emosional masing-masing dengan skala respons lima tingkat. Ukuran tersebut

dapat digunakan sebagai layar singkat untuk mengidentifikasi tingkat kesusahan.

Alat tersebut dapat diberikan kepada pasien untuk diselesaikan, atau sebagai

alternatif pertanyaan dapat dibacakan kepada pasien oleh praktisi. Dalam konteks

manajemen cedera, tindakan dapat diberikan kepada pasien di mana pemulihan

tidak berjalan seperti yang diantisipasi (misalnya, antara minggu keempat dan

keenam), dan mungkin menyoroti kebutuhan untuk tinjauan yang lebih teratur,
27

atau rujukan ke penyedia kesehatan spesialis. (Kessler, R.C., Andrews, G.,

Colpe, .et al 2002).

2.3 Konsep Dasar Spiritual

2.3.1 Pengertian Spiritual

Spiritual merupakan tema yang teritegrasi. Konsep spiritual seseorang

dimulai sejak masa kanak-kanak dan terus berkembang hingga masa dewasa.

Spiritual tersebar melalui dimensi psikologis, fisiologis, dan sosial budaya

seseorang (Potter dan Perry, 2010). Definisi atau pengertian dari spiritual sendiri

terbilang cukup banyak, meskipun beberapa ahli mengatakan bahwa sangat sulit

untuk mendefinisikan kata spiritual itu sendiri. Namun, seringkali spiritual

dihubungkan dengan kata-kata seperti makna, transenden, harapan, cinta, kualitas,

hubungan dan eksistensi untuk menjabarkan maknanya (Potter dan Perry, 2005).

Meskipun spiritual dirasa cukup sulit untuk didefinisikan, terdapat dua

karakteristik penting mengenai spiritual yang disetujui oleh sebagian penulis yaitu

kesatuan tema dalam hidup dan merupakan keadaan hidup (Potter dan Perry,

2010).

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (2018) spiritual adalah yang

berhubungan denga sifat kejiwaan (rohani dan batin). Spiritual merupakan faktor

penting yang membantu individu mencapai keseimbanagn yang diperlukan untuk

memelihara kesehatan dan kesejahteraan serta beradaptasi dengan penyakit (Potter

& Perry, 2010). Hakekat spiritual adalah seni manusia memaknai hidup tentang

serangkaian usaha manusia dalam menjalani hidup, sehingga kehidupannya

memiliki arti.
28

Rasa aman dan nyaman merupakan salah satu kebutuhan dasar manusia.

Oleh karena itu, orang mencari cara untuk mendapatkannya dengan melakukan

tindakan tertentu yang mengubah persepsi atau kondisi pemikiran yang

menimbulkan rasa nyaman dan bermakna. Dari sini dapat disimpulkan bahwa

kehidupan spiritual adalah salah satu kebutuhan dasar manusia untuk menemukan

tujuan hidup, memberi makna hidup, mencintai dan dicintai, yang artinya dapat

digunakan untuk perlindungan diri dan sebagai penyangga terhadap keputusan

untuk setiap kehidupan. Spiritual adalah hubungan antara manusia dan tuhan,

tetapi setiap orang mengartikan kebutuhan spiritual secara berbeda.

2.3.2 Aspek Tingkat Spiritual

Menurut Underwood dan Teresi terdapat beberapa aspek-aspek tingkat

spiritual diantaranya :

1. Persepsi tentang sesuatu hal yang bersifat transenden

1) Connection (keterhubungan)

Merasakan kehadiran Tuhan Yang Maha Esa dalam kehidupan sehari-

hari, serta adanya hubungan pribadi dengan Tuhan-Nya. Individu juga

merasa memiliki sumber kekuatan yang selalu melindunginya.

2) Joy, Transcendent sense of self

Merupakan perasaan senang yang dirasakan di luar batas kemampuan

individu. Individu merasakan sesuatu yang membuatnya merasa

senang sehingga individu tersebut terbebas dari kekhawatirannya

sehari-hari.
29

3) Divini Guidance (bimbingan tuhan)

Individu merasa dibimbing oleh Tuhannya dalam menjalani kehidupan

dalam kesehariannya.

4) Perception of Divini Love (persepsi cinta tuhan)

Individu merasa menerima sebuah afeksi disaat dia herbi Tuhannya

pada kehidupan sehari-hari.

5) Divine Help (pertolongan Tuhan)

Individu selalu mencari pertolongan Tuhan dalam kehidupan sehari-

hari karena individu percaya bahwa meminta pertolongan Tuhan

adalah sesuatu yang dapat membuat mereka yakin dan percaya.

2. Persepsi tentang peristiwa transenden

1) Strenght and comfort (kekuatan dan kenyamanan)

Individu merasa bahwa mereka menemukan kekuatan dan

kenyamanan dalam kehidupan sehari-hari mereka.

2) Peace (kedamaian)

Individu merasa telah/menemukan kedamaian meskipun individu

tersebut dalam keadaan stres, khususnya kedamaian batin yang

dimiliki individu tersebut.

3) Thanksfulnes, Appreciation

Syukur atas apa yang telah dicapai individu dalam kehidupannya

sehari-hari, baik dalam hubungannya dengan Tuhan maupun dalam

beribadah kepada Tuhan.


30

3. Sebab-sebab seseorang dapat terlambat secara spiritual

Seseorang bisa saja terhambat secara spiritual dikarenakan terdapat tiga

faktor yang mempengaruhi terhambatnya seseorang secara spiritual,

meliputi :

1) Dia belum mengembangkan bagian dari dirinya sama sekali.

2) Orang tersebut telah mengembangkan beberapa sifat secara tidak

proporsional atau dengan cara yang negatif atau merusak,

3) Ada konflik atau hubungan buruk antara para pihak. Keadaan

psikologis ini terbentuk sebagai bentuk keterasingan, keterpisahan dari

diri sendiri, baik dari diri sendiri maupun dari orang-orang di sekitar,

bahkan dari Tuhannya sendiri.

Pada akhirnya, manusia sangat membutuhkan tingkat spiritual sebagai

bagian dari kehidupan mereka dalam pencarian makna dan tujuan hidup.

Menurut Carson (1989), kebutuhan spiritual manusia didasarkan pada:

1) Kebutuhan untuk mempertahankan atau memulihkan iman dan

menunaikan kewajiban agama dan kebutuhan untuk menerima

ampunan atau ampunan, untuk mencintai, untuk memiliki hubungan

saling percaya dengan Tuhan

2) Kebutuhan untuk menemukan makna dan tujuan hidup, kebutuhan

untuk mencintai dan dicintai, perasaan tertarik

3) Kebutuhan untuk memberi dan menerima pengampunan.


31

2.3.3 Dimensi Tingkat Spiritual

Tingkat spiritual sebagai suatu multidimensi, yaitu dimensi eksistensial

dan dimensi agama. Dimana dimensi eksistensial berfokus pada tujuan dan arti

kehidupan, sedangkan dimensi agama berfokus pada hubungan seseorang dengan

Tuhannya (Ambarwati dalam Tirtanti, 2019). Selanjutnya, spiritualitas merupakan

dua dimensi yang saling berhubungan terus-menerus, yaitu dimensi vertikal dan

dimensi horizontal. Dimensi vertikal dalam hubungan dengan Tuhan atau yang

Maha Tinggi yang menuntun kehidupan manusia. Dimensi horizontal adalah

hubungan seseorang dengan diri sendiri, dengan orang lain, dan dengan

lingkungan (Ambarwati dalam Tirtanti, 2019).

Menurut Elkins dkk (2009) menyatakan bahwa dimensi dari spiritualitas

adalah:

1. Dimensi transenden

Orang dengan spiritualitas tinggi memiliki keyakinan pengalaman bahwa

ada dimensi transenden dalam kehidupan. Keyakinan di sini dapat berupa

pandangan tradisional/religius tentang Tuhan hingga pandangan psikologis

bahwa dimensi transendental adalah keberadaan alam kesadaran diri dari

alam bawah sadar atau diri yang lebih besar. Orang dengan spiritualitas

tinggi memiliki pengalaman transendental, atau dalam kata Maslow, “peak

experience”. Individu tidak hanya melihat secara visual apa yang terlihat

dengan mata telanjang, tetapi juga dunia yang tidak terlihat.


32

2. Dimensi makna dan tujuan hidup

Orang yang tinggi spiritualitasnya memiliki makna dan tujuan hidup, yang

bersumber dari keyakinan bahwa hidup itu penuh makna dan orang ada

ketika mereka memiliki tujuan hidup. Sebenarnya makna dan tujuan hidup

setiap orang berbeda-beda atau beragam, namun biasanya mereka mampu

mengisi “exixtential vacuum” dengan kesadaran yang tulus bahwa hidup

ini penuh dengan makna dan tujuan.

3. Dimensi misi hidup

Orang yang spiritualitasnya tinggi merasa perlu menjaga hidupnya. Orang-

orang yang spiritualitasnya tinggi dimotivasi oleh metamotivated dan

memahami bahwa hidup hilang dalam diri individu dan individu harus

ditemukan.

4. Dimensi kesucian hidup

Orang-orang yang spiritualitasnya tinggi percaya bahwa hidup ini penuh

dengan kesucian dan sering mengalami perasaan khidmad, takzim dan

kagum, bahkan dalam lingkungan non-religius. Dia tidak mempraktikkan

dikotomi dalam hidup (suci dan sekuler; akhirat dan duniawi), tetapi

percaya bahwa seluruh hidupnya adalah akhirat dan kesucian itu penting.

Orang dengan spiritualitas tinggi dapat menjadi sakral atau religius selama

hidupnya.

5. Dimensi kepuasan spiritual

Orang dengan spiritualitas tinggi mungkin menghargai barang-barang

material seperti uang dan kedudukan, tetapi tidak menyadari bahwa


33

kepuasan terbesar terletak pada uang atau jabatan, dan tidak menggunakan

uang dan jabatan untuk menggantikan kebutuhan spiritual. Orang dengan

spiritualitas tinggi tidak menemukan kepuasan pada hal-hal materi, mereka

menemukan kepuasan pada hal-hal spiritual.

6. Dimensi altruisme

Orang-orang dengan spiritualitas tinggi memahami bahwa semua orang

adalah saudara dan mereka terpengaruh oleh penderitaan orang lain. Ia

memiliki perasaan/rasa keadilan sosial yang kuat dan komitmen terhadap

cinta dan perilaku altruistik.

7. Dimensi idealisme

Orang dengan spiritualitas tinggi adalah orang visioner yang berkomitmen

untuk membuat dunia menjadi tempat yang lebih baik. Mereka merasa

berkomitmen pada cita-cita tinggi dan menyadari potensi mereka di semua

bidang kehidupan.

8. Dimensi kesadaran akan adanya penderitaan

Pederitaan Orang dengan spiritualitas tinggi benar-benar menyadari

keberadaan penderitaan dan kematian. Kesadaran ini membuatnya hidup

dengan sungguh-sungguh, karena penderitaan dipandang sebagai ujian.

Namun, kesadaran ini meningkatkan kenikmatan, apresiasi, dan

penghargaan seseorang terhadap kehidupannya.

9. Hasil dari spiritualitas

Spiritualitas seseorang mewarnai hidupnya. Spiritualitas sejati

memengaruhi hubungan individu dengan dirinya sendiri, dengan orang


34

lain, dengan alam, dengan kehidupan, dan dengan segala sesuatu yang

membawa individu tersebut ke puncak.

2.3.4 Faktor yang Mempengaruhi Tingkat Spiritual

Menurut Taylor et al., (1997) dan Craven & Hirnle (1996) faktor penting

yang mempengaruhi spiritual seseorang adalah :

1. Tahap perkembangan

Usia perkembangan dapat menentukan proses pemenuhan kebutuhan

spiritual, karena setiap tahap perkembangan memiliki cara keimanan

kepada Tuhan.

2. Keluarga

Keluarga memainkan peran yang sangat penting dalam perkembangan

spiritual individu. Keluarga adalah tempat pertama di mana individu

memperoleh pengalaman dan prospek hidup. Melalui keluargalah manusia

mengenal Tuhan, kehidupan dan dirinya sendiri.Keluarga berperan penting

dalam pemenuhan kebutuhan spiritual karena keluarga memiliki ikatan

emosional yang kuat dan selalu berinteraksi dengan individu dalam

kehidupan sehari-hari.

3. Latar belakang, etnik dan budaya

Sikap, kepercayaan dan nilai dipengaruhi oleh latar belakang etnis dan

sosial budaya. Umumnya, seseorang mengikuti tradisi agama dan spiritual

keluarga. Pengalaman Hidup Masa Lalu


35

4. Agama

Agama sangat mempengaruhi spiritual individu. Agama adalah sistem

kepercayaan dan ibadah yang dilakukan orang untuk mencapai pemenuhan

spiritual pribadi. Agama merupakan pandangan hidup dalam segala aspek

kehidupan. Agama melayani individu sebagai sumber kekuatan dan

kesejahteraan.

5. Pengalaman hidup sebelumya

Baik pengalaman hidup positif maupun negatif memengaruhi

spiritualitas. Pengalaman hidup menyebabkan seseorang secara mental

menginterpretasikan peristiwa yang dialaminya. Pengalaman hidup yang

menyenangkan bisa membuat seseorang bersyukur atau kufur.

Kebanyakan orang bersyukur atas pengalaman menyenangkan dalam

hidup.

6. Krisis dan perubahan

Krisis dan perubahan dapat memperkuat spiritualitas. Orang sering

mengalami krisis ketika menghadapi penyakit, penderitaan, usia tua,

kehilangan dan kematian. Transisi dan krisis hidup adalah pengalaman

mental yang bersifat fisik dan mental.

7. Terpisah dari ikatan spiritual

Orang yang sakit parah sering merasa terisolasi dan kehilangan kebebasan

pribadi dan sistem dukungan sosial. Terputusnya klien dari hubungan

spiritual dapat mengubah fungsi spiritual mereka.


36

2.3.5 Tingkat Spiritual

1. Kesiapan Meningkatkan Kesejahteraan Spiritual

Kemampuan untuk mengalami dan mengintegrasikan makna dan tujuan

hidup melalui hubungan dengan diri sendiri, orang lain, seni, musik,

sastra, alam, dan/atau kekuatan yang lebih besar dari diri sendiri dapat

ditingkatkan / dikonsolidasikan.

2. Distres Spiritual

Gangguan kemampuan untuk mengalami dan mengintegrasikan makna

dan tujuan hidup melalui hubungan dengan diri sendiri, orang lain, seni,

musik, sastra, alam, dan/atau kekuatan yang lebih besar dari diri saya.

Kemudian indikator spiritual menurut Burkhandt, (1993) meliputi :

1) Hubungan dengan diri sendiri

Harga diri adalah kekuatan yang muncul dari diri sendiri yang

membantu untuk memahami tujuan dan makna hidup, seperti: B.

Melihat pengalaman hidup sebagai pengalaman positif, kepuasan hidup,

optimisme akan masa depan dan tujuan hidup yang jelas.

2) Hubungan dengan orang lain

Hubungan dengan orang lain adalah hubungan yang harmonis dan tidak

harmonis. Keadaan keharmonisan itu sendiri melibatkan berbagi waktu,

pengetahuan dan sumber daya, membesarkan anak, merawat orang tua

dan orang sakit, serta percaya pada hidup dan mati. Pada saat yang

sama, hubungan yang tidak harmonis bertentangan dengan orang lain.

Hubungan dengan orang lain muncul dari kebutuhan akan keadilan dan
37

kebaikan, menghormati kelemahan dan kepekaan orang lain, ketakutan

akan kesepian, keinginan untuk dihargai dan diperhatikan, dll. Jadi jika

seseorang merasa kekurangan atau mengalami stres, orang lain dapat

menawarkan bantuan psikologis dan sosial.

3) Hubungan dengan alam

Harmoni adalah gambaran hubungan manusia dengan alam, yang

mencakup informasi tentang tanaman, pohon, satwa liar, iklim, dan

komunikasi dengan dan perlindungan alam.

4) Hubungan dengan tuhan

Hubungan dengan Tuhan mencakup agama dan non-agama. Situasi ini

berlaku untuk doa dan permohonan, menghadiri layanan keagamaan,

perlengkapan keagamaan dan menyatu dengan alam. Kesimpulannya

adalah ketika seseorang terpenuhi kebutuhan spiritualnya, ketika dia

mampu merumuskan makna pribadi yang positif tentang tujuan

keberadaannya di dunia atau dalam kehidupan, mereka

mengembangkan makna penderitaan dan terhubung dengan

kebijaksanaan alam. acara percaya. atau penderitaan, menciptakan

hubungan yang positif atau dinamis, meningkatkan integritas pribadi

dan harga diri, kehidupan yang bertujuan, dan menciptakan hubungan

yang positif.
38

2.3.6 Pengukuran Spiritual

1. Daily Spiritual Experience Scale

Alat ukur yang dapat digunakan untuk mengukur tingkat spiritual pada

individu adalah daily spiritual experience scale (DSES), untuk mengukur

pengalaman spiritual yang biasa dilakukan setiap hari. DSES terdiri dari

15 item, termasuk konstruksi seperti rasa takut, rasa syukur, pengampunan,

rasa persatuan dengan transenden, cinta kasih, dan keinginan untuk

kedekatan dengan Allah. Prosedur ini adalah untuk menghasilkan model

dua faktor: Faktor 1 ditetapkan sebagai hubungan vertikal (Tuhan atau

Transenden), yang terdiri dari 12 item (misalnya, Pertemuan pada agama

atau spiritualitas). Faktor 2 dicirikan sebagai hubungan horizontal

(manusia atau orang lain), yang terdiri dari tiga item (misalnya, Saya

merasa peduli tanpa pamrih pada orang lain). Skala diukur pada 6 jenis

skala Likert: 6 = berkali-kali sehari, 5 = setiap hari, 4 = hampir setiap hari,

3 = beberapa hari, 2 = sekali-sekali, dan 1 = tidak pernah atau hampir tidak

pernah, dengan skor: Rendah = 15-39, Sedang = 40-64, Tinggi = 65-90

(Underwood & Teresi, 2002).

2.4 Konsep Dasar Mahasiswa

2.4.1 Pengertian Mahasiswa

Mahasiswa adalah sebutan untuk orang yang sedang menempuh pendidikan

tinggi di sebuah perguruan tinggi yang terdiri atas sekolah tinggi, akademik, dan

yang paling umum adalah universitas. Mahasiswa berasal dari dua kosakata yang
39

berbeda yaitu "Maha" untuk mewakili tingkat tertinggi dari seorang Siswa dan

"Siswa" yang berarti peserta didik pada jenjang pendidikan tertentu.

Mahasiswa adalah sebuah kebanggaan apalagi bagi mereka yang "idealis"

karena beranggapan bahwa mahasiswa adalah roda penggerak yang kuat.

Mahasiswa adalah pejuang dan kumpulan orang yang memperjuangkan tuntutan

rakyat, ini berlaku bagi mereka yang turut terlibat saat aksi Mei 1998 atau mereka

yang merasa senang akan kejadian itu karena merasa terwakili ingin segera

mengakhiri Rezim yang berkuasa (Rizki, 2019).

Pengertian Mahasiswa dalam peraturan pemerintah RI No.30 tahun 1990

adalah peserta didik yang terdaftar dan belajar di perguruan tinggi tertentu.

Selanjutnya menurut Sarwono (1978), mahasiswa adalah setiap orang yang secara

resmi terdaftar untuk mengikuti pelajaran di perguruan tinggi dengan batas usia

sekitar 18-30 tahun. Mahasiswa merupakan suatu kelompok dalam masyarakat

yang memperoleh statusnya karena ikatan dengan perguruan tinggi. Mahasiswa

juga merupakan calon intelektual atau cendekiawan muda dalam suatu lapisan

masyarakat yang sering kali syarat dengan berbagai predikat.


BAB 3

KERANGKA KONSEPTUAL DAN HIPOTESIS PENELITIAN

3.1 Kerangka Konseptual Penelitian

Faktor-faktor yang
Mempengaruhi Stres
1. Faktor predisposisi Faktor-faktor yang
a. Faktor biologik Mempengaruhi
Ruang Lingkup
b. Faktor psikologik Spiritual
Teori Stres Lazarus
c. Faktor sosial 1. Tahap perkembangan
1. Hubungan
kultural dan 2. Keluarga
manusia –
lingkungan 3. Latar belakang, etnik
lingkungan
2. Faktor presipitasi dan budaya
2. Stres Psikologik
a. Sifat stresor 4. Agama
3. Penilaian
b. Durasi stresor 5. Pengalaman hidup
stressor : cognitif
c. Jumlah stresor sebenarnya
apprasial and
d. Pengalaman 6. Krisis dan perubahan
stress apprasial
masa lalu 7. Terpisah dari ikatan
4. Koping
e. Tipe kepribadian spiritual
5. Strategi Koping
f. Tahap
perkembangan
Tingkat Spiritual
1. Kesiapan
meningkatkan
Tingkat Stres kesejahteraan
1. Stres Normal spiritual
2. Stres Ringan 2. Distres spiritual
3. Stres Sedang 3. Hubungan dengan
4. Stres Berat diri sendiri
5. Stres Sangat Berat 4. Hubungan dengan
orang lain

1. Kategori Tingkat Tinggi


2. Kategori Tingkat Sedang
3. Kategori Tingkat Rendah
Keterangan :
: Diteliti
: Tidak diteliti

Gambar 3.1 Kerangka Konseptual Hubungan Tingkat Spiritual dengan Tingkat


Stres pada Mahaiswa Tingkat Akhir IIKNU Tuban

40
41

3.2 Penjelasan Kerangka Konseptual

Setiap tahap perkembangan manusia memiliki kadar stres masing-masing,

begitu pula dengan usia dewasa madya. Pada usia ini, penyesuaian terhadap peran

dan pola hidup yang berubah, disertai dengan berbagai perubahan fisik cenderung

membawa seseorang pada stres yang apabila tidak segera ditangani dapat

menimbulkan akibat yang buruk.

Mahasiswa Semester 8 mempunyai kewajiban untuk menyelesaikan studinya

dengan adanya tugas skripsi. Dalam mengerjakan skripsi terdapat kendala seperti

menentukan judul penelitian, mencari buku literatur, kemampuan akademis dan

menganalisis data. Hal tersebut bisa menjadi salah satu stresor dalam faktor-faktor

yang menimbulkan stres yaitu faktor predisposisi dan faktor presipitasi. Tingkat

spiritual yang baik dapat memberikan kepercayaan diri yang tinggi dan kekuatan

bagi individu dalam menghadapi stres dan emnuntun pada keadaan psikologis

yang baik. Spiritual memiliki beberapa daktor yang mempengaruhi, yaitu tahap

perkembangan, keluarga, latar belakang etnik dan budaya, pengalaman hidup

sebelumnya, krisis dan perubahan serta terpisah dari ikatan spiritual.

3.3 Hipotesis Penelitian

Berdasarkan kerangka teori yang diuraikan di atas, penelitian ini

menghipotesiskan bahwa Ada hubungan negatif antara tingkat spiritual terhadap

tingkat stres pada Mahasiswa Semester 8. Semakin tinggi tingkat spiritual maka

semakin rendahnya stres, sebaliknya semakin rendah tingkat spiritual maka

semakin tinggi stres.


42

H1 : Ada hubungan antara tingkat spiritual dengan tingkat stres pada mahasiswa

semester 8 di IIKNU Tuban.


BAB 4

METODE PENELITIAN

4.1 Desain Penelitian

Desain penelitian merupakan pedoman bagi peneliti dalam merencanakan dan

melakukan penelitian untuk mencapai suatu tujuan atau menjawab suatu

pertanyaan (Nursalam, 2020).

Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah Non-

Eksperimental dengan desain penelitian studi analitik korelasi menggunakan

pendekatan waktu cross sectional. Studi analitik korelasi adalah teknik yang

digunakan untuk menganalisis hubungan variabel independen dan

dependen (Lapau, 2013). Pendekatan waktu cross sectional adalah pengumpulan

data yang dilakukan sekaligus pada satu saat yang artinya tiap subyek penelitian

hanya diobservasi satu kali saja (Nursalam, 2020).

4.2 Populasi Dan Sampel

4.2.1 Populasi Penelitian

Populasi adalah subjek (misalnya orang) penelitian, yang diperiksa menurut

kriteria yang mudah ditentukan (Nursalam, 2020). Populasi dalam penelitian ini

adalah Mahasiswa Semester 8 IIKNU Tuban program studi S1 Ilmu Keperawatan

dan program studi S1 Ilmu Gizi yang berjumlah 137 mahasiswa.

4.2.2 Sampel Penelitian

Sampel adalah sebagian dari populasi yang dijadikan subjek penelitian

melalui pengambilan sampel, sedangkan sampling adalah proses pemilihan

sebagian dari populasi yang dapat mewakili (Nursalam, 2020).

43
44

Besarnya sampel ditentukan dengan menggunakan rumus sebagai berikut :

N
n=
1+ N (d)²

Keterangan :

n : Besar sampel

N : Besar populasi

d : Tingkat signifikansi (d = 0,05)

Besar sampel :

N
n=
1+ N (d)²

137
n=
1+137 (0 , 05)²

54800
n=
537

n=¿ 102,04842

n=¿ 102 (dibulatkan)

Jadi, jumlah sampel yang akan menjadi responden bagi peneliti sebesar

102 orang yang akan dibagi menjadi 2 kelompok yaitu kelompok mahasiswa

program studi S1 Keperawatan dan kelompok mahasiswa program studi S1 Ilmu

Gizi.

Untuk Cluster menggunakan rumus sebagai berikut :

fi= ¿
N

¿=fi x n
45

Keterangan :

fi : Sampel Pecahan Cluster

n : Besar Sampel

Ni : Banyaknya Individu Dalam Cluster

N : Besar Populasi

Kemudian Cluster untuk S1 Ilmu Keperawatan

fi= ¿
N

109
¿
137

¿ 0,79562

¿=fi x n

¿ 0,79562 x 102

¿ 81,15328

Jadi besar sampel S1 Ilmu Keperawatan dalam penelitian ini adalah 81 responden

Kemudian Cluster untuk S1 Ilmu Gizi

fi= ¿
N

28
¿
137

¿ 0,20437

¿=fi x n

¿ 0,20437 x 102

¿ 20,84574

Jadi besar sampel S1 Ilmu Gizi dalam penelitian ini adalah 21 responden
46

Dengan teknik pengambilan sampel menggunakan teknik Cluster Sampling

berdasarkan kriteria inklusi dan eksklusi.

Kriteria inklusi adalah karakteristik umum subyek penelitian dari suatu

populasi target yang terjangkau dan akan diteliti (Nursalam, 2020).

Kriteria inklusi :

1. Mahasiswa / mahasiswi yang masih aktif di IIKNU Tuban.

2. Mahasiswa / mahasiswi yang 20-24 tahun dari program studi S1 Ilmu

Keperawatan dan S1 Ilmu Gizi.

3. Mahasiswa / mahasiswi yang bersedia menjadi responden.

Sedangkan kriteria eksklusi adalah menghilangkan subjek yang memenuhi

kriteria inklusi dari penelitian karena berbagai sebab (Nursalam, 2020)

Kriteria eksklusi

1. Mahasiswa yang tidak mengisi form dalam kurun waktu yang sudah

ditentukan
47

4.3 Kerangka Operasional

Popalasi Penelitian
Mahasiswa Semester 8 IIKNU Tuban Program Studi S1 Ilmu Keperawatan dan S1
Ilmu Gizi dengan Jumlah 137 Mahasiswa

Teknik Sampling
Teknik Sampling Menggunakan Cluster Random Sampling

Sampel Penelitian
Sebagian Mahasiswa Semester 8 IIKNU Tuban program studi S1 Ilmu Keperawatan
dan S1 Ilmu Gizi dengan jumlah 102 mahasiswa

Desain Penelitian
Studi Analitik Korelasi dengan Pendekatan Waktu Cross Sectional

Variabel Penelitian
Variabel Independen : Tingkat Spiritual
Variabel Dependen : Tingkat Stres

Pengumpulan Data
Lembar Kuisioner

Pengolahan Data
Editing, Coding, Scoring, Tabulating

Analisis Data
Uji Spearman Rho

Kesimpulan
Terdapat Hubungan atau Tidak

Gambar 4.1 Kerangka Operasional Hubungan Tingkat Spiritual dengan Tingkat


Stres pada Mahaiswa Tingkat Akhir IIKNU Tuban
48

4.4 Variabel Penelitian

Variabel adalah perilaku atau karakteristik yang memberikan nilai berbeda

pada sesuatu seperti benda, orang, dan lain-lain (Nursalam, 2020). Secara teoritis,

variabel dapat didefinisikan sebagai atribut seseorang atau objek, yang memiliki

"variasi" dari orang ke orang atau dari objek ke objek (Nursalam, 2020).

Dalam penelitian, variabel dicirikan sebagai derajat, kuantitas dan

perbedaan. Variabel juga merupakan konsep dari beberapa level abstrak yang

didefinisikan sebagai instrumen pengukuran dan/atau penelitian manipulatif.

Konsep yang dibahas dalam penelitian ini bersifat konkrit dan dapat diukur secara

langsung, misalnya detak jantung, hemoglobin, dan pernapasan per menit. Sesuatu

yang konkrit dapat diartikan sebagai variabel dalam penelitian (Nursalam, 2020).

4.4.1 Variabel Independen

Variabel yang mempengaruhi atau menentukan nilai variabel lain. Stimulus

yang dikendalikan peneliti menghasilkan efek pada variabel dependen (Nursalam,

2020).

Variabel independen dalam penelitian ini adalah Tingkat Spiritual.

4.4.2 Variabel Dependen

Variabel lain yang nilainya dipengaruhi ditentukan oleh variabel lain.

Variabel respon muncul sebagai hasil manipulasi variabel lain (Nursalam, 2020)

Variabel dependen dalam penelitian ini adalah Tingkat Stres.


49

4.5 Definisi Operasional

Definisi operasional adalah suatu definisi ketika variabel penelitian menjadi

bersifat operasional. Definisi dari opersional menjadikan konsep yang masih

bersifat abstrak menjadi operasional yang memudahkan pengukuran variabel

tersebut. Definisi operasional variabel adalah definisi terhadap variabel

berdasarkan konsep teori namun bersifat operasional, agar variabel tersebut dapat

diukur dan bahkan dapat diuji baik oleh peneliti (Wasis, 2017)

Tabel 4.1 Definisi Operasional Hubungan Tingkat Spiritual dengan Tingkat


Stres pada Mahaiswa Tingkat Akhir IIKNU Tuban
Definisi
Variabel Indikator Alat Ukur Skala Skor/Kode
Operasional

Independen : Mahasiswa Penilaian Kuisioner Ordinal 1. Tingkat


mampu dalam terhadap Daily Spiritual
Tingkat
menghadapi pengalaman Spiritual Tinggi :
Spiritual
berbagai spiritualitas Experience Skor 66 -
masalah dalam seseorang Scale 90
hidupnya, dalam (DSES) 2. Tingkat
yang keseharian Spiritual
berhubungan yang terdiri Sedang :
dengan diri dari 15+1 Skor 41 -
sendiri, orang pertanyaan 65
lain, alam dan 3. Tingkat
1. Domain 1 :
Tuhan YME Spiritual
Transdental
Rendah :
2. Domain 2 : Skor 15 -
Lingkungan 40

3. Domain 3 : Kode :
Komunal
1. Tingkat
4. Domain 4 : Spiritual
Personal Tinggi
2. Tingkat
Spiritual
Sedang
3. Tingkat
Spiritual
Rendah
50

Definisi
Variabel Indikator Alat Ukur Skala Skor/Kode
Operasional

Dependen : Mahasiswa 1. Gejala Kuisioner Ordinal 1. Tidak


menyadari Fisik Kessler Mengalami
Tingkat Stres : Skor
bahwa mereka 2. Gejala Psychologi
Stres Emosional <20
berada di cal Distress
3. Gejala 2. Stres
bawah tekanan Scale
Intelektual Ringan :
di luar (KPDS)
Skor 20-24
kemampuan 3. Stres
mereka. Sedang :
Skor 25-29
4. Stres
Berat :
Skor >30
Kode :
1. Tidak
Pernah
Stres
2. Jarang
Stres
3. Kadang-
Kadang
Stres
4. Sering
Stres
5. Selalu
Stres

4.6 Instrumen Penelitian

Instrumen adalah alat ukur yang dibuat oleh peneliti yang disesuaikan

dengan tujuan penelitian untuk mengukur apa yang diukur dan memberikan

gambaran tentang perbedaan topik penelitian. (Nursalam, 2020).

Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini adalah :

1. Kuisioner Daily Spiritual Experience Scale (DSES)

Kuesioner DSES terdiri dari 15 item pertanyaan dan 1 item pertanyaan.

Kuesioner DSES dengan 15 jawaban menggunakan skala likert, 1 (tidak


51

pernah), 2 (satu kali didalam satu waktu), 3 (beberapa hari), 4 (hampir setiap

hari), 5 (setiap hari), 6 (beberapa kali sehari).

Tabel 4.2 Pernyataan Pilihan favorable dan unfavorable dalam skala untuk
14 pertanyaan dalam penelitian
Skala
No Respon
Favorable Unfavorable
1. Beberapa kali sehari 6 1
2. Setiap hari 5 2
3. Hampir setiap hari 4 3
4. Beberapa hari 3 4
5. Satu kali didalam satu waktu 2 5
6. Tidak pernah 1 6

Sedangkan satu pertanyaan untuk kedekatan dengan Tuhan dengan pilihan

jawaban 1 (tidak sama sekali), 2 (agak dekat), 3 (sangat dekat), dan 4

(sedekat mungkin).

Tabel 4.3 Pernyataan Pilihan favorable dan unfavorable dalam skala untuk 1
pertanyaan kedekatan dengan tuhan dalam penelitian
Skala
No Respon
Favorable Unfavorable
1. Sedekat mungkin 4 1
2. Sangat dekat 3 2
3. Agak dekat 2 3
4. Tidak sama sekali 1 4

Adapun rincian blue print skala variabel tingkat spiritual dijelaskan pada

tabel di bawah ini :

Tabel 4.4 Blue print kuesioner DSES


N
Aspek Aitem Jumlah
o
Domain transdental 1,3,4,5,7,8,9,10,15,1
1. 10
6
2. Domain lingkungan 2,11 2
3. Domain komunal 13,14 2
4. Domain personal 6,12 2
Jumlah 16

Kuesioner DSES dapat dianalisis dengan kategori sebagai berikut :


52

1. 15-40 = tingkat spiritualitas rendah

2. 41-65 = tingkat spiritualitas sedang

3. 66-90 = tingkat spiritualitas tinggi

2. Kuisioner Kessler Psychological Distress Scale K10 (KPDS)

Pengukuran tingkat stress dinilai dari 10 item pertanyaan Kessler

Psychological Distress Scale yang diajukan terhadap responden. Skor 1

melambangkan subjek tidak pernah stress, skor 2 melambangkan subjek

jarang stress, skor 3 melambangkan subjek kadang-kadang stress, skor 4

melambangkan jawaban dimana subjek sering stress dan skor 5

melambangkan awaban dimana subjek selalu merasakan stress dalam 30

hari terakhir (Easton, dkk., 2017). Berikut adalah blue print dan aspek-aspek

variabel stress dalam skala:

Tabel 4.5 Pernyataan Pilihan favorable dan unfavorable dalam skala


untuk 10 pertanyaan dalam penelitian
Skala
No Respon
Favorable Unfavorable
1. Selalu 5 1
2. Sering 4 2
3. Kadang-kadang 3 3
4. Jarang 2 4
5. Tidak pernah 1 5

Tabel 4.6 Blue print kuesioner KPDS


N
Indikator Aitem Jumlah
o
1. Depresi 2,3,5,6 4
2. Stres 1,4,7,8,9,10 6
Jumlah Total 10

Kuesioner KPDS dapat dianalisis dengan kategori sebagai berikut :

1. <20 = tidak mengalami stres


53

2. 20-24 = stres ringan

3. 25-29 = stres sedang

4. >30 = stres berat

4.7 Lokasi Dan Waktu Penelitian

4.7.1 Lokasi Penelitian

Kampus C Institut Ilmu Kesehatan Nahdlatul Ulama Tuban

4.7.2 Waktu Penelitian

Penelitian ini akan dilaksanakan pada bulan 2023.

4.8 Pengumpulan Data

Pengumpulan data adalah proses pendekatan subjek dan mengumpulkan

karakteristik subjek yang diperlukan untuk penelitian (Nursalam, 2017).

Pengumpulan data dilakukan oleh peneliti di Kampus C IIKNU Tuban yang

dilakukan dengan cara pengisian google form oleh peneliti berdasarkan hasil

survey awal.

Peneliti melakukan pendekatan kepada subjek penelitian dengan bertemu

calon responden guna menjelaskan dan meyakinkan bahwa data yang diambil

peneliti sudah terjaga kerahasiaanya, lalu menanyakan ketersediaan menjadi

responden, jika sudah menyetujui, calon responden akan diberikan lembar

persetujuan (informed consent) dalam bentuk google form yang telah peneliti

buat. Jika calon responden tidak bersedia menjadi partisipan dalam penelitian

maka peneliti tidak akan memaksa demi menjaga hak-hak calon responden.

Setelah mendapatkan calon responden, peneliti akan membagikan kuisioner

penelitian berupa link google form untuk kemudian di isi oleh responden dalam
54

waktu 20 menit. Kemudian peneliti melakukan pemeriksaan dan memastikan

bahwa hasil kuisioner yang sudah diisi sesuai dengan jumlah sampel responden

yang telah dihitung.

4.9 Pengolahan Dan Cara Analisis Data

Analisa data merupakan bagian terpenting untuk mencapai tujuan pokok

penelitian yaitu menjawab pertanyaan-pertanyaan penelitian dalam

mengungkapkan fenomena (Nursalam, 2020). Langkah-langkah analisa data

dalam penelitian ini yaitu:

1. Editing

Pada tahap ini dilakukan pengecekan kelengkapan data identitas pengisi,

pemeriksaan jawaban, memperjelas serta melakukan pengecekan terhadap

data yang dikumpulkan untuk menghindari pengukuran yang salah.

2. Coding

Coding merupakan langkah pengkodean, yakni dengan mengubah data

berbentuk huruf menjadi data berbentuk angka atau bilangan. Data berupa

tingkat pengetahuan yang sudah diedit kemudian diberi kode berupa

angka agar dapat diproses dalam program komputerisasi statistika.

Pada tahap ini peneliti mengklasifikasikan jawaban responden pada

kategori:

1) Daily Spiritual Experience Scale (DSES)

Skor 14 jawaban responden (Favorable):

(1) Beberapa Kali Sehari :6

(2) Setiap Hari :5


55

(3) Hampir Setiap Hari :4

(4) Beberapa Hari :3

(5) Satu Kali Didalam Satu Waktu :2

(6) Tidak Pernah :1

Skor 14 jawaban responden (Unfavorable):

(1) Beberapa Kali Sehari :1

(2) Setiap Hari :2

(3) Hampir Setiap Hari :3

(4) Beberapa Hari :4

(5) Satu Kali Didalam Satu Waktu :5

(6) Tidak Pernah :6

Skor 1 pertanyaan kedekatan dengan tuhan (Favorable)

(1) Sedekat Mungkin :4

(2) Sangat Dekat :3

(3) Agak Dekat :2

(4) Tidak Sama Sekali : 1

Skor 1 pertanyaan kedekatan dengan tuhan (Unfavorable)

(1) Sedekat Mungkin :1

(2) Sangat Dekat :2

(3) Agak Dekat :3

(4) Tidak Sama Sekali : 4

Kriteria:

(1) Rendah : 15-40


56

(2) Sedang : 41-65

(3) Tinggi : 66-90

2) Kessler Psychological Distress Scale (KPDS)

Skor jawaban responden (Favorable):

(1) Selalu :5

(2) Sering :4

(3) Kadang-kadang :3

(4) Jarang :2

(5) Tidak Pernah :1

Skor jawaban responden (Unfavorable):

(1) Selalu :1

(2) Sering :2

(3) Kadang-kadang :3

(4) Jarang :4

(5) Tidak pernah :5

Kriteria:

(1) Berat : >30

(2) Sedang : 25-29

(3) Ringan : 20-24

(4) Normal : <20

3. Scoring
57

Kegiatan untuk memberikan skor atau nilai sesuai dengan skor yang telah

ditentukan di kuesioner dan lembar observasi. Total skor di dapatkan dari

hasil penjumlahan skor masing – masing pertanyaan.

Scoring dalam penelitian ini adalah:

1) Daily Spiritual Experience Scale (DSES)

(1) Jumlah pilihan jawaban favorable ada 6 yaitu “beberapa kali

sehari” skor 6, “setiap hari” skor 5, “hampir setiap hari” skor 4,

‘beberapa hari” skor 3, “satu kali dalam satu waktu” skor 2,

“tidak pernah” skor 1

(2) Jumlah pilihan jawaban unfavorable ada 6 yaitu “beberapa kali

sehari” skor 1, “setiap hari” skor 2, “hampir setiap hari” skor 3,

‘beberapa hari” skor 4, “satu kali dalam satu waktu” skor 5,

“tidak pernah” skor 6.

(3) Jumlah pertanyaan 15

(4) Skor minimal pilihan jawaban yaitu 1

(5) Skor maksimal pilihan jawaban yaitu 6

(6) Menentukan jumlah skor minimal = skor minimal x jumlah skor

pertanyaan = 1 x 15 = 15

(7) Menentukan jumlah skor maksimal = skor maksimal x jumlah

skor pertanyaan = 6 x 15 = 90

(8) Menggolongkan menjadi 3 kategori yaitu tinggi, sedang, dan

rendah
58

(9) Menentukan range (R) = skor max – skor min = 90 – 15 = 75

(10) Menentukan interval

I = range (R) ÷ kategori (K)

I = 75 ÷ 3 = 25

(11) Menghitung scoring Daily Spiritual Experience Scale (DSES)

I = Skor max – interval (I) = 90 – 25 = 65

I2 = I1 – interval (I) = 65 – 25 = 40

I3 = I2 – interval (I) = 40 – 25 = 15

Sehingga diperoleh kesimpulan hasil bahwa tinggi skor 66-90,

sedang skor 41-65 dan rendah skor 15-40.

2) Kessler Psychological Distress Scale (KPDS)

(1) Jumlah soal sebanyak 10

(2) Item berbentuk google form

(3) Jika jawaban sesuai dengan kunci mempunyai

1. Total skor dibawah 20 : Tidak mengalami stres

2. Total skor 20-24 : Stres ringan

3. Total skor 25-29 : Stres sedang

4. Total skor 30 dan diatas 30 : Stres berat

4. Tabulating

Tabulasi adalah pembuatan tabel-tabel yang berisi data yang telah diberi

kode sesuai dengan analisis yang dibutuhkan dan dilakukan setelah

editing, coding kemudian scoring.


59

4.10 Etika Penelitian

Peneliti harus memahami hak asasi manusia, terutama jika subjek

penelitiannya adalah manusia. Beberapa prinsip penelitian manusia yang harus

dipahami peneliti antara lain sebagai berikut:

1. Manfaat

Prinsip ini membebaskan dan tidak mengeksploitasi manusia. Hasil

penelitian diharapkan dapat bermanfaat, dengan mempertimbangkan risiko

dan manfaat, jika penelitian dilakukan dalam menghadapi dilema dalam

etik.

2. Menghormati Manusia

Manusia adalah makhluk yang perlu dihormati karena berhak memilih

untuk dimasukkan atau tidak sebagai subjek penelitian. Informed consent

dapat berupa kesepakatan antara peneliti dan responden dengan tujuan

agar calon responden memahami maksud dan tujuan penelitian yang akan

dilakukan.

3. Keadilan

Prinsip ini diberlakukan untuk menegakkan keadilan bagi orang lain,

termasuk menghormati haknya atau memperlakukannya secara adil,

melindungi privasi orang, dan tidak berpihak pada kelompok atau individu

mana pun.
DAFTAR PUSTAKA

Afnan, et al. “Hubungan Efikasi Diri Dengan Stres Pada Mahasiswa Yang Berada
Dalam Fase Quarter Life Crisis Relationship.” Jurnal Kognisia, vol. 3, no.
1, 2020. Accessed 27 May 2023.
Agustiningsih, Nia. “Gambaran Stres Akademik Dan Strategi Koping Pada
Mahasiswa Keperawatan.” Jurnal Ners Dan Kebidanan (Journal of Ners
and Midwifery), vol. 6, no. 2, 30 Aug. 2019, pp. 241–250, Accessed 27
May 2023.
Ambarwati, Putri Dewi, et al. “Gambaran Tingkat Stres Mahasiswa.” Jurnal
Keperawatan Jiwa, vol. 5, no. 1, 6 Feb. 2019, p. 40, Accessed 27 May
2023.
Angelin, Lamogia, et al. “Tingkat Stres Berhubungan Dengan Kejadian
Generalized Anxiety Disorder (GAD) Pada Mahasiswa Semester 8.”
Persatuan Perawat Nasional Indonesia, vol. 9, no. 2, 2021, pp. 399–408.
Accessed 27 May 2023.
Azania, Desti , and Naan. “Peran Spiritual Bagi Kesehatan Mental Mahasiswa Di
Tengah Pandemi Covid-19.” Humanistika: Jurnal Keislaman, vol. 7,
2021, pp. 2548–4400, Accessed 27 May 2023.
De Banten-Bode, and Jurnal. “Peran Mahasiswa Di Masyarakat.” Jurnal
Pengabdian Masyarakat Setiabudhi, vol. 1, no. 1, 2019. Accessed 27 May
2023.
Herlena, Benny, and Nur Ayu Seftiani. “Kecerdasan Spiritual Sebagai Prediktor
Kesejahteraan Subjektif Pada Mahasiswa.” Jurnal Psikologi Integratif,
vol. 6, no. 1, 28 Aug. 2018, p. 101, Accessed 27 May 2023.
Hidayat, Veny. “Kebermaknaan Hidup Pada Mahasiswa Semester Akhir.” Jurnal
Psikologi Integratif, vol. 6, no. 2, 20 Jan. 2019, p. 141, Accessed 27 May
2023.
Lumban Gaol, Nasib Tua. “Teori Stres: Stimulus, Respons, Dan Transaksional.”
Buletin Psikologi, vol. 24, no. 1, 1 June 2016, p. 1, Accessed 27 May
2023.
Malfasari, Eka, et al. “Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Kecemasan Mahasiswa
Dalam Menyelesaikan Tugas Akhir Di STIKES Payung Negeri
Pekanbaru.” Jurnal Ners Indonesia, vol. 9, no. 1, 19 July 2019, p. 124,
Accessed 27 May 2023.
Novitasari, Yuni. “Kompetensi Spiritualitas Mahasiswa.” JOMSIGN: Journal of
Multicultural Studies in Guidance and Counseling, vol. 1, no. 1, 7 Mar.
2019, p. 45, Accessed 27 May 2023.
Nulhakim, Mhd, et al. “Hubungan Tingkat Spiritual Dengan Kecemasan
Mahasiswa Semester 8 Dalam Menyusun Skripsi.” JOM FKp, vol. 6, no.
1, 2019. Accessed 27 May 2023.
Rosa, Nadya, et al. “Pengaruh Strategi Koping Stres Mahasiswa Terhadap Stres
Akademik Di Era Pandemi COVID-19.” Tanjak: Jounal of Education and
Teaching, vol. 2, no. 2, 2021, p. 2021, Accessed 27 May 2023.

60
61

Seto, Stefania Baptis, et al. “Hubungan Motivasi Terhadap Tingkat Stress


Mahasiswa Dalam Menulis Tugas Akhir (Skripsi).” Jurnal Basicedu, vol.
4, no. 3, 3 June 2020, pp. 733–739, Accessed 27 May 2023.
Utami, Anisa Sri, and Irma Fidora. “Spiritualitas Mahasiswa Yang Menjalani
Program Profesi Ners.” Jurnal Keperawatan, vol. 14, no. 1, 28 Mar. 2022,
pp. 129–134, Accessed 27 May 2023.
Vebrian, Garry, et al. “Keperawatan Dan Kebidanan Yang Mengerjakan Tugas
Akhir Di Politeknik Kesehatan Banten.” Nusantara Hasana Journal, vol.
1, no. 4, 2021. Accessed 27 May 2023.
Lampiran 1. Jadwal Penelitian

JADWAL PENELITIAN

2022 2023
No Tahapan
November Desember Januari Februari Maret April Mei Juni
1 Konsultasi Masalah
2 Penyusunan BAB 1
3 Penyusunan BAB 2
4 Penyusunan BAB 3
5 Penyusunan BAB 4
6 Survei Awal
7 Penyusunan Lampiran
8 Ujian Proposal
9 Revisi Proposal
Lampiran 2. Permohonan Menjadi Responden

PERMOHONAN MENJADI RESPONDEN PENELITIAN

Yang bertanda tangan dibawah ini :


Nama : Achmad Ahwan Nugraha
NIM : 19.12.2.149.001

Adalah mahasiswa Program Studi S1 Keperawatan IIKNU Tuban, akan


mengadakan penelitian dengan judul “Hubungan Tingkat Spiritual Dengan
Tingkat Stres Mahasiswa Semester 8 Di IIKNU Tuban”. Penelitian ini
bertujuan Untuk mengetahui hubungan tingkat spiritual dengan tingkat stres
Mahasiswa Semester 8 di IIKNU Tuban
Untuk itu saya mengharapkan saudara berkenan dalam penelitian ini dan
bersedia menjawab pernyataan yang disediakan dengan sejujur-jujurnya dan apa
adanya. Jawaban Anda akan dijamin kerahasiaanya.
Sebagai bukti kesediaan saudara berkenan dalam penelitian ini, saya
mohon kesediaan saudara menandatangani persetujuan yang telah saya sediakan.
Partisipasi saudara dalam penelitian ini sangat saya hargai dan sebelumnya saya
ucapkan banyak terimakasih.

Tuban, Juni 2023

Achmad Ahwan Nugraha


Lampiran 3. Persetujuan Menjadi Responden

PERSETUJUAN MENJADI RESPONDEN


(INFORMED CONSENT)

Setelah mendapat dan memahami penjelasan penelitian, saya bersedia


untuk berpartisipasi sebagai responden dalam penelitian yang akan dilakukan oleh
:

Nama : Achmad Ahwan Nugraha


NIM : 19.12.2.149.0001
Judul : Hubungan Tingkat Spiritual Dengan Tingkat Stres Mahasiswa
Semester 8 Di IIKNU Tuban
Persetujuan ini saya buat dengan sadar tanpa paksaan dari pihak manapun.
Demikian pernyataan ini saya buat untuk dapat digunakan sebagai mestinya.

Tuban, Juni 2023

Responden

(………..………………)
Lampiran 4. Kuesioner Kessler Psycological Distress Scale (KPDS)
1. Pilihlah salah satu jawaban yang paling sesuai dengan pendapat Anda
2. Beri tanda ceklist (√) pada jawaban yang Anda pilih
3. Ket :
a) TP : Tidak Pernah (skor 1)
b) J : Jarang (skor 2)
c) K : Kadang-kadang (skor 3)
d) S : Sering (skor 4)
e) SLL : Selalu (skor 5)
No. Pertanyaan TP J K S SLL

1. Selama 30 hari terakhir, seberapa


sering anda merasa sangat lelah
padahal anda tidak sedang
mengerjakan hal-hal yang
melelahkan ?

2. Selama 30 hari terakhir, seberapa


sering anda merasa gugup (nervous)?

3. Selama 30 hari terakhir, seberapa


sering anda merasa gugup dan tidak
ada seseorang/ kegiatan apa pun yang
dapat menenangkan anda?

4. Selama 30 hari terakhir, seberapa


sering anda merasa putus asa?

5. Selama 30 hari terakhir, seberapa


sering anda merasa gelisah?

6. Selama 30 hari terakhir, seberapa


sering anda merasa tidak dapat
beristirahat dengan tenang?

7. Selama 30 hari terakhir, seberapa


sering anda merasa banyak
menanggung beban?

8. Selama 30 hari terakhir, seberapa


sering anda merasa terpaksa dalam
melakukan segala hal?

9. Selama 30 hari terakhir, seberapa


sering anda merasa sangat sedih dan
tidak ada seseorang/ kegiatan apa pun
yang dapat menghibur anda?

10. Selama 30 hari terakhir, seberapa


sering anda merasa tidak dihargai?
Lampiran 5. Kuesioner Daily Spiritual Experience Scale (DSES)

KUESIONER DAILY SPIRITUAL EXPERIENCE SCALE (DSES)


1. Di bawah ini terdapat beberapa pertanyaan yang berkaitan dengan kondisi
yang Anda alami sehari-hari. Bacalah setiap pertanyaan dengan seksama.
2. Pilihlah salah satu jawaban yang paling sesuai dengan diri Anda dengan
memberi tanda (V) pada kolom jawaban yang telah disediakan! Dalam hal ini
tidak ada jawaban yang salah.
3. Semua jawaban yang Anda berikan adalah BENAR jika sesuai dengan
pendapat Anda atau kondisi yang Anda alami.
4. Sejumlah item menggunakan kata Tuhan. Apabila kata Tuhan tidak nyaman
bagi Anda, silahkan ganti panggilan lain untuk Anda.
Satu Kali
Tidak Hampir Beberapa
Didalam Beberapa Setiap
Perna Setiap Kali
Satu Hari Hari
h Hari Sehari
Waktu
Saya merasakan kehadiran
Tuhan atau hal-hal yang bersifat
ketuhanan atau suci
Saya merasakan suatu hubungan
dengan seluruh kehidupan
Selama ibadah atau di waktu
lain saat berhubungan dengan
Tuhan, saya merasakan
kegembiraan yang membawa
saya keluar dari persoalan
sehari-hari
Saya menemukan kekuatan
dalam agama dan spiritual saya
Saya menemukan kenyamanan
dalam agama dan spiritual saya
Saya merasakan kedamaian
dalam diri dan keselarasan/
harmonis
Saya meminta bantuan Tuhan di
tengah-tengah kegiatan saya
sehari-hari
Saya merasakan bimbingan
Tuhan di tengah-tengah
kegiatan saya sehari-hari
Saya merasakan cinta Tuhan
pada saya secara langsung
Saya merasakan cinta Tuhan
pada saya melalui orang lain
Saya tersentuh secara spiritual
oleh keindahan ciptaan
Saya merasa bersyukur dengan
berkah/keberuntungan saya
Saya merasa tanpa pamrih
peduli dengan orang lain
Saya menerima orang lain
bahkan di saat mereka
melakukan hal-hal yang
menurut saya salah
Saya berkeinginan untuk lebih
dekat dengan Tuhan atau dalam
penyatuan dengan sifat
ketuhanan

Tidak Agak Sanga Sedekat


Sama Deka t Mungki
Sekali t Dekat n
Secara umum, menurut perasaan Anda, seberapa
dekat Anda dengan Tuhan?

Anda mungkin juga menyukai