Anda di halaman 1dari 24

LAPORAN KEGIATAN KONSELING REMAJA

Nn. “N” USIA 15 TAHUN DENGAN GANGGUAN MENSTRUASI


DISMINORE PRIMER
3 NOVEMBER 2023

Disusun Dalam Rangka Memenuhi Tugas


Praktik Klinik Stase Asuhan Kebidanan Holistik Remaja & Pranikah

Oleh:
SARI PUTRI HANDAYANI
NIM. P17312235047

KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA


POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES MALANG
JURUSAN KEBIDANAN
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN PROFESI BIDAN
TAHUN 2023
LEMBAR PENGESAHAN

LAPORAN KEGIATAN KONSELING REMAJA


Nn. “N” USIA 15 TAHUN DENGAN GANGGUAN MENSTRUASI
DISMINORE PRIMER
3 NOVEMBER 2023

Mahasiswa,

Sari Putri Handayani


P17312235047

Ini telah diperiksa dan disahkan oleh

Perceptor Akademik Perceptor Klinik

Sukmawardani Rukmana, A.Md., Keb Sheilla Tania M.S.Keb,.Bd.,M.Kes


NIP. 199006282023212002 NIP. 919910309202008201
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kepada Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat
dan hidayat-Nya serta nikmat sehat kepada kami, sehingga kami dapat
menyelesaikan Laporan Kegiatan Konseling guna memenuhi tugas Praktik Klinik
Stase Asuhan Kebidanan Holistik Remaja & Pranikah dengan semaksimal
mungkin.

Keberhasilan penyusunan laporan ini tentunya tak luput dari bantuan segala pihak
yang terlibat. Karena itu, kami mengucapkan terima kasih sebesar-besarnya
kepada:

1. Allah SWT atas segala kemurahan dan kemudahan yang diberikan


sehingga kami dapat menyelesaikan laporan ini tepat waktu,
2. Nabi Muhammad SAW karena telah membawa kita dari zaman yang gelap
menuju zaman yang terang,
3. Orang tua dan keluarga yang telah memberi dukungan,
4. Ketua Jurusan, Rita Yulifah, S.Kp., M.Kes
5. Ketua Program Studi Sarjana Terapan Kebidanan Malang, Dr. Heny
Astutik, S.Kep.Ns., M.Kes
6. Dosen Pembimbing, Sheilla Tania M.S.Keb,.Bd.,M.Kes
7. Rekan kelompok tiga yang dengan semangat dan tulus dalam mengerjakan
serta menjalankan tugas.

Kami selaku penyusun laporan sadar bahwa masih banyak kekurangan maupun
kesalahan dalam penyusunan laporan ini. Untuk itu, kami berharap Bapak/Ibu
dapat menyampaikan kritik dan saran yang membangun demi kesempurnaan
laporan ini. Akhir kata, kami berharap laporan ini dapat bermanfaat bagi semua
pihak yang membaca.

Malang, November 2023

Penyusun
VISI DAN MISI
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN PROFESI BIDAN
JURUSAN KEBIDANAN POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES
MALANG

VISI:
Mencetak Lulusan Profesi Bidan Yang Beradab, Berdaya Saing Global, serta
Unggul dalam Pemberdayaan Perempuan di Bidang Kesehatan Ibu dan Anak di
Keluarga dan Masyarakat.

MISI:
1. Menyelenggarakan program pendidikan dan pembelajaran Profesi Bidan
yang berkualitas untuk mengembangkan potensi dan kepribadian
mahasiswa pendidikan profesi bidan yang beradab dan berdaya saing
global.
2. Menyelenggarakan penelitian terapan dan pengabdian kepada masyarakat
bertema pemberdayaan perempuan dalam bidang kesehatan ibu dan anak
yang berkualitas dan inovatif.
3. Melaksanakan tata kelola organisasi yang baik dan berbasis teknologi
informasi.
4. Mengembangkan kerjasama dan kemitraan dalam maupun luar negeri.
DAFTAR ISI
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Pada masa remaja, baik remaja perempuan maupun laki-laki
mengalami perubahan-perubahan fisik. Perubahan fisik tersebut ada 2
jenis, yaitu perubahan fisik primer dan sekunder. Pada remaja putri salah
satu perubahan fisik primernya adalah mengalami menstruasi. Menstruasi
adalah hal yang fisiologis, namun ada kalanya pada saat menstruasi
mengalami gangguan atau ketidaknyamanan. Salah satu gangguan pada
saat menstruasi yaitu disminore. Dismenore merupakan nyeri yang terjadi
saat menstruasi, umumnya disertai dengan rasa kram dan terpusat pada
abdomen bagian bawah yang menjalar kepunggung bawah sampai ke
paha. Biasanya dismenore ini juga disertai dengan pusing, mual, muntah,
bahkan diare. Keluhan ini dapat terjadi bervariasi mulai dari yang ringan
sampai berat. Nyeri tersebut dapat menyebabkan aktivitas sehari-hari
menjadi terganggu serta menyebabkan perempuan tidak bisa melanjutkan
kegiatannya (Sarwono, 2013).
World Health Organization (WHO) mengatakan pada tahun 2017,
angka kejadian dismenore di dunia mencapai 1.769.425 jiwa (90%) wanita
yang mengalami dismenore dengan 10-15% mengalami dismenore berat.
Angka kejadiannya sangat besar, rata-rata hampir lebih dari 50% wanita
mangalami dismenore. Sedangkan di Indonesia angka kejadian dismenore
tidak dapat dipastikan secara mutlak di karenakan kurangnya kesadaran
penderita untuk berkunjung atau melaporkan ke dokter. Boleh dikatakan
90 % perempuan Indonesia pernah mengalami dismenore (Anurogo &
Wulandari, 2011).
Nyeri haid (dismenore) memiliki dampak yang cukup besar bagi
remaja putri karena menyebabkan terganggunya aktivitas sehari-hari.
Remaja putri yang mengalami nyeri haid (dismenore) pada saat menstruasi
akan merasa terbatas dalam melakukan aktivitas khususnya aktivitas
belajar di sekolah (Rohmat, 2013). Penelitian terdahulu oleh Saguni
(2013) menunjukkan bahwa siswi yang mengalami nyeri haid (dismenore)
dapat menyebabkan siswi sulit berkonsentrasi sehingga materi yang
disampaikan selama pembelajaran tidak dapat diterima dengan baik dan
menyebabkan penurunan prestasi. Tidak hanya itu, dismenore juga
berdampak dengan ketidakhadiran siswi dalam kegiatan belajar di sekolah
dikarenakan banyak siswi yang meminta izin untuk pulang atau sekedar
beristirahat di ruangan UKS. Nyeri haid (dismenore) pada remaja banyak
disebabkan oleh berbagai faktor diantaranya adalah tingkat stres,
kurangnya aktivitas fisik atau berolahraga dan banyak mengonsumsi
makanan fast food. Faktor-faktor tersebutlah yang bisa menyebabkan
terjadinya dismenore primer (Tsamara, 2019). Faktor lain yang dapat
menyebabkan terjadinya dismenore pada remaja yaitu remaja perokok,
baik remaja dengan perokok aktif maupun perokok pasif (Kristianingsih,
dkk., 2015).
Nyeri haid (dismenore) dapat ditangani secara farmakologis dan
non farmakologis. Penanganan secara farmakologis dilakukan dengan
mengonsumsi obat pereda nyeri haid sedangkan secara non farmakologis
yaitu olahraga secara teratur, kompres hangat, kompres dingin, istirahat
dan relaksasi (Kumalasari & Iwan Andhyantoro,2013). Penanganan yang
biasanya dilakukan oleh remaja putri untuk mengatasi nyeri haid adalah
dengan beristirahat, menggosokan minyak kayu putih ke perut dan minum
obat pereda rasa nyeri. Kemudian untuk pencegahannya biasanya remaja
putri hanya sebatas menghindari stres saja tanpa memperhatikan hal yang
lainnya. Terapi kompres hangat merupakan salah satu alternatif yang
sangat efektif dalam menurunkan nyeri atau spasme otot. Panas dapat
dialirkan melalui konduksi, konveksi, dan konversi. Nyeri akibat spasme
otot dapat berespon baik terhadap peningkatan suhu karena dapat
melebarkan pembuluh darah dan meningkatkan aliran darah lokal. Oleh
karena itu, peningkatan suhu yang disalurkan melalui kompres hangat
dapat meredakan nyeri (Mutaqqin, 2011). Namun, pencegahan atau
pengobatan disminore harus didasari dengan pengetahuan dan pemahaman
yang cukup. Pemahaman tersebut dapat diperoleh dengan cara melakukan
konseling secara individu dengan tenaga kesehatan yang berwenang. Maka
dari itu dibuatlah laporan ini yaitu Laporan Kegiatan Konseling Remaja
Nn. “N” Usia 15 Tahun Dengan Gangguan Menstruasi Disminore
Primer yang dilakukan pada tanggal 3 November 2023 di Polindes
Pucangsongo Kecamatan Pakis Kabupaten Malang.
1.2 Tujuan
1.2.1 Tujuan Umum
Setelah dilakukan konseling kepada remaja diharapkan mampu
memahami gangguan yang dapat dialami pada saat menstruasi dan
bagaimana cara mengatasi gangguan saat menstruasi

1.2.2 Tujuan Khusus


Setelah mengikuti konseling individu, remaja mampu:
1. Memahami pengertian disminotr
2. Mengetahui jenis-jenis disminore
3. Memahami penyebab disminore
4. Memahami patofisiologi disminore
5. Memahami tingkat nyeri disminore
BAB II
TINJAUAN TEORI
2.1 Pengertian Disminore
Secara etimologi, dismenore berasal dari kata dalam bahasa Yunani kuno
(Greek). Kata tersebut berasal dari dys yang berarti sulit, nyeri, abnormal; meno
yang berarti bulan; dan rrhea yang berarti aliran atau arus. Dengan demikian,
secara singkat dismenore dapat didefinisikan sebagai aliran menstruasi yang sulit
atau menstruasi yang mengalami nyeri. Penanganan dismenore secara optimal
sangat tergantung dari pemahaman terhadap faktor yang mendasarinya. Kram,
nyeri dan ketidaknyamanan lainnya yang dihubungkan dengan menstruasi disebut
juga dengan dismenore dan kebanyakan wanita mengalami tingkat kram yang
bervariasi (Aspiani, 2017).
Dismenore atau nyeri haid merupakan suatu gejala dan bukan suatu
penyakit. Istilah dismenore biasa dipakai untuk nyeri haid yang cukup berat.
Dalam kondisi ini, penderita harus mengobati nyeri tersebut dengan analgesik
atau memeriksakan diri ke dokter dan mendapatkan penanganan, perawatan, atau
pengobatan yang tepat. Dismenore berat adalah nyeri haid yang disertai mual,
muntah, diare, pusing, nyeri kepala, dan terkadang pingsan (Anurogo &
Wulandari, 2011). Banyak wanita yang dismenore mengalami rasa tidak enak
diperut bagian bawah dan terkadang sampai pada daerah panggul yang muncul
pada saat menstruasi ataupun selama menstruasi. Biasanya rasa nyeri yang 10
bersifat seperti kejang ini akan mereda atau hilang dengan sendirinya setelah
darah haid mulai mengalir (Asrinah et al., 2011)

2.2 Klasifikasi Disminore


Secara klinis, dismenore dibagi menjadi dua, yaitu dismenore primer (esensial,
intrinsik, idiopatik) dan dismenore sekunder (ekstrinsik, yang diperoleh,
acquired). Dua jenis dismenore ini merupakan yang paling banyak ditemui
(Anurogo & Wulandari, 2011).
a) Dismenore primer
Dismenore primer (essensial, instrinsik, idiopatik) tidak terdapat hubungan
dengan kelainan ginekologi. Ini merupakan nyeri haid yang dijumpai tanpa
kelainan pada alat genital yang nyata. Dismenore primer terjadi beberapa
waktu setelah menarche biasanya setelah 12 bulan atau lebih, oleh karena
siklus haid pada bulan pertama setelah menarche umumnya berjenis
anovulatoar yang tidak disertai dengan rasa nyeri. Rasa nyeri timbul tidak
lama sebelumnya atau bersama-sama dengan permulaan haid dan
berlangsung untuk beberapa jam. Walaupun dalam beberapa kasus dapat
berlangsung beberapa hari. Sifat rasa nyeri adalah kejang berjangkit-
jangkit, biasanya terbatas pada perut bawah, tetapi dapat menyebar
kedaerah pinggang dan paha. Bersamaan dengan rasa nyeri dapat dijumpai
rasa mual, muntah, sakit kepala, diare, iritabilitas, dan sebagainya
(Purwaningsih & Fatmawati, 2010).
b) Dismenore sekunder
Dismenore sekunder (ekstrinsik, yang diperoleh, acquired) disebabkan
oleh kelainan ginekologik (endometrosis, adenomiosis, dan lain- lain) dan
juga karena pemakaian IUD (Purwaningsih & Fatmawati, 2010).
seringkali mulai muncul pada usia 20 tahun dan lebih jarang ditemukan
serta terjadi pada 25% wanita yang mengalami dismenore. Tipe nyeri
hampir sama dengan dismenore primer, namun lama nyeri dapat melebihi
periode menstruasi dan dapat juga terjadi saat tidak menstruasi (Nugroho
& Utama, 2014).

2.3 Etiologi Disminore


Secara umum, nyeri haid muncul akibat kontraksi disritmik miometrium
yang menampilkan suatu gejala atau lebih, mulai dari nyeri yang ringan sampai
berat di perut bagian bawah, bokong, dan nyeri spasmodik di sisi medial paha.
Riset biologi molekuler terbaru berhasil menemukan kerentanan gen
(susceptibility genes), yaitu memodifikasi hubungan antara merokok pasif
(passive smoking) dan nyeri haid (Anurogo & Wulandari, 2011). Berikut adalah
penyebab nyeri haid berdasarkan klasifikasinya :
1) Penyebab dismenore primer
a) Faktor endokrin
Rendahnya kadar progresteron pada akhir fase corpus luteum. Hormon
progresteron menghambat atau mencegah kontraktilitas uterus
sedangkan hormon estrogen merangsang kontraktilitas uterus. Di sisi
lain, endometrium dalam fase sekresi memproduksi prostaglandin F2
sehingga menyebabkan konstraksi otot-otot polos. Jika kadar
prostaglandin yang berlebihan memasuki peredaran darah maka selain
dismenore dapat juga dijumpai efek lainnya seperti nausea (mual),
muntah, diare, flushing (respons involunter tidak terkontrol) dari
sistem darah yang memicu pelebaran pembuluh kapiler kulit, dapat
berupa warna kemerahan atau sensasi panas. Jelaslah bahwa
peningkatkan kadar prostaglandin memegang peranan penting pada
timbulnya dismenore primer (Anurogo & Wulandari, 2011).
b) Faktor organik
Kelainan organik yang dimaksud yaitu seperti retrofleksia uterus
(kelainan letak – arah anatomis Rahim), hipoplasia uterus
(perkembangan rahim yang tidak lengkap), obstruksi kanalis servikal
(sumbatan saluran jalan lahir), mioma submukosa bertangkai (tumor
jinak yang terdiri dari jaringan otot), dan polip endometrium (Anurogo
& Wulandari, 2011).
c) Faktor kejiwaan atau psikis
Pada wanita yang secara emosional tidak stabil, apalagi jika tidak
mendapat penerangan yang baik tentang proses haid, maka akan
mudah timbul dismenore. Contoh gangguan psikis yaitu seperti rasa
bersalah, ketakutan seksual, takut hamil, konflik dan masalah jenis
kelaminnya, dan imaturitas (belum mencapai kematangan) (Anurogo
& Wulandari, 2011).
d) Faktor konstitusi
Faktor konstitusi yaitu seperti anemia dan penyakit menahun juga
dapat memperngaruhi timbulnya dismenore (Anurogo & Wulandari,
2011).
e) Faktor alergi
Teori ini dikemukakan setelah memperhatikan adanya asosiasi antara
hipermenorea dengan urtikaria migrain atau asma bronkele. Smith
menduga bahwa sebab alergi adalah toksin haid (Purwaningsih &
Fatmawati, 2010).
2) Penyebab dismenore sekunder
a) Infeksi : nyeri sudah terasa sebelum haid
b) Myoma submucosa, polyp corpus uteri : nyeri bersifat kolik
c) Endometriosis : nyeri disebabkan
d) Retroflexio uteri fixate 13
e) Stenosis kanalis servikalis
f) Adanya AKDR : tumor ovarium (Aspiani, 2017).

2.4 Patofisiologi Disminore


1) Dismenore primer
Mekanisme terjadinya nyeri pada dismenore primer diterangkan sebagai
berikut. Bila tidak terjadi kehamilan, maka korpus luteum akan mengalami
regresi dan hal ini akan mengakibatkan penurunan kadar progesteron.
Penurunan ini akan mengakibatkan labilisasi membran lisosom, sehingga
mudah pecah dan melepaskan enzim fosfolipase A2. Enzim ini akan
menghidrolisis senyawa fosfolipid yang ada di membran sel endometrium;
menghasilkan asam arakhidonat. Adanya asam arakhidonat bersama
dengan kerusakan endometrium akan merangsang kaskade asam
arakhidonat yang akan menghasilkan prostaglandin, antara lain PGE2 dan
PGF2 alfa. Wanita dengan dismenore primer didapatkan adanya
peningkatan kadar PGE dan PGF2 alfa di dalam darahnya, yang akan
merangsang miometrium dengan akibat terjadinya peningkatan kontraksi
dan disritmi uterus. Akibatnya akan terjadi penurunan aliran darah ke
uterus dan ini akan mengakibatkan iskemia. Prostaglandin sendiri dan
endoperoksid juga menyebabkan sensitisasi dan selanjutnya menurunkan
ambang rasa sakit pada ujung-ujung saraf aferen nervus pelvicus terhadap
rangsang fisik dan kimia (Aspiani, 2017).
2) Disminore sekunder
Dismenore sekunder dapat terjadi kapan saja setelah haid pertama, tetapi
yang paling sering mucul di usia 20-30 tahunan, setelah tahun-tahun
normal dengan siklus tanpa nyeri. Peningkatan prostaglandin dapat
berperan pada dismenore sekunder. Namun, penyakit pelvis yang
menyertai haruslah ada. Penyebab yang umum, di antaranya termasuk
endometriosis (kejadian di mana jaringan endometrium berada di luar
rahim, dapat ditandai dengan nyeri haid), adenomyosis (bentuk
endometriosis yang invasive), polip endometrium (tumor jinak di
endometrium), chronic pelvic inflammatory disease (penyakit radang
panggul menahun), dan penggunaan peralatan kontrasepsi atau IU(C)D
[intrauterine (contraceptive) device]. Hampir semua proses apapun yang
memengaruhi pelvic viscera (bagian organ panggul yang lunak) dapat
mengakibatkan nyeri pelvis siklik (Anurogo & Wulandari, 2011).

2.5 Tanda dan Gejala Disminore


1) Dismenore primer
Dismenore primer hampir selalu terjadi saat siklus ovulasi (ovulatory
cycles) dan biasanya muncul dalam setahun setelah haid pertama. Pada
dismenore primer klasik, nyeri dimulai bersamaan dengan onset haid atau
hanya sesaat sebelum haid dan bertahan atau menetap selama 1-2 hari.
Nyeri dideskripsikan sebagai spasmodik dan menyebar ke bagian belakang
(punggung) atau paha atas atau tengah.
Berhubungan dengan gejala-gejala umumnya yaitu seperti berikut :
a) Malaise (rasa tidak enak badan)
b) Fatigue (lelah)
c) Nausea (mual) dan vomiting (muntah)
d) Diare
e) Nyeri punggung bawah
f) Sakit kepala
g) Terkadang dapat juga disertai vertigo atau sensasi jatuh, perasaan
cemas, gelisah, hingga jatuh pingsan.
h) Gejala klinis dismenore primer termasuk onset segera setelah haid
pertama dan biasanya berlangsung sekitar 48-72 jam, sering mulai
beberapa jam sebelum atau sesaat setelah haid. Selain itu juga terjadi
nyeri perut atau nyeri seperti saat melahirkan dan hal ini sering
ditemukan pada pemeriksaan pelvis yang biasa atau pada rektum
(Anurogo & Wulandari, 2011).
2) Dismenore sekunder
Nyeri dengan pola yang berbeda didapatkan pada dismenore sekunder
yang terbatas pada onset haid. Ini biasanya berhubungan dengan perut
besar atau kembung, pelvis terasa berat, dan nyeri punggung. Secara
klinis, nyeri meningkat secara progresif selama fase luteal dan akan
memuncak sekitar onset haid.
Berikut adalah gejala klinis dismenore secara umum :
a) Dismenore terjadi selama siklus pertama atau kedua setelah haid
pertama
b) Dismenore dimulai setelah usia 25 tahun 3) Terdapat ketidaknormalan
pelvis dengan pemeriksaan fisik, pertimbangkan kemudian
endometriosis, pelvic inflammatory disease (penyakit radang panggul),
dan pelvic adhesion (perlengketan pelvis). 4) Sedikit atau tidak ada
respons terhadap obat golongan NSAID (nonsteroidal anti-
inflammatory drug) atau obat anti – inflamasi non – steroid,
kontrasepsi oral, atau keduanya

2.6 Tingkat Nyeri Disminore


Intensitas nyeri adalah gambaran tentang seberapa parah nyeri dirasakan oleh
individu, pengukuran intensitas nyeri sangat subjektif dan individual, serta
kemungkinan nyeri dalam intensitas yang sama dirasakan sangat berbeda oleh dua
16 orang yang berbeda (Mubarak, 2015). Skala Intensitas Nyeri Deskriptif
menurut S. C Smeltzer dan B. G. Bare dijelaskan pada gambar 1 dibawah ini :

Karakteristik paling subjektif pada skala nyeri adalah tingkat keparahan atau
intensitas nyeri tersebut. Klien sering kali diminta untuk mendeskripsikan nyeri
sebagai yang ringan, sedang, atau parah. Namun, makna istilah-istilah ini berbeda
bagi perawat dan klien. Dari waktu ke waktu informasi jenis ini juga sulit untuk
dipastikan. Skala deskriptif merupakan alat pengukuran tingkat keparahan nyeri
yang lebih objektif. Skala pendeskripsi verbal (Verbal Descriptor Scale– VDS)
merupakan sebuah garis yang terdiri atas tiga sampai lima kata pendeskripsi yang
tersusun dengan jarak yang sama di sepanjang garis. Skala ini sama halnya
dengan skala numerik yang efektif digunakan saat mengkaji intensitas nyeri
sebelum dan setelah intervensi terapeutik. Pendeskripsi ini di-ranking dari “tidak
terasa nyeri” sampai “nyeri yang tidak tertahankan”. Perawat menunjukkan klien
skala tersebut dan meminta klien untuk memilih intensitas nyeri terbaru yang ia
rasakan. Perawat juga menanyakan seberapa jauh nyeri terasa paling menyakitkan
dan seberapa jauh nyeri terasa paling tidak menyakitkan. Alat VDS ini
memungkinkan klien memilih sebuah kategori untuk mendeskripsikan nyeri.
Pengukuran skala nyeri pada dismenore yang sudah teruji validitas dan
reliabilitasnya akan memberikan akurasi pada pengukuran nyeri pada anak hingga
17 usia dewasa. Skala pengukuran nyeri yang digunakan pada dismenore kali ini
yaitu : Verbal Descriptor Scale (VDS). Skala ini menggunakan nomor (1-10)
untuk menggambarkan peningkatan nyeri. Skala yang merupakan sebuah garis
yang terdiri atas tiga sampai lima kata pendeskripsi. Skala intensitas nyeri
deskriprif efektif digunakan saat mengkaji intensitas nyeri sebelum dan setelah
intervensi terapeutik.
Skala nyeri yang digunakan untuk menentukan derajat dismenore yaitu dijelaskan
sebagai berikut (Ridwan & Herlina, 2015) : 0 : Tidak ada keluhan, nyeri
haid/kram pada perut bagian bawah. 1-3 : Terasa kram pada perut bagian bawah,
masih dapat ditahan, masih dapat melakukan aktivitas dan masih dapat
berkonsentrasi belajar. 4-6 : Terasa kram perut bagian bawah, nyeri menyebar ke
pinggang, nafsu makan berkurang, sebagian aktivitas terganggu dan sulit
berkonsentrasi. 7-9 : Terasa kram berat pada perut bagian bawah, nyeri menyebar
ke pinggang, paha atau punggung, tidak ada nafsu makan, mual, badan lemas,
tidak mampu beraktivitas, tidak dapat berkonsentrasi belajar. 10 : Terasa kram
yang sangat erat pada perut bagian bawah menyebar ke pinggang, kaki dan
punggung, tidak ada nafsu makan, mual, muntah, sakit kepala, lemas, tidak
mampu berdiri atau bangun dari tempat tidur (Ridwan & Herlina, 2015).

2.6 Cara Mengatasi Disminore


Hal yang dapat dilakukan untuk meredakan nyeri disminore adalah dengan terapi,
bisa dilakukan dengan terapi farmakologi maupun terapi non-farmakologi
1) Terapi Farmakologi
a) Obat analgesik
b) Analgetika atau obat penghilang nyeri adalah zat-zat yang mengurangi
atau menghalau rasa nyeri tanpa menghilangkan kesadaran (Tjay,
2008). Contoh obatnya: a) Parasetamol, dosis untuk nyeri dan demam
oral 2-3 kali sehari 0,5-1 gram maksimal 4 gram sehari. Perhatian:
dapat menimbulkan reaksi hipersensitivitas dan kelainan darah.
Sebaiknya hindari pada penderita gangguan hati. b) Aspirin,
mekanisme kerja aspirin adalah menghambat enzim siklooksigenase
(cyclooxygenase/COX), yang mengkatalisis perubahan asam
arakidonat menjadi prostaglandin H2, prostaglandin E2, dan
tromboksan A2
c) Obat anti inflamasi nonsteroid (NSAID) a) Ibuprofen, mekanisme
kerja ibuprofen melalui inhibisi sintesa prostaglandin dan menghambat
siklooksigenase-I (COX I) dan siklooksigenase-II (COX II). Dosis
ibuprofen yang dianjurkan 200-250 mg 3-4 kali sehari. Efek samping
yang sering muncul dari ibuprofen diantaranya adalah pusing, sakit
kepala, dispepsia, diare, mual, muntah, nyeri abdomen, konstipasi,
hematemesis, melena, perdarahan lambung, ruam (PIONAS). b) Asam
mefenamat, digunakan untuk meredakan nyeri dan rematik.
Mekanisme kerja asam mefenamat adalah dengan menghambat kerja
enzim sikloogsigenase. Dosis Asam mefenamat yang dianjurkan
adalah 500 mg 3 kali sehari, sebaiknya dikonsumsi setelah makan.
Efek samping dari asam mefenamat terhadap saluran cerna yang sering
timbul adalah diare, diare sampai berdarah dan gejala iritasi terhadap
mukosa lambung, selain itu dapat juga menyebabkan 16 eritema kulit,
memperhebat gejala asma dan kemungkinan gangguan ginjal
2) Terapi Non Farmakologi
Terapi non farmakologi adalah terapi yang menggunakan proses fisiologis
dari tubuh. Ada beberapa cara untuk meredakan dismenorea, yaitu dengan
menggunakan kompres air hangat, penjelasan dan nasihat, massase,
distraksi, latihan fisik atau exercise, tidur cukup. Modifikasi gaya hidup
untuk mengatasi dismenorea yaitu dengan diet rendah lemak, tidak
merokok, pemberian suplemen, pengobatan herbal, akupuntur, akupresure,
dan terapi horizon.
BAB III
KASUS

Hari, tanggal : Selasa, 6 November 2023


Pukul : 10.00
Tempat : Rumah Nn. N
Oleh : Maylinda Rahmawati
A. Tahapan Konseling
1) Identitas Konseli
Biodata :
Nama : Nn. N
Usia : 15 tahun
Agama : Islam
Pendidikan : SD
Pekerjaan : Tidak Bekerja
Alamat : Duwet, RT 15 RW 02
2) Deskripsi Masalah
Konseli adalah seorang remaja putri berusia 15 tahun. Konseli sekarang
tidak bekerja. Konseli mengatakan sudah hampir satu tahun ini saat
menstruai selalu merasakan nyeri hebat pada awal periode menstruasi.
3) Analisis Masalah
Dari hasil wawancara antara konselor dengan konseli maka konselor dapat
menganalisis permasalahan yang dialami oleh klien yaitu klien mengalami
rasa nyeri saat awal periode menstruasi. Nyeri tersebut mengganggu
aktivitas konseli sehari-hari utamanya sulit berkonsentrasi saat belajar.
Konselor menyimpulkan bahwa konseli mengalami gangguan menstruasi
berupa disminore primer.
4) Rencana Layanan Yang Akan Diberikan
Dari hasil wawancara antara konselor dengan konseli maka rencana
layanan yang akan diberikan untuk membantu konseli mengatasi
permasalahan yang sedang dihadapi yaitu dengan pemberian layanan
konseling
5) Pelaksanaan Layanan
Waku Pelaksanaan Layanan
Hari : Kamis
Tanggal : 6 November 2023
Jam : 10.00-10.30 WIB
Tempat : Polindes Duwet Kec Tumpang
Proses Layanan
1) Tahap Penghantaran
Dalam memulai hubungan awal antara konselor dengan klien,
konselor berupaya menghantarkan klien untuk bisa memiliki rasa aman
dan nyaman. dalam hubungan awal ini konselor dan klien mempunyai
pemahaman dan persepsi yang sama dalam pencapaian tujuan pelaksanaan
proses konseling antara konselor dengan klien agar konseli dapat lebih
terbuka kepada konselor dalam menyampaikan keluhan yang dialami
sehingga diharapkan nantinya konseli dapat menyelesaikan masalah yang
dihadapinya secara mandiri.
2) Tahap Penjajagan
Setelah berhasil pada tahap pengantaran ini dan terbinanya hubungan awal
antara konselor dengan konseli dalam pelaksanaan konseling yang ditandai
klien telah memiliki persepsi yang sama dengan konselor dalam
melaksanakan konseling. Selanjutnya konselor mendalami permasalahan
yang dialami klien. Dari penjajakan terhadap permasalahan yang dialami
klien informasi yang diperoleh konselor adalah klien memiliki
permasalahan yaitu gangguan menstruasi berupa disminore primer.
3) Tahap Penafsiran
Dari hasil penjelajahan terhadap masalah yang dialami oleh klien maka
konselor dapat menafsirkan bahwa : konseli adalah remaja putri yang
sudah mengalami perubahan fisik primer yaitu menstruasi. Namun, konseli
mempunyai masalah dalam masa menstruasinya yaitu rasa nyeri pada saat
menstruasi yang disebut disminore.

4) Tahap Pembinaan
Setelah berhasil dalam tahap penjajagan ini dan diperoleh informasi maka
tahap selanjutnya dilaksanankan tahap pembinaan. Dalam tahap
pembinaan ini usaha yang dilakukan konselor dalam membantu klien
mengambil keputusan untuk mengentaskan permasalahan yang dialaminya
adalah dengan memberikan pemahaman kepada konseli bahwa hal yang
dialami oleh konseli merupakan hal yang normal dialami oleh kebanyakan
wanita usia reproduksi, hal tersebut bertujuan untuk mengurangi
kecemasan yang mungkin dialami oleh konseli, Konseli diberikan
penyuluhan secara komunikasi intrapersonal mengenai konsep dari
disminore. Konseli juga diberi tips atau cara untuk mengatasi rasa nyeri
saat mengalami disminore.
5) Tahap Evaluasi
Dari proses konseling yang dilakukan maka dapat dilihat bahwa
permasalahan yang dialami klien sudah mulai teratasi, kebingungan yang
dialami konseli sudah tampak berkurang
6) Penilaian Hasil Layanan
Dari tahap-tahap konseling yang telah dilaksanakan maka untuk mencapai
tujuan proses konseling maka perlu dilaksanakan penilaian untuk melihat
bagaimana perkembangan konseli dalam melaksanakan konseling maupun
setelah melaksanakan proses konseling, adapun penilaian hasil dari
konseling tersebut adalah: Konseli memperoleh pemahaman baru terkait
gangguan menstruasi dan cara mengatasinya
7) Tindak Lanjut
Untuk mengetahui perkembangan layanan yang diberikan kepada konseli
diperlukannya tindak lanjut, untuk mengetahui perkembangan masalah
klien dan menetapkan tindak lanjut yang akan diberikan apakah konseling
akan dihentikan, maka diharapkan konseli dapat menjelaskan secara
singkat konseling yang telah diberikan dan menganjurkan konseli untuk
melakukan kunjungan ulang atau menghubuingi konselor melalui
WhatsApp apabila masih ada yang kurang dipahami. Hal tersebut
bertujuan untuk menentukan apakah konseling dilanjutkan dengan
layanan konseling yang lain ataupun dialih tangankan kepada konselor
yang lebih ahli dibidangnya.
B. Hambatan
Hambatan yang dialami saat melakukan konseling adalah klien yang sulit
terbuka dalam menjawab pertanyaan mendalam dari preceptor, kurangnya
percaya diri dalam menjawab pertanyaan yang diberikan. Sehingga
preceptor harus mengembangkan dan mengulang pertanyaan berkali-kali
sampai mendapatkan jawaban yang sesuai dengan apa yang dirasakan
klien sebenernya dalam mencapai kevaliditasan data pemeriksaan.
C. Solusi
Dalam menghadapi hambatan saat melakukan konseling kepada klien yang
telah diuraikan di atas solusi yang dapat diberikan adalah lebih melakukan
pendekatan sebelumnya, mengasa kemampuan berfikir kritis sebagai
preceptor, lebih mengasa kemampuan dalam mengembangkan pertanyaan,
dan berlatih dalam mencairkan suasana untuk mendapatkan pendekatan
yang diharapkan dalam mendapatkan data pemeriksaan dari permasalahan
klien yang didapatkan.
BAB IV
EVALUASI

4.1 Evaluasi
Pada BAB ini berisi tentang evaluasi terhadap materi, metode, dan media
yang digunakan dalam kegiatan konseling
1) Evaluasi Materi
Materi yang digunakan pada kegiatan konseling ini sudah cukup jelas
dalam menggambarkan bagaimana konsep dasar gangguan menstruasi
berupa disminore dan bagaimana disminore tersebut dapat terjadi dan
dialami oleh sebagian wanita pada masa menstruasinya. Dengan
adanya penjelasan tersebut dapat dijadikan sebagai dasar untuk
memberikan informasi kepada perempuan yang mengalami disminore
agar mereka memperoleh pemahaman dan dengan adanya pemahaman
yang cukup diharapkan rasa takut atau cemas dapat berkurang. Namun,
pada teori kurang dijelaskan secara detail bagaimana cara mengatasi
nyeri disminore, dikarenakan pada materi hanya diberikan gambaran
singkat bagaimana cara mengatasinya
2) Evaluasi Metode
Metode yang digunakan dalam kegiatan konseling ini berupa metode
CLEAR, yang mana metode tersebut sudah cukup membantu konselor
dan konseli untuk melakukan kegiatan konseling yang terstruktur dan
dapat berjalan dengan baik
3) Evaluasi Media
Media yang digunakan dalam konseling ini mempunyai visualisasi
yang menarik dan mudah dipahami, namun pada media yang
digunakan masih kurang menjelaskan mengenai disminore yang mana
harus membutuhkan kajian literatur lebih mendalam lagi
4.2 Rencana Tindak Lanjut
Tindak lanjut yang dilakukan dalam kegiatan konseling ini adalah, setelah
konseli diberikan pemahaman mengenai gangguan menstruasi berupa
disminore dan cara mengatasinya, diharapkan konseli tidak mengalami
kebingungan atau rasa cemas. Dan diharapkan dengan adanya pemberian
informasi terkait cara mengatasi nyeri disminore, konseli dapat mengatasi
apabila mengalami disminore kembali, apabila nyeri tidak kunjung mereda
dan masih terus berlanjut, konseli akan diarahkan untuk melakukan
pemeriksaan lebih lanjut oleh tenaga kesehatan yang berwenang seperti
bidan maupun dokter spesiali kandungan.

BAB V
PENUTUP

5.1 Kesimpulan
Dengan demikian, dapat ditarik kesimpulan setelah dilakukan
skrining kesehatan reproduksi pada remaja putri yaitu “Nn.N ” usia 15
tahun didapatkan hasil bahwa remaja mengalami permasalahan yaitu
gangguan menstruasi berupa disminore. Klien merasakan nyeru yang
cukup hebat terutama pada awal periode menstruasi hingga mengganggu
aktivitasnya seharu-hari. Data terfokus yang mendukung permasalahan
tersebut adalah pola menstruasi yang dialami oleh klien.
5.2 Saran
Diharapkan kepada institusi pendidikan mampu menjadikan
laporan konseling ini sebagai bahan kajian literatur dan bahan evaluasi
untuk ketrampilan konseling sebagai capaian mutu bahan ajar.
DAFTAR PUSTAKA

Admin, (2005).Menstruasi dan Penaganan Dismenorea. Cermin Dunia


kedokteran. No 133/ 2005.
Arifin, (2009). Nyeri Haid. Majalah Dokter Kita Edisi 7-th II-2009.Chen, C.H &
Chen, H. M. (2010). Effects of acupressure on menstrual distress in
adolescent girls: a comparisonbetween Hegu–Sanyinjiao Matched Points
and Hegu, Zusanli single point. Journal of Clinical Nursing, 19, 998–1007.
doi: 10.1111/j.1365-2702.2009.02872.
Eryilmaz, G.,&O ̈zdemir,F.(2009).Evaluation of menstrual pain management
approaches by northeastern Anatolian adolescents. Pain Management
Nursing, 10, 40–47
Wulandari Priharyani, Kustriyani Menik. (2019). Upaya Cara Mengatasi
Disminore Pada Remaja Putri. Jurnal Peduli Masyarakat. Volume 1
Nomor 1, . e-ISSN 2721-9747; p-ISSN 2715-6524
Widyanthi Ni Made, dkk. (2021). Gambaran Penanganan Dismenorea Secara Non
Farmakologi Pada Remaja Kelas X Di Sma Dwijendra Denpasar. Jurnal
Inovasi Penelitian. Vol.2 No.6
Lampiran Dokumentasi Kegiatan
Lampiran Daftar Hadir
Lampiran-lampiran
Lampiran dapat berupa:
1. Materi
2. Dokumentasi kegiatan
3. Hal lain yang dianggap perlu
Keterangan
Laporan diketik menggunakan Ms. Word dengan spasi 1,5 dan huruf Times New
Roman 12 pt dengan ukuran A4

Anda mungkin juga menyukai