Disusun oleh:
Nama : Yaya Kristiana
NIM : PO.62.24.2.23.983
LAPORAN KASUS
Pembimbing Lapangan
Tanggal:
Di: Kasongan Selung, S.Tr.Keb
NIP. 197303 199202 2 001
Pembimbing Institusi
Tanggal:
Di: Palangka Raya Ketut Resmaniasih, SST., M.Kes
NIP. 19801211 20012 2 001
LEMBAR PENGESAHAN
Mengesahkan,
Pembimbing Institusi,
Mengetahui,
Erina Eka Hatini, SST., MPH Erina Eka Hatini, SST., MPH
NIP. 19800608 200112 2 001 NIP. 19800608 200112 2 001
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Masa remaja merupakan masa peralihan dari pubertas ke dewasa, yaitu pada umur
11- 20 tahun. Pada masa peralihan tersebut individu matang secara fisiologik, psikologik,
mental, emosional, dan sosial. Masa remaja ditandai dengan munculnya karakteristik
seks primer, hal tersebut dipengaruhi oleh mulai bekerjanya kelenjar reproduksi.
Kejadian yang muncul saat pubertas adalah pertumbuhan badan yang cepat, timbulnya
ciri-ciri kelamin sekunder, menarce, dan perubahan psikis. Pada wanita, pubertas
ditandai dengan terjadinya haid atau menstruasi. Haid merupakan proses keluarnya darah
dari rahim melalui vagina setiap bulan selama masa usia subur (Larasati dan Alatas,
2016)
Pada saat menstruasi, wanita kadang mengalami nyeri. Sifat dan tingkat rasa nyeri
bervariasi, mulai dari yang ringan hingga yang berat kondisi tersebut dinamakan nyeri
haid, dan keadaan nyeri yang hebat dapat mengganggu aktivitas sehari-hari. Nyeri haid
(dysmenorrhoe) merupakan suatu fenomena simptomatis meliputi nyeri abdomen, kram,
sakit punggung (Maidartati dkk, 2018)
Dismenore menjadi suatu kondisi yang merugikan bagi banyak wanita dan
memiliki dampak besar pada kualitas hidup terkait kesehatan. Akibatnya, dismenore juga
memegang tanggung jawab atas kerugian ekonomi yang cukup besar karena biaya obat,
perawatan medis, dan penurunan produktivitas. Pada beberapa literatur dilaporkan
terdapat variasi prevalensi secara substansial. Dismenore membuat wanita tidak dapat
beraktifitas secara normal, sebagai contoh siswi yang mengalami dismenore primer tidak
dapat berkonsentrasi dalam belajar dan motivasi belajar menurun karena nyeri yang
dirasakan (Larasati dan Alatas, 2016)
Sebanyak 90% dari remaja wanita di seluruh dunia mengalami masalah saat haid
dan lebih dari 50% dari wanita haid mengalami dismenore primer dengan 10-20% dari
mereka mengalami gejala yang cukup parah. Prevalensi dismenore di Indonesia sebesar
64,25% yang terdiri dari 54,89% dismenore primer dan 9,36% dismenore sekunder.
Dismenore primer dialami oleh 60-75% remaja, dengan tiga perempat dari jumlah remaja
tersebut mengalami nyeri ringan sampai berat dan seperempat lagi mengalami nyeri
berat. Di Surabaya didapatkan sebesar 1,07-1,31% dari jumlah kunjungan ke bagian
kebidanan adalah penderita dismenore. Dilaporkan 30-60% remaja wanita yang
mengalami dismenore, sebanyak 7-15% tidak pergi ke sekolah atau bekerja (Larasati dan
Alatas, 2016)
Dismenorea dapat mengganggu aktivitas belajar serta juga dapat berdampak pada
produktivitas dan kualitas hidup remaja secara tidak langsung. Dismenorea sangat
berdampak pada remaja usia sekolah karena menyebabkan terganggunya aktivitas sehari
hari. Jika seorang siswi mengalami dismenorea, aktivitas belajar mereka di sekolah akan
terganggu, terkadang ada yang sampai meminta izin untuk pulang bahkan ada yang
pingsan. Disminorea yang diderita siswi sering menjadi penyebab mereka tidak masuk
sekolah (Sagita dkk,2023)
Dewasa ini, banyak wanita yang mengalami dismenore tetapi masih menganggap
remeh dampaknya. Gaya hidup yang tidak sehat seperti sering memakan makanan yang
tidak sehat dan kurangnya aktifitas fisik merupakan salah satu penyebab terjadinya
dismenore. Bahkan banyak juga yang memilih cara instan dengan selalu mengkonsumsi
obat analgesic (Novadela dkk, 2017)
Penanganan dismenore sangat penting untuk dilakukan, terutama pada usia remaja,
karena pada saat tersebut sangat sering terjadi dismenore. Bila tidak ditangani akan
berpengaruh pada aktivitas remaja. Banyak remaja yang belum mengetahui cara
penanganan dismenore dengan tepat. Sehingga menimbulkan masalah bagi remaja itu
sendiri setiap datang haid (Sari dan Chanif, 2020)
Untuk mengatasi nyeri haid ini dapat digunakan obat anti inflamasi non-steroid
untuk mengurangi gejala yang ditimbulkan. Penanganan dismenore dapat dilakukan
dengan dua cara, yaitu dengan terapi farmakologis dan terapi non-farmakologis. Terapi
farmakologis dasar dapat dengan pemberian obat anti inflamasi non-steroid (NSAID).
Sedangkan untuk terapi non farmakologis terdapat beberapa cara yaitu dengan kompres
air hangat, olah raga, dan tidur cukup (Larasati dan Alatas, 2016)
Pendekatan obat yang sering digunakan ialah merupakan obat antiinflamasi
nonsteroid (NSAID) dan obat hormonal seperti kontrasepsi. NSAID yang sering dipakai
ialah Ibuprofen, dimana terapi awal yang paling umum digunakan untuk Dismenore.
Akan tetapi penggunaannya dibatasi oleh efek samping, seperti perut iritasi atau maag,
kemudian untuk pemakaian yang berkepanjangan juga dikaitkan dengan masalah
kardiovaskuler, hati, dan ginjal. Demikian juga, kontrasepsi oral juga tidak bebas dari
efek samping, seperti terkait dengan frekuensi perdarahan, penambahan berat badan, atau
pasien dengan risiko basal tromboemboli vena. Semua ini menunjukkan bahwa perlunya
metode alternatif terapi non-farmakologis dan non-invasif, aman dan mudah digunakan
untuk meringankan gejala dismenore (Lopez et all, 2021)
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang diatas, maka pemberi asuhan merumuskan masalah,
yaitu “Bagaimana asuhan kebidanan holistic pada Remaja Nn.N umur 14 tahun dengan
Dismenorea”?
C. Tujuan
1. Umum
Mampu memberikan asuhan kebidanan holistik pada remaja dengan
dismenore berdasarkan Evidance Based Midwifery.
2. Khusus
a. Mampu melakukan pengkajian data subjektif dan objektif pada asuhan
remaja.
b. Mampu melakukan analisa pada asuhan remaja dengan dismenore.
c. Mampu melakukan perencanaan pada asuhan remaja dengan dismenore.
d. Mampu melakukan implementasi pada asuhan remeja dengan
dismenore.
e. Mampu melakukan evaluasi dan dokumentasi pada asuhan remaja dengan
dismenore.
D. Manfaat
1. Klien
Dengan pemberian asuhan untuk mengatasi dismenorea, diharapkan klien dapat
mengatasi keluhan-keluhan saat menstruasi, sehingga dapat beraktivitas seperti biasa
tanpa ada masalah. Selain itu juga memberikan wawasan dan informasi pada remaja
mengenai cara mengatasi disemenore pada remaja dengan memberikan asuhan secara
holistik berdasarkan Evidence Based Midwifery.
2. Mahasiswa
Dapat mempraktekkan teori yang didapat berdasarkan Evidence Based
dan critical thinking secara langsung di lapangan dalam memberikan asuhan
kebidanan holistik pada remaja dengan disemenore dan dapat
mengaplikasikan teori dan asuhan yang telah diberikan dalam proses perkuliahan serta
mampu memberikan asuhan kebidanan secara berkesinambungan yang bermutu dan
berkualitas berdasarkan Evidence Based Midwifery. Selain itu juga memberikan
pengalaman, serta menambah pengetahuan mahasiswa terkait dengan asuhan
kebidanan remaja dengan dismenorea. Sehingga nanti pada saat sudah bekerja, dapat
mempraktekkan ilmu-ilmu bermanfaat yang telah di dapat.
3. Lahan Praktik
Membuka wawasan dan berbagi pengalaman terkait dengan asuhan kebidanan
yang dapat dilakukan dan dapat diaplikasikan, serta aman dan teruji klinis sesuai
dengan Evidance Based Midwifery.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2. Gejala Dismenore
Bentuk dismenore yang banyak dialami oleh remaja adalah kekakuan atau
kejang di bagian bawah perut. Rasanya sangat tidak nyaman sehingga menyebabkan
mudah marah, gampang tersinggung, mual, muntah, kenaikan berat badan, perut
kembung, punggung terasa nyeri, sakit kepala, timbul jerawat, tegang, lesu, dan
depresi. Gejala ini datang sehari sebelum haid dan berlangsung 2 hari sampai
berakhirnya masa haid (Larasati dan Alatas, 2016)
3. Klasifikasi Dismenore
Dismenore sendiri terbagi menjadi 2, yaitu:
a. Dismenore primer, yaitu merupakan nyeri haid yang tidak didasari kondisi
patologis. Dismenore primer berkaitan dengan kontraksi otot uterus
(miometrium) dan sekresi prostaglandin. Dismenore primer terjadi karena
peningkatan prostaglandin (PG) F2-alfa yang merupakan suatu siklooksigenase
(COX-2) yang mengakibatkan hipertonus dan vasokonstriksi pada miometrium
sehingga terjadi iskemia dan nyeri pada bagian bawah perut. Adanya kontraksi
yang kuat dan lama pada dinding rahim, hormon prostaglandin yang tinggi dan
pelebaran dinding rahim saat mengeluarkan darah haid sehingga terjadilah nyeri
saat haid (Marlina dalam Larasati dan Alatas, 2016)
b. Dismenore sekunder, merupakan nyeri haid yang didasari dengan kondisi
patologis di rongga panggul seperti ditemukannya endometriosis atau kista
ovarium.
Menurut Madhubala dalam Larasati dan Alatas (2016), Dismenore sering di
klasifikasikan sebagai ringan, sedang, atau berat berdasarkan intensitas relative
nyeri. Nyeri tersebut dapat berdampak pada kemampuan untuk melakukan aktivitas
sehari-hari. Intensitas nyeri menurut Multidimensional Scoring of Andersch and
Milsom mengklasifikasi nyeri dismenore sebagai berikut:
a. Dismenore ringan didefinisikan sebagai nyeri haid tanpa adanya pembatasan
aktifitas, tidak diperlukan penggunaan analgetik dan tidak ada keluhan sistemik.
b. Dismenore sedang didefinisikan sebagai nyeri haid yang memengaruhi aktifitas
sehari-hari, dengan kebutuhan analgetik untuk menghilangkan rasa sakit dan
terdapat beberapa keluhan sistemik.
c. Dismenore berat didefinisikan sebagai nyeri haid dengan keterbatasan parah
pada aktifitas sehari-hari, respon analgetik untuk menghilangkan rasa sakit
minimal, dan adanya keluhan sistemik seperti muntah, pingsan dan lain
sebagainya.
A. Judul Kasus
Asuhan Kebidanan kepada Nn.A, usia 16 tahun dengan Dismenore Primer di UPTD
Puskesmas Kereng Pangi
B. Pelaksanaan Asuhan
Hari/Tanggal : Rabu/ 16 Agustus 2023
Tempat : UPTD Puskesmas Kereng Pangi
Pemberi Asuhan : Yaya Kristiana
C. Identitas Pasien
Nama : Nn.A Nama Panggilan : Aqila
Dari beberapa jurnal ilmiah terkait penanganan Dismenorea remaja yang bersifat non
farmakologi yang penulis temukan ialah:
1. Dalam jurnal internasional terbitan Cochrane Library tahun 2019 yang berjudul
“Exercise for dysmenorrhoea (Review)” disebutkan bahwa untuk mengurangi nyeri haid
dapat dilakukan dengan rutin berolah raga, melakukan peregangan, aerobic, ataupun
jogging yang dilakukan selama sekitar 45 hingga 60 menit, tiga kali per minggu. Pada
jurnal penelitian Saraswati dan Sulistiyaningsih (2020) menyebutkan bahwa melakukan
latihan Abdominal stretching exercises salah satu teknik relaksasi yang dapat digunakan
untuk mengurangi rasa nyeri. Abdominal stretching exercise, yang dilakukan untuk
meningkatkan kekuatan otot, daya tahan dan fleksibilitas otot dapat meningkatkan
kebugaran, mengoptimalkan daya tangkap, meningkatkan mental dan relaksasi fisik,
meningkatkan perkembangan kesadaran tubuh, mengurangi ketegangan otot (kram),
mengurangi nyeri otot dan mengurangi rasa sakit pada saat menstruasi. Berdasarkan hasil
review pada 10 artikel dapat disimpulkan bahwa adanya abdominal stretching exercise
efektif menurunkan intensitas dismenore, karena dapat meningkatkan kekuatan otot perut
kelenturan perut dan daya tahan tubuh pada keadaan tertentu, serta relaksasi pernapasan
untuk pengendoran, pelepasan ketegangan dan meningkatkan ventilasi paru sehingga
oksigen darah dapat menurunkan skala dismenore, dan dapat meningkatkan kadar
endorphin yang dihasilkan oleh otak akibat olahraga (Saraswati dan Sulistiyaningsih,
2020. Abdominal Stretching Exercise Efektif Menurunkan Intensitas Dismenore:
Narrative Review)Dari kajian jurnal tersebut, dapat penulis terapkan dan aplikasikan
kepada pasien Nn. A, karena berolah raga merupakan manajemen non farmakologis yang
aman karena menggunakan proses fisiologis. Hal ini disebabkan karena pada saat
melakukan olahraga, tubuh akan menghasilkan hormone endorfphin. Selain itu metode
olahraga secara teratur lebih mudah dan murah untuk diaplikasikan.
2. Pemberian kompres hangat yang memakai prinsip penghantaran panas melaui cara
konduksi yaitu dengan menempelkan botol panas yang dibalut handuk pada daerah yang
nyeri akan melancarkan sirkulasi darah dan menurunkan ketegangan otot sehingga
menurunkan nyeri pada dismenore primer, karena nyeri haid mengalami kontraksi uterus
dan kontraksi otot polos. Panas dapat menyebabkan pelebaran pembuluh darah yang
mengakibatkan peningkatan sirkulasi darah. Secara fisiologi respon tubuh terhadap panas
yaitu menyebabkan pelebaran pembuluh darah, menurunkan ketegangan otot,
meningkatkan metabolisme jaringan dan meningkatkan permeabilitas kapiler. Respon
dari panas inilah yang digunakan untuk keperluan terapi pada berbagi kondisi dan
keadaan yang terjadi dalam tubuh (Sari dan Chanif. 2020. Penerapan Terapi Kompres
Hangat Terhadap Penurunan Nyeri Dismenore Pada Remaja Di Desa Jambu Timur
Mlonggo Jepara)
3. Anjuran yang dapat penulis aplikasikan selanjutnya ialah tentang konseling mengenai
makanan dengan gizi seimbang seperti karbohidrat, protein, lemak, vitamin dan mineral,
serta kurangi konsumsi kopi. Sering kali remaja putri kurang pengetahuannya mengenai
gizi yang diperlukan oleh tubuh, apalagi pada zaman sekarang anak-anak maupun remaja
lebih cenderung menyukai makanan cepat saji. Oleh karena itu, perlunya konseling
mengenai makanan yang begizi. Karena menurut beberapa jurnal penelitian
menyebutkan bahwa factor risiko terjadinya Dismenore adalah nilai Indeks Massa
tubuh, serta kebiasaan memakan makanan cepat saji. Selain itu juga disarankan untuk
mengurangi konsumsi kopi, apalagi tren saat ini ialah banyak kedai-kedai kopi yang
memang di senangi oleh remaja. Kandungan kafein di dalam kopi bersifat vasokontriksi
terhadap pembuluh darah sehingga menyebabkan aliran darah ke uterus berkurang dan
menyebabkan kram.
BAB V
PENUTUP
1. Kesimpulan
Dari laporan kasus tersebut, dapat disimpulkan bahwa:
a. Asuhan kebidanan kepada remaja dengan gangguan Dismenorea dapat dilakukan
dengan terapi non-farmakologis dan non-invasif, aman dan mudah digunakan untuk
meringankan gejala dismenore.
b. Tanda-tanda Dismenorea adalah meliputi nyeri abdomen, kram, sakit punggung
dengan sifat dan tingkat rasa nyeri bervariasi, mulai dari yang ringan hingga yang
berat, dan keadaan nyeri yang hebat dapat mengganggu aktivitas sehari-hari.
c. KIE terkait Dismenore yang dilakukan meliputi anjuran berolah raga teratur,
pemberian tablet tambah darah, serta pengetahuan mengenai gizi seimbang pada
remaja.
d. Asuhan kebidanan yang dapat diterapkan kepada klien ialah: Melakukan kompres
hangat pada perut bagian bawah; Menganjurkan untuk melakukan latihan Abdominal
stretching exercises, salah satu teknik relaksasi yang dapat digunakan untuk
mengurangi rasa nyeri; Menganjurkan untuk makan makanan yang bergizi seimbang.
2. Saran
a) Bagi Rernaja Putri
Diharapkan dapat melaksanakan segala anjuran yang diberikan dan dapat
mengaplikasikan nya sebagai upaya untuk mengurangi keluhan terhadap nyeri
haid yang dialami.
b) Bagi Penulis
Diharapkan dapat digunakan sebagai bahan kajian dan literatur untuk
meningkatkan dan mengembangkan mutu pembelajaran dalam asuhan kebidanan
berdasarkan evidence based midwifery pada remaja putri yang mengalami nyeri
haid.
c) Bagi Lahan Praktik
Diharapkan dapat digunakan sebagai bahan acuan untuk dapat meningkatkan mutu
pelayanan asuhan kebidanan berdasarkan evidence based midwifery pada
remaja putri yang mengalami nyeri haid.
DAFTAR PUSTAKA