Anda di halaman 1dari 37

PROPOSAL

GAMBARAN TINGKAT PENGETAHUAN MAHASISWI TERHADAP PENURUNAN NYERI


DISMENORE DI IKBS ST. FATIMAH KAB MAMUJU S1 KEP.

DISUSUN OLEH :
PATRININGSI
201802023

PRODI S1 KEPERAWATAN INSTITUT KESEHATAN


DAN BISNIS ST. FATIMAH MAMUJU
TAHUN AJARAN 2020/2021

BAB 1
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Di Dunia diperkirakan kelompok remaja berjumlah 1,2 milyar atau 18% dari
jumlah penduduk dunia (WHO, 2014). Kesehatan reproduksi remaja tidak hanya
masalah seksual saja namun menyangkut segala aspek tentang reproduksinya.
Pemahaman tentang menstruasi sangat diperlukan untuk dapat mendorong remaja
yang mengalami gangguan menstruasi agar mengetahui dan mengambil sikap yang
terbaik (Pusat Data dan Informasi Kemenkes RI, 2015). Menstruasi yang harus dialami
para remaja wanita dapat menimbulkan masalah, salah satunya adalah dismenore.
Dismenore merupakan masalah ginekologis yang paling umum dialami wanita baik
wanita dewasa maupun wanita pada usia remaja.
Nyeri haid/dismenore adalah keluhan ginekologi akibat ketidakseimbangan
hormon progesteron dalam darah sehingga mengakibatkan timbul rasa nyeri yang
paling sering terjadi pada wanita, wanita yang mengalami dismenore memproduksi
prostaglandin 10 kali lebih banyak dari wanita yang tidak dismenore, prostaglandin
menyebabkan meningkatnya kontraksi uterus, dan pada kadar yang berlebih akan
mengaktivasi usus besar, penyebab lain dismenore dialami wanita dengan kelainan
tertentu, misalnya endometriosis, infeksi pelvis (daerah panggul), tumor rahim,
apendisitis, kelainan organ pencernaan bahkan kelainan ginjal (Ernawati, 2010).
Menurut World Health Organization (WHO) dalam penelitian Sulistyorini (2017),
angka kejadian dismenore cukup tinggi diseluruh dunia, rata-rata insidensi terjadinya
dismenore pada wanita muda antara 16,8 –81%, rata-rata di negara-negara Eropa
dismenore terjadi pada 45-97% wanita. Dengan prevalensi terendah di Bulgaria (8,8%)
dan tertinggi mencapai 94% di negara Finlandia, prevalensi dismenore tertinggi sering
ditemui pada remaja wanita, yang diperkirakan antara 20-90%, sekitar 15% remaja
dilaporkan mengalami dismenore berat. Di Amerika Serikat, dismenore diakui sebagai
penyebab paling sering ketidakhadiran di sekolah yang dialami remaja putri. Selain itu,
juga dilakukan survey pada 113 wanita Amerika Serikat dan dinyatakan prevalensi
sebanyak 29-44%, paling banyak pada usia 18-45 tahun (Sulistyorinin, 2017).
Peningkatan pemahaman dan kesadaran remaja mengenai kesehatan
reproduksi dan penyiapan kehidupan berkeluarga sangat penting dalam upaya
mengendalikan jumlah kelahiran dan menurunkan resiko kematian ibu melahirkan.
Beberapa permasalahan kesehatan reproduksi remaja seperti terdapat kesenjangan
dalam pembinaan pemahaman remaja tentang Kesehatan Reproduksi Remaja (KRR)
yang tergambar pada tingkat kelahiran remaja (angka kelahiran remaja kelompok
usia 15-19 tahun), tingginya perilaku seks pra nikahdi sebagian kalangan remaja,
berakibat pada kehamilan yang tidak diinginkan masih tinggi, pengetahuan remaja
mengenai kesehatan reproduksi dan perilaku beresiko masih rendah, serta
cakupan dan peran Pusat Informasi dan Konseling Remaja/ Mahasiswa (PIK R/M)
belum optimal (BKKBN, 2015).
Menstruasi merupakan siklus reproduksi pada wanita, gangguan-gangguan yang
berhubungan dengan menstruasi dapat mengakibatkan gangguan dalam proses
reproduksinya, faktor-faktor yang berhubungan dengan gangguan menstruasi dapat
memberi pengaruh pada wanita dalam proses menstruasi agar dapat menjalankan
fungsi reproduksi secara optimal (Kusmiran, 2011).
Masa remaja merupakan suatu fase perkembangan yang dinamis dalam
kehidupan seseorang, masa ini ditandai dengan percepatan perkembangan fisik,
kognitif, sosial, dan emosional. Perubahan paling awal yaitu perkembangan secara
fisik/biologis, salah satunya adalah remaja mulai mengalami menstruasi, menstruasi
dimulai saat pubertas dan kemampuan seseorang wanita untuk mengandung anak atau
masa reproduksi, menstruasi dimulai antara usia 12-15 tahun, tergantung pada
berbagai faktor seperti kesehatan wanita, status nutrisi dan berat tubuh relatif terhadap
tinggi tubuh, menstruasi berlangsung sampai mencapai 45 tahun (Progestian,2010).
Nyeri pada saat menstruasi atau haid sering dikeluhkan seorang wanita sebagai
sensasi tidak nyaman, bahkan karena timbulnya nyeri tersebut dapat mengganggu
aktivitas dan memaksa penderita untuk istrahat dan meninggalkan pekerjaan atau
aktivitas rutinnya selama beberapa jam atau beberapa hari.
Dismenore adalah kondisi medis yang terjadi sewaktu haid atau menstruasi
yang dapat mengganggu aktifitas dan memerlukan pengobatan. Dismenore ditandai
dengan nyeri atau rasa sakit di daerah perut atau pinggul, nyeri haid yang bersifat kram
dan berpusat pada perut bagian bawah, nyeri kram yang terasa sebelum atau selama
menstruasi bisa juga nyeri pada pantat. Rasa nyeri pada bagian dalam perut, mual,
muntah, diare, pusing atau bahkan pingsan.
Masyarakat sudah mengetahui tentang dismenore, namun untuk mengatasi
dengan cara peregangan (stretching) masih belum banyak mengetahuinya. Untuk
menghilangkan rasa sakit yang disebabkan oleh dismenore dapat dilakukan dengan
menggunakan obat–obat golongan analgetik seperti aspirin, asam mefenamat,
parasetamol, kofein, dan feminax, obat-obat merek dagang yang beredar di pasaran
antara lain novalgin, ponstan, sering juga digunakan untuk mengurangi keluhan. Ada
juga yang menggunakan obat tradisional seperti air daun sirih, daun pepaya, rimpang
kunyit dan lain-lain.
Sebagian besar perempuan yang mengalami dismenore sering menggunakan
obat merek dagang yang berfungsi sebagai analgetik seperti asam mefenamat, ibu
profen, aspirin, paracetamol, diklofenak, dan lain-lain. Secara umum efek samping obat
analgetik tersebut adalah gangguan pada saluran cerna, seperti mual, muntah,
dispepsia, diare, dan gejala iritasi lain terhadap mukosa lambung, serta eritema kulit
dan nyeri pada kepala. Untuk itu ingin diketahui gambaran pengetahuan remaja putri
terhadap dismenore dan cara menaggulanginya.
Banyak perempuan mengalami ketidaknyamanan fisik selama beberapa hari
sebelum periode menstruasi mereka datang, kira-kira setengah dari seluruh perempuan
menderita akibat dismenore (menstruasi yang menyakitkan). Nyeri itu sendiri dapat
digambarkan dengan nyeri ringan, nyeri sedang dan nyeri berat hingga nyeri ini dapat
diobati dengan obat obatan dismenore.
Berdasarkan data kasus dengan melakukan wawancara kepada beberapa
mahasiswi hampir semua pernah mengalami nyeri dismenore baik itu nyeri ringan,
sedang maupun berat. Upaya penanganan dismenore yang dilakukan oleh sebagian
mahasiswi adalah mengoleskan minyak kayu putih pada daerah nyeri, tiduran,
melakukan tehknik relaksasi dan minum obat pengurang rasa sakit, berdasarkan data
tersebut peneliti tertarik untuk melakukan penelitian mengenai Gambaran Tingkat
Pengetahuan Mahasiswi Terhadap Penurunan Nyeri Dismenore Pada Mahasiswi S1
Keperawatan Di Institut Kesehatan Dan Bisnis St. Fatimah Kabupaten Mamuju.

B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang diatas maka peneliti merumuskan masalah
penelitian “Gambaran Tingkat Pengetahuan Mahasiswi Terhadap Penurunan Nyeri
Dismenore Di Institut Kesehatan Dan Bisnis St. Fatimah Kabupaten Mamuju S1
Keperawatan”.
C. Tujuan Penelitian
1. Tujuan Umum
Tujuan umum penelitian ini adalah untuk mengetahui Gambaran Tingkat
Pengetahuan Mahasiswi Terhadap Penurunan Nyeri Dismenore Di Institut
Kesehatan Dan Bisnis St. Fatimah Kabupaten Mamuju S1 Keperawatan.
2. Tujuan Khusus
a. Mengetahui gambaran tingkat pengetahuan mahasiswi pengertian, lama dan
penyebab menstruasi di Institut Kesehatan dan BisnisSt. Fatimah Mamuju.
b. Mengetahui gambaran tingkat pengetahuan mahasiswi tentang siklus dan
hormon yang berperan dalam menstruasi.
c. Mengetahui gambaran tingkat pengetahuan usia yang sering mengalami
dismenore, derajat dan penyebab dismenore.
d. Mengetahui gambaran tingkat pengetahuan mahasiswi tentang Tindakan yang
dilakukan untuk mengatasi dismenore baik itu menggunakan obat farmakologi
atau non farmakologi.
D. Manfaat Penelitian
1. Teoritis
Penelitian ini diharapkan dapat mengembangkan cakrawala berpikir dan
khasanah ilmiah berkaitan dengan Gambaran Tingkat Pengetahuan Mahasiswi
Terhadap Penurunan Nyeri Dismenore Di Institut Kesehatan Dan Bisnis St. Fatimah
Kabupaten Mamuju S1 Keperawatan.
2. Praktis
Penelitian ini diharapkan dapat digunakan sebagai salah satu sumber
informasi bahwa tingkat pengetahuan mahasiswi berkaitan dengan penurunan nyeri
dismenore di Institut Kesehatan dan Bisnis St. Fatimah Kabupaten Mamuju S1
Keperawatan.

3. Manfaat Ilmiah
Sebagai bentuk pengabdian mahasiswa tingkat akhir dan menguji kualitas diri
mereka. Sebagai motivasi untuk dapat menyelesaikan tugas seberat apapun
bentuknya, memberi referensi kepada adik tingkat yang akan sampai pada tahap
penyusunan skripsi ditahun yang akan datang.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. Tinjauan Umum Tentang Pengetahuan


1. Defenisi Pengetahuan
Pengetahuan adalah merupakan hasil “tahu” dan ini terjadi setelah orang
melakukan penginderaan terhadap suatu objek tertentu. Penginderaan terjadi
melalui panca indra manusia, yakni indera penglihatan, pendengaran, penciuman,
rasa dan raba menurut Bachtiar yang dikutip dari Notoatmodjo (2012).
Pengetahuan merupakan segala sesuatu yang diketahui berdasarkan
pengalaman manusia itu sendiri dan pengetahuan akan bertambah sesuai dengan
proses pengalaman yang dialaminya. (Mubarak, 2011).
Pengetahuan sangat erat hubungannya dengan pendidikan, dimana
diharapkan bahwa dengan pendidikan yang tinggi maka orang tersebut akan
semakin luas pula pengetahuannya. Akan tetapi perlu ditekankan, bukan berarti
seseorang yang berpendidikan rendah mutlak berpengetahuan rendah pula.
Pengetahuan seseorang tentang suatu objek mengandung dua aspek yaitu aspek
positif dan aspek negatif. Kedua aspek ini akan menentukan sikap seseorang,
semakin banyak aspek positif dan objek yang diketahui, maka akan menimbulkan
sikap positif terhadap objek tertentu.
Menurut teori WHO (Word Health Organization), salah satu bentuk objek
kesehatan dapat dijabarkan oleh pengetahuan yang diperoleh dari pengalaman
sendiri (Wawan, 2010)
Berdasarkan beberapa pendapat diatas, dapat disimpulkan pengetahuan
merupakan segala sesuatu yang dilihat, dikenal, dimengerti terhadap suatu objek
tertentu yang ditangkap melalui panca indera yakni, indera pendengaran,
penglihatan, penciuman, perasaan dan perabaan.
2. Tingkat pengetahuan
Pengetahuan yang tercakup dalam domain kognitif menurut Notoatmodjo
(2012) mempunyai 6 tingkatan, yaitu :
a. Tahu (know)
Tahu diartikan sebagai mengingat kembali (recall) suatu materi yang
telah dipelajari dan diterima dari sebelumnya. Tahu merupakan tingkatan yang
paling rendah. Kata kerja untuk mengukur bahwa orang tahu tentang apa yang
telah dipelajari antara lain mampu menyebutkan, menguraikan, mendefinisikan
suatu materi secara benar. Misalnya, seorang siswa mampu menyebutkan
bentuk bullying secara benar yakni bullying verbal, fisik dan psikologis.
Untuk mengetahui atau mengukur bahwa orang tahu sesuatu dapat
menggunakan sebuah pertanyaan misalnya : apa dampak yang ditimbulkan
jika seseorang melakukan bullying, apa saja bentuk perilaku bullying,
bagaimana upaya pencegahan bullying di sekolah.

b. Memahami (comprehension)
Memahami merupakan suatu kemampuan untuk menjelaskan dan
menginterpretasikan materi yang diketahui secara benar. Orang yang telah
paham terhadap suatu materi atau objek harus dapat menyebutkan,
menjelaskan, menyimpulkan, dan sebagainya. Misalnya siswa mampu
memahami bentuk perilaku bullying (verbal, fisik dan psikologis), tetapi harus
dapat menjelaskan mengapa perilaku bullying secara verbal, fisik maupun
psikologis dapat merugikan diri sendiri dan orang lain.
c. Aplikasi (application)
Aplikasi merupakan kemampuan seseorang yang telah memahami
suatu materi atau objek dapat menggunakan atau mengaplikasikan prinsip
yang diketahui tersebut pada situasi atau kondisi yang sebenarnya. Aplikasi
disini dapat diartikan sebagai aplikasi atau penggunaan hukum-hukum, rumus,
metode, prinsip, dan sebagainya dalam konteks atau situasi yang lain.
Misalnya, seseorang yang telah paham tentang proses penyuluhan kesehatan,
maka dia akan mudah melakukan kegiatan penyuluhan kesehatan dimana saja
dan seterusnya.
d. Analisis (analysis)
Analisis merupakan suatu kemampuan seseorang untuk menjabarkan
materi atau objek tertentu ke dalam komponen- komponen yang terdapat
dalam suatu masalah dan berkaitan satu sama lain. Pengetahuan seseorang
sudah sampai pada tingkat analisis, apabila orang tersebut telah dapat
membedakan, memisahkan, mengelompokkan dan membuat diagram (bagan)
terhadap pengetahuan atas objek tertentu, misalnya, dapat membedakan
antara bullying dan school bullying, dapat membuat diagram (flow chart) siklus
hidup cacing kremi, dan sebagainya.
e. Sintesis (synthesis)
Sintesis merupakan suatu kemampuan seseorang untuk meletakkan
atau menghubungkan bagian-bagian suatu objek tertentu ke dalam bentuk
keseluruhan yang baru. Dengan kata lain sintesis adalah suatu kemampuan
untuk menyusun formulasi baru dari formulasi-formulasi yang telah ada.
Misalnya, dapat meringkas suatu cerita dengan menggunakan bahasa sendiri,
dapat membuat kesimpulan tentang artikel yang telah dibaca atau didengar.
f. Evaluasi (evaluation)
Evaluasi merupakan suatu kemampuan seseorang untuk melakukan
penilaian terhadap suatu materi atau objek tertentu. Penilaian itu didasarkan
pada suatu kriteria yang ditentukan sendiri, atau menggunakan kriteria-kriteria
yang telah ada. Misalnya, seorang guru dapat menilai atau menentukan
siswanya yang rajin atau tidak, seorang ibu yang dapat menilai manfaat ikut
keluarga berencana, seorang bidan yang membandingkan antara anak yang
cukup gizi dengan anak yang kekurangan gizi, dan sebagainya.

3. Faktor Yang Mempengaruhi Pengetahuan


Faktor yang mempengaruhi pengetahuan antara lain
a. Faktor Internal
1) Pendidikan
Pendidikan berarti bimbingan yang diberikan seseorang terhadap
perkembangan orang lain menuju kearah cita-cita tertentu yang menentukan
manusia untuk berbuat dan mengisi kehidupan untuk mencapai
keselamatan dan kebahagiaan. Pendidikan diperlukan untuk mendapat
informasi misalnya hal-hal yang menunjang kesehatan sehingga dapat
meningkatkan kualitas hidup.
2) Pekerjaan
Lingkungan pekerjaan dapat menjadikan seseorang memperoleh
pengalaman dan pengetahuan baik secara langsung maupun secara tidak
langsung
3) Umur
Bertambahnya umur seseorang, tingkat kematangan dan kekuatan
seseorang akan lebih matang dalam berfikir dan bekerja. Dari segi
kepercayaan masyarakat seseorang yang lebih dewasa lebih dipercaya dari
orang yang belum tinggi kedewasaannya. Ini ditentukan dari pengalaman
dan kematangan jiwa.

b. Faktor Eksternal
1) Lingkungan
Lingkungan merupakan seluruh kondisi yang ada disekitar manusia
dan pengaruhnya yang dapat mempengaruhi perkembangan dan perilaku
orang atau kelompok
2) Sosial budaya
Sistem sosial budaya yang ada pada masyarakat dapat
mempengaruhi dari sikap dalam menerima informasi
3) Tingkat Pengetahuan
Pengetahuan seseorang terhadap objek mempunyai intensitas atau
tingkat yang berbeda – beda. (Notoatmodjo, 2014)
4. Pengukuran Pengetahuan
Pengukuran pengetahuan dapat dilakukan dengan wawancara atau angket
yang menayakan tentang isi materi yang ingin diukur dari subjek penelitian atau
responden (Notoatmodjo, 2014)
Menurut Nurhasim (2013) Pengukuran pengetahuan dapat dilakukan
dengan wawancara atau angket yang yang ingin diketahui atau diukur dapat
disesuaikan dengan tingkat pengetahuan responden yang meliputi tahu,
memahami, aplikasi, analisis, sintesis, dan evaluasi. Adapun pertanyaan yang
dapat dipergunakan untuk pengukuran pengetahuan secara umum dapat
dikelompokkan menjadi dua jenis yaitu pertanyaan subjektif, misalnya jenis
pertanyaan essay dan pertanyaan objektif, misalnya pertanyaan pilihan ganda,
(multiple choice), betul-salah dan pertanyaan menjodohkan. Cara mengukur
pengetahuan dengan memberikan pertanyaan – pertanyaan, kemudian dilakukan
penilaian 1 untuk jawaban benar dan nilai 0 untuk jawaban salah. Penilaian
dilakukan dengan cara membandingkan jumlah skor yang diharapkan (tertinggi)
kemudian dikalikan 100% dan hasilnya prosentase kemudian digolongkan menjadi
3 kategori yaitu kategori baik (76 -100%), sedang atau cukup (56 – 75%) dan
kurang (<55%). (Arikunto, 2013)
B. Konsep Nyeri
1. Definisi Nyeri
Nyeri merupakan kondisi berupa perasaan yang tidak menyenangkan,
bersifat sangat subjektif. Perasaan nyeri pada setiap orang berbeda dalam hal
skala atau punting katannya, dan hanya orang tersebutlah yang dapat menjelaskan
atau mengevaluasi rasa nyeri yang dialaminya (Tetty, 2015).
Menurut Smeltzer & Bare (2002), definisi keperawatan tentang nyeri adalah
apapun yang menyakitkan tubuh yang dikatakan individu yang mengalaminya, yang
ada kapan pun individu mengatakkannya. Nyeri sering sekali dijelaskan dan istilah
destruktif jaringan seperti ditusuk-tusuk, panas terbakar, melilit, seperti emosi, pada
perasaan takut, mual dan mabuk. Terlebih, setiap perasaan nyeri dengan intensitas
sedang sampai kuat disertai oleh rasa cemas dan keinginan kuat untuk melepaskan
diri dari atau meniadakan perasaan itu. Rasa nyeri merupakan mekanis
mempertahankan tubuh, timbul bila ada jaringan rusak dan hal ini akan
menyebabkan individu bereaksi dengan memindahkan stimulus nyeri (Guyton &
Hall, 1997).
2. Teori Nyeri
a. Teori Intensitas (The Intensity Theory)
Nyeri adalah hasil rangsangan yang berlebihan pada receptor. Setiap
rangsangan sensori punya potensi untuk menimbulkan nyeri jika intensitasnya
cukup kuat (Saifullah, 2015).
b. Teori Kontrol Pintu (The Gate Control Theory)
Teori gate control dari Melzack dan Wall (1965) menyatakan bahwa
impuls nyeri dapat diatur dan dihambat oleh mekanisme pertahanan
disepanjang system saraf pusat, dimana impuls nyeri dihantarkan saat
sebuah pertahanan dibuka dan impuls dihambat saat sebuah pertahanan
ditutup (Andarmoyo, 2013)
c. Teori Pola (Pattern theory)
Teori pola diperkenalkan oleh Goldscheider (1989), teori ini
menjelaskan bahwa nyeri di sebabkan oleh berbagai reseptor sensori yang di
rangsang oleh pola tertentu, dimana nyeri ini merupakan akibat dari stimulasi
reseptor yang menghasilkan pola dari impuls saraf (Saifullah, 2015).
Teori pola adalah rangsangan nyeri masuk melalui akar ganglion
dorsal medulla spinalis dan rangsangan aktifitas sel T. Hal ini mengakibatkan
suatu respon yang merangsang bagian yang lebih tinggi yaitu korteks serebri
dan menimbulkan persepsi, lalu otot berkontraksi sehingga menimbulkan
nyeri. Persepsi dipengaruhi oleh modalitas respon dari reaksisel T (Margono,
2014).
d. Endogenous Opiat Theory
Teori ini dikembangkan oleh Avron Goldstein, ia mengemukakan
bahwa terdapat subtansi seperti opiet yang terjadi selama alami didalam
tubuh, subtansi ini disebut endorphine yang mempengaruhi transmisi impuls
yang diinterpretasikan sebagai nyeri. Endorphine mempengaruhi transmisi
impuls yang diinterpretasikan sebagai nyeri. Endorphine 15 kemungkinan
bertindak sebagai neurotransmitter maupun neuromodulator yang
menghambat transmisi dari pesan nyeri (Hidayat, 2014).
3. Fisiologi Nyeri
Munculnya nyeri berkaitan erat dengan reseptor dan adanya rangsangan.
Reseptor nyeri tersebar pada kulit dan mukosa dimana reseptor nyeri memberikan
respon jika adanya stimulasi atau rangsangan. Stimulasi tersebut dapat berupa
zat kimia seperti histamine, bradikinin, prostaglndin dan macam-macam asam
yang terlepas apa bila terdapat kerusakan pada jaringan akibat kekurangan
oksigen. Stimulasi yang lain dapat berupa termal, listrik, atau mekanis (Smeltzer &
Bare, 2002).
Nyeri dapat dirasakan jika reseptor nyeri tersebut menginduksi serabut
saraf periferaferenya itu serabut A-delta dan serabut C. Serabut A-delta memiliki
myelin, mengimpulskan nyeri dengan cepat, sensasi yang tajam, jelas
melokalisasi sumber nyeri dan mendeteksi intensitas nyeri. Serabut C tidak
memiliki myelin, berukuran sangat kecil, menyampaikan impuls yang terlokalisasi
buruk, visceral dan terus-menerus (Potter & Perry, 2005).
Ketika serabut C dan A-delta menyampaikan rangsang dari serabut saraf
perife rmaka akan melepaskan mediator biokimia yang aktif terhadap respon
nyeri, seperti : kalium dan prostaglandin yang keluar jika ada jaringan yang rusak.
Transmisi stimulus nyeri berlanjut di sepanjang serabut saraf aferen sampai
berakhir di bagian kornu dorsalis medulla spinalis. Di dalam kornu dorsalis,
neurotransmitter seperti subtansi P dilepaskan sehingga menyebabkan suatu
transmisi sinapsis dari saraf perifer kesaraf traktus spinolatamus. Selanjutnya
informasi di sampaikan dengan cepat kepusat thalamus (Potter & Perry, 2005).

4. Jenis- jenis Nyeri


Secara umum nyeri dibagi menjadi dua yaitu:
a. Nyeri Akut
Nyeri Akut merupakan nyeri yang berlangsung dari beberapa detik
hingga kurang dari 6 bulan biasanya dengan awitan tiba-tiba dan umumnya
berkaitan dengan cidera fisik. Nyeri akut mengindikasikan bahwa kerusakan
atau cidera telah terjadi. Jika kerusakan tidak lama terjadi dan tidak ada
penyakit sistemik, nyeri akut biasanya menurun sejalan dengan terjadinya
penyembuhan. Nyeri ini umumnya terjadi kurang dari enam bulan dan
biasanya kurang dari satu bulan. Salah satu nyeri akut yang terjadi adalah
nyeri pasca pembedahan (Meliala & Suryamiharja, 2007).

b. Nyeri Kronik
Nyeri kronik merupakan nyeri konstan atau intermitern yang menetap
sepanjang suatu periode waktu. Nyeri ini berlangsung di luar waktu
penyembuhan yang diperkirakan dan sering tidak dapat dikaitakan dengan
penyebab atau cidera fisik. Nyeri kronis dapat tidak memiliki awitan yang
ditetapkan dengan tepat dan sering sulit untuk diobati karena biasanya nyeri
ini sering tidak memberikan respon terhadap pengobatan yang diarahkan
pada penyebabnya (Strong, Unruh, Wright & Baxter, 2002). Nyeri kronik ini
juga sering di definisikan sebagai nyeri yang berlangsung selama enam bulan
atau lebih, meskipun enam bulanmerupakan suatu periode yang dapat
berubah untuk membedakan nyeri akut dan nyeri kronis (Potter & Perry,
2005).
Berdasarkan lokasinya Sulistyo (2013) dibedakan nyeri menjadi,
1) Nyeri Ferifer
Nyeri ini ada tiga macam, yaitu :
a) Nyeri superfisial, yaitu nyeri yang muncul akibat rangsangan pada
kulit dan mukosa
b) Nyeri viseral, yaitu rasa nyeri yang muncul akibat stimulasi dari
reseptor nyeri di rongga abdomen, cranium dan toraks.
c) Nyeri alih, yaitu nyeri yang dirasakan pada daerah lain yang jauh dari
penyebab nyeri.
2) Nyeri Sentral Nyeri yang muncul akibat stimulasi pada medulla spinalis,
batang otak dan talamus.
3) Nyeri Psikogenik Nyeri yang tidak diketahui penyebab fisiknya. Dengan
kata lain nyeri ini timbul akibat pikiran si penderita itu sendiri.

5. Mengkaji Persepsi Nyeri


Tabel Pengkajian Nyeri (BCG uidelines.ca, 2011)
Kapan nyeri muncul?
Onset Berapa lama nyeri?
Berapa sering nyeri muncul?
Apa yang menyebabkan nyeri?
Apa yang membuatnya berkurang?
Proviking
Apa yang membuat nyeri bertambah
parah?

Bagaimana rasa nyeri yang dirasakan?


Quality
Bisakan di gambarkan?
Dimanakah lokasinya?
Region
Apakah menyebar?
Severity Berapa skala nyerinya? (dari 0-10)
Pengobatan atau terapi apa yang
Treatment
digunakan?
Apa yang anda percayai tentang
penyebab nyeri ini?
Understanding
Bagaimana nyeri ini mempengaruhi
anda atau keluarga anda?
Values Apa pencapaian anda untuk nyeri ini?

6. Mengkaji Intensitas Nyeri


a. Skala Deskriptif Verbal (VDS)
Skala deskriptif verbal (VDS) merupakan sebuah garis yang terdiri
dari tiga sampai lima kata pendeskripsian yang tersusun dengan jarak yang
sama di sepanjang garis. Pendeskripsian ini dirangking dari “tidak nyeri”
sampai “nyeri tidak tertahankan”. Perawat menunjukan klien skala tersebut
dan meminta klien untuk memilih intensitas nyeri terbaru yang ia rasakan
(Potter & Perry, 2006).
b. Skala Penilaian Numerik (NRS)
Skala penilaian numerik atau numeric rating scale (NRS) lebih
digunakan sebagai pengganti alat pendeskripsi kata. Klien menilai nyeri
dengan menggunakan skala 0-10 (Meliala & Suryamiharja, 2007).
c. Skala Analog Visual (VAS)
VAS adalah suatu garis lurus yang mewakili intensitas nyeri yang
terus menerus dan memiliki alat pendeskripsi verbal pada ujungnya. Skala
ini memberi klien kebebasan penuh untuk mengidentifikasi keparahan nyeri
(Potter & Perry, 2006).
d. Skala Nyeri Wajah Skala wajah
Terdiri atas enam wajah dengan profil kartun yang menggambarkan
wajah yang sedang tersenyum (tidak merasa nyeri), kemudian secara
bertahap meningkat menjadi wajah kurang bahagia, wajah yang sangat
sedih sampai wajah yang sangat ketakutan (nyeri yang sangat) (Potter &
Perry, 2006).

Faktor –Faktor Yang Mempengaruhi Nyeri


a. Usia
Usia mempengaruhi seseorang bereaksi terhadap nyeri. Sebagai
contoh anak-anak kecil yang belum dapat mengucapkan kata-kata mengalami
kesulitan dalam mengungkapkan secara verbal dan mengekspresikan rasa
nyarinya, sementara lansia mungkin tidak akan melaporkan nyerinya dengan
alasan nyeri merupakan sesuatu yang harus mereka terima (Potter & Perry,
2006).
b. Jenis kelamin
Secara umum jenis kelamin pria dan wanita tidak berbeda secara
bermakna dalam merespon nyeri. Beberapa kebudayaan mempengaruhi jenis
kelamin misalnya ada yang menganggap bahwa seorang anak laki-laki harus
berani dan tidak boleh menangis sedangkan seorang anak perempuan boleh
menangis dalam situasi yang sama (Rahadhanie dalam Andari, 2015)
c. Kebudayaan
Keyakinan dan nilai-nilai budaya mempengruhi individu mengatasi
nyeri. Individu mempelajari apa yang ajarkan dan apa yang diterima oleh
kebudayaan mereka (Rahadhanie dalam Andari, 2015).
d. Perhatian
Tingkat seorang klien memfokuskan perhatiannya pada nyeri dapat
mempengaruhi persepsi nyeri. Perhatian yang meningkat dihubungkan
dengan nyeri yang meningkat. Sedangkan upaya pengalihan (distraksi)
dihubungkan dengan respon nyeri yang menurun. Konsep ini merupakan
salah satu konsep yang perawat terapkan di berbagai terapi untuk
menghilangkan nyeri, seperti relaksasi, teknik imajinasi terbimbing (guided
imaginary) dan mesase, dengan memfokuskan perhatian dan konsentrasi
klien pada stimulus yang lain, misalnya pengalihan pada distraksi (Fatmawati,
2011).
e. Ansietas
Ansietas seringkali meningkatkan persepsi nyeri. Namun nyeri juga
dapat menimbulkan ansietas. Stimulus nyeri mengaktifkan bagian system
limbik yang diyakini mengendalikan emosi seseorang khususnya ansietas
(Wijarnoko, 2012).

f. Kelemahan
Kelemahan atau keletihan meningkatkan persepsi nyeri. Rasa
kelelahan menyebabkan sensasi nyeri semakin intensif dan menurunkan
kemampuan koping (Fatmawati, 2011).

g. Pengalaman sebelumnya
Setiap individu belajar dari pengalaman nyeri. Apabila individu sejak
lama sering mengalami serangkaian episode nyeri tanpa pernah sembuh
maka ansietas atau rasa takut dapat muncul. Sebaliknya jika individu
mengalami jenis nyeri yang sama berulang-ulang tetapi nyeri tersebut dengan
berhasil dihilangkan akan lebih mudah individu tersebut menginterpretasikan
sensasi nyeri (Rahadhanie dalam Andari, 2015).
h. Gaya koping
Gaya koping mempengaruhi individu dalam mengatasi nyeri. Sumber
koping individu diantaranya komunikasi dengan keluarga, atau melakukan
latihan atau menyanyi (Ekowati, 2012).
i. Dukungan keluarga dan social
Kehadiran dan sikap orang-orang terdekat sangat berpengaruh untuk
dapat memberikan dukungan, bantuan, perlindungan, dan meminimalkan
ketakutan akibat nyeri yang dirasakan, contohnya dukungan keluarga (suami)
dapat menurunkan nyeri kala I, hal ini dikarenakan ibu merasa tidak sendiri,
diperhatikan dan mempunyai semangat yang tinggi (Widjanarko, 2012).
j. Makna nyeri
Individu akan berbeda-beda dalam mempersepsikan nyeri apabila nyeri
tersebut memberi kesan ancaman, suatu kehilangan hukuman dan tantangan.
Misalnya seorang wanita yang bersalin akan mempersepsikan nyeri yang
berbeda dengan wanita yang mengalami nyeri cidera kepala akibat dipukul
pasangannya. Derajat dan kualitas nyeri yang dipersepsikan klien
berhubungan dengan makna nyeri (Potter & Perry, 2006).
7. Penatalaksanaan Nyeri
Perawat menghabiskan lebih banyak waktunya bersama pasien yang
mengalami nyeri dibanding tenaga kesehatan lainnya. Perawat berperan dalam
mengidentifikasi dan mengatasi penyebab nyeri serta memberikan intervensi
yang tepat untuk mengurangi nyeri, sehingga sangat penting bagi perawat untuk
mengetahui intervensi yang tepat dalam mengurangi nyeri. Secara umum,
penatalaksanaan nyeri dikelompokkan menjadi dua, yaitu penatalaksanaan nyeri
secara farmakologi dan non farmakologi.
a. Penatalaksanaan nyeri secara farmakologi
Penatalaksanaan nyeri secara farmakologi melibatkan penggunaan
opiat (narkotik), nonopiat/ obat AINS (anti inflamasi nonsteroid), obat- obat
adjuvans atau koanalgesik. Analgesik opiat mencakup derivat opium, seperti
morfin dan kodein. Narkotik meredakan nyeri dan repository.unimus.ac.id
memberikan perasaan euforia. Semua opiat menimbulkan sedikit rasa
ngantuk pada awalnya ketika pertama kali diberikan, tetapi dengan
pemberian yang teratur, efek samping ini cenderung menurun. Opiat juga
menimbulkan mual, muntah, konstipasi, dan depresi pernapasan serta harus
digunakan secara hati-hati pada klien yang mengalami gangguan
pernapasan (Berman, et al. 2009).
Nonopiat (analgesik non-narkotik) termasuk obat AINS seperti
aspirin dan ibuprofen. Nonopiat mengurangi nyeri dengan cara bekerja di
ujung saraf perifer pada daerah luka dan menurunkan tingkat mediator
inflamasi yang dihasilkan di daerah luka. (Berman, et al. 2009).
Analgesik adjuvans adalah obat yang dikembangkan untuk tujuan
selain penghilang nyeri tetapi obat ini dapat mengurangi nyeri kronis tipe
tertentu selain melakukan kerja primernya. Sedatif ringan atau obat
penenang, sebagai contoh, dapat membantu mengurangi spasme otot yang
menyakitkan, kecemasan, stres, dan ketegangan sehingga klien dapat tidur
nyenyak. Antidepresan digunakan untuk mengatasi depresi dan gangguan
alam perasaan yang mendasarinya, tetapi dapat juga menguatkan strategi
nyeri lainnya (Berman, et al. 2009).
b. Penatalaksanaan nyeri secara non farmakologi
1) Stimulasi dan masase kutaneus.
Masase adalah stimulasi kutaneus tubuh secara umum, sering
dipusatkan pada punggung dan bahu. Masase tidak secara spesifik
repository.unimus.ac.id menstimulasi reseptor tidak nyeri pada bagian
yang sama seperti reseptor nyeri tetapi dapat mempunyai dampak
melalui sistem kontrol desenden. Masase dapat membuat pasien lebih
nyaman karena menyebabkan relaksasi otot (Smeltzer dan Bare, 2002).
2) Terapi es dan panas
Terapi es dapat menurunkan prostaglandin, yang memperkuat
sensitivitas reseptor nyeri dan subkutan lain pada tempat cedera dengan
menghambat proses inflamasi. Penggunaan panas mempunyai
keuntungan meningkatkan aliran darah ke suatu area dan kemungkinan
dapat turut menurunkan nyeri dengan mempercepat penyembuhan. Baik
terapi es maupun terapi panas harus digunakan dengan hati-hati dan
dipantau dengan cermat untuk menghindari cedera kulit (Smeltzer dan
Bare, 2002).
3) Trancutaneus electric nerve stimulation
Trancutaneus electric nerve stimulation (TENS) menggunakan
unit yang dijalankan oleh baterai dengan elektroda yang dipasang pada
kulit untuk menghasilkan sensasi kesemutan, menggetar atau
mendengung pada area nyeri. TENS dapat digunakan baik untuk nyeri
akut maupun nyeri kronis (Smeltzer dan Bare, 2002).
4) Distraksi
Distraksi yang mencakup memfokuskan perhatian pasien pada
sesuatu selain pada nyeri dapat menjadi strategi yang berhasil dan
mungkin merupakan mekanisme yang bertanggung jawab terhadap
repository.unimus.ac.id teknik kognitif efektif lainnya.
Seseorang yang kurang menyadari adanya nyeri atau
memberikan sedikit perhatian pada nyeri akan sedikit terganggu oleh
nyeri dan lebih toleransi terhadap nyeri. Distraksi diduga dapat
menurunkan persepsi nyeri dengan menstimulasi sistem kontrol
desenden, yang mengakibatkan lebih sedikit stimuli nyeri yang
ditransmisikan ke otak (Smeltzer dan Bare, 2002).
5) Teknik relaksasi
Relaksasi otot skeletal dipercaya dapat menurunkan nyeri dengan
merilekskan ketegangan otot yang menunjang nyeri. Hampir semua
orang dengan nyeri kronis mendapatkan manfaat dari metode relaksasi.
Periode relaksasi yang teratur dapat membantu untuk melawan keletihan
dan ketegangan otot yang terjadi dengan nyeri kronis dan yang
meningkatkan nyeri (Smeltzer dan Bare, 2002).
6) Imajinasi terbimbing
Imajinasi terbimbing adalah mengggunakan imajinasi seseorang
dalam suatu cara yang dirancang secara khusus untuk mencapai efek
positif tertentu. Sebagai contoh, imajinasi terbimbing untuk relaksasi dan
meredakan nyeri dapat terdiri atas menggabungkan napas berirama
lambat dengan suatu bayangan mental relaksasi dan kenyamanan
(Smeltzer dan Bare, 2002).
7) Hipnosis
Hipnosis efektif dalam meredakan nyeri atau menurunkan jumlah
analgesik yang dibutuhkan pada nyeri akut dan kronis. Keefektifan
hipnosis tergantung pada kemudahan hipnotik individu (Smeltzer dan
Bare, 2002)
C. Konsep Dasar Dismenore
1. Pengertian Nyeri Haid (Dismenore)
Menstruasi seringkali muncul dengan berbagai jenis rasa nyeri. Nyeri yang
dirasakan setiap individu dapat berbeda antara satu dengan yang lainnya. Secara
etimologi nyeri menstruasi (dismenore) berasal dari bahasa Yunani kuno, dys yang
berarti sulit, nyeri, abnormal; meno yang berarti bulan; dan rrhea yang berarti aliran
atau arus. Disimpulkan bahwa dysmenorrhea atau dismenore adalah aliran
menstruasi yang sulit atau aliran menstruasi yang mengalami nyeri (Anurogo,
2015).
Setiap wanita normal akan mengalami menstruasi setiap bulannya.
Beberapa wanita merasakan rasa nyeri pada tiap siklus menstruasi. Menurut
Anorogo (2011) nyeri menstruasi yang sedemikian hebatnya sehingga membuat
penderita untuk istirahat dan meninggalkan pekerjaan dan aktivitas sehari-hari
selama beberapa jam atau beberapa hari disebut dengan istilah dismenore .
Dismenore yang dialami setiap siklus menstruasi merupakan pertanda
adanya gangguan di dalam tubuh seseorang. Sari, Indrawati, & Harjanto (2012)
mengatakan bahwa dismenore dapat berasal dari kram rahim saat proses
menstruasi, dismenore dapat timbul akibat gangguan pada organ reproduksi, faktor
hormonal maupun faktor psikologis dan dapat menimbulkan tergganggunya
aktivitas sehari-hari. Adanya gejala nyeri yang dirasakan belum tentu timbul karena
adanya suatu penyakit.
Dismenore disebut juga kram menstruasi atau nyeri menstruasi. Dalam
bahasa Inggris, dismenore sering disebut sebagai “painful period” atau menstruasi
yang menyakitkan (American College of Obstetritians and Gynecologists, 2015).
Nyeri menstruasi biasanya dengan rasa kram dan terpusat di abdomen bawah.
Keluhan nyeri haid dapat terjadi bervariasi mulai dari yang ringan sampai yang
berat. Keparahan dismenorea berhubungan langsung dengan lama dan jumlah
darah haid. Seperti diketahui haid hampir selalu diikutin dengan rasa mulas dan
nyeri.(Sarwono,2011)
Kram tersebut berasal dari kontraksi otot rahim yang sangat intens saat
mengeluarkan darah menstruasi dari dalam rahim. Kontraksi otot yang sangat
intens ini kemudian menyebabkan otot-otot menegang dan menimbulkan kram atau
rasa sakit atau nyeri. Ketegangan otot ini tidak hanya terjadi pada bagian perut,
tetapi juga pada otot-otot penunjang yang terdapat di bagian punggung bawah,
pinggang, panggul, paha hingga betis (Sinaga, 2017).
2. Dismenore Primer
Dismenore secara khusus terbagi menjadi dua jenis. Dismenore sekunder
dan dismenore primer. Menurut Prawirohardjo & Wiknjosastro (2011) dismenore
primer adalah nyeri pada saat menstruasi yang timbul tanpa ditemukan adanya
kelainan patologi pada panggul. Dismenore primer berhubungan dengan siklus
ovulasi dan disebabkan oleh kontraksi miometrium sehingga terjadi iskemia akibat
adanya prostaglandin yang diproduksi oleh endometrium pada fase sekresi.
Dismenore seringkali disertai dengan keluhan mual, muntah, nyeri kepala, atau
diare yang diduga timbul karena prostaglandin. Ada banyak penjelasan mengenai
dismenore primer. Dismenore primer seringkali disebut dengan istilah dismenore
fungsional atau idiopatik.
Biasanya dismenore primer timbul pada masa remaja, yaitu sekitar 2-3
tahun setelah menstruasi pertama. Timbul sejak menstruasi pertama dan akan
pulih sendiri dengan berjalannya waktu. Tepatnya saat lebih stabilnya hormon
tubuh atau perubahan posisi rahim setelah menikah dan melahirkan. Nyeri
menstruasi ini normal, namun dapat berlebihan bila dipengaruhi oleh faktor psikis
dan fisik, seperti stres, shock, penyempitan pembuluh darah, penyakit yang
menahun, kurang darah, dan kondisi tubuh yang menurun (Wijayanti, 2009).
Dismenore primer seringkali menimbulkan gejala fisik dan gejala psikologis.
Setiap individu bisa mengalami gejala fsik dan gejala psikologis sekaligus,
namun juga bisa mengalami hanya salah satu gejala, baik fisik maupun
psikologisnya. Tanda gejala yang dapat mucul seperti rasa tidak enak di badan,
lelah, mual dan muntah, diare, nyeri punggung bawah, sakit kepala, kadang kala
disertai vertigo, perasaan cemas, gelisah, hingga kehilangan keseimbangan dan
kehilangan kesabaran (Anurogo, 2011).
Seseorang dapat diketahui dengan pasti bahwa menderita dismenore
primer apabila mengalami nyeri pada tiga kali siklus menstruasi berturut-turut yang
kemudian ketika diperiksakan tidak terdapat adanya kelainan dismenore sekunder
(Shah, et al. 2014).
3. Patofisiologi
Pada setiap bulannya wanita selalu mengalami menstruasi. Menstruasi
terjadi akibat adanya interaksi hormon di dalam tubuh manusia. Menurut Anurogo
(2011) interaksi hormon yang dikeluarkan oleh hipotalamus, dan indung telur
menyebabkan lapisan sel rahim mulai berkembang dan menebal. Hormon-hormon
tersebut kemudian akan mememberikan sinyal pada telur di dalam indung telur
untuk berkembang. Telur akan dilepaskan dari indung telur menuju tuba falopi dan
menuju uterus. Telur yang tidak dibuahi oleh sperma akan menyebabkan terjadinya
peluruhan pada endometrium, luruhnya endometrium menyebabkan perdarahan
pada vagina yang disebut dengan menstruasi.
Pada saat masa subur terjadi peningkatan dan penurunan hormone,
peningkatan dan penurunan hormon terjadi pada fase folikuler (pertumbuhan folikel
sel telur), pada masa pertengahan fase folikuler, kadar FSH (Follicle Stimulating
Hormone) akan meningkat dan merangsang sel telur untuk memproduksi hormon
estrogen. Pada saat estrogen meningkat maka kadar progesteron akan menurun.
Penurunan kadar progesteron ini diikuti dengan adanya peningkatan kadar
prostaglandin pada endometrium (Anurogo, 2011).
Prostaglandin yang telah disintesis akibat adanya peluruhan endometrium
merangsang terjadinya peningkatan kontraksi pembuluhpembuluh darah pada
miometrium. Kontraksi yang meningkat menyebabkan terjadinya penurunan aliran
darah dan mengakibatkan terjadinya proses iskemia serta nekrosis pada sel-sel
dan jaringan (Andira, 2010).
Iskemia dan nekrosis pada sel dan jaringan dapat menyebabkan timbulnya
nyeri saat menstruasi. Penurunan kadar progesteron juga menyebabkan
terganggunya stabilitas membran dan pelepasan enzim. Stabilitas membaran yang
terganggu adalah membran lisosom. Ahrend, et al. (2007) menyatakan bahwa
selain terganggunya stabilitas membran lisosom penurunan progesteron akan
menyebabkan terbentuknya prostaglandin dalam jumlah yang banyak. Kadar
progesteron yang rendah akibat regresi korpus luteum menyebabkan terganggunya
stabilitas membran lisosom dan juga meningkatkan pelepasan enzim fosfolipase-A2
yang berperan sebagai katalisator dalam sintesis prostaglandin melalui proses
aktivasi fosfolipase yang menyebabkan terjadinya hidrolisis senyawa fospolipid
yang kemudian menghasilkan asam arakidonat.
Hasil metabolisme dari asam arakidonat ikut berperan dalam memicu
terjadinya dismenore primer. Asam arakidonat dapat dimetabolisme melalui dua
jalur. Jalur metabolisme asam arakidonat yaitu melalui jalur siklooksigenase dan
jalur lipoksigenase. Melalui jalur siklooksigenase dan lipoksigenase asam
arakidonat menghasilkan prostaglandin, leukotrien dan tromboksan. Selain
prostaglandin, leukotrien berperan serta dalam timbulnya rasa nyeri saat
menstruasi (Price, 2015). Leukotrien sebagai pemicu terjadinya dismenore primer
mempengaruhi melalui beberapa cara.
Leukotriene bereaksi pada serabut saraf serta otot polos. Menurut Anindita
(2010) peran leukotrien dalam terjadinya dismenore primer adalah meningkatkan
sensitivitas serabut saraf nyeri uterus, dan berperan dalam penyusutan atau
penciutan otot polos saat terjadinya peradangan, sehingga terjadilah nyeri pada
saat menstruasi. Melalui proses metabolisme asam arakidonat prostaglandin
terbagi menjadi dua jenis. Prostaglandin jenis yang pertama adalah prostaglandin
F2-alfa yang merupakan suatu hasil siklooksigenase yang dapat mengakibatkan
hipertonus dan vasokonstriksi 16 pada miometrium sehingga terjadi iskemia dan
nyeri menstruasi. Kedua adalah prostaglandin E-2 yang turut serta menyebabkan
dismenore primer. Peningkatan level prostaglandin F2-alfa dan prostaglandin E-2
jelas akan meningkatkan rasa nyeri pada dismenore primer (Anindita, 2010).
Selain peranan hormon hasil dari proses fisiologis, dismenore primer juga
bisa diperparah oleh adanya faktor psikologis. Faktor stres ini dapat menurunkan
ketahanan terhadap rasa nyeri. Pada saat stres, tubuh akan memproduksi hormon
estrogen dan prostaglandin berlebih. Estrogen dan prostaglandin ini dapat
menyebabkan peningkatan kontraksi miometrium secara berlebihan sehingga
mengakibatkan rasa nyeri saat menstruasi. Stres juga memicu peningkatan kelenjar
adrenalin dalam mensekresi kortisol sehingga menyebabkan otot-otot tubuh
menjadi tegang, dan menyebabkan otot rahim berkontraksi secara berlebihan.
Kontraksi otot rahim yang berlebihan dapat menimbulkan rasa nyeri yang berlebih
pada saat menstruasi. Meningkatnya stres dapat menyebabkan meningkatnya
aktivitas saraf simpatis yang menyebabkan peningkatan skala nyeri menstruasi
dengan peningkatan kontraksi uterus (Sari, Nurdin, & Defrin, 2015).
Adanya tekanan maupun faktor stres lainnya akan mempengaruhi
keparahan rasa nyeri penderita dismenore primer. Stres akan mempengaruhi
stimulasi beberapa hormon di dalam tubuh. Ketika seseorang mengalami stres
maka stres tersebut akan menstimulasi respon neuroendokrin sehingga
menyebabkan CRH (Corticotrophin Releasing Hormone) yang merupakan regulator
hipotalamaus utama untuk menstimulasi sekresi ACTH (Adrenocorticotrophic
Hormone) dimana ACTH ini dapat meningkatkan sekresi kortisol adrenal (Angel,
Armini, & Pradanie, 2015).
Sekresi kortisol adrenal menimbulkan beberapa kerugian. Hormon-hormon
tersebut berperan dalam penghambatan beberapa hormon yang lain. Hormon
tersebut menyebabkan sekresi FSH (Follicle Stimulating Hormone) dan LH
(Luteinizing Hormone) terhambat sehingga perkembangan folikel terganggu. Hal ini
menyebabkan sintesis dan pelepasan progesteron terganggu. Kadar progesteron
yang rendah menyebabkan peningkatan sintesis prostaglandin F2-alfa dan
prostaglandin E-2. Ketidakseimbangan antara prostaglandin F2-alfa dan
prostaglandin E-2 dengan prostasiklin (PGI2) menyebabkan peningkatan aktivasi
prostaglandin F2-alfa. Peningkatan aktivasi menyebabkan iskemia pada sel-sel
miometrium dan peningkatan kontraksi uterus. Peningkatan kontraksi yang
berlebihan menyebabkan terjadinya dismenore (Angel, Armini, & Pradanie, 2015).
4. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi
Faktor resiko yang mempengaruhi terjadinya dismenore primer menurut
Novia dan puspitasari (2008) diantaranya adalah :
a. Riwayat keluarga
Riwayat keluarga merupakan faktor risiko yang dapat meningkatkan
kemungkinan terjadinya dismenore primer .
b. Wanita yang belum menikah
Wanita yang sudah menikah mempunyai resiko lebih kecil untuk
mengalami nyeri saat menstruasi, karena keberadaan sperma suami dalam
organ reproduksi yang memiliki manfaat alami untuk mengurangi produksi
prostaglandin atau zat seperti hormon yang menyebabkan otot rahim
berkontraksi dan merangsang nyeri saat menstruasi. Selain itu pada saat
wanita melakukan hubungan seksual otot rahim mengalami kontraksi yang
mengakibatkan leher rahim menjadi lebar. Faktor resiko yang mempengaruhi
terjadinya dismenore primer menurut Andriani (2015).
Faktor resiko dismenore primer diantaranya adalah :
1) Indeks Massa Tubuh Seorang wanita dengan tubuh tidak ideal memiliki
resiko lebih besar terhadap kejadian dismenore. Tubuh yang ideal
bukanlah tubuh yang terlalu kurus ataupun yang terlalu gemuk. Seorang
wanita dengan tubuh terlalu kurus ataupun terlalu gemuk sangat
berpotensi mengalami dismenore, karena semakin rendah Indeks massa
tubuh maka tingkat dismenore akan semakin berat dan sebaliknya, karena
saat wanita semakin gemuk, timbunan lemak memicu pembuatan hormon
terutama estrogen.
2) Tingkat Stres Stres seringkali terjadi secara tiba-tiba karena persoalan
yang harus dihadapi dalam kehidupan. Peningkatan tingkat stres
menyebabkan pengaruh negative pada kesehatan tubuh. Stres merupakan
penyebab timbulnya dismenore. Semakin tinggi tingkat stres maka akan
semakin tinggi pula tingkat dismenore.
3) Aktifitas Fisik Dalam kehidupan sehari-hari sangat dianjurkan untuk
melakukan aktivitas fisik untuk kepentingan kesehatan. Aktifitas fisik jika
dilakukan dengan benar akan memberikan manfaat bagi tubuh. Semakin
rendah aktifitas fisik maka tingkat dismenore akan semakin berat dan
sebaliknya.

5. Komplikasi
Dismenore primer bukanlah persoalan yang mengancam nyawa
penderitanya, dismenore apabila dibiarkan, maka akan menimbulkan terganggunya
aktivitas seharihari. Menurut Martini, Mulyati, & Fratidhina (2014) dismenore primer
dapat menimbulkan beberapa gejala seperti :
a. Nyeri pada perut bagian bawah;
b. Mual;
c. Muntah;
d. Diare
e. Cemas
f. Depresi
g. Pusing dan nyeri kepala
h. Letih lesu, bahkan sampai pingsan.
Meskipun dismenore primer tidak mengancam nyawa tetapi bukan berarti
dibiarkan begitu saja. Dismenore primer yang dibiarkan tanpa penanganan akan
menimbulkan gejala yang merugikan bagi penderitanya. Dismenore primer tanpa
penanganan dapat menyebabkan:
a. Depresi
b. Infertilitas
c. Gangguan fungsi seksual
d. Penurunan kualitas hidup akibat tidak bisa menjalankan aktivitas seperti
biasanya
e. Dapat memicu kenaikan angka kematian (Titilayo et al. 2009).
Dismenore primer akan menurunkan kualitas hidup penderitanya dan akan
sangat merugikan penderita dismenore tersebut apabila dibiarkan.

\
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN

A. Rancangan Penelitian
Penelitian ini termasuk penelitian deskriptif dengan pengumpulan data melalui
teknik wawancara langsung menggunakan kuesioner terbuka yang berisi pertanyaa-
pertanyaan yang mencakup masalah penelitian. Tujuan penelitian deskriptif ini adalah
untuk memperoleh informasi tentang gambaran tingkat pengetahuan mahasiswi S1
Keperawatan terhadap penurunan nyeri disminorea di Kampus Institut Kesehatan dan
Bisnis St. Fatimah Mamuju Tahun 2020.
B. Populasi, Sampel Dan Teknik Sampel
1. Populasi
Populasi dalam penelitian ini adalah mahasiswi yang mengalami nyeri
dismenore dan memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi. Jumlah populasi pada
semester VI yaitu 26 mahasiswi.
2. Sampel
Sampel adalah populasi yang memenuhi kriteria inklusi dan tidak memenuhi
kriteria eksklusi penelitian. Sampel dalam penelitian ini adalah mahasiswi yang
pernah mengalami nyeri dismenore.
3. Teknik Sampling
Menurut Sugiyono (2016) Sampel adalah sebagian dari jumlah dan
karakteristik yang dimiliki oleh populasi, sedangkan teknik pengambilan sampel
disebut dengan sampling.
Tehknik pengambilan Sampel dalam penelitian ini menggunakan tehknik
total sampling dimana berdasarkan defenisinya Total sampling adalah teknik
pengambilan sampel dimana jumlah sampel sama dengan populasi. Alasan
mengambil total sampling karena jumlah populasi yang kurang dari 100. Jadi
jumlah sampel dalam penelitian ini adalah sebanyak 26 orang dalam waktu satu
bulan. Kriteria dalam menentukan sampel dalam penelitian ini yaitu :
a. Kriteria Inklusi
1) Mahasiswi semester VI di Institut Kesehatan dan Bisnis St. Fatimah yang
mengalami nyeri disminore.
2) Bersedia menjadi responden dengan menandatangani lembar inform
consent.
b. Kriteria Eksklusi
1) Mahasiswi yang mengalami disminorea tetapi tidak bersedia mengikuti
penelitian.
2) Mahasiswi yang menstruasi tanpa mengalami nyeri haid,
C. Variabel Penelitian dan Defenisi Operasional
Variabel adalah perilaku atau karakteristik yang memberikan nilai beda terhadap
sesuatu (benda, manusia, dan lain-lain). (Nursalam, 2009) pada penelitian ini terdiri dari
variabel tunggal atau hanya satu yang ingin diketahui.
Pada penelitian ini peneliti ingin mengetahui bagaimana Gambaran Tingkat
Pengetahuan Mahasiswi Terhadap Penurunan Nyeri Dismenore Di Institut Kesehatan
Dan Bisnis St. Fatimah Kabupaten Mamuju S1 Keperawatan.
D. Alat dan Bahan
Alat dan bahan dalam penelitian ini adalah literature-literature yang
berhubungan, seperti Buku, jurnal, serta dokumen-dokumen dan artikel yang ada
relevansinya terhadap meneliti Gambaran Tingkat Pengetahuan Mahasiswi Terhadap
Penurunan Nyeri Dismenore Di Institut Kesehatan Dan Bisnis St. Fatimah Kabupaten
Mamuju S1 Keperawatan.
Sedangkan alat perekam, alat fotografi, pensil. Adalah alat yang digunakan
untuk proses selama pengumpulan data penelitian
E. Instrumen Penelitian
1. Observasi
Suatu pengamatan menunjukkan sebuah studi atau pembelajaran yang
dilaksanakan dengan sengaja, terarah, berurutan, dan sesuai tujuan yang hendak
dicapai pada suatu pengamatan yang dicatat segala kejadian dan fenomenanya
yang disebut dengan hasil observasi. Hasil tadi dijelaskan dengan rinci, teliti, tepat,
akurat, bermanfaat dan objektif sesuai dengan pengamatan yang dilakukan.
2. Kuesioner
Suatu teknik pengumpulan informasi yang memungkinkan analis
mempelajari sikap-sikap, keyakinan, perilaku, dan karakteristik beberapa orang
utama di dalam organisasi yang bisa terpengaruh oleh sistem yang diajukan atau
oleh sistem yang sudah ada.
F. Lokasi dan Waktu Penelitian
1. LokasiPenelitian
Penelitian ini akan dilakukan di Kampus Institut Kesehatan dan Bisnis St.
Fatimah Mamuju Tahun 2020.
2. Waktu Penelitian
Penelitian dilakukan pada bulan September-Oktober 2020.
G. Prosedur Pengambilan Atau Pengumpulan Data
1. Tahap Persiapan
Pada tahap persiapan penelitian, dilakukan kegiatan sebagai berikut :
a. Peneliti menyusun proposal penelitian.
b. Peneliti mengajukan proposal kepada pembimbing.
c. Peneliti mengusulkan perizinan berupa izin etik penelitian dan perizinan
penelitian di lokasi pengambilan sampel.
d. Peneliti mempersiapkan instrument penelitian.
2. Tahap Pelaksanaan
Pelaksanaan penelitian ini dilakukan dengan langkah-langkah sebagai berikut
:
a. Peneliti mengunjungi Kampus Institut Kesehatan dan Bisnis St. Fatimah
Mamuju sesuai yang telah ditetapkan sebagai lokasi pengambilan sampel.
b. Peneliti melakukan sosialisasi dan pengambilan data identitas mahasiswi
semester VI yang diperoleh dari staf akademik kampus Institut Kesehatan dan
Bisnis St. Fatimah Mamuju.
c. Peneliti meminta kesediaan mahasiswi untuk menjadi responden.
d. Peneliti menjelaskan prosedur penelitian dan cara pengisian kuisioner pada
responden.
e. Setelah responden selesai mengisi kuisioner, kuisioner dikumpulkan untuk
selanjutnya di-input datanya.
f. Analisis data kuisioner
3. Tahap Pelaporan
Pada tahap pelaporan penelitian, dilakukan kegiatan sebagai berikut :
a. Peneliti mengumpulkan data hasil pemeriksaan
b. Peneliti melakukan pengolahan dan penyajian data hasil penelitian
c. Peneliti melakukan evaluasi dan pembahasan hasil data penelitian Bersama
pembimbing.
d. Penulis melakukan penarikan kesimpulan dan saran dari penelitian
e. Peneliti menyusun laporan penelitian
f. Peneliti mencetak hasil penelitian
H. Pengolahan Data dan Analisa Data
1. Pengolahan Data
Setelah data dikumpulkan peneliti mengadakan pengecek data kembali
sebelum kemudian menjabarkan atau mendeskripsikan setiap jawaban responden
ke dalam hasil penelitian.
I. Masalah Etik (Ethical Clearance)
1. Sebelum melakukan penelitian maka peneliti akan meminta izin pada beberapa
institusi terkait.
2. Sebelum meminta responden untuk mengisi instrument penelitian, peneliti
menjelaskan terlebih dahulu maksud dan tujuan penelitian, serta meminta
persetujuan responden untuk ikut serta dalam penelitian dengan meminta tanda
tangan dalam lembar inform consent.
3. Setiap responden akan dijamin kerahasiaannya atas data yang diperoleh dari hasil
kuisioner dengan tidak menuliskan nama pasien, tetapi hanya berupa inisial pada
laporan hasil penelitian.

BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Hasil Penelitian
1. Gambaran Umum Lokasi Penelitian
Penelitian ini mengenai gambaran tingkat pengetahuan mahasiswi terhadap
penurunan nyeri dismenore di Kampus Institut Kesehatan dan Bisnis St. Fatimah
Mamuju Tahun 2020. Penelitian dilaksanakan pada tanggal 15 September sampai
dengan tanggal 15 Oktober dengan melihat karakteristik responden meliputi nama,
umur, pengetahuan tentang defenisi, lama dan penyebab menstruasi, pengetahuan
mahasiswi tentang siklus dan hormon yang berperan dalam menstruasi, tingkat
pengetahuan usia yang sering mengalami dismenore, derajat dan penyebab
dismenore, gambaran tingkat pengetahuan mahasiswi tentang tindakan yang
dilakukan untuk mengatasi dismenore baik itu menggunakan obat farmakologi atau
non farmakologi.
Sesuai dengan tujuan penelitian untuk mengetahui Gambaran Tingkat
Pengetahuan Mahasiswi Terhadap Penurunan Nyeri Dismenore Di Institut
Kesehatan Dan Bisnis St. Fatimah Kabupaten Mamuju S1 Keperawatan.

2. Karakteristik Responden
Tabel 5.1
Karakteristik Responden Berdasarkan Umur
Umur N %
21 2 7.7
22 15 57.7
23 6 23.1
24 2 7.7
25 1 3.8
Total 26 100%

Hasil distribusi umur responden didapatkan bahwa kategori 21 tahun


terdapat 2 responden (7,7%), kategori usia 22 tahun terdapat 15 responden
(57,7%) dan kategori usia 23 tahun terdapat 6 responden (23,1%), responden
yang berusia 24 tahun terdapat 2 responden (7,7%), dan responden dengan
usia 25 tahun terdapat 1 responden(3,8%).

Tabel 5.2
Karakteristik Responden Berdasarkan Pertanyaan Defenisi Dismenore
Defenisi Dismenore N %
Nyeri yang dialami saat
26 100
menstruasi
Nyeri yang berlebihan 0 0
Nyeri pada perut
bagian bawah pada 0 0
saat menstruasi
Total 26 100%
Hasil distribusi pertanyaan responden mengenai defenisi dismenore didapatkan
bahwa 26 responden (100%) menjawab nyeri yang dialami saat menstruasi.

Tabel 5.3
Karakteristik Responden Berdasarkan Pertanyaan Lama Nyeri Haid
Dikatakan Normal
Lama menstruasi N %
Setengah hari
0 0
sampai lima hari
Dua atau tiga
hari sampai
kurang dari dua
26 100
minggu sebelum
datangnya
menstrusi
Tidak tahu 0 0
Total 26 100%

Hasil distribusi pertanyaan responden mengenai pertanyaan lama


menstruasi didapatkan bahwa 26 responden (100%) menjawab dua atau tiga
hari sampai kurang dari dua minggu sebelum datangnya menstrusi

Tabel 5.4
Karakteristik Responden Berdasarkan Pertanyaan Penyebab Dismenore
Penyebab dismenore N %
Terjadi kontraksi yang
kuat pada dinding
rahim, peningkatan
hormon prostaglandin
18 69.2
dan pelebaran leher
rahim saat
mengeluarkan darah
haid
Hormon yang tidak
8 30.8
meningkat
Tidak tahu 0 0
Total 26 100%
Hasil distribusi pertanyaan responden mengenai pertanyaan penyebab
dismenore didapatkan bahwa 18 responden (69,2%) menjawab terjadi
kontraksi yang kuat pada dinding rahim, peningkatan hormon prostaglandin
dan pelebaran leher rahim saat mengeluarkan darah haid, dan 8 responden
(30,8%) menjawab hormon yang tidak meningkat.
Tabel 5.5
Karakteristik Responden Berdasarkan Pertanyaan Siklus Menstruasi
Siklus Menstruasi N %
21 - 35 hari 18 69,2
Dibawah dari 21 hari 8 30.8
Diatas 35 hari 0 0
Total 26 100%

Hasil distribusi pertanyaan responden mengenai pertanyaan siklus


menstruasi didapatkan bahwa 18 responden (69,2%) menjawab 21 – 35 hari,
dan 8 responden (30,8%) menjawab dibawah dari 21 hari.

Tabel 5.6
Karakteristik Responden Berdasarkan Hormon Yang
Berperan Dalam Menstruasi
Hormon Menstruasi N %
Estrogen,
progesteron, FSH, 2I 80.8
HL
Estrogen dan
3 11.5
progesteron
FSH, LH 2 7.7
Total 26 100%

Hasil distribusi pertanyaan responden mengenai hormon yang berperan


dalam menstruasi didapatkan bahwa 21 responden (80,8%) menjawab
Estrogen, progesteron, FSH, HL, dan 3 responden (11,5%) menjawab
estrogen dan progesteron, dan 2 responden (7,7%) menjawab FSH, LH.
Tabel 5.7
Karakteristik Responden Berdasarkan Kebiasaan Olahraga
Kebiasaan olahraga N %
Ya 2 7.7
Tidak 24 92.3
Total 26 100%

Hasil distribusi pertanyaan kebiasaan olahraga responden didapatkan


bahwa hanya 2 responden (7,7%) yang melakukan olahraga dan 24
responden (92,3%) responden menjawab tidak melakukan olahraga.
Tabel 5.8
Karakteristik Responden Berdasarkan Skala Nyeri
Skala Nyeri N %
Tidak ada nyeri 0 0
Nyeri ringan 5 19.2
Nyeri sedang 17 65.4
Nyeri berat 4 15.4
Total 26 100%

Hasil distribusi skala nyeri yang dirasakan responden didapatkan tidak


ada responden yang tidak mengalami nyeri dismenore, 5 (19,2%) responden
yang mengalami nyeri dismenore skala ringan, 17 (65,4%) responden yang
mengalami nyeri dismenore skala sedang, dan 4 (15,4%) responden yang
mengalami nyeri dismenore dengan skala berat.
Tabel 5.9
Karakteristik Responden Berdasarkan Pengobatan Nyeri Dismenore
Pengobatan nyeri
N %
dismenore
Kompres air hangat 4 15.4
Minum obat/farmakologi 10 38.5
Mengoles minyak kayu 9 34.6
putih
Tidak ada 3 11.5
Total 26 100%

Hasil distribusi pengobatan nyeri dismenore yang dilakukan responden


didapatkan 4 (15,4%) responden yang menggunakan kompres air hangat, 10
(38,5%) responden mengatasi nyeri dengan minum obat/farmakologi, 9
(34,6%) responden mengatasi nyeri dengan mengoleskan minyak kayu putih
pada perut, dan 3 (11,5%) responden tidak melakukan pengobatan pada nyeri
dismenorenya.
B. PEMBAHASAN
Penelitian ini dilakukan dengan cara observasi kepada setiap responden yakni 26
responden. Penelitian menggunakan pengumpulan data yakni dengan melakukan
observasi dan tanya jawab dengan responden, hal ini dilakukan selama beberapa hari
sesuai dengan jadwal yang telah ditentukan sebelumnya. peneliti melakukannya dengan
cara wawancara, karena kuesioner yang digunakan adalah kuesioner terbuka, maka
jawaban responden bervariasi sesuai dengan pertanyaan yang diberikan. Hasil yang
peneliti dapatkan ialah hampir semua responden memberikan pernyataan dengan benar.
Jawaban responden pun dapat dikategorikan baik berdasarkan pertanyaan kuesioner
yang disediakan.
Rata-rata usia mahasiswi tingkat akhir di Institut Kesehatan dan Bisnis St.
Fatimah Mamuju berusia 22 tahun, hal ini sejalan dengan penelitian yang telah dilakukan
oleh Astrida Rachma tahun 2012 dimana hasil penelitiannya menunjukan usia remaja
12-25 tahun adalah usia yang sangat rentang mengalami nyeri dismenore karena alat
system reproduksi belum matang secara sempurna, dan semakin bertambahnya usia
nyeri dismenore akan berkurang secara bertahap. Pada remaja yang mengalami
menstruasi rata-rata berumur 15 tahun. Dismenore akan bertambah berat setelah
beberapa tahun setelah menstruasi pertama sampai usia 23-27 tahun kemudian
dismenore akan mulai mereda.
Dari hasil penelitian ini dapat kita lihat bahwa tidak semua mahasiswi kesehatan
paham dengan dismenore dan bagaimana cara penanganannya, ada beberapa dari
mereka yang kurang memahami atau tidak memperdalam ilmu yang berkaitan dengan
nyeri haid yang dialami saat menstruasi seperti, apa yang mengakibatkan timbulnya
nyeri haid saat menstruasi, bagaimana gejala nyeri haid dan bagaimana cara
penanganannya.
Berdasarkan data hasil penelitian yang telah dilakukan kepada 26 responden
dengan umur mulai dari 21 tahun sampai dengan umur 25 tahun, semua responden
menjawab dengan benar tentang defenisi dari dismenore yaitu nyeri yang dialami saat
menstruasi. Hal ini terjadi karena pertanyaan awal yang diberikan adalah pertanyaan
sederhana atau pertanyaan umum, sehingga responden dapat memberikan pernyataan
dengan benar.
Pada hasil penelitian terhadap 26 responden, maka hasil yang didapatkan adalah
bahwa semua responden menganggap nyeri haid yang dialami pada saat menstruasi
adalah wajar terjadi diawal menstruasi, yang tidak wajar jika nyeri haid terjadi dengan
intensitas nyeri hebat sepanjang atau selama menstruasi.
Pada hasil penelitian mengenai penyebab nyeri haid yang ditanyakan kepada 26
responden bahwa ternyata tidak semua responden menjawab dengan benar pertanyaan
yang diberikan. Ada 8 responden yang menjawab dengan tidak sesuai dengan jawaban
yang diharapkan oleh peneliti yaitu mereka menjawab hormon yang tidak meningkat,
atau dengan kata lain 8 responden ini mempunyai pernyataan atau pemahaman
tersendiri mengenai apa penyebab timbulnya nyeri haid. Sedangkan 18 responden
memberikan jawaban yang cukup memuaskan peneliti, mereka memberikan jawaban
yang cukup teliti serta jelas tentang penyebab timbulnya nyeri haid, yaitu terjadi
kontraksi yang kuat pada dinding rahim, peningkatan hormon prostaglandin dan
pelebaran leher rahim saat mengeluarkan darah haid.
Pada hasil penelitian mengenai kebiasaan olahraga saat menstruasi, maka hasil
yang didapat adalah bahwa ada 2 responden yang melakukan olahraga dengan maksud
menurut mereka dengan berolahraga dapat menurunkan tingkat nyeri dismenore,
sedangkan 24 lainnya tidak melakukan olahraga karna merasa terganggu dan kurang
nyaman atau bahkan timbul rasa malas untuk beraktifitas.
Berdasarkan data yang menggambarkan pengetahuan responden tentang siklus
menstruasi dan hormon apa yang berperan dalam menstruasi ditemukan bahwa dari 26
responden hanya 18 responden yang menjawab benar siklus menstruasi yaitu 21 – 35
hari dan 8 diantaranya menjawab dibawah dari 21 hari. Sedangkan pada pertanyaan
hormon yang berperan dalam menstruasi didapatkan 21 responden menjawab benar
yaitu disebabkan oleh estrogen, progesteron, hormon perangsang folikel (FSH) dan
hormon luteinizing (LH), 3 responden menjawab Estrogen dan progesteron, dan 2
responden menjawab Hormon perangsang folikel (FSH) dan hormon luteinizing (LH).
Dan berdasarkan wawancara yang telah dilakukan didapatkan bahwa beberapa
responden tidak memahami secara mendalam teori system reproduksi, dan sebagian
lainnya mengatakan sudah lupa tentang teori system reproduksi terutama pada teori
yang berhubungan dengan dismenore.
Derajat nyeri dismenore dalam penelitian ini terbagi dalam 4 bagian yaitu tidak
ada nyeri, nyeri ringan, nyeri sedang dan nyeri berat. Responden yang mengalami nyeri
ringan sebanyak 5 responden, yang mengalami derajat nyeri sedang sebanyak 17
responden dan 4 responden mengalami derajat nyeri berat, sedangkan pada penelitian
ini tidak terdapat responden yang tidak mengalami nyeri dismenore. Hasil ini bisa saja
dipengaruhi intensitas nyeri setiap individu berbeda dipengaruhi oleh deskripsi individu
tentang nyeri, persepsi dan pengalaman tentang nyeri. Nyeri dismenore terjadi karena
ada peningkatan produksi prostaglandin, peningkatan ini akan menyebabkan kontraksi
uterus dan vasokontriksi pembuluh darah maka aliran darah yang menuju ke uterus
menurun sehingga uterus tidak mendapat suplai oksigen yang adekuat sehingga
menyebabkan nyeri.
Pada penelitian ini terdapat sebagian kecil responden yang mengalami nyeri
dismenore dengan skala berat. Dismenore berat terjadi karena adanya peningkatan
prostaglandin berlebih sehingga menyebabkan sangat nyeri dan kemungkinan dapat
terjadi karena adanya kelainan pada organ genitalia dalam rongga pelvis sehingga
seseorang yang mengalami nyeri dismenore dengan skala berat sebaiknya melakukan
pemeriksaan pada tenaga kesehatan agar diketahui penyebab dari terjadinya dismenore
berat. Sedangkan berdasarkan hasil Crostabulation responden dengan skala nyeri
ringan terdapat 4 responden dan mengatasi nyerinya dengan kompres air hangat,
minum obat, mengoleskan minyak kayu putih, sedangkan responden dengan skala nyeri
sedang sebagian besar minum obat, mengoleskan minyak kayu putih, dan melakukan
kompres air hangat, sedangkan responden dengan skala nyeri berat sebagian besar
dengan minum obat dan mengoleskan perut dengan minyak kayu putih.
Cara menurunkan skala nyeri yang dilakukan oleh responden sebagian besar
dengan mengoleskan minyak kayu putih yaitu 9 responden, dimana menurut pernyataan
responden jika merasakan nyeri dismenore mereka langsung berbaring atau mengatur
posisi semifowler, mereka mengoleskan minyak kayu putih pada perutnya hingga terasa
panas, hal ini dilakukan berulang-ulang hingga rasa nyeri tersebut berkurang, dan
menurut responden mengoleskan minyak kayu putih sangat membantu menurunkan
nyeri dismenore yang ringan sampai nyeri yang sedang.
Responden yang mengatasi nyeri dismenore dengan minum obat 10 responden,
menurut beberapa responden mereka mengkonsumsi obat jika nyeri yang dirasakan
cukup berat dan mengganggu aktivitas seperti berjalan, obat yang diminum juga
bermacam-macam karena diantara responden ada yang meminum obat pereda nyeri
yaitu kiranti dan beberapa mengkomsumsi obat herbal seperti minum jamu dan ramuan
kunyit dengan cara kunyitnya dikupas hingga bersih lalu diparut atau di blender sampai
halus kemudian disaring dan diambil airnya, rebus air bersama kunyit dan tambahkan
asam, gula dan garam masak sampai mendidih lalu dinginkan dan ramuan kunyit siap
diminum, responden yang mengkonsumsi kiranti mengatakan mengkonsumsi kiranti jika
sudah merasakan tanda-tanda akan haid dan mengkonsumsinya setiap pagi selama
menstruasi, sedangkan responden yang meminum ramuan herbal dan rebusan kunyit
mengatakan mengkonsumsinya setiap pagi, siang dan malam selama menstruasi dan
mulai berhenti mengkonsumsinya jika nyeri mulai berkurang, hal tersebut dianggap
mampu mengurangi nyeri dismenore pada respoden.
Kompres air hangat dilakukan oleh 4 responden, dimana menurut pendapat
responden kompres air hangat yaitu dengan cara memasukkan air hangat kedalam botol
lalu diletakkan pada perut yang sakit, botol tersebut di guling-guling ke satu arah yaitu
arah kebawah, hal itu dilakukan berulang kali hingga nyeri berkurang, karena air hangat
dapat merilekskan otot-otot yang tegang sehingga mampu meminimalisir rasa nyeri. Dan
tindakan kompres air hangat di anggap mampu mengurangi rasa nyeri dismenore pada
responden
Dan yang tidak melakukan apapun dalam menurunkan skala nyeri yaitu 3
responden. Dari hasil wawancara ditemukan bahwa ketiga responden dengan derajat
nyeri ringan didapatkan hasil bahwa responden tidak melakukan tindakan apapun
karena nyeri dismenore yang dirasakan cukup ringan dan sama sekali tidak
mengganggu aktivitasnya seperti berjalan maupun bekerja seperti biasanya sehingga
nyeri dismenore dianggap sebagai nyeri yang masih bisa ditolerir dengan melakukan
istirahat sebentar jika mengalami nyeri tanpa harus mengkonsumsi obat herbal maupun
obat farmakologi.
C. Keterbatasan Penelitian
Peneliti menyadari adanya keterbatasan dalam penelitian ini yaitu pengumpulan
data menggunakan kuesioner sehingga kebenaran data tergantung kepada kejujuran
dan kemampuan responden pada saat memberikan jawaban, dalam kuesioner belum
ada instrument pengumpulan data yang baku, sehingga instrument dalam penelitian ini
dibuat sendiri oleh peneliti berdasarkan literature yang didapatkan mengenai upaya
penanganan dismenore. Kuesione rini juga masih kurang membahas lebih data
demografi responden, derajat nyeri, dan upaya penanganan nyeri dismenore.
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan
1. Karakteristik umur dalam penelitian berusia 21 sampai 25 tahun
2. Berdasarkan data hasil penelitian yang telah dilakukan ditemukan responden yang
menjawab kuesioner tentang defenisi dan lama menstruasi ditemukan semua
responden menjawab dengan benar, sedangkan pada pertanyaan penyebab dari
dismenore 18 responden menjawab benar yaitu terjadi kontraksi yang kuat pada
dinding rahim, peningkatan hormon prostaglandin dan pelebaran leher rahim saat
mengeluarkan darah haid dan 8 responden menjawab salah, hal ini menandakan
bahwa walaupun responden adalah mahasiswi kesehatan akan tetapi ada
beberapa responden kurang mendalami ilmu yang telah diperoleh dibuktikan
dengan hasil bahwa masih ada 8 responden yang masih salah dalam menjawab
penyebab nyeri dismenore.
3. Derajat nyeri dismenore dalam penelitian ini terbagi dalam 4 bagian yaitu tidak ada
nyeri, nyeri ringan, nyeri sedang dan nyeri berat. Responden yang mengalami nyeri
ringan sebanyak 5 responden, yang mengalami derajat nyeri sedang sebanyak 17
responden dan 4 responden mengalami derajat nyeri berat, sedangkan pada
penelitian ini tidak terdapat responden yang tidak mengalami nyeri dismenore.
4. Cara menurunkan skala nyeri yang dilakukan oleh responden sebagian besar
dengan mengoleskan minyak kayu putih yaitu 9 responden, minum obat 10
responden, kompres air hangat dilakukan oleh 4 responden, dan yang tidak
melakukan apapun dalam menurunkan skala nyeri yaitu 3 responden.
B. Saran
Perlu dilakukan penelitian yang lebih lanjut tentang gambaran pengetahuan
mahasiswi terhadap penurunan nyeri dismenore
1. Untuk Institusi
Memberikan informasi ilmiah/sumbangan ilmu dibidang kesehatan terutama
pada kesehatan reproduksi.
2. Perawat, Bidan dan tenaga kesehatan
Dengan adanya publikasi hasil penelitian ini, diharapkan para perawat, bidan
dan petugas kesehatan yang kompeten dapat memberikan edukasi dan konseling
mengenai proses mestruasi, terutama mengenai dismenore dan penanganan nyeri
dismenore.
3. Masyarakat
Diharapkan dengan adanya publikasi penelitian ini, akan meningkatkan
derajat kesehatan reproduksi pada remaja terutama Mahasiswa Institut Kesehatan
dan Bisnis St.Fatimah Mamuju.

Anda mungkin juga menyukai