Anda di halaman 1dari 12

PENGARUH PEMBERIAN TERAPI RELAKSASI NAFAS DALAM

TERHADAP SKALA NYERI DISMINORE PRIMER

PROPOSAL SKRIPSI

OLEH:

AMANDA PUTRI ZULIANTY

NIM: 20101033

PROGRAM STUDI KEBIDANAN PROGRAM SARJANA

DAN PROGRAM STUDI PENDIDIKAN PROFESI BIDAN

PROGRAM PROFESI FAKULTAS KESEHATAN

UNIVERSITAS HANG TUAH PEKANBARU

2023/2024
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Dismenore atau nyeri saat haid merupakan sensasi tidak nyaman pada
perut bagian bawah yang terjadi sebelum dan selama haid, dan biasanya
disertai rasa mual. Remaja yang menderita dismenore biasanya disebabkan
oleh beberapa faktor seperti gaya hidup dan pola makan, serta cenderung
memiliki aktivitas fisik yang rendah, tingkat stres yang tinggi, dan kebiasaan
mengonsumsi makanan cepat saji (Safriana & Sitaresmi, 2022).
Dismenore pada dasarnya bersifat subyektif dan tingkat keparahannya
sulit dinilai. Dismenore relatif umum terjadi dan telah diketahui sejak lama,
namun etiologinya masih belum diketahui. Istilah dismenore hanya digunakan
bila seorang wanita mengalami nyeri yang sangat hebat pada saat menstruasi
sehingga terpaksa istirahat beberapa saat dan meninggalkan aktivitas sehari-
hari (Handayani et al, 2022).
Prevalensi dismenorea di Indonesia menurut (Maghfiroh, 2022) sebesar
107.673 jiwa (64,25%), yang terdiri dari 59.671 jiwa (54,89%) mengalami
dismenorea primer sebesar 9.496 jiwa (9,36%) mengalami dismenorea
sekunder. Angka kejadian dismenorea pada kalangan wanita usia produktif
berkisar 45% - 95%. Dismenorea primer dialami oleh 60% - 75% remaja.
Dilaporkan 30% - 60% remaja wanita yang mengalami dismenorea
didapatkan 7 % - 15% tidak pergi ke sekolah. Jika tidak segera ditangani,
dismenore dapat menimbulkan kesakitan, meningkatkan angka kematian,
menurunkan kesuburan, kurang semangat belajar di sekolah, insomnia, cacat,
dan stress. Dismenore dapat menyebabkan kecemasan, ketidaknyamanan, dan
nyeri tekan pada wanita muda.
Dismenore dapat diobati dengan pengobatan obat dan non-obat. Terapi
obat dapat dibagi menjadi tiga kategori, Pertama, diberikan obat pereda nyeri
seperti ibuprofen, asam mefenamat, dan aspirin. Yang kedua adalah obat
antiinflamasi nonsteroid (NSAID), Yang ketiga adalah terapi hormone.
Teknik non farmakologi meliputi teknik relaksasi nafas dalam, kompres
hangat, terapi musik, aromaterapi, distraksi, dan latihan fisik. Perawatan non-
obat lebih aman digunakan karena tidak menimbulkan efek samping seperti
perawatan obat (Lintang, 2022). Salah satu pengobatan non-obat untuk
meringankan dismenore adalah teknik relaksasi nafas dalam. Teknik relaksasi
nafas dalam digunakan selama kurang lebih 15 sampai 30 menit. Secara
fisiologis, dapat menjaga keseimbangan lingkungan internal yang dijamin
oleh sistem saraf otonom dan perifer, dan penggunaan berulang dapat
memberikan relaksasi dan kesejahteraan pada tubuh serta menghilangkan rasa
sakit.
Berdasarkan Penelitian yang dilakukan oleh Yuni, Herlidian, dan Yusy
(2022) menunjukkan bahwa teknik relaksasi nafas dalam berpengaruh
terhadap tingkat skala nyeri disminore primer.
Berdasarkan data dan penjelasan diatas,peneliti tertarik melakukan
penelitian terhadap “pengaruh pemberian terapi relaksasi nafas dalam
terhadap skala nyeri disminore pada remaja putri”.
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang diatas,maka peneliti merumuskan
permasalahan dalam penelitian ini adalah “ Bagaimana Pengaruh Pemberian
Terapi Relaksasi Nafas Dalam Terhadap Skala Nyeri Disminore pada Remaja
Putri?”.
1.3 Tujuan Penelitian
a. Tujuan Umum
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahuan pengaruh pemberian terapi
relaksasi nafas dalam terhadap skala nyeri disminore pada remaja
putri.
b. Tujuan Khusus
a. Untuk mengetahui pengetahuan remaja putri tentang terapi
relaksasi nafas dalam terhadap skala nyeri disminore.
b. Untuk mengetahui pengaruh terapi relakasi nafas dalam terhadap
skala nyeri disminore pada remaja putri.
1.4 Manfaat Penelitian
a. Bagi Remaja Putri
Memberikan informasi kepada remaja putri tentang disminore dan
terapi relaksasi nafas dalam terhadap skala nyeri disminore.
b. Bagi Universitas Hang Tuah Pekanbaru
Hasil penelitian ini diharapkan dapat menambah informasi dan
referensi bacaan bagi semua pihak yang membutuhkan bahan koreksi
bagi penelitian selanjutnya.
c. Bagi Peneliti
Penelitian ini berguna untuk menambah wawasan dan pengalaman
serta menjadi bahan untuk mengaplikasikan ilmu pengetahuan yang
telah didapat selama perkuliahan.
d. Bagi Responden
Menambah pengetahuan dan pemahaman remaja putri tentang
disminore dan cara teknik relaksasi terhadap skala nyeri disminore.
1.5 Ruang Lingkup
Penelitian ini ingin melihat pengetahuan dan pengaruh teknik relaksasi
nafas dalam terhadap skala nyeri disminore pada remaja putri. Desain
penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah deskriftif. Metode
pengumpulan data menggunakan metode kuesioner. Pengolahan dan analisis
data menggunakan metode komputerisasi.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
b.1 Disminore
b.1.1 Pengertian Disminore
Menstruasi biasanya dimulai pada usia 12 hingga 15 tahun. Remaja putri
sering kali mengalami keluhan pada saat menstruasi seperti kurang
konsentrasi, sakit kepala kadang disertai pusing, perasaan cemas, dan
gelisah. keluhan yang sering dialami sebagian besar remaja putri saat
menstruasi adalah sakit perut (kram), yang biasa dikenal dengan dismenore
(Safriana & Sitaresmi, 2022).
Dismenore atau nyeri haid adalah perasaan tidak enak pada perut bagian
bawah yang terjadi sebelum dan selama menstruasi dan dapat disertai rasa
mual (Prawirohardjo, 2020). Dismenore dapat terjadi pada wanita dengan
tekanan rahim lebih tinggi dan kadar prostaglandin dua kali lebih tinggi
dibandingkan pada wanita tanpa dismenore (Rejeki et al.,2019). Siklus
menstruasi meliputi 4 fase, yaitu:
1. Fase menstruasi
Terjadi ketika sel telur tidak dibuahi, sehingga tubuh terlambat
atau berhenti memproduksi hormon estrogen dan progesterone.
Penurunan kadar estrogen dan progesteron menyebabkan keluarnya
sel telur dari endometrium disertai robek dan lepasnya
endometrium sehingga menimbulkan perdarahan. Terjadinya
pendarahan ini disebut dengan Fase menstruasi,biasanya
berlangsung kurang dari 5 hari. Darah yang dikeluarkan selama
menstruasi berkisar antara 50 hingga 150 ml.
2. Fase praovulasi atau proliferasi
Hormon pelepas gonadotropin yang disekresi oleh hipotalamus
merangsang hipofise untuk mensekresi Follicle Stimulating
Hormone (FSH). FSH merangsang pematangan folikel ovarium
dan merangsang folikel untuk mengeluarkan hormon estrogen.
Adanya esterogen menyebabkan regenerasi (proliferasi) dinding
rahim yang mengeluarkan lender basa. Lendir ini berfungsi
menetralkan asam di vagina sehingga meningkatkan kelangsungan
hidup sperma
3. Fase Ovulasi
Jika siklus menstruasi seorang wanita berlangsung selama 28
hari, maka akan terjadi ovulasi pada hari ke 14. Peningkatan kadar
estrogen akan menghambat sekresi Follicle Stimulation Hormone
(FSH), kemudian hipofise mengeluarkan Luteinizing Hormone
(LH). Peningkatan kadar hormon luteinizing (LH) merangsang
pelepasan oosit sekunder dan folikel, peristiwa ini yang dikenal
sebagai ovulasi.
4. Fase pasca ovulasi atau fase ekskresi
Berlangsung 14 hari sebelum menstruasi berikutnya. Sekalipun
lamanya siklus haid berubah, masa pasca ovulasi ini selalu sama,
yaitu 14 hari sebelum masa haid berikutnya. Folikel Graf (folikel
matang yang telah melepaskan oosit sekunder akan berkerut).
Progesteron mendukung kerja estrogen untuk menebalkan dan
memperlebar pembuluh darah.
Nyeri haid merupakan gejala umum dan alasan yang sering digunakan
wanita untuk mencari nasihat dan pengobatan dari dokter. Dismenore
bersifat subyektif, sehingga intensitasnya sulit dinilai. Frekuensi terjadinya
dismenore cukup tinggi dan telah diketahui sejak lama, namun hingga saat
ini patogenesisnya masih belum diketahui.
Istilah dismenore hanya digunakan ketika wanita mengalami nyeri yang
sangat hebat pada saat menstruasi sehingga memaksanya untuk beristirahat
dan meninggalkan aktivitas sehari-hari dalam jangka waktu tertentu
(Hadayani et al.,2022). Dismenore jika tidak segera ditangani dapat
menyebabkan kondisi patologis, meningkatkan angka kematian,
mempengaruhi kesuburan, kurangnya minat belajar di sekolah, insomnia,
gangguan aktivitas dan stress. Kram menstruasi dapat menyebabkan
kecemasan, ketidaknyamanan, dan perasaan sensitif pada remaja putri.
b.1.2 Klasifikasi Disminore
a. Dismenore primer
Dismenore primer adalah dismenore yang terjadi sejak menarche
dan tidak terjadi kelainan pada bagian rahim. Dismenore primer terjadi
pada 90% wanita dan biasanya dirasakan setelah menstruasi pertama
atau menarche dan berlanjut hingga berusia pertengahan 20-an atau
hingga memiliki anak. Penyebab adalah adanya prostaglandin F2α
carboprost yang berlebihan dalam darah menstruasi, sehingga
merangsang rahim menjadi lebih aktif.
b. Dismenore sekunder
Dismenore sekunder adalah kram menstruasi yang disebabkan oleh
kelainan ginekologi atau obstetric. Biasanya terjadi pada wanita berusia
25 tahun yang berkembang dari dismenore primer, terjadi setelah usia 25
tahun dan disebabkan oleh kelainan pada daerah panggul atau pelvis.
b.1.3 Gejala Disminore Primer
Gejala dismenore tergantung jenis dismenore adalah:
a. Dismenore primer Gejala umum seperti malaise, kelelahan,
mual, muntah, diare, nyeri punggung bawah, sakit kepala,
kadang disertai pusing atau perasaan terjatuh, perasaan cemas
tenang dan gelisah, bahkan kadang sampai pingsan (Anurogo,
2011).
Rasa sakit dimulai beberapa jam sebelum atau jam saat Anda
mulai menstruasi dan berlangsung dari hingga 72 jam. Nyeri di
daerah suprapubik bisa terasa tajam, dalam, kram, tumpul, dan
nyeri Seringkali timbul rasa penuh di daerah panggul atau rasa
mulas yang menjalar ke paha bagian dalam dan daerah
lumbosacral.
Beberapa wanita mengalami mual dan muntah, sakit kepala,
kelelahan, pusing, pingsan, dan diare, serta ketidakstabilan emosi
saat menstruasi (Reeder, 2013). Sedangkan menurut Sari (2012),
ciri-ciri atau gejala dismenore primer adalah:
1) kram dan sesak pada perut bagian bawah
2) Nyeri saat membuka vagina
3) Sakit punggung
4) Nyeri paha
5) Pada beberapa orang mungkin mengalami mual, muntah, sakit
kepala dan diare
b. Dismenore sekunder
Manifestasi nyeri lainnya terdapat pada dismenore sekunder
yang terbatas pada permulaan menstruasi. Dismenore terjadi
pada siklus pertama atau siklus kedua setelah menstruasi
pertama, dismenore dimulai setelah usia 25 tahun.
Selanjutnya menurut Sari (2012), ciri-ciri atau gejala dismenore
sekunder, adalah:
1) perdarahan dalam jumlah banyak dan kadang tidak teratur
2) Nyeri saat berhubungan intim
3) Nyeri perut bagian bawah terjadi di luar menstruasi
4) Nyeri panggul
5) ditemukan adanya cairan keluar dari vagina
6) Tumor bisa teraba di rongga rahim atau panggul
b.1.4 Faktor-faktor yang Mempengaharui Disminore
Penyebab terjadinya dismenore yaitu keadaan psikis dan fisik seperti stres,
shock, penyempitan pembuluh darah, penyakit menahun, kurang darah, dan
kondisi tubuh yang menurun (Diyan, 2013).
Faktor-faktor yang dapat mempengaruhi dismenore menurut Arulkumaran
(2011) antara lain:
1. Faktor menstruasi
a. Menarche dini, gadis remaja dengan usia menarche dini insiden
dismenorenya lebih tinggi.
b. Masa menstruasi yang panjang, terlihat bahwa perempuan dengan
siklus yang panjang mengalami dismenore yang lebih parah.
c. Paritas, insiden dismenore lebih rendah pada wanita multiparitas.
Hal ini menunjukkan bahwa insiden dismenore primer menurun
setelah pertama kali melahirkan juga akan menurun dalam hal
tingkat keparahan.
d. Olahraga, berbagai jenis olahraga dapat mengurangi dismenore.
Hal itu juga terlihat bahwa kejadian dismenore pada atlet lebih
rendah, kemungkinan karena siklus yang anovulasi. Akan tetapi,
bukti untuk penjelasan itu masih kurang.
e. Pemilihan metode kontrasepsi, jika menggunakan kontrasepsi oral
sebaiknya dapat menentukan efeknya untuk menghilangkan atau
memperburuk kondisi. Selain itu, penggunaan jenis kontrasepsi
lainnya dapat mempengaruhi nyeri dismenore.
f. Riwayat keluarga, mungkin dapat membantu untuk membedakan
endometriosis dengan dismenore primer.
2. Faktor psikologis (stres)
Pada gadis-gadis yang secara emosional tidak stabil, apalagi jika
mereka tidak mendapat penjelasan yang baik tentang proses haid, mudah
timbul dismenore. Selain itu, stres emosional dan ketegangan yang
dihubungkan dengan sekolah atau pekerjaan memperjelas beratnya nyeri.
Menurut Dianika (2011) faktor penyebab dismenore, yaitu:
a. Faktor Psikis
Pada gadis-gadis yang emosional, apabila tidak
mendapatkan pengetahuan yang jelas maka mudah terjadi
dismenore.
b. Faktor konstitusional
Faktor ini erat hubungannya dengan faktor psikis. Faktor-
faktor seperti anemia, penyakit menahun dan sebagainya
mempengaruhi timbulnya dismenore.
c. Faktor obstruksi kanalis servikalis
Salah satu faktor yang paling tua untuk menerangkan
terjadinya dismenore adalah stenosus kanalis servikalis. Pada
wanita uterus hiperantefleksi mungkin dapat terjadi stenosus
kanalis servikalis, akan tetapi hal tersebut tidak anggap sebagai
faktor yang penting sebagai penyebab terjadinya dismenore.
d. Faktor endokrin
Pada umumnya ada anggapan bahwa kejang yang terjadi
pada dismenore primer disebabkan oleh kontraksi uterus yang
berlebihan. Faktor ini mempunyai hubungan dengan tonus dan
kontraktilitas otot uterus.
b.1.5 Patofisiologi
Peningkatan produksi prostaglandin dan pelepasannya (terutama PGF2α)
dari endometrium saat menstruasi menyebabkan kontraksi rahim yang tidak
terkoordinasi dan tidak teratur sehingga menimbulkan nyeri. Selama
menstruasi, wanita dengan riwayat dismenore memiliki tekanan intrauterine
lebih tinggi dan prostaglandin dua kali lebih banyak dalam darah
(menstruasi) dibandingkan wanita tanpa nyeri. Kontraksi rahim lebih sering
dan tidak terkoordinasi atau tidak teratur. Akibat peningkatan aktivitas
uterus yang tidak normal, aliran darah menurun sehingga menyebabkan
iskemia uterus atau hipoksia sehingga menimbulkan nyeri. Mekanisme nyeri
lainnya disebabkan oleh protaglandin (PGE2) dan hormon lain yang
menyebabkan saraf sensorik nyeri di uterus menjadi hipersensitif terhadap
kerja bradikinin serta rangsangan lainnya, sehingga mempengaruhi fisika
dan kimia nyeri (Reeder, 2013).
Kadar vasopresin meningkat selama menstruasi wanita dengan dismenore
primer. Bila disertai dengan peningkatan kadar oksitosin, kadar vasopresin
yang lebih tinggi menyebabkan kontraksi uterus yang tidak teratur,
menyebabkan hipoksia dan iskemia uterus. Pada wanita dengan dismenore
primer tanpa peningkatan prostaglandin, terjadi peningkatan aktivitas alur 5-
lipoksigenase. Hal seperti ini meningkatkan sintesis
leukotriene,vasokonstriktor yang sangat kuat yang menyebabkan kontraksi
otot uterus (Reeder, 2013).
b.2 Nyeri
b.2.1 Pengertian
Nyeri adalah pengalaman sensorik dan emosional yang tidak
menyenangkan yang didapat terkait dengan kerusakan jaringan aktual atau
potensial, atau menggambarkan kondisi terjadinya kerusakan (Lewis, et
al., 2011).
b.2.2 Tipe Nyeri
Menurut Kozier et al (2010) tipe nyeri dapat dikelompokkan
berdasarkan waktu,tempat dan penyebabnya.
1) Menurut waktu
Nyeri yang dimaksud menurut waktu disini yaitu lamanya nyeri
yang dialami seseorang.
a) Nyeri akut
Nyeri akut adalah nyeri yang berlangsung dalam waktu
singkat atau kurang dari eam bulan lamanya (Black &
Hawk,2009). Sedangkan menurut Ignatavicius dan
Workman (2010) nyeri akut adalah nyeri yang biasanya
berlangsung singkat,terjadi secara tiba-tiba dan terlokalisasi
dimana pasien dapa menjelaskan tentang nyeri yang di
rasakan. Nyeri akut umumnya dapat berasal dari karena
adanya trauma seperti luka bakar atau laserasi,iskemia atau
inflamasi akut.
b) Nyeri kronik
Nyeri yang berlangsung lama dan bersifat kambuhan atau
menetap selama enam bulan atau lebih dan mengganggu
fungsi tubuh (Kozier,et al,2010). Sedangkan menurut
Ignatavicius dan Workman (2010) nyeri kronik adalah nyeri
yang menetap atau nyeri yang berulang-lang untuk priode
yang tidak tertentu,biasanya nyeri berlangsung lebih dari tiga
tahun.
2) Menurut lokasi nyeri
a) Nyeri kutaneus
b) Nyeri somatic profunda
c) Nyeri visceral
3) Menurut tempat nyeri yang di rasakan
a) Nyeri menjalar
b) Nyeri alih
c) Nyeri tak tertahankan
d) Nyeri neuropatik
e) Nyeri bayangan
b.2.3 Manajemen Nyeri
1) Farmakologi
Pemberian analgetik atau obat penghilang rasa sakit (Black &
Hawks, 2009). Penatalaksanaan farmakologi adalah pemberian obat-
obatan untuk mengurangi nyeri.
2) Non Farmakologi
Penatalaksanaan non farmakologi dapat dilakukan dengan pemberian
terapi fisik (meliputi stimulasi kulit,pijatan,komper hangan dan
dingin,akupuntur dan akupresure) serta kognitif dan biobehavioral
terapi (meliputi latihan nafas dalam,relaksasi progresif,terapi
music,bimbingan imajinasi,hipnotis,dan humor) (Black &
Hawks ,2009).

2.3. Teknis Relaksasi Nafas Dalam


2.3.1 Definisi Teknik Nafas Dalam
Teknik pernapasan dalam adalah bentuk kebidanan. Bidan
mengajarkan bagaimana menggunakan teknik relaksasi pernapasan dalam,
pernapasan lambat (retensi napas maksimum) dan pernafasan lambat.
Selain mengurangi intensitas nyeri, teknik relaksasi nafas dalam juga dapat
meningkatkan ventilasi paru dan meningkatkan oksigenasi darah (Lita,
2018).
Teknik relaksasi pernapasan dalam dapat mengurangi intensitas
nyeri dengan mengendurkan otot rangka dan merasakan kejang yang
disebabkan oleh peningkatan prostaglandin, menyebabkan vasodilatasi dan
peningkatan aliran darah ke area kejang dan iskemik.
2.3.2 Tujuan Terapi Nafas Dalam

Relaksasi bertujuan untuk mengatasi atau mengurangi kecemasan,


mengurangi ketegangan otot dan tulang, menghilangkan nyeri dan
mengurangi ketegangan otot yang berkaitan dengan fisiologi tubuh
(Kozier, 2015).
Mekanisme relaksasi adalah seseorang melakukan latihan
pernapasan dalam untuk mengendalikan rasa sakit yang mereka rasakan.
Tubuh meningkatkan komponen saraf parasimpatis dengan cara
merangsang, menghasilkan kadar hormon kortisol dan adrenalin dalam
tubuh, yang memengaruhi tingkat stres seseorang. Hal ini dapat
meningkatkan konsentrasi dan menenangkan pasien dengan mengatur
ritme pernapasan secara teratur (Aslidar, 2016).
2.3.3 Jenis Terapi Nafas Dalam
1) Autogenic relaxation.
Ini adalah jenis relaksasi yang ditimbulkan oleh orang tersebut.
Kebiasaan ini dicapai dengan menggunakan imajinasi visual dan
perhatian tubuh untuk mengelola stres.
2) Muscle relaxation
Tujuan dari teknik ini adalah untuk mengendurkan otot-otot tubuh.
Saat stres, otot menegang di banyak bagian tubuh, seperti leher,
lengan, dan punggung. Teknik ini melibatkan merasakan
perubahan dan sensasi pada otot bagian tubuh tersebut. Untuk
menggunakan teknik ini, letakkan kepala Anda di antara kedua
lutut (sekitar 5 detik) dan berbaring perlahan selama 30 detik.
3) Visualisasi.
Bentuk mental imagery seperti perjalanan menuju tempat yang
nyaman atau damai dalam situasi yang damai. Teknik ini
sepertinya melibatkan beberapa indra sekaligus.
2.3.4 Prosedur Terapi Nafas Dalam
Langkah-langkah teknik relaksasi nafas dalam menurut Mellinda
dkk, 2021 adalah sebagai berikut:
1) Ciptakan lingkungan yang tenang.
2) Cobalah untuk tetap santai dan tenang.
3) Menarik napas dalam-dalam melalui hidung dan isi paru-paru dengan
udara melalui tangan.
4) Buang napas perlahan melalui mulut, rasakan tungkai atas dan bawah
rileks.
5) Sarankan bernapas tiga kali dalam ritme normal 3 kali.
6) arik napas melalui hidung lagi dan embuskan perlahan melalui mulut.
7) Biarkan tangan dan kaki rileks.
8) Sarankan untuk mengulangi proses tersebut sampai benar-benar
9) Ulangi semua 5 napas selama 15 menit, dengan jeda singkat di
antaranya.
2.4 Kerangka Konsep
Kerangka konsep adalah suatu hubungan atau kaitan antar

Nyeri disminore Nyeri disminore


Sebelum intervensi sesudah
konsep satu terhadap konsep yang lainnya dari masalah yang ingin
diteliti (Notoatmodjo, 2012).
Terapi relaksasi nafas
dalam

Anda mungkin juga menyukai