Anda di halaman 1dari 16

Mata Kuliah : Farmakologi

Dosen : Sunandar Ihsan, S.Farm, M.Sc, Apt

GANGGUAN MENSTRUASI

OLEH :
FADILLAH
P00324022142

PROGRAM STUDI DIII KEBIDANAN


POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES
KENDARI
2022
KATA PENGANTAR

Puji syukur kita panjatkan kehadirat Allah SWT karena berkat rahmat dan
karunia-Nya sehingga Saya bisa menyelesaikan makalah dengan judul “Gangguan
Menstruasi” tepat pada waktunya. Makalah ini disusun dalam rangka untuk
memenuhi salah satu tugas mata kuliah Farmakologi
Saya berterima kasih kepada dosen pembimbing mata kuliah ini yang senantiasa
telah membimbing dan mengarahkan dalam proses pembuatan tugas serta
teman-teman yang selalu memberi dukungan dalam proses penyelesainya tugas ini.
Saya menyadari bahwa masih terdapat banyak kekurangan dalam penyusunan
makalah ini sehingga mengharapkan kritik dan saran yang membangun dari para
pembaca agar dapat membantu kami membuat tugas makalah yang baik dikemudian
hari.
Demikian tugas makalah ini saya buat, semoga apa yang tertuang dalam makalah
ini dapat memberikan informasi yang bermanfaat terutama bagi para pembaca. Untuk
itu saya mengucapkan banyak terima kasih.

Kendari, 6 Oktober 2022

Penulis
PEMBAHASAN

A. Definisi Gangguan Menstruasi


Gangguan menstruasi adalah kondisi ketika siklus menstruasi mengalami
anomali atau kelainan. Hal ini bisa berupa perdarahan menstruasi yang terlalu
banyak atau terlalu sedikit, siklus menstruasi yang tidak beraturan, dan bahkan
tidak haid sama sekali.
Gangguan menstruasi merupakan keluhan yang sering menyebabkan seorang
wanita datang berobat ke dokter atau ke tempat pertolongan pertama. Keluhan
gangguan menstruasi bervariasi dari ringan sampai berat dan tidak jarang
menyebabkan rasa frustasi baik bagi penderita, keluarganya bahkan dokter yang
merawatnya. Selain menyebabkan gangguan kesehatan, gangguan menstruasi
ternyata berpengaruh pada aktivitas sehari-hari dan mengganggu emosional si
penderita. (Sarwono, 2011)
Gangguan haid adalah perdarahan haid yang tidak normal dalam hal : panjang
siklus haid, lama haid, dan jumlah darah haid. Melibatkan hipotalamus, hipofisis,
ovarium dan endometrium.
Haid dikatakan normal apabila:
1. Berlangsung antara 25-35 hari atau 21-31 hari
2. Estrogen dihasilkan oleh follikel & korpus luteum
3. Peningkatan Estrogen pada midsiklus → lonjakan LH → ovulasi
4. P dihasilkan hanya oleh korpus luteum
5. Korpus luteum ada hanya jika terjadi ovulasi
6. Umur korpus luteum ±10-14 hari
7. Fase luteal/F.sekresi ±14 hari (hampir selalu tetap)
8. Fase folikulogenesis/F.proliferasi variasi antara 7-21 hari
B. Epidemiologi Gangguan Menstruasi

Tingginya pravelensi gangguan menstruasi disebabkan oleh banyak faktor


seperti stress, lifestyle, aktivitas fisik, kondisi medis, kelainan hormonal dan status
gizi.
Gangguan menstruasi merupakan masalah yang sering di alami oleh remaja.
Menurut WHO (2010)terdapat 75% remaja yang mengalami gangguan haid dan ini
merupakan alasan terbanyak seorang remaja putri mengunjungi dokter spesialis
kandungan. Siklus haid pada remaja sering tidak teratur, terutama pada tahun
pertama setelah menarche sekitar 80% remaja putri mengalami terlambat haid 1
sampai 2 minggu dan sekitar 7% remaja putri yang haidnya datang lebih cepat,
disebabkan oleh ovulasi yang belum terjadi (Anovulatory cycles).
Kejadian gangguan siklus mentruasi pada wanita yang mengalami obesitas
1,89 kali lebih besar dibandingkan dengan wanita dengan status gizi normal
sedangkan subjek yang mengalami stress 2 kali lebih besar dibandingkan dengan
subjek yang tidak mengalami stress. Oligomenore merupakan jenis
gangguan siklus menstruasi yang paling tinggi terjadi pada kelompok subjek yang
mengalami obesitas (30,8%) dan pada subjek yang mengalami stress adalah
polimenore (23,1%). Obesitas dan stress merupakan faktor yang dapat
menyebabkan terjadinya gangguan siklus menstruasi. Setelah dikontrol dengan
stress, pengaruh obesitas dalam menyebabkan gangguan siklus menstruasi menjadi
lebih kecil (OR=1; OR=2,8) (Rakhmawati, 2013).
Dismenorea adalah gangguan menstruasi
terbanyak (80,0%) yang dialami oleh pelajar perempuan maupun wanita
dewasa. Pada peneitian ini. Beberapa penelitian lain melaporkan
prevalensi dismenorea sebesar 73,83%2,63,1%.
Sebesar 15,8%-89,5% perempuan dilaporkan mengalami dismenora pada
berbagai studi di dunia, dimana perempuan usia remaja memiliki angka yang lebih
tinggi.6Menurut studi yang dilakukan Zhou di sebuah universitas di China
menyebutkan bahwa 56,4% mahasiswi di universitas tersebut mengalami
dismenorea.7 Di Indonesia sendiri diperkirakan 60%– 70% perempuan mengalami
dismenorea. 8 Sebuah survey di Canada yang diikuti oleh lebih dari 1.500
perempuan menstruasi yang dipilih acak menyebutkan bahwa angka kejadian
dismenorea sedang hingga berat terjadi pada 60% responden, yang menyebabkan
penurunan aktivitas pada 50% responden serta absen pada sekolah atau pekerjaan
pada 17% responden.19 Studi lain pada populasi remaja perempuan di Tbilisi, 13
Georgia menyebutkan bahwa 52,07% responden mengalami dismenorea.20 Studi
dismenorea lainnya yang dilakukan pada remaja perempuan di Kelantan, Malaysia
melaporkan bahwa dismenorea mempengaruhi konsentrasi di sekolah dan
partisipasi sosial, meskipun demikian hanya sebagian kecil remaja perempuan
yang mengalami dismenorea yang mencari pengobatan medis.5 Beberapa studi
melaporkan bahwa angka kejadian dismenorea meningkat pada perempuan dengan
riwayat keluarga yang mengalami dismenorea, merokok, indeks massa tubuh
kurang dari 20, menarche dini(sebelum usia 12 tahun), serta jarak antar menstruasi
C. Jenis - jenis gangguan menstruasi

1. Dismenorea

a. Definisi
Dismenorea adalah gangguan ginekologik berupa nyeri saat menstruasi, yang
umumnya berupa kram dan terpusat di bagian perut bawah.Rasa kram ini
seringkali disertai dengan nyeri punggung bawah, mual muntah, sakit kepala
atau diare. Istilah dismenorea hanya dipakai jika nyeri terjadi demikian
hebatnya, oleh karena hampir semua wanita mengalami rasa tidak enak di
perut bagian bawah sebelum dan selama haid. Dikatatakan demikian apabila
nyeri yang terjadi ini memaksa penderita untuk beristirahat dan
meninggalkan aktivitasnya untuk beberapa jam atau hari.
b. Patofisiologi
Selama siklus menstruasi di temukan peningkatan dari kadar prostaglandin
terutama PGF2 dan PGE2. Pada fase proliferasi konsentrasi kedua
prostaglandin ini rendah, namun pada fase sekresi konsentrasi PGF2 lebih
tinggi dibandingkan dengan konsentrasi PGE2. Selama siklus menstruasi
konsentrasi PGF2 akan terus meningkat kemudian menurun pada masa
implantasi window. Pada beberapa kondisi patologis konsentrasi PGF2 dan
PGE2 pada remaja dengan keluhan menorrhagia secara signifikan leih tinggi
dibandingkan dengan kadar prostaglandin remaja tanpa adanya gangguan
haid. Oleh karena itu baik secara normal maupun pada kondisi patologis
prostaglandin mempunyai peranan selama siklus menstruasi (Reeder, 2013).
Di ketahui FP yaitu reseptor PGF2 banyak ditemukan di myometrium.
Dengan adanya PGF2 akan menimbulkan efek vasokontriksi dan
meningkatkan kontraktilitas otto uterus. Sehingga dengan semakin lamanya
kontraksi otot uterus ditembah adanya efek vasokontriksi akan menurunkan
aliran darah keotot uterus selanjutnya akan menyebabkan iskemik pada otot
uterus dan akhirnya menimbulkan rasa nyeri. Dibuktikan juga dengan
pemberian penghambat prostaglandin akan dapat mengurangi rasa nyeri pada
saat menstruasi rasa nyeri pada saat menstruasi. Begitu juga dengan PGF2
dimana dalam suatu penelitian disebutkan bahwa dengan penambahan PGF2
dan PGE2 akan meningkatkan derajat rasa nyeri saat menstruasi (Anurogo,
2011).

Penigkatan produksi prostaglandin dan pelepasannya (terutama PGF2a) dari


endometrium selama menstruasi menyebabkan kontraksi uterus yang tidak
terkoordinasi dan tidak teratur sehingga timbul nyeri. Selama periode
menstruasi, remaja yang mempunyai dismenorea mempunyai tekanan
intrauteri yang lebih tinggi dan memiliki kadar prostaglandin dua kali lebih
banyak dalam darah menstruasi di bandingkan remaja yang tidak mengalami
nyeri. Akibat peningnkatan aktivitas uterus yang abnormal ini, aliran darah
menjadi berkurang sehingga terjadi iskemia atau hipoksia uterus yang
menyebabkan nyeri. Mekanisme nyeri lainnya disebabkan oleh serat
prosteglandin (PGE2) dan hormon lainnya yang membuat serat saraf sensori
c . Gejala Dismenore

Sebenarnya gejala dismenore dapat bervariasi pada setiap wanita. Namun,


secara umum tanda dan gejala paling khas dari dismenore, yaitu:
 Kram atau nyeri di perut bagian bawah yang bisa menyebar sampai ke punggung
bawah dan paha bagian dalam.
 Nyeri haid muncul 1–2 hari sebelum menstruasi atau di awal-awal menstruasi.
 Rasa sakit terasa intens atau konstan.
Bagi beberapa wanita, mereka juga mengalami beberapa gejala lain yang
muncul bersamaan sebelum atau saat siklus menstruasi datang. Berikut gejala
penyerta lainnya yang sering dikeluhkan wanita ketika menstruasi:
 Perut kembung.
 Diare.
 Mual dan muntah.
 Sakit kepala.
 Pusing.
 Lemah, lesu, dan tidak bertenaga.

d. Tatalaksana Terapi Dismenore


a. Terapi Farmakologi
1) Obat analgesik
Analgetika atau obat penghilang nyeri adalah zat-zat yang mengurangi atau
menghalau rasa nyeri tanpa menghilangkan kesadaran (Tjay, 2008). Contoh obatnya:
a) Parasetamol, dosis untuk nyeri dan demam oral 2-3 kali
sehari 0,5-1 gram maksimal 4 gram sehari. Perhatian: dapat menimbulkan reaksi
hipersensitivitas dan kelainan darah. Sebaiknya hindari pada penderita gangguan hati.
b) Aspirin, mekanisme kerja aspirin adalah menghambat enzim siklooksigenase
(cyclooxygenase/COX), yang mengkatalisis perubahan asam arakidonat menjadi
prostaglandin H2, prostaglandin E2, dan tromboksan A2 (Roy, 2007). Efek samping
yang muncul biasanya ringan dan tidak sering, tetapi kejadiannya tinggi untuk
terjadinya iritasi saluran cerna dengan perdarahan ringan yang asimptomatis,
memanjangnya bleeding time, bronkospasme, dan reaksi kulit pada pasien
hipersensitif. Dosis aspirin yang dianjurkan 300-900 mg tiap 4-6 jam bila diperlukan,
maksimum 4 g per hari (PIONAS).
2) Obat anti inflamasi nonsteroid (NSAID)
a) Ibuprofen, mekanisme kerja ibuprofen melalui inhibisi sintesa
prostaglandin dan menghambat siklooksigenase-I (COX I) dan siklooksigenase-II
(COX II). Dosis ibuprofen yang dianjurkan 200-250 mg 3-4 kali sehari. Efek samping
yang sering muncul dari ibuprofen diantaranya adalah pusing, sakit kepala, dispepsia,
diare, mual, muntah, nyeri abdomen, konstipasi, hematemesis, melena, perdarahan
lambung, ruam (PIONAS).
b) Asam mefenamat, digunakan untuk meredakan nyeri dan rematik. Mekanisme
kerja asam mefenamat adalah dengan menghambat kerja enzim sikloogsigenase
(Goodman, 2007). Dosis Asam mefenamat yang dianjurkan adalah 500 mg 3 kali
sehari, sebaiknya dikonsumsi setelah makan. Efek samping dari asam mefenamat
terhadap saluran cerna yang sering timbul adalah diare, diare sampai berdarah dan
gejala iritasi terhadap mukosa lambung, selain itu dapat juga menyebabkan eritema
kulit, memperhebat gejala asma dan kemungkinan gangguan ginjal (Setiabudy, 2009).
c) Naproxen sodium, mekanisme kerja melalui inhibisi sintesa
prostaglandin. Dosis Naproxen Sodium yang dianjurkan pada penderita dismenorea
yaitu, 500 mg untuk dosis awal, kemudian 250 mg setiap 6-8 jam; dosis maksimum
setelah hari pertama 1,25 g sehari (PIONAS)
d) Natriun diklofenak, merupakan turunan asam fenilasetat sederhana yang
merupakan penghambat COX yang kuat dengan efek anti-inflamasi, analgesik dan
antipiretik (Neal, 2006). Dosis Natrium diklofenak yang dianjurkan 75-150 mg/hari
dalam 2-3 dosis, sebaiknya diminum setelah makan. Efek samping terjadi kira-kira
20% penderita dan meliputi distress saluran cerna, perdarahan saluran cerna dan tukak
lambung. Inhibisi sintesis prostaglandin dalam mukosa saluran cerna sering
menyebabkan kerusakan gastrointestinal (dyspepsia, mual, dan gastritis). Efek
samping yang paling utama adalah perdarahan gastrointestinal dan perforasi (Neal,
2006).
3) Terapi Hormonal
Dismenore dapat diterapi secara hormonal dengan pemberian
estrogen dan progesteron. Tujuan terapi ini meliputi meredakan gejala nyeri,
menurunkan atau menghambat pertumbuhan jaringan endometrium. Hormon estrogen
dan progesteron dapat mengurangi pembentukan prostaglandin. Kadar prostaglandin
yang rendah akan menurunkan kontraksi uterus, yang selanjutnya akan mengurangi
beratnya dismenore. Penelitian Rager et al tahun 2015. Membuktikan bahwa pil KB
kombinasi tersebut mengandung hormon estrogen dan progesteron untuk mencegah
ovulasi, dan kedua hormon tersebut dapat mengurangi aktivitas rahim dan
mengurangi kemampuan reaksi dari zat-zat yang memperkuat nyeri, seperti
prostaglandin. Efek samping yang mungkin ditimbulkan dari penggunaan obat ini
adalah retensi cairan, mual, nyeri payudara, dan perubahan suasana hati.
b. Terapi Non Farmakologi
Terapi non farmakologi adalah terapi yang menggunakan proses
fisiologis dari tubuh. Ada beberapa cara untuk meredakan dismenorea, yaitu dengan
menggunakan kompres air hangat, penjelasan dan nasihat, massase, distraksi, latihan
fisik atau exercise, tidur cukup. Modifikasi gaya hidup untuk mengatasi dismenorea
yaitu dengan diet rendah lemak, tidak merokok, pemberian suplemen, pengobatan
herbal, akupuntur, akupresure, dan terapi horizon (French, 2005).
2. Amenore
a. Definisi
Amenore adalah kondisi di mana seorang wanita tidak mengalami
menstruasi,meskipun berdasarkan periode mentruasi seharusnya wanita tersebut
mengalami menstruasi. Amenore dapat diklasifikasikan menjadi 2 yaitu :
1. Amenore primer : Ketika wanita 16 tahun dengan pertumbuhan seksual sekunder
normal atau 14 tahun tanpa adanya pertumbuhan seksual sekunder, tidak
mendapatkan menstruasi. Amenorea primer umumnya mempunyai sebab-sebab
yang lebih berat dan lebih sulit untuk diketahui, seperti kelainan-kelainan
kongenital dan kelainan-kelainan genetik.
2. Amenore sekunder : Ketika wanita yang pernah mendapatkan menstruasi, tetapi
kemudian berhenti setelah periode. Diagnosa yang terjadi pada amenore primer
termasuk diantaranya vaginal agenesis, sindroma insensitifitas androgen, sinroma
Turner. Diagnosa yang lain tergantung pada pemeriksaan yang lain.
b. Patofisiologi
Tidak adanya uterus, baik itu sebagai kelainan atau sebagai bagian dari sindrom
hemaprodit seperti testicular feminization, adalah penyebab utama dari amenore
primer. Testicular feminization disebabkan oleh kelainan genetik. Klien dengan
aminore primer yang diakibatkan oleh testicular feminization menganggap dan
menyampaikan dirinya sebagai wanita yang normal, memiliki tubuh feminin. Vagina
kadang – kadang tidak ada atau mengalami kecacatan, tapi biasanya terdapat vagina.
Vagina tersebut berakhir sebagai kantong kosong dan tidak terdapat uterus. Gonad,
yang secara morfologi adalah testis berada di kanal inguinalis. Keadaan seperti ini
menyebabkan klien mengalami amenore yang permanen.

Amenore primer juga dapat diakibatkan oleh kelainan pada aksis


hipotalamus-hipofisis-ovarium. Hypogonadotropic amenorrhoea menunjukkan
keadaan dimana terdapat sedikit sekali kadar FSH dan SH dalam serum. Akibatnya,
ketidakadekuatan hormon ini menyebabkan kegagalan stimulus terhadap ovarium
untuk melepaskan estrogen dan progesteron. Kegagalan pembentukan estrogen dan
progesteron akan menyebabkan tidak menebalnya endometrium karena tidak ada yang
merasang. Terjadilah amenore. Hal ini adalah tipe keterlambatan pubertas karena
disfungsi hipotalamus atau hipofosis anterior, seperti adenoma pitiutari.

Hypergonadotropic amenorrhoea merupakan salah satu penyebab amenore primer.


Hypergonadotropic amenorrhoea adalah kondisi dimnana terdapat kadar FSH dan LH
yang cukup untuk menstimulasi ovarium tetapi ovarium tidak mampu menghasilkan
estrogen dan progesteron. Hal ini menandakan bahwa ovarium atau gonad tidak
berespon terhadap rangsangan FSH dan LH dari hipofisis anterior. Disgenesis gonad
atau prematur menopause adalah penyebab yang mungkin. Pada tes kromosom
seorang individu yang masih muda dapat menunjukkan adanya hypergonadotropic
amenorrhoea. Disgenesis gonad menyebabkan seorang wanita tidak pernah
mengalami menstrausi dan tidak memiliki tanda seks sekunder. Hal ini dikarenakan
gonad ( oavarium ) tidak berkembang dan hanya berbentuk kumpulan jaringan
pengikat.

Amenore sekunder disebabkan oleh faktor lain di luar fungsi


hipotalamus-hipofosis-ovarium. Hal ini berarti bahwa aksis
hipotalamus-hipofosis-ovarium dapat bekerja secara fungsional. Amenore yang terjadi
mungkin saja disebabkan oleh adanya obstruksi terhadap aliran darah yang akan
keluar uterus, atau bisa juga karena adanya abnormalitas regulasi ovarium sperti
kelebihan androgen yang menyebabkan polycystic ovary syndrome.

c. gejala Amenorrhea

Menstruasi atau haid adalah proses peluruhan dinding rahim akibat tidak dibuahinya
sel telur. Kondisi yang umumnya terjadi setiap 21–35 hari sekali ini ditandai dengan
keluarnya darah dari vagina yang berlangsung selama 1–7 hari.

Normalnya, menstruasi mulai terjadi pada rentang usia 11–14 tahun dan berhenti saat
memasuki masa menopause. Akan tetapi, pada penderita amenorrhea, siklus
menstruasi tidak terjadi pada rentang waktu tersebut.

Amenorrhea bisa dibagi menjadi dua jenis, yaitu:

 Amenorrhea primer
Jenis ini terjadi pada wanita usia 15 tahun yang tidak kunjung mengalami
menstruasi walaupun sudah menunjukkan tanda-tanda pubertas.
 Amenorrhea sekunder
Jenis ini terjadi pada wanita usia subur yang sudah pernah haid sebelumnya
dan tidak sedang hamil, tetapi tidak mengalami menstruasi selama tiga siklus
berturut-turut atau lebi

Selain tidak mengalami haid, amenorrhea juga dapat disertai dengan beberapa gejala
lain, tergantung dari penyebab yang mendasarinya. Jika disebabkan oleh gangguan
hormonal, keluhan tambahan yang mungkin muncul adalah:

 Keluarnya ASI meski tidak sedang menyusui


 Perubahan suara menjadi lebih berat
 Tumbuhnya rambut yang berlebihan
 Timbulnya jerawat
 Rambut rontok
 Nyeri panggul
d. Terapi Amonore

1. Terapi Hormon

Salah satu penyebab amenorrhea adalah sindrom ovarium polikistik (PCOS). Jika ini
penyebabnya, gangguan haid biasanya akan dilakukan dengan penanganan yang
berfokus untuk mengurangi kadar hormon androgen dalam tubuh.

2. Terapi Sulih Hormon Estrogen

Metode ini dilakukan untuk menstabilkan hormon, sehingga memicu siklus haid dan
sering dilakukan pada kondisi insufisiensi ovarium primer. Penanganan amenorrhea
yang satu ini dilakukan dengan memberi “pengganti” hormon estrogen yang tidak
dihasilkan oleh ovarium. Padahal, hormon ini dibutuhkan untuk mengatur siklus
menstruasi secara normal.

3. Konsumsi Obat

Amenorrhea juga bisa ditangani dengan pemberian obat-obatan tertentu. Biasanya,


pengidap penyakit ini akan dianjurkan untuk mengonsumsi pil kontrasepsi atau
obat-obatan hormon yang memicu terjadinya siklus haid.

Contohnya :

 Pil KB monofasik, mengandung hormon estrogen dan progesteron dengan


kadar yang konstan atau sama pada setiap pil aktifnya.
 Pil KB bifasik, mengandung hormon estrogen dan hormon progesteron.
Estrogen pada setiap pil aktif dalam 1 siklus tetap konstan, sedangkan kadar
progesteron pada pil aktif akan meningkat setelah setengah siklus.
 Pil KB trifasik, mengandung hormon estrogen dan progesteron yang dosisnya
berubah sebanyak 3 kali dalam 1 siklus. Perubahan kadar hormon akan terjadi
setiap 7 hari.
 Pil KB tetrafasik, mengandung hormon estrogen dan progesteron yang
dosisnya berubah sebanyak 4 kali dalam 1 siklus

Efek Samping

Efek samping yang dapat terjadi akibat konsumsi pil KB antara lain:

 Mual
 Flek atau perdarahan vagina di luar siklus menstruasi
 Volume darah menstruasi lebih sedikit dari biasanya
 Penurunan gairah seksual (libido)
 Perubahan suasana hati
 Sakit kepala ringan
 Payudara bengkak atau sakit ketika disentuh
3. Menoragia

a. Defenisi Menoragia
merupakan perdarahan haid lebih banyak dari normal atau lebih lama dari normal
(lebih dari 8 hari), kadang disertai dengan bekuan darah sewaktu menstruasi.
Umumnya jumlah darah menstruasi yang normal adalah sekitar 30 cc per hari, dan
lama haid 4-6 hari. Jika darah menstruasi seseorang mencapai 80cc, itu sudah
abnormal. Dalam istilah kedokteran disebut hipermenorea (menoragia) atau
menstruasi berlebihan.

b. Patofisiologi

Pada siklus ovulasi normal, hipotalamus mensekresi Gonadotropin releasing hormon


(GnRH), yang menstimulasi pituitary agar melepaskan Folicle-stimulating hormone
(FSH). Hal ini pada gilirannya menyebabkan folikel di ovarium tumbuh dan matur
pada pertengahan siklus, pelepasan leteinzing hormon (LH) dan FSH menghasilkan
ovulasi. Perkembangan folikel menghasilkan esterogen yang berfungsi menstimulasi
endometrium agar berproliferasi. Setelah ovum dilepaskan kadar FSH dan LH rendah.
Folikel yang telah kehilangan ovum akan berkembang menjadi korpus luteum, dan
korpus luteum akan mensekresi progesteron. Progesteron menyebabkan poliferasi
endometrium untuk berdeferemnsiasi dan stabilisasi. 14 hari setelah ovulasi terjadilah
menstruasi. Menstruasi berasal dari dari peluruhan endometrium sebagai akibat dari
penurunan kadar esterogen dan progesteron akibat involusi korpus luteum. Pada
siklus anovulasi, perkembangan folikel terjadi dengan adanya stimulasi dari FSH,
tetapi dengan berkurangnya LH, maka ovulasi tidak terjadi. Akibatnya tidak ada
korpus luteum yang terbentuk dan tidak ada progesteron yang disekresi. Endometrium
berplroliferasi dengan cepat, ketika folikel tidak terbentuk produksi esterogen
menurun dan mengakibatkan perdarahan. Kebanyakan siklus anovulasi berlangsung
dengan pendarahan yang normal, namun ketidakstabilan poliferasi endometrium yang
berlangsung tidak mengakibatkan pendarahan hebat.

c. Gejala menoragia

Menstruasi merupakan proses peluruhan dinding rahim yang ditandai dengan


keluarnya darah dari vagina. Normalnya, siklus menstruasi terjadi setiap 21–35 hari,
terhitung dari hari menstruasi terakhir dan berlangsung selama 4–7 hari. Sedangkan
banyaknya darah yang keluar adalah 30–40 ml atau sekitar 6–8 sendok teh.

Pada penderita menorrhagia, mentruasi terjadi lebih dari 7 hari dan banyaknya darah
yang keluar melebihi jumlah normal.

Beberapa gejala menorrhagia yang umum terjadi adalah:

 Penggantian pembalut yang penuh darah dilakukan kurang dari 2 jam sekali
 Menstruasi berlangsung lebih dari 7 hari
 Bangun dari tidur di malam hari untuk mengganti pembalut
 Darah yang keluar disertai gumpalan-gumpalan darah berukuran sebesar koin
 Nyeri di perut bagian bawah
 Darah yang keluar terlalu banyak sehingga mengganggu aktivitas sehari-hari

d. Terapi

Terapi untuk menorrhagia, yaitu :


1. Suplemen zat besi (jika kondisi menorhagia disertai anemia, kelainan darah yang
disebabkan oleh defisiensi sel darah merah atau hemoglobin).
2. Prostaglandin inhibitor seperti medications (NSAID), seperti aspirin atau
ibuprofen.
3. Kontrasepsi oral (ovulation inhibitor) 4. Progesteron (terapi hormon) 5.
Hysteroctomy (operasi untuk menghilangkan uterus)

Terapi Inisial

Terapi inisial dilakukan untuk menangani kondisi perdarahan akut dengan volume
yang cukup banyak, misalnya apabila pasien jatuh dalam kondisi syok hipovolemik.
Lakukan resusitasi cairan sesuai protokol dan pertimbangkan
kebutuhan transfusi.[2,3]

Terapi Setelah Pasien Stabil

Apabila tindakan resusitasi sudah dilakukan, maka selanjutnya dapat diberikan


terapi conjugated equine estrogen melalui jalur intravena dan progestin oral.

Dosis dari conjugated equine estrogen per intravena yakni 25 mg diberikan setiap 4-6
jam selama 24 jam. Setelah 24 jam pertama, pemberian conjugated equine
estrogen dihentikan, dan pasien mulai dapat diberikan terapi transisi menjadi obat oral
progestin. Progestin yang digunakan mengandung medroksiprogesteron asetat 20 mg,
diberikan 3 kali sehari selama 7 hari.

Pemberian asam traneksamat dapat dipertimbangkan untuk membantu menghentikan


perdarahan. Dosis yang dianjurkan yakni 1-1,5 gram diberikan per oral setiap 8 jam
sekali, selama 5 hari; atau melalui jalur intravena dengan dosis 10 mg/kgBB
(maksimal 600 mg/hari) diberian setiap 8 jam sekali selama 5 hari.

Apabila pasien memiliki riwayat penyakit von Willebrand, maka


pemberian desmopressin intranasal, subkutan, atau intravena dapat dilakukan.
Selain pemberian obat, pemasangan tamponade pada uterus dengan Foley Bulb dapat
dilakukan untuk menghentikan perdarahan pada terapi inisial.

Contoh obat menoragia:

Asam Traksenamat

Efek Samping Asam Traneksamat

Sejumlah efek samping yang mungkin timbul dari penggunaan asam traneksamat
tablet atau kapsul adalah:

 Sakit kepala
 Nyeri otot atau nyeri sendi
 Hidung tersumbat
 Nyeri perut
 Nyeri punggung
 Mual dan muntah
 Diare
 Lemas
 Anemia
 Migrain
 Pusing
4. Monitoring

Menstruasi atau haid biasanya terjadi tiap bulan. Namun tidak semua wanita jeli
memperhatikan kondisi datang bulannya. Menstruasi perlu diperhatikan, hampir
seperti tanda vital. Gangguan menstruasi bisa terjadi dalam bentuk yang beragam,
bisa disebabkan siklus, kelainan pendarahan, dan lain sebagainya.

Memonitor siklus menstruasi memang kerap terlupakan, padahal aktivitas ini berperan
sangat penting dalam seluruh tahapan hidup perempuan sejak konsepsi sampai usia
lanjut, termasuk untuk perencanaan keluarga.

Untuk menghitung siklus menstruasi, tiap perempuan punya siklus yang umumnya
berjarak 21-35 hari sejak hari pertama menstruasi di bulan sebelumnya. Menurutnya,
hal yang harus diperhatikan adalah periode berlangsungnya menstruasi yang
umumnya berlangsung antara 3-7 hari.

Kita juga bisa memanfaatkan kemajuan teknologi seperti yang terdapat dalam fitur
terbaru Halodoc yaitu Kalender Menstruasi. Lewat fitur ini, pengguna bisa mencatat
periode menstruasi untuk mengetahui masa subur maupun mendeteksi perubahan
siklus menstruasi dan korelasinya dengan kelainan/ penyakit reproduksi tertentu sejak
dini.

Pemeriksaan ini meliputi peninjauan riwayat menstruasi, pemeriksaan fisik, serta tes
penunjang berupa tes darah, hingga USG, histerosalpingografi, dan MRI. Beberapa
pemeriksaan lain yang mungkin dilakukan untuk menemukan penyebab gangguan
menstruasi adalah pap smear, biopsi rahim, dan histeroskopi
PENUTUP
A. Kesimpulan
Gangguan menstruasi merupakan keluhan yang sering menyebabkan seorang
wanita datang berobat ke dokter atau ke tempat pertolongan pertama. Keluhan
gangguan menstruasi bervariasi dari ringan sampai berat dan tidak jarang
menyebabkan rasa frustasi baik bagi penderita, keluarganya bahkan dokter yang
merawatnya. Selain menyebabkan gangguan kesehatan, gangguan menstruasi
ternyata berpengaruh pada aktivitas sehari-hari dan mengganggu emosional si
penderita. (Sarwono, 2011)
Berbagai gejala gangguan menstruasi yang terlihat, antara lain:
• Perut melilit
• Nyeri punggung
• Payudara mengencang
• Sakit kepala
• Kemunculan jerawat berlebih
• Mudah lelah
• Mudah lapar
• Konstipasi
• Gelisah
• Kram perut
• Diare
• Absen Menstruasi
• Darah yang dikeluarkan berbau khas
B. Saran
Pada pembahasan ini tentang gangguan menstruasi, betapa pentingnya
benar-benar diperhatikan dan dapat bermanfaat bagi kita semua untuk
mengantisipasi dari pada bentuk gangguan menstruasi yang seringkali diremehkan
dan tidak diperhatikan.
DAFTAR PUSTAKA

Barsom SH., et. al. 2004. Association Between Psychological Stress And
Menstrual Cycle Characteristics In Perimenopausal Women. Women's Health
Issues, 2014. DOI: 10.1016/j.whi.2004.07.006
Benson, Ralp C & Martin L. Pernol. 2009. Buku Saku Obstetri & Ginekologi.
Edisi 9. Jakarta : EGC
Berek S.J “Novak’s Gynecology”, 13th Ed. Lippincott William & Wilkins ; 2002:518.
Bou-Rabee,N. M. Marsden,J. E. dan Romero,L. A. 2004.Tippe Top Inversion as
aDissipation-Induced Instability, SIAM J. Appl. Dyn. Syst. 3, 352–377.
Guyton AC, Hall JE. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Edisi 11. Penterjemah:
Irawati, Ramadani D, Indriyani F. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC, 2006
Harahap, 2001, dalam Kurniawati D. 2008.Pengaruh Dismenore Terhadap
Aktivitas Pada Siswi SMK Batik 1 Surakarta. Available
from: http://etd.eprints.ums.ac.id/2737/
Sarwono, 2011. Buku Acuan Nasional Pelayanan Kesehatan Maternal Dan
Neonatal, TBS-SP, Jakarta.
Johnson, S.R., 2004. Premenstrual Syndrome, Premenstrual Dysphoric Disorder,
and Beyond: A Clinical Primer For Practitioners. Obstet Gynecol. 104: 845-859.
Moller AR. Hearing: Anatomy, Physiology, and Disorders of the Auditory
System. Burlington: Elsevier Science, 2006.
Pinel, J. P. J. 2009. Biopsikologi.Ed. 7. Yogyakarta: Pustaka Belajar. Hal 557-565
Rakhmawati.2013. Hubungan Kejadian Obesitas dengan gangguan menstruasi.
Jurnal ilmiah kebidanan.
Sianipar, Olaf. 2009. Pravelensi Gangguan Menstruasi dan Faktor-faktor yang
Berhubungan pada Siswi SMU di Kecamatan Pulo Gadung Jaktim. Maj Kedokt
Indon. Vol 59 No7. Juli 2009. Hal 312
Singh et al, Indian J Physiol Pharmacol. 2008. 52(4): 389-397. Prevalence And
Severity of Dysmenorrhea: A Problem Related To Menstruation, Among First
And Second Year Female Medical Student. Available
from: http://www.ijpp.com/vol52_4/389- 397.pdf

Wiknjosastro, H. 2010. Ilmu Kandungan. Edisi 2. EGC : Jakarta


Yamamoto, K., Okazaki, A., Sakamoto, Y., and Funatso, M., 2009.The
Relationship between Premenstrual Symptoms, Menstrual Pain, Irregular
Menstrual Cycles, and Psychosocial Stress among Japanese College
Students.Journal of Physiological Anthropology. 28 (3): 129 – 136.

Anda mungkin juga menyukai