237
Factor penyebab gangguan menstruasi secara fisiologis adalah berkaitan
dengan umur yaitu terjadi sebelum pubertas atau dalam masa menopause,
dalam kehamilan, dalam masa laktasi maupun gangguan pada aksis
hipotalamus-hipofisis-ovarium, kelainan kongenital, gangguan system
hormonal, masalah kesuburan endometrium, penyakit-penyakit lain, terdapat
tumor di alat kelamin, terdapat penyakit menahun, ketidakstabilan emosi dan
kurang zat makanan (gangguan gizi), gangguan metabolisme,serta mempunyai
nilai gizi lebih yang berkaitan dengan status ekonomi dan pekerjaan
(Yamamoto, K, 2009).
Klasifikasi Gangguan Menstruasi
1. Kelainan Panjang Siklus
a. Amenorrhe
Amenorrhe dapat terjadi pada menopouse, sebelum pubertas,
dalam kehamilan dan dalam masa laktasi. Bila tidak menyusukan, haid
datang ± 3 bulan post partum namun bila menyusukan, haid datang pada
bulan ke-6. Amenorrhea dapat dibagi menjadi amenorrhea primer dan
sekunder. Amenorrhe primer berarti seorang perempuan belum
mengalami haid setelah usia 16 tahun7 tetapi telah terdapat tanda-tanda
seks sekunder atau tidak terjadi haid sampai 14 tahun tanpa adanya
tanda-tanda seks sekunder.
Amenorrhea biasanya terjadi pada gadis dengan underweight atau
pada aktivitas berat dimana cadangan lemak mempengaruhi untuk
memacu pelepasan hormon. Amenorrhea sekunder berarti telah terjadi
haid, tetapi haid terhenti untuk masa tiga siklus atau lebih dari enam
bulan. Amenorrhea dapat terjadi akibat gangguan pada komponen yang
berperan pada proses haid.
Langkah-langkah diagnosa bila ditemukan amenorrhea yang
harus dilakukan adalah lakukan pemeriksaan TSH karena pada keadaan
hipotroid terjadi penurunan dopamin sehingga merangsang pelepasan
TRH. TRH merangsang hipofise anterior untuk menghasilkan prolaktin
dimana prolaktin akan menghambat pelepasan GnRH. Namun pada satu
238
waktu, saat hipofise anterior terangsang secara kronik, hipofise anterior
dapat membesar sehingga meningkatkan sekresi GnRH dan
menyebabkan terjadinya pematangan folikel yang terburu-buru
sehingga terjadi kegagalan ovarium prematur. Sehingga harus
diwaspadai bila terjadi suatu tanda-tanda hipotiroid, amenorrhea dan
galaktorrhea.
Amenorrhea pada atlet dengan latihan berlebih dibutuhkan kalori
yang banyak sehingga cadangan kolesterol tubuh habis dan bahan untuk
pembentukan hormon steroid seksual (estrogen & progesteron) tidak
tercukupi. Pada keadaan tersebut juga terjadi pemecahan estrogen
berlebih untuk mencukupi kebutuhan bahan bakar dan terjadilah
defisiensi estrogen dan progeteron yang memicu terjadinya
amenorrhea. Pada keadaan latihan berlebih banyak dihasilkan endorpin
yang merupakan derifat morfin. Endorpin menyebabkan penurunan
GnRH sehingga estrogen dan progesteron menurun. Pada keadaan
stress berlebih, corticotropin releasing hormon dilepaskan, pada
peningkatan CRH, terjadi peningkatan opoid yang dapat menekan
pemebentukan GnRH.
b. Oligomenorrhea
Oligomenorrhea disebut juga sebagai haid jarang atau siklus
panjang. Oligomenorrhea terjadi bila siklus lebih dari 35 hari. Darah
haid biasanya berkurang. Oligomenorrhea biasanya berhubungan
dengan anovulasi atau dapat juga disebabkan kelainan endokrin seperti
kehamilan, gangguan hipofise-hipotalamus, dan menopouse atau sebab
sistemik seperti kehilangan berat badan berlebih.
Gejala oligomenorrhea terdiri dari periode menstruasi yang lebih
panjang dari 35 hari dimana hanya didapatkan 4-9 periode dalam 1
tahun. Beberapa wanita dengan oligomenorrhea mungkin sulit hamil.
Bila kadar estrogen yang menjadi penyebab, wanita tersebut mungkin
mengalami osteoporosis dan penyakit kardiovaskular. Wanita tersebut
juga memiliki resiko besar untuk mengalami kanker uterus.
239
Pengobatan oligomenorrhea tergantung dengan penyebab. Pada
oligomenorrhea dengan anovulatoir serta pada remaja dan wanita yang
mendekati menopouse tidak memerlukan terapi. Perbaikan status gizi
pada penderita dengan gangguan nutrisi dapat memperbaiki keadaan
oligomenorrhea. Oligomenorrhea sering diobati dengan pil KB untuk
memperbaiki ketidakseimbangan hormonal.
Komplikasi yang paling menakutkan adalah terganggunya
fertilitas dan stress emosional pada penderita sehingga dapat
meperburuk terjadinya kelainan haid lebih lanjut. Prognosa akan buruk
bila oligomenorrhea mengarah pada infertilitas atau tanda dari
keganasan.
c. Polimenorrhea
Polimenorea merupakan kelainan siklus menstruasi yang
menyebabkan wanita berkali-kali mengalami menstruasi dalam
sebulan, bisa dua atau tiga kali atau bahkan lebih. Polimenorrhea adalah
kelainan haid dimana siklus kurang dari 21 hari dan menurut literatur
lain siklus lebih pendek dari 25 hari. Bila siklus pendek namun teratur
ada kemungkinan stadium proliferasi pendek atau stadium sekresi
pendek atau kedua stadium memendek. Yang paling sering dijumpai
adalah pemendekan stadium proliferasi. Bila siklus lebih pendek dari
21 hari kemungkinan melibatkan stadium sekresi juga dan hal ini
menyebabkan infertilitas.
2. Kelainan Jumlah Darah Haid
a. Menorrhagia/Hipermenorrhea
Menorrhagia adalah pengeluaran darah haid yang terlalu banyak
(lebih dari 8 hari dan 80ml/hari) dan biasanya disertai dengan bekuan
darah sewaktu menstruasi. Etiologi menorrhagia dikelompokan dalam
4 kategori yaitu, (1) Gangguan pembekuan, (2) Disfunctional uterine
bleeding (DUB), (3) Gangguan pada organ dalam pelvic, (4) Gangguan
medis lainnya
b. Hipomenorrhea (kriptomenorrhea)
240
Hipomenorrhea adalah suatu keadan dimana jumlah darah haid
sangat sedikit (<30cc), kadang-kadang hanya berupa spotting. Dapat
disebabkan oleh stenosis pada himen, servik atau uterus. Pasien dengan
obat kontrasepsi kadang memberikan keluhan ini. Hal ini juga dapat
terjadi pada hipoplasia uteri dimana jaringan endometrium sedikit.
3. Gangguan lain terkait haid
a. Dismenorea
Dismenorea adalah gangguan ginekologik berupa nyeri saat menstruasi,
yang umumnya berupa kram dan terpusat di bagian perut bawah.Rasa
kram ini seringkali disertai dengan nyeri punggung bawah, mual
muntah, sakit kepala atau diare. Istilah dismenorea hanya dipakai jika
nyeri terjadi demikian hebatnya, oleh karena hampir semua wanita
mengalami rasa tidak enak di perut bagian bawah sebelum dan selama
haid. Dikatatakan demikian apabila nyeri yang terjadi ini memaksa
penderita untuk beristirahat dan meninggalkan aktivitasnya untuk
beberapa jam atau hari. Dismenorea dibagi menjadi dua yaitu :
1) Dismenorea primer
Dismenorea primer adalah proses normal yang dialami ketika
menstruasi. Kram menstruasi primer disebabkan oleh kontraksi
otot rahim yang sangat intens, yang dimaksudkan untuk
melepaskan lapisan dinding rahim yang tidak diperlukan lagi.
Dismenorea primer disebabkan oleh zat kimia alami yang
diproduksi oleh sel-sel lapisan dinding rahim yang disebut
prostaglandin. Prostaglandin akan merangsang otot otot halus
dinding rahim berkontraksi. Makin tinggi kadar prostaglandin,
kontraksi akan makin kuat, sehingga rasa nyeri yang dirasakan juga
makin kuat. Biasanya, pada hari pertama menstruasi kadar
prostaglandin sangat tinggi. Pada hari kedua dan selanjutnya,
lapisan dinding rahim akan mulai terlepas, dan kadar prostaglandin
akan menurun. Rasa sakit dan nyeri haid pun akan berkurang
seiring dengan makin menurunnya kadar prostaglandin.
241
2) Dismenorea sekunder
Merujuk pada nyeri saat menstruasi yang diasosiasikan dengan
kelainan pelvis, seperti endometriosis, adenomiosis, mioma uterina
dan lainnya. Oleh karena itu, dismenorea sekunder umumnya
berhubungan dengan gejala ginekologik lain seperti disuria,
dispareunia, perdarahan abnormal atau infertilitas.
b. Pre Menstrual Syndrome/Tension
Merupakan kumpulan keluhan yang umumnya dimulai datu
minggu hingga beberapa hari sebelum mulainya haid dan menghilang
sesudah haid mulai, meskipun terkadang berlangsung sampai selesai
haid.Keluhan yang sering muncul umumnya berupa iritabilitas, gelisah,
insomnia, nyeri kepala, perut kembung, mual, pembesaran dan rasa
nyeri payudara, dan lain-lain. Keluhan pada kasus berat dapat meliputi
depresi, rasa takut, gangguan konsentrasi, dan lain-lain.
Penyebabnya belum diketahui dengan jelas, tetapi salah satu faktor
yang berpengaruh adalah ketidakseimbangan antara estrogen dan
progesteron yang mengakibatkan retensi cairan dan natrium,
penambahan berat badan, serta terkadang edema.Faktor kejiwaan serta
masalah-masalah sosial juga berpengaruh. Perempuan yang mudah
mengalami premenstrual syndrome ini adalah perempuan yang lebih
peka terhadap perubahan hormonal dalam siklus haid dan factor-faktor
psikologis.
c. Perdarahan di luar menstruasi (Metroragia)
Perdarahan yang terjadi dalam masa antara 2 menstruasi
(metroragia). Pendarahan ini disebabkan oleh keadaan yang bersifat
hormonal dan kelainan anatomis. Pada kelainan hormonal terjadi
gangguan poros hipotalamus hipofisis, ovarium (indung telur) dan
rangsangan estrogen dan progesteron dengan bentuk pendarahan yang
terjadi di luar menstruasi, bentuknya bercak dan terus menerus, dan
pendarahan menstruasi berkepanjangan. Keadaan ini dipengaruhi oleh
ketidak-seimbangan hormon tubuh, yaitu kadar hormon progesteron
242
yang rendah atau hormon estrogen yang tinggi. Penderita hiposteroid
(kadar hormon steroid yang rendah) atau hipersteroid (kadar hormon
steroid yang tinggi) dan fungsi adrenal yang rendah juga bisa
menyebabkan gangguan ini. Beberapa gangguan organ reproduksi juga
dapat menyebabkan metroragia seperti infeksi vagina atau Rahim
endometriosis, kista ovarium, fibroid, kanker endometrium atau indung
telur, hiperplasia endometriosis, penggunaan kontrasepsi spiral yang
mengalami infeksi juga dapat menyebabkannya. (Sianipar, 2009).
Epidemiologi Gangguan Menstruasi
Tingginya prevalensi gangguan menstruasi disebabkan oleh berbagai
faktor seperti, stres, lifestyle, aktivitas fisik, kondisi medis, kelainan
hormonal dan status gizi.
Gangguan menstruasi merupakan masalah yang sering di alami oleh
remaja. Menurut WHO (2010)terdapat 75% remaja yang mengalami gangguan
haid dan ini merupakan alasan terbanyak seorang remaja putri mengunjungi
dokter spesialis kandungan. Siklus haid pada remaja sering tidak teratur,
terutama pada tahun pertama setelah menarche sekitar 80% remaja putri
mengalami terlambat haid 1 sampai 2 minggu dan sekitar 7% remaja putri yang
haidnya datang lebih cepat, disebabkan oleh ovulasi yang belum terjadi
(Anovulatory cycles).
Kejadian gangguan siklus mentruasi pada wanita yang mengalami
obesitas 1,89 kali lebih besar dibandingkan dengan wanita dengan status gizi
normal sedangkan subjek yang mengalami stress 2 kali lebih besar
dibandingkan dengan subjek yang tidak mengalami stress. Oligomenore
merupakan jenis gangguan siklus menstruasi yang paling tinggi terjadi pada
kelompok subjek yang mengalami obesitas (30,8%) dan pada subjek yang
mengalami stress adalah polimenore (23,1%). Obesitas dan stress merupakan
faktor yang dapat menyebabkan terjadinya gangguan siklus menstruasi. Setelah
dikontrol dengan stress, pengaruh obesitas dalam menyebabkan gangguan
siklus menstruasi menjadi lebih kecil (OR=1; OR=2,8) (Rakhmawati, 2013).
243
Dismenorea adalah gangguan menstruasi terbanyak (80,0%) yang
dialami oleh pelajar perempuan maupun wanita dewasa. Pada peneitian ini.
Beberapa penelitian lain melaporkan prevalensi dismenorea sebesar
73,83%2,63,1%.
Sebesar 15,8%-89,5% perempuan dilaporkan mengalami dismenora pada
berbagai studi di dunia, dimana perempuan usia remaja memiliki angka yang
lebih tinggi.6Menurut studi yang dilakukan Zhou di sebuah universitas di
China menyebutkan bahwa 56,4% mahasiswi di universitas tersebut
mengalami dismenorea.7 Di Indonesia sendiri diperkirakan 60%– 70%
perempuan mengalami dismenorea. 8 Sebuah survey di Canada yang diikuti
oleh lebih dari 1.500 perempuan menstruasi yang dipilih acak menyebutkan
bahwa angka kejadian dismenorea sedang hingga berat terjadi pada 60%
responden, yang menyebabkan penurunan aktivitas pada 50% responden serta
absen pada sekolah atau pekerjaan pada 17% responden.19 Studi lain pada
populasi remaja perempuan di Tbilisi, 13 Georgia menyebutkan bahwa 52,07%
responden mengalami dismenorea.20 Studi dismenorea lainnya yang dilakukan
pada remaja perempuan di Kelantan, Malaysia melaporkan bahwa dismenorea
mempengaruhi konsentrasi di sekolah dan partisipasi sosial, meskipun
demikian hanya sebagian kecil remaja perempuan yang mengalami dismenorea
yang mencari pengobatan medis.5 Beberapa studi melaporkan bahwa angka
kejadian dismenorea meningkat pada perempuan dengan riwayat keluarga yang
mengalami dismenorea, merokok, indeks massa tubuh kurang dari 20,
menarche dini(sebelum usia 12 tahun), serta jarak antar menstruasi dan durasi
menstruasi yang lebih panjang. Sedangkan kontrasepsi oral, olahraga dan
menikah dilaporkan menurunkan kemungkinan dismenorea.
Pathogenesis Gangguan Menstruasi
Berbagai studi menghasilkan fakta bahwa iskemik miometrium oleh
karena kontraksi uterus yang sering dan berkepanjangan menyebabkan
dismenorea primer. Endometrium pada fase sekretori mengadung simpanan
besar asam arakidonat, yang akan dikonversikan menjadi prostaglandin
F2α(PGF2α), prostaglandin E2 (PGE2), dan leukotrien saat menstruasi.
244
PGF2αakan selalu menstimulasi kontraksi uterus dan merupakan mediator
utama dismenorea. Terapi dengan inhibitor siklooksigenase (COX) akan
menurunkan level prostaglandin dan menurunkan aktivitas kontraksi uterus.
Kontraksi otot polos uterus menyebabkan rasa kram, spasme perut bagian
bawah, nyeri punggung bawah serta persalinan atau aborsi yang diinduksi
prostaglandin. Pada perempuan dengan dismenorea primer, kontraksi uterus
selama menstruasi dimulai saat peningkatan level tonus basal(>10 mmHg),
menimbulkan tekanan intrauterus yang lebih tinggi (seringkali mencapai 150-
180mmHg dan dapat melampaui 400mmHg), terjadi lebih sering(>4-5kali/
10menit) dan tidak beritmik. Ketika tekanan intrauterus melampaui tekanan
arteri untuk periode waktu yang terusmenerus, hasil iskemi dalam produksi
metabolit anaerob merangsang neuron C tipe kecil, yang berkontribusi pada
nyeri saat dismenorea. Selain itu, PGF2α dan PGE2 dapat menstimulasi
kontraksi otot polos bronkus, usus dan vaskular, yang menyebabkan
bronkokonstriksi, mual, muntah, diare, dan hipertensi. Dismenorea primer
mulai sebelum atau bertepatan dengan onset menstruasi dan menurun secara
bertahap selama 72 jam berikutnya. Kram menstruasi terjadi intermiten,
intensitasnya bervariasi, dan biasanya berpusat di daerah suprapubik, meskipun
beberapa perempuan juga mengalami nyeri di paha dan punggung bawah.
Penurunan aliran darah ke uterus dan peningkatan hipersentivitas saraf perifer
juga berkontribusi terhadap nyeri yang terjadi. Berbeda dengan dismenorea
primer, perempuan dengan dismenorea sekunder yang berhubungan dengan
kelainan pelvis, seperti endometriosis, nyeri semakin berat sering terjadi pada
pertengahan siklus dan selama seminggu sebelum menstruasi, beserta gejala
dispareunia. Pada perempuan dengan dismenorea sekunder yang berhubungan
dengan mioma uterus, utamanya nyeri disebabkan karena menoragia, dengan
intensitas yang berkorelasi dengan volume aliran menstruasi.
245
Gambar 2.1 Pathogenesis Gangguan Menstruasi
Manifestasi Gangguan Menstruasi
Berbagai gejala gangguan menstruasi yang terlihat, antara lain:
Perut melilit
Nyeri punggung
Payudara mengencang
Sakit kepala
Kemunculan jerawat berlebih
Mudah lelah
Mudah lapar
Konstipasi
Gelisah
Kram perut
Diare
Absen Menstruasi
Darah yang dikeluarkan berbau khas
Penyakit Gangguan Menstruasi dalam Klasifikasi Penyakit
Klasifikasi penyakit adalah penyusunan ke dalam kelompok tertentu
berdasarkan hubungan antara kelompok dengan sifat-sifat yang dimiliki.
246
Penyakit yang bermacam-macam ini memang perlu juga pengelompokkan.
Keingingan mengetahui keberadaan penyakit tidaklah harus berhenti pada
diagnosis saja. Kegiatan lain yang tidak kalah pentingnya setelah diagnosis
adalah melakukan klasifikasi (Hellen V, 2007).
International Classification of Diseases (ICD) adalah klasifikasi
diagnostik standar internasional untuk semua epidemiologi umum,
untuk penggunaan di beberapa manajemen kesehatan dan klinis. ICD
digunakan untuk mengklasifikasikan penyakit dan masalah kesehatan
lainnyadicatat pada berbagai jenis kesehatan dan catatan penting termasuk
sertifikat kematian dan catatan kesehatan. Selain itu ICD adalah suatu sistem
klasifikasi penyakit dan beragam jenis tanda, simptoma, kelainan, komplain
dan penyebab eksternal penyakit.
Dampak Penyakit Gangguan Menstruasi
Masalah yang bias muncul dengan adanya gangguan menstruasi ini yaitu :
1. Penderita gangguan menstruasi juga akan mulai mengalami gangguan
psikologi seperti perubahan mood yang cepat karena dipengaruhi oleh
tingkat stress yang dialami.
2. Kurang berkomunikasi dan berinteraksi dengan orang sekitarnya
3. Timbulnya rasa malas dalam diri untuk beraktivitas
1. Pencegahan
a. Menyeimbangkan hormon tubuh dengan Nutrisi yang cepat diserap
dan dibutuhkan setiap sel dalam tubuh
b. Memperbaiki pola makan dengan memenuhi asupan Nutrisi yang
dibutuhkan tubuh sehingga mengurangi craving makanan yang tidak
sehat dan tidak teratur
c. Menyeimbangkan dan memperbaiki kerja sistem saraf tubuh,
termasuk di otak sehingga tidak mudah stress
d. Melancarkan pencernaan dan mengontrol nafsu makan sehinga
mencegah berat badan berlebihan
247
e. Cegah dan atasi anemia
f. Olahraga. Berolahraga dapat mengurangi nyeri haid.
g. Aktivitas seksual. Terdapat laporan bahwa kram akibat haid bisa
berkurang akibat orgasme.
h. Rasa hangat. Nyeri dan kram akibat haid bisa dikurangi dengan
berendam pada air hangat atau menempelkan kompres hangat pada
bagian abdomen.
i. Kebersihan menstruasi. Ganti pembalut setiap 4-6 jam. Hindari
menggunakan pembalut atau tampon berparfum, serta deodoran
wanita yang dapat mengiritasi bagian kewanitaan. Douching tidak
disarankan, karena dapat membunuh bakteri alami yang hidup di
vagina. Mandi seperti biasa sudah cukup (Barsom SH., et. al. 2004).
2. Pengobatan
a. Biopsi endometrium
Pada tes biopsi endometrium, dokter akan mengambil sedikit
sampel dari jaringan dinding rahim Anda. Hal ini berguna untuk
mendiagnosis adanya gangguan seperti endometriosis,
ketidakseimbangan hormon, atau adanya potensi kanker.
Endometriosis beserta kondisi-kondisi lainnya juga dapat didiagnosis
dengan prosedur laparoskopi. Pada prosedur ini, dokter memasukkan
alat kecil bernama laparoskop melalui sayatan kecil di perut, yang
kemudian diarahkan menuju rahim dan ovarium.
b. Histeroskopi
Prosedur ini menggunakan alat kecil bernama histeroskop yang
dimasukkan melalui vagina dan serviks. Dengan alat ini, dokter dapat
melihat dengan jelas bagian rahim Anda untuk mengetahui adanya
kelainan seperti fibroid atau polip.
c. USG
Tes ultrasonografi atau USG juga dapat dilakukan untuk
mendiagnosis gangguan haid. Tes USG menggunakan gelombang
suara untuk menghasilkan gambar rahim Anda.
248
d. MRI scan
e. Kuretase
f. Periksa hormone
g. Pengobatan hormon, seperti obat-obatan estrogen atau progestin,
mungkin akan diresepkan oleh dokter untuk membantu mengatasi
pendarahan berlebih saat menstruasi
h. Jika Anda mengalami rasa sakit yang luar biasa saat sedang datang
bulan, dokter akan meresepkan obat-obatan seperti ibuprofen atau
acetaminophen.
i. Penggunaan obat aspirin sangat tidak disarankan karena justru dapat
memperparah aliran darah menstruasi. Anda juga dapat mencoba
mandi air hangat atau menggunakan kompres air hangat untuk
meringankan kram perut akibat menstruasi.
j. obat-obatan hormon seperti pil KB juga dapat memperlambat
pertumbuhan jaringan rahim, serta mengurangi volume darah yang
hilang selama menstruasi.
Pemberian suplemen zat besi (Barsom SH., et. al. 2004).
249
AMENORHEA
1. Pengertian
Panjang siklus menstruasi pada umumnya adalah pada interval 22
– 35 hari (dari hari ke-1 menstruasi sampai pada permulaan periode
berikutnya); lama pada umumnya 3 5 hari atau 7 – 8 hari dan dengan
jumlah darah kurang dari 80 ml. Gangguan siklus haid disebabkan
ketidakseimbangan FSH atau LH sehingga kadar estrogen dan
progesteron tidak normal. Biasanya Gangguan ini bisa berkaitan dengan
siklus menstruasi yang tidak teratur, atau gangguan dengan jumlah darah
dan menstruasi yang lama atau abnormal serta akibat sampingan yang
ditimbulkannya seperti nyeri perut, pusing, mual, atau muntah
(Sarwono, 2007). Amenore adalah keadaan tidak datang haid untuk
sedikitnya 3 bulan berturut-turut.
2. Klasifikasi
Amenore Primer : Usia 18th atau lebih belum haid
Penyebab : Adanya kelainan congenital dan kelainan genetik. Kelainan
kongenita seperti Hymen imperforate, septum vagina,
Amenore Sekunder : penderita pernah pernah Haid, kemudian tidak
dapat haidlagi.
Penyebab : Gangguan gizi, gangguan metabolisme, tumor, penyakit
infeksi, hamil,masa laktasi, menopause
3. Etiologi
Amenore Primer :
Kelainan kromosom
Masalah hipotalamus
Hipofisis
Kurangnya organ reproduksi
Struktural abnormal pada vagina
Disebut Hymen imperforata, yaitu selaput dara tidak berlubang.
Sehingga darah menstruasi terhambat untuk keluar. Biasanya
keadaan ini diketahui bila cewek sudah waktunya mens tetapi
250
belum mendapatkannya. Dia mengeluh sakit perut setiap bulan.
Untuk mengatasi hal ini biasanya dioperasi untuk melubangi
selaput daranya.
Menstruasi anovulatoire, yaitu rangsangan hormon-hormon yang tidak
mencukupi untuk membentuk lapisan dinding rahim, hingga tidak terjadi haid
atau hanya sedikit. Kurangnya rangsangan hormon ini menyebabkan
endometrium tidak terbentuk dan keadaan ini menyebabkan cewek tidak
mengalami masa subur karena sel telur tidak terbentuk. Pengobatannya dengan
terapi hormon.
251
Gambar. Contoh penyebab amenore sekunder
Manifestasi Klinis
Tanda dan gejala yang muncul diantaranya :
Tidak terjadi haid
Produksi hormone estrogen dan progesterone menurun.
Nyeri kepala
Badan lemah
Tanda dan gejala tergantung dari penyebabnya :
Jika penyebabnya adalah kegagalan mengalami pubertas, maka tidak akan
ditemukan tanda – tanda pubertas seperti pembesaran payudara, pertumbuhan
rambut kemaluan dan rambut ketiak serta perubahan bentuk tubuh. Jika
penyebanya adalah kehamilan, akan ditemukan morning sickness dan
pembesaran perut. Jika penyebabnya adalah kadar hormon tiroid yang tinggi
maka gejalanya adalah denyut jantung yang cepat, kecemasan, kulit yang hangat
dan lembab.
Sindroma Cushing menyebabkan wajah bulat ( moon face ), perut buncit, dan
lengan serta tungkai yang lurus.
252
Galaktore ( pembentukan air susu pada wanita yang tidak hamil dan
tidak sedangmenyusui )
Gangguan penglihatan ( pada tumor hipofisa )
Penurunan atau penambahan berat badan yang berarti Vagina yang
kering
Hirsutisme ( pertumbuhan rambut yang berlebihan, yang mengikuti
pola pria ),perubahan suara dan perubahan ukuran payudara
Patofisologis
Tidak adanya uterus, baik itu sebagai kelainan atau sebagai bagian dari
sindrom hemaprodit seperti testicular feminization, adalah penyebab utama dari
amenore primer. Testicular feminization disebabkan oleh kelainan genetik.
Klien dengan aminore primer yang diakibatkan oleh testicular feminization
menganggap dan menyampaikan dirinya sebagai wanita yang normal, memiliki
tubuh feminin. Vagina kadang – kadang tidak ada atau mengalami kecacatan,
tapi biasanya terdapat vagina. Vagina tersebut berakhir sebagai kantong kosong
dan tidak terdapat uterus. Gonad, yang secara morfologi adalah testis berada di
kanal inguinalis. Keadaan seperti ini menyebabkan klien mengalami amenore
yang permanen.
Amenore primer juga dapat diakibatkan oleh kelainan pada aksis
hipotalamus-hipofisis- ovarium. Hypogonadotropic amenorrhoea menunjukkan
keadaan dimana terdapat sedikit sekali kadar FSH dan SH dalam serum.
Akibatnya, ketidakadekuatan hormon ini menyebabkan kegagalan stimulus
terhadap ovarium untuk melepaskan estrogen dan progesteron. Kegagalan
pembentukan estrogen dan progesteron akan menyebabkan tidak menebalnya
endometrium karena tidak ada yang merasang. Terjadilah amenore. Hal ini
adalah tipe keterlambatan pubertas karena disfungsi hipotalamus atau hipofosis
anterior, seperti adenoma pitiutari.
Hypergonadotropic amenorrhoea merupakan salah satu penyebab amenore
primer. Hypergonadotropic amenorrhoea adalah kondisi dimnana terdapat
kadar FSH dan LH yang cukup untuk menstimulasi ovarium tetapi ovarium
tidak mampu menghasilkan estrogen dan progesteron. Hal ini menandakan
bahwa ovarium atau gonad tidak berespon terhadap rangsangan FSH dan LH
dari hipofisis anterior. Disgenesis gonad atau prematur menopause adalah
penyebab yang mungkin. Pada tes kromosom seorang individu yang masih
muda dapat menunjukkan adanya hypergonadotropic amenorrhoea. Disgenesis
gonad menyebabkan seorang wanita tidak pernah mengalami menstrausi dan
tidak memiliki tanda seks sekunder. Hal ini dikarenakan gonad ( oavarium )
tidak berkembang dan hanya berbentuk kumpulan jaringan pengikat.
Amenore sekunder disebabkan oleh faktor lain di luar fungsi hipotalamus-
hipofosis- ovarium. Hal ini berarti bahwa aksis hipotalamus-hipofosis-ovarium
253
dapat bekerja secara fungsional. Amenore yang terjadi mungkin saja
disebabkan oleh adanya obstruksi terhadap aliran darah yang akan keluar
uterus, atau bisa juga karena adanya abnormalitas regulasi ovarium sperti
kelebihan androgen yang menyebabkan polycystic ovary syndrome.
Pemeriksaan Diagnostik
Pemeriksaan amenora
Pemeriksaan fisik, pemeriksaan panggul maupun tes kehamilan harus dilakukan
untuk menjauhkan dari diagnosa kehamilan. Tes darah yang dapat dilakukan
untuk mengecek kadar hormon, antara lain:
Erosi Porsio
Pengertian
Erosi Porsio dewasa ini telah sangat jarang sekali di pakai pada
sumber kepustakaan, yang dimaksudkan dengan istilah ini ialah adanya
di sekitar ostium uteri eksternum suatu daerah berwarna merah, kurang
254
lebih sirkuler. Kelainan ini bukan erosi dalam arti sebenarnya, dan
bukan akibat luka atau radang akan tetai epitel torak endoservik dengan
stroma vaskuler dibawahnya tumbuh sampai diluar ostium uteri
eksternum dengan mendesak epitel tatah yang normal ditemukan
ditempat tersebut. Anggapan sekarang ialah apa yang tampak sebagai
“erosi” sebenarnya ialah servisitis kronika. (Sarwono, 2009. Hal: 282).
255
2. Infeksi pada masa reproduktif menyebabkan batas antara epitel canalis
cervicalis dan epitel portio berpindah, infeksi juga dapat memyebabkan
menipisnya epitel portio dan gampang terjadi erosi pada porsio (hubungan
seksual).
3. Pada masa reproduktif batas berpindah karena adanya infeksi (cervicitis,
kolpitis).
4. Rangsangan luar maka epitel gampang berapis banyak dan porsio mati dan
diganti dengan epitel silinderis canalis servikalis.
5. Level estrogen: erosi serviks merupakan respons terhadap sirkulasi estrogen
dalam tubuh.
- Dalam kehamilan: erosi serviks sangat umum ditemukan dalam
kehamilan karena level estrogen yang tinggi. Erosi serviks dapat
menyebabkan perdarahan minimal selama kehamilan, biasanya saat
berhubungan seksual ketika penis menyentuh serviks. Erosi akan
menghilang spontan 3-6 bulan setelah melahirkan.
- Pada wanita yang mengkonsumsi pil KB: erosi serviks lebih umum
terjadi pada wanita yang mengkonsumsi pil KB dengan level estrogen
yang tinggi.
- Pada bayi baru lahir: erosi serviks ditemukan pada 1/3 bayi wanita dan
akan menghilang pada masa anak-anak oleh karena respons maternal
saat bayi berada di dalam rahim.
- Wanita yang menjalani Hormon Replacement Therapy (HRT): karena
penggunaan estrogen pengganti dalam tubuh berupa pil, krim, dan lain-
lain.
(Sarwono.2009. hal: 134)
256
6. Infeksi: teori bahwa infeksi menjadi penyebab erosi serviks mulai
menghilang. Bukti-bukti menunjukkan bahwa infeksi tidak menyebabkan
erosi, tapi kondisi erosi akan lebih mudah terserang bakteri dan jamur
sehingga mudah terserang infeksi.
7. Penyebab lain: infeksi kronis di vagina dan kontrasepsi kimia dapat
mengubah level keasaman vagina dan menyebabkan erosi serviks. Erosi
serviks juga dapat disebabkan karena trauma (hubungan seksual,
penggunaan tampon, benda asing di vagina, atau terkena spekulum).
257
Selain dan personal hygiene yang kurang, IUD juga dapat menyebabkan
bertambahnya volume dan lama haid darah merupakan media subur untuk
masuknya kuman dan menyebabkan infeksi, dengan adanya infeksi dapat
masuknya kuman dan menyebabkan infeksi.
Dengan adanya infeksi dapat menyebabkan Epitel Portio menipis sehingga
mudah menggalami Erosi Portio, yang ditandai dengan sekret bercampur darah,
metorhagia, ostium uteri eksternum tampak kemerahan, sekret juga bercampur
dengan nanah, ditemukan ovulasi Nabothi (kista kecil berisi cairan yang kadang-
kadang keruh). (Sarwono.2009.Hal:281).
Tanda dan Gejala
1. Serviks kelihatan normal; hanya pada pemeriksaan mikroskopik ditemukan
infiltrasi leukosit dalam stroma endoserviks. Pengeluaran sekret yang agak
putih-kekuningan
2. Disini pada porsio uteri disekitar ostium uteri eksternum tampak daerah
kemerah-merahan yang tidak dapat dipisahkan secara jelas dari epitel porsio
di sekitarnya., sekret yang dikeluarkan terdiri atas mucus bercampur nanah.
3. Sobekan pada serviks uteri disini lebih luas dan mukosa endoserviks lebih
kelihatan dari luar (ekstropion). Mukosa dalam keadaan demikian mudah
kena infeksi dari vagina. Karena radang menahun, serviks bisa menjadi
hipertrofis dan mengeras; sekret mukoporulen bertambah banyak.
4. Pada proses penyembuhan, Erosi porsio sering ditemukan ovula nobathii.
(Sarwono.2009. Hal 281)
Penanganan Erosi Porsio
Bidan menganjurkan pemeriksaan pasca persalinan (masa puerperium)
yaitu hari ke-42 (enam minggu) karena perlukaan serviks (portio uteri) setelah
persalinan dapat menjadi titik awal degenerasi ganas mulut rahim.
Mulut rahim yang luka perlu diobati dengan :
- Nitrasargenti tingtura
- Albuthyl tingtura Menyebabkan nekrose Epitel silinderis dengan
harapan bahwa kemudian diganti dengan Epitel gepeng berlapis banyak.
258
- Dibakar dengan pisau listrik Termokauter komisasi
- Disamping itu juga dianjurkan untuk pemeriksaan Pap Smear.
(Manuaba.2010. Hal: 428)
Penyembuhan servisitis kronika sangat penting karena dapat
menghindari keganasan dan merupakan pintu masuk infeksi kea lat kelamin
bagian atas. (Manuaba.2009.Hal:63)
Ulkus Portio
Ulkus pada portio uteri merupakan perdarahan yang terjadi diluar haid
dengan penyebab kelainan hormonal atau kelainan organ genetalia.Perdarahan
terjadi dalam masa antara 2 haid.Perdarahan ini tampak terpisah dan dapat
dibedakan dari haid, atau 2 jenis pendarahan ini menjadi sebab-sebab
organik.Perdarahan dari uterus, tuba dan ovarium disebabkan oleh kelainan pada
serviks uteri, seperti polipus servisis uteri, erosi porsionis uteri, dan ulkus pada
porsio uteri, karsinoma servisis uteri.
Patologi
Proses terjadinya ulkus portio dapat disebabkan adanya rangsangan dari luar
misalnya IUD. IUD yang mengandung polyethilien yang sudah berkarat
membentuk ion Ca, kemudian bereaksi dengan ion sel sehat PO 4 sehingga terjadi
denaturasi / koalugasi membaran sel dan terjadilah erosi portio.
Bisa juga dari gesekan benang IUD yang menyebabkan iritasi lokal
sehingga menyebabkan sel superfisialis terkelupas dan terjadilah ulkus portio dan
akhir nya menjadi ulkus. Dari posisi IUD yang tidak tepat menyebabkan reaksi
radang non spesifik sehingga menimbulkan sekresi sekret vagina yang meningkat
dan menyebabkan kerentanan sel superfisialis dan terjadilah erosi portio.Dari
semua kejadian ulkus portio itu menyebabkan tumbuhnya bakteri patogen, bila
sampai kronis menyebabkan metastase keganasan leher rahim.
Schroder pada tahun 1915, setelah penelitian histopatologik pada uterus dan
ovarium pada waktu yang sama, menarik kesimpulan bahwa gangguan perdarahan
259
yang dinamakan metropatia hemoragika terjadi karena persistensi folikel yang tidak
pecah sehingga tidak terjadi ovulasi dan pembentukan korpus liteum. Akibatnya
terjadilah hyperplasia endometrium karena stimulasi estrogen yang berlebihan dan
terus menerus.Penjelasan ini masih dapat diterima untuk sebagian besar kasus-
kasus perdarahan disfungsional.
Pembagian endometrium dalam endometrium jenis non sekresi penting
artinya, karena dengan demikian dapat dibedakan perdarahan yang anovulatoar dari
yang uvoltoar, klasifikasi ini mempunyai nilai-nilai klinik karena kedua jenis
perdarahan disfungsional ini mempunyai dasar etiologi yang berlainan dan
memerlukan penanganan yang berbeda.Pada perdarahan disfungsional yang
ovulatoar, gangguan dianggap berasal dari faktor-faktor neuromuscular,
vasomotorik, atau hematoogik, yang mekanismenya belum seberapa di mengerti,
sedangkan perdarahan anovulatoar biasanya dianggap bersumber pada gangguan
endokrin. (Sarwono, 2005)
Gambaran klinik
Perdarahan ovulatoar
Perdarahan ini merupakan kurang lebih 10% dari perdarahan disfungsional dengan
siklus pendek (polimenorea) atau panjang (oligomenorea), perdarahan ovulatoar
perlu dilakukan kerokan pada masa mendekati haid.Jika karena perdarahan yang
lama dan tidak teratur siklus haid tidak dikenali lagi. Perdarahan berasal dari
endometrium tipe sekresi tanpa adanya sebab organik, maka harus dipikirkan
sebagai etiologinya :
260
4. Kelainan darah; seperti anemia, purpura trombositopenik, dan gangguan
dalam mekanisme pembekuan darah.
Perdarahan anovulatoar
Keluhan pre menstruasi terjadi sekitar beberapa hari sebelum bahkan sampai saat
menstruasi berlangsung.Gejala ini dijumpai pada wanita sekitar umur 30 sampai 45
tahun.Penyebab yang jelas tidak diketahui tetapi terdapat dugaan bahwa ketidak
seimbangan antara estrogen dan progesteron.Dikemukakan bahwa dominasi
"estrogen" merupakan penyebab dengan defisiensi fase luteal dan kekurangan
produksi progesteron.Akibat dominasi estrogen terjadi retensi air dan garam, dan
oedema pada beberapa tempat.
1. Adanya fluxus,
2. Portio terlihat kemerahan dengan batas yang tidak jelas,
3. Adanya kontak blooding,
4. Portio teraba tidak rata,
5. Pada perlukaan portio bisa tertutup cairan atau lendir,
6. Berwujud gumpalan- gumpalan seperti bunga kol,
7. Dapat dengan mudah berdarah atau tidak.
8. Sekret bercampur darah setelah bersenggama
9. Dapat menimbulkan pendarahan kontak atau metorarhagia.
261
10. Portio uterus disekitar ostium uteri eksternum tampah daerah kemerah-
merahan yang sulit dipisahkan secara jelas dan Epitel Portio.
11. Sekret juga tidak dapat bercampur dengan nanah
12. Pada ulkus sering di ketemukan ovula nobathii
Penanganan
a. Estrogen dalam dosis tinggi, supaya kadarnya dalam darah meningkat dan
perdarahan berhenti. Dapat diberikan secara intramuskulus dipriopionas
estradiol 2,5 mg, atau benzoas estradiol 1,5 mg, atau valeras estradiol 20
mg. keberatan terapi ini adalah bahwa setelah suntikan dihentikan,
perdarahan timbul lagi.
b. Progesteron: pertimbangan disini adalah bahwa sebagian besar perdarahan
fungsional bersifat anovulatoar, sehingga pemberian progesterone
mengimbangan pengaruh estrogen terhadap endometrium. Dapat diberikan
kaproas hidrokksi-progesteron 125 mg, secara intramuscular, atau dapat
diberikan per os sehari norethondrone 15 mg atau asetas medroksi-
progesteron (Provera) 10 mg, yang dapat diulangi. Terapi ini berguna pada
wanita dalam masa pubertas.
262
Dalam menghadapi masalah ulkus portio, bidan sebaiknya berkonsultasi ke
puskesmas, dokter ahli, atau rumah sakit untuk mendapatkan penanganan yang
lebih sempurna.Kepada wanita diberikan KIE untuk siap melakukan pemeriksaan
lebih lanjut.
Penerapan 7 langkah varney yang memberikan asuhan kebidanan pada klien dengan
ulkus pada portio.
I. Pengumpulan Data
Mengumpulkan data subyektif dan data obyektif berupa data fokus yang di
butuhkan untuk menilai keadaan ibu sesuai kondisinya menggunakan anamnesa,
pemeriksaan fisik dan pemeriksaan laboratorium.
A. Data Subyektif
a. Nama ibu
Untuk mengetahui siapa yang akan kita beri asuhan dan lebih mudah untuk
berkomunikasi.
b. Nama suami
Untuk mengetahui siapa penanggung jawab saat pemberian asuhan
c. Umur ibu
Untuk mengetahui faktor resiko yang menyebabkan terjadinya perdarahan
di luar haid karena ulkus pada portio.
d. Agama ibu dan suami
Untuk mengetahui apakah ada kepercayaan dalam agamanya sehubungan
dengan perdarahan di luar haid karena ulkus pada portio.
e. Suku bangsa ibu
Untuk mengetahui dari mana asal ibu berkaitan dengan bahasa yang
digunakan untuk berkomunikasi dan kebiasaan-kebiasaan yang dianut
263
f. Pendidikan ibu dan suami
Untuk mengetahui tingkat pengetahuaan ibu dan suami sehingga
memudahkan dalam pemberiaan informasi dan konseling.
g. Pekerjaan ibu dan suami
Untuk mengetahui tingkat aktivitas yang dilakukan oleh ibu dan suami dan
pengaruhnya terhadap ekonomi keluarga sehingga memudahkan dalam
penanganan perdarahan di luar haid karena ulkus pada portio yang sesuai
dengan keadaan ekonomi keluarga ibu.
h. Alamat ibu dan suami
Untuk mengetahui tempat tinggal ibu dan suami serta lingkungan disekitar
tempat tinggal ibu.
i. No tlp/hp ibu dan suami
Untuk memudahkan berkomunikasi sewaktu-waktu bila ada masalah.
j. Golongan darah
Untuk mengantisipasi bila sewaktu-waktu terjadi sesuatu masalah yang
memerlukan donor.
2) Alasan datang
3) Riwayat menstruasi
264
4) Riwayat perkawinan
Untuk mengetahui berapa kali ibu menikah, lama perkawinan, umur ibu saat
menikah serta apakah ibu sudah mempunyai anak atau belum.
Untuk mengetahui jumlah anak yang dimiliki, umur kehamilan saat lahir,
apakah ada penyulit saat hamil, tempat bersalin, penolong persalinan, berat badan
bayi saat lahir jenis kelamin anak, jenis persalinan, apakah ada penyulit saat nifas,
keadaan anak sekarang serta umur anak sekarang.
6) Riwayat KB
Untuk mengetahui alat kontrasepsi apa saja yang pernah digunakan ibu
sehingga dapat mengetahui apakah perdarahan diluar haid karena ulkus pada portio
disebabkan oleh karena penggunaan alat kontrasepsi. Ulkus pada portio dapat
terjadi pada pengguna IUD.
7) Riwayat ginekologi
Untuk mengetahui apakah ibu pernah atau sedang mengalami masalah dengan
organ reproduksinya serta sejak kapan masalah dirasakan.Riwayat penyakit /
kelainan gynecology serta pengobatannya dapat memberikan keterangan penting,
terutama operasi yang pernah dialami. Apabila penderita pernah diperiksa oleh
dokter lain tanyakan juga hasil-hasil pemeriksaan dan pendapat dokter itu.
265
Riwayat penyakit keluarga perlu diketahui apakah pernah menderita tumor alat
kandungan/tidak ataupun tumor di luar alat kandungan.
a) Biologis
1. Bernafas
Untuk mengetahui apakah ibu ada keluhan saat bernafas atau tidak.
2. Pola nutrisi
Untuk mengetahui status gizi ibu dan riwayat nutrisinya, pola nutrisi, jenis
dan porsi makan ibu.
3. Eliminasi
Untuk mengetahui apakah ada keluhan atau masalah dengan pola BAK
maupun BAB.
4. Istirahat dan tidur
Untuk mengetahui adakah gangguan pada pola tidur dan istirahat akibat
keluhan yang dialami.
5. Aktifitas sehari-hari
Untuk mengetahui aktifitas ibu sehari-hari, apakah ada keluhan saat
beraktivitas.
6. Personal hygiene
Untuk mengetahui bagaimana personal hygiene ibu apakah sudah
menerapkan hygiene yang benar atau belum.Seperti selalu mengganti celana
dalam setiap harinya dan tidak membiarkan pemakaian celana dalam yang
lembab dikarenakan dapat mengundang kuman pathogen.Oleh karena itu
kebersihan alat kelamin harus dijaga.
b) Psikologi
266
c) Sosial
d) Spiritual
Untuk mengetahui bagaimana kebiasaan ibu dalam mendekatkan diri kepada tuhan
serta kepercayaan yang dianut yang berkaitan dengan kesehatan.
11) Pengetahuan
Untuk mengkaji pengetahuan ibu tentang hal-hal yang berkaitan dengan keluhan
yang dirasakan, penyebab ibu mengalami keluhan yang dirasakan, serta
pengetahuan ibu tentang cara mengatasi keluhannya.
B. Data obyektif
1) Pemeriksaan umum
a) Keadaan umum
Untuk mengetahui keadaan umum ibu, sejauh mana keluhan yang dirasakan ibu,
mempengaruhi kondisi kesehatan ibu secara umum.
c) TTV
Untuk mengetahui keadaan tekanan darah, suhu, nadi, respirasi sehubungan dengan
keluhan yang dirasakan ibu
267
Muka : Untuk mengamati pada muka apakah ada oedema / pucat
kemerahan/pucat
b) Payudara
c) Abdomen
Untuk mengetahui apakah ada luka bekas operasi, apakah ada pembesaran perut
abnormal.
d) Anogenital
1. Inspeksi vulva – Pengeluaran cairan atau darah dari liang senggama, ada
perlukaan pada vulva, adakah pertumbuhan kondiloma akuminata, kista
bartholini, abses bartholini maupun fibroma pada labia, perhatikan bentuk
dan warna, adakah kelainan pada rerineum dan anus. b) Palpasi vulva –
Teraba tumor, benjolan maupun pembengkakan pada kelenjar bartholini.
2. Pemeriksaan Inspekulo, terdiri dari : a) Pemeriksaan vagina – Adakah ulkus,
pembengkakan atau cairan dalam vagina; adakah benjolan pada vagina. b)
Pemeriksaan porsio uteri – Adakah perlukaan, apakah tertutup oleh cairan/
lendir, apakah mudah berdarah dan terdapat kelainan. c) Pengambilan cairan
berasal dari ulkus vagina dan porsio uteri – Pemeriksaan bakteriologis,
pemeriksaan jamur dan pemeriksaan sitologi.
3. Pemeriksaan Dalam – Pemeriksaan dalam untuk menentukan : a) Rahim –
Bagaimana posisi rahim, besar, pergerakan, dan konsistensi rahim, apakah
268
ada nyeri saat pemeriksaan. b) Adneksa (daerah kanan kiri rahim) –
Pemeriksaan ini dilakukan dengan menggerakkan jari yang berada didalam
fornix lateral dan tangan yang ada diluar bergerak ke samping uterus. c)
Forniks posterior (kavum douglas) – Pemeriksaan ini untuk mengetahui
apakah terdapat nanah (infeksi) dan apakah forniks menonjol akibat
perdarahan kavum abdominalis.
Untuk mengetahui apakah ada oedema, sianosis, pada kaki dan tangan, serta
keadaan kuku apakah kemerahan ataukah pucat.
3) Pemeriksaan penunjang
a. Jika dari hasil pemeriksaan, perdarahan diluar haid karena ulkus pada portio
belum dapat ditentukan secara pasti :
269
2. Identifikasi diagnosa dan masalah potensial
4. Perencanaan
Untuk mengetahui apa saja yang harus direncanakan berdasarkan diagnosa masalah
dan kebutuhan klien.
Pada perdarahan diluar haid karena ulkus pada portio perencanaan yang bisa dibuat
antara lain:
Rasionalisasi : ibu dan suami harus tahu hasil dari pemeriksaan yang dilakukan
karena hasil pemeriksaan meliputi keadaan ibu yang akan memberikan ketenangan
dan rasa nyaman yang nantinya akan mempengaruhi psikologis ibu dan merupakan
salah satu hak klien yang harus dipenuhi.
Rasionalisasi : yodium dapat membantu meringankan infeksi dan rasa nyeri yang
ibu rasakan pada vaginanya.
270
c. Beri KIE tentang penyebab keluhan yang dialami dan kemungkinan tindakan
yang akan dilakukan untuk menangani keluhan.
Rasionalisasi : Dengan KIE ibu dapat mengetahui penyebab keluhan yang dialami
dan kemungkinan tindakan yang akan dilakukan guna menangani keluhan ibu
sehingga ibu dan keluarga dapat mempersiapkan diri dan segala sesuatu yang
mungkin diperlukan untuk membantu menangani keluhan ibu.
e. Anjurkan dan motivasi ibu untuk menjaga personal hygiene khususnya hygiene
pada daerah genital
Rasionalisasi : Infeksi dan jamur. Oleh karena itu kebersihan alat kelamin harus
dijaga.
5. Pelaksanaan
6. Evaluasi
271
Untuk mengetahui hasil dari asuhan yang telah diberikan kepada klien yang
mengacu pada pemecahan masalah dan perbaiki kondisi ibu evaluasi disesuaikan
dengan pelaksanaan yang dilaksanakan.
Servisitis
1. Definisi Servisitis
Servisitis adalah infeksi pada serviks uteri. Infeksi serviks sering terjadi
karena luka kecil bekas persalinan yang tidak dirawat dan infeksi karena
hubungan seksual.
Servisitis adalah infeksi pada mulut rahim. Servisitis yang akut sering di
jumpai pada infeksi hubungan seksual sedangkan yang bersifat menahun di
jumpai pada sebagian besar wanita yang pernah melahirkan. Servisitis adalah
radang dari selaput lender canalis cervixalis.
Servisitis/ Endoservisitis adalah inflamasi mukosa dan kelenjar serviks
yang dapat terjadi ketika organism mencapai akses ke kelenjar servikal
setelah berhubungan seksual, aborsi, manipulasi intrauterine, atau persalinan.
2. Jenis Jenis Servisitis
a. Servisitis spesifik Servisitis spesifik merupakan radang pada serviks yang
di sebabkan oleh kuman yang tergolong penyakit akibat hubungan seksual,
beberapa kuman pathogen tersebut antara lain, Chlamydia trachomatis,
Ureaplasma urealytikum, Trichomonas vaginalis, Spesies Candida,
Neisseria gonorrhoeae, herpes 13 14 simpleks II (genitalis), dan salah satu
tipe HPV, di antara pathogen tersebut Clamydia trachomatis adalah yang
tersering dan merupakan penyebab pada hamper 40% kasus servisitis yang
di temukan di klinik menular seksual sehingga jauh lebih sering dari pada
gonorrhea. Infeksi servik oleh Herpes perlu di perhatikan karena
organisme ini dapat di tularkan pada bayi saat persalinan melalui jalan
lahir yang kadang-kadang menyebabkan infeksi Herpes sistematik serius
yang mungkin fatal.
b. Servisitis non-spesifik Servisitis non-spesifik relative lebih banyak di
jumpai karena kuman yang ringan sering di temukan sampai derajat
272
tertentu pada hamper setiap multipara. Walaupun juga sering di ketahui
bersamaan dengan beberapa organism termasuk bentuk koli (coli-form),
bakteroides, streptokokus, dan stafilokokus, namun pathogenesis radang
tersebut masih belum di ketahui dengan jelas. Beberapa pengaruh
predisposisi servisitis non-spesifik antara lain : trauma pada waktu
melahirkan, pemakaian alat pada prosedur ginekologi, hiperestrinisme,
hipoestrinisme, sekresi berlebihan kelenjar endoserfiks, alkalinisasi mucus
serviks, eversi congenital mukosa endoserviks. Servisitis non-spesifik
dapat bersifat akut ataupun kronik, namun sebelumnya perlu di singkirkan
kemungkinan infeksi gonokokus yang menyebabkan bentuk spesifik dari
penyakit akut.
1) Servisitis akut non-spesifik Servisitis ini relative jarang, sebenarnya
terbatas pada wanita pasca melahirkan dan biasanya di sebabkan
oleh stafilokokus dan streptokokus. Infiltrasi peradangan akut
sebagian besar cenderung terbatas pada mukosa superficial dari
endoserviks dan kelenjar endoserviks (endoservisitis) yang di sertai
pembengkakan serviks dan kemerahan pada mukosa endoserviks.
2) Servisitis kronik non-spesifik Servisitis kronik non-spesifik
mungkin akan mengenai paling sedikit 50% wanita pada satu saat
hidupnya. Servisitis kronik biasanya di temukan pada pemeriksaan
rutin atau karena adanya leokorea yang parah, bila keluhanya parah
diferensiasi dengan karsinoma biasanya sukar, walau dengan
kolposkopi maupun biopsy.
3. Etiologi
273
a. Clamydia trachomatis
sering, terutama pada usia muda dan remaja. Pada 16 tahun 2000 di
clamydia.
vaginal.
b. Gonorrhea
274
hibridasinya hanya 30 % yang menunjukkan manifestasi klinik,
bervariasi, dari kutil kecil sampai sangat besar dan dengan tempat
anus serta pada serviks. HPV ini juga dpat menginfeksi serviks.
e. Trichomoniasis
menular seksual
1). Penggunaan
yang terbentuk seperti balon atau kantong yang terbuat dari lateks
275
Penyangga uterus (pessarium) adalah alat yang di gunakan
tersebut beserta uterus tidak dapat turun dan melewati vagina bagian
termasuk reaksi local, yaitu gatal, rasa sakit, bengkak, dan rasa
terbakar.
276
4). Paparan terhadap bahan kimia
menderita IMS.
4. Patofisiologi
anaerob, peradangan ini terjadi karena luka bekas 20 persalinan yang tidak
277
Masuknya infeksi dapat terjadi melalui perlukaan yang menjadi pintu masuk
saluran genetalia, yng terjadi pada waktu persalinan atau tindakan medis
eksternal, oleh karena itu keseluruhan serviks yang terpajan dilapisi oleh
epitel gepeng. Epitel silindris tidak tampak dengan mata telanjang atau
kenyataannya hal ini bias terjadi secara normal pada wanita dewasa.
b. Leukorea (keputihan)
278
d. Sakit pinggang bagian sacral.
g. Sering terjadi pada usia muda dan seseorang yang aktif dalam
berhubungan seksual.
i. Pada servisitis kronik biasanya akan terjadi erosi, suatu keadaan yang
6. Diagnosis
gonorroe.
279
b. Sediaan hapus untuk biakan dan tes kepekaan.
c. Pap smear
bercampur nanah.
7. Diagnosis banding
280
sperma. Terapi pada servistis yang tidak adekuat juga dapat mengakibatkan
8. Pengobatan Penyakit
Albothyl dan irigasi, namun jika servisitis tidak segera sembuh dilakukan
bahwa kemudian diganti dengan epitel gepeng berlapis banyak, namun jika
9. Pencegahan Penyakit
281
Endometritis
1. Definisi
membran mucus pada uterus, yang diakibatkan oleh infeksi bakteri. Biasanya
infeksi bakteri tersebut diperoleh via vagina saat kopulasi ataupun pada saat partus
2. Etiologi
Bakteri yang bisa menyebabkan endometritis antara lain adalah Staphylococcus sp.,
tingkat involusi uteri pada waktu post partum. Hal ini biasanya berkaitan dengan
dan Peters, 2004). Menurut data dari Dirjennak (2008), tingkat kejadian
endometritis di Indonesia cukup tinggi yaitu sekitar 20 – 40%. Sebagian besar kasus
terdeteksi bergantung variasi faktor eksternal dan internal saat dilakukan metode
diagnosa.
282
3. Gejala Klinis
karena infeksi bakteri, terjadinya kegagaan implantasi embrio pada uterus, dan
interval (CI), menurunkan nilai calving rate (CR), dan meningkatkan jumlah S/C
(service per conception) dalam jangka pendek. Sedangkan untuk jangka panjang,
adanya discharge purulent pada uterus atau ukuran diameter serviks sampai >7.5cm
setelah 20 hari setelah menghasilkan susu, atau dengan melihat adanya discharge
antara 20 sampai 33 hari setelah menyusui menjadi 27% lebih lambat untuk
bunting, dan memiliki resiko 1.7 kali untuk mengalami kegagalan reproduksi
dibandingkan dengan sapi yang tidak menderita endometritis (Ball dan Peters,
2004).
4. Patogenesis
menjadi akut dan kronis. Endometritis akut ditandai dengan adanya neutrofil
283
diantara sel kelenjar endometrium, sedangkan endometritis kronis ditandai dengan
adanya sel plasma dan limfosit diantara sel stroma endometrium. Prekursor
pada pelvis, dan infeksi post partus. Endometritis kronis biasanya diikuti dengan
retensi setelah partus, aborsi, atau infeksi bakteri seperti chlamiydia, tuebrculosis,
uterusnya selama 2 minggu pertama, 78% antara hari ke-16 sampai 30, 50% antara
hari ke- 31 sampai 45, dan 9% antara hari ke-45 sampai 60. Sebagian besar bakteri
ini merupakan kontaminan dari lingkungan dan akan dibersihkan oleh uterus tanpa
spp adalah bakteri yang sering ada pada kasus endometritis pada sapi. Tingginya
sekresi kelenjar uterus, dan aktivitas fagositosis dari neutrofil uterus sehingga pada
masa ini rentan adanya infeksi uterus (Ghanem et al. 2015). Pada kuda, bakteri
yang paling banyak diisolasi dari uterus adalah β-hemolytic streptococci dan
5. Diferensial diagnosa
al. 2016).
284
6. Diagnosa
adanya discharge uterus purulen (>50%) setelah 21 hari post partus atau discharge
mukopurulen (50% pus, 50% mukus) setelah 26 hari post partus. Hal-hal lain yang
gloves. Ketika menggunakan salah satu metode ini, harus diperhatikan kebersihan
dari vulva untuk mencegah adanya kontaminasi pada vagina, dan sebaiknya
sampel sitologi yang dikoleksi pada hari ke-21 sampai 33 atau >10% PMN di
sampel yang dikoleksi pada hari ke-34 sampai 47. Sampel sitologi uterus dapat
pada tangkai logam yang masuk pada pipa metal dengan diameter yang sama. Alat
ini dilindungi dengan plastic sheath protector selama masuk ke dalam vagina dan
dikeluarkan dan dinding tubuh ditekan-tekan sedangkan cytobrush diputar 2-3 kali.
Setelah itu, alat dimasukkan ke dalam pipa kembali dan dikeluarkan dari hewan.
285
Cytobrush dioleskan pada slide mikroskop dan dikeringkan menggunakan udara
cairan yang terlihat. Akan tetapi, metode ini kurang sensitif daripada sitologi
7. Terapi
2. infusi uterus
sebanyak 125ml, dan injeksi dengan prostaglandin F2α, dan didapatkan hasil bahwa
terapi prostaglandin F2α menjadi yang paling efektif dibandingkan terapi lainnya.
karena sistem imun dari sapi akan bekerja melawan bakteri kontaminan dalam
286
uterus. Sistem imun akan ditekan selama fase luteal, sehingga jika korpus luteum
tetap ada (presisten) pada ovarium hewan yang terkena endometritis, injeksi
prostaglandin F2α atau analognya menjadi pilihan terapi yang efektif. Pemberian
komponen estrogenik ini dilarang diberikan kepada hewan produksi atau hewan
menunjukkan efek yang baik ketika korpus luteum tidak presisten pada hewan yang
patogenik di lingkungan lumen uterus dan tidak membahayakan sistem imun atau
membutuhkan widrawl time pada hewan produksi susu yang dikonsumsi manusia.
oksitetrasiklin. Saat ini bakteri sudah banyak yang resisten terhadap pemberian
diterima menjadi pilihan terapi untuk mengatasi endometritis klinis. Obat ini
diberikan secara intrauterin di Canada, Eropa, New Zealand, Australia, dan negara-
negara lain. Obat ini dapat meningkatkan performa reproduksi dari sapi, dan
memperbaiki fertilitas pada sapi yang pernah mengalami retensi plasenta, stillbirth,
atau keluarnya discharge pada vulva pada hari ke-13. Obat lain adalah 125 mg
terapi mastitis klinis dapat digunakan untuk mereduksi kontaminasi bakteri, tetapi
287
Kombinasi pemberian sefalosporin pada waktu yang sama atau setelah
dibandingkan dengan pemberian satu terapi saja. Prosedur ini belum mendapatkan
kerusakan pada hewan. Akan tetapi, pemberian dua antibiotik sekaligus harus
sangat diperhatikan oleh dokter hewan karena akan memberikan resiko berupa
permukaan yang bersih dan kontaminasi bakteri pada kulit dan rambut sedikit.
Formulasi pakan juga penting dalam beberapa hal. Defisiensi mikronutrisi seperti
selenium dan vitamin E dapat menghambat reaksi imun tubuh (Sheldon 2007).
Mioma Uteri
2.1 Definisi
Mioma uteri adalah neoplasma otot polos jinak yang berasal dari
miometrium, terdiri dari sel-sel jaringan otot polos, jaringan pengikat fibroid, dan
kolagen. Mioma uteri disebut juga dengan leiomioma uteri atau fibromioma uteri,
karena jumlah kolagen mereka yang cukup besar dapat menciptakan konsistensi
yang berserat maka mereka sering disebut sebagai fibroid. Mioma uteri berbatas
tegas, tidak berkapsul, dan berasal dari otot polos jaringan fibrous sehingga mioma
uteri dapat berkonsistensi padat jika jaringan ikatnya dominan, dan berkonsistensi
lunak jika otot rahimnya yang dominan. Mioma uteri merupakan neoplasma jinak
288
yang paling umum dan sering dialami oleh wanita. Neoplasma ini akan
memperlihatkan gejala klinis berdasarkan pada besar dan letak mioma di uterus.
2.2 Epidemiologi
Dari seluruh wanita, insiden mioma uteri diperkirakan terjadi sekitar 20% – 30%.
Mioma uteri sering ditemukan pada wanita usia reproduksi sekitar 20% – 25%,
angka kejadian ini lebih tinggi pada usia diatas 35 tahun, yaitu sekitar 40%.
hubungan antara mioma uteri dengan hormon estrogen. Mioma uteri belum pernah
dilaporkan terjadi pada usia sebelum menarche sedangkan angka kejadian mioma
uteri pada wanita menopause hanya sekitar 10% (Hall, 2016). Ditemukan bahwa
mereka yang menarche pada usia <10 tahun beresiko mendapat penyakit reproduksi
10% lebih cepat dibandingkan dengan wanita yang memulai menstruasi pada usia
14 tahun. Menarche dini (<10 tahun) ditemukan meningkatkan resiko relatif mioma
uteri 1,24 kali sedangkan menarche lambat (>16 tahun) menurunkan resiko relatif
kulit hitam 3-9 kali lebih tinggi menderita mioma uteri dibandingkan wanita
berkulit putih, sedangkan di Afrika wanita kulit hitam sedikit sekali menderita
yang tak pernah hamil atau hanya satu kali hamil. Statistik menunjukkan 60%
289
mioma uteri berkembang pada wanita yang tidak pernah hamil atau hanya hamil
Uterus merupakan organ yang tebal, berotot, berbentuk seperti buah pir,
sedikit gepeng kearah muka belakang dan terletak di dalam cavum pelvis antara
rektum (posterior) dan vesika urinaria (anterior). Dinding uterus terdiri dari otot
polos dengan ukuran panjang uterus sekitar 7-7,5 cm, lebar > 5,25 cm, dengan tebal
sekitar 1,25 cm. Berat uterus normal kurang lebih 57 gram. Pada masa kehamilan
estrogen dan progesteron yang kadarnya meningkat. Pembesaran ini pada dasarnya
disebabkan oleh hipertrofi otot polos uterus diikuti serabut-serabut kolagen yang
ada menjadi higroskopik akibat meningkatnya kadar estrogen sehingga uterus dapat
multipara, akan mengalami atrofi dan kembali ke ukuran pada masa predolesen.
290
Pembagian Uterus
a. Fundus Uteri (dasar rahim) : bagian uterus yang proksimal yang terletak antara kedua
b. Korpus Uteri : bagian uterus yang membesar pada kehamilan. Korpus uteri mempunyai
fungsi utama sebagai tempat janin berkembang. Rongga yang terdapat pada korpus uteri
c. Serviks Uteri (leher rahim): ujung serviks yang menuju puncak vagina disebut porsio,
hubungan antara kavum uteri dan kanalis servikalis disebut ostium uteri yaitu bagian
291
Endometrium terdiri atas epitel kubik, kelenjar-kelenjar, dan jaringan dengan banyak
tumbuh menebal diikuti dengan bertambah banyaknya pembuluh darah yang diperlukan
Otot polos di bagian dalam miometrium berbentuk sirkuler sedangkan di bagian luarnya
berbentuk longitudinal. Diantara kedua lapisan ini terdapat lapisan otot oblik yang
berbentuk anyaman. Lapisan otot polos ini merupakan bagian yang paling penting pada
proses persalinan karena setelah proses lahirnya plasenta otot-otot ini akan berkontraksi
dengan kuat guna menjepit pembuluh-pembuluh darah yang ada di sekitarnya sehingga
Lapisan ini terdiri dari lima ligamentum yang berfungsi untuk mengfiksasi dan
1. Ligamentum kardinale kiri dan kanan, yakni ligamentum yang terpenting, mencegah
supaya uterus tidak turun, terdiri atas jaringan ikat tebal, dan berjalan dari serviks dan
puncak vagina kearah lateral dinding pelvis. Didalamnya ditemukan banyak pembuluh
292
2. Ligamentum sakro uterinum kiri dan kanan, yakni ligamentum yang menahan uterus
supaya tidak banyak bergerak, berjalan dari serviks bagian belakang kiri dan kanan
3. Ligamentum rotundum kiri dan kanan, yakni ligamentum yang menahan uterus agar
tetap dalam keadaan antofleksi, berjalan dari sudut fundus uteri kiri dan kanan, ke
4. Ligamentum latum kiri dan kanan, yakni ligamentum yang meliputi tuba, berjalan dari
293
2.4
Etiologi
Hingga saat ini penyebab pasti dari mioma uteri masih belum diketahui dan diduga
dihasilkan dari mutasi somatik dari sebuah sel neoplastik tunggal yang berada di antara otot
polos miometrium. Tumbuh mulai dari benih multiple yang sangat kecil dan tersebar pada
miometrium sangat lambat tetapi progresif. Terdapat korelasi antara pertumbuhan tumor
dengan peningkatan reseptor estrogen-progesteron pada jaringan mioma uteri, serta adanya
faktor predisposisi yang bersifat herediter, faktor hormon pertumbuhan, dan Human
Placental Lactogen. Awal mulanya pembentukan tumor adalah terjadinya mutasi somatik
dari sel-sel miometrium. Mutasi ini mencakup rentetan perubahan kromosom baik secara
parsial maupun keseluruhan. Aberasi kromosom ditemukan pada 23%-50% dari mioma uteri
294
yang diperiksa dan yang terbanyak (36,6%) ditemukan pada kromosom 7 (del(7) (q 21) /q
21 q 32).
a. Estrogen
Mioma uteri kaya akan reseptor estrogen. Meyer dan De Snoo mengajukan teori
Cell nest atau teori genitoblast, teori ini menyatakan bahwa untuk terjadinya mioma uteri
harus terdapat dua komponen penting yaitu sel nest (sel muda yang terangsang) dan
estrogen (perangsang sel nest secara terus menerus). Percobaan Lipschutz yang
baik pada permukaan maupun pada tempat lain dalam abdomen. Hormon estrogen dapat
yang cepat selama kehamilan dan terapi estrogen eksogen. Mioma uteri akan mengecil
pada saat menopause dan pengangkatan ovarium. Mioma uteri banyak ditemukan
bersamaan dengan anovulasi ovarium dan wanita dengan sterilitas. Selama fase
normal berkurang. Pada mioma reseptor estrogen dapat ditemukan sepanjang siklus
b. Progesteron
a. Umur
Frekuensi kejadian mioma uteri paling tinggi terjadi antara usia 35-50 tahun yaitu
mendekati angka 40%, sangat jarang ditemukan pada usia dibawah 20 tahun, sedangkan
pada usia menopause hampir tidak pernah ditemukan. Pada usia sebelum menarche kadar
estrogen rendah, dan meningkat pada usia reproduksi, serta akan turun pada usia
menopause, pada wanita menopause mioma uteri ditemukan sebesar 10%. Proporsi
mioma meningkat pada usia 3545 tahun. Penelitian Chao-Ru Chen di New York
menemukan wanita kulit putih umur 40-44 tahun beresiko 6,3 kali menderita mioma uteri
dibandingkan umur < 30 tahun. Sedangkan pada wanita kulit hitam umur 40-44 tahun
beresiko 27,5 kali untuk menderita mioma uteri jika dibandingkan umur < 30 tahun.
b. Riwayat Keluarga
Wanita dengan garis keturunan tingkat pertama dengan penderita mioma uteri
mempunyai 2,5 kali kemungkinan untuk menderita mioma dibandingkan dengan wanita
tanpa garis keturunan penderita mioma uteri. Pada wanita tertentu, khususnya wanita
c. Obesitas
Obesitas juga berperan dalam terjadinya mioma uteri. Hal ini mungkin
berhubungan dengan konversi hormon androgen menjadi estrogen oleh enzim aromatase
296
di jaringan lemak. Hasilnya terjadi peningkatan jumlah estrogen tubuh, dimana hal ini
mioma uteri.
d. Paritas
perkembangan mioma ini dibandingkan wanita yang tidak pernah hamil atau satu kali
hamil. Statistik menunjukkan 60% mioma uteri berkembang pada wanita yang tidak
e. Kehamilan
Angka kejadian mioma uteri bervariasi dari hasil penelitian yang pernah dilakukan
mioma uteri karena tingginya kadar estrogen dalam kehamilan dan bertambahnya
pembesaran mioma uteri. Kehamilan dapat juga mengurangi resiko mioma karena pada
2.6 Klasifikasi
• Mioma Subserosa
Mioma subserosa merupakan mioma yang tumbuh di bawah lapisan serosa uterus dan
dapat bertumbuh ke arah luar dan juga bertangkai, dapat hanya sebagai tonjolan saja,
dapat pula sebagai satu massa yang dihubungkan dengan uterus melalui tangkai.
Pertumbuhan kearah lateral dapat berada di dalam ligamentum latum, dan disebut sebagai
297
mioma intraligamen. Mioma yang cukup besar akan mengisi rongga peritoneum sebagai
darah diambil alih dari tangkai ke omentum. Akibatnya tangkai semakin mengecil dan
terputus, sehingga mioma terlepas dari uterus sebagai massa tumor yang bebas dalam
rongga peritoneum. Mioma jenis ini dikenal sebagai mioma jenis mondering atau
parasitic fibroid. Jarang sekali ditemukan satu macam mioma saja dalam satu uterus.
Mioma pada serviks dapat menonjol ke dalam satu saluran servik sehingga ostium uteri
eksternum berbentuk bulan sabit. Apabila mioma dibelah maka akan tampak bahwa
mioma terdiri dari berkas otot polos dan jaringan ikat yang tersusun sebagai kumparan
(whorle like pattern) dengan pseudokapsul yang terdiri dari jaringan ikat longgar yang
• Mioma intramural
miometrium dan biasanya multiple. Apabila masih kecil, mioma tidak akan merubah
bentuk uterus tetapi bila besar mioma akan menyebabkan uterus berbenjol-benjol dengan
konsistensi yang padat, uterus bertambah besar, dan berubah bentuknya. Mioma sering
tidak memberikan gejala klinis yang berarti kecuali rasa tidak enak karena adanya massa
tumor di daerah perut sebelah bawah. Mioma yang terletak pada dinding depan uterus,
dalam pertumbuhannya akan menekan dan mendorong kandung kemih ke atas, sehingga
• Mioma submukosa
298
Mioma yang berada di bawah lapisan mukosa uterus atau endometrium dan tumbuh
kearah kavum uteri. Hal ini menyebabkan terjadinya perubahan bentuk dan besar kavum
terjadinya perdarahan ireguler. Bila tumor ini tumbuh dan bertangkai, maka tumor dapat
keluar dan masuk ke dalam vagina yang disebut mioma geburt, yang harus diperhatikan
terjadinya torsi dan nekrosis sehingga risiko infeksi sangatlah tinggi. Mioma submukosa
walaupun hanya kecil selalu memberikan keluhan perdarahan melalui vagina. Perdarahan
umumnya dapat diketahui dengan tindakan kuretase, dengan adanya benjolan waktu
kuret, dikenal sebagai currete bump dan dengan pemeriksaan histeroskopi dapat diketahui
299
2.7 Manifestasi Klinis
Keluhan yang diakibatkan oleh mioma uteri sangat tergantung dari lokasi, arah
pertumbuhan, jenis, besar, dan jumlah mioma. Hanya dijumpai pada 35% – 50% saja mioma
uteri menimbulkan keluhan sedangkan sisanya tidak mengeluh apapun, terutama pada
mioma uteri. Dari penelitian multisenter yang dilakukan pada 114 penderita ditemukan 44%
gejala perdarahan, yang paling sering ialah jenis mioma submukosa, sekitar 65% wanita
dengan mioma mengeluh dismenore, nyeri perut bagian bawah, serta nyeri pinggang.
Tergantung dari lokasi dan arah pertumbuhan mioma, maka kandung kemih, ureter, dan usus
dapat terganggu, peneliti melaporkan keluhan disuri (14%) dan keluhan obstipasi (13%).
Mioma uteri sebagai penyebab infertilitas hanya dijumpai pada 2% – 10% kasus. Infertilitas
terjadi sebagai akibat obstruksi mekanis tuba falopii. Abortus spontan dapat terjadi bila
mioma uteri menghalangi pembesaran uterus, dimana menyebabkan kontraksi uterus yang
Penderita mengeluh merasakan adanya massa atau benjolan di perut bagian bawah.
b. Perdarahan Abnormal
berupa menoragia. Tidak ditemukan bukti yang menyatakan perdarahan ini berhubungan
300
disfungsi ovulasi. Teori yang menjelaskan perdarahan yang disebabkan mioma uteri
menyatakan terjadi perubahan struktur vena pada endometrium dan miometrium yang
endokrin dan parakrin dalam mengatur fungsi endometrium. Aposisi kedua jaringan ini
dan aliran darah langsung dari miometrium ke endometrium memfasilitasi interaksi ini.
Growth factor yang merangsang stimulasi angiogenesis atau relaksasi tonus vaskuler dan
yang memiliki reseptor pada mioma uteri dapat menyebabkan perdarahan uterus
abnormal dan menjadi target terapi potensial. Selain itu berkurangnya angiogenik
inhibitory factor atau vasoconstricting factor dan reseptornya pada mioma uteri dapat
Bila terjadi secara kronis maka dapat terjadi anemia defisiensi zat besi dan bila
berlangsung lama dan dalam jumlah yang besar maka sulit untuk dikoreksi dengan
suplementasi zat besi. Perdarahan pada mioma submukosa seringkali diakibatkan oleh
hambatan pasokan darah endometrium, tekanan, dan bendungan pembuluh darah di area
tumor (terutama vena) atau ulserasi endometrium di atas tumor. Tumor bertangkai
seringkali menyebabkan trombosis vena dan nekrosis endometrium akibat tarikan dan
infeksi (vagina dan kaurm uteri terhubung oleh tangkai yang keluar dari ostium serviks).
Dismenore dapat disebabkan oleh efek tekanan, kompresi, dan termasuk hipoksia lokal
miometrium.
301
c. Nyeri Perut (Pelvic Discomfort)
Mioma tidak menyebabkan nyeri dalam pada uterus kecuali apabila kemudian
terjadi gangguan vaskuler. Nyeri lebih banyak terkait dengan proses degenerasi akibat
oklusi pembuluh darah, infeksi, torsi tangkai mioma atau kontraksi uterus sebagai upaya
untuk mengeluarkan mioma subserosa dari kavum uteri, dalam hal ini sifatnya akut,
disertai dengan rasa mual dan muntahmuntah. Pada mioma yang sangat besar, rasa nyeri
dapat disebabkan karena tekanan pada saraf yaitu pleksus uterovaginalis yang rasa
nyerinya menjalar hingga ke pinggang dan tungkai bawah. Gejala abdomen akut dapat
terjadi bila torsi berlanjut dengan terjadinya infark atau degenerasi merah yang
mengiritasi selaput peritoneum (seperti peritonitis). Mioma yang besar dapat menekan
302
d. Pressure Effects (Efek Tekanan)
sekitar uterus. Gejala ini merupakan gejala yang tak biasa dan sulit untuk dihubungkan
pollakisuria dan dysuria, sedangkan penekanan pada uretra dapat menimbulkan retensio
pada rektum tidak begitu besar, kadang-kadang menyebabkan konstipasi atau nyeri saat
defekasi.
Parasitik mioma dapat menyebabkan obstruksi saluran cerna dan perlekatannya dengan
serosanguinea vaginal, perdarahan, dispareunia, dan infertilitas. Bila ukuran tumor lebih
besar lagi, akan terjadi penekanan ureter, kandung kemih dan rektum. Semua efek
penekanan ini dapat dikenali melalui pemeriksaan IVP, kontras saluran cerna, rontgen,
dan MRI. Abortus spontan dapat disebabkan oleh efek penekanan langsung mioma
Hubungan antara mioma uteri sebagai penyebab penurunan kesuburan masih belum
jelas. Dilaporkan sebesar 27% – 40% wanita dengan mioma uteri mengalami infertilitas.
303
Penurunan kesuburan dapat terjadi apabila sarang mioma menutup atau menekan pars
karena distorsi rongga uterus. Perubahan bentuk kavum uteri karena adanya mioma dapat
keberadaan mioma akibat perubahan histologi endometrium dimana terjadi atrofi karena
kompresi massa tumor. Apabila penyebab lain infertilitas sudah disingkirkan dan mioma
dilakukan miomektomi.
Bila terjadi perubahan pasokan darah selama pertumbuhannya, maka mioma dapat
Atrofi
Ditandai dengan pengecilan tumor yang umumnya terjadi setelah persalinan atau
menopause.
Degenerasi Hialin
Terjadi pada mioma yang telah matang atau tua dimana bagian yang semula aktif tumbuh
kemudian terhenti akibat kehilangan pasokan nutrisi dan berubah warnanya menjadi
kekuningan, melunak atau melebur menjadi cairan gelatin sebagai tanda terjadinya
degenerasi hialin. Perubahan ini sering terutama pada penderita usia lanjut disebabkan
karena kurangnya suplai darah. Jaringan fibrous berubah menjadi hialin dan serabut otot
menghilang. Mioma kehilangan struktur aslinya dan menjadi homogen. Dapat meliputi
304
sebagian besar atau hanya sebagian kecil daripadanya seolah-olah memisahkan satu
Degenerasi Kistik
Setelah mengalami hialinisasi, hal tersebut berlanjut dengan cairnya gelatin sehingga
mioma konsistensinya menjadi kistik. Adanya kompresi atau tekanan fisik pada bagian
tersebut dapat menyebabkan keluarnya cairan kista ke kavum uteri, kavum peritoneum,
atau retroperitoneum.
Dapat meliputi daerah kecil maupun luas, dimana sebagian dari mioma menjadi cair,
sehingga terbentuk ruangan-ruangan yang tidak teratur berisi agar-agar, dapat juga terjadi
pembengkakan yang luas dan bendungan limfe sehingga menyerupai limfangioma. Dengan
konsistensi yang lunak tumor ini sukar dibedakan dari kista ovarium atau suatu
kehamilan.
Degenerasi Lemak
Disebut juga miksomatosa yang terjadi setelah proses degenerasi hialin dan kistik.
Degenerasi ini sangat jarang dan umumnya asimtomatik. Pada mioma yang sudah lama
dan serabut ototnya berisi titik lemak dan dapat ditunjukkan dengn pengecatan khusus
untuk lemak.
Disebut juga kalsifikasi, degenerasi ini terutama terjadi pada wanita usia lanjut oleh
karena adanya gangguan dalam sirkulasi. Dengan adanya pengendapan garam kapur pada
305
sarang mioma maka mioma menjadi keras dan memberikan bayangan pada foto rontgen.
Degenerasi ini umumnya terjadi pada mioma subserosa yang sangat rentan terhadap
defisit sirkulasi yang dapat menyebabkan pengendapan kalsium karbonat dan fosfat di
dalam tumor.
Degenerasi ini diakibatkan oleh trombosis yang dikuti dengan terjadinya bendungan vena
dan perdarahan sehingga menyebabkan perubahan warna mioma. Degenerasi jenis ini
seringkali terjadi bersamaan dengan kehamilan karena kecepatan pasokan nutrisi bagi
dan terjadi degenerasi septik dan infark. Degenerasi ini disertai rasa nyeri tetapi akan
menghilang sendiri (self limited). Terhadap kehamilannya sendiri, dapat terjadi partus
Perubahan ini sering terjadi pada masa kehamilan dan nifas. Diperkirakan karena suatu
nekrosis subakut sebagai gangguan vaskularisasi. Pada pembelahan dapat dilihat sarang
mioma seperti daging mentah berwarna merah disebabkan pigmen hemosiderin dan
hemofusin. Degenerasi merah tampak khas apabila terjadi pada kehamilan muda disertai
emesis, haus, sedikit demam, kesakitan, tumor pada uterus membesar dan nyeri pada
perabaan.
Septik
306
Defisit sirkulasi dapat menyebabkan mioma mengalami nekrosis di bagian tengah tumor
yang berlanjut dengan infeksi yang ditandai dengan nyeri, kaku dinding perut, dan demam
akut.
Degenerasi ganas
a. Anamnesis
Cari keluhan utama serta gejala klinis mioma, faktor risiko, serta kemungkinan
komplikasi yang terjadi. Biasanya teraba massa menonjol keluar dari jalan lahir yang
dirasakan bertambah panjang serta adanya riwayat pervaginam terutama pada wanita usia
diatas 40 tahun.
b. Pemeriksaan Fisik
Mioma uteri mudah ditemukan melalui pemeriksaan bimanual rutin uterus. Diagnosis
mioma uteri menjadi jelas bila dijumpai gangguan kontur uterus oleh satu atau lebih
massa yang licin, tetapi sering sulit untuk memastikan bahwa massa seperti ini adalah
c. Pemeriksaan Penunjang
Laboratorium
307
Anemia merupakan akibat paling sering dari mioma. Hal ini disebabkan perdarahan
uterus yang banyak dan habisnya cadangan zat besi. Kadangkadang mioma menghasilkan
antara polisitemia dengan penyakit ginjal diduga akibat penekanan mioma terhadap ureter
Gambaran tumor bentuk bulat atau bulat lonjong baik soliter maupun multipel dengan
hiperekoik homogen, dinding tegas, tanpa efek lateral dan pantulan posterior, pembuluh
308
Histeroskopi digunakan untuk melihat adanya mioma uteri submukosa, jika mioma
ukuran, dan likasi mioma tetapi jarang diperlukan. Pada MRI, mioma tampak
sebagai massa gelap berbatas tegas dan dapat dibedakan dari miometrium normal.
MRI dapat mendeteksi lesi sekecil 3 mm yang dapat dilokalisasi dengan jelas,
Diagnosis banding mioma uteri antara lain kehamilan, neoplasma ovarium, dan
adenomyosis.
konservasi fungsi reproduksi, keadaan umum, dan gejala yang ditimbulkan. Bila kondisi
pasien sangat buruk, lakukan upaya perbaikan yang diperlukan termasuk nutrisi,
suplementasi zat esensial, ataupun transfusi. Pada keadaan gawat darurat akibat infeksi atau
gejala abdominal akut, siapkan tindakan bedah gawat darurat untuk menyelamatkan
309
penderita. Pilihan prosedur bedah terkait dengan mioma uteri adalah miomektomi atau
histerektomi.
a. Konservatif
Penderita dengan mioma kecil dan tanpa gejala tidak memerlukan pengobatan, tetapi
harus diawasi perkembangan tumornya. Jika mioma lebih besar dari kehamilan 10-12
minggu, tumor yang berkembang cepat, terjadi torsi pada tangkai, perlu diambil tindakan
operasi. Terapi konservatif dilakukan bila mioma uteri terjadi tanpa adanya keluhan dan
b. Medikamentosa
Terapi yang dapat memperkecil volume atau menghentikan pertumbuhan mioma uteri
secara menetap belum tersedia pada saat ini. Terapi medikamentosa masih merupakan
terapi tambahan (adjuvan) atau terapi pengganti sementara dari operatif. Preparat yang
agen-agen lain seperti gossypol dan amantadine (Chegini dkk., 2003; Parsanezhad dkk.,
2012). GnRH agonis diberikan 3-6 kali setiap bulan sekali yang dimulai pada hari ke-3
intramuskuler gluteal.
yang lebih tinggi dibandingkan wanita dengan mioma uteri tanpa gejala. Dengan
310
demikian, pengobatan dismenore dan menoragia terkait dengan leiomioma didasarkan
pada peran prostaglandin sebagai mediator dari gejalagejala ini, sehingga penggunaan
c. Operatif
1. Adanya keluhan gangguan haid serta komplikasinya dan atau keluhan pendesakan
organ sekitar.
4. Ketentuan:
a. Umur penderita lebih dari 50 tahun adalah TAH-BSO atau SVH tergantung kondisi
serviks.
b. Menginginkan anak dilakukan miomektomi atau enukleasi mioma baik post GnRH
c. Pada kasus dengan gangguan haid dimana umur lebih dari 40 tahun
311
Miomektomi merupakan tindakan pengambilan sarang mioma saja tanpa
pengangkatan uterus. Tindakan ini dapat dikerjakan misalnya pada mioma submukosa
pada kasus mioma uteri. Histerektomi total umumnya dilakukan dengan alasan
mencegah timbulnya mioma uteri berulang atau timbulnya karsinoma servisis uteri.
Histerektomi untuk mioma uteri dapat dilakukan secara vaginally, abdominally, atau
laparoscopically.
Endometrial Ablation
Hysteroscopy
Embolisasi arteri uterus (Uterin Artery Embolization / UAE) merupakan injeksi arteri
uterina dengan butiran polyvinyl alkohol melalui kateter yang nantinya akan
menghambat aliran darah ke mioma dan menyebabkan nekrosis. Nyeri setelah UAE
lebih ringan daripada setelah pembedahan mioma dan pada UAE tidak dilakukan insisi
312
d. Radiasi dengan radioterapi
Radioterapi dilakukan untuk menghentikan perdarahan yang terjadi pada beberapa kasus.
Alur Tata Laksana Mioma Uterus berdasarkan PPK OBSGYN UNUD 2015
Keluhan positif:
untuk mengetahui kavum uterus, patensi tuba, hidrosalfing, dan tanda-tanda infeksi
kronis.
3. Komplikasi perdarahan seperti lemah, lesu, penyakit jantung, anemia, mudah infeksi,
313
4. Pendesakan ke organ pelviks sehingga menimbulkan gangguan seperti gangguan
berkemih dan defekasi, nyeri pelvik kronik, serta nyeri di regio suprasimfisis.
2.11 Komplikasi
a. Degenerasi ganas
Mioma uteri yang menjadi leiomiosarkoma ditemukan hanya sekitar 0,32% – 0,6% dari
seluruh mioma, serta merupakan 50% – 75% dari semua sarkoma uterus. Keganasan
umumnya baru ditemukan pada pemeriksaan histopatologi pada uterus yang telah
diangkat. Curiga akan keganasan uterus apabila mioma uteri cepat membesar dan apabila
Sarang mioma yang bertangkai dapat mengalami putaran atau torsi sehingga timbul
gangguan sirkulasi akut yang berujung nekrosis, dengan demikian terjadilah sindroma
abdomen akut, namun jika torsi terjadi secara perlahan maka gangguan akut tidak terjadi.
2.12 Prognosis
Prognosis mioma uteri dengan lesi soliter biasanya sangat baik, khususnya bila
dilakukan eksisi. Fertilitas dapat terpengaruh, tergantung dari ukuran dan lokasi mioma.
Mioma uteri sendiri jarang bertransformasi menjadi kanker. Tanda bahaya dari kanker yang
paling umum adalah tumor yang tumbuh secara cepat sehingga membutuhkan tindakan
suatu tindakan kuratif. Mioma uteri yang kambuh kembali (rekurens) setelah dilakukan
miomektomi terjadi pada 15% – 40% pasien dan 60% memerlukan tindakan lebih lanjut.
314
2.13 Pencegahan
a. Pencegahan Primordial
Pencegahan ini dilakukan pada perempuan yang belum menarche atau sebelum terdapat
resiko mioma uteri. Upaya yang dapat dilakukan yaitu dengan mengkonsumsi makanan
b. Pencegahan Primer
Upaya pencegahan ini dapat dilakukan dengan penyuluhan mengenai faktor-faktor resiko
mioma terutama pada kelompok yang beresiko yaitu wanita pada masa reproduktif. Selain
itu tindakan pengawasan terhadap pemberian hormon estrogen dan progesteron dengan
mengandung estrogen lebih rendah dibanding pil sekuensil, oleh karena pertumbuhan
c. Pencegahan Sekunder
Pencegahan sekunder ditujukan untuk orang yang telah terkena mioma uteri, tindakan ini
tepat.
d. Pencegahan Tersier
315
Pencegahan tersier merupakan upaya yang dilakukan setelah penderita melakukan
pengobatan. Pencegahan pada tahap ini berupa rehabilitasi untuk meningkatkan kualitas
hidup dan mencegah timbulnya komplikasi. Pada dasarnya hingga saat ini belum
mempertahankannya. Penderita pasca operasi harus mendapat asupan gizi yang cukup
316
Endometriosis
a. Pengertian
memicu reaksi peradangan (HIFERI dan POGI, 2017). Definisi lain endometriosis
yang umum digunakan yaitu keberadaan kelenjar dan stroma endometrial pada lokasi
b. Etiologi
endometriosis masih belum diketahui secara pasti. Beberapa teori berbeda telah
dicetuskan oleh para ahli. Teori-teori tersebut dapat dikelompokkan menjadi teori-
teori yang menyatakan bahwa jaringan endometriosis yang muncul berasal dari
mendukung bahwa jaringan endometriosis berasal dari jaringan lain diluar uterus.
1) Menstruasi Retrograde
mengamati adanya pergerakan bebas darah dan bagian dari jaringan endometrium
dari tuba falopii menuju ke ruang peritoneum saat melakukan laparotomi pada
2) Metaplasia Selomik
membentuk janin secara sempurna. Rongga- rongga tersebut dilapisi oleh lapisan
epitel selomik (celomic epithelium) yang berasal dari lempeng mesoderm. Lapisan
(Laura, et al., 2016). Epitel selomik yang tidak terdiferensiasi menjadi sel-sel
pada sel-sel tersebut masih belum diketahui secara pasti. Terdapat keterlibatan
sistem imun dan faktor hormonal sebagai dua hal yang dapat menstimulasi sel-sel
pelvis, contohnya pada regio thoraks (Sonavane, et al., 2011). Teori metastasis
limfonodi terdekat untuk selanjutnya berhalan melalui pembuluh limfa dan vena
menuju ke bagian tubuh yang jauh (Patel, et al., 2018). Dugaan keterlibatan
c. Patofisiologi
1) Gangguan Hormon
ekspresi dari ratusan gen yang berperan dalam berbagai fase siklus menstruasi
disintesis dalam tiga bentuk utama yaitu estron (E1), estradiol atau 17β-estradiol
319
Dalam kondisi fisiologis, hormon estrogen diproduksi oleh sel folikel ovarium
secara siklik sepanjang siklus menstruasi (Hawkins dan Matzuk, 2010). Estradiol,
bentuk paling poten dari hormon estrogen, memegang peranan penting dalam
kemampuan sel endometrium untuk tetap bertahan dan berproliferasi secara ektopik
pada endometriosis. Menurut Bulun (2009), estradiol dapat mencapai lokasi lesi
estradiol yang diproduksi oleh sel folikel ovarium mencapai lokasi endometriosis
melalui sirkulasi. Kedua, enzim aromatase yang terdapat pada jaringan perifer
Puncak kadar hormon progesteron terjadi pada fase luteal dalam siklus
menstruasi dan dapat menjadi penanda yang baik terhadap terjadinya ovulasi
(Marcinkowska, 2020). Kadar progesteron yang tinggi saat ovulasi berfungsi untuk
penurunan respon sel terhadap hormon progesteron. Hal ini dapat diketahui melalui
gen-gen yang berperan dalam regulasi siklus sel seperti Proliferating Cell Nuclear
320
Antigen (PCNA), Ki67, forkhead box protein O1 (FOXO1), dan Mitotic Arrest
fase sekretori pada wanita normal, mengalami peningkatan pada wanita dengan
lainnya tidak menunjukkan perbedaan dengan kondisi normal (Patel, et al., 2017).
perubahan pada ekspresi isoform reseptor progesteron PR-A dan PR-B, koaktivator
reseptor steroid, dan berbagai efektor lain yang dapat menurunkan efektivitas kerja
Selain peningkatan hormon estrogen yang berasal dari dalam tubuh, paparan
terhadap senyawa menyerupai estrogen dari luar juga merupakan salah satu faktor
Chemicals atau EDC diartikan sebagai zat kimia eksogen yang dapat memberikan
pengaruh terhadap aspek apa saja dalam aksi hormon di tubuh manusia (Zoeller, et
bisphenyls (PCB) yang dibuktikan melalui penelitian pada monyet rhesus (Smarr,
et al., 2016).
juga dapat berasal dari fenomena alam contohnya erupsi vulkanik dan kebakaran
hutan. Lebih dari 90 persen paparan dioxin pada manusia terjadi melalui konsumsi
makanan, terutama daging, olahan susu, ikan, dan hasil laut (WHO, 2016).
melalui rantai makanan perlu dilakukan untuk menghindari efek buruk yang dapat
ditimbulkan.
inflamasi lokal melalui rekrutmen sel- sel imun ke lokasi tersebut, sebagai respon
IL-1β, IL-6, dan TNF-α serum pada wanita dengan endometriosis lebih tinggi
kemoatraktan kuat terhadap sel neutrofil, juga dilaporkan meningkat pada lesi
sel Natural Killer (NK) dan sel limfosit T, menurunnya kemampuan fagosit sel
al., 2011). Selanjutnya, sitokin dan growth factor yang disekresi oleh sel-sel imun
tersebut, terdapat reaksi inflamasi yang dimediasi sistem imun yang, bersamaan
angiogenik dengan jumlah yang tinggi (Malutan, et al., 2015). Hal-hal tersebut akan
d. Manifestasi Klinis
diantaranya adalah dismenorea berat pada wanita infertile, dismenorea, nyeri pelvis
kronis (chronic pelvic pain), nyeri abdominopelvis, perdarahan berat saat menstruasi,
323
perdarahan pasca koitus dan/atau riwayat terdiagnosis kista ovarium, dispareunia
dalam (deep dyspaneuria), keluhan intestinal siklik (irritable bowel syndrome), dan
Tabel 2.1: Gejala Klinis Pasien Endometriosis (HIFERI dan POGI, 2017)
Nyeri haid 62
Nyeri pelvis kronis 57
Dispareunia dalam 55
Keluhan intestinal siklik 48
Infertilitas 40
1) Nyeri Haid
Nyeri haid atau dismenorea dapat berupa kumpulan gejala seperti nyeri
pada kontraksi uterus dan keberadaan lesi yang memicu sensasi nyeri (Harada,
2013.
324
2) Nyeri Pelvis Kronis
atau chronic pelvic pain adalah nyeri kronis atau nyeri berkelanjutan pada
berkelanjutan selama enam bulan atau lebih atau berupa nyeri hilang
timbul secara siklik selama kurun waktu yang sama. Pemeriksaan fisik
susukan lesi dan letak lesi. Hal ini menjelaskan kemungkinan perbedaan
3) Dispareunia Dalam
327
nyeri/penetrasi genito-pelvis dan tercantum dalam The Diagnostic and
pada lokasi nyeri yang dirasakan pasien ketika terjadi penetrasi dalam
pasien berupa nyeri pada introitus vagina saat awal penetrasi dan seringkali
nyeri sekitar rongga panggul akan dirasakan pasien saat penetrasi secara
endometriosis yang dapat ditemukan pada 55% penderita (Tabel 1). Meski
328
endometriosis timbul melalui mekanisme proliferasi serabut saraf melalui
saraf, diduga terdapat alterasi sistem sensitisasi rasa sakit dan alterasi
rasangan zat kimia seperti ATP dan bradikinin (Farzael, et al., 2016; Ek,
329
secara signifikan dengan lokasi berkembangnya lesi endometriosis (Ek, et
al., 2015).
usus (Issa, et al., 2016). Keberadaan dua kondisi patologis tersebut secara
penderita, terutama saat sedang dalam masa menstruasi (Ek, et al., 2015).
5) Infertilitas
330
tidak terjadi (Wahl, et al., 2020). Perubahan fisiologis sistem reproduksi
tingkat fertilisasi yang lebih rendah (Singh, et al., 2014). Penyebab yang
sebelumnya.
e. Pemeriksaan Fisik
331
endometriosis dan menyimpulkan dugaan letak pertumbuhan jaringan
f. Pemeriksaan Penunjang
dari serum atau plasma, urin, dan cairan endometrium atau cairan
menstruasi yang diambil melalui fornix posterior vagina atau serviks saat
332
dengan proses inflamasi, seperti CA-125, merupakan indikator yang
g. Diagnosis
panggul yang muncul pada pasien, seperti masalah pencernaan atau saluran
333
pengangkatan massa. Secara mikroskopis, pada lesi endometriosis dapat
implantasi sel endometrium ektopik, dan ukuran lesi serta ada tidaknya
334
Gambar 2.1: Derajat keparahan (severitas) endometriosis (Johnson,
et al., 2017).
h. Tatalaksana
(HIFERI dan POGI, 2017). Dalam pemilihan tatalaksana untuk pasien, dokter
335
massa, dan keinginan pasien untuk memiliki keturunan.
bedah yang bersifat konservatif diutamakan untuk pasien yang masih dalam
usia reproduktif dan ingin hamil di masa depan atau mencegah induksi
pengangkatan uterus dan tuba falopii disertai eksisi seluruh lesi endometriosis
336