Tugas ini ditulis Untuk Memenuhi Salah Satu Tugas Pada Mata Kuliah Terapi
Komplementer Dalam Keperawatan
Dosen Pengampu:
Ns. Aprilina Sartika, S.Kep., M.Kes
Oleh :
Cahya Faturohman 030320745
Masa remaja merupakan masa peralihan dari masa kanak-kanak ke masa dewasa
yang meliputi semua perkembangan seperti perkembangan fisik, emosional, maupun
sosial yang akan dialami remaja putri sebagai proses persiapan memasuki masa
dewasa.Batasan usia remaja menurut WHO adalah 12 sampai 24 tahun. Menurut Depkes
RI adalah antara 10 sampai 19 tahun dan belum kawin. Menurut BKKBN adalah 10
sampai 19 tahun.
Menstruasi adalah proses alamiah yang terjadi pada perempuan. Wanita yang
sehat dan tidak hamil setiap bulan secara teratur mengeluarkan darah dari alat
kandungannya yang disebut menstruasi (haid). Tanda dan gejala awal menstruasi yakni
kram atau nyeri perut (dysmenorrhea), nyeri punggung bawah, rasa nyeri dan tegang pada
payudara, nafsu makan meningkat atau berkurang, perubahan suasana hati, mudah
tersinggung atau emosional, sakit kepala dan mudah kelelahan. Pada sebagian wanita
menstruasi ditandai dengan demam, keputihan, pusing, dan gejala atau tanda paling
umum dari menstruasi yang dialami oleh wanita adalah muncul jerawat di wajah.
Dismenore adalah nyeri perut yang berasal dari kram rahim dan terjadi selama
menstruasi. Nyeri di masa remaja merupakan periode terjadinya perkembangan yang
pesat baik secara fisik, psikologis, maupun intelektual (Hikmah et al., 2018). Nyeri haid
disebut juga dismenorea yang disebabkan oleh terjadinya kontraksi rahim, lepasnya
dinding rahim akibat peningkatan prostaglandin.Dismenorea dibedakan menjadi 2 jenis
yaitu dismenorea primer dan dismenorea sekunder.
Dismenorea primer adalah perasaan sakit di bagian perut bawah yang terjadi
karena ketidakseimbangan hormon, tanpa kelainan pada alat reproduksi dan dismenorea
sekunder biasanya ditemukan jika terdapat penyakit atau kelainan pada alat
reproduksi.Nyeri dapat dirasakan sebelum, selama, dan sesudah.
Menurut world health organization (WHO) tahun 2015 didapatkan angka kejadian
dysmenorrhea di dunia sangat besar, rata-rata lebih dari 50% perempuan mengalami
dysmenorrhea primer, Prevalensi dysmenorrhea di setiap negara berbeda-beda. Prevalensi
di Amerika Serikat kurang lebih sekitar 85%, di Italia sebesar 84,1% dan di Australia
sebesar 80%. Prevalensi rata-rata di Asia kurang lebih sekitar 84,2% dengan spesifikasi
68,7% terjadi di Asia Timur laut, 74,8% di Asia Timur Tengah, dan 54,0% di Asia Barat
laut. Prevalensi di negara-negara Asia Tenggara juga berbeda, angka kejadian di
Malaysia mencapai 69,4% dan Thailand 84,2%. Angka kejadian dismenore di Indonesia
yaitu sebesar 54,89% dan angka kejadian dismenore di Jawa Barat yaitu 54,9%.
Menurut Kristiani & Priyono (2016), jahe merah mengandung zat yang dapat
menghentikan kerja prostaglandin penyebab rasa sakit dan peradangan pembuluh darah,
sehingga nyeri yang dialami responden akibat menstruasi menjadi lebih ringan setelah
minum jahe merah.
Jahe merah merupakan salah satu varian jahe yang memiliki kandungan minyak
astiri lebih tinggi dibanding dengan varian jahe lainnya. Minyak astiri yang terkandung
dalam jahe merah mengandung kandungan kimia gingerol yang memberikan efek yang
kuat dalam menghambat biosintesis prostaglandin (Kuichi, 1982 dalam (Achmad & dkk,
2008)).
Dismenorea berasal dari bahasa Yunani yaitu “dys” yang berarti sulit atau
menyakitkan atau tidak normal. “Meno” berarti bulan dan “rrhea” yang berarti aliran.
Dismenorea adalah rasa sakit atau nyeri pada bagian bawah perut yang terjadi saat
wanita mengalami siklus menstruasi (Ratnawati, 2017). Biasanya nyeri yang
dirasakan mencapai puncaknya dalam waktu 24 jam dan setelah 2 hari akan
menghilang. Dismenorea juga sering disertai dengan pegal-pegal, lemas, mual, diare
dan kadang sampai muntah (Nugroho dan Indra, 2014).
2. Etiologi Disminore
a. Usia Menarche
b. Disminore Sekunder
Nyeri dengan pola yang berbeda didapatkan pada dismenore sekunder yang
terbatas pada onset haid. Ini biasanya berhubungan dengan perut besar atau
kembung, pelvis terasa berat, dan nyeri punggung. Secara klinis, nyeri meningkat
secara progresif selama fase luteal dan akan memuncak sekitar onset haid. Berikut
adalah gejala klinis dismenore secara umum :
1) Dismenore terjadi selama siklus pertama atau kedua setelah haid pertama
2) Dismenore dimulai setelah usia 25 tahun
3) Terdapat ketidaknormalan pelvis dengan pemeriksaan fisik, pertimbangkan
kemudian endometriosis, pelvic inflammatory disease (penyakit radang
panggul), dan pelvic adhesion (perlengketan pelvis).
4) Sedikit atau tidak ada respons terhadap obat golongan NSAID (nonsteroidal
anti-inflammatory drug) atau obat anti – inflamasi non – steroid, kontrasepsi
oral, atau keduanya.
4. Patofisiologi
a. Disminore Primer
Bila tidak terjadi kehamilan, maka korpus luteum akan mengalami regresi
dan hal ini akan mengakibatkan penurunan kadar progesteron. Penurunan ini akan
mengakibatkan labilisasi membran lisosom, sehingga mudah pecah dan
melepaskan enzim fosfolipase A2. Enzim ini akan menghidrolisis senyawa
fosfolipid yang ada di membran sel endometrium; menghasilkan asam
arakhidonat. Adanya asam arakhidonat bersama dengan kerusakan endometrium
akan merangsang kaskade asam arakhidonat yang akan menghasilkan
prostaglandin, antara lain PGE2 dan PGF2 alfa. Wanita dengan dismenore primer
didapatkan adanya peningkatan kadar PGE dan PGF2 alfa di dalam darahnya,
yang akan merangsang miometrium dengan akibat terjadinya peningkatan
kontraksi dan disritmi uterus. Akibatnya akan terjadi penurunan aliran darah ke
uterus dan ini akan mengakibatkan iskemia. Prostaglandin sendiri dan
endoperoksid juga menyebabkan sensitisasi dan selanjutnya menurunkan ambang
rasa sakit pada ujung – ujung saraf aferen nervus pelvicus terhadap rangsang fisik
dan kimia (Aspiani, 2017).
b. Disminore Sekunder
Dismenore sekunder dapat terjadi kapan saja setelah haid pertama, tetapi
yang paling sering mucul di usia 20 – 30 tahunan, setelah tahun – tahun normal
dengan siklus tanpa nyeri. Peningkatan prostaglandin dapat berperan pada
dismenore sekunder. Namun, penyakit pelvis yang menyertai haruslah ada.
1. Karakter Botani
Jahe termasuk ke dalam divisi Magnoliophyta, kelas Monocotyledoneae, ordo
Zingiberales, dan famili Zingiberaceae (USDA, 2020). Jahe merupakan tanaman
herbaceus, memiliki rhizoma, bersifat perenial, tinggi tanaman di atas tanah dapat
mencapai 90 cm. Rhizoma bersifat aromatik, berwarna kuning pucat. Daun memiliki
bangun lanset-lonjong, sempit dan panjang, lebar 2-3 cm, helaian daun berangsur-angsur
meruncing ke arah ujung daun, memiliki pelepah dan tangkai daun yang pendek, duduk
daun berselang-seling.
2. Kandungan Jahe Merah
Untuk membuat air rebusan jahe merah peneliti menggunakan jahe merah 10
gram, gula merah 10 gram dan air 400 ml. Cara pembuatannya yaitu jahe merah
dikupas terlebih dahulu, dicuci bersih dengan air mengalir, jahe merah yang sudah
diiris lalu direbus dengan 400 ml air, rebus hingga airnya tersisa 200 ml. Dinginkan
air rebusan jahe merah tersebut dan jika sudah dingin masukkan ke dalam botol. Air
rebusan jahe merah tersebut dapat dikonsumsi oleh responden 1 kali sehari selama
menstruasi. Tidak lupa untuk mencuci tangan sebelum melakukan pengolahan dan
sesudah melakukan pengolahan.
4. Pathway
5. Penelitian Pendukung
1.. Anggraini, M. A., Lasiaprillianty, I. W., & Danianto, A. (2022). Diagnosis dan
Tata Laksana Dismenore Primer. Cermin Dunia Kedokteran, 49(4), 201-206.
2. Bingan, E. C. S. (2021). Efektivitas air rebusan jahe merah terhadap intensitas
nyeri haid. Jurnal Kesehatan Manarang, 7(1), 60-63.
3.Intiyaswati, I. (2022). PENGARUH PEMBERIAN JAHE MERAH TERHADAP
PENURUNAN NYERI MENSTRUASI PADA REMAJA PUTRI. Jurnal
Kebidanan, 11(2), 1-7.
4.Ishak, F., Asikin, Z. F., & Hiola, F. A. A. (2022). Pengaruh Kompres Jahe Hangat
terhadap Nyeri Haid (Dysmenorrhea) pada Remaja Putri di Pondok Pesantren
Hubulo Gorontalo. Media Publikasi Promosi Kesehatan Indonesia
(MPPKI), 5(6), 710-715.
5. SARI, D., & NASUHA, A. (2021). Kandungan Zat Gizi, Fitokimia, dan Aktivitas
Farmakologis pada Jahe (Zingiber officinale Rosc.). Tropical Bioscience: Journal of
Biological Science, 1(2), 11-18.