Anda di halaman 1dari 17

LAPORAN PENDAHULUAN

“ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN TONSILITIS”

STASE
KEPERAWATAN MEDIKAL BEDAH
MINGGU 6

DISUSUN OLEH:
EKO SUSANTO
NIM. 891233004

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN PROFESI NERS


STIKES YARSI PONTIANAK
TAHUN 2023

LAPORAN PENDAHULUAN
1. Pengertian
Penyakit tonsilitis merupakan peradangan pada tonsil yang disebabkan oleh
infeksi bakteri atau virus. Selain virus dan bakteri, penyakit ini juga bisa disebabkan
karena kegagalan atau ketidaksesuaian pemberian antibiotik pada saat pertama kali
menderita (tonsilitis akut) sehingga penyakit ini semakin meradang jika timbul untuk
kedua kalinya dan menjadi tonsilitis kronis. Penyakit ini dapat mengenai semua umur
namun umumnya menyerang pada anak-anak (Ramadhan et al., 2017).
Tonsilitis diartikan sebagai peradangan pada tonsil palatina yang ditandai
dengan peradangan tonsil, sakit tenggorok, gangguan menelan, dan pembesaran ringan
kelenjar limfe di leher. Peradangan biasanya meluas hingga ke adenoid maupun tonsil
lingual (melibatkan cincin Waldeyer) dan seringkali bersamaan dengan faringitis yang
dinamakan faringotonsilitis. Penyebaran infeksi ini ditransmisikan melalui udara (air
borne droplet), tangan, dan ciuman (Klarisa dan Fardizza F, 2014).

Berdasarkan pengertian di atas kesimpulan dari penulis adalah tonsilitis


merupakan suatu peradangan pada tonsil yang disebabkan oleh bakteri ataupun virus,
prosesnya bisa akut atau kronis.
2. Penyebab dan faktor predisposisi
Gejala umum tonsilitis kronis yaitu sakit tenggorok, disfagia, dan demam.
Penyakit tonsil mempengaruhi struktur terkait anatomi lainnya seperti celah telinga
tengah, sinus paranasal, dan gabungan saluran pernafasan dengan bagian atas saluran
pencernaan. Anak-anak yang mengalami tonsilitis kronis memiliki pembesaran tonsil
dan pembuluh darah membesar pada permukaan tonsil (Triola, Zuhdi, & Vani, 2020).
Tanda-tanda maupun gejala tonsilitis yang sering ditemukan diantaranya
perasaan mudah lelah dan lesu, sulit berkonsentrasi, rasa tidak enak pada tenggorokan,
sulit menelan hingga rasa sakit saat menelan, nafas atau mulut berbau serta terkadang
muncul juga gangguan pada telinga dan siklus tidur seseorang. Pengaruh non mikroba
juga menjadi penyebab dari penyakit ini seperti refluks esofagus, imunomodulator dan
radikal bebas. Radikal bebas sendiri merupakan molekul tidak stabil dan sangat reaktif
sehingga bisa menyebabkan kerusakan jaringan terutama di membrane sel (Liwikasari,
2018).

Peradangan tonsil akan mengakibatkan pembesaran yang menyebabkan


kesulitan menelan atau seperti ada yang mengganjal di tenggorok. Pada anak biasanya
keadaan ini juga dapat mengakibatkan keluhan berupa ngorok saat tidur karena
pengaruh besarnya tonsil mengganggu pernafasan bahkan keluhan sesak nafas juga
dapat terjadi apabila pembesaran tonsil telah menutup jalur pernafasan. Jika peradangan
telah ditanggulangi, kemungkin tonsil kembali pulih seperti semula atau bahkan tidak
dapat kembali sehat seperti semula. Apabila tidak terjadi penyembuhan yang sempurna
pada tonsil, dapat terjadi infeksi berulang. Apabila keadaan ini menetap, bakteri
patogen akan bersarang di dalam tonsil dan terjadi peradangan yang kronis atau yang
disebut dengan tonsilitis kronis (Maulana Fakh, Novialdi, & Elmatris, 2016)
3. Manifestasi klinik (tanda & gejala)
Manifestasi klinis yang muncul akan berbeda-beda pada setiap kategori tonsilitis
sebagai berikut. (Rusmarjono & Soepardi, 2016).
a. Tonsilitis akut
1) Tonsilitis viral
Gejala tonsilitis viral lebih menyerupai common cold yang disertai rasa nyeri
tenggorok dan beberapa derajat disfagia. Dan pada kasus berat dapat meolak
untuk minum atau makan melalui mulut. Penderita mengalami malaise, suhu
tinggi, dan nafasnya bau.
2) Tonsilitis bacterial
Gejala dan tanda Masa inkubasi 2 – 4 hari. Gejala dan tanda yang sering
ditemukan adalah nyeri tenggorok dan nyeri waktu menelan, demam dengan suhu
tubuh yang tinggi, rasa lesu, rasa nyeri di sendi-sendi, tidak nafsu makan dan rasa
nyeri di telinga karena nyeri alih (referred pain) melalui saraf N. glosofaringeus
(N. IX). Pada pemeriksaan tampak tonsil membengkak, hiperemis dan terdapat
detritus berbentuk folikel, lakuna atau tertutup oleh membran semu. Kelenjar sub-
mandibula membengkak dan nyeri tekan. (otalgia).
b. Tonsilitis Membranosa
1) Tonsilitis difteri

Gejala umum seperti juga gejala infeksi lainnya yaitu kenaikan suhu tubuh
biasanya subfebris, nyeri kepala, tidak nafsu makan, badan lemah, nadi lambat
serta keluhan nyeri menelan. Gejala lokal yang tampak berupa tonsil
membengkak ditutupi bercak putih kotor yang makin lama makin meluas dan
bersatu membentuk membran semu. Membran ini dapat meluas ke palatum mole,
uvula, nasofaring, lanng, trakea dan bronkus dan dapat menyumbat saluran
napas. Membran semu ini melekat erat pada dasarnya, sehingga bila diangkat
akan mudah berdarah. Pada perkembangan penyakit ini bila infeksinya berjalan
terus, kelenjar limfa leher akan membengkak sedemikian besarnya sehingga
leher menyerupai leher sapi (bull neck) atau disebut juga Burgemeester's.
2) Tonsilitis Septik Disebabkan oleh Streptococcus hemoliticus pada susu sapi, tapi
di Indonesia jarang.
3) Angina Plaut Vincent
Gejala demam sampai dengan 39o C, nyeri kepala, badan lemah, dan kadang-
kadang terdapat gangguan pencernaan. Rasa nyeri di mulut, hipersalivasi, gigi
dan gusi mudah berdarah. Pada pemeriksaan tampak mukosa mulut dan faring
hiperemis, tampak membran putih keabuan di atas tonsil, uvula, dinding faring,
gusi, serta terdapat bau mulut dan kelenjar sub mandibula membesar.
4. Patofisiologi
Proses infeksi diawali dengan masuknya bakteri atau virus ke dalam tubuh lewat
hidung atau mulut. Tonsil berfungsi sebagai filter atau penyaring, sehingga organisme
yang masuk akan diselimuti oleh sel-sel darah putih, kemudian akan menyebabkan
infeksi ringan pada tonsil. Keadaan ini akan merangsang tubuh untuk membentuk
antibody untuk melawan infeksi yang dating, akan tetapi ketika antibody yang
terbentuk tidak dapat melawan infeksi bakteri dan virus, maka hal itulah yang
menyebabkan tonsillitis.
Bakteri atau virus akan menginfeksi epitel tonsil dan menjandaannya terkikis dan
terjadi peradangan serta infeksi pada tonsil. Infeksi tonsil jarang menimbulkan gejala,
namun ketika terjadi pembesaran yang ekstrim, dapat menimbulkan gejala sakit ketika
menelan. Infeksi tonsil tersebut ialah peradangan pada tenggorokan terutama dengan
tonsil yang abses (abses peritonsilar). Abses yang besar yang terbentuk di belakang
tonsil akan menyebabkan sakit yang hebat dan menimbulkan demam tinggi (39-40 C).
Abses kemudian akan mendorong tonsil kearah tengah tenggorokan. Pasien akan
merasa sakit pada tenggorokan sehingga berhenti makan. Peradangan pada tonsil juga
dapat menyebabkan sukar menelan, panas, bengkak dan kelenjar getah bening melemah
di dalam daerah submandibular, sakit pada sendi dan otot, kedinginan, seluruh tubuh
sakit, sakit kepala dan biasanya sakit pada telinga. Sekresi yang berlebih akan membuat
pasien mengeluh sulit menelan, belakang tenggorokan akan terasa mengental. Hal-hal
yang tidak menyenangkan tersebut biasanya berakhir setelah 72 jam (Wahyuni, 2017)
5. Pathway keperawatan
Infeksi virus influenza,
Perokok aktif

Inflamasi pada tonsil

Tonsilitis

Tonsilektomi

Pre operasi Post operasi

Nyeri saat menelan Kurang informasi


Terdapat Luka Operasi

Gangguan menelan ansietas Terjadinya


diskontinuitas jaringan

Nyeri Akut Risiko Infeksi

6. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan pasien tonsilitis secara umum (Hidayatulloh, 2018) :
a. Jika penyebab bakteri, diberikan antibiotik peroral (melalui mulut) selama 10 hari,
jika mengalami kesulitan menelan, bisa diberikan dalam bentuk suntikan.
b. Pengangkatan tonsil (Tonsilektomi) dilakukan jika:
1) Tonsilitis terjadi sebanyak 7 kali atau lebih / tahun.
2) Tonsilitis terjadi sebanyak 5 kali atau lebih / tahun dalam kurun waktu 2 tahun.
3) Tonsilitis terjadi sebanyak 3 kali atau lebih / tahun dalam kurun waktu 3 tahun.
4) Tonsilitis tidak memberikan respon terhadap pemberian antibiotik.
7. Pemeriksaan penunjang
Pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan pada penderita Tonsilitis Kronis:
a. Mikrobiologi
Penatalaksanaan dengan antimikroba sering gagal untuk mengeradikasi kuman
pathogen dan mencegah kekambuhan infeksi pada tonsil. Kegagalan
mengeradikasi organism patogen disebabkan ketidaksesuaian pemberian
antibiotika atau penetrasi antibiotika yang inadekuat (Hammouda et al, 2009).
Gold standard pemeriksaan tonsil adalah kultur dari dalam tonsil. Berdasarkan
penelitian Kurien di India terhadap 40 penderita Tonsilitis Kronis yang dilakukan
tonsilektomi, didapatkan kesimpulan bahwa kultur yang dilakukan dengan swab
permukaan tonsil untuk menentukan diagnosis yang akurat terhadap flora bakteri
Tonsilitis Kronis tidak dapat dipercaya dan juga valid.
Bakteri penyebab tonsilitis tersering adalah Grup A streptococcus B hemolitikus.
Daerah tenggorokan banyak mengandung flora normal. Permukaan tonsil
mengalami kontaminasi dengan flora normal di saluran nafas atas. Patogen yang
didapatkan dari daerah ini bisa jadi bukan merupakan bakteri yang menginfeksi
tonsil. Pemeriksaan kultur dari permukaan tonsil saja tidak selalu menunjukkan
bakteri patogen yang sebenarnya, sehingga pemeriksaan bakteriologi dapat
dilakukan dengan swab jaringan inti tonsil. Pemeriksaan kultur dari inti tonsil
dapat memberikan gambaran penyebab tonsilitis yang lebih akurat. Pemeriksaan
kultur dari inti tonsil ini dilakukan sesaat setelah tonsilektomi atau dengan aspirasi
jarum halus dengan pasien diberikan narkose lokal terlebih dahulu.
b. Histopatologi
Penelitian yang dilakukan Ugras dan Kutluhan tahun 2008 di Turkey terhadap 480
spesimen tonsil, menunjukkan bahwa diagnosa Tonsilitis Kronis dapat ditegakkan
berdasarkan pemeriksaan histopatologi dengan tiga kriteria histopatologi yaitu
ditemukan ringan- sedang infiltrasi limfosit, adanya Ugra’s abses dan infitrasi
limfosit yang difus. Kombinasi ketiga hal tersebut ditambah temuan histopatologi
lainnya dapat dengan jelas menegakkan diagnosa Tonsilitis Kronis.
8. Pengkajian focus (pengkajian riwayat kesehatan, perubahan pola fungsi, pemeriksaan
fisik dan pemeriksaan penunjang terfokus pada kasus)
a. Wawancara
1) Kaji adanya riwayat penyakit sebelumnya (tonsillitis)
2) Apakah pengobatan adekuat
3) Kapan gejala itu muncul
4) Apakah mempunyai kebiasaan merokok
5) Bagaimana pola makannya
6) Apakah rutin / rajin membersihkan mulut
b. Pengkajian Pola
1) Data dasar pengkajian Integritas Ego
Gejala : perasaan takut Khawatir bila pembedahan mempengaruhi hubungan
keluarga, kemampuan kerja, dan keuangan.
Tanda : ansietas, depresi, menolak.
2) Makanan / Cairan
Gejala : Kesulitan menelan
Tanda : Kesulitan menelan, mudah tersedak, inflamasi, kebersihan gigi
buruk/kurang.
3) Hygiene
Gejala : Sakit tenggorokan kronis, penyebaran nyeri ke telinga
Tanda : Gelisah, perilaku berhati-hati.
4) Pernafasan
Gejala : Riwayat merokok/mengunyah tembakau, bekerja dengan serbuk kayu,
debu.
9. Diagnosa keperawatan
Masalah keperawatan utama yang mungkin muncul pada kasus pre operasi tonsilektomy
adalah:
a. Nyeri akut berhubungan dengan inflamasi
Pengalaman sensorik atau emosional yang berkaitan dengan kerusakan jaringan
7utoge atau fungsional, dengan onset mendadak atau lambat dan berintensitas ringan
hingga berat yang berlangsung kurang dari 3 bulan (SDKI, 2017)
Gejala dan tanda mayor
Subjektif : 1. Mengeluh nyeri
Objektif :
1) Tampak meringis
2) Bersikap protektif (Mis, waspada, posisi menghindari nyeri)
3) Gelisah
4) Frekuensi nadi meningkat
5) Sulit tidur
Gejala dan tanda mayor
Subjektif : (Tidak tersedia)
Objektif :
1) Tekanan darah meningkat
2) Pola napas berubah
3) Nafsu makan berubah
4) Proses berpikir terganggu
5) Menarik diri
6) Berfokus pada diri sendiri
7) Diaforesis
b. Gangguan rasa nyaman berhubungan dengan proses penyakit
Perasaan kurang senang, lega dan sempurna dalam dimensi fisik, psikospiritual,
lingkungan dan 8utoge (SDKI, 2017).
Gejala dan tanda mayor
Subjektif : 1. Mengeluh tidak nyaman
Objektif : 1. Gelisah
Gejala dan tanda mayor
Subjektif :
1) Mengeluh sulit tidur
2) Tidak mampu rileks
3) Mengeluh kedinginan atau kepanasan
4) Merasa gatal
5) Mengeluh mual
6) Mengeluh lelah
Objektif :
1) Menunjukan gejala 8utogeni
2) Tampak merintih/menagis
3) Pola eliminasi berubah
4) Postur tubuh berubah
5) Iritabilitas
c. Gangguan pola tidur berhubungan dengan nyeri
Gangguan kualitas dan kuantitas waktu tidur akibat 8utoge eksternal (SDKI, 2017).
Gejala dan tanda mayor
Subjektif :
1) Mengeluh sulit tidur
2) Mengeluh sering terjaga
3) Mengeluh tidak puas tidur
4) Mengeluh pola tidur berubah
5) Mengeluh istirahat tidak cukup
Objektif : (Tidak tersedia)
Gejala dan tanda mayor
Subjektif : 1. Mengeluh kemampuan beraktifitas menurun
Objektif : (Tidak tersedia)
d. Ansietas berhubungan dengan krisis situasional
Ansietas adalah kondisi emosi dan pengalaman subjektif individu terhadap
objek yang tidak jelas dan spesifik akibat antisipasi bahaya yang memungkinkan
individu melakukan tindakan untuk menghadapi ancaman.
Gejala dan tanda mayor
Subjektif :
1) merasa bingung
2) merasa khawatir dengan akibat dari kondisi yang dihadapi
3) sulit berkonsentrasi.
Objektif :
1) tampak gelisah
2) tegang
3) Sulit tidur
Gejala dan tanda minor
Subjektif :
1) Mengeluh pusing
2) Anoreksia
3) Tidak berdaya.
Objektif :
1) Frekuensi nafas meningkat
2) Frekuensi nadi meningkat
3) Tekanan darah meningkat
4) Muka tampak pucat
5) Suara bergetar
6) Sering berkemih
7) Berorientasi pada masa lalu
Masalah keperawatan utama yang mungkin muncul pada kasus post operasi
tonsilektomy adalah:
a. Nyeri akut berhubungan dengan agen pencedera fisiologi (prosedur
operasi);.(D.0077)
b. Risiko Hipovolemia berhubungan dengan adanya perdarahan (D.0034)
c. Risiko Infeksi berhubungan dengan efek prosedur infasive (D.0142)
10. Perencanaan keperawatan
Intervensi pada pre operasi
No. Diagnosa Standar Intervensi Keperawatan Indonesia
Keperawatan (SIKI)

1 Nyeri Akut Manajeman Nyeri


berhubungan dengan Observasi
inflamasi 1) Indentifikasi lokasi, karakteristik, durasi,
frekuensi, kualitas, intensitas nyeri
2) Identifikasi skala nyeri
3) Identifikasi respon nyeri non verbal
4) Identifikasi faktor yang memperberat atau
memperingan nyeri
5) Identifikasi pengetahuan dan keyakinan tentang
nyeri
6) Identifikasi pengaruh budaya terhadap respon
nyeri
7) Identifikasi pengaruh nyeri pada kualitas hidup
8) Monitor keberhasilan terapi komplementer yang
sudah di berikan
9) Monitor efek samping penggunaan analgetik

Terapeutik
10) Berikan teknik nonfarmakologis umtuk
mengurangi rasa nyeri (mis. TENS, akupresur,
terapy music, biofeedback, terapi pijat,
aromaterapi, teknik imajinasi terbimbing,
kompres air hangat/dingin, terapy bermain)
11) Kontrol lingkungan yang memperberat rasa
nyeri (mis. Suhu ruangan, pencahayaan,
kebisingan)
12) Fasilitasi istirahat dan tidur
13) Pertimbangkan jenis dan sumber nyeri dalam
pemilihan strategi meredakan nyeri Edukasi
14) Jelaskan penyebab, periode, dan pemicu nyeri
15) Jelaskan strategi meredakan nyeri
16) Anjurkan memonitor nyeri secara mandiri
17) Anjurkan menggunakan analgetik secara tepat
18) Ajarkan teknik nonfarmakologis untuk
mengurangi rasa nyeri
Kolaborasi
19) Kolaborasi pemberian 11utogenic, jika perlu
2 Gangguan rasa nyaman Perawatan Kenyamanan
berhubungan dengan Observasi
proses penyakit 1) Identifikasi gejala yang tidak menyenangkan
(Mis, mual, nyeri, gatal, sesak)
2) Identifikasi pemahaman tentang kondisi,
situasi dan perasaannya
3) Identifikasi masalah emosional dan spiritual

Terapeutik
4) Berikan posisi yang nyaman
5) Berikan kompres air dingin atau hangat
6) Ciptakan lingkungan yang nyaman
7) Berikan pemijatan
8) Berikan terapyi akupresur
9) Dukungan keluarga dan pengasuh terlibat
dalam terapi/pengobatan
10) Diskusikan mengenai situasi dan pilihan
terapi/pengobatan yang diinginkan
Edukasi
11) Jelaskan mengenai kondisi dan pilihan
terapy/pengobatan
12) Ajarkan terapi relaksasi
13) Ajarkan latihan pernapasan
14) Ajarkan teknik distraksi dan imajinasi
terbimbing

Kolaborasi
15) Kolaborasi pemberian 12utogenic, antipruritus,
antihistamin, jika perlu

3 Gangguan pola tidur Dukungan Tidur


berhubungan dengan Observasi
nyeri 1) Indentifikasi pola aktivitas dan tidur
2) Identifikasi faktor pengganggu tidur (fisik
dan/atau psikologis)
3) Identifikasi makanan dan minuman yang
mengganggu tidur (mis, kopi, the, makan
mendekati waktu tidur, minum banyak air
sebelum tidur)
4) Identifikasi obat tidur yang dikonsumsi

Terapeutik
5) Modifikasi lingkungan (mis, pencahayaan,
kebisingan, suhu, matras, dan tempat tidur)
6) Batasi waktu tidur siang, jika perlu
7) Fasilitasi menghilangkan pengganggu sebelum
tidur
8) Tetapkan jadwal tidur rutin
9) Lakukan prosedur untuk meningkatkan
kenyamanan (mis, pijat, pengaturan posisi,
terapi akupresur)
10) Sesuaikan jadwal pemberian obat dan/atau
tindakan untuk menunjang siklus tidur –
terjaga
Edukasi
11) Jelaskan pentingnya tidur cukup selama sakit
12) Anjurkan menepati kebiasaan waktu tidur
13) Anjurkan menghindari makan/minuman yang
mengganggu tidur
14) Anjurkan penggunaan obat tidur yang tidak
mengandung supresor terhadap tidur REM
15) Ajarkan 13utoge – 13utoge yang berkontribusi
terhadap gangguan pola tidur (mis, psikologi,
gaya hidup, sering berubah shif bekerja)
16) Ajarkan relaksasi otot 13utogenic atau cara
nonfarmakologi lainnya
4 Ansietas ditandai Reduksi Ansietas (1.09314)
dengan krisis Observasi
situasional - Monitor tanda-tanda ansietas
(D.0080) (verbal dan non verbal)
Terapeutik
- Ciptakan suasana terapeutik untuk
menumbuhkan kepercayaan.
- Temani pasien untuk mengurangi
kecemasan, jika memungkinkan.
- Fahami situasi yang membuat
ansietas dengarkan dengan penuh
perhatian.
- Gunakan pendekatan yang tenang
dan meyakinkan.
- Tempatkan barang pribadi yang
memberikan kenyamanan.
- Motivasi mengidentifikasi situasi
yang memicu kecemasan.
- Diskusikan perencanaan realistis
tentang peristiwa
Edukasi
- Jelaskan prosedur, termasuk
sensasi yang mungkin dialami.
- Informasikan secara factual mengenai diagnosis,
pengobatan,
dan prognosis.
- Anjurkan keluarga untuk tetap
bersama pasien, jika perlu.
- Anjurkan melakukan kegiatan
yang tidak kompetitif, sesuai
kebutuhan.
- Anjurkan mengungkapkan
perasaan dan persepsi.
- Anjurkan pasien untuk berdoa dan
berdzikir
- Latih kegiatan pengalihan untuk
mengurangi ketegangan.
- Latih penggunaan mekanisme
pertahanan diri yang tepat.
- Latih relaksasi.
Kolaborasi
Kolaborasi pemberian obat anti ansie
tas, jika perlu
Intervensi pada post operasi
Diagnosa Tujuan & kriteria Rencana Intervensi
No Keperawatan hasil
1. Nyeri akut Setelah dilakukan Manajemen nyeri (I.08238).
berhubungan dengan
tindakan keperawatan Observasi :
agen pencedera
fisiologi (prosedur diharapkan tingkat 1. Identifikasi lokasi , karakteristik,
operasi)
nyeri (L.08066) durasi, frekuensi, kulaitas nyeri,
dapat skala nyeri, intensitas nyeri
menurun dengan 2. Identifikasi respon nyeri non verbal.
Kriteria Hasil : 3. Identifikasi factor yang memperberat
1. Keluhan nyeri danmemperingan nyeri.
menurun. Terapeutik :
2. Meringis menurun 1. Berikan teknik non
3. Sikap protektif farmakologis (Diet Dingi Cair)
menurun. untukmengurangi rasa nyeri.
1. Gelisah menurun. 2. Fasilitasi istirahat dan tidur.
3. Kontrol lingkungan yang
memperberat rasa nyeri.
Edukasi :
4. Jelaskan strategi meredakan nyeri

5. Ajarkan teknik non farmakologis


(Diet Dingi Cair) untuk
mengurangi rasa nyeri .
Kolaborasi :
Kolaborasi pemberiananalgetik jika
perlu
2 Risiko Hipovolemia Setelah dilakukan Manajemen hypovolemia (I.03116).
berhubungan dengan tindakan keperawatan Observasi :
adanya perdarahan
Status cairan (L.0328) 1. Periksa tanda dan gejala
membaik dengan hipovolemia.
Kriteria Hasil : 2. Monitor intake dan outputcairan.
1 Kekuatan nadi Terapeutik :
meningkat. 3. Berikan asupan cairan oral
2 Membrane mukosa
Edukasi :
lembap.
4. Anjurkan memperbanyakasupan
3 Frekuensi nadi
cairan oral.
membaik.
5. Anjurkan menghindariperubahan
4 Tekanan darah
posisi mendadak.
membaik.
Kolaborasi :
5 Turgor kulit 6. Kolaborasi pemberian cairan
membaik. IV.

3 Risiko Infeksi Setelah dilakukan Pencegahan infeksi (I.14539)


berhubungan dengan Observasi :
tindakan keperawatan
efek prosedur infasive
1. Monitor tanda dangejala
tingkat infeksi
infeksi local dan
(L.14137) dengan
sistemik.
Kriteria Hasil :
2. Batasi jumlah pengunjung
1. Kebersihan
3. Berikan perawatan kulit padaarea
tanganmeningkat.
luka.
2. Kebersihan badan
4. Cuci tangan seblum dan sesudah
meningkat.
kontak dengan klien dan
3. Demam,kemeraha
lingkunganklien.
n,nyeri, bengkak
5. Pertahankan teknikaseptic pada
menurun.
klienberesiko tinggi.
4. Kadar sel darah
Edukasi :
putih meningkat
6. Jelaskan tanda dan gejala infeksi.

7. Ajarkan cara mencuci tangan


dengan benar.

8. Ajarkan etika batuk.

9. Anjurkan meningkatkanasupan
nutrisi.
10. Anjurkan meningkatkanasupan
cairan.
Kolaborasi :
11. Kolaborasi pemberian
imunisasi jika perlu.
11. Daftar Pustaka

Hidayatulloh, H. M. (2018). Penerapan Terapi Kompres Dingin Terhadap Nyeri Post


Operasi Tonsilektomi di RSUD dr. R. Goenteng Taroenadibrata Purbalingga. 56.
Klarisa C & Fardizza F . Kapita Selekta Ed. 4 : Tonsilitis. Jakarta : Media Aesculapius.
2014: 1067
Liwikasari, N. 2018. Medica Hospitalia. 5 (2). Jakarta : Salemba Medika
Maulana Fakh, I., Novialdi, & Elmatris. 2016. Artikel Penelitian Karakteristik Pasien
Tonsilitis Kronis Pada Anak Di Bagian Tht-Kl Rsup Dr.M.Djamil Padang.
Kesehatan Andalas, 5(2), 436– 442. Retrieved From Http://Jurnal.Fk.Unand.Ac.I.
Diakses tgl 1 mei 2021
PPNI, T. P. S. D. 2017. Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia Edisi 1.
PPNI, T. P. S. D. 2018. Standar Intervensi Keperawatan Indonesia (I). Jakarta: Dewan
Pengurus Pusat PPNI.
Ramadhan, F. S. I. K., 2017. Analisa Faktor Risiko Kejadian Tonsilitis Kronik Pada Anak
Usia 5 - 11 Tahun di Wilayah Kerja Puskesmas Puuwatu Kota Kendari. Jurnal
Ilmiah Mahasiswa Kesehatan, Volume 2.
Rusmarjono, Soepardi EA. 2016. Faringitis, tonsilitis, dan hipertrofi adenoid. Dalam :
Soepardi EA, Iskandar N, Bashiruddin J, Restuti RD, editor. Buku Ajar Ilmu
Kesehatan Telinga Hidung Tenggorok Kepala dan Leher. Ed 6. Jakarta: FK UI;
2016. h.221-5.
Triola, Zuhdi, & Vani. 2020. Faktor pencetus tonsillitis pada anak usia 5-6 tahun di wilayah
kerja puskesmas bayat kabupaten klanten. Naskah publikasi, Universitas
Muhammadiyah Surakarta
Wahyuni, S. (2017). HUBUNGAN USIA, KONSUMSI MAKAN DAN HYGIENE
MULUT DENGAN GEJALA TONSILITIS PADA ANAK DI SDN 005 SUNGAI
PINANG KECAMATAN SUNGAI PINANG SAMARINDA Skripsi. Nuevos
Sistemas de Comunicación e Información, 2013–2015.

Anda mungkin juga menyukai