Anda di halaman 1dari 23

LAPORAN PENDAHULUAN KEPERAWATAN MEDIKAL BEDAH

PADA TN. H DENGAN DENGAN GANGGUAN SISTEM RESPIRASI DENGAN


DIAGNOSA MEDIS TONSILITIS AKUT DI RUANG POLI THT
RSUD SYEKH YUSUF

Oleh :

NADILA DIANA MUSLIMIN, S. KEP

PEMBIMBING

CI LAHAN CI INTITUSI

( ) ( )

PROGRAM STUDI PROFESI NERS

FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN

UIN ALAUDDIN MAKASSAR 2023


RESUME KEPERAWATAN MEDIKAL BEDAH
PADA TN. H DENGAN DENGAN GANGGUAN SISTEM RESPIRASI DENGAN
DIAGNOSA MEDIS TONSILITIS AKUT DI RUANG POLI THT
RSUD SYEKH YUSUF

Oleh :

NADILA DIANA MUSLIMIN, S. KEP

PEMBIMBING

CI LAHAN CI INTITUSI

( ) ( )

PROGRAM STUDI PROFESI NERS

FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN

UIN ALAUDDIN MAKASSAR 2023


A. Tinjaun Pustaka
1. Definisi
Penyakit tonsilitis merupakan peradangan pada tonsil yang disebabkan oleh
infeksi bakteri atau virus. Selain virus dan bakteri, penyakit ini juga bisa
disebabkan karena kegagalan atau ketidaksesuaian pemberian antibiotik pada saat
pertama kali menderita (tonsilitis akut) sehingga penyakit ini semakin meradang
jika timbul untuk kedua kalinya dan menjadi tonsilitis kronis. Penyakit ini dapat
mengenai semua umur namun umumnya menyerang pada anak-anak (Ramadhan
et al., 2017).
Tonsilitis diartikan sebagai peradangan pada tonsil palatina yang ditandai
dengan peradangan tonsil, sakit tenggorok, gangguan menelan, dan pembesaran
ringan kelenjar limfe di leher. Peradangan biasanya meluas hingga ke adenoid
maupun tonsil lingual (melibatkan cincin Waldeyer) dan seringkali bersamaan
dengan faringitis yang dinamakan faringotonsilitis. Penyebaran infeksi ini
ditransmisikan melalui udara (air borne droplet), tangan, dan ciuman (Klarisa dan
Fardizza F, 2014).
Berdasarkan pengertian di atas kesimpulan dari penulis adalah tonsilitis
merupakan suatu peradangan pada tonsil yang disebabkan oleh bakteri ataupun
virus, prosesnya bisa akut atau kronis.
2. Etiologi
Gejala umum tonsilitis kronis yaitu sakit tenggorok, disfagia, dan demam.
Penyakit tonsil mempengaruhi struktur terkait anatomi lainnya seperti celah
telinga tengah, sinus paranasal, dan gabungan saluran pernafasan dengan bagian
atas saluran pencernaan. Anak-anak yang mengalami tonsilitis kronis memiliki
pembesaran tonsil dan pembuluh darah membesar pada permukaan tonsil (Triola,
Zuhdi, & Vani, 2020).
Tanda-tanda maupun gejala tonsilitis yang sering ditemukan diantaranya
perasaan mudah lelah dan lesu, sulit berkonsentrasi, rasa tidak enak pada
tenggorokan, sulit menelan hingga rasa sakit saat menelan, nafas atau mulut
berbau serta terkadang muncul juga gangguan pada telinga dan siklus tidur
seseorang. Pengaruh non mikroba juga menjadi penyebab dari penyakit ini seperti
refluks esofagus, imunomodulator dan radikal bebas. Radikal bebas sendiri
merupakan molekul tidak stabil dan sangat reaktif sehingga bisa menyebabkan
kerusakan jaringan terutama di membrane sel (Liwikasari, 2018).
Peradangan tonsil akan mengakibatkan pembesaran yang menyebabkan
kesulitan menelan atau seperti ada yang mengganjal di tenggorok. Pada anak
biasanya keadaan ini juga dapat mengakibatkan keluhan berupa ngorok saat tidur
karena pengaruh besarnya tonsil mengganggu pernafasan bahkan keluhan sesak
nafas juga dapat terjadi apabila pembesaran tonsil telah menutup jalur pernafasan.
Jika peradangan telah ditanggulangi, kemungkin tonsil kembali pulih seperti
semula atau bahkan tidak dapat kembali sehat seperti semula. Apabila tidak
terjadi penyembuhan yang sempurna pada tonsil, dapat terjadi infeksi berulang.
Apabila keadaan ini menetap, bakteri patogen akan bersarang di dalam tonsil dan
terjadi peradangan yang kronis atau yang disebut dengan tonsilitis kronis
(Maulana Fakh, Novialdi, & Elmatris, 2016)
3. Patofisiologi
Bakteri atau virus memasuki tubuh melalui hidung atau mulut, amandel
berperan sebagai filter atau penyaring yang menyelimuti organisme berbahaya,
sel-sel darah putih ini akan menyebabkan infeksi ringan pada amandel. Hal ini
akan memicu tubuh untuk membentuk antibodi terhadap infeksi yang akan
datang, akan tetapi kadang-kadang amandel sudah kelelahan menahan infeksi
atau virus. Infeksi bakteri dari virus inilah yang menyebabkan tonsilitis. Kuman
menginfiltrasi lapisan epitel, bila epitel terkikis maka jaringan limfoid superficial
mengadakan reaksi. Terdapat pembendungan radang dengan infiltrasi leukosit
poli morfonuklear. Proses ini secara klinik tampak pada korpus tonsil yang berisi
bercak kuning yang disebut detritus. Detritus merupakan kumpulan leukosit,
bakteri dan epitel yang terlepas, suatu tonsilitis akut dengan detritus disebut
tonsilitis falikularis, bila bercak detritus berdekatan menjadi satu maka terjadi
tonsilitis lakunaris.
Tonsilitis dimulai dengan gejala sakit tenggorokan ringan hingga menjadi
parah. Pasien hanya mengeluh merasa sakit tenggorokannya sehingga nafsu
makan berkurang. Radang pada tonsil dapat menyebabkan kesukaran menelan,
panas, bengkak, dan kelenjar getah bening melemah di dalam daerah sub
mandibuler, sakit pada sendi dan otot, kedinginan, seluruh tubuh sakit, sakit
kepala dan biasanya sakit pada telinga. Sekresi yang berlebih membuat pasien
mengeluh sukar menelan, belakang tenggorokan akan terasa mengental. Hal-hal
yang tidak menyenangkan tersebut biasanya berakhir setelah 72 jam. Bila bercak
melebar, lebih besar lagi sehingga terbentuk membran semu (Pseudomembran),
sedangkan pada tonsilitis kronik terjadi karena proses radang berulang maka
epitel mukosa dan jaringan limfoid terkikis. Sehingga pada proses penyembuhan,
jaringan limfoid diganti jaringan parut. Jaringan ini akan mengkerut sehingga
ruang antara kelompok melebar (kriptus) yang akan diisi oleh detritus, proses ini
meluas sehingga menembus kapsul dan akhirnya timbul perlengketan dengan
jaringan sekitar fosa tonsilaris. Pada anak proses ini disertai dengan pembesaran
kelenjar limfe submandibula
4. Manifstasi klinis
Manifestasi klinis yang muncul akan berbeda-beda pada setiap kategori
tonsilitis sebagai berikut. (Rusmarjono & Soepardi, 2016).
a. Tonsilitis akut
1) Tonsilitis viral
Gejala tonsilitis viral lebih menyerupai common cold yang disertai
rasa nyeri tenggorok dan beberapa derajat disfagia. Dan pada kasus
berat dapat meolak untuk minum atau makan melalui mulut.
Penderita mengalami malaise, suhu tinggi, dan nafasnya bau.
2) Tonsilitis bacterial
Gejala dan tanda Masa inkubasi 2 – 4 hari. Gejala dan tanda yang
sering ditemukan adalah nyeri tenggorok dan nyeri waktu menelan,
demam dengan suhu tubuh yang tinggi, rasa lesu, rasa nyeri di
sendisendi, tidak nafsu makan dan rasa nyeri di telinga karena nyeri
alih (referred pain) melalui saraf N. glosofaringeus (N. IX). Pada
pemeriksaan tampak tonsil membengkak, hiperemis dan terdapat
detritus berbentuk folikel, lakuna atau tertutup oleh membran semu.
Kelenjar sub-mandibula membengkak dan nyeri tekan. (otalgia).
b. Tonsilitis Membranosa
1) Tonsilitis difteri
Gejala umum seperti juga gejala infeksi lainnya yaitu kenaikan suhu
tubuh biasanya subfebris, nyeri kepala, tidak nafsu makan, badan
lemah, nadi lambat serta keluhan nyeri menelan. Gejala lokal yang
tampak berupa tonsil membengkak ditutupi bercak putih kotor yang
makin lama makin meluas dan bersatu membentuk membran semu.
Membran ini dapat meluas ke palatum mole, uvula, nasofaring, lanng,
trakea dan bronkus dan dapat menyumbat saluran napas. Membran
semu ini melekat erat pada dasarnya, sehingga bila diangkat akan
mudah berdarah. Pada perkembangan penyakit ini bila infeksinya
berjalan terus, kelenjar limfa leher akan membengkak sedemikian
besarnya sehingga leher menyerupai leher sapi (bull neck) atau
disebut juga Burgemeester's.
2) Tonsilitis Septik
Disebabkan oleh Streptococcus hemoliticus pada susu sapi, tapi di
Indonesia jarang.
3) Angina Plaut Vincent
Gejala demam sampai dengan 39oC, nyeri kepala, badan lemah, dan
kadang-kadang terdapat gangguan pencernaan. Rasa nyeri di mulut,
hipersalivasi, gigi dan gusi mudah berdarah. Pada pemeriksaan
tampak mukosa mulut dan faring hiperemis, tampak membran putih
keabuan di atas tonsil, uvula, dinding faring, gusi, serta terdapat bau
mulut dan kelenjar sub mandibula membesar.
5. Penatalaksanaan
Tonsilitis kronis kebanyakan berasal dari bakteri yang terdapat di parenkim
tonsil dibanding permukaan tonsil, sehingga swab dari permukaan tonsil saja
dapat menjadi keliru. Penatalaksanaan medis termasuk pemberian antibiotik
sesuai kultur. Pemberian antibiotik yang bermanfaat pada penderita tonsilitis
kronis cefalosporin ditambah metronidazole, klindamisin, amoksisilin dengan
asam klavulanat jika bukan disebabkan mononucleosis. Tonsilektomi merupakan
tindakan pembedahan yang paling sering dilakukan pada penderita tonsilitis
kronis, yaitu berupa tindakan pengangkatan jaringan tonsil palatina dari fosa
tonsil (Jeyakumar, dkk., 2013).
Kaedah tonsilektomi sangat efektif dilakukan pada anak yang menderita
tonsilitis kronis dan berulang dan indikasi absolut karena adanya sumbatan jalan
napas akibat hipertrofi tonsil, tetapi tonsilektomi dapat menimbulkan berbagai
masalah dan berisiko menimbulkan komplikasi seperti perdarahan, syok, nyeri
pasca tonsilektomi, maupun infeksi. Tonsilitis yang disebabkan oleh virus harus
ditangani secara simptomatik. Obat kumur, analgetik, dan antipiretik biasanya
dapat membantu. Gejala yang timbul biasanya akan hilang sendiri. Efektivitas
penggunaan obat kumur masih dipertanyakan, karena bisa saja saat berkumur
tidak mengenai tonsil tetapi lebih banyak mengenai dinding faring.
6. Pemeriksaan penunjang
Pemeriksaan fisik didapatkan tonsil bengkak, hiperemesis dan terdapat
dentritus berbagai bentuk (Rusmarjono & Efiaty 2017). Pada tonsillitis viral
akibat infeksi virus coxsachakie dapat dijumpai lukaluka kecil pada palatum dan
tonsil. Pada tonsilitis difteri dapat dijumpai bercak putih keabu-abuan. Menurut
Sidell dan Shapiro (2012) & Klarisa dan Fardizza (2014), ukuran tonsil dapat
dikelompokkan sebagai berikut :
a. T1 : tonsil tidak melewati pilar faring posterior (0-25% ; 1+)
b. T2 : tonsil melewati pilar posterior namun tidak melewati garis
pertengahan (imajiner antara uvula dan pilar posterior) (25-50% ; 2+)
c. T3 : tonsil mencapai garis pertengahan antara uvula dan pilar posterior
(50-70% ; 3+)
d. T4: tonsil saling menempel (kissing tonsil) atau mendorong uvula (75-
100% ;4+)
Pemeriksaan bakteriologi dapat dilakukan pada kasus tonsilitis. Dapat
dilakukan dengan pemeriksaan swab atau dengan pemeriksaan biakan dan uji
kepekaan. Pemeriksaan swab dilakukan dengan pewarnaan. Pemeriksaan ini
dapat diambil dari swab permukaan tonsil maupun jaringan inti. Pemeriksaan
kultur dari permukaan tonsil tidak selalu menunjukkan bakteri patogen yang
sebenarnya karena mungkin mengalami kontaminasi dengan flora normal di
saluran nafas atas (Novialdi 2011). Kultur bakteriologi bisa dijadikan diagnosis
mikrobiologi pasti tetapi jarang dilakukan karena terapi sudah dapat diinisiasi
walaupun belum ada hasil kultur (Klarisa & Fardizza 2014).
7. Komplikasi
Komplikasi dari tonsilitis akut dan kronis, yaitu:
a. Abses Pertonsiler
Yaitu penyebab terbanyak dari infeksi ruang leher (deep neck space).
Disebabkan karena infeksi kripta pada bagian superior yang menembus
kapsul tonsil dan meluas kejaringan ikat diantara kapsul dan dinding
posterior fossa tonsilaris, gejalanya berupa nyeri tenggorokan yang sangat
sakit dan biasanya di satu sisi, nyeri dan sukar dalam menelan, demam
sekresi ludah yang berlebihan (drooling), sulit untuk bicara dan berbicara
seperti “hot potato voice”, tonsil bergeser ketengah, keatas, dan kebawah,
uvula bergeser ke sisi kontralateral (Dewi & Permana, 2017).
b. Otitis Media Akut
Peradangan pada tuba Eustachius, pada mukosa telinga tengah, antrum
mastoid dan sel-sel mastoid. Infeksi yang diakibatkan karena disfungsi tuba
Estachius memicu terjadinya perkembangan bakteri pada telinga tengah
(Wicaksana et al., 2019).
c. Mastoiditis Akut
Merupakan infeksi pada bagian belakang telinga dapat disebut dengan istilah
tulang mastoid. Dapat mematahkan tulang belakang telinga yang akan
menyebabkan gangguan pendengaran pada anak dan dapat menyebabkan
kematian jika tidak diobati dengan tepat (Sinaga, 2020)
8. Penyimpangan kdm
B. Tinjauan keperawatan
1. Pengkajian
a. Wawancara
1) Kaji adanya riwayat penyakit sebelumnya (tonsillitis)
2) Apakah pengobatan adekuat
3) Kapan gejala itu muncul
4) Apakah mempunyai kebiasaan merokok
5) Bagaimana pola makannya
6) Apakah rutin / rajin membersihkan mulut
b. Pengkajian Pola
1) Data dasar pengkajian Integritas Ego
Gejala : perasaan takut Khawatir bila pembedahan mempengaruhi
hubungan keluarga, kemampuan kerja, dan keuangan.
Tanda : ansietas, depresi, menolak.
2) Makanan / Cairan
Gejala : Kesulitan menelan
Tanda : Kesulitan menelan, mudah tersedak, inflamasi, kebersihan gigi
buruk/kurang.
3) Hygiene
Gejala : Sakit tenggorokan kronis, penyebaran nyeri ke telinga
Tanda : Gelisah, perilaku berhati-hati.
4) Pernafasan
Gejala : Riwayat merokok/mengunyah tembakau, bekerja dengan serbuk
kayu, debu
2. Diagnosis
Diagnosis keperawatan yang ditegakkan pada berdasarkan (Standar diagnosis
keperawatan indonesia (SDKI). Masalah keperawatan utama yang mungkin
muncul pada tonsilitis adalah:
a. Nyeri akut berhubungan dengan inflamasi Pengalaman sensorik atau
emosional yang berkaitan dengan kerusakan jaringan aktual atau fungsional,
dengan onset mendadak atau lambat dan berintensitas ringan hingga berat
yang berlangsung kurang dari 3 bulan
b. Gangguan rasa nyaman berhubungan dengan proses penyakit Perasaan
kurang senang, lega dan sempurna dalam dimensi fisik, psikospiritual,
lingkungan dan sosial
c. Gangguan pola tidur berhubungan dengan nyeri Gangguan kualitas dan
kuantitas waktu tidur akibat faktor eksternal. (SDKI, 2017)
3. Intervensi
Setelah merumuskan diagnosa di lanjutkan dengan intervensi dan aktivitas
keperawatan untuk mengurangi menghilangkan serta mencegah masalah
keperawatan klien. Tahapan ini di sebut perencanaan keperawatan yang meliputi
penentuan prioritas diagnosa keperawatan, menetapkan sasaran dan tujuan,
menetapkan kriteria evaluasi serta merumuskan intervensi serta aktivitas
keperawatan (Nurarif & Kusuma, 2015). Intervensi keperawatan berdasarkan 3
diagnosa keperawatan adalah :
a. Nyeri Akut intervensi utama yang dapat diberikan yakni Manajeman Nyeri
Observasi
1) Indentifikasi lokasi, karakteristik, durasi, frekuensi, kualitas, intensitas
nyeri
2) Identifikasi skala nyeri
3) Identifikasi respon nyeri non verbal
4) Identifikasi faktor yang memperberat atau memperingan nyeri
5) Identifikasi pengetahuan dan keyakinan tentang nyeri
6) Identifikasi pengaruh budaya terhadap respon nyeri
7) Identifikasi pengaruh nyeri pada kualitas hidup 8) Monitor keberhasilan
terapi komplementer yang sudah di berikan
8) Monitor efek samping penggunaan analgetik

Terapeutik

9) Berikan teknik nonfarmakologis umtuk mengurangi rasa nyeri (mis.


TENS, hipnosis, akupresur, terapy music, biofeedback, terapi pijat,
aromaterapi, teknik imajinasi terbimbing, kompres air hangat/dingin,
terapy bermain)
10) Kontrol lingkungan yang memperberat rasa nyeri (mis. Suhu ruangan,
pencahayaan, kebisingan)
11) Fasilitasi istirahat dan tidur
12) Pertimbangkan jenis dan sumber nyeri dalam pemilihan strategi
meredakan nyeri

Edukasi

13) Jelaskan penyebab, periode, dan pemicu nyeri


14) Jelaskan strategi meredakan nyeri
15) Anjurkan memonitor nyeri secara mandiri
16) Anjurkan menggunakan analgetik secara tepat
17) Ajarkan teknik nonfarmakologis untuk mengurangi rasa nyeri

Kolaborasi

18) Kolaborasi pemberian analgesik, jika perlu


b. Gangguan rasa nyaman intervensi yang dapat diberikan yakni perawatan
kenyamanan
Observasi
1) Identifikasi gejala yang tidak menyenangkan (Mis, mual, nyeri, gatal,
sesak)
2) Identifikasi pemahaman tentang kondisi, situasi dan perasaannya
3) Identifikasi masalah emosional dan spiritual

Terapeutik

4) Berikan posisi yang nyaman


5) Berikan kompres air dingin atau hangat
6) Ciptakan lingkungan yang nyaman
7) Berikan pemijatan
8) Berikan terapyi akupresur
9) Berikan terapi hipnosis
10) Dukungan keluarga dan pengasuh terlibat dalam terapi/pengobatan
11) Diskusikan mengenai situasi dan pilihan terapi/pengobatan yang
diinginkan

Edukasi
12) Jelaskan mengenai kondisi dan pilihan terapy/pengobatan
13) Ajarkan terapi relaksasi
14) Ajarkan latihan pernapasan
15) Ajarkan teknik distraksi dan imajinasi terbimbing

Kolaborasi

16) Kolaborasi pemberian analgesik, antipruritus, antihistamin, jika perlu


c. Gangguan pola tidur intervensi yang dapat diberikan yakni dukungan tidur
Observasi
1) Indentifikasi pola aktivitas dan tidur
2) Identifikasi faktor pengganggu tidur (fisik dan/atau psikologis)
3) Identifikasi makanan dan minuman yang mengganggu tidur (mis, kopi,
the, alkohol, makan mendekati waktu tidur, minum banyak air sebelum
tidur)
4) Identifikasi obat tidur yang dikonsumsi

Terapeutik

5) Modifikasi lingkungan (mis, pencahayaan, kebisingan, suhu, matras, dan


tempat tidur)
6) Batasi waktu tidur siang, jika perlu
7) Fasilitasi menghilangkan stres sebelum tidur
8) Tetapkan jadwal tidur rutin
9) Lakukan prosedur untuk meningkatkan kenyamanan (mis, pijat,
pengaturan posisi, terapi akupresur)
10) Sesuaikan jadwal pemberian obat dan/atau tindakan untuk menunjang
siklus tidur – terjaga

Edukasi

11) Jelaskan pentingnya tidur cukup selama sakit


12) Anjurkan menepati kebiasaan waktu tidur
13) Anjurkan menghindari makan/minuman yang mengganggu tidur
14) Anjurkan penggunaan obat tidur yang tidak mengandung supresor
terhadap tidur REM
15) Ajarkan faktor – faktor yang berkontribusi terhadap gangguan pola tidur
(mis, psikologi, gaya hidup, sering berubah shif bekerja)
16) Ajarkan relaksasi otot autogenik atau cara nonfarmakologi lainnya
4. Implementasi
Implementasi merupakan langkah keempat dari proses keperawatan yang telah
di rencanakan oleh perawat untuk di kerjakan dalam membantu pasien mencegah,
mengurangi, dan menghilangkan dampak atau respon yang di timbulkan oleh
masalah keperawatan dan kesehatan, pelaksanaan tindakan keperawatan.
5. Evaluasi
Evaluasi merupakan langkah proses keperawatan yang memungkinkan
perawat untuk menentukan apakah intervensi keperawatan telah berhasil
meningkatkan kondisi klien. Evaluasi adalah tahap akhir dari proses keperawatan
yang merupakan perbandingan yang sistematis dan terencana antara hasil akhir
yang teramati dan tujuan atau kriteria hasil yang dibuat pada tahap perencanaan.
Evaluasi keperawatan adalah kegiatan yang terus menerus dilakukan untuk
menentukan apakah rencana keperawatan efektif dan bagaimana rencana
keperawatan dilanjutkan, merevisi rencana atau menghentikan rencana
keperawatan (Manurung, 2011)
RESUME KEPERAWATAN POLIKLINIK

A. Judul Resume
Laporan resume keperawatan medical bedah pada Tn. H dengan gangguan sistem
limfatik dengan diganosa medis Tonsilitis Akut
B. Identitas Mahasiswa
Nama : Nadila Diana Muslimin
NIM : 70900123019
Kelompok : B
Ruangan praktek : Poli THT
C. Identitas Pasien
Nama : Tn. H
Umur : 40 tahun
No.RM : 615899
Diagnose medis : Tonsilitis Akut
Tanggal pengkajian : 10 oktober 2023
D. Keluhan Utama
1. Keluhan utama: Klien mengeluh nyeri di tenggorokan dan mengatakan sulit
menelan, klien mengeluh tidak nyaman
2. Riwayat keluhan:
a. Penyebab/Faktor pencetus : Inflamasi pada tonsil
b. Sifat keluhan : Nyeri tertusuk-tusuk
c. Lokasi dan penyebaran : Tenggorokan
d. Skala keluhan : 3
e. Mulai dan lamanya : sejak -+ 1 bulan terakhir, hilang timbul
f. Hal hal yang meringkan : Pemberian obat analgesik
3. Riwayat kesehatan sekarang: Klien mengeluh nyeri di tenggorokan dan sulit pada
saat menelan disertai dengan keluhan tidak nyaman, menurut pasien seperti ada
benjolan, keluhan dialami sejak -+ 1 bulan yang lalu. Demam (-) pendengaran
menurun (-) telinga berdengung (+) suara serak (-)
4. Riwayat kesehatan dahulu: klien mengatakan melakukan operasi amandel 1
minggu yang lalu
E. Pengakajian Fisik
1. Tingkat kesadaran: Composmentis
2. Kondisi umum: sakit sedang
3. Keadaan kulit: sawo matang, gatal (-), luka (-)
F. Pemeriksaan fisik
Mulut dan Tenggorokan
1. Fungsi bicara : Suara serak dan lebih pelan
2. Kelembaban bibir : Lembab
3. Posisi uvula : Normal, berada diantara tonsil
4. Mukosa : Tidak ada lesi dan peradangan
5. Keadaan tonsil : Terdapat pembesaran dan peradangan pada tonsil kiri
6. Stomatitis : Tidak Ada
7. Warna lidah : Merah muda
8. Kebersihan lidah : Bersih
9. Kebersihan gigi : Baik
10. Karies : Tidak ada
11. Suara parau : Tidak ada
12. Kesulitan menelan : Ya
13. Kemampuan mengunyah : Kurang
14. Fungsi mengecap : Baik dapat membedakan Rasa
15. Regio colli: teraba benjolan sebelah kiri, konsistensi padat, nyeri tidak ada
G. Pemeriksaan penunjang
-
H. Data Fokus
Hari/Taggal Data Masalah Keperawatan
Selasa, 10 Ds: Nyeri Akut
Oktober 2023  Klien mengeluh nyeri di
tenggorokan
 P: inflamasi pada tonsil
Q: nyeri tertusuk-tusuk
R: tenggorokan
S: 3 (NRS)
T: hilang timbul
Do:
 Klien tampak meringis
 Terdapat pembesaran dan
peradangan pada tonsil kiri
Selasa, 10 Ds: Gangguan Rasa Nyaman
Oktober 2023  Klien mengatakan nyeri
ditenggorokan
 Klien mengatakan sulit menelan
 Klien mengeluh tidak nyaman
Do:
– Teraba benjolan sebelah kiri,
konsistensi padat

I. Diagnosis Keperawatan
1. Nyeri akut b/d Faktor pencedera fisiologi (inflamasi tonsil sinistra) d/d:
Ds:
 Klien mengeluh nyeri di tenggorokan
 P: inflamasi pada tonsil
Q: nyeri tertusuk-tusuk
R: tenggorokan
S: 3 (NRS)
T: hilang timbul

Do:

 Klien tampak meringis


 Terdapat pembesaran dan peradangan pada tonsil kiri
2. Gangguan Rasa Nyaman b/d Proses Penyakit d/d:
Ds:
 Klien mengatakan nyeri ditenggorokan
 Klien mengatakan sulit menelan
 Klien mengeluh tidak nyaman

Do:

– Teraba benjolan sebelah kiri, konsistensi padat


J. Intervensi Keperawatan

No Diagnosis Keperawatan Luaran Keperawatan Intervensi Rasional


1 Nyeri akut b/d Faktor Tingkat Nyeri Manajemen Nyeri Manajemen Nyeri
pencedera fisiologi (inflamasi Setelah dilakukan intervensi Observasi Observasi
tonsil sinistra) d/d: keperawatan selama 1X24 1) Identifikasi lokasi, karakteristik, 1) Mengetahui lokasi,
Ds: jam maka, nyeri menurun durasi, frekuensi, kualitas dan karakteristik, durasi, frekuensi,
 Klien mengeluh nyeri di Kriteria hasil: intensitas nyeri. kualitas dan intensitas nyeri
tenggorokan - Keluhan nyeri menurun dari pasien.
 P: inflamasi pada tonsil - Meringis menurun Terapeutik Terapeutik
Q: nyeri tertusuk-tusuk 2) Berikan teknik nonfarmakologis 2) Mengurangi tingkat nyeri
R: tenggorokan untuk mengurangi rasa nyeri pasien/mengalihkan pasien dari
S: 3 (NRS) (misalnya: teknik relaksasi nafas rasa nyerinya.
T: hilang timbul dalam).
Do: 3) Kontrol lingkungan yang 3) Memudahkan pasien untuk
 Klien tampak meringis memperberat rasa nyeri (Mis. Suhu mengontrol nyeri dengan cara

 Terdapat pembesaran dan ruangan, pencahayaan, kebisingan sederhana

peradangan pada tonsil kiri


Edukasi Edukasi
4) Ajarkan teknik nonfarmakologis 4) Memberikan kenyamanan pada
untuk mengurangi rasa nyeri. pasien dan nyeri dapat
berkurang
Kolaborasi Kolaborasi
5) Kolaborasi pemberian analgetik 5) Mengurangi/menghilangkan
rasa nyeri yang dirasakan
pasien
2 Gangguan Rasa Nyaman b/d Setelah dilakukan tindakan Perawatan kenyamanan
Proses Penyakit d/d: asuhan keperawatan selama Observasi Observasi
Ds: 1 x 24 jam masalah status 1) Identifikasi gejala yang tidak 1) Mengetahui penyebab
 Klien mengatakan nyeri kenyamanan dapat teratasi menyenangkan ketidaknyamanan klien
ditenggorokan dengan kriteria hasil Terapeutik Terapeutik
 Klien mengatakan sulit – Keluhan tidak nyaman 2) Diskusikan mengenai situasi dan 2) Klien mengetahui situasi dan
menelan menurun pilihan terapi/pengobatan yang pilihan pengobatan
 Klien mengeluh tidak diinginkan 3) Meningkatkan kenyamanan
nyaman 3) Berikan posisi yang nyaman
Edukasi
Do: Edukasi
4) Memahamkan klien terkait
– Teraba benjolan sebelah 4) Jelaskan mengenai kondisi dan
kondisinya dan tindakan apa
kiri, konsistensi padat pilihan terapi/pengobatan
yang dapat dilakukan

Kolaborasi Kolaborasi

5) Kolaborasi pemberian analgetik 5) Mengurangi/menghilangkan


rasa nyeri yang dirasakan klien
K. Implementasi Keperawatan

NO DIAGNOSIS HARI/TGL/JAM IMPLEMENTASI NAMA JELAS


1 Nyeri akut b/d Faktor pencedera 10 Oktober 2023 Manajemen Nyeri Nadila Diana M
fisiologi (inflamasi tonsil Observasi
sinistra) d/d: 1) Mengidentifikasi lokasi, karakteristik, durasi, frekuensi,
Ds: kualitas dan intensitas nyeri.
 Klien mengeluh nyeri di Hasil:
tenggorokan  P: inflamasi pada tonsil
 P: inflamasi pada tonsil Q: nyeri tertusuk-tusuk
Q: nyeri tertusuk-tusuk R: tenggorokan
R: tenggorokan S: 3 (NRS)
S: 3 (NRS) T: hilang timbul
T: hilang timbul 2) Identifikasi respon nyeri non verbal
Do: Hasil : pasien tampak sesekali meringis
Teraupetik
 Klien tampak meringis
3) Memberikan teknik nonfarmakologis untuk mengurangi
 Terdapat pembesaran dan
rasa nyeri (Relaksasi Nafas Dalam)
peradangan pada tonsil kiri
Hasil: setelah relaksasi napas dalam skala nyeri 3 (NRS)
Edukasi
4) Mengajarkan teknik nonfarmakologis untuk mengurangi
rasa nyeri.
Hasil: pasien dan keluarga mengerti tindakan yang
dilakukan untuk mengurangi nyeri yang dirasakan
Kolaborasi
5) Zink tab 1x1
Hasil: pasien dianjurkan minum dipagi hari
2 Gangguan Rasa Nyaman b/d 10 Oktober 2023 Perawatan kenyamanan Nadila Diana M
Proses Penyakit d/d: Observasi
Ds: 1) Menidentifikasi gejala yang tidak menyenangkan
 Klien mengatakan nyeri Hasil: pasien merasa tidak nyaman pada tenggorokannya
ditenggorokan dan nyeri saat menelan
 Klien mengatakan sulit
Terapeutik
menelan
2) Mendiskusikan mengenai situasi dan pilihan
 Klien mengeluh tidak terapi/pengobatan yang diinginkan
nyaman Hasil: pasien merupakan pasien post op tonsilitis yang
Do: membutuhkan konsul berulang dan dianjurkan untuk
– Teraba benjolan sebelah kiri, tetap mengomsumsi ice cream.
konsistensi padat 3) Memberikan posisi yang nyaman
Hasil: Pasien merasa nyaman dengan posisinya

Edukasi
4) Menjelaskan mengenai kondisi dan pilihan
terapi/pengobatan
Hasil: pasien memahami kondisinya dan bersedia datang
kembali

Kolaborasi
5) Kolaborasi pemberian analgetik
Hasil: pasien diberikan zinc tab dan vitamin c untuk
membantu proses penyembuhan

L. Evaluasi

NO DIAGNOSIS HARI/TGL/JAM EVALUASI (SOAP) NAMA JELAS


Nyeri akut b/d Faktor pencedera S: Pasien mengatakan tenggorokannya masih terasa nyeri
fisiologi (inflamasi tonsil sinistra)  P: inflamasi pada tonsil
d/d: Q: nyeri tertusuk-tusuk
Ds: R: tenggorokan
10 Oktober 2023
 Klien mengeluh nyeri di S: 3 (NRS)
1. Kelompok
tenggorokan T: hilang timbul
 P: inflamasi pada tonsil O: Pasien tidak tampak gelisah, KU sakit sedang/ compos
Q: nyeri tertusuk-tusuk mentis
R: tenggorokan A: Nyeri belum teratasi total
S: 3 (NRS)
P: Intervensi dilanjutkan
T: hilang timbul
Do:
 Klien tampak meringis
 Terdapat pembesaran dan
peradangan pada tonsil kiri

Gangguan Rasa Nyaman b/d S : Klien mengatakan masih merasa tidak nyaman saat
Proses Penyakit d/d: menelan
Ds: O : pasien tampak gelisah
 Klien mengatakan nyeri A : Masalah keperawatan gangguan rasa nyaman belum
ditenggorokan teratasi
 Klien mengatakan sulit P : Intervensi dilanjut
10 Oktober 2023
2 menelan Nadila Diana M
 Klien mengeluh tidak
nyaman

Do:
– Teraba benjolan sebelah kiri,
konsistensi padat
REFERENSI

Dewi, Y. A., & Permana, A. D. (2017). Peningkatan Keterampilan Klinis THT-KL untuk
Dokter Umum. Bandung: Fakultas Kedokteran Universitas Padjajaran.
Jeyakumar, SM. Vajreswari, A. Sesikeran, B. Giridharan. 2013. Vitamin A
Supplementation Induces Adipose Tissue Loss Through Apoptosis in Lean but not in
Obese Rats of the WNIN/Ob Strain. Journal of Moleculer Endrocrinology, Vol. 35:
391-398

Klarisa C & Fardizza F . Kapita Selekta Ed. 4 : Tonsilitis. Jakarta : Media Aesculapius.
2014: 1067
Liwikasari, N. 2018. Medica Hospitalia. 5 (2). Jakarta : Salemba Medika

Maulana Fakh, I., Novialdi, & Elmatris. 2016. Artikel Penelitian Karakteristik Pasien
Tonsilitis Kronis Pada Anak Di Bagian Tht-Kl Rsup Dr.M.Djamil Padang. Kesehatan
Andalas, 5(2), 436– 442. Retrieved From Http://Jurnal.Fk.Unand.Ac.I. Diakses tgl 1
mei 2021
Ramadhan, F. S. I. K., 2017. Analisa Faktor Risiko Kejadian Tonsilitis Kronik Pada Anak
Usia 5 - 11 Tahun di Wilayah Kerja Puskesmas Puuwatu Kota Kendari. Jurnal Ilmiah
Mahasiswa Kesehatan, Volume 2.
Rusmarjono, Soepardi EA. 2016. Faringitis, tonsilitis, dan hipertrofi adenoid. Dalam :
Soepardi EA, Iskandar N, Bashiruddin J, Restuti RD, editor. Buku Ajar Ilmu
Kesehatan Telinga Hidung Tenggorok Kepala dan Leher. Ed 6. Jakarta: FK UI; 2016.
h.221-5.
Sinaga, E. (2020). BEES : Bulletin of Electrical and Electronics Engineering Sistem
Pakar Mendiagnosa Penyakit Difteri Pada Anak dengan Menggunakan Metode
Certainty Factor. 1(2), 86–90.
Tim Pokja SDKI DPP PPNI. (2016). Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia (Edisi
1). DPP PPNI.
Tim Pokja SIKI DPP PPNI. (2018). Standar Intervensi Keperawatan Indonesia : Defenisi
dan Tindakan Keperawatan (Edisi 1 Ce). DPP PPNI.

Tim Pokja SLKI DPP PPNI. (2019). Standar Luaran Keperawatan Indonesia : Definisi
dan Kreteria Hasil Keperawatan (Edisi 1 Ce). DPP PPNI.
Triola, Zuhdi, & Vani. 2020. Faktor pencetus tonsillitis pada anak usia 5-6 tahun di
wilayah kerja puskesmas bayat kabupaten klanten. Naskah publikasi,
Universitas Muhammadiyah Surakarta
Wicaksana, M. A., Ratnawati, L. M., Andi, K., & Saputra, D. (2019). HUbungan Rinitis
Akut dan Otitis Media Akut Pada Anak Usia 0-12 Tahun. In Medika Udayana (Vol. 8,
Issue 6).

Anda mungkin juga menyukai