PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Keperawatan suatu bentuk pelayanan profesional yang merupakan bagian
integral dari pelayanan kesehatan, pelayanan berbentuk bio, psiko, sosial,
spiritual, dan cultural yng ditujukan kepada individu, keluarga dan masyarakat
baik yang sehat maupun yang sakit pada berbagai tatanan pelayanan kesehatan
ilmu keperawatan berdasarkan kepada suatu teori yang sangat luas.
Kesehatan adalah salah satu upaya pembangunan nasional diarahkan guna
tercapainya kesadaran dan kemauan untuk hidup sehat yang setiap penduduk agar
dapat mewujudkan derajat kesehatan yang optimal (Nursalam, 2001).
Masalah kesehatan adalah masalah utama yang berpengaruh dalam
kehidupan manusia. Khususnya di negara-negara berkembang masalah kesehatan
sangat kompleks sekali dimana masalaah-masalaah tersebut berkaitan erat dengan
kemiskinan, usia lanjut, malnutrisi, tempat kumuh, perumahan di bawah setandar
dan perawatan tidak adekuat(Smaltzer dan Bare, 1997).
Adapun salah satu penyakit akibat masalah di atas adalah rematoid artritis yaitu
sebuah penyakit dimana terjadinya peroses peradangan selaput bagian dalam
kapsil pembungkus sendi, sehingga sendi menyebabkan bengkak dan terasa nyeri.
Penyakit rheumatoid merupakan salah satu penyebab nyeri sendi, kususnya sendi-
sendi kecil di daerah pergelangan ttangan dan jari-jari.
Menurut WHO penyakit dengan gangguan muskuluskeletal di
kelompokkan menjadi 150 jenis. Jenis penyakit rhematik tersebut antara lain :
oesteoatritis, rheumatoid artritis spondiloartropi, gout artritis, rhematik akibat
infeksi, penyakit ekstra artikular yang menyerang otot, tendon dan tulang,
rhematik akibat trauma, rhematik kegiatan keganasan dan lain-lain.
Masyarakat pada umumnya mengetahui penyebab rheumatoid adalah asam
urat, padahal pada faktanya penderita rhematoid akibat asam urat hanya berkisar
7%, rhematik bukan juga karena sering mandi dimalam hari atau juga sering
mengkonsumsi sayur bayam dan kangkung seperti mitos yang banyak beredar di
masyarakat.
Sedangkan di indonesia prevalensi RA hanya 0,1-0,3 %, di kelopok orang
dewasa dan 1:1000 ribu jiwa di kelompok anak-anak total, diperkirakan hanya
terdapat 360 ribu pasien di indonesia walau prevalensi rendah, penyakit ini sangat
menyebabkan cacat, ujar prof DR dr Harry Isbagio SpPD-KR, guru besar
dafertemen ilmu penyakit dalam Fakultas Kedoktran Universitas Indonesia.
Gangguan ini dapat menyerang semua usia, walaupun banyak di derita
pada usia 40-70 tahun, serta lebih banyak pada wanita.
Dan tak kalah penting juga, penyebab artritis rheumatoid masih tidak di
ketahui pasti. mengapa bisa muncul juga tidak ada yang tahu.masih diduga bahwa
ada peran faktor genetik, dipicu oleh infeksi, atau faktor lainnya.
C. Tujuan Penulisan
1. Tujuan Umum
Untuk mendapatkan pengalaman nyata dalam memberikan asuhan
keperawatan pada klien artritis rheumatoid disamping itu juga dapat memberikan
pengalaman secara nyata dalam penulisan dan penyusunan asuhan keperawatan
yang lazim digunakan.
2. Tujuan Khusus
Dalam melaksanakan asuhan keperawatan artritis rheumatoid penulis
mengharapkan dapat melakukan asuhan keperawatan dengan tujuan berikut :
a. Memperoleh gambaran dan melaksanakan pengkajian pada klien
rheumatoid artrits.
b. Dapat merumuskan diagnosa keperawatan klien dengan rheumatoid
artritis.
c. Mampu menyusun rencana tindakan pada klien dengan rheumatoid
artritis.
d. Mampu melaksanakan tindakan asuhan keperawatan pada klien dengan
artritis rheumatoid.
e. Mengevaluasi hasil tindakan keperawatan pada klien dengan rheumatoid
artritis.
BAB II
TINJAUAN TEORITIS
A. Konsep Dasar
1. Definisi
AR adalah penyakit inflamasi sistemik kronis yang tidak diketahui
penyebabnya, dikarakteristikan oleh kerusakan dan proliferasi memran
sinovial, yang menyebabkan kerusakan pada tulang sendi, ankilosis, dan
deformtas. Mekanisme imunologi tampak berperan penting dalam memulai dan
mengenalkan penyakit dimana remisi spontan dan eksaserbasi tidakdiperkirakn
kejadiannya (Doenges, 1993).
Rheumatoid artritis (RA) merupakan penyakit inflamasi non-bakterial
yang bersifat sistemik, progresif, cenderung kronik dan mengenai sendi serta
jaringan ikat sendi secara simetris (chairuddin,2003 ).
Artritis reumatoid adalah penyakit autoimun sistemik kronis yang tidak
diketahui penyebabnya dikarekteristikan dengan reaksi inflamasi dalam
membrane sinovial yang mengarah pada destruksi kartilago sendi dan
deformitas lebih lanjut (Tucker, 1998 ).
Dari beberapa pengertian diatas, kelompok menyimpulkan bahwa
Artritis rematoid adalah penyakit autoimun inflamasi sistemik kronik non-
bakterial, dikarakteristikan oleh kerusakan dan proliferasi membran sinovial
yang mengarah pada desrtuksi kartilago sendi yang mengenai jaringan ikat
sendi secara simetris.
2. Etiologi
Penyebab utama kelainan ini tidak diketahui. Ada beberapa teori yang
dikemukakan mengenai penyebab rheumatoid atitis, yaitu:
Infeksi streptokokus hemolitikus dan streptokokus non-hemolitikus
a. Endokrin
b. Autoimun
c. Metabolic
d. Factor genetic serta factor pemicu lingkungan
Pada saat ini, rhematoid artritis diduga disebabkan oleh factor aotoimun
dan infeksi. Autoimun ini bereaksi terhadap kolagen tipe II, factor injeksi
mungkin disebabkan oleh virus dan organisme mikroplasma atau group
difterioid yang menghasilkan antigen kolagen tipe II dari tulang rawan sendi
penderita.
Kelainan yang dapat terjadi pada suatu atritis rheumatoid yaitu :
1. kelainan pada daerah artikuler
a. Stadium I (stadium sinovitis)
b. Stadium II (stadium destruksi)
c. Stadium III (stadium deformitas)
2. kelainan pada jaringan ekstra-artikuler
Perubahan patologis yang dapat terjadi pada jaringan ekstra-artikuler
adalah:
a. Otot : terjadi miopati
b. Nodul subkutan
c. Pembuluh darah perifer: terjadi proliferasi tunika intima, lesi pada
pembuluh darah arterior dan venosa
d. Kelenjar limfe: terjadi pembesaran limfe yang berasal dari aloiran
limfe sendi, hiperplasi folikuler, peningkatan aktivitas system
retikuleondotelial dan proliferasi yang mengakibatkan splenomegali
e. Saraf: terjadi nekrosis fokal, reaksi epiteloid serta infiltrasi leukosit
f. Visera
(Nanda, 2013).
3. Manifestasi Klinis
Gejala awal terjadi pada beberapa sendi sehingga disebut poli atritis
rheumatoid. persendian yang paling sering terkena adalah sendi tangan,
perelangan tangan, sendi lutut, sendi siku, pergelangan kaki, sendi bahu serta
sendi panggul dan biasanya bersifat bilateral/simetris Tetapi kadang-kadang
hanya terjadi pada satu sendi disebut artritis rhematoid mono-artikular
(Chairuddin, 2013).
a. stadium awal
Malaise, penurunan BB, rasa capek, sedikit demam dan anemia. gejala
lokal matakarpofalangeal, Pemeriksaan pisik, tenosinofitas pada daerah
ekstensor pergelangan tangan dan fleksor jari-jari. Pada sendi besar
(misalnya sendi lutut) gejala peradangan lokal berupa pembengkakan nyeri
serta tanda-tantaefusi sendi
b. stadium lanjut
Kerusakan sendi dan deformitas yang bersifat permanen, selanjutnya
timbul/tidakstabilan send akibat rupture tendo/ligamen yang menyebabkan
deformitas rheumatoid yang khas berupa deviasi ulnar jari-jari, deviasi
radial/volar pergelangan tangan serta valgus lutut dan kaki
4. Patofisiologi
Menurut Smeltzer & Bare ( 2002 ) mengatakan bahwa pada
rhematoid artritis, suatu reaksi autoimun terutama terjadi pada dalam jaringan
sinovial, Proses fagositosis menghasilkan enzim-enzim dalam sendi. Enzim-
enzim tersebut akan memecah kolagen sehingga terjadi edema, proliperasi
membran sinovial dan akhirnya pembentukan pannus. Pannus akan
menghancurkan tulang rawan dan menimbulkan erosi tulang, akibatnya adalah
menghilangkan permukaan sendi yang akan mengganggu gerak sendi. Otot
akan turut terkena karena serabut otot akan mengalami perubahan degeneratif
dengan menghilangnya elastisitas otot dan kekuatan kontraksi otot.
Menurut long ( 1996) Inflamasi mula-mula mengenai sendi-sendi
sinovial, seperti edema, kongesti vaskuler, eksudat febrin dan infiltrasi seluler.
Peradangan yang berkelanjutan, sinovial menebal, terutama pada sendi
artikuler kartilago dari sendi. Pada persendian ini granulasi membentuk
pannus, atau penutup yang menutupi kartilago. Pannus masuk ketulang
chondria. Jaringan granulasi menguat karena radang menimbulkan gangguan
pada nutrisi kartilago artikuer. Kartilago menjadi nekrosis.
Tingkat erosi dari kartilago menentukan tingkat ketidakmampuan
sendi. Bila kerusakan kartilago sangat luas maka terjadi adhesi diantara
permukaan sendi,karena jaringan fibrosa atau tulang bersatu (ankilosis).
Kerusakan kartilago dan tulang menyebabkan tendon dan ligamen jadi lemah
dan bisa menimbulkan subluksasi atau dislokasi dari persendian. Invasi dari
tulang sub chondria bisa menyebabkan osteoporosis setempat.
5. Pathway
Reaksi factor R dengan antibody, factor
Metabolic, infeksi dengan
Kecenderungan virus
( Nanda, 2013 ).
6. Pemeriksaan penunjang
a. Pemeriksaan laboratorium
1. Tes serologik
a. Faktor rhematoid -70 % pasien bersifat seronegatif.
b. Anibody antinukleus hasil yang positif
2. Foto sinar X pada sendi-sendi yang terkena dan perubahan-perubahan yang
dapat di temukan adalah.
a. Pembengkakan jaringan lunak
b. Penyempitan rongga sendi
c. Erosi sendi
d. Osteoporosis juksta artikuler ; untuk menilai aktifitas penyakit.
3. LED erosi progresif pada fhoto sinar X serial
4. LED
(Muttaqin & Sari, 2011).
7. Penatalaksanaan
Tujuan penatalaksanaan rheumatoid atritis adalah mengurangi nyeri,
mengurangi inflamasi, menghentikan kerusakan sendi dan meningkatkan fungsi
dan kemampuan mobilisasi penderita.
( Doegoes, 1999).
a. Pemberian terapi
Pengobatan pada rhematoid arthritis meliputi pemberian aspirin
untuk mengurangi nyeri dan proses imflamasi, untuk mengurangi inflamasi,
pemberian corticosteroid sistemik untuk memperlambat destruksi sendi dan
imonosupressive terafi untuk menghambat proses autoimun.
b. Pengaturan aktivitas dan istirahat
Pada kebanyakan penderita, istirahat secara teratur merupakan hal
penting untuk mengurangi gejala penyakit. Pembebatan sendi yang terkena dan
pembatasan gerak yang tidak perlu akan sangat membantu dalam menguranggi
progresivitas implamasi. Namun istirahat harus diseimbangkan dengan latihan
gerak untuk tetap menjaga kekuatan otot dan pergerakan sendi.
c. Kompres panas dan dingin
Kompres panas dan dingin digunakan untuk mendapatkan efek
analgesic dan relaksan otot. Dalam hal ini kompres hangat lebih efektif dari pada
kompres dingin.
d. Diet
Untuk penderita rhematoid artrhitis disarankan untuk mengatur dietnya.
Diet yang disarankan yaitu asam lemak omega 3 yang terdapat daalam minak
ikan.
e. Pembedahan
Pembedahan dilakukan apabila rhematoit arthitis sudah mencapai
tahap akhir. Bentuknya dapat berupa tindakan arhthrodesis untuk menstabilkan
sendi, arthoplasty atau total join replacement untuk mengganti sendi.
(Doegoes, 1999).
1. Pengkajian
Pengkajian data dasar pengkajian pasien tergantung pada keparahan dan
keterlibatan organ-organ lainnya(misalnya mata, jantung, paru-paru, ginjal).
Tahapan misalnya eksaserbasi akut atau remisi dan keberadaan bersama bentuk-
bentuk arthitis lainya.
Menurut Dongoes M.E, (1999) adalah sebagai berikut :
A. Aktivitas/ istirahat
Gejala : nyeri sendi karena gerakan, nyeri tekan, memburuk dengan stres pada
sendi; kekakuan pada pagi hari, biasanya terjadi bilateral dan simetris.
Limitasi fungsional yang berpengaruh pada gaya hidup, waktu senggang,
pekerjaan, keletihan.
Tanda : malaise, keterbatasan rentang gerak, atrofi otot, kulit
kontraktur/kelainan pada sendi dan otot.
B. Kardiovaskular
Gejala : fenomena raynaud jari tangan/kaki(mis., pucat intermiten, sianosis,
kemudian kemerahan pada jari sebelum warna kembali normal).
a. Integritas ego
Gejala : faktor-faktor stres akut/kronis; mis., finansial, pekerjaan,
ketidak mampuan, faktor-faktor hubungan.
Keputusan dan ketidakberdayaan(situasi ketidakmampuan).
Ancaman pada konsep diri, citra tubuh, identitas
pribadi(mis., ketergantungan pada orang lain).
b. Makanan/cairan
Gejala : ketidakmampuan untuk menghasilkan/mengkonsumsi
makanan/cairan adekuat, mual, anoreksia
Tanda : penurunan berat badan.
Kekeringan pada membran mukosa.
c. Higiene
Gejala : berbagai kesulitan untuk melaksanakan aktifitas perawatan
pribadi. ketergantungan dengan orang lain.
d. Neurosensori
Gejala : kebas/kesemutan pada tangan dan kaki, hilangnya sensasi
pada jari tangan.
Tanda : pembengkakan sendi simetris.
e. Nyeri/kenyamanan
Gejala : fase akut dari nyeri (mungkin/mungkin tidak disetai oleh
pembengkakan jaringan lunak pada sendi).
Rasa nyari kronis dan kekakuan(teruama pada pagi hari).
f. Keamanan
Gejala : kulit mengkilat, tegang, nodul subkutaneus, lesi kulit,
ulkuuskaki. kesulitan dalam menangati tugas/pemeliharaan
rumah tangga Demam ringan menetap. kekeringan pada
mata dan membran mukosa.
g. Interaksi sosial
Gejala : kerusakan interaksi dengan keluarga/orang lain, perubahan
peran isolasi.
h. Penyuluhan/pembelajaran
Gejala : riwayat AR pada keluarga(awitan remaja).
Penggunaan makanan kesehatan, vitamin, “penyembuhan”
artritis tanpa pengujian. Riwayat perikarditis, lesi katub,
fibrosis pulmonal, pleuritis.
Pertimbangan DRG menunjukan rerata lama di rawat: 4-8 hari.
Rencana pemulangan : mungkin membuuhkan pada transportasi, aktivitas
perawatan diri, dan tugas/pemeliharaan rumah tangga.
2. Diagnosa Keperawatan
Diagnosa keperawatan adalah suatu pernyataan yang menjelaskan
respon manusia dari kelompok atau individu dimana perawat secara
akontabilitas dapat mengidentifikasi dan memberikan intervensi secara pasti
untuk menjaga status kesehatan, menurunkan, membatasi, mencegah dan
merubah (Carpenito & Lynda Jual, 2000).
Menurut Nursalam (2001), dikutip dari Gordon (1976), mengatakan
bahwa diagnosa keperawatan adalah masalah kesehatan aktual dan potensial
dimana berdasarkan pendidikan dan pengalaman dia mampu dan mempunyai
kewenangan memberikan tindakan keperawatan.
Menurut Dongoes M.E, (1999) yang sering muncul pada klien dengan
kasus artritis rhematoid adalah sebagai berikut :
a. Nyeri akut berhubungan dengan agen pencedera, distensi jaringan oleh
akumulasi cairan/proses imflamasi, destruksi sendi.
b. Kerusakan mobilitas fisik berhubungan dengan intoleransi aktivitas,
penurunan kekuatan otot.
c. Gangguan citra tubuh/perubahan penampilan peran berhubungan dengan
perubahan kemampuan untuk melaksanakan tugas-tugas umum.
d. Kurang perawatan diri berhubungan dengan kerusakan muskuluskoletal,
perubahan kekuatan, daya tahan.
e. Kurang pengetahuan (kebutuhan belajar), mengenai penyakit, prognosis,dan
kebutuhan pengobatan berhbungan dengan kesalahan interpretasi informasi.
3. Perencanaan
Perencanaan meliputi pengembangan strategi desain untuk mencegah,
mengurangi dan mengoreksi masalah-masalah yang diidentifikasi pada diagnosa
keperawatan, dimana tahapan ini dimulai setelah menentukan diagnosa
keperawatan dan menyimpulkan rencana dokumentasi (Nursalam, 2001).
Tahapan dalam perencanaan ini meliputi : menentukan prioritas,
menentukan kriteria hasil, menentukan rencana tindakan dan pendokumentasian
(Nursalam, 2001).
Terdapat tiga rencana tindakan dalam tahap rencana tindakan yaitu :
rencana tindakan perawat, rencana tindakan pelimpahan (medis dan tim kesehatan
lain) dan program atau perintah medis untuk klien yang dalam pelaksanaannya
dibantu perawat(Carpenito, 2000).
Ada beberapa komponen yng perlu diperhatikan dalam langkah-langkah
penyusunan perencanaan yaitu : menentukan prioritas, menentukan kriteria hasil,
mementukan rencana tindakan dan dokumentasi (Nursalam, 2001). Untuk
menentukan prioritas ada dua hirarki yang dapat digunakan, yaitu :
a. Hirarki ”Maslow”, (1943) membagi kebutuhan dalam lima tahap yaitu:
kebutuhan fisiologis, rasa aman dan nyaman, sosial, harga diri dan
aktualisasi.
Aktualisasi diri ingin
diakui berhasil dan menonjol
Hargadiri dihargai/ menghargai
(respek dan toleransi)
Mencintai dan dicintai, kasih sayang,
mencintai, dicintai, diterima kelompok
Rasa aman dan nyaman
(terhindar dari penyakit pencurian dan perlindungan hukum)
Kebutuhan fisiologis, udara segar,
air, cairan elektrolit, makanan, seks
1). Nyeri akut berhubungan dengan agen pencedera; distensi jaringan oleh
akumulasi cairan/proses imflamasi.
Tujuan : menunjukan nyeri hilang/terkontrol
Evaluasi :
a. Melaporkan nyeri berkurang/terkontrol
b. Tampak rileks.
c. Mampu untuk tidur/istirahat dengan tepat.
Rencana tindakan :
Mandiri :
a). Kaji nyeri, perhatikan lokasi, intensitas (skala 0-10) lamanya.
Rasional : membantu dalam menentukan kebutuhan manajemen nyeri dan
keefektipan program.
b). Berikan matras/kasur keras, bantal kecil. Tinggikan linen tempat tidur sesuai
kebutuhan.
Rasional : matras yang empuk/lembut, bantal yang besar akan mencegah
pemeliharaan kesejajaran tubuh yang tepat, menempatkan stres pada sendi yang
sakit.
c). Biarkan pasien mengambil posisi yang nyaman pada waktu tidur atau duduk
di kursi.
Rasional: pada penyakit berat/eksaserbasi, tirah baring mungkin
diperlukan(sampai perbakan objektif dan subjektif didapat) untuk membatasi
nyeri/cidera sendi.
4. Evaluasi
Menurut Griffit dan Christensen (1986), evaluasi adalah salah
satu yang direncanakan dan perbandingan yang sistematis pada status kesehatan
klien. Sedangkan Ignatavicius dan Bayne (1994), mengatakan evaluasi adalah
tindakan intelektual untuk melengkapi proses keperawatan yang menandakan
seberapa jauh diagnosa keperawatan, rencana tindakan dan pelaksanaannya sudah
berhasil dicapai.
Evaluasi terdiri atas 2 jenis, yaitu evaluasi Formatif dan evaluasi
Sumatif. Evaluasi formatif disebut juga evaluasi proses, evaluasi jangka pendek
atau evaluasi berjalan, dimana evaluasi dilakukan secepatnya setelah tindakan
keperawatan dilakukan sampai tujuan tercapai. Sedangkan evaluasi sumatif ini
disebut evaluasi hasil, evaluasi akhir, evaluasi jangka panjang. Evaluasi ini
dilakukan pada akhir tindakan keperawatan paripurna dilakukan dan menjadi suatu
metode dalam memonitor kualitas dan efisiensi tindakan yang diberikan. Bentuk
evaluasi ini lazimnya menggunakan format “SOAP” (Nursalam, 2001).
Tujuan evaluasi adalah untuk mendapatkan umpan balik rencana
keperawatan, nilai serta meningkatkan mutu asuhan keperawatan melalui hasil
perbandingan melalui standar yang telah ditentukan sebelumnya.
BAB III
A. PENGKAJIAN
1. IDENTITAS
a. Identitas klien
Nama : Tn. S
Umur : 55 Tahun
Agama : Islam
Jenis Kelamin : Laki-laki
Status : Kawin
Pendidikan : SMP
Pekerjaan : Buruh
Suku Bangsa : Melayu
Alamat : Jln. Rahadi ismail
Tanggal Masuk : 14 Mei 2013, pada jam 10.00 WIB
Tanggal Pengkajian : 14 Mei 2013, pada jam 13.00 WIB
No. Register :-
Diagnosa Medis : Artritis Reumatoid
x x x
50
thn
x : Perempuan Meninggal
: Laki-Laki
: Serumah
: Cerai
: Abortus
: Teminasi Kehamilan
: Lahir Kembar
: Lahir Mati
6. KEADAAN LINGKUNGAN YANG MEMPENGARUHI TIMBULNYA
PENYAKIT
Klien mengatakan lingkungan rumahnya bersih, nyaman, lingkungan sekitar
padat dan ramai orang. Lingkungan kerjanya bersih, dan teratur.
Pemeriksaan fisik
a. Kepala :Bentuk simetris, besrsih, tidak ada edema dan lesi
1) Rambut :Lurus, bersih, hitam, tidak rontok, tidak mudah dicabut, dan ada
ketombe.
2) Muka :Bentuk simetris, bersih, tidak ada lesi dan edema.
Inspeksi : tampak meringis, bingung, gelisah dan mengantuk.
3) Mata
Inspeksi : Bentuk mata kiri dan kanan simetris, pupil isokor, konjungtiva
anemis, sklera tidak ekterik, terdapat kantung mata.
Palpasi : Tidak ada nyeri pada tekanan intra okuler.
4). Hidung
Inspeksi : Bentuk simetris, terdapat sekret.
Palpasi : Tidak ada nyeri tekan pada sinus frontalis, etmoidalis,
spenomedalis dan maksilaris.
5). Mulut
Inspeksi : Bentuk mulut simetris, mukosa bibir lembab, bibir
normal, kebersihan rongga mulut bersih, caries tidak ada.
Palpasi :Tidak ada nyeri tekan pada mandibularis.
6). Gigi :Bersih, tidak ada karang gigi dan tidak menggunakan gigi
palsu.
7). Telinga
Inspeksi :Bentuk daun telinga kiri dan kanan simetris, tidak ada
serumen.
Palpasi :Daun telinga kiri dan kanan elastis tidak terdapat nyeri
tekan pada tragus.
b. Leher
Inspeksi :Bentuk simetris, tidak tampak pembesaran kelenjar tiroid
dan kelenjar limfe.
Palpasi :Tidak ada nyeri tekan, tidak teraba kelenjar tiroid dan
kelenjar limpe.
c. Dada : Bentuk simetris, tidak ada lesi dan tidak ada massa
1). Paru
Inspeksi : Bentuk dada simetris, tidak terdapat otot bantu pernafasan,
tidak ada lesi dan edema.
Palpasi : Tidak ada nyeri tekan diseluruh rongga dada,vokal
premitus kiri dan kanan normal .
Perkusi : Suara perkusi paru sonor/ resonan.
Auskultasi : Terdengar suara vesikuler.
2). Jantung
Inspeksi :Bentuk dada simetris,keadaan umum baik, ictus cordis
tidak tampak
Palpasi : Tidak ada pelebaran pembuluh darah, ictus cordis teraba
di mid klavikula intercosta ke-5.
Perkusi : Suara redup.
Auskultasi : Irama jantung teratur, terdengar suara S1(lup),S2 (dup),
tidak ada suara tambahan (mur-mur).
d. Abdomen
Inspeksi :Bentuk abdomen simetris dan datar, tidak ada edema dan
lesi.
Auskultasi :Suara peristaltik usus 8x/menit.
Palpasi :Tidak ada nyeri tekan seluruh kuadran.
Perkusi : Tympani.
e.Genetalia
Tidak terkaji.
f. Eksremitas
1). Atas
Inspeksi :Terpasang infus RL ( ringer laktat ) pada tangan kiri
dengan kecepatan 20 tpm.
Palpasi :Tidak ada nyeri tekan,CRT normal < 3detik, akral hangat.
2). Bawah
Inspeksi :Bentuk simetris, dan normal, tampak susah menggerakan
kaki sebelah kanan, lemah dan letih.
Palpasi :Terdapat nyeri tekan pada ekstrimitas bawah bagian kanan.
5 5
3 5
9. PEMERIKSAAN PENUNJANG
a. Data laboratorium
Tgl Jenis Pemeriksaan Hasil Normal
Hemoglobin 15 g/dl Lk : 14-16, pr :12-
14 g/l
Leokosit 6,000/l 4.500-11.000 jt/l
Trombosit 285. k/l 150-440.k/l
Hematokrit 44.9 % 36-54 %
Ureum 40/ul 10-50 mg/dl
Kreatinin 0,9/ul 0,6-1,1 mg/dl
Gula darah 100/ul 55-150 mg/dl
10. TERAPY
Pengobatan tanggal 14 mei 2013
- Oral
Ranitidin : 3 x 1 (150 mg )
Maloxikam : 1 x 15 mg
allupurinol : 3 x 150 mg
dorner : 3 x 1 (100 mg)
- Parenteral
infur RL : 20 tpm .
B. ANALISA DATA
No/jam DATA ETIOLOGI MASALAH
1. DS : Proses Nyeri akut
13.00 - klien mengatakan nyeri pada imflamasi
kaki sebelah kanan saat
bergerak
P : Klien mengatakan nyeri nya
pada saat cuaca dingin
Q : Sakitnya terasa ditusuk-tusuk
R : Klien mengatakan nyeri
dibagian kaki kanan
S : 6 (sedang)
T : saat melakukan aktivitas
DO :
- Klien tampak meringis dan
bingung
- klien tampak gelisah.
2. Ds: Imobilitas Intoleransi
13.10 - - Klien mengatakan lemah dan aktivitas
letih
Do :
- Aktivitas dibantu oleh keluarga
dan perawat.
- skala aktivitas 2 ( 50%)
3. Ds: Nyeri Gangguan pola
13.20 Klien mengatakan tidur kurang tidur
puas karna nyeri.
DO :
- wajah klien tampak lesu
- klien tampak mengantuk
- terdapat kantung mata
- tidur klien 3-4 jam pada malam
hari
Diagnosa
1. Nyeri akut berhubungan dengan proses inflamasi.
2. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan imobilitas
3. Gangguan pola tidur berhubungan dengan nyeri
C. INTERVENSI KEPERAWATAN
D. IMPLEMENTASI
II D:
- Klien mengatakan lemah
dan letih
- aktifitas dibantu keluarga
dan perawat
- skala aktifitas 2
A:
14.35 1. Mengkaji skala aktivitas
klien.
14.45 2. memberikan latihan
aktivitas secara bertahap
14.55 3. memotovasi klien dalam
untuk melakukan aktifitas
secara mandiri
R:
1. skala aktivitas klien 2
(50% dibantu)
2. klien melakukan aktifitas
secara bertahap.
3. klien mengikuti perintah
perawat.
III D:
- Klien mengatakan tidur
kurang puas karna nyeri
- wajah tampak lesu
- klien tampak mengantuk
- terdapat kantung mata
- tidur klien 3-4 jam pada
malam hari
A:
15.00 1. Mengkaji pola
istirahat tidur
15.10 2. Mengajarkan teknik
relaksasi
15.15 3. Memberikan posisi
yang nyaman (
supinasi )
15.20 4. Menciptakan
lingkungan yang
tenang.
R:
1. Klien mengatakan
tidur malam hanya 3-4
jam saja
2. Klien mengatakan
belum bisa tidur
dengan pulas
3. Klien mengatakan
belum nyaman
dengan posisi yang
diberikan
4. Pengunjung telah
dibatasi
2 Kamis, I 13.00 D:
15 mei - Klien mengatakan
2013 nyeri pada kaki
sebelah kanan saat
bergerak berkurang
- Klien tampak
meringis dan bingung
berkurang
- Klien tampak gelisah
berkurang
A:
13.05 1. Mengkaji karakteristik
nyeri
13.10 2. Menganjurkan teknik
relaksasi
13.20 3. Menganjurkan
kompres hangat
kering
13.30 4. Memberikan obat
analgesik meloxikam
15 mg
R:
1. Skala nyeri klien 4
2. Nyeri berkurang
setelah dilakukan
relaksasi
3. Nyeri berkurang
setelah dilakukan
kompres
4. Nyeri berkurang
setelah diberikan obat
II D:
- Klien mengatakan
lemah dan letih
- Aktifitas dibantu oleh
keluarga dan perawat
- Skala aktifitas 2 ( 50
%)
A:
13.35 1. Mengkaji skala
aktifitas klien
13.40 2. Memberikan latihan
aktifitas secara
bertahap
13.45 3. Motivasi klien untuk
melakukan aktifitas
ringan
R:
1. Skala aktifitas 2
2. Klien melakukan
aktifitas secara
bertahap
3. Klien mengikuti saran
perawat
D:
III - Klien mengatakan
tidur kurang puas
karena nyeri
- Wajah tampak lesu
- Klien tampak
mengantuk
- Terdapat kantung
mata
- Tidur klien 3-4 jam
pada malam hari
A:
13.55 1. Untuk mengetahui
pola istirahat tidur
klien
14.00 2. Menganjurkan teknik
relaksasi
14.10 3. Mengajurkan posisi
tidur
14.15 4. Menciptakan
lingkungan yang
nyaman
R:
1. Klien mengatakan
tidur 5 jam
2. Klien mengatakan
sedikit puas tidur
malam nya
3. Klien merasa sedikit
nyaman dengan posisi
yang dianjurkan
4. Lingkungan sedikit
nyaman
3 Jumat 16 I 13.00 D:
mei 2013 - Klien mengatakan
nyeri pada kaki kanan
hilang
- Klien mengatakan
tidak meringis dan
bingung
A:
13.10 1. Mengkaji karakteristik
klien
13.15 2. Mengatur posisi yang
nyaman
R:
1. Skala 0
2. Klien mengatakan
nyaman dengan posisi
yang diberikan
II D:
- Klien mengatakan
tidak lemah dan letih
- Aktifitas mandiri
- Skala aktifitas 0
A:
13.20 1. Mengkaji skala
aktifitas
13.25 2. Motivasi klien
melakukan aktifitas
R:
1. Skala aktifitas 0
2. Klien mandiri
melakukan aktifitas
III D:
- Klien mengatakan
tidur puas
- Wajah segar
- Tidak terdapat
kantung mata
- Tidur klien 7-8 jam
A:
13.30 1. Mengkaji skala pola
tidur
13.40 2. Mengatur posisi yang
nyaman
13.45 3. Menciptakan
lingkungan yang
nyaman
R:
1. Tidur klien 7-8 jam
2. Klien merasa nyaman
dengan posisi yang
diberikan
3. Klien merasa nyaman
dengan lingkungan
sekitar
E. Evaluasi
III S:
- Klien mengatakan tidak bisa tidur
O:
- Klien tampak lemah
- Sering menguap
- Terdapat kantung mata
A : masalah belum teratasi
P : intenvensi dilanjutkan 1-4
I:
1. Mengkaji pola istirahat tidur
2. Menganjurkan teknik relaksasi
3. Memberikan posis yang nyaman
4. Menciptakan lingkungan yang
nyaman
E:
1. Klien mengatakan malam hari 3-4
jam
2. Klien belum bisa tidur dengan
puas
3. Klien mengatakan belum bisa
nyaman dengan posisi yang
diberikan
4. Klien mengatakan belum nyaman
dengan lingkungan sekitar
2 Kamis 15 I S:
mei 2013 - Klien mengatakan kaki masih
terasa nyeri
P: nyeri terasa pada saat cuaca dingin
Q: nyeri masih terasa di tusuk tusuk
R: nyeri pada kaki sebelah kanan
S : 5 (sedang)
T : nyeri terasa pada saat melakukan
aktivitass
O:
- Klien masih tampak meringis dan
gelisah
A: masalah belum teratasi
P: intervensi dilanjutkan ( 1-4 )
II S:
- Klien mengatakan masih belum
bisa melakukan aktifitas seperti
biasanya
III S:
- Klien mengatakan masih belum
bisa tidur dengan puas
- Kaki klien masih terasa nyeri
O:
- Klien tampak lemah
- Tedapat kantung mata
- Klien tidur hanya 5-6 jam jam
pada malam hari
A : masalah belum teratasi
P : intervensi lanjutkan 1-3
3 Jumat 16 mei I S:
2013 - Klien mengatakan nyeri hilang
P : nyeri pada saat cuaca dingin hilang
Q : nyeri hilang
R : nyeri pada kaki kanan hilang
S : 0 (hilang )
T : nyeri tidak tersa lagi
O:
- Klien tampak tenang
A : masalah teratasi
P : intervensi dihentikan
II S:
- Klien mengatakan sudah bisa
melakukan aktifitas nya sendiri
O:
- Klien tampak segar
- Skala aktifitas 0
A : masalah teratasi
P : intervensi dihentikan
III S:
- Klien mengatakan sudah bisa
tidur dengan nyenyak
O:
- Klien tampak segar
- Klien tidur kembali normal 7-8
jam pada malam hari
A : masalah teratasi
P : intervensi dihentikan