Anda di halaman 1dari 41

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 KONSEP RHEUMATOID ARTHRITIS

2.1.1 Definisi

Rheumatoid arthritis (RA) adalah penyakit inflamasi

sistemik kronis yang tidak diketahui penyababnya , karakteristik

rheumatoid arthritis adalah terjadinya kerusakan dan profilerasi

pada membrane synovial, yang menyebabkan kerusakan pada

tulang sendi, ankilosis,dan deformitas (Lukman nurman ningsih

2012)

Rheumatoid arthritis merupakan suatu penyakit yang

tersebar luas serta melibatkan semua kelompok ras dan etnik

didunia. Penyakit ini merupakan suatu penyakit autoimun yang

ditandai dengan terdapatnya sinovitis erosive simetrik yang

walaupun terutama mengenai jaringan persendian, seringkali juga

melibatkan jaringan lainnya

Rheumatoid arthritis (RA) merupakan penyakit inflamasi

non-bakterial yang bersifat sistemik, progresif, cenderung kronik

dan mengenai sendi serta jaringan ikat sendi secara simetris

(Chairuddin, 2003).

Reumatoid arthritis (RA) merupakan penyakit autoimun

menyebabkan inflamasi kronik yang ditandai dengan terdapatnya

sinovitis erosif simetrik yang mengenai jaringan persendian

ataupun organ tubuh lainnya (Daud,2004). Penyakit autoimun


yang terjadi jika sistem imun menyerang jaringan tubuh sendiri.

Reumatoid arthritis merupakan suatu penyakit yang disebabkan

oleh reaksi autoimun yang terjadi di jaringan sinovial. Proses

fagositosis menghasilkan enzim-enzim dalam sendi sehingga

kolagen terpecah dan terjadi edema. Poliferasi membran sinovial

dan akhirnya pembentukan pannus. Pannus akan menghancurkan

tulang rawan dan menimbulkan erosi tulang (Brunner &

Suddarth,2001).

Arthritis atau biasa disebut rematik adalah penyakit yang

menyerang persendian dan struktur di sekitarnya. reomatoid

arthritis (RA) adalah penyakit inflamasi sistemik kronis yang

tidak diketahui penyebabnya. Karakteristik RA adalah terjadinya

kerusakan dan poliferasi pada membran sinovial, yang

menyebabkan kerusakan pada tulang sendi, ankilosis, dan

deformitas. Mekanisme imunologis tampak berperan penting

dalam memulai dan timbulnya penyakit ini. Pendapat lain

mengatakan, arthritis rheomatoid adalah gangguan kronik yang

menyerang berbagai sistem organ. Penyakit ini adalah salah satu

dari sekelompok penyakit jaringan penyambung difus yang

diperantai oleh imunitas.

2.1.2 Etiologi

Penyebab arthritis rheomatoid masih belum diketahui

secara pasti walaupun banyak hal mengenai patologis penyakit ini

telah terungkap. Penyakit ini belum dapat dipastikan mempunyai


hubungan dengan faktor genetik. Namun, berbagai faktor

(termasuk kecenderungan genetik) bisa memengaruhi reaksi

autoimun. Faktor-faktor yang berperan antara lain adalah jenis

kelamin, infeksi, keturunan, dan lingkungan. dari penjelasan diatas,

dapat disimpulkan bahwa faktor yang berperan dalam timbulnya

penyakit arthritis rheomatoid adalah jenis kelamin, keturunan,

lingkungan, dan infeksi.

Ada beberapa teori yang dikemukakan mengenali penyebab

arthtritis rheumatoid, yaitu:

a. Infeksi strptocococus hemolitikus dan streptococus non-

hemolitikus.

b. Endokrin

c. Metabolic

d. Faktor genetik serta faktor pemicu lingkungan.

Pada saat ini arthtritis diduga disebabkan oleh faktor

autoimun dan infeksi. Autoimun ini bereaksi terhadap kolagen tipe

II; faktor injeksi mungkin disebabkan oleh virus dan organisme

mikroplasma atau group difteriod yang menghasilkan antigen

kolagen tipe II dari tulang rawan penderita. (Nurarif, 2015).

2.1.3 Patofisiologi

Pada Rheumatoid Arthriti, reaksi autoimun terutama terjadi

pada jaringan sinovial. Proses fagositosis menghasilkan enzim-

enzim dalam sendi. Enzim-enzim tersebut akan memecah kolagen

sehingga terjadi edema, poliferasi membran sinovial, dan akhirnya


membentuk panus. Panus akan menghancurkan tulang rawan dan

menimbulkan erosi tulang, akibatnya menghilangkan permukaan

sendi yang akan mengganggu gerak sendi. Otot akan turut terkena

serabut otot akan mengalami perubahan generatif dengan

menghilangnya elastisitas otot dan kekuatan kontraksi.

Arthtritis rheumatoid merupakan penyakit autoimun

sistemik yang menyerang sendi. Reaksi autoimun terjadi dalam

jaringan synovial. Kerusakan sendi mulai terjadi dari proliferasi

makrofag dan fibroblast synovial. Limfosit menginfiltrasi daerah

perifaskular dan terjadi proliferasi sel-sel endotel kemudian terjadi

neovaskularisasi. Pembuluh darah pada sendi yang terlibat

mengalami oklusi oleh bekuan kecil atau sel-sel inflamasi.

Terbentuknya panus akibat terjadinya pertumbuhan yang

irregular pada jaringan synovial yang mengalammi

inflamasi.Pannus kemudian menginvasi dan merusak rawan sendi

dan tulang respon imunologi melibatkan peran sitokin, interleukin,

proteinase dan faktor pertumbuhan. Respon ini mengakibatkan

destruksi sendi dan komplikasi sistemik (Suarjana, 2009).

2.1.4 Manifestasi Klinis

Manifestasi klinis RA dibagi menjadi 2 kategori yaitu

manifestasi artikular dan manifestasi ekstraartikular . Manifestasi

artikular dibagi menjasi 2 kategori , yaitu gejala inflamasi akibat

aktivitas sinovitis yang bersifat reversibel dan gejala akibat

kerusakan struktur persendian yang bersifat ireversibel. Sinovitis


merupakan kelainan yan umumnya bersifat reversibel dan dapat

diatasi dengan pengobatan medikamentosa atau pengobatan non

surgical lainnya (Shah and Clair, 2012).

Gejala awal terjadi beberapa sendi sehingga disebut poli

athritis rhomatoid. Persendian yang paling sering terkena adalah

sendi tangan, pergelangan tangan, sendi lutut, sendi siku,

pergelangan kaki, sendi bahu, serta sendi panggul dan biasanya

bersifat bilateral atau simetris. Tetapi kadang-kadang hanya terjadi

pada satu sendi disebut arthritis rheomatoid mono-artikular.

Gejala rheumatoid arthritis tergantung pada tingkat

peradangan jaringan. Ketika jaringan tubuh meradang, penyakit ini

aktif. Ketika jaringan berhenti meradang, penyakit ini tidak aktif.

Remisi dapat terjadi secara spontan atau dengan pengobatan dan

pada minggu-minggu terakhir bisa bulan atau tahun, orang-orang

pada umumnya merasa sakit ketika penyakit ini aktif lagi (kambuh)

atau pun gejala kembali (Reeves, 2017).

Ketika penyakit ini aktif gejala dapat termasuk kelelahan,

kehilangan energi, kekurangan nafsu makan, demam, nyeri otot dan

sendi dan kekakuan. Otot dan kekakuan sendi biasanya paling

sering di pagi hari. Disamping itu juga manifestasi klinis RA sangat

bervariasi dan biasanya mencerminkan stadium serta beratnya

penyakit. Rasa nyeri, pembengkakan, panas, eritemia dan gangguan

fungsi merupakan klinis yang klasik untuk Reumatoid Arthritis

(Smeltzer & Bare, 2015).


Adapun tanda dan gejala yang umum ditemukan atau sangat

serius terjadi pada lanjut usia (Buffer,2010) yaitu: sendi terasa

nyeri dan kaku pada pagi hari, bermula sakit dan kekakuan pada

daerah lutut, bahu, siku, pergelangan tangan dan kaki, juga jari-jari,

mulai terlihat bengkak setelah beberapa bulan, bila diraba akan

terasa hangat, terjadi kemerahan dan terasa sakit atau nyeri, bila

sudah tidak tertahan dapat menyebabkan demam, dapat terjadi

berulang (Junaidi, 2006).

Rheomatoid Arthritis muncul secara akut sebagai

poliarthritis, yang berkembang cepat dalam beberapa hari. Pada

sepertiga pasien, gejala mula-mula monoarthritis lalu poliarthritis.

Terjadi kekakuan paling parah pada pagi hari, yang berlangsung

sekitar 1 jam dan mengenai sendi secara bilateral. Episode-episode

peradangan diselingi oleh remisi. Rentang gerak berkurang,

terbentuk benjolan rematoid ekstra sinovium (Junaidi, 2006).

Ada beberapa manifestasi klinis yang lazim ditemukan pada

klien arthritis rheumatoid. Manesfestasi ini tidak hars timbul

sekaligus pada saat yang bersamaan. Oleh karena itu penyakit ini

memiliki manifestasi klinis yang sangat bervariasi.:

1. Gejala-gejala konstitusional, misalnya lelah, anoreksia, berat

badan menurun dan demam. Terkadang dapat terjadi kelelahan

yang hebat.

2. Poliartris simetris, terutama pada sendi perifer, termasuk sendi-

sendi interfalangs distal. Hamper semua sendi diartrodial dapat


terserang.

3. Kekakuan dipagi hari selama lebih dar satu jam, dapat bersifat

generalist tetapi terutama menyerang sendi-sendi. Kekauan ini

berbeda dengan kekakuansendi pada ostioartritis, yang biasanya

hanya berlansung selama beberapa menit dan selalu kurang dari

1 jam.

4. Artitis erosive, merupakan ciri khas artritis rheumatoid pada

gambaran radiologic. Peradangan sendi yang kronik

mengakibatkan erosi diteoi tulang dan dapat dilihat pada

radiogram.

2.1.5 Penatalaksanaan

Penderita arthritis rheomatoid tidak memerlukan diet

khusus karena variasi pemberian diet yang ada belum terbukti

kebenarannya. Prinsip umum untuk memperoleh diet seimbang

sangat penting. Penyakit ini dapat juga menyerang sendi

temporomandibular, sehingga membuat gerakan mengunyah

menjadi sulit. Sejumlah obat-obat tertentu dapat menyebabkan rasa

tidak enak pada lambung dan mengurangi nutrisi yang diperlukan.

Pengaturan berat badan dan aktivitas klien haruslah seimbang

karena biasanya klien akan mudah menjadi terlalu gemuk

disebabkan aktivitas klien dengan penyakit ini relatif rendah.

Namun, bagian yang penting dari seluruh program penatalaksanaan

adalah pemberian obat.


Obat-obat dipakai untuk mengurangi nyeri, meredakan

pradangan, dan untuk mencoba mengubah perjalanan penyakit.

Nyeri hampir tidak dapat dipisahkan dari rheomatoid arthritis,

sehingga ketergantungan terhadap obat harus diusahakan

seminimum mungkin. Obat utama pada arthritis rheomatoid adalah

obat-obatan antiinflamasi nonsteroid (NSAID). Obat antiinflamasi

nonsteroid bekerja dengan menghalangi proses produksi mediator

peradangan. Tepatnya menghambat sintesis prostaglandin atau

siklo-oksigenase. Enzim-enzim ini mengubah asam lemak sistemik

endogen, yaitu asam arakidonat menjadi prostaglandin,

prostasiklin, tromboksan, radikal-radikal oksigen.

Tujuan utama dari program pengobatan adalah untuk

menghilangkan nyeri dari peradangan, mempertahankan fungsi

sendi dan kemampuan maksimal dari klien, serta mencegah dan

atau memperbaiki deformitas yang terjadi pada sendi.

Penatalaksanaan yang sengaja dirancang untuk mencapai tujuan-

tujuan itu meliputi pendidikan, istirahat, latihan fisik, dan

termoterapi, gizi, serta obat-obatan.

Teknik nonfarmakologi yang dapat digunakan untuk

menghilangkan nyeri pada penderita rematik diantaranya yaitu

dengan senam rematik (Rheumatoid gymnastic). Tindakan

nonfarmakologi itu dapat dilakukan sendiri dirumah dan caranya

sederhana. Selain itu tindakan nonfarmakologi ini dapat digunakan

sebagai pertolongan pertama ketika nyeri menyerang (Pujianti &


Mayasari 2017).

2.1.6 Pemeriksaan penunjanng

1. Faktor rheumatoid, fiksasi lateks, reaksi-reaksi aglutinasi. Laju

endap darah: umumnya meningkat pesat (80-100 mmHg)

mungkin kembali normal sewaktu gejala-gejala meningkat.

2. Protein C-reaktif: positif selama masa eksaserbasi.

3. Sel darah putih: meningkat pada waktu timbul prosaes

autoimun sebagai penyebab arthtritis rheumatoid.

4. Sinar x dari sendi yang sakit: menunjukkan pembengkakan

pada jaringan lunak, erosi sendi, dan osteoporosis dari tulang

yang berdekatan (perubahan awal) berkembang menjadi

formasi kista tulang, memperkecil jarak sendi dan sublukasio.

Perubahan osteortristik yang terjadi secar bersamaan.

5. Scan radionuklida: identifikasi peradangan sinovium.

6. Artroskopi langsung. Aspirasi cairan synovial.

7. Biopsy membrane synovial: menunjukkan perubahan inflamasi

dan perkembangan panas. (Nurarif, 2015)


2.1.7 Web of caution (WOC)

Inflamasi Non-bacterial disebabkan oleh


infeksi endokrin, autoimun, metabolic dan
faktor genetik, serta faktor lingkungan.

Artritis Rheumatoid

Sinovali Tenosinovitis Kelainan pada Informasi


tulang tentang proses
penyakit
Hiperemia dan Invasi Kolagen
Pembengkakan Erosi tulang dan kerusakan
pada tulang rawan MK : Defisit
Ruptur tendon Pengetahuan
Nekronis dan secara persial
kerusakan atau total
dalam ruang
sendi Instabilitas dan
MK : deformitas
Gangguan
MK : Nyeri Mobilitas
Fisik
Gangguan mekanis dan
fungsional pada sendi

Perubahan bentuk tubuh


pada tulang dan sendi

Gambaran khas MK : Gangguan Konsep


MK : Ansietas
nodul subkutan Diri, Citra Diri

Sumber : ( Brunner & Suddart, 2014)

Skema 2.1
Web of Caution Rheumatoid
arthritis
2.2 KONSEP NYERI

2.2.1 Definisi

Nyeri adalah pengalaman sensori dan emosional yang

tidak menyenangkan akibat kerusakan jaringan yang actual dan

professional. Nyeri adalah alasan utama seseorang untuk mencari

bantuaan perawatan kesehatan (smeltzer & Bare,2002)

Menurut IASP atau The International Association for the

Study of Pain (IASP) mendifinisikan nyeri sebagai suatu sensori

subyektif dan pengalaman emosional yang tidak menyenangkan

berkaitan dengan kerusakan jeringan actual atau potensial atau

yang dirasakandalam kejadian-kejadian dimana terjadi kerusakan

(Potter & Perry,2005).

Nyeri merupakan pengalaman sensoris dan emosional

tidak menyenangkan yang disertai oleh kerusakan jaringan secara

potensial dan aktual. Nyeri sering digambarkan sebagai suatu

yang berbahaya (noksius, protofatik) atau yang tidak berbahaya

(non noksius, epikritik) misalnya: sentuhan ringan, kehangatan,

tekanan ringan, (Herdiani 2013) .

Nyeri terdiri dari dua komponen utama, yaitu sensorik

(fisik) dan emosional (psikologik). Komponen sensorik

merupakan mekanisme neurofisiologi yang menerjemahkan

sinyal nosiseptor menjadi informasi tentang nyeri (durasi,

intensitas, lokasi, dan kualitas rangsangan). Sedangkan komponen


emosional adalah komponen yang menentukan berat ringannya

individu merasa tidak nyaman, dapat mengawali kelainan emosi

seperti cemas dan depresi jika menjadi nyeri kronik, serta

diperankan oleh rangsangan nosiseptik melalui penggiatan sistem

limbik dan kondisi lingkungan (asal penyakit, hasil pengobatan

yang tidak jelas, dan dukungan sosial/keluarga). Nyeri bersifat

sangat subyektif. Terlepas dari ada tidaknya kerusakan jaringan,

nyeri sebaiknya diterima sebagai keluhan yang harus dipercaya.

Nyeri akut diartikan sebagai pengalaman tidak

menyenangkan yang kompleks berkaitan dengan sensorik,

kognitif dan emosional yang berkaitan dengan trauma jaringan,

proses penyakit, atau fungsi abnormal dari otot atau organ visera.

Nyeri akut berperan sebagai alarm protektif terhadap cedera

jaringan. Reflek protektif (reflek menjauhi sumber stimuli,

spasme otot, dan respon autonom) sering mengikuti nyeri akut.

Secara patofisiologi yang mendasari dapat berupa nyeri nosiseptif

ataupun nyeri neuropatik.

Nyeri kronik didefinisikan sebagai nyeri yang berlangsung

sampai melebihi perjalanan suatu penyakit akut, berjalan terus

menerus sampai melebihi waktu yang dibutuhkan untuk

penyembuhan suatu trauma, dan terjadinya secara berulang-ulang

dengan interval waktu beberapa bulan atau beberapa tahun.

Banyak klinikus memberi batasan lamanya nyeri 3 atau 6 bulan

(Smeltzer dan Bare, 2002).


2.2.2 Klasifikasi nyeri

Nyeri dapat dibagi menjadi 2 klasifikasi, berdasarkan

waktu, yaitu: nyeri akut dan kronis dan dapat berdasarkan

etiologi, yaitu: nyeri nosiseptif dan nyeri neuropatik.

a. Nyeri Akut dan Nyeri Kronik

Nyeri akut terjadi karena adanya kerusakan jaringan

yang akut dan tidak berlangsung lama. Sedangkan nyeri

kronik adalah nyeri yang tetap berlanjut walaupun lesi sudah

sembuh. Berjalan terus menerus sampai melebihi waktu yang

dibutuhkan dan batasan lamanya nyeri 3 atau 6 bualan.

Intensitas nyeri dapat dinilai salah satunya

menggunakan Visual Analogue Scale (VAS). Skala ini mudah

digunakan bagi pemeriksa, efisien dan lebih mudah dipahami

oleh pasien. Klasifikasi berdasarkan intensitas nyeri yang

dinilai dengan Visual Analog Scale (VAS) adalah angka 0

berarti tidak nyeri dan angka 10 berarti intensitas nyeri

paling berat.

Menurut VAS (Visual analogue scala) nyeri dibagi

menjadi :

1. Nyeri ringan dengan nilai VAS : < 4 (1-3).

2. Nyeri sedang dengan nilai VAS : (4 -7).

3. Nyeri berat dengan nialai VAS : >7 ( 8-10).


TABEL 2.1

PERBEDAAN NYERI AKUT DAN KRONIS

Karakteristik Nyeri Akut Nyeri Kronis


Pengalaman Suatu kejadian Satu situasi, status eksitensi
Sumber Sebab eksternal atau Tidak diketahui atau
penyakit dari dalam pengobatan yang terlalu lama

Serangan Mendadak Bisa mendadak, berkembang,


dan terselubung
Waktu Sampai enam bulan Lebih dari enam bulan
sampai bertahun-tahun
Pernyataan Daerah nyeri tidak Daerah nyeri sulit
nyeri diketahui dengan pasti dibedakan intensitasnya,
sehingga sulit
dievaluasi (perubahan perasaan)
Gejala-gejala Pola respons yang khas Pola respons yang bervariasi dengan
klinis dnegan gejala yang lebih sedikit gejala (adaptasi)
jelas
Pola Terbatas Berlangsung terus, dapat beradaptasi

Perjalanan Biasanya berkurang Penderitaan meningkat


setelah beberapa saat setelah beberapa saat

Sumber : Alimul & uliyah, 2014

b. Nyeri Nosiseptif dan Nyeri Neuropatik

Nyeri secara patofisiologi dapat dibagi menjadi

nosiseptif dan nyeri neuropatik. Nyeri nosiseptif adalah nyeri

inflamasi yang dihasilkan oleh rangsangan kimia, mekanik

dan suhu yang menyebabkan aktifasi maupun sensitisasi pada

nosiseptor perifer (saraf yang bertanggung jawab terhadap

rangsang nyeri). Nyeri nosiseptif biasanya memberikan

respon terhadap analgesik opioid atau non opioid.

Nyeri neuropatik merupakan nyeri yang ditimbulkan

akibat kerusakan neural pada saraf perifer maupun pada


sistem saraf pusat yang meliputi jalur saraf aferen sentral dan

perifer, biasanya digambarkan dengan rasa terbakar dan

menusuk. Pasien yang mengalami nyeri neuropatik sering

memberi respon yang kurang baik terhadap analgesik opioid.

2.2.3 Stimulus Nyeri

Seseorang dapat menoleransi, menahan nyeri (pain

tolerance), atau dapat mengenali jumlah stimulasi nyeri sebelum

merasakan nyeri (Alimul & Uliyah, 2014).

Terdapat beberapa jenis stimulus nyeri, diantaranya sebagai

berikut :

1. Trauma pada jaringan tubuh, misalnya karena bedah akibat

terjadinya kerusakan jaringan dan iritassi secara langsung

pada reseptor.

2. Tumor, dapat juga menekan reseptor nyeri.

3. Gangguan pada jaringan tubuh, misalnya karena edema akibat

terjadinya penekanan pada reseptor nyeri.Spasme otot, dapat

menstimulasi mekanik.

4. Iskemia pada jaringan, misalnya terjadi biokade pada arteri

koronaria yang menstimulasi reseptor nyeri akibat

tertumpuknya asam laktat.


2.2.4 Faktor- faktor yang mempengaruhi nyeri

a. Usia

Menurut Potter & Perry (1993) usia adalah variabel

penting yang mempengaruhi nyeri terutama pada anak dan

orang dewasa. Perbedaan perkembangan yang ditemukan

antara kedua kelompok umur ini dapat mempengaruhi

bagaimana anak dan orang dewasa bereaksi terhadap nyeri.

Anak-anak kesulitan untuk memahami nyeri dan beranggapan

kalau apa yang dilakukan perawat dapat menyebabkan nyeri.

Anak-anak yang belum mempunyai kosakata yang banyak,

mempunyai kesulitan mendeskripsikan secara verbal dan

mengekspresikan nyeri kepada orang tua atau perawat.

Anak belum bisa mengungkapkan nyeri, sehingga

perawat harus mengkaji respon nyeri pada anak. Pada orang

dewasa kadang melaporkan nyeri jika sudah patologis dan

mengalami kerusakan fungsi (Tamsuri, 2007).

b. Jenis kelamin

Laki-laki dan perempuan tidak mempunyai perbedaan

secara signifikan mengenai respon mereka terhadap nyeri.

Masih diragukan bahwa jenis kelamin merupakan faktor yang

berdiri sendiri dalam mengekspresikan. Toleransi nyeri sejak

lama telah menjadi subyek dalam penelitian yang melibatkan

pria dan wanita, akan tetapi toleransi terhadap nyeri


dipengaruhi oleh factor-faktor biokimia yang merupakan hal

yang unik pada setiap individu tanpa memperhatikan jenis

kelamin.

c. Kebudayaan

Keyakinan dan nilai-nilai budaya mempengaruhi cara

individu mengatasi nyeri. Individu mempelajari apa yang

diharapkan dan apa yang diterima oleh kebudayaan mereka.

Hal ini meliputi bagaimana bereaksi terhadap nyeri. Menurut

(Cit perry & potter 2005) menyatakan bahwa social budaya

menentukan prilaku psikologis seseorang. Dengan demikian,

hal ini dapat mempengaruhi pengeluaran fisiologis opiat

endogen dan tejadilah persepsi-persepsi nyeri.

d. Makna nyeri

Pengalaman nyeri dan cara seseorang beradaptasi

terhadap nyeri. Hal ini juga dikaitkan secara dekat dengan

latar belakang budaya individu tersebut, individu akan

mempersepsikan nyeri dengan cara berbeda-beda apabila

nyeri tersebut memberi kesan ancaman, suatu kehilangan,

hukuman dan tantangan.

e. Perhatian

Dengan memfokuskan perhatian dan konsentrasi klien

pada stimulus yang lain, maka perawat menenmpatkan nyeri

pada kesadaran yang perifer, biasanya hal ini menyebabkan


toleransi nyeri individu meningkat, khususnya, nyeri yang

berlangsung hanya selama waktu pengalihan.

f. Ansietas

Meskipun pada umumnya diyakini bahwa ansietas

akan meningkatkan nyeri, mungkin tidak seluruhnya benar

dalam semua keadaaan. Riset tidak memperlihatkan suatu

hubungan yang konsisten antara ansietas dan nyeri juga tidak

memperlihatkan bahwa pelatihan pengurangan stres

praoperatif menurunkan nyeri saat pascaoperatif. Namun,

ansietas yang relevan atau berhubungan dengan nyeri dapat

meningkatkan persepsi pasien terhadap nyeri. Ansietas yang

tidak berhubungan dengan nyeri dapat mendistraksi pasien

dan secara aktual dapat menurunkan persepsi nyeri. Secara

umum, cara yang efektif untuk menghilangkan nyeri adalah

dengan mengarahkan pengobatan nyeri ketimbang ansietas

(Smeltzer & Bare, 2002).

g. Keletihan

Rasa kelelahan menyebabkan nyeri semakin intensif

dan menurunkan kemampuan koping. Hal ini dapat terjadi

masalah umum pada setiap individu yang menderita penyakit

dalam jangka lama, apabila keletihan disertai sulit tidur ,

maka persepsi nyeri terasa lebih berat dan jika mengalami

suatu proses periode yang baik maka nyeri berkurang.


h. Pengalaman nyeri sebelumnya

Efek yang tidak diinginkan yang diakibatkan dari

pengalaman sebelumnya menunjukkan pentingnya perawat

untuk waspada terhadap pengalaman masa lalu pasien dengan

nyeri. Jika nyerinya teratasi dengan tepat dan adekuat,

individu mungkin lebih sedikit ketakutan terhadap nyeri

dimasa mendatang dan mampu mentoleransi nyeri dengan

baik (Smeltzer & Bare, 2002).

2.2.5 Skala nyeri

Cara mengitung skala nyeri anggka menggunakan garis

lurus dimana garis awalnya menunjukkan “tidak ada rasa nyeri”

garis tengah yang menunjukkan “nyeri sedang” dan garis akhir

yang mengidentifikasi nyeri hebat. Jelaskan pada penderita bahwa

diujung garis ada angka 0 yang berarti tidak nyeri dan angka 10

yang menunjukkan nyeri hebat. Mintalah kepada penderita untuk

memilih angka yang mewakili rasa nyeri ( Alimul & Uliyah

2014).

GAMBAR 2.1
SKALA NYERI ANGKA

0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
GAMBAR 2.2
KETERANGAN SKALA NYERI 0-10

NO SKALA NYERI
0 Tidak nyeri
1 Seperti gatal, tersetrum / nyut-nyut
2 Seperti melilit atau terpukul
3 Seperti perih
4 Seperti keram
5 Seperti tertekan atau tergesek
6 Seperti terbakar atau ditusuk-tusuk
7–9 Sangat nyeri tetapi dapat dikontrol oleh klien
dengan aktivitas yang biasa dilakukan.
10 Sangat nyeri dan tidak dapat dikontrol oleh
klien.
Keterangan : 1 – 3 (Nyeri ringan)
4 – 6 (Nyeri sedang)
7 – 9 (Nyeri berat)
10 (sangat nyeri)

2.2.6 Tekhnik nonfarmakologis untuk mengurangi nyeri

Salah satu tindakan nonfarmakologis yang sederhana dan

mudah dilakukan untuk mengurangi nyeri adalah Rheumatoid

gymnastic atau biasa disebut dengan senam rematik. Senam

rematik merupakan senam yang befokus pada mempertahankan

lingkup gerak sendi secara maksimal. Tujuan dari senam rematik

ini yaitu mengurangi nyeri sendi dan menjaga kesehatan jasmani

penderita rematik. Keuntungan lain dari senam rematik yaitu

tulang menjadi lebih lentur, otot tetap kencang, memperlancar

peredaran darah, menjaga kadar lemak darah

tetap normal, tidak mudah mengalami cidera, dan


kecepatan reaksi sel tubuh menjadi lebih baik ( Pujianti &

Mayasari 2017 ).

Terapi non-Farmakologi untuk rheumatoid arthritis

meliputi latihan, istirahat, pengurangan berat badan dan

pembedahan (Shiel, 2011):

a. Latihan

Penelitian menunjukkan bahwa olahraga sangat

membantu mengurangi rasa sakit dan kelelahan pada pasien

rheumatoid arthritis serta meningkatkan fleksibilitas dan

kekuatan gerak. Tiga jenis olahraga yang disarankan adalah

latihan rentang gerak, latihan penguatan dan latihan daya tahan

(aerobic). Aerobik air adalah pilihan yang sangat baik karena

dapat meningkatkan jangkauan gerak dan daya tahan, juga

dapat menjaga berat badan dari sendi-sendi tubuh bagian

bawah (Shiel, 2011).

b. Istirahat

Istirahat merupakan esensial pada terapi non-

farmakologi Arthtritis Rheumatoid. Istirahat dapat

menyembuhkan stress dari sendi yang mengalami peradangan

dan mencegah kerusakan sendiyang lebihparah. Tetapi teralu

banyak istirahat (berdiam diri) juga dapat menyebabkan

imobilitas, sehingga dapat menurunkan atrofi otot, pasien

hendaknya tetap menjaga gerakan dan tidak berdiam diri

terlalu lama (Schuna, 2008).


c. Pengurangan berat badan

Menurunkan beran badan dapat membantu mengurang

stress pada sendi dan dapat mengurang nyeri. Menjaga berat

badan tetap ideal juga dapat mencegah kondisi medis lain yang

serius seperti penyakit jantung dan diabetes. Pasien hendaknya

mengkonsumsi makanan bervariasi, dengan memperbanyak

buah dan sayuran, protein tanpa lemak dan produk susu rendah

lemak. Berhenti merokok akan mengurangi risiko komplikasi

rheumatoid arthritis (Shiel, 2011).

d. Pembedahan

Jika terapi obat gagal mencegah atau memperlambat

kerusakan sendi, tindakan pembedahan mungkin dapat

mempertimbangkan untuk memperbaiki sendi yang rusak.

Pembedahan dapat membatu mengembalikan kemampuan

penggunaan sendi, mengurangi rasa sakit dan menguangi

kecacatan.

Pembedahan yang dilakukan antara lain sebagai berikut

(Harms, 2009).

1) Artoplasti (penggantian total sendi)

2) Perbaikan tendon

3) Sinovektomi (penghapusan lapisan sendi)

4) Arthrodesis (fusi sendi)

Pembedahan berisiko menyebabkan perdarahan, infeksi dan

nyeri, sehingga sebelum dilakukan tindakan, harus


diperhitungkan dulu manfaat dan risikonya.

2.3 KONSEP LANSIA

2.3.1 Definisi lansia

Menurut World Health Organisation (WHO), lansia adalah

seseorang yang telah memasuki usia 60 tahun keatas. Lansia

merupakan kelompok umur pada manusia yang telah memasuki

tahapan akhir dari fase kehidupannya. Kelompok yang

dikategorikan lansia ini akan terjadi suatu proses yang disebut

Aging Process atau proses penuaan.

Proses penuaan adalah siklus kehidupan yang ditandai

dengan tahapan-tahapan menurunnya berbagai fungsi organ tubuh,

yang ditandai dengan semakin rentannya tubuh terhadap berbagai

serangan penyakit yang dapat menyebabkan kematian misalnya

pada sistem kardiovaskuler dan pembuluh darah, pernafasan,

pencernaan, endokrin dan lain sebagainya. Hal tersebut disebabkan

seiring meningkatnya usia sehingga terjadi perubahan dalam

struktur dan fungsi sel, jaringan, serta sistem organ. Perubahan

tersebut pada umumnya mengaruh pada kemunduran kesehatan

fisik dan psikis yang pada akhirnya akan berpengaruh pada

ekonomi dan sosiallansia. Sehingga secara umum akan

berpengaruh pada activity of daily living (Fatmah, 2010).


2.3.2 Batasan-batasan lanjut usia

Menurut World Health Organitation (WHO) lansia meliputi :

a. Usia pertengahan (middle age) antara usia 45 sampai 59 tahun

b. Lanjut usia (elderly) antara usia 60 sampai 74 tahun

c. Lanjut usia tua (old) antara usia 75 sampai 90 tahun

d. Usia sangat tua (very old) diatas usia 90 tahun

Menurut Departemen Kesehatan RI (2006) pengelompokkan lansia

menjadi :

a. Virilitas (prasenium) yaitu masa persiapan usia lanjut yang

menampakkan kematangan jiwa (usia 55-59 tahun)

b. Usia lanjut dini (senescen) yaitu kelompok yang mulai

memasuki masa usia lanjut dini (usia 60-64 tahun)

c. Lansia berisiko tinggi untuk menderita berbagai penyakit

degeneratif (usia >65 tahun)

2.3.3 Perubahan yang terjadi pada lansia

Menurut Nugroho (2000), perubahan-perubahan yang

terjadi pada lansia diantaranya adalah :

a. Perubahan fisik seperti perubahan sel, sistem pernafasan,

sistem pendengaran,sistem penglihatan, sistem kardiovaskuler,

sistem respirasi, sistem pencernaan, sistem endokrin, sistem

integument, dan muskuloskeletal.

b. Perubahan mental dipengaruhi beberapa faktor berawal dari


perubahan fisik, kesehatan umum, tingkat pendidikan,

keturunan (hereditas), dan lingkungan. Biasanya lansia akan

menunjukkan perubahan mental pada memori (kenangan)

dimana kenangan jangka panjang lebih dominan dibandingkan

kenangan jangka pendek. Intelegensi akan menurun dengan

bertambahnya usia seseorang. Beberapa perubahan seperti

perkataan verbal, berkurangnya penampilan, persepsi dan

keterampilan serta perubahan daya imajinasi.

c. Perubahan psikososial seperti pensiun maka lansia akan

mengalami berbagai kehilangan yaitu kehilangan finansial,

kehilangan status, kehilangan teman atau relasi, dan kehilangan

pekerjaan , merasakan atau sadar akan kematian (sense of

awareness of mortality), kehilangan pasangan, berpisah dari

anak dan cucu, perubahan dalam cara hidup yaitu memasuki

rumah perawatan, dan penyakit kronis dan ketidakmampuan.

Melihat proses penuaan dan perubahan yang terjadi pada

lansia maka dapat mempengaruhi pengetahuan dan memori lansia.

Lansia akan mengalami perubahan kognitif, afektif, dan

psikomotor (Christensen, 2006). Perubahan kognitif yang terjadi

pada lansia dapat dilihat dari penurunan intelektual terutama pada

tugas yang membutuhkan kecepatan dan tugas yang memerlukan

memori jangka pendek serta terjadi perubahan pada daya fikir

akibat dari penurunan sistem tubuh, perubahan emosi, dan

perubahan menilai sesuatu terhadap suatu objek tetentu merupakan


penurunan fungsi afektif. Sedangkan penurunan psikomotor dapat

dilihat dari keterbatasan lansia menganalisa informasi, mengambil

keputusan, serta melakukan suatu tindakan (Nugroho, 2000).

2.3.4 Kebutuhan Dasar Lansia

Kebutuhan lanjut usia adalah kebutuhan manusia pada

umumnya, yaitu kebutuhan makan, perlindungan makan,

perlindungan perawatan, kesehatan dan kebutuhan sosial dalam

mengadakan hubungan dengan orang lai, hubungan antar pribadi

dengan keluarga, teman-teman sebaya dan hubungan dengan

organisasi-organisasi sosial, dengan penjelasan sebagai berikut:

a. Kebutuhan utama, meliputi:

1) Kebutuhan fisiologis/biologis seperti, makanan yang

bergizi, seksual, pakaian, perumahan/tempat beribadah.

2) Kebutuhan ekonomi berupa penghasilan yang memadai.

3) Kebutuhan kesehatan fisik, mental, perawatan pengobatan.

4) Kebutuhan psikologis, berupa kasih sayang adanya

tanggapan dari orang lain, ketentraman, merasa berguna,

memiliki jati diri, serta status yang jelas

5) Kebutuhan sosial, berupa peranan dalam hubungan-

hubungan dengan orang lain, hubungan pribadi dalam

keluarga, teman-teman dengan organisasi-organisasi sosial.

b. Kebutuhan sekunder, meliputi:

1) Kebutuhan dalam melakukan aktivitas.


2) Kebutuhan dalam mengisi waktu luang/rekreasi.

3) Kebutuhan yang bersifat politis, yaitu meliputi status,

perlindungan hukum, partisipasi dan keterlibatan dalam

kegiatan-kegiatan kemasyarakatan dan negara atau

pemerintah.

4) Kebutuhan yang bersifat kegamaan/spiritual, seperti

memahami akan makna keberadaan diri sendiri di dunia

dan memahami hal-hal yang tidak diketahui/diluar

kehidupan termasuk kematian.

2.4 KONSEP RHEUMATOID GHYMNASTIC ( SENAM REMATIK)

2.4.1 Pengertian Senam Rematik

Senam Rematik adalah suatu metode yang baik untuk

pencegahan dan meringankan gejala-gejala rematik serta

berfungsi sebagai terapi tambahan terhadap pasien rematik dalam

fase tenang (Pfizer, 2008).

Senam Rematik adalah olahraga ringan yang mudah

dilakuakan dan tidak memberatkan yang dapat diterapkan pada

lansia dengan rematik (Pfizer, 2008).

Senam rematik merupakan jenis senam ringan yang

berfungsi mengatasi keluhan yang biasa muncul pada penyakit

rematik, misalnya kekakuan dan nyeri sendi, kelemahan dan

ketegangan otot. Senam rematik hanyalah satu upaya untuk

mencegah dan meringankan gejala-gejala rematik.Selain juga

berfungsi sebagai terapi tambahan terhadap pasien rematik dalam


fase tenang. Senam ini adalah salah satu modal untuk memandu

mencegah dan memberikan terapi terhadap gejala rematik atau

gejala osteoartritis (Wahyuni, 2008).

Latihan ini juga ditujukan bagi mereka yang sehat dan

pasien rematik yang berada dalam kondisi normal atau fase tenang.

Gerakan rematik mencakup delapan komponen gerak, yaitu : gerak

menjaga postur tubuh, peregangan otot, latihan luas gerak sendi,

penguatan otot, penguatan kerja jantung dan paru-paru, latihan

keseimbangan, koordinasi, serta ketahanan otot. Gerakan-gerakan

senam rematik dimaksudkan untuk meningkatkan kemampuan

gerak, fungsi, kekuatan dan daya tahan otot, kapasitas aerobik,

keseimbangan, biomekanik sendi dan rasa posisi sendi. Senam

rematik ini konsentrasinya pada gerakan sendi sambil

meregangkan dan menguatkan otot, karena otot-otot inilah yang

membantu sendi untuk menopang tubuh (Wahyuni, 2008).

2.4.2 Tujuan Senam Rematik

a. Mengurangi nyeri pada penderita rematik

b. Menjaga kesehatan jasmani menjadi lebih baik

c. Meningkatkan kemampuan gerak, fungsi dan daya kekuatan

otot.

2.4.3 Keuntungan Senam Rematik

Ada beberapa keuntungan setelah melakukan senam rematik, yaitu

a. Tulang menjadi lebih lentur.

b. Otot-otot akan menjadi tetap kencang


c. Memperlancar peredaran darah

d. Memperlancar cairan getah bening

e. Menjaga kadar lemak tetap normal

f. Jantung menjadi lebih sehat.

g. Tidak mudah mengalami cedera.

h. Kecepatan reaksi menjadi lebih baik

2.5 KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN

2.5.1 Pengkajian

Pengkajian merupakan proses pengumpulan data secara

sistematis yang bertujuan untuk mentukan status kesehatan dan

fungsional klien pada saat ini dan riwayat sebelumnya

(Potter,2016).

Pengkajian keperawatan terdiri dari 2 tahap yaitu

mengumpulkan dan verifikasi data dari sumber primer dan skunder

dan yang kedua adalah menganalisis seluruh data sebagai dasar

untuk menegakkan diagnosis keperawatan. Pada asuhan

keperawatan gerontik, pengkajian menjadi hal komponen yang

esensial dan kompleks dalam proses kepewawatan (Miller, 2016).

Pengkajian geriatri pada lansia menjadi khas pada

pengkajian keperawatan gerontik. Status kesehatan pada lansia

dikaji secara komprehesif, akurat, dan sistematis, informasi yang

dikumpulkan selama pengkajian harus dapat dipahami dan

didiskusikan dengan anggota tim, keluarga klien, dan pemberi


pelayanan interdisipliner. Tujuan melakukan pengkajian adalah

menentukan kemampuan klien dalam memelihara diri sendiri,

melengkapi data dasar untuk membuat rencana keperawatan, serta

memberi waktu pada klien untuk berkomunikasi. Pengkajian ini

meliputi aspek, fisik, psikis, dan spiritual dengan melakukan

kegiatan pengumpulan data melalui wawancara, observasi, dan

pemeriksaan (CGA: Comprehensive Geriatric Assessment).

Pengkajian pada lansia yang ada di keluarga dilakukan

dengan melibatkan keluarga sebagai orang terdekat yang

mengetahui masalah kesehatan lansia. Sedangkan pengkajian pada

kelompok lansia di panti ataupun di masyarakat dilakukan dengan

melibatkan penanggung jawab kelompok lansia, kultural, tokoh

masyarakat, serta petugas kesehatan. Untuk itu format pengkajian

yang digunakan adalah format pengkajian pada lansia yang

dikembangkan minimal terdiri atas : data dasar (identitas, alamat,

usia, pendidikan, pekerjaan, agama, dan suku bangsa), data

biopsikososial spiritualkultural, lingkungan, status fungsional,

fasilitas penunjang kesehatanyang ada serta pemeriksaan fisik.

(Sunaryo, 2016).

Pengkajian-pengkajian tersebut meliputi :

a. Identitas

Nama, umur, jenis kelamin, status, alamat, pekerjaan,

penanggung jawab. Data dasar pengkajian penerima manfaat

tergantung pada keparahan dan keterlibatan organ organ


lainnya (misalnya mata, jantung, paru-paru, ginjal), tahapan

misalnya eksaserbasi akut atau remisi dan keberadaan bersama

bentuk- bentuk arthitis lainnya.

b. Keluhan utama

Biasanya keluhan utama yang sering ditemukan pada

klien dengan penyakit Rematik adalah klien mengeluh nyeri.

c. Riwayat penyakit sekarang

Biasanya berupa uraian untuk mengenal penyakit yang

diderita oleh klien dari mulai timbulnya keluhan yang

dirasakan.

d. Riwayat penyakit dahulu

Riwayat penyakit kesehatan yang dulu seperti riwayat

penyakit musculoskeletal sebelumnya.

e. Riwayat penyakit keluarga

Biasanya yang perlu di lakukan pengkajian adalah

apakah dalam keluarga ada yang menderita penyakit yang

sama.

f. Riwayat penyakit keluarga

Biasanya yang dikaji adalah apakah dalam keluarga

klien ada yang menderita penyakit yang sama.


g. Pemeriksaan fisik

1) Keadaan umum

Keadaan umum klien lansia yang mengalami gangguan

muskuloskeletal biasanya lemah.

2) Pemeriksaan kesadaran

Kesadaran klien biasanya composmentis dan apatis

3) Tanda tanda vital : Terdiri dari Suhu, nadi, pernafasan,

tekanan darah.

4) Pemeriksaan Review Of System.

5) ystem pernafasan (B1 : Breathing)

Dapat ditemukan peningkatan frekuensi nafas atau masih

dalam batas normal.

6) System sirkulasi (B2 : Bleeding) Menkaji adan tidaknya

penyakit jantung, frekuensi nadi apikal; sirkulasi perifer,

warna dan kehangatan

7) System persarafan (B3 : Brain)

Mengkaji adanya hilang gerakan/sensasi, spasme otot,

terlihat kelemahan/hilangnya fungsi. Pergerakan

mata/kejelasan melihat, dilatasi pupil

8) System perkemihan (B4: Bleder)

Perubahan pola perkemihan, seperti disuria, distensi

kandung kemih, warna dan bau urin.

9) System pencernaan (B5 : Bowel)


Konstipasi, konsistensi feses, frekuensi eliminasi,

auskultasi bising usus, anoreksia, adanya distensi

abdomen, nyeri tekan abdomen.

10) System muskuluskeletal (B6 : Bone)

Mengkaji ada tidaknya nyeri berat tiba-tiba/mungkin,

terlokasi pada area jaringan, dapat berkurang pada

imobilisasi, kekuatan, otot, kontraktur, atrofi oto, laserasi

kulit dan perubahan warna.

h. Pola fungsi kesehatan

1) Pola persepsi dan tata laksana pola hidup sehat

2) Pola nutrisi Menggambarkan masukan nurtisi, balance

cairan, nafsu makan, pola makan, diet, kesulitan menelan,

mual/muntah dan makanan kesukaan.

3) Pola eliminasi : Menggambarkan pola fungsi eksresi,

kandung kemih, defekasi, ada tidaknya masalah defekasi,

masalah nutrisi.

4) Pola istirahat tidur : Menggambarkan pola tidur, istirahat

dan persepsi terhadap energi, jumlah tidur malam dan

siang, masalah tidur.

5) Pola hubungan dan peran : Menggambarkan dan

mengetahui hubungan peran klien terhadap anggota

keluarga dan masyarakat tempat tinggal, pekerjaan, tidak

punya rumah, masalah keuangan. Pengakajian APGAR

keluarga.
6) Pola kognitif sensori : Menjelaskan persepsi sensori dan

kognitif. Pola sensori meliputi pengkajian status mental

menggunakan Tabel Short Portable Mentalstatus

Quesionare (SPMSQ).

7) Pola persepsi dan konsep diri : Menggambarkan sikap

tentang diri sendiri dan persepsi terhadap kemampuan

konsep diri. Konsep diri menggambarkan gambaran diri,

harga diri, peran, identitas diri, peran, identitas diri.

Manusia sebagai syatem terbuka dan makhluk bio-psiko-

sosio-kultural-spiritual, kecemasan, ketakutan, dan dampak

terhadap sakit. Pengkajian tingkat depresi menggunakan

tabel Inventaris Depresi Back.

8) Pola seksual dan reproduksi : Menggambarkan kepuasan

masalah terhadap seksualitas

9) Pola mekanisme koping : Menggambarkan kemampuan

untuk menangani stres

10) Pola tata nilai dan kepercayaan : Menggambarkan dan

menjelaskan pola nilai keyakinan termasuk spiritual

(Aspiani, 2014)
2.5.1 Diagnosa keperawatan

Diagnosa keperawatan menurut Standar Diagnosis Keperawatan

Indonesia (SDKI, 2017)

a. Nyeri akut b.d agen pencedera fisik

b. Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan nyeri

c. Defisit pengetahuan b.d kurang terpapar informasi mengenai kondisi

dan pengobatan.

2.5.2 intervensi keperawatan

Intervensi keperawatan menurut Standar Intervensi Keperawatan Indonesia


(SIKI, 2018)

a.Nyeri berhubungan dengan agen pencedera fisiologis.

Tujuan: Setelah diberikan tindakan asuhan keperawatan diharapkan nyeri dapat


berkurang dengan SLKI: Tingkat nyeri

Kreteria Meningkat Cukup Sedang Cukup Menurun


hasil meningkat menurun
Keluhan 
nyeri
Meringis 
Gelisah 

Intervensi Keperawatan
Observasi :
- Identifikasi lokasi, karakteristik, durasi, frekuensi, kualitas,
intensitas nyeri
Rasional : Membantu menentukan kebutuhan manajemen nyeri
dan keefektifan program
- Identifikasi skala nyeri
Rasional : Untuk mengetahui skala nyeri
- Identifikasi faktor yang memperberat dan memperingan nyeri.
Rasional :Untuk mengetahui meringankan nyeri
Terapeutik :
- Berikan teknik nonfarmakologis untuk mengurangi rasa

nyeri, yaitu senam rematik

Rasional : Untuk mengurangi nyeri

- Fasilitasi istirahat dan tidur

Rasional :Untuk mengurangi faktor yang dapat memperburuk

nyeri yang dirasakan klien.

Kolaborasi :

- Kolaborasi dalam pemberian obat analgesic.

a. .Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan nyeri

Tujuan: Setelah diberikan asuhan keperawatan

diharapkan mobilitas fisik dapat berkurang dengan

SLKI: Pergerakan Sendi

Kriteria Menurun Cukup sedang Cukup mening


hasil menurun meningkat kat
Jari kanan 
Jari kiri 
Pergelanga 
n tangan
Pergelanga 
n kaki

Intervensi keperawatan
Observasi :
- Identifikasi adanya nyeri atau keluhan fisik lainnya

Rasional :Tingkat aktivitas atau latihan tergantung dari


perkembangan proses inflamasi

- Identifikasi toleransi fisik melakukan pergerakan

Rasional : Untuk mengurangi rasa nyeri

- Monitor kondisi umum selama melakukan mobilisasi.

Rasional : Untuk mengetahui kondisi umum pasien

Terapeutik :

- Fasilitasi melakukan pergerakan

Rasional : Pergerakan dapat membantu

meningkatkan fungsi sendi, kekuatan otot, dan

stamina.

Edukasi :
- Jelaskan tujuan dan prosedur mobilisasi

Rasional : Agar pasien mengetahui tujuan melakukan

mobilisasi

- Anjurkan melakukan mobilisasi dini

Rasional : Untuk Memaksimalkan fungsi sendi, dan

mempertahankan mobilitas

3. Defisit pengetahuan berhubungan dengan kurang terpapar informasi

mengenai kondisi dan pengobatan

Tujuan: Setelah diberikan asuhan keperawatan diharapkan defisit

pengetahuan dapat berkurang dengan SLKI: Proses informasi

Kriteria Hasil :

Kriteria Hasil 1 2 3 4 5
Keterangan :

1 : Menurun 4 : Cukup meningkat

2 : Cukup menurun 5 : Meningkat

3 : Sedang

.Intervensi Keperawatan :

Observasi :

- Identifikasi kesiapan dan kemampuan menerima informasi

Rasional : Untuk mengetahui kesiapan pasien dalam menerima

informasi

Terapeutik :
- Sediakan materi dan media pendidikan kesehatan

Rasional : Untuk mempermudah dalam memberikan informasi

- Jadwalkan pendidikan kesehatan sesuai kesepakatan

Rasional : Sebagai inform concent tindak lanjut tindakan

keperawatan

Edukasi :
- Jelaskan faktor risiko yang dapat mempengaruhi kesehatan
Rasional : Untuk mengetahui faktor yang dapat mempengaruhi kesehatan

2.4.7 Impelementasi Keperawatan


Implementasi adalah pengelolaan dan perwujudan dari rencana
keperawatan yang telah disusun pada tahap perencanaan (Setiadi,
2013). Implementasi merupakan tindakan yang sudah direncanakan
dalam rencana perawatan atau ditetapkan untuk perawat dan klien.
Implementasi dilaksanakan sesuai dengan rencana setelah
dilakukannya validasi, keterampilan interpersonal, intelektuan,
teknik yang cermat dan efesien pada situasi yang tepat dengan selalu
memperhatikan keamanan fisik dan psikologis (Bararah & Jauhar,
2013).

Pada tahap ini perawat akan mengimplementasikan intervensi


yang telah direncanakan berdasarkan hasil pengkajian dan
penegakan diagnosisi keperawatan. Implementasi dari rencana
keperawatan yang dibuat berdasarkan diagnosis yang tepat
diharapkan dapat mencapai tujuan dan hasil sesuai yang diinginkan
untuk mendukung dan meningkatkan status kesehatan klien.

2.4.8 Evaluasi

Evaluasi adalah langkah akhir dalam proses keperawatan yang

dilakukan secara sengaja dan terus menerus dengan melibatkan

klien, perawat, dan tim kesehatan lainnya. Tujuan evaluasi adalah

untuk menilai apakan tujuan dalam rencana keperawatan tercapai

atau tidak dan untuk melalukan pengkajian ulang. Maka dari itu

diperlukan pengetahuan tentang kesehatan, patofisiologi dan strategi

evaluasi (Padila, 2012).

Evaluasi merupakan pengukuran keberhasilan yang mencakup

bahan atau respon masyarakat terhadap program kesehatan yang

dilaksanakan. Evaluasi dapat dilakukan setiap saat (formatif) pada

akhir program (sumatif).

2.8.9 Kerangka konsep

Klien di Panti Tresna Wherda Pengkajian


dengan Diagnosa Arhtritis
Rheumatoid Keperawatan Gerontik
Intervensi: Masalah
Keperawatan pada klien
1. Lakukan pengkajian Arthtritis Rheumatoid:
nyeri komprehensif. 1. Nyeri
2. Gali faktor-faktor yang 2. Gangguan Mobilitas
dapat menurunkan atau Fisik
memperberat nyeri. 3. Defisit Pengetahuan
3. Kendalikan faktor
lingkungan yang dapat
mempengaruhi respon
pasien terhadap ketidak
nyamanan.
4. Kurangi atau eliminasi
faktor-faktor yang dapat
mencetuskan atau
meningkatkan nyeri.
5. Latihan gerak

Senam reamatik Nyeri Evaluasi


berkurang

Anda mungkin juga menyukai