Anda di halaman 1dari 12

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Ginjal
Ginjal adalah salah satu organ utama system kemih atau uriner (tractus
urinarius) yang bertugas menyaring dan membuang cairan sampah metabolisme dari
dalam tubuh. Seperti diketahui, setelah sel-sel tubuh mengubah makanan menjadi
energi, maka akan dihasilkan pula sampah sebagai hasil sampingan dari proses
metabolisme tersebut yang harus dibuang segera agar tidak meracuni tubuh. Sebagian
lagi melalui ginjal bersama urin, dan sisanya melalui kulit dibawah keringat.
Ginjal bertugas menyaring zat-zat buangan yang dibawa darah agar darah
tetap bersih, dan membuang sampah metabolic tersebut agar sel-sel tubuh tidak
menjadi loyo akibat keracunan. Zat-zat tersebut berasal dari proses normal
pengolahan makanan yang dikonsumsi, dan dari pemecahan jaringan otot setelah
melakukan suatu kegiatan fisik. Tubuh akan memakai makanan sebagai energi dan
perbaikan jaringan sel tubuh. Setelah tubuh mengambil secukupnya dari makanan
tersebut sesuai dengan keperluan untuk mendukung kegiatan, sisanya akan dikirim ke
dalam darah untuk kemudian disaring di ginjal (Syamsir, 2007)

B. Gagal Ginjal Kronik


1. Definisi
Gagal Ginjal Kronik adalah penurunan fungsi ginjal yang bertahap,
progresif, menahun dan tidak reversible. Gangguan menetap pada kedua fungsi
glomerulus dan tubulus yang sangat berat sehingga ginjal tidak dapat
mempertahankan lingkungan di dalam tubuh tetap normal. Batasan ini dapat
meliputi fungsi ringan tanpa keluhan, seiring disebut penurunan fungsi ginjal
kronik (Syahbani, 1996).
Gangguan ginjal kronik adalah penurunan fungsi ginjal yang bersifat
persistem dan inverensibel. Gangguan fungsi ginjal adalah penurunan laju filtrasi
glomerulus yang dapat digolongkan ringan, sedang dan berat (Sidabutar, 1992)
Kondisi gagal ginjal kronik ini biasanya timbul secara perlahan dan
sifatnya menaun, dengan sedikit gejala pada awalnya, bahkan lebih sering
penderita tidak merasakan adanya gejala. Tahu-tahu fungsi ginjal sudah menurun
sekitsr 25% dari normal.
Gagal ginjal kronik penurunan fungsi ginjal yang telah berlangsung lama
dan umumnya tidak dapat pulih, sedangkan jika penurunan fungsi ginjal sudah
mencapai tahap stadium akhir dan ginjal tidak dapat berfungsi lagi disebut gagal
ginjal terminal (GGT) (Susetyowati, 1996)
2. Etiologi
Penyebab gagal ginjal tidak selalu sama diberbagai negara dan juga
polanya berubah sesuai dengan kondisi tiap negara. Glomerulonefritis merupakan
etiologi yang utama diseluruh dunia, tetapi di Indonesia dan beberapa negara
berkembang tidak selalu glomerulonefritis menjadi penyebab terbesar.
Gagal ginjal kronik merupakan kelanjutan dari beberapa jenis penyakit
seperti : (1) Glomerulonefritis, (2) Infeksi kronis misalnya tuberkolosis, (3)
Kelainan bawaan seperti kista ginjal, (4) Obstruksi ginjal seperti batu ginjal, (5)
Obat-obatan yang merusak ginjal misalnya pemberian terapi aminoglikosida
dalam jangka panjang, (6) Penyakit endokrin misalnya diabetes mellitus, (7)
Penyakit jaringan pengikat misalnya pada lupus, (8) Penyakit vaskuler seperti
hipertensi.
Semua factor tersebut akan merusak jaringan ginjal secara bertahap dan
menyebabkan gagal ginjal (Sitopoe, 1996)
3. Patofisiologi
Gagguan metabolisme pada hemodialisa terjadi karena hemodialisa
menyebabkan proses katabolic, yaitu setiap tindakan hemodialisa akan kehilangan
10-12 gr asam amino. Dan sepertiga merupakan asam amino essensial (AAE).
Disamping itu bila dipakai dianalisa tanpa glukosa maka 20-30 gr glukosa tubuh
akan keluar ke dialisat dan ini akan mengakibatkan proses glukogenesis dari
protein tubuh (Susetyowati, 1996), jadi hemodialisa akan menyebabkan
pemecahan protein tubuh yang diduga akibat intervensi antara darah dan
membran muatan (Dializer) (Raharjo,1992)
Menurut teori nefron utuh, kehilangan fungsi ginjal normal akibat dari
penurunan jumlah nefron yang berfungsi dengan tepat. Gambaran kursial dari
teori ini adalah bahwa keseimbangan antara glomerulus dan tubulus
dipertahankan nilai jumlah nefron berkurang sampai yang tidak adekuat untuk
mempertahankan keseimbangan homeostatis terjadi gangguan fisiologi. Gagal
ginjal akhirnya mempenggaruhi semua system tubuh karena ketidak mampuan
ginjal melakukan fungsi metaboliknya dan untuk membersihkan toksin dari darah
(Tambayong, 2000).
4. Epidemiologi
Data dan studi epidemiologi tentang gagal ginjal kronik di Indonesia dapat
dikatakan tidak ada. Yang ada tetapi juga langka adalah studi atau data
epidemiologi klinik. Pada saat ini tidak dapat dikemukakan pola prevalensi di
Indonesia demikian pula morbiditas dan mortalitas. Data klinik yang ada berasal
dari RS Referal Nasional, RS Referal Provinsi dan RS Swasta Spesialistik.
Dengan demikian dapat dimengerti bahwa data tersebut berasal dari kelompok
yang khusus (Sidabutar, 1992).
5. Gambaran Klinis Gagal Ginjal Kronik
Di Indonesia (RSCM) kita masih menemukan cukup banyak penderita
dengan gejala klinis yang lanjut dan berat. Istilah uremia dipakai pada penderita
uremia. Pada umumnya gejala baru nampak bila faal ginjal sudah sedemikian rupa
sehingga ureum darah lebih dari 100-150 ml/dt. Pada penderita yang lanjut
dikemukakan keadaan umum yang jelek, pucat, hiperpekmentasi kulit, mulut dan
bibir yang kering, “twicing otot”, kesadaran semakin menurun dan koma.
Bila kita mencurigai adanya CRF maka pemeriksaan yang sangat
membantu dalam menegakkan diagnosis adalah pemerikasaaan kreatinin dan
ureum darah. Kreatinin lebih berbanding langsung dengan faal ginjal (GFR-
Glomerulus Filtrsion Rate) karena zat ini menggambarkan hubungan metabolisme
otot dan faal ginjal (Junaedi, 1987).
6. Manifestasi Klinis Gagal Ginjal Kronik
Gejala klinis yang tibul pada gagal ginjal kronik merupakan manifesrasi
dari : (i) Kegagalan tubuh dalam mempertahankan keseimbangan cairan dan
elektrolit; (ii) penumpukan metabolic toksik yang disebut toksik uremik; (iii)
kurangnya hormone ginjal seperti eritropoetin dan bentuk aktif vitamin D; (iv)
abnormalitas respon dan organ terhadap hormone endogen (hormone
pertumbuhan).
Pada pasien gagal ginjal kronik yang disebabkan penyakit glomerulos atau
kelainan herediter, gejala klinis dari penyebab awalnya dapat kita ketahui
sedangkan gejal gagal ginjal kroniknya sendiri tersembunyi dan hanya
menunjukan keluhan non spesifik seperti sakit kepala, lelah, alergi, kurang nafsu
makan, muntah, polidepdia, poliuria dan gangguan pertumbuhan.
7. Dialisis
Dialysis adalah suatu tindakan terapi pada penaggulangan ginjal lanjut
yang lazim disebut gagal ginjal terminal (GGT). Dialysis sebagai tindakan terapi
pengganti, karena tindakan ini hanya menggantikan fungsi ginjal yaitu fungsi
ekskresi untuk membuang zat-zat toksik dari tubuh. Jadi pada tindakan dialysis
fungsi lain dari ginjal seperti produksi hormone, tidak digantikan sehingga
penderita yang kekurangan hormone eritropoetin misalnya akan tetap anemia
(Raharjo, 1992)
Hemodialisa adalah suatu prosedur dimana darah dikeluarkan dari tubuh
penderita dan beredar dalam sebuah mesin diluar tubuh yang disebut dialyzer.
Prosedur ini memerlukan jalan masuk ke aliran darah. Untuk memenuhi
kebutuhan ini, maka dibuat suatu hubungan buatan diantara arteri dan vena
(fistula arteriovenosa) melalui pembedahan. Pada hemodialisa, darah penderita
mengalir melalui suatu selang yang dihubungkan ke fistula arteriovenosa dan
dipompa ke dalam dialyzer.
Untuk mencegah pembekuan darah selama berada dalam dialyzer maka diberikan
heparin. Di dalam dialyzer, suatu selaput buatan yang memiliki pori-pori
memisahkan darah dari suatu cairan (dialisat) yang memiliki komposisi kimia
yang menyerupai cairan tubuh normal. Tekanan di dalam ruang dialisat lebih
rendah dibandingkan dengan tekanan di dalam darah, sehingga cairan, limbah
metabolik dan zat-zat racun di dalam darah disaring melalui selaput dan masuk ke
dalam dialisat. Tetapi sel darah dan protein yang besar tidak dapat menembus
pori-pori selaput buatan ini.
Darah yang telah dicuci lalu dikembalikan ke dalam tubuh penderita.
Dialyzer memiliki ukuran dan tingkat efisiensi yang berbeda-beda. Mesin
yang lebih baru sangat efisien, darah mengalir lebih cepat dan masa dialisa lebih
pendek (2-3 jam, sedangkan mesin yang lama memerlukan waktu 3-5 jam).
Sebagian besar penderita gagal ginjal kronis perlu menjalani dialisa senayak 3
kali/seminggu (Whitney, 2008).
Dipihak lain tindakan dialysis dapat juga menyebabkan komplikasi atau
resiko akibat proses dialysis sendiri, termasuk mempenggaruhi status gizi
(Rahardjo, 1992) HD juga dapat menyebabkan komplikasi seperti di bawah ini :
• Perdarahan aktif : akibat pemberian antikoagulasi sistemik dan dosis hepain
yang digunakan pada saat HD
• Gangguan keseimbangan pada dialysis : gangguan keseimbangan ini
merupakan sindroma yang dapat terjadi selama beberapa kali pengobatan
pertama pada pasien yang menderita uremia sangat parah dan sindroma ini
berkaitan dengan edema susunan saraf pusat akibat pergeseran ostomik yang
cepat. Gejala-gejala meliputi nyeri kepala, kejang-kejang. Komplikasi dapat
dicegah atau diperbaiki dengan menggunakan aliran darah yang lambat
• Lama pengobatan diperpendek selama beberapa kali dialysis petama
• Perikarditis : penyakit yang sering ditemukan pada GGK akibat ureum tinggi
(Soenarso, 2004)
• Hipotensi : selama dialysis dapat terjadi sebagai akibat beberapa factor
termasuk kekuranggan cairan, kandungan natrium rendah dalam dialysis,
reaksi alergi terhadap dialiser, intoleran terhadap dialisat yang mengandung
asetat dan gangguan ventrikel kiri. Pengobatan akut meliputi pemberian infuse
dengan larutan garam fisiologi, penurunan darah dialiser dan penurunan laju
ultrafiltrasi
C. Kadar Albumin Pada Gagal Ginjal Kronik
Albumin adalah sejenis protein yang dapat diukur dalam urin. Test albumin
adalah tes untuk mengukur jumlah protein yang berhasil lewat dari ginjal dan keluar
bersama urin. Pada ginjal yang sehat protein tidak dapat lolos melewati ginjal karena
protein merupakan molekul yang ukurannya terlalu besar untuk dapat melewati
pembuluh – pembuluh darah di ginjal. Artinya apabila ditemukan protein dalam urin
menandakan adanya kerusakan pada ginjal (Whitney, 2008).
Kehilangan albumin pada penderita gagal ginjal kronik menyebabkan
perpindahan cairan dari ruang intravaskuler ke ruang intestisial karena adanya
penurunan tekanan osmotik. Sebagai respon penurunan GFR, aldosteron dikeluarkan
dari kortek adrenal yang menyebabkan reabsorpsi cairan dan sodium. Retensi cairan
dapat berkembang menjadi kelainan pernapasan dan kardiovaskuler (William, 2009).
Jika asupan protein dalam makanan kurang, maka pembentukan albumin
mengalami penurunan (Noer, 1996). Kadar albumin yang kurang dari 2,5%
merupakan petunjuk prognosa jelek. Apalagi jika penderita tersebut diberikan diet
kaya protein, kadar albumin tetap rendah. Hal ini menunjukan bahwa prognosa sangat
jelek (Hadi, 1991).

D. Masalah-masalah Khusus pada Gagal Ginjal Kronik


1. Cairan dan Natrium
Kekurangan air dan kekurangan garam adalah dua kelainan utama da
sering terjadi pada penderita gagal ginjal kronik. Kelainan ini bersifat reversible
dan apabila koreksi tidak segera dilaksanakan maka merupakan tahap pertama
dari kelainan yang akan menurunkan faal ginjal. Selain itu urine diekskresikan
secara maksimal bila volume urine sebanyak 2 ml per menit atau 2880 ml per 24
jam. Pasien sering mengurangi minum untuk mencegah nokturi, sehingga timbul
dehidrasi pada waktu malam (Sidabutar, 1992).
Natrium perlu dibatasi, karena natrium dipertahankan di dalam tubuh
walaupun faal ginjal sudah menurun. Pembatasan penting bila terdapat hipertensi,
oedem dan kandungan paru. Pemberian Na harus dengan mempertimbangkan
keadaan tiap pasien. Na harus diberikan dalam jumlah maksimal yang dapat
ditolelir, dengan tujuan untuk mempertahankan volume cairan ekstraselluler
(Sidabutar, 1992).
2. Kalium
Kalium tidak selalu meningkat pada gagal ginjal kronik, bila terjadi
Hiperkalemia maka biasanya berkaitan dengan oliguri, keadaan katabolik obat
yang mengandung kalium, Spironalakton, kekurangan Na dan Hiperkalemi
spontan. Hiperkalemi dapat menimbulkan kegawatan jantung (Av-block).
Pembatasan kalium dari makanan; polistren sulfinat dan sorbitol, furrosemit dosis
tinggi (100 mg – 500 mg) serta 9-fluorohid;okortison digunakan untuk
menurunkan kadar kalium. Pengobatab yang lebih definitif adalah dialisis
(Lestiani, 200).
3. Anemia
Anemia pada gagal ginjal kronik sebabnya multy faktorial kehilangan
darah dari traktus Gatrointestinal, umur eritrisit yang pendek, kadar eritriprotein
yang rendah serta adanya faktor penghambat entropoiesis memegang peranan
dalam terjadinya anemi (Sidabutar, 1992).
4. Kalsium dan Fosfor
Terdapat tiga mekanisme yang saling berkaitan yakni :
- Hipokalsemia dengan Hiperparatiroid sekunder
- Refensi fosfor oleh ginjal dan Hiperfosfatemia
- Gangguan pembentukan 1,25-dihidroksikalsilerol, metabolik aktif vitamin D.
5. Hiperglikemia
Penelitian jangka panjang terhadap penderita gagal ginjal kronik dengan
kadar asam urat samapai 10 mg/dL, tidak menunjukan proses percepatan
kemunduran faal ginjal.

E. Metabolisme pada Gagal Ginjal Kronik


Ginjal mempunyai beragam peran dalam metabolisme, yaitu sebagai alat
produksi dan bersama hati berperan sebagai alat eliminasi dan metabolisme berbagai
zat dan hormone. Ginjal adalah sasaran bekerja sebagai hormone yang bersirkulasi
seperti ADH, Aldosteron, hormone paratiroid, tiroid, angiotensin, katekdomin dan
insulin. Hormone yang dikeluarkan ginjal antara lain : 1,25 DHC, eritropatein,
prostaglandin, renin dan kinin. Dengan demikian gagal ginjal kronik akan terjadi
serangkaian perubahan metabolisme, yang juga karena massa ginjal pada gagal ginjal
kronik umumnya sangat kurang (Barbara, 1994).
Gangguan metabolisme protein pada gagal ginjal kronik biasanya
menyebabkan kadar albumin serum menurun pada profil asam amino juga berubah.
Asam amino essensial (AAE) cenderung menurun yaitu triptofan, valin, leosin,
isolusin dan lisin. Sedangkan total asam amino essensial meningkat. Etiologi
perubahan profil asam amino ini multifactor, yaitu adanya perubahan akskresi,
gangguan enzimatik dan gangguan absorbsi. Usus juga berperan dalam perubahan ini.

F. Penatalaksanaan Diit Gagal Ginjal Kronik dengan Hemodialisa


Pada gagal ginjal kronik akan timbul klinis dan laboratories. Secara umum
disebut sindrom sistemik yang terutama disebabkan oleh meningkatnya hasil
katabolisme dengan uremia anoreksia, mual dan lain-lainnya dan memperpanjang
waktu dialysis (Rosma, 1992).
• Tujuan diit menurut Diana Sianipar, DCN (2001) dalam temu ilmiah dietetic IX
adalah :
1. Mencukupi kebutuhan protein untuk menjaga keseimbangan nitrogen dan juga
mencegah berlebihnya akumulasi sisa metabolisme diantara dialysis
2. Memberikan cukup energi untuk mencegah katabolisme jaringan tubuh
3. Mengatur asupan natrium untuk mengantisipasi tekanan darah dan oedem
4. Membatasi asupan kalium untuk mencegah hiperkalemia
5. Mengatur asupan cairan, untuk mencegah terjadinya kelebihan cairan di antara
dialysis
6. Membatasi asupan phospor
7. Mencukupi kebutuhan zat-zat gizi lainnya terutama vitamin-vitamin yang
larut dalam proses dialisis
• Syarat diit menurut Diana Sianipar, DCN (2001) dalam temu ilmiah dietetic IX
adalah :
1. Energi
Asupan energi yang adekuat sangat di perlukan untuk mencegah katabolisme
jaringan tubuh. Dibutuhkan sekurang-kurangnya 35 kal/kg BB/hari,
dibutuhkan asupan energi yang optimal dari golongan bahan makanan non
protein. Ini dimaksudkan untuk mencegah gangguan protein sebagai sumber
energi, bahan-bahan ini biasa diperoleh dari minyak, mentega, megarin, gula,
madu, sirup, jamu dan lain-lain.
2. Protein
Asupan protein cukup 1-1,2 gr/kg BB/hari, untuk menjaga keseimbangan
nitrogen dan kehilangan protein selama dialysis. Sekurang-kurangnya 50%
asupan protein berasal dari dengan nilai biologi tinggi, yang lebih lengkap
kandungan asam amino essensialnya sumber protein ini biasanya dari
golongan hewani misalnya telur, dading, ayam, ikan, susu, dan lain-lain dalam
jumlah sesuai anjuran.
Untuk meningkatkan kadar albuminnya diberikan bahan makanan tambahan
misalnya ekstrak ikan lele atau dengan putih telur 4 kali sehari.
3. Lemak
Lemak diberikan cukup, 30 – 40% dari total kalori. Perbandingan lemak jenuh
dan tak jenuh adalah 1 : 1.
4. Karbohidrat
Karbohidrat cukup, yaitu 55–75% dari kebutuhan total kalori. Karbohidrat
diberikan yang terutama dari karbohidrat kompleks.

5. Natrium
Asupan natrium 40-120 mEq/hari (920-270 mg/hari) untuk kontrol tekanan
darah dan oedema. Pembatasan natrium dapat membantu mengatasi rasa haus,
dengan demikian dapat mencegah kelebihan asupan cairan.
Bahan makanan tinggi natrium yang tidak dianjurkan antara lain : bahan
makanan yang dikalengkan. Garam natrium yang ditambahkan ke dalam
makanan seperti natrium bikarbonat atau soda kue, natrium benzoate atau
pengawet buah, natrium nitrit atau sendawa yang digunakan sebagai pengawet
daging seperti pada “corner beff”.
6. Kalium
Pembatasan kalium sangat diperlukan. Asupan kalium iberikan 40-70
mEq/hari. Bahkan makanan tinggi kalium pada umbi, buah-buahan, alpukat,
pisang ambon, mangga, tomat, rebung, daun singkong, daun papaya, bayam,
kacang tanah, kacang hijau dan kacang kedelai.
7. Kalsium dan Phospor
Hendaknya dikontrol keadaan hipokalsium dan hiperphosphatemi, ini untuk
menghindari terjadinya hiperparathyroidisme dan seminimal mungkin
mencegah klasifikasi dari tulang dan jaringan tubuh. Asupan phosphor 400-
900 ml/hari, kalsium 1000-1400 mg/hari.
8. Cairan
Untuk membatasi kelebiahan caiaran tubuh, konsumsi cairan yang baik
berasal dari makanan maupun minuman diberikan sesuai dengan air seni yang
dikeluarkan ditambah 500cc.

G. Asupan Energi dan Protein


1. Asupan Energi
Pemberian makanan yang cukup untuk mengembalikan keadaan giziz
yang seimbang merupakan syarat mutlak. Sering penderita gagal ginjal kronik
mengalami mual dan muntah oleh karena itu porsi makanan diusahakan kecil tapi
bernilai gizi dan diberikan dalam frekuensi yang lebih sering. Makanan
dihidangkan secara menarik, bervariasi, sesuai dengan kemampuan penderita.
Karena penderita sering mengalami malnutrisi maka perlu diperhatikan asupan
energi dan protein (Roesma, 1992).
Karbohidrat, Protein dan Lemak merupakan sumber energi. Pemenuhan
asupan energi terutama diperoleh dari bahan makanan pokok. Masukan yang
adekuat sangat diperlukan untuk mencapai status gizi optimal.

2. Asupan Protein
Asupan protein sangat diperlukan mengingat fungsinya dalam tubuh.
Asupan protein dapat dipenggaruhi oleh konsumsi protein yang rendah dalam diit,
asupan makanan yang kurang pengaruh dari melemahnya kekebalan tubuh.
Pengaruh asupan protein disamping asupan kalori memegang peranan yang
penting dalam penaggulangan gizi penderita gagal ginjal kronik, karena gejala
sindrom uremik disebabkan menumpuknya sisa katabolisme tubuh (Roesma,
1992).
Semua jaringan dari protein, lemak dan air, penderita gagal ginjal kronik
mengalami gangguan kehilanggan protein lebih tinggi yang digunakan untuk
mengganti jaringan tubuh dan kerusakan organ tubuh lebih lanjut (Sya’bani,
1996).
Secara kualitatif kebutuhan protein dapat diberikan 1-1,2 gr/kg BB/hari.
Namun dalam pemberian ini konsumsi bahan makanan 50%nya harus bernilai
biologi tinggi seperti telur, ayam, daging, susu, kerang dan lain-lain dalam jumlah
sesuai anjuran (Rahadjo, 1992). Tujuan dari pemberian diet tersebut adalah agar
pasien mempunyai kebiasaan makan yang baik serta mampu menerimanya sesuai
dengan keadaan penyakitnya, mengupayakan perubahan sikap serta perilaku sehat
terhadap makanan, serta mempertahankan keadaan gizi yang optimal. Tujuan ini
merupakan suatu pola yang dianjurkan untuk pasien gagal ginjal kronik dengan
himodialisa sesuai dengan golongan umur, jenis kelamin, ukuran tubuh dan
aktivitasnya guna mencegah terjadinya kekurangan gizi (Sidabutar, 1992)
H. Status Gizi
Status gizi seseorang dapat ditemukan antara lain dengan menggunakan rumus
IMT (Indeks Massa Tubuh) yaitu dihitung dengan menggunakan rumus

Berat Badan (kg)


IMT=
Tinggi Badan 2 (m2)

IMT digunakan untuk menentukan status gizi orang dewasa diatas 18 tahun.
Dengan klasifikasi seperti yang digambarkan pada tabel 3.
Tabel 1 Kategori Ambang Batas IMT

Kategori Batas Ambang

Kekurangan berat badan tingkat berat < 17, 0


Kurus
Kekurangan berat badan tingkat ringan 17, 0 – 18, 5
Normal > 18, 5 – 25, 0
Kelebihan berat badan tingkat ringan > 25,0 – 27, 0
Gemuk
Kelebihan berat badan tingkat berat > 27, 0
( DepKes RI, 1996 )

I. Kerangka Teori

Gagal Ginjal Kronik


Asupan energi

Terapi Diit Status gizi

Asupan protein

Kadar albumin

Anda mungkin juga menyukai