Anda di halaman 1dari 23

LAPORAN

ASUHAN KEPERAWATAN
STROKE HEMORAGIK

OLEH:
ERNI R DEWI

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN

KONSEP DASAR PENYAKIT


1. Pengertian
Definisi stroke menurut World Health Organization (WHO) adalah tanda-
tanda klinis yang berkembang cepat akibat gangguan fungsi otak fokal (atau global),
dengan gejala-gejala yang berlangsung selama 24 jam atau lebih, dapat menyebabkan
kematian, tanpa adanya penyebab lain selain vaskuler (Rumantir, 2007). Stroke
hemoragik adalah stroke yang terjadi apabila lesi vaskular intraserebrum mengalami
ruptur sehingga terjadi perdarahan ke dalam ruang subaraknoid atau langsung ke
dalam jaringan otak
Menurut Christopher (2007), Stroke Hemoragik adalah pecahnya pembuluh
darah otak yang menyebabkan keluarnya darah ke jaringan parenkim otak, ruang
cairan serebrospinalis disekitar otak atau kombinasi keduanya. Perdarahan tersebut
menyebabkan gangguan serabut saraf otak melalui penekanan struktur otak dan juga
oleh hematom yang menyebabkan iskemia pada jaringan sekitarnya. Peningkatan
tekanan intracranial pada gilirannya akan menimbulkan herniasi jaringan otak dan
menekan batang otak.
Berdasarkan definisi diatas, disimpulkan bahwa stroke hemoragik adalah
stroke yang disebabkan oleh karena pecahnya pembuluh darah pada otak. Otak sangat
sensitif terhadap perdarahan dan kerusakan dapat terjadi dengan sangat cepat.
Pendarahan di dalam otak dapat mengganggu jaringan otak, sehinga menyebabkan
pembengkakan, mengumpul menjadi sebuah massa yang disebut hematoma.
Pendarahan juga meningkatkan tekanan pada otak dan menekan tulang tengkorak.

Gambar 1. Stroke Hemoragik (Worldpress.com, 2009)

2. Epidemiologi
Stroke merupakan penyebab kematian ketiga dan penyebab utama kecacatan. Sekitar
0,2% dari populasi barat terkena stroke setiap tahunnya yang sepertiganya akan
meninggal pada tahun berikutnya dan sepertiganya bertahan hidup dengan kecacatan,
dan sepertiga sisanya dapat sembuh kembali seperti semula. Dari keseluruhan data di
dunia, ternyata stroke sebagai penyebab kematian mencapai 9% (sekitar 4 juta) dari
total kematian per tahunnya. Insidens kejadian stroke di Amerika Serikat yaitu
500.000 pertahunnya dimana 10-15% merupakan stroke hemoragik kuhusnya
perdarahan intraserebral. Mortalitas dan morbiditas pada stroke hemoragik lebih berat
dari pada stroke iskemik. Dilaporkan hanya sekitar 20% saja pasien yang
mendapatkan kembali kemandirian fungsionalnya. Selain itu, ada sekitar 40-80%
yang akhirnya meninggal pada 30 hari pertama setelah serangan dan sekitar 50%
meninggal pada 48 jam pertama. Penelitian menunjukkan dari 251 penderita stroke,
ada 47% wanita dan 53% kali-laki dengan rata-rata umur 69 tahun (78% berumur
lebih dari 60 tahun. Pasien dengan umur lebih dari 75 tahun dan berjenis kelamin laki-
laki menunjukkan outcome yang lebih buruk.

3. Etiologi
Penyebab stroke hemoragik dibedakan menjadi dua yakni:
1. Hipertensif
Stroke hemoragik paling sering disebabkan oleh tekanan darah tinggi yang
menekan dinding arteri sampai pecah.
2. Non-Hipertensif
Penyebab lain terjadinya stroke hemoragik adalah
a) Aneurisma: yang membuat titik lemah dalam dinding arteri, yang akhirnya
dapat pecah.
b) Kanker: terutama kanker yang menyebar ke otak dari organ jauh seperti
payudara, kulit, dan tiroid.
c) Cerebral amyloid angiopathy (CAA): yang membentuk protein amiloid dalam
dinding arteri di otak, yang membuat kemungkinan terjadi stroke lebih besar.
d) antikoagulansia / thrombolitik: Kondisi atau obat (seperti aspirin atau
warfarin).
e) Ruptur malformasi arteri dan vena
4. Patofisiologi
Perdarahan intrakranial meliputi perdarahan di parenkim otak dan perdarahan
subarachnoid. Insiden perdarahan intrakranial kurang lebih 20% adalah stroke
hemoragik, dimana masing-masing 10% adalah perdarahan subarachnoid dan
perdarahan intraserebral (Caplan, 2000). Perdarahan intraserebral biasanya timbul
karena pecahnya mikroaneurisma (Berry aneurysm) akibat hipertensi maligna. Hal ini
paling sering terjadi di daerah subkortikal, serebelum, dan batang otak. Pada
kebanyakan pasien, peningkatan tekanan darah yang tiba-tiba menyebabkan rupturnya
penetrating arteri yang kecil. Keluarnya darah dari pembuluh darah kecil membuat
efek penekanan pada arteriole dan pembuluh kapiler yang akhirnya membuat
pembuluh ini pecah juga. Hal ini mengakibatkan volume perdarahan semakin besar
(Caplan, 2000). Elemen-elemen vasoaktif darah yang keluar serta kaskade iskemik
akibat menurunnya tekanan perfusi, menyebabkan neuron-neuron didaerah yang
terkena darah dan sekitarnya lebih tertekan lagi. Gejala neurologik timbul karena
ekstravasasi darah ke jaringan otak yang menyebabkan nekrosis (Caplan, 2000).
Perdarahan subarachnoid (PSA) terjadi akibat pembuluh darah disekitar permukaan
otak pecah, sehingga terjadi ekstravasasi darah keruang subarachnoid. Perdarahan
subarachnoid umumnya disebabkan oleh rupturnya aneurisma sakular atau perdarahan
dari arteriovenous malformation (AVM).

5. Klasifikasi
Stroke Hemoragik adalah disfungsi neurologis fokal yang akut dandisebabkan oleh
perdarahan primer substansi otak yang terjadi secaraspontan bukan oleh karena
trauma kapitis, disebabkan oleh karena pecahnya pembuluh arteri, vena, dan kapiler
(Djoenaidi Widjaja et.al,1994). Perdarahan otak dibagi dua, yaitu :
a) Perdarahan Intraserebri (PIS)
Pecahnya pembuluh darah (mikroaneurisma) terutama karena hipertensi
mengakibatkan darah masuk kedalam jaringan otak dan menimbulkan edema otak,
membentuk massa yang menekan jaringan otak dan menimbulkan edema otak.
Peningkatan TIK yang terjadi cepat, dapat mengakibatkan kematian mendadak
karena herniasi otak. Perdarahan intraserebri yang disebabkan hipertensi sering
dijumpai di daerah putamen, talamus, pons, dan serebellum.

b) Perdarahan Subarakhnoid (PSA)


Perdarahan subarakhnoid adalah suatu keadaan dimana terjadi perdarahan di
ruang subarakhnoid yang timbul secara primer

6. Gejala Klinis
Gejala stroke hemoragik bervariasi tergantung pada lokasi pendarahan dan jumlah
jaringan otak yang terkena. Gejala biasanya muncul tiba-tiba, tanpa peringatan, dan
sering selama aktivitas. Gejala mungkin sering muncul dan menghilang, atau
perlahan-lahan menjadi lebih buruk dari waktu ke waktu.
Gejala stroke hemoragik bisa meliputi:
 Perubahan tingkat kesadaran (mengantuk, letih, apatis, koma).
 Kesulitan berbicara atau memahami orang lain.
 Kesulitan menelan
 Kesulitan menulis atau membaca
 Sakit kepala yang terjadi ketika berbaring, bangun dari tidur, membungkuk, batuk,
atau kadang terjadi secara tiba-tiba
 Kehilangan koordinasi.
 Kehilangan keseimbangan.
 Perubahan gerakan, biasanya pada satu sisi tubuh, seperti kesulitan menggerakkan
salah satu bagian tubuh, atau penurunan keterampilan motorik.
 Mual atau muntah
 Kejang
 Sensasi perubahan, biasanya pada satu sisi tubuh, seperti penurunan sensasi, baal
atau kesemutan.
 Kelemahan pada salah satu bagian tubuh.

1. Perdarahan intraserebral
Perdarahan intraserebral ditemukan pada 10% dari seluruh kasus stroke, terdiri
dari 80% di hemisfer otak dan sisanya di batang otak dan serebelum.
Gejala klinis :
- Onset perdarahan bersifat mendadak, terutama sewaktu melakukan aktivitas
dan dapat didahului oleh gejala prodromal berupa peningkatan tekanan darah
yaitu nyeri kepala, mual, muntah, gangguan memori, bingung, perdarhan
retina, dan epistaksis.
- Penurunan kesadaran yang berat sampai koma disertai hemiplegia/hemiparese
dan dapat disertai kejang fokal / umum.
- Tanda-tanda penekanan batang otak, gejala pupil unilateral, refleks pergerakan
bola mata menghilang dan deserebrasi
- Dapat dijumpai tanda-tanda tekanan tinggi intrakranial (TIK), misalnya
papiledema dan perdarahan subhialoid

2. Perdarahan subarakhnoid
Perdarahan subarakhnoid adalah suatu keadaan dimana terjadi perdarahan di
ruang subarakhnoid yang timbul secara primer.
Gejala klinis :
- Onset penyakit berupa nyeri kepala mendadak seperti meledak, dramatis,
berlangsung dalam 1 – 2 detik sampai 1 menit.
- Vertigo, mual, muntah, banyak keringat, mengigil, mudah terangsang, gelisah
dan kejang.
- Dapat ditemukan penurunan kesadaran dan kemudian sadar dalam beberapa
menit sampai beberapa jam.
- Dijumpai gejala-gejala rangsang meningen
- Perdarahan retina berupa perdarahan subhialid merupakan gejala karakteristik
perdarahan subarakhnoid.
- Gangguan fungsi otonom berupa bradikardi atau takikardi, hipotensi atau
hipertensi, banyak keringat, suhu badan meningkat, atau gangguan pernafasan.

7. Pemeriksaan Fisik
a. Keadaan umum
Kesadaran : umumnya mengalami penurunan kesadaran.
Suara bicara : kadang mengalami gangguan yaitu sukar dimengerti, kadang
tidak bisa bicara.
Tanda-tanda vital : tekanan darah meningkat, denyut nadi bervariasi.
b. Pemeriksaan integumen
Kulit : jika klien kekurangan oksigen, kulit akan tampak pucat dan
jika kekurangan cairan maka turgor kulit akan buruk. Di
samping itu perlu juga dikaji tanda-tanda dekubitus terutama
pada daerah yang menonjol karena klien stroke hemoragik
harus bed rest 2-3 minggu.
Kuku : perlu dilihat adanya clubbing finger, cyanosis.
Rambut : umumnya tidak ada kelainan.
c. Pemeriksaan kepala dan leher
Kepala : bentuk normocephalik.
Muka : umumnya tidak simetris yaitu mencong ke salah satu sisi.
Leher : kaku kuduk jarang terjadi. (Satyanegara, 1998)
d. Pemeriksaan dada
Pada pernafasan kadang didapatkan suara nafas terdengar ronchi, wheezing
ataupun suara nafas tambahan, pernafasan tidak teratur akibat penurunan refleks
batuk dan menelan.
e. Pemeriksaan abdomen
Didapatkan penurunan peristaltik usus akibat bed rest yang lama, dan kadang
terdapat kembung.
f. Pemeriksaan inguinal, genetalia, anus
Kadang terdapat incontinensia atau retensio urine.
g. Pemeriksaan ekstremitas
Sering didapatkan kelumpuhan pada salah satu sisi tubuh.
h. Pemeriksaan neurologi
Pemeriksaan nervus cranialis : Umumnya terdapat gangguan nervus cranialis
VII dan XII central.
Pemeriksaan motorik : Hampir selalu terjadi kelumpuhan/kelemahan
pada salah satu sisi tubuh.
Pemeriksaan sensorik : Dapat terjadi hemihipestesi.
Pemeriksaan refleks : Pada fase akut reflek fisiologis sisi yang lumpuh
akan menghilang. Setelah beberapa hari refleks
fisiologis akan muncul kembali didahuli dengan
refleks patologis.(Jusuf Misbach, 1999)

8. Penatalaksanaan
Tindakan Penanganan
a. Lakukan penatalaksanaan jalan napas yang agresif. Pertimbangkan pra-terapi
dengan pemberian lidokain 1-2 mg/kg secara intravena jika diintubasi
diindikasikan untuk menjaga adanya peningkatan TIK.
b. Lakukan hiperventilasi untuk mengurangi PaCo2 sampai 25-30 mmHg.
c. Pertimbangkan pemberian manitol 1-2 mg/kg IV.
d. Pertimbangkan deksametason 200-100mg IV : mulai timbulnya efek lebih
lambat dari pada tindakan intubasi atau manitol.
e. Pemantauan tekanan intrakranial secara noninvasif seperti MRI, CT scan,
tomografi emisi positron, single-photon emission computed tomografi, evoked
potential, dan oksimetri.
f. Dekompresi secara bedah berdasarkan temuan CT scan mungkin diperlukan.

Terapi umum:
Untuk merawat keadaan akut perlu diperhatikan faktor – faktor kritis sebagai
berikut :
a. Menstabilkan tanda – tanda vital
b. Mempertahankan saluran nafas (sering melakukan penghisapan yang dalam,
trakeotomi, pasang alat bantu pernafasan bila batang otak terkena)
c. Kendalikan tekanan darah sesuai dengan keadaan masing – masing individu;
termasuk usaha untuk memperbaiki hipotensi maupun hipertensi.
d. Deteksi dan memperbaiki aritmia jantung
e. Merawat kandung kemih. Sedapat mungkin jangan memasang kateter tinggal;
cara ini telah diganti dengan kateterisasi “keluar – masuk” setiap 4 sampai 6
jam.
f. Menempatkan posisi penderita dengan baik secepat mungkin :
 Penderita harus dibalik setiap jam dan latihan gerakan pasif setiap 2 jam
 Dalam beberapa hari dianjurkan untuk dilakukan gerakan pasif penuh
sebanyak 50 kali per hari; tindakan ini perlu untuk mencegah tekanan pada
daerah tertentu dan untuk mencegah kontraktur (terutama pada bahu, siku
dan mata kaki)

Terapi khusus:s
Ditujukan untuk stroke pada therapeutic window dengan obat anti agregasi dan
neuroprotektan. Obat anti agregasi: golongan pentoxifilin, tielopidin, low heparin,
TPA.
a. Pentoxifilin:
Mempunyai 3 cara kerja:
- Sebagai anti agregasi → menghancurkan thrombus
- Meningkatkan deformalitas eritrosit
- Memperbaiki sirkulasi intraselebral
b. Neuroprotektan:
Piracetam: menstabilkan membrane sel neuron. Contohnya neotropil
- Cara kerja dengan menaikkan cAMP ATP dan meningkatkan sintesis
glikogen

Terapi Medis
a. Neuroproteksi
Berfungsi untuk mempertahankan fungsi jaringan. Cara kerja metode ini
adalah menurunkan aktifitas metabolisme dan kebutuhan sel-sel neuron.
b. Antikoagulasi
Diperlukan antikoagulasi dengan derajat yang lebih tinggi (INR 3,0 – 4,0)
untuk pasien stroke yang memiliki katup prostetik mekanik. Bagi pasien yang
bukan merupakan kandidat untuk terapi warvarin (coumadin), maka dapat
digunakan aspirin tersendiri atau dalam kombinasi dengan dipiridamol sebagai
terapi anti trombotik awal untuk profilaksis stroke
c. Trombolisis Intravena
Satu-satunya obat yang telah disetujui oleh US Food and Drug Administration
(FDA) untuk terapi stroke iskemik akut adalah aktivator plasminogen jaringan
(TPA) bentuk rekombinan. Terapi dengan TPA intravena tetap sebagai standar
perawatan untuk stroke akut dalam 3 jam pertama setelah awitan gejala.
Risiko terbesar menggunakan terapi trombolitik adalah perdarahan
intraserebrum.
d. Trombolisis Intra arteri
Pemakaian trombolisis intra arteri pada pasien stroke iskemik akut sedang
dalam penelitian, walaupun saat ini belum disetujui oleh FDA. Pasien yang
beresiko besar mengalami perdarahan akibat terapi ini adalah yang skor
National Institute of Health Stroke Scale (NIHSS)-nya tinggi, memerlukan
waktu lebih lama untuk rekanalisasi pembuluh, kadar glukosa darah yang
lebih tinggi, dan hitung trombosit yang rendah.

Terapi Perfusi
Untuk memulihkan sirkulasi otak pada kasus vasospasme saat pemulihan dari
perdarahan subarakhnoid.

Pengendalian Oedema dan Terapi Medis Umum


Oedema otak terjadi pada sebagian besar kasus infark kasus serebrum iskemik,
terutama pada keterlibatan pada pembuluh besar di daerah arteria serebri media.
Terapi konservatif dengan membuat pasien sedikit dehidrasi, dengan natrium
serum normal atau sedikit meningkat.

Terapi Bedah
Dekompresi bedah adalah suatu intervensi drastis yang masih menjalani uji klinis
yang dicadangkan untuk stroke yang paling masif.

9. Pemeriksaan Diagnostik/ Penunjang


a. Pemeriksaan radiologi
CT scan : Didapatkan hiperdens fokal, kadang-kadang masuk
ventrikel, atau menyebar ke permukaan otak.
(Linardi Widjaja, 1993)
MRI : Untuk menunjukkan area yang mengalami
hemoragik. (Marilynn E. Doenges, 2000)
Angiografi serebral : Untuk mencari sumber perdarahan seperti
aneurisma atau malformasi vaskuler. (Satyanegara,
1998)
Pemeriksaan foto thorax : Dapat memperlihatkan keadaan jantung, apakah
terdapat pembesaran ventrikel kiri yang merupakan
salah satu tanda hipertensi kronis pada penderita
stroke. (Jusuf Misbach, 1999).
b. Pemeriksaan laboratorium
Pungsi lumbal : Pemeriksaan likuor yang merah biasanya
dijumpai pada perdarahan yang masif, sedangkan
perdarahan yang kecil biasanya warna likuor
masih normal (xantokhrom) sewaktu hari-hari
pertama. (Satyanegara, 1998)
Pemeriksaan kimia darah : Pada stroke akut dapat terjadi hiperglikemia.
Gula darah dapat mencapai 250 mg dalam serum
dan kemudian berangsur-angsur turun kembali.
(Jusuf Misbach, 1999)
Pemeriksaan darah lengkap : Untuk mencari kelainan pada darah itu sendiri.
(Linardi Widjaja, 1993)

10. Kriteria Diagnosis


Seseorang dikatakan stroke kalau memenuhi 3 kriteria diagnosa, yaitu :
1. Onset akute artinya serangan ini terjadi secara tiba - tiba, artinya dalam beberapa
menit sampai jam sebelum seseorang mengalami kelumpuhan ia masih dalam
keadaan normal dan masih bisa beraktifitas.
2. Defisit Neurologis dijumpai, yang termasuk dalam defisit neurologis itu adalah :
1. Hemiparesis, yaitu lumpuh ringan sesisi badan, lemah sesisi badan
2. Hemiplegi, yaitu lumpuh total sesisi badan
3. Disartria, yaitu berbicara celat
4. Vertigo, yaitu oyong atau bahasa bataxnya mirdong, atau gampangnya
pasien mengeluhkan ia merasakan segala sesuatu yang dilihatnya berputar -
putar atau ia merasakan seperti gempa
5. Kebas pada tangan dan kaki
3. Stress Faktor (+), pada kasus dijumpai adanya stress faktor. Stress faktor ini
dapat berupa Fisik maupun Psikis. Dalam hal fisik seseorang itu sebelumnya
melakukan aktivitas yang berlebihan dari kebiasaan yang dilakukannya. Stress
Psikis ini berupa adanya masalah yang dihadapi orang tersebut, masalah itu
tentunya masalah yang membuat seorang itu terlalu sedih atau bahkan terlalu
senang juga malah bisa menjadi stress factor terjadinya stroke.
Seseorang itu dikatakan stroke jika terdapat 3 kriteria diatas, Namun apabila hanya
terdapat 2 kriteria diagnosis diatas maka seseorang itu belum dikatakan stroke tapi
suspect stroke. Jika ketiga kriteria diatas terpenuhi barulah dikatakan Stroke Acute.
11. Prognosis
Prognosis bervariasi bergantung pada tingkap keparahan stroke dan lokasi serta
ukuran dari perdarahan. Skor dari Skala Koma Glasgow yang rendah berhubungan
dengan prognosis yang lebih buruk dan mortalitas yang lebih tinggi.Apabila terdapat
volume darah yang besar dan pertumbuhan dari volumehematoma, prognosis biasanya
buruk dan outcome fungsionalnya juga sangat buruk dengan tingkat mortalitas yang
tinggi. Adanya darah dalam ventrikel bisameningkatkan resiko kematian dua kali
lipat. Pasien yang menggunakan antikoagulasi oral yang berhubungan dengan
perdarahan intraserebral juga memiliki outcome fungsional yang buruk dan tingkat
mortilitas yang tinggi. Penelitian de Jong, dkk (2002) pada 333 pasien
memperlihatkan bahwa pasien stroke dengan lebih dari 1 infark lakuner memiliki
prognosis yang lebih buruk daripada pasien dengan 1 infark lakuner. Angka moralitas
yang lebih tinggi (33% VS 21%), angka rekurensi stroke yang lebih tinggi (21% VS
11%), dan nilai status fungsional yang lebih rendah dihubungkan dengan infark
lakuner yang lebih dari satu. Pada kasus stroke perdarahan, angka mortalitas relatif
lebih tinggi. Penelitian Larsen, dkk (1984) pada 53 pasien stroke perdarahan
menunjukkan bahwa angka mortalitas akut adalah 27%.

12. Komplikasi
Peningkatan tekanan intrakranial dan herniasi adalah komplikasi yang paling
ditakutkan pada perdarahan intraserebral. Perburukan edem serebri sering
mengakibatkan deteoriasi pada 24-48 jam pertama. Pada pasien yang dalam keadaan
waspada, 25% akan mengalami penurunan kesadaran dalam 24 jam pertama. Kejang
setelah stroke dapat muncul. Selain dari hal-halyang telah disebutkan diatas, stroke
sendiri adalah penyebab utama dari disabilitas permanen. Komplikasi lain yang dapat
terjadi ialah perdarahan ulang, vasospasme dan hidrosefalus akut.

KONSEP DASAR ASUHAN KEPERAWATAN

1. Pengkajian
a. Pengkajian pola fungsi kesehatan
a. Aktivitas/istirahat
1) Gejala : Merasa kesulitan untuk melakukan aktivitas karena kelemahan,
hemiplegia, merasa mudah lelah, nyeri/kejang otot.
2) Tanda : Paralitik, terjadi kelemahan umum, gangguan penglihatan, ganggauna
tingkat kesadaran.
b. Sirkulasi
1) Gejala : Adanya penyakit jantung, polisitemia.
2) Tanda : Hipertensi arterial berhubungan dengan adanya embolisme, nadi
bervariasi karena ketidakstabilan fungsi jantung, obat-obatan, efek stroke pada
pusat vasomotor, disritmia.
c. Integritas Ego
1) Gejala : Perasaan tidak berdaya, perasaan putus asa.
2) Tanda : Emosi yang labil, kesulitan untuk mengekspresikan diri.
d. Eliminasi
1) Gejala : Inkontinensia urine.
e. Makanan/cairan
1) Gejala : Nafsu makan hilang, mual muntah karena peningkatan TIK,
kehilangan sensasi/rasa kecap.
2) Tanda : kesulitan menelan.
f. Neurosensori
1) Gejala : Sinkope/pusing, sakit kepala, kelemahan/kesemutan, penglihatan
menurun/penglihatan ganda, hilangnya rangsangan sensorik kontralateral,
gangguan rasa pengecepan dan penciuman.
2) Tanda : Pada tingkat kesadaran biasanya terjadi koma, letargi, gangguan
fungsi kognitif seperti penuruna memoriterjadi kelemahan/paralisis pada
ekstremitas, afasia, kehilangan kemampuan untuk mengenali masuknya
rangsangan visual dan pendengaran, kehilangan kemampuan motorik
(apraksia), ukuran/reaksi pupil tidak sama, kejang.
g. Nyeri/kenyamanan
1) Gejala : Sakit kepala dengan intensitas yang berbeda-beda.
2) Tanda : Gelisah, ketegangan pada otot/fasia.
h. Pernapasan
1) Gejala : Sulit bernapas.
2) Tanda : Ketidakmampuan menelan/batuk/hambatan jalan napas.
i. Keamanan
1) Tanda : Masalah penglihatan, perubahan persepsi terhadap orientasi tempat
tubuh, tidak mampu mengenali objek, warna, kata dan wajah yang peranah
dikenalnya dengan baik, gangguan berespon terhadap panas/dingin, kesulitan
menelan.
j. Pola hubungan dan peran
1) Tanda : Adanya perubahan hubungan dan peran karena klien mengalami
kesukaran untuk berkomunikasi akibat gangguan bicara.
k. Pola persepsi dan konsep diri
1) Tanda : Klien merasa tidak berdaya, tidak ada harapan, mudah marah, tidak
kooperatif.
l. Pola reproduksi seksual
1) Gejala : Penurunan gairah seksual akibat dari beberapa pengobatan stroke,
seperti obat anti kejang, anti hipertensi, antagonis histamin.

b. Pemeriksaan Fisik
a. Keadaan umum
Kesadaran : umumnya mengalami penurunan kesadaran.
Suara bicara : kadang mengalami gangguan yaitu sukar dimengerti, kadang
tidak bisa bicara.
Tanda-tanda vital : tekanan darah meningkat, denyut nadi bervariasi.
b. Pemeriksaan integumen
Kulit : jika klien kekurangan oksigen, kulit akan tampak pucat dan
jika kekurangan cairan maka turgor kulit akan buruk. Di
samping itu perlu juga dikaji tanda-tanda dekubitus terutama
pada daerah yang menonjol karena klien stroke hemoragik
harus bed rest 2-3 minggu.
Kuku : perlu dilihat adanya clubbing finger, cyanosis.
Rambut : umumnya tidak ada kelainan.
c. Pemeriksaan kepala dan leher
Kepala : bentuk normocephalik.
Muka : umumnya tidak simetris yaitu mencong ke salah satu sisi.
Leher : kaku kuduk jarang terjadi. (Satyanegara, 1998)
d. Pemeriksaan dada
Pada pernafasan kadang didapatkan suara nafas terdengar ronchi, wheezing
ataupun suara nafas tambahan, pernafasan tidak teratur akibat penurunan refleks
batuk dan menelan.
e. Pemeriksaan abdomen
Didapatkan penurunan peristaltik usus akibat bed rest yang lama, dan kadang
terdapat kembung.
f. Pemeriksaan inguinal, genetalia, anus
Kadang terdapat incontinensia atau retensio urine.
g. Pemeriksaan ekstremitas
Sering didapatkan kelumpuhan pada salah satu sisi tubuh.
h. Pemeriksaan neurologi
Pemeriksaan nervus cranialis : Umumnya terdapat gangguan nervus cranialis
VII dan XII central.
Pemeriksaan motorik : Hampir selalu terjadi kelumpuhan/kelemahan
pada salah satu sisi tubuh.
Pemeriksaan sensorik : Dapat terjadi hemihipestesi.
Pemeriksaan refleks : Pada fase akut reflek fisiologis sisi yang lumpuh
akan menghilang. Setelah beberapa hari refleks
fisiologis akan muncul kembali didahuli dengan
refleks patologis.(Jusuf Misbach, 1999)

2. Diagnosa Keperawatan
Berdasarkan prioritas:
1. Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan kelemahan otot pernapasan ditandai
dengan klien tampak sesak napas, RR klien meningkat (28x/menit)
2. Kerusakan Pertukaran Gas Berhubungan dengan perubahan membran kapiler-alveolar
akibat penimbunan cairan di sekitar paru ditandai dengan dispnea, takikardia (nadi =
>100 x/menit), adanya sianosis, peningkatan tahanan vaskular pulmonal.
3. Perfusi jaringan serebral tidak efektif berhubungan dengan subdural hematoma akibat
perdarahan ditandai dengan gangguan aliran darah ke otak, terjadi perubahan dalam
fungsi sensorik dan motorik, perubahan status mental klien dan perubahan tingkat
kesadaran klien.
4. Sindrom kurang perawatan diri berhubungan dengan deficit motorik ditandai dengan
ketidak mampuan merawat diri akibat penurunan kesadaran
5. Risiko cedera berhubungan dengan perubahan mobilitas sekunder akibat spasme otot
6. PK Perdarahan

3. Intervensi
1. Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan kelemahan otot pernapasan
ditandai dengan klien tampak sesak napas, RR klien meningkat (28x/menit)
Tujuan:
Setelah diberikan askep selama …x 24 jam diharapkan pola nafas klien efektif,
dengan kriteria hasil:
- Tidak ada sesak napas
- RR dalam batas normal 16-20x/mnt

Intervensi
Mandiri:
a. Observasi: RR, suhu, suara nafas
Rasional: kecepatan biasanya meningkat, dipsnea dan terjadi peningkatan kerja
nafas. Pernafasan dangkal. Ekspansi dada terbatas yang berhubungan dengan
atelektasis dan atau nyeri dada pleuritik.
b. Berikan posisi fowler/semi fowler.
Rasional: duduk tinggi memungkinkan ekspansi paru dan memudahkan
pernafasan. Pengubahan posisi dan ambulansi meningkatkan pengisian udara
segmen paru berbeda sehingga memperbaiki difusi gas.
c. Beri dan bantu ubah posisi secara periodik.
Rasional: meningkatkan sekresi semua segmen paru dan dan memobilisasi semua
sekresi.
d. Observasi warna kulit, membrane mukosa, dan kuku, cacat adanya sianosis
ferifer (kuku) atau sianosis sentral (sirkumoral).
Rasional: proliferasi SDP dapat menurunkan kapasitas pembawa oksigen darah
dan menyebabkan hipoksemia.
e. Observasi distensi vena leher, sakit kepala, pusing, edema periorbital, dispnea
dan stridor.
Rasional: pasien Limfoma Non-Hodgkin pada risiko sindroma vena kava
superior dan obstruksi jalan nafas, menunjukkan kedaruratan onkologis.

Kolaborasi:
a. Berikan oksigen sesuai indikasi.
Rasional: memaksimalkan bernafas dan menurunkan kerja nafas.
b. Berikan humidifikasi tambahan
Rasional: memberikan kelembaban pada membrane mukosa dan membantu
pengenceran secret untuk memudahkan pembersihan.
c. Awasi pemeriksaan laboratorium misal : AGD , oksimetri
Rasional: mengukur keadekuatan fungsi pernapasan dan terapi.

2. Kerusakan pertukaran gas berhubungan dengan perubahan membran kapiler-


alveolar akibat penimbunan cairan di sekitar paru ditandai dengan dispnea,
takikardia (nadi = >100 x/menit), adanya sianosis, peningkatan tahanan vaskular
pulmonal.
Tujuan:
Setelah diberikan askep selama …x 24 jam diharapkan gangguan pertukaran gas
teratasi dengan kriteria hasil :
- Tercapainya perbaikan ventilasi/oksigenasi sebagai bukti adalah tidak ada
penggunaan otot bantu pernapasan, bunyi napas normal (vesikular), ronchi dan
wheezing tidak ada.
- Menunjukkan perbaikan tes fungsi paru/normal
- RR dan denyut nadi klien dalam batas normal (RR = 12-20 x/menit, nadi = 60-
100 x menit, TD dalam batas normal 120/80 mmHg).
- Tidak ada sianosis
- Saturasi oksigen normal (98 - 100%)
Intervensi:
Mandiri
b. Awasi frekuensi/kedalaman pernapasan, penggunaan otot aksesoris, area
sianosis.
Rasional :
Indikator keadekuatan fungsi pernapasan atau tingkat gangguan dan
kebutuhan/keefektifan terapi.
c. Bantu dalam mengubah posisi, batuk dan napas dalam
Rasional :
Meningkatkan ekspansi dada optimal, memobilisasikan sekresi dan pengisian
udara pada semua area paru.
d. Kaji toleransi aktivitas; batasi aktivitas dalam toleransi pasien atau tempatkan
pasien pada tirah baring.
Rasional :
Penurunan kebutuhan metabolik tubuh menurunkan kebutuhan oksigen.

Kolaboratif
a. Pantau hasil pemeriksaan laboratorium, yaitu darah lengkap, GDA dan tes
fungsi paru
Rasional :
Penyakit dapat berakibat fatal karena dapat menyebabkan hipoksemia.
b. Lakukan fisioterapi dada
Rasional :
Dilakukan untuk memobilisasi sekret dan meningkatkan pengisian udara pada
area paru.

3. Perfusi jaringan serebral tidak efektif berhubungan dengan subdural hematoma


akibat perdarahan ditandai dengan gangguan aliran darah ke otak, terjadi
perubahan dalam fungsi sensorik dan motorik, perubahan status mental klien
dan perubahan tingkat kesadaran klien.
Tujuan:
Setelah diberikan asuhan keperawatan selama ….x 24 jam, diharapkan perfusi
jaringan serebral kembali efektif, dengan kriteria hasil:
- Perbaikan tingkat kesadaran
- Perbaikan status mental dan fungsi motorik/sensori
- tanda-tanda vital dalam rentang normal
Intervensi
Mandiri:
a. Tentukan faktor yang berhubungan dengan keadaan tertentu atau yang
menyebabkan penurunan perfusi jaringan otak.
Rasional: menentukan pilihan intervensi.
b. Pantau/catat status neurologi secara teratur dan bandingkan dengan nilai standar.
Rasional: mengkaji adanya kecenderungan pada tingkat kesadaran.
c. Evaluasi kemampuan membuka mata, seperti spontan, membuka hanya jika diberi
rangsangan nyeri atau tetap tertutup.
Rasional: menentukan tingkat kesadaran
d. Pantau tanda vital seperti tekanan darah. Catat serangan dari/hipertensi sistolik
yang terus-menerus dan tekanan nadi yang melebar.
Rasional : Kerusakan vaskuler serebral meninbulkan peningkatan TIK yang di
tunjukkan oleh peningkatan tekanan darah sistemik yang bersamaan dengan
penurunan tekanan darah diastolic (tekanan nadi yang melebar).

Kolaborasi
e. Pantau gas darah arteri. Berikan terapi oksigen sesuai kebutuhan .
Rasional : Terjadi Asidosis dapat menghambat masuknya oksigen pada tingkat
sel yang memburuk/meningkatkan iskemia serebral.

4. Sindrom kurang perawatan diri berhubungan dengan defisit motorik ditandai


dengan ketidakmampuan merawat diri akibat penurunan kesadaran
Tujuan
Setelah dilaksakan asuhan keperawatan selama ... x 24 jam diharapkan klien
mengalami peningkatan perawatan diri dengan kriteria hasil :
- kebutuhan akan higiene klien terpenuhi.
- Klien tampak bersih
- Tubuh klien tidak terasa lengket
Mandiri:
a. Kaji faktor penyebab atau yang berperan
Rasional : dengan mengetahui penyebab, memudahkan untuk melakukan
intervensi yang tepat
b. Tingkatkan partisipasi optimal keluarga
Rasional : dengan partisipasi optimal diharapkan kelurga dapat terlatih dalam
perawatan diri pasien.
c. Mengajarkan cara perawatan tubuh klien dengan benar
Rasional : klien mendapat perawatan yang tepat dan benar

5. Risiko cidera berhubungan dengan perubahan mobilitas sekunder akibat


spasme otot
Tujuan
Setelah dilaksakan asuhan keperawatan selama ... x 24 jam diharapkan cidera tidak
terjadi dengan kriteria hasil :
- Tidak ada luka
- Pasien tidak terjatuh
Mandiri :
a. Lakukan kewaspadaan keamanan pada pasien
Rasional :Kewaspadaan dapat menghindarkan pasien dari kemungkinan
mengalami cidera.
b. Gunakan tempat tidur rendah, dengan pagar yang terpasang
Rasional : Penggunaan tempat tidur yang rendah dengan pagar terpasang dapat
menghindari terjatuhnya pasien dari tempat tidur.
c. Gunakan matras pada lantai
Rasional : Mencegah pasien mengalami cidera dan mengantisipasi kemungkinan
pasien terjatuh ke lantai.

6. PK Perdarahan
Tujuan
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama...x 24 jam, perawat dapat
meminimalkan komplikasi yang terjadi dengan kriteria hasil:
- Nilai Ht dan Hb berada dalam batas normal
- Klien tidak mengalami episode perdarahan
- Tanda-tanda vital berada dalam batas normal (TD: 120/80 mmHg, Nadi: 60 –
100 x / menit, RR: 16 – 20 x / menit, Suhu: 36 - 370C ± 0,50C)
Intervensi :
Mandiri
1. Kaji pasien untuk menemukan bukti-bukti perdarahan atau hemoragi.
Rasional :
Untuk mengetahui tingkat keparahan perdarahan pada klien sehingga dapat
menentukan intervensi selanjutnya.
2. Pantau hasil lab yang berhubungan dengan perdarahan.
Rasional :
Banyak komponen darah yang menurun pada hasil lab dapat membantu
menentukan intervensi selanjutnya.
3. Lindungi pasien terhadap cedera dan terjatuh.
Rasional :
Efek cedera terutama pada cedera tajam umumnya dapat mengakibatkan
perdarahan.
4. Siapkan pasien secara fisik dan psikologis untuk menjalani bentuk terapi lain jika
diperlukan.
Rasional :
Keadaan fisik dan psikologis yang baik akan mendukung terapi yang diberikan
pada klien sehingga mampu memberikan hasil yang maksimal.
Kolaborasi :
5. Kolaborasi pemberian transfusi faktor VIII, IX sesuai indikasi
Rasional :
Meningkatkan faktor koagulasi sehingga menurunkan perdarahan
4. Evaluasi
No. Dx Diagnosa Keperawatan Evaluasi
Pola nafas tidak efektif berhubungan Pola nafas klien efektif dengan kriteria
dengan kelemahan otot pernapasan hasil:
ditandai dengan klien tampak sesak - Tidak ada sesak napas
napas, RR klien meningkat (28x/menit) - RR dalam batas normal 16-20x/mnt

2. Kerusakan Pertukaran Gas Kerusakan pertukaran gas teratasi dengan


Berhubungan dengan perubahan kriteria hasil :
membran kapiler-alveolar akibat - Tercapainya perbaikan
penimbunan cairan di sekitar paru ventilasi/oksigenasi sebagai bukti
ditandai dengan dispnea, takikardia adalah tidak ada penggunaan otot
(nadi = >100 x/menit), adanya sianosis, bantu pernapasan, bunyi napas normal
peningkatan tahanan vaskular (vesikular), ronchi dan wheezing tidak
pulmonal. ada.
- Menunjukkan perbaikan tes fungsi
paru/normal
- RR dan denyut nadi klien dalam
batas normal (RR = 12-20 x/menit,
nadi = 60-100 x menit, TD dalam batas
normal 120/80 mmHg).
- Tidak ada sianosis
- Saturasi oksigen normal (98 -
100%)
3. Perfusi jaringan serebral tidak efektif perfusi jaringan serebral kembali efektif,
berhubungan dengan subdural dengan kriteria hasil:
hematoma akibat perdarahan ditandai - Perbaikan tingkat kesadaran
dengan gangguan aliran darah ke otak, - Perbaikan status mental dan fungsi
terjadi perubahan dalam fungsi sensorik motorik/sensori
dan motorik, perubahan status mental - tanda-tanda vital dalam rentang normal
klien dan perubahan tingkat kesadaran
klien.
4. Sindrom kurang perawatan diri peningkatan perawatan diri dengan kriteria
berhubungan dengan deficit motorik hasil :
- kebutuhan akan higiene klien terpenuhi.
ditandai dengan ketidak mampuan
merawat diri akibat penurunan - Klien tampak bersih
- Tubuh klien tidak terasa lengket
kesadaran
5. Risiko cedera berhubungan dengan cidera tidak terjadi dengan kriteria hasil :
perubahan mobilitas sekunder akibat - Tidak ada luka
spasme otot - Pasien tidak terjatuh
6. PK Perdarahan dapat meminimalkan komplikasi yang
terjadi dengan kriteria hasil:
- Nilai Ht dan Hb berada dalam batas
normal
- Klien tidak mengalami episode
perdarahan
- Tanda-tanda vital berada dalam batas
120
normal (TD: /80 mmHg, Nadi: 60 –
100 x / menit, RR: 16 – 20 x / menit,
Suhu: 36 - 370C ± 0,50C)
DAFTAR PUSTAKA

Carpenito, L.J. 2003. Buku Saku Diagnosis Keperawatan. Jakarta: Penerbit Buku
Kedokteran EGC.
Marilynn E, Doengoes. 2000. Rencana Asuhan Keperawatan, Edisi 3. Jakarta: Penerbit
Buku Kedokteran EGC.
Donna D. Ignatavicius, dkk. (1999). Medical Surgical Nursing :Across the Health Care
Continum. (Edisi III).
Philadelphia: Wb Sounders Company.Black and matasarin Jacobs. (1997). Medical Surgical
Nursing :
Clinical management for continuity of care. (Edisi V). Philadelphia: Wb Sounders Company.
Hudak & Gallo. (1997). Keperawatan Kritis: Pendekatan holistic.(Edisi VI). Jakarta: EGC
Kumpulan Makalah Kursus Keperawatan Neurologi, 1997. Jakarta
Mansjoer dkk. 2000. Kapita selekta kedokteran. Edisi Ketiga. Jilid 2. Media
Aesculapius.Jakarta.
Price & Wilson. 2006. Patofisiologi:konsep klinis proses-proses penyakit. Edisi 6. Volume
II. EGC.Jakarta
Smeltzer & Bare. 2002. Buku ajar keperawatan medikal bedah. Edisi 8. Volume 3. EGC.
Jakarta. Rumantir, 2007, Christopher
Rumantir CU. Gangguan peredaran darah otak. Pekanbaru : SMF Saraf RSUD Arifin
Achmad/FK UNRI. Pekanbaru. 2007.
Goetz Christopher G. Cerebrovascular Diseases. In : Goetz: Textbook of Clinical Neurology,
3rd ed. Philadelphia : Saunders. 2007.
Rumantir CU. Pola Penderita Stroke Di Lab/UPF Ilmu Penyakit Saraf Fakultas Kedokteran
Universitas Padjadjaran Rumah Sakit Hasan Sadikin Bandung Periode 1984-1985.
Ropper AH, Brown RH. Cerebrovascular Diseases. In : Adam and Victor’s Priciples of
Neurology. Eight edition. New York : Mc Graw-Hill. 2005.
Kelompok Studi Stroke PERDOSSI. Pencegahan Primer Stroke. Dalam : Guideline Stroke
2007. Jakarta
Lombardo,M.C., 1995, Penyakit Degeneratif dan Gangguan Lain Pada Sistem Saraf, dalam
S.A. Price, L.M. Wilson, (eds), Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit 4th
ed., EGC, Jakarta

Anda mungkin juga menyukai