Anda di halaman 1dari 40

ASUHAN KEPERAWATAN PADA Ny.

S PASIEN DENGAN GANGGUAN


PENCERNAAN APPENDISITIS DI BANGSAL CEMPAKA 2 RSUD
SLEMAN

Disusun untuk Memenuhi Tugas Praktik Klinik Keperawatan Medikal Bedah I


Dosen Pembimbing : Septiana Fathonah, M.Kep

Disusun Oleh :

Fera Ardana Reswari (2820173104)

Puji Wahyuningsih (2820173119)

AKADEMI KEPERAWATAN NOTOKUSUMO

YOGYAKARTA

2019
LEMBAR PERSETUJUAN

Asuhan keperawatan pada pasien “Ny. S” dengan gangguan sistem pencernaan di


Bangsal Cempaka 2 RSUD Sleman. Laporan ini disusun untuk memenuhi tugas
kelompok Praktik Klinik Keperawatan Medikal Bedah I semester IV, pada :

Hari :

Tanggal :

Tempat : Bangsal Cempaka 2 RSUD Sleman

Praktikan Praktikan

(Fera Ardana Reswari) (Puji Wahyuningsih)

Pembimbing Lahan (CI) Pembimbing Akademi

(..…….………..…….….) (Septiana Fathonah, M.Kep)


BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Apendiks adalah organ tambahan kecil yang menyerupai jari,
melekat pada sekum tepat dibawah katup ileosekal. Karena apendiks
mengosongkan diri dengan tidak efisien, dan lumennya kecil, maka
apendiks mudah mengalami obstruksi dan rentan terjadi infeksi
(appendicitis). Penyakit apendisitis merupakan penyebab nyeri abdomen
akut yang paling sering ditemukan di bidang bedah dan memerlukan
tindakan pembedahan segera untuk mencegah komplikasi [ CITATION
Nas11 \l 1057 ].
Apendiksitis adalah ujung seperti jari – jari yang kecil panjangnya
kira – kira 10 cm (4 cm), melekat pada sekum tepat di bawah katup
ileosekal[CITATION Taq03 \l 1057 ]. Appendiksitis adalah peradangan dari
appendiks vermiformis dan merupakan penyebab abdomen akut yang
paling sering. Penyakit ini dapat mengenai semua umur baik laki – laki
maupun perempuan, tetapi lebih sering menyerang laki - laki berusia
antara 10 – 13 tahun [ CITATION Taq03 \l 1057 ].
Apendicsitis dapat terjadi pada semua kelompok umur, tetapi
insiden tertinggi terdapat pada anak usia belasan tahun dengan rata-rata
rentang usia 6-10 tahun. [ CITATION Han15 \l 1057 ]. Angka kejadian
appendicitis cukup tinggi di dunia, berdasarkan Word Health
Organization (2010) angka mortalitas akibat appendicitis adalah 21.000
jiwa, di mana populasi laki-laki lebih banyak dibandingkan perempuan.
Angka mortalitas appendicitis sekitar 12.000 jiwa pada laki- laki dan
sekitar 10.000 jiwa pada perempuan. Di Amerika Serikat terdapat 70.000
kasus appendicitis setiap tahnnya. Kejadian appendicitis di Amerika
memiliki insiden 1- 2 kasus per 10.000 anak pertahunya antara kelahiran
sampai umur 4 tahun. Kejadian appendicitis meningkat 25 kasus per
10.000 anak pertahunnya antara umur 10-17 tahun di Amerika Serikat.
Apabila dirata-rataappedisitis 1,1 kasus per 1000 orang pertahun di
Amerika Serikat [ CITATION Kat11 \l 1057 ].
Insidensi apendiksitis di Asia 4,8%. Di Asia Tenggara, Indonesia
merupakan negara dengan insidensi apendiksitis akut tertinggi sebanding
dengan jumlah penduduknya yang paling banyak dibandingkan dengan
negara-negara lain di wilayah tersebut. Hal ini dapat dilihat dari sekitar
238.452.952 penduduk Indonesia, 596.132 orang diantaranya menderita
apendiksitis akut. Indonesia menempati urutan ke 2 (dua) dari 193 negara
diantara  kasus kegawatan abdomen lainnya. Dan apendiksitis menempati
urutan keempat penyakit terbanyak di Indonesia setelah dispepsia,
gastritis dan duodenitis, dan penyakit sistim cerna lain dengan jumlah
pasien rawat inap sebanyak 28.040 (Depkes RI, 2012)
Salah satu penatalaksanaan pasien dengan apendiksitis akut adalah
pembedahan (appendiktomy). Appendiktomi adalah pembedahan untuk
mengangkat appendiks yang dilakukan sesegera mungkin untuk
menurunkan resiko perforasi [ CITATION Taq03 \l 1057 ].
Apendiktomi dapat dilakukan pada apendiksitis tanpa komplikasi. Ada
beberapa masalah yang sering muncul pada luka pasca pembedahan.
Diantaranya masalah tersebut adalah luka yang mengalami stres selama
masa penyembuhan akibat nutrisi yang tidak adekuat,
gangguan sirkulasi dan perubahan metabolisme yang dapat meningkatkan
resiko lambatnya penyembuhan luka [ CITATION Pot061 \l 1057 ]. Oleh
karena itu, kelompok kami ingin membahas lebih lanjut mengenai
Appendiktomi.

B. Tujuan
1. Tujuan Umum
Tujuan umum dari makalah ini yaitu mahasiswa mendapatkan
gambaran secara nyata dalam melaksanakan asuhan keperawatan pada
pasien dengan Appendiksitis dan Post Appendiktomi
2. Tujuan Khusus
a. Mahasiswa mampu menjelaskan tentang definisi appendiksitis
b. Mahasiswa mampu menjelaskan tentang etiologi appendiksitis
c. Mahasiswa mampu menjelaskan tentang klasifikasi appendiksitis
d. Mahasiswa mampu menjelaskan tentang manifestasi klinis
appendiksitis
e. Mahasiswa mampu menjelaskan tentang patofisiologi appendiksitis
f. Mahasiswa mampu menjelaskan tentang pathway appendiksitis
g. Mahasiswa mampu menjelaskan tentang komplikasi appendiksitis
h. Mahasiswa menjelaskan tentang pemeriksaan penunjang
appendiksitis
i. Mahasiswa mampu menjelaskan tentang penatalaksanaan
(Appendiktomi)
j. Mahasiswa mampu memahami pengkajian fokus pada pasien
dengan appendiksitis dan post appendiktomi
k. Mahasiswa mampu memahami diagnosa keperawatan yang sering
muncul pada pasien dengan appendiksitis dan post appendiktomi
l. Mahasiswa mampu memahami intervensi keperawatan yang dapat
dilakukan pada pasien dengan appendiksitis dan post appendiktomi
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. Definisi
Appendicsitis adalah peradangan pada apendiks vermiformis dan
merupakan penyebab abdomen akut yang paling sering. Penyakit ini
dapat mengenai semua umur baik laki-laki maupun perempuan, tetapi
lebih sering menyerang laki-laki berusia 10-30 tahun [ CITATION Ari10 \l
1057 ]. Apendisitis adalah penyebab paling umum inflamasi akut pada
kuadran kanan bawah rongga abdomen dan penyebab paling umum
untuk bedah abdomen darurat [ CITATION Sme05 \l 1057 ]. Apendisitis
adalah peradangan apendiks yang mengenai semua lapisan dinding
organ tersebut [ CITATION Syl05 \l 1057 ].

B. Etiologi
1. Faktor Presipitasi
Apendisitis akut merupakan infeksi bakteria. Berbagai hal
berperan sebagai faktor pencetusnya. Sumbatan lumen apendiks
merupakan faktor yang diajukan sebagai faktor pencetus disamping
hiperplasia jaringan limfa, fekalit, tumor apendiks, dan cacing
askaris terdapat pula menyebabkan sumbatan. Penyebab lain yang
diduga dapat menimbulkan apendisitis ialah crosi mukosa apendiks
karena parasit seperti E.histolityca.
Diantara beberapa faktor diatas, maka yang paling sering
ditemukan dan kuat dugaannya sebagai penyebab adalah faktor
penyumbatan (obstruksi) oleh tinja/feses dan hyperplasia jaringan
limfoid, sumbatan benda keras termasuk biji-bijian. Sumbatan atau
pembesaran ialah yang menjadi media bagi bakteri untuk
berkembang biak. Perlu diketahui bahwa dalam tinja/feses manusia
sangat mungkin sekali telah tercemari oleh bakteri/kuman
Escherichia coli, inilah yangseringkali mengakibatkan infeksi yang
berakibat pada peradangan usus buntu.
Makan cabai bersama bijinya atau jambu klutuk beserta bijinya
sering kali tak tercerna dalam tinja dan menyelinap ke saluran
appendiks sebagai benda asing. Begitu pula terjadi pengerasan
tinja/feses (konstipasi) dalam waktu lama sangat mungkin ada
bagiannya yang terselinap masuk ke saluran apendiks yang pada
akhirnya menjadi media kuman/bakteri bersarang dan berkembang
biak sebagai infeksi yang menimbulkan peradangan usus buntu
tersebut.
Menurut penelitian epidemiologis menunjukkan kebiasaan
makan makanan rendah serat akan mengakibatkan konstipasi yang
dapat menimbulkan apendisitis. Hal tersebut akan meningkatkan
tekanan intrasekal, sehingga timbul sumbatan fungsional appendiks
dan meningkatkan pertumbuhan kuman flora pada kolon.
Organisme lain, termasuk anaerob juga dapat menyebabkan
inflamasi apendiks. Kadang-kadang cacing, terutama enterobius
vermicularis dan ascaris lumbricoides dapat mempercepat dan
mengakibatkan terjadinya kolik (rasa nyeri). Setelah terjadinya
obstruksi karena sebab apapun dapat menyebabkan tekanan keluar
dari apendiks dan menghasilkan luka pada jaringan, sehingga
menyebabkan infasi leukosit, pembentukan nanah dan gangrene
apabila tidak Segera ditangani maka apendiks akan mengalami
perforasi.
2. Faktor Predisposisi [CITATION Maz08 \l 1057 ]
a. Diet rendah serat dan konsumsi gula yang tinggi
Individu yang kurang asupan makanan berserat kaya dalam
asupan karbohidrat beresiko tinggi untuk terkena appendiksitis
b. Riwayat keluarga / Gen
Posisi tertentu usus buntu yang merupakan predisposisi untuk
infeksi, berjalan dalam keluarga tertentu. Memiliki riwayat
keluarga appendiksitis juga dapat meningkatkan risiko anak
untuk mendapat penyakit.
c. Umur
Appendiksitis dapat terjadi pada semua kelompok umur tetapi
lebih umum pada usia hingga 10- 30 tahun,
d. Jenis Kelamin
Lelaki lebih dominan, dengan rasio laki – laki : peremuan
( 1,4 : 1 ) dan secara menyeluruh, resiko sem=umur hidup
untuk laki – laki adalah 8,6% dan perempuan 6,7%.

C. Klasifikasi
Klasifikasi apendicsitis terbagi menjadi dua, yaitu appendicsitis
akut dan appendicsitis kronik yaitu sebagai berikut[ CITATION RSj04 \l
1057 ] :
1. Apendisitis Akut
Apendisitis akut sering tampil dengan gejala khas yang
didasari oleh radang mendadak pada apendiks yang memberikan
tanda setempat, disertai maupun tidak disertai rangsang
peritonieum lokal. Gejala apendisitis akut ialah nyeri samar dan
tumpul yang merupakan nyeri visera di daerah epigastrium di
sekitar umbilikus. Keluhan ini sering disertai mual, muntah dan
umumnya nafsu makan menurun. Dalam beberapa jam nyeri akan
berpindah ke titik Mc.Burney. Nyeri dirasakan lebih tajam dan
lebih jelas letaknya sehingga merupakan nyeri somatik setempat.
Apendisitis akut dibagi menjadi :
a. Apendisitis Akut Sederhana Proses peradangan baru terjadi di
mukosa dan sub mukosa disebabkan obstruksi. Sekresi mukosa
menumpuk dalam lumen appendiks dan terjadi peningkatan
tekanan dalam lumen yang mengganggu aliran limfe, mukosa
appendiks menebal, edema, dan kemerahan. Gejala diawali
dengan rasa nyeri di daerah umbilikus, mual, muntah,
anoreksia, malaise dan demam ringan.
b. Apendisitis Akut Purulenta (SupurativeAppendicitis) Tekanan
dalam lumen yang terus bertambah disertai edema
menyebabkan terbendungnya aliran vena pada dinding
apendiks dan menimbulkan trombosis. Keadaan ini
memperberat iskemia dan edema pada apendiks.
Mikroorganisme yang ada di usus besar berinvasi ke dalam
dinding apendiks menimbulkan infeksi serosa sehingga serosa
menjadi suram karena dilapisi eksudat dan fibrin. Apendiks
dan mesoappendiks terjadi edema, hiperemia, dan di dalam
lumen terdapat eksudat fibrinopurulen. Ditandai dengan
rangsangan peritoneum lokal seperti nyeri tekan, nyeri lepas di
titik Mc. Burney, defansmuskuler dan nyeri pada gerak aktif
dan pasif. Nyeri dan defansmuskuler dapat terjadi pada seluruh
perut disertai dengan tanda-tanda peritonitis umum.
c. Apendisitis Akut Gangrenosa Bila tekanan dalam lumen terus
bertambah, aliran darah arteri mulai terganggu sehingga terjadi
infark dan gangren. Selain didapatkan tanda-tanda supuratif,
apendiks mengalami gangren pada bagian tertentu. Dinding
apendiks berwarna ungu, hijau keabuan atau merah kehitaman.
Pada apendisitis akut gangrenosa terdapat mikroperforasi dan
kenaikan cairan peritoneal yang purulen.
d. Apendisitis Infiltrat Apendisitis infiltrat adalah proses radang
apendiks yang penyebarannya dapat dibatasi oleh omentum,
usus halus, sekum, kolon dan peritoneum sehingga membentuk
gumpalan massa flegmon yang melekat erat satu dengan yang
lainnya.
e. Apendisitis Abses Apendisitis abses terjadi bila massa lokal
yang terbentuk berisi nanah (pus), biasanya di fossailiaka
kanan, lateral dari sekum, retrosekal, subsekal dan pelvikal.
f. Apendisitis Perforasi Apendisitis perforasi adalah pecahnya
apendiks yang sudah gangren yang menyebabkan pus masuk
ke dalam rongga perut sehingga terjadi peritonitis umum. Pada
dinding apendiks tampak daerah perforasi dikelilingi oleh
jaringan nekrotik.
2. Apendisitis Kronik
Diagnosis apendisitis kronik baru dapat ditegakkan jika
ditemukan adanya riwayat nyeri perut kanan bawah lebih dari 2
minggu, radang kronik apendiks secara makroskopik dan
mikroskopik. Kriteria mikroskopik apendisitis kronik adalah
fibrosis menyeluruh dinding apendiks, sumbatan parsial atau total
lumen apendiks, adanya jaringan parut dan ulkus lama di mukosa
dan adanya sel inflamasi kronik. Insiden apendisitis kronik antara
1-5%. Apendisitis kronik kadang-kadang dapat menjadi akut lagi
dan disebut apendisitis kronik dengan eksaserbasi akut yang
tampak jelas sudah adanya pembentukan jaringan ikat.

D. Manifestasi Klinis
Manifestasi Klinis menurut yaitu [ CITATION Sme05 \l 1057 ] :
1. Nyeri periumbilikal atau epigastik kolik yang tergeneralisasi
maupun setempat,anoreksia,mual muntah.
2. Nyeri setempat pada perut bagian kanan bawah.
3. Regiditas abdominal seperti papan.
4. Respirasi retraktif.
5. Rasa perih yang semakin menjadi.
6. Spasma abdominal semakin parah.
7. Rasa perih yang berbalik (menunjukanadnyainflamasiperitoneal).
8. Gejala yang minimal dan samar rasa perih yang ringan pada pasien
lanjut usia.
E. Patofisiologi
Apendisitis biasanya disebabkan oleh penyumbatan lumen
apendiks oleh hiperplasia folikel limfoid, fekalit, benda asing, striktur
karena fibrosis akibat peradangan sebelumnya atau neoplasma.
Obstruksi tersebut menyebabkan mukus yang diproduksi mukosa
mengalami bendungan. Makin lama mukus tersebut makin banyak,
namun elastisitas dinding apendiks mempunyai keterbatasan sehingga
menyebabkan peningkatan tekanan intralumen. Tekanan yang
meningkat tersebut akan menghambat aliran limfe yang
mengakibatkan edema, diapedesis bakteri, dan ulserasi mukosa. Pada
saat inilah terjadi apendistis akut fokal yang ditandai oleh nyeri
epigastrium [ CITATION Syl05 \l 1057 ] . Bila sekresi mukus terus
berlanjut, tekanan akan terus meningkat, hal tersebut akan
menyebabkan obstruksi vena, edema bertambah, dan bakteri akan
menembus dinding. Peradangan yang timbul meluas dan mengenai
peritoneum setempat sehingga menimbulkan nyeri di daerah kanan
bawah, keadaan ini disebut dengan apendisitis supuratif akut. Bila
kemudian aliran arteri terganggu akan terjadi infark dinding apendiks
yang diikuti dengan gangren. Stadium ini disebut dengan apendisitis
gangrenosa. Bila dinding yang telah rapuh itu pecah, akan terjadi
apendisitis perforasi [ CITATION Ari10 \l 1057 ]
F. Pathway

[ CITATION Sme05 \l 1057 ]

G. Komplikasi
Komplikasi menurut yaitu [ CITATION Der10 \l 1057 ] :
1. Perforasi apendiks
Tanda – tanda perforasi yaitu meningkatnya nyeri,meningkatnya
spasme dinding perut kanan bawah, ileus,demam,malaise, dan
leukositisis.
2. Peritonitis Abses
Bila terbentuk abses appendik maka akan teraba massa pada
kuadran kanan bawah yang cenderung menggelembung pada
rektum atau vagina. jika terjadi perintonitis umum tindakan
spesifik yang dilakukan adalah operasi untuk menutup asal
perforasi tersebut.
3. Dehidrasi.
4. Sepsis.
5. Elektrolit darah tidak seimbang.
6. Pneumoni.

H. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan penunjang yang dapat mendukung dalam
menegakkan diagnosa appendicsitis ialah [ CITATION Den08 \l 1057 ] :
1. Pemeriksaan laboratorium
a. Hitung jenis leukosit dengan hasil leukositosis.
b. Pemeriksaan urin dengan hasil sedimen dapat normal atau
terdapat leukosit dan eritrosit lebih dari normal bila apendiks
yang meradang menempel pada ureter atau vesika.
Pemeriksaan leukosit meningkat sebagai respon fisiologis
untuk melindungi tubuh terhadap mikroorganisme yang
menyerang. Pada apendisitis akut dan perforasi akan terjadi
leukositosis yang lebih tinggi lagi. Hb (hemoglobin) nampak
normal. Laju endap darah (LED) meningkat pada keadaan
apendisitis infiltrat. Urin rutin penting untuk melihat apakah
terdapat infeksi pada ginjal.
2. Pemeriksaan Radiologi
a. Apendikogram Apendikogram dilakukan dengan cara
pemberian kontras BaS04 serbuk halus yang diencerkan
dengan perbandingan 1:3 secara peroral dan diminum sebelum
pemeriksaan kurang lebih 8-10 jam untuk anak-anak atau 10-12
jam untuk dewasa, hasil apendikogram dibaca oleh dokter
spesialis radiologi.
b. Ultrasonografi (USG) USG dapat membantu mendeteksi
adanya kantong nanah. Abses subdiafragma harus dibedakan
dengan abses hati, pneumonia basal, atau efusi pleura.

I. Penatalaksanaan
Apendisitis umumnya ditangani dengan membuang apendiks
(operasi), jika ditemukan apendisitis biasanya dokter menyarankan
untuk melakukan pembedahan tanpa diagnosa lebih lanjut.
Pembedahan yang dilakukan segera dapat menurunkan kemungkinan
apendiks lebih parah.
Apendiktomi adalah operasi pemotongan apendiks yang
mengalami radang atau infeksi. Menurut Krob dari Warnetty (2012),
tata laksana pada kasus apendisitis tanpa komplikasi adalah
apendiktomi. Apendiktomi dibagi menjadi 2 yaitu secara laparatomi
(metode konvensional) atau menggunakan laparoskopi.
1. Apendiktomi Konvensional
Cara pembedahan yang konvensional atau terbuka dilakukan
dengan membuat irisan pada bagian perut kanan bawah. Panjang
sayatan kurang dari 3 inci (7,6 cm). Dokter bedah kemudian
mengidentifikasi semua organ-organ dalam perut dan memeriksa
adanya kelainan organ atau memeriksa adanya kelainan organ atau
penyakit lainnya. Lokasi apendiks ditarik ke bagian yang terbuka.
Para dokter bedah memisahkan apendiks dari semua jaringan
disekitarnya dan diletakan pada cecum kemudian
menghilangkannya. Jaring tempat apendiks menempel sebelumnya,
yaitu cecum, ditutup dan dimasukkan kembali ke perut. Lapisan
otot dan kulit kemudian dijahit.
2. Apendiktomi Laparoskopi
Apendiktomi laparoskopi menggunakan 3 lobang sebagai akses,
lubang pertama dibuat dibawah pusar, fungsinya untuk
memasukkan kamera super mini yang terhubung ke monitor ke
dalam tubuh, lewat lubang itu pula sumber cahaya dimasukkan,
sementara dua lubang lain diposisikan sebagai jalan masuk
peralatan bedah seperti penjepit atau gunting. Kemudian kamera
dan alat-alat khusus dimasukkan melalui sayatan tersebut dengan
bantuan peralatan tersebut, ahli bedah mengamati organ abdominal
secara visual dan mengidentifikasi apendiks. Kemudian apendiks
dipisahkan dari semua jaringan yang melekat, kemudian apendiks
diangkat dan dipisahkan dari cecum. Apendiks dikeluarkan melalui
salah satu sayatan. Beberapa studi telah melaporkan bahwa
laparoskopi mempunyai resiko ILO lebih rendah daripada operasi
terbuka.
Konsep pembedahan appendiksitis dimulai dari :
1. Pre Operatif
Keputusan untuk intervensi bedah dibuat dan berakhir ketika
pasien dikirim kemeja operasi, lingkup aktivitas keperawatan
selama waktu tersebut dapat mencakup penetapan pengkajian dasar
pasien ditatanan klinik atau dirumah, menjalani wawancara
praoperasi, dan menyiapkan pasien untuk anestesi yang diberikan
dan pembedahan [ CITATION Sme05 \l 1057 ] Preoperatif merupakan
suatu asuhan keperawatan yang diberikan sebelum melakukan
pembedahan [ CITATION PAP05 \l 1057 ]
Fase preoperatif dimulai ketika keputusan diambil untuk
melaksanakan intervensi pembedahan. kegiatan perawatan dalam
tahap ini adalah pengkajian praoperasi mengenai status fisik,
psikologsi, rencana keperawatan mengenai persiapan pasien untuk
pembedahannya, dan implementasi intervensi keperawatan yang
telah direncanakan. Tahap ini berakhir ketika pasien diantar
kekamar operasi dan diserahkan kepada perawat bedah untuk
melakukan perawatan selanjutnya [ CITATION MBa08 \l 1057 ].
Berdasarkan tinjauan teoritis diatas, penulis menyimpulkan
bahwa preoperatif yaitu suatu fase yang dimulai ketika keputusan
diambil untuk melakukan intervensi pembedahan dan berakhir
ketika pasien dikirim kekamar operasi, aktivitas keperawatan yang
terdapat didalamnya mencakup penetapan pengkajian. dasar pasien
seperti pengkajian fisik, psikologis, rencana keperawatan tentang
persiapan pasien untuk melaksanakan pembedahan, dan wawancara
tentang kesiapan pasien untuk melakukan anastesi yang akan
diberikan.
2. Fase Postoperatif
Fase postoperatif dimulai dengan masuknya pasien keruang
pemulihan dan berakhir dengan evaluasi tindak lanjut pada tatanan
klinik atau dirumah. lingkup keperawatan mencakup rentang
aktivitas yang luas selama periode ini. Pada fase postoperatif
langsung, fokus termasuk mengkaji dan memantau fungsi vital
serta mencegah komplikasi. Aktivitas keperawatan kemudian
berfokus pada peningkatan penyembuhan pasien dan melakukan
penyuluhan, perawatan tindak lanjut, dan rujukan yang penting
untuk penyembuhan yang berhasil dan rehabilitasi diikuti dengan
pemulangan[ CITATION Bru01 \l 1057 ] . Fase postoperatif dimulai
dengan pemindahan pasien ke PACU dan berakhir pada waktu
pasien dipulangkan dari rumah sakit. Termasuk dalam kegiatan
perawatan dalam mengkaji perubahan fisik dan psikologis;
memantau kepatenan jalan nafas, tanda tanda vital, dan status
neurologis secara teratur, mempertahankan keseimbangan cairan
dan elektrolit; mengkaji secara akurat [ CITATION MBa08 \l 1057 ].
Berdasarkan tinjauan teoritis diatas, penulis menyimpulkan
bahwa fase postoperatif dimulai dari pemindahan pasien keruang
PACU (postanesthesia care unit) atau yang dahulu disebut dengan
ruang pemulihan dan berakhir pada saat pasien dipulangkan dari
rumah sakit, pada fase ini, tindakan perawatan yang dapat
dilakukan yaitu dengan melakukan pengukuran tanda-tanda vital,
serta mencegah komplikasi yang akan terjadi sampai pasien
dikatakan sembuh dan melakukan penkes pada saat pemulangan.
Penatalaksanaan apendiktomi dapat dibagi menjadi 3 tahapan,
yaitu sebagai [ CITATION Ari00 \l 1057 ] :
1. Pre Operatif
a. Pemasangan sonde lambung untuk dekompresi
b. Pemasangan kateter untuk kontrol produksi urin
c. Rehidrasi
d. Antibiotik dengan spektrum luas, dosis tinggi dan diberikan
secara intravena
e. Obat-obatan penurun panas, phenergan sebagai anti mengigil,
largaktil untuk membuka pembulu-pembulu darah perifer
diberikan setelah rehidrasi tercapai
f. Bila demam, harus diturunkan sebelum diberi anestesi
2. Intra Operatif
a. Apendiks dibuang, jika apendiks mengalami perforasi bebas,
maka abdomen dicuci dengan garam fisiologis dan antibiotik
b. Abses apendiks diobati dengan antibiotika IV, massa mungkin
mengecil, atau abses mungkin memerlukan drainase dalam
jangka waktu beberapa hari. Apendiktomi dilakukan bila abses
dilakukan operasi elektif sesudah 6 minggu sampai 3 bulan
3. Post Operatif
a. Observasi TTV
b. Angkat sonde lambung bila pasien telah sadar sehingga aspirasi
cairan lambung dapat dicegah
c. Baringkan pasien dalam posisi semi fowler
d. Pasien dikatakan baik bila dalam 12 jam tidak terjadi
gangguan, selam pasien dipuasakan
e. tindakan operasi lebih besar, misalnya pada perforasi, puasa
dilanjutkan sampai fungsi usus kembali normal.
f. Berikan minum mulai 15 ml/jam selama 4 – 5 jam lalu naikkan
menjadi 30 ml/jam. Keesokan harinya berikan makanan saring
dan hari berikutnya diberikan makanan lunak
g. Satu hari pascar operasi pasien dianjurkan untuk duduk tegak
di tempat tidur selama 2x30 menit
h. Pada hari kedua pasien dapat berdiri dan duduk di luar kamar
i. Hari ke-7 jahitan dapat diangkat dan pasien diperbolehkan
pulang
Pada keadaan massa apendiks dengan proses radang yang masih
aktif yang ditandai dengan :
1. Keadaan umum klien masih terlihat sakit, suhu tubuh masih tinggi
2. Pemeriksaan lokal pada abdomen kuadran kanan bawah masih
jelas terdapat tanda – tanda peritonitis
3. Laboratorium masih terdapat lekositosis dan pada hitung jenis
terdapat pergeseran ke kiri
4. Sebaiknya dilakukan tindakan pembedahan segera setelah klien
dipersiapkan, karena dikhawatirkan akan terjadi abses apendiks
dan peritonitis umum. Persiapan dan pembedahan harus dilakukan
sebaik – baiknya mengingat penyulit infeksi luka lebih tinggi
daripada pembedahan pada apendisitis sederhana tanpa perforasi
[ CITATION Ari00 \l 1057 ].
Pada keadaan massa apendiks dengan proses radang yang telah
mereda ditandai dengan :
1. Keadaan umum telah membaik dengan tidak terlihat sakit, suhu
tubuh tidak tinggi lagi
2. Pemeriksaan lokal abdomen tidak terdapat tanda – tanda peritonitis
dan hanya teraba massa dengan jelas dan nyeri tekan ringan
3. Laboratorium hitung leukosit dan hitung jenis normal
4. Tindakan yang dilakukan sebaiknya konservatif dengan pemberian
antibiotik dan istirahat di tempat tidur. Tindakan bedah apabila
dilakukan lebih sulit dan perdarahan lebih banyak, lebih – lebih
bila masa apendiks telah terbentuk lebih dari satu minggu sejak
serangan sakit perut. Pembedahan dilakukan segera bila dalam
perawatan terjadi abses dengan atau tanpa peritonitis umum
[ CITATION Ari00 \l 1057 ].
BAB III
KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN

A. Pengkajian Fokus
1. Pre Operatif
a. Riwayat : data yang dikumpulkan perawat dari klien dengan
kemungkinan apendisitis meliputi : umur, jenis kelamin, riwayat
pembedahan [ CITATION ASW13 \l 1057 ].
b. Pemeriksaan TTV (suhu, nadi, pernapasan, dan tekanan darah) di
dapat takikardi dan peningkatan frekuensi napas [ CITATION
AMu11 \l 1057 ]. Panas (infeksi akut) bila timbul komplikasi. gejala
lain timbul demam yang tidak terlalu tinggi dengan suhu 37,0C-
38,0C, tetapi bila suhu lebih tinggi diduga telah terjadi perforasi
[ CITATION Sur10 \l 1057 ]
c. Pengkajian riwayat penyakit sekarang didapatkan adanya keluhan
lain yaitu efek sekunder dari peradangan apendiks, berupa
gangguan gastrointestinal seperti mual, muntah, dan anoreksia.
kondisi muntah dihubungkan dengan inflamasi dan iritasi dari
apendiks dengan nyeri menyebar ke bagian dekat duodenum, yang
menghasilan mual, muntah. keluhan sistemik biasanya
berhubungan dengan kondisi inflamasi dimana didapatkan adanya
peningkatan suhu tubuh.
d. Pengkajian nyeri dilakukan untuk melihat timbul nyeri abdomen
disekitar epigastrium dengan umbilicus, yang meningkatan berat
dengan terlokalisasi di titik Mc Burney. nyeri berhenti tiba-tiba
diduga ada perforasi atau infak pada apendiks. biasanya terdapat
perilaku barhati-hati, berbaring kesamping atau terlentang dengan
lutut ditekuk, meningkatnya nyeri pada kuadran kanan bawah
karena posisi ekstensi kaki kanan/posisi duduk tegak nyeri lepas
pada sisi kiri diduga peritonitis [ CITATION Sur10 \l 1057 ]. Karakter
nyeri yang dapat dikaji yaitu kaji keluhan nyeri, intensitas nyeri
dan mengukur skala nyeri 1-10 [ CITATION ASW13 \l 1057 ]
e. Pengkajian riwayat terdahulu diperlukan sebagai sarana dalam
pengkajian praoperasi untuk menurunkan risiko pembedahan,
seperti pengkajian adanya penyakiit DM, hipertensi, tuberkolosis,
atau kelainan hematologis [ CITATION AMu11 \l 1057 ].
1. Intra Operatif
Selama dilaksanakannya operasi hal-hal yang dikaji dengan bagi
pasien yang diberi anaesthesi total adalah yang bersifat fisik saja,
sedangkan pada pasien yang diberi anaesthesi lokal ditambah dengan
pengkajian psikososial. Secara garis besar hal-hal yang perlu dikaji
adalah, sebagai berikut :
a. Pengkajian mental : Bila pasien diberi anaesthesi lokal dan pasien
masih sadar / terjaga maka sebaiknya perawat menjelaskan
prosedur yang sedang dilakukan terhadapnya dan memberi
dukungan agar pasien tidak cemas/takut menghadapi prosedur
tersebut.
b. Pengkajian fisik :
1) Tanda-tanda vital (Bila terjadi ketidaknormalan tanda-tanda
vital dari pasien maka perawat harus memberitahukan
ketidaknormalan tersebut kepada ahli bedah).
2) Transfusi (Monitor flabot transfusi sudah habis apa belum.
Bila hampir habis segera diganti dan juga dilakukan
observasi jalannya aliran transfusi)
3) Infus (Monitor flabot infuse sudah habis apa belum. Bila
hampir habis harus segera diganti dan juga dilakukan
observasi jalannya aliran infuse).
4) Pengeluaran urin, Normalnya pasien akan mengeluarkan urin
sebanyak 1 cc/kg BB/jam.
2. Post Operatif
a. Pada pemeriksaan TTV (suhu, nadi, pernapasan, dan tekanan
darah) di dapat takikardi dan peningkatan frekuensi napas
(Muttaqin dan Sari, 2011). Kaji adanya demam atau peningkatan
suhu tubuh pada pasca pembedahan, adanya demam kemungkinan
terjadinya infeksi pada luka operasi atau terjadi peritonitis
b. Pengkajian status nutrisi dan cairan pada klien apakah klien
mengalami anoreksia, mual, muntah dan kembung, hal ini
kemungkinan efek dari anestesi pasca pembedahan. dengan
mengkaji turgor kulit, kelembapan mukosa mulut, pengisian
kapiler, intake dan output cairan
c. Pengkajian nyeri, jika klien mengalami nyeri abdomen didaerah
luka insisi bedah, maka perawat harus melakukan pengkaji
karakteristik nyeri yaitu yang meliputi durasi, frekuensi, skala
nyeri, hal apa yang dapat menurunkan dan meningkatkan nyeri
[ CITATION Sur10 \l 1057 ]
B. Pengelompokkan Data
Data Objektif Data Subjektif
Pre Operatif
- Pasien mengatakan nyeri saat bergerak, nyeri - leukosit 15,7 ribu/ul,
saat ditekan atau diraba - trombosit 238 ribu/ul,
P (provoking): bertambah nyeri saat batuk, - eosinofil 0,30%,
miring ke kanan, ataupun saat diraba, - basofil 0,20%,
Q (quality): nyeri terasa seperti tertusuk- - neutrofil 85,70%,
tusuk, - limfosit 8,70%,
R (region): nyeri pada perut kanan bawah - monosit 5,10%.
sampai epigastrium, - terjadi leukositosis.
S (severity): skala nyeri 7, - Pasien terlihat meringis kesakitan
T (time): nyeri terasa terus menerus. - suhu 38,9 oC
- Pasien mengeluh mual/muntah, anoreksia,
- Pasien mengeluh demam,
- Pasien mengatakan bingung tentang
pelaksanaan operasi yang akan ia jalani
Intra Operatif
- Pasien memasuki ruang operasi dengan suhu
16º Celcius
- Pasien di ruang pembedahan selama 2,5 jam
- Pasien terpasang selimut pada selama proses
pembedahan
- Suhu pasien : 36°C
- Instrument pembedahan dalam keadaan steril
- Pasien mendapatkan tindakan pembedahan
apendiktomi
- Terdapat luka insisi sepanjang 8 cm pada
abdomen kuadran 4
- Pada 1 jam pertama mendapatkan spinal
anestesi dan kemudian diberikan general
anestesi
- Pasien terpasang infus RL 20 TPM
- Pasien tidak memiliki riwayat penyakit
diabetes mellitus
- Pada 1 jam pertama mendapatkan spinal
anestesi dan kemudian diberikan general
anestesi
- Pasien dilakukan pembedahan dalam posisi
supine
- Bed side rel pasien telah terpasang
Post Operatif
- Ps mengatakan sakit di perut bagian kanan - Ps tampak tidak nyaman
bawah - Ps tampak meringis menahan nyeri
- P : Apendiktomi - Luka post op apendisitis insisi sepanjang ± 8cm
- Q : Nyeri seperti tersayat sayat - Ps sering bertanya tentang penyakitnya
- R : Bagian perut kanan bawah - Ada luka insisi di perut kuadran kanan bawah
- S : Skala 7
- T : Terus menerus
- Ps mengatakan telah operasi apendiktomi
- Ps mengatakan tidak mengetahui tentang
penyakitnya

C. Analisa Data
No. Data Senjang Etiologi Problem
Pre Operatif
Ds : agens cedera biologis (distensi Nyeri Akut
-Pasien mengatakan nyeri saat jaringan usus oleh inflamasi).
bergerak, nyeri saat ditekan
atau diraba :
P (provoking): bertambah
nyeri saat batuk, miring ke
kanan, ataupun saat diraba,
Q (quality): nyeri terasa seperti
tertusuk-tusuk,
R (region): nyeri pada perut
kanan bawah sampai
epigastrium,
S (severity): skala nyeri 7,
T (time): nyeri terasa terus
menerus.
Do :
- Pasien terlihat meringis
kesakitan
Ds :
faktor resiko : kekurangan
- Pasien mengeluh mual/muntah,
volume cairan (pemasukan
anoreksia,
cairan yang tidak ade ekuat
- Pasien mengeluh demam,
3. Mual, muntah, anoreksia). Risiko ketidak seimbangan elektrolit
Do :
- suhu 38,9 oC

Ds :
- Pasien mengatakan bingung kurang informasi (tentang
tentang pelaksanaan operasi proses penyakit, prosedur
Defisiensi pengetahuan
yang akan ia jalani pembedahan)
Do : -

Intra Operatif
1. Ds :- Suhu Lingkungan yang Resiko Hipotermi Perioperatif
Do : Rendah
- Pasien memasuki ruang
operasi dengan suhu 16º
Celcius
- Pasien di ruang
pembedahan selama 2,5
jam
- Pasien terpasang selimut
pada selama proses
pembedahan
- Suhu pasien : 36°C
Ds :-
Do :
- Instrument pembedahan
dalam keadaan steril
- Pasien mendapatkan
tindakan pembedahan
apendiktomi
- Terdapat luka insisi
sepanjang 8 cm pada
2. abdomen kuadran 4 Prosedur Invasif Resiko Infeksi Area Pembedahan
- Pada 1 jam pertama
mendapatkan spinal
anestesi dan kemudian
diberikan general anestesi
- Pasien terpasang infus RL
20 TPM
- Pasien tidak memiliki
riwayat penyakit diabetes
mellitus
3. Ds :- Gangguan Sensorik/ Persepsi Resiko cedera akibat posisi perioperatif
Do : Akibat Anestesi
- Pada 1 jam pertama
mendapatkan spinal
anestesi dan kemudian
diberikan general anestesi
- Pasien dilakukan
pembedahan dalam posisi
supine
- Bed side rel pasien telah
terpasang
Post Operatif
Ds :
- Ps mengatakan sakit di perut
bagian kanan bawah
- P : Apendiktomi
- Q : Nyeri seperti tersayat sayat
- R : Bagian perut kanan bawah
1 Agen cidera fisik Nyeri akut
- S : Skala 7
- T : Terus menerus
Do :
- Ps tampak tidak nyaman
Ps tampak meringis menahan
nyeri
Ds :
- Ps mengatakan telah operasi
apendiktomi
2 Prosedur pembedahan Kerusakan integritas jaringan
Do :
- luka post op apendisitis insisi
sepanjang ± 8cm
3 Ds : Kurang informasi (perawatan Defisiensi pengetahuan
- Ps mengatakan tidak luka post operasi )
mengetahui tentang
penyakitnya
Do :
- Ps sering bertanya tentang
penyakitnya
D. Diagnosa Keperawatan
1. Pre Operatif
Diagnosa keperawatan pada klien pre operasi apendiks
(apendiktomi)
a. Nyeri akut berhubungan dengan agens cedera biologis (distensi
jaringan usus oleh inflamasi).
b. Risiko ketidak seimbangan elektrolit dengan faktor resiko
kekurangan volume cairan (pemasukan cairan yang tidak ade ekuat
Mual, muntah, anoreksia).
c. Defisiensi pengetahuan berhubungan dengan kurang informasi
(tentang proses penyakit, prosedur pembedahan)
2. Intra Operatif
a. Resiko hipotermi perioperatif dengan faktor resiko suhu
lingkungan yang rendah (terpaparan diruangan yang dingin dan
proses pembedahan).
b. Risiko infeksi area pembedahan dengan faktor risiko prosedur
invasif.
c. Resiko cedera akibat posisi perioperatif dengan faktor risiko
gangguan sensorik/ persepsi akibat anestesi (kelemahan fisik dan
efek anaesthesi).
3. Post Operatif
Adapun diagnosa keperawatan yang muncul pada klien post operasi
apendiks (apendiktomi) [ CITATION Sur10 \l 1057 ] :
a. Nyeri akut berhubungan dengan agens cedera fisik (insisi bedah
pada daerah abdomen kanan bawah)
b. Kerusakan integritas jaringan berhubungan dengan prosedur
pembedahan
c. Defisiensi pengetahuan berhubungan dengan kurang informasi
(perawatan luka post operasi)
E. Intervensi
1. Pre Operatif
No Diagnosa Tujuan Intervensi Rasional
1. Nyeri akut berhubungan Setelah dilakukan 1. kaji nyeri, 1. Mengetahui tingkat
dengan agen cidera tindakan keperawatan 2. Pertahankan istirahat dengan posisi semi nyeri pasien
biologis (distensi jaringan selama 3 x 24 jam fowler, 2. Mengurangi nyeri yang
usus oleh inflamasi) diharapkan nyeri 3. Anjurkan klien untuk melakukan teknik dirasakan
teratasi dengan kriteria napas dalam, Memberikan analgesik 3. Mengontrol nyeri dan
hasil : kepada klien sesuai indikasi yang mengurangi rasa nyeri
1. klien melaporkan diberikan oleh dokter.
rasa sakit/ nyerinya
berkurang
terkontrol
2. klien sudah bia
tidur / istirahat
dengan cukup
nyenyak
2. Defisiensi pengetahuan Setelah dilakukan 1. persiapan puasa 6-8 jam sebelum 1. persiapan sebelum
berhubungan dengan tindakan keperawatan melakukan operasi, operasi
kurang informasi (tentang selama 1x 24 jam 2. jelaskan tentang pembedahan 2. menambah
proses penyakit, prosedur diharapkan klien dapat apendiksitis, pengetahuan pasien
pembedahan) klien memahami 3. mendiskusikan jadwal operasi yang
prosedur pembedahan akan dilakukan,
yang akan dilakukan, 4. pemasangan infus
dengan kriteria hasil :
klien memahami
prosedur yang harus
dilakukan :
1. sebelum operasi
2. sesudah operasi,
3. klien dapat
kooperatif dalam
tindakan persiapan
operasi maupun
sesudah operasi.
3. Resiko ketidakseimbangan Setelah dilakukan 1. Observasi tanda vital suhu, nadi, 1. Mengetahui
elektrolit dengan faktor tindakan keperawatan tekanan darah, pernapasan tiap 4 jam, perkembangan keadaan
resiko kekurangan volume selama 3x 24 jam 2. Observasi cairan yang keluar dan yang umum pasien
cairan (pemasukan cairan diharapkan cairan masuk, 2. Mengetahui balance
yang tidak adekuat, mual, dalam keadaan 3. Jauhkan makanan / bau bauan yang cairan pasien
muntah, anoreksia) seimbang, dengan merangsang mual dan muntah 3. Agar tidak muntah
kriteria hasil : 4. Kolaborasi pemberian infus 4. Untuk menambah cairan
1. turgor kulit baik, dan memasukkan obat.
2. cairan yang keluar
dan masuk
seimbang,
3. BB stabil.
a.
3. Intra Operatif
No Diagnosa Tujuan Kriteria hasil Intervensi Rasional
1 Risiko hipotermi Selama dilakukan pengaturan temperature: pengaturan temperature: 1. Pasien lebih
perioperatif tindakan operasi intraoperatif intraoperatif nyaman
dengan faktor tidak terjadi temperatur ruangan 1. Sesuaikan temperature 2. Pasien lebih
risiko suhu penurunan suhu nyaman dan tidak terjadi kamar operasi dengan efek nyaman dan privasi
lingkungan yang tubuh pada klien hipotermi pada klien terapeutik pasien terjaga.
rendah (terpapar Lindungi area tubuh pasien 3. Mengetahui
di ruangan yang yang terpapar perkembangan
dingin dan proses 2. Tutup tubuh pasien keadaan umum
pembedahan) menggunakan selimut pasien.
3. Monitor secara berkelanjutan
suhu tubuh pasien

2 Risiko infeksi Selama dilakukan Kontrol infeksi : kontrol infeksi intra operasi
area pembedahan tindakan operasi Alat dan bahan yang 1. gunakan pakaian khusus
dengan adanya tidak terjadi dipakai tidak ruang operasi
faktor risiko transmisi agent terkontaminasi 2. Gunakan universal
prosedur invasif infeksi. precaution
3. Sterilkan ruang operasi
4. Monitor dan pertahankan
temperature ruangan
antara20°c dan 24°c
5. Monitor dan pertahankan
kelembaban relative antara
40 dan 60%
6. Buka peralatan steril dengan
teknik aseptic
7. Assistensi penggunaan
gowning dan gloving dari
tim operasi
8. Pertahankan prinsip aseptic
dan antiseptic
9. Disinfeksi area kulit yang
akan dilakukan pembedahan
10. Tutup daerah tidak steril
menggunakan duk steril
11. Pertahankan Surgical
Asepsis
12. Batasi dan konrol
pergerakan
13. Monitor penggunaan
nstrument, jarum dan kasa
14. Pastikan tidak ada
instrument, jarum atau kasa
yang tertinggal dalam tubuh
klien
3 Resiko cidera Selama dilakukan Klien berada dalam posisi surgical precaution : 1. Memberi posisi
akibat posisi tindakan operasi yang aman 1. Atur posisi pasien dalam yang nyaman\
perioperatif tidak terjadi cedera posisi yang nyaman. 2. Menjaga privasi
dengan faktor pada klien 2. Amankan pasien diatas meja pasien
risiko gangguan operasi dengan lilitan sabuk 3. Monitor keadaan
sensorik/ persepsi yang baik pasien.
akibat anesthesi 3. Jaga pernafasan dan 4. Tidak menghambat
(kelemahan fisik sirkulasi vaskuler pasien pernafasan
dan efek tetap adekuat.
anaesthesia) 4. Hindari tekanan pada dada
atau bagain tubuh tertentu.
5. Jaga ekstremitas pasien
tidak jatuh diluar meja
operasi
6. Hindari penggunaan ikatan
yang berlebihan pada otot
pasien.
7. Yakinkan bahwa sirkulasi
pasien tidak berhenti
ditangan atau di lengan.

4. Post Operatif
No Diagnosa Tujuan Intervensi Rasional
1. Nyeri akut Setelah dilakukan tindakan 1. Mengatur posisi tidur dalam posisi 1. Memberi posis yang nyaman
berhubungan keperawatan selama 3x 24 fowler, dan pola pernafasan lebih
dengan agen jam diharapkan nyeri klien 2. Menganjurkan kepada klien untuk nyaman
cidera fisik (insisi hilang atau terkontrol, melakukan mobilisasi dini, 2. Berlatih mobilisasi secara
bedah pada area dengan kriteria hasil : 3. Pemberian analgesik sesuiai dengan bertahap agar terbisa
abdomen kanan 1. klien terlihat lebh rileks indikasi yang diberikan oleh dokter, 3. Mengurangi keluhan yang
bawah) 2. klien dapat melaporkan 4. Kaji nyeri. dirasakan pasien
nyerinya sudah 4. Mengetahui tingkat nyeri
berkurang ataupun sudah pasien.
hilang,
3. klien dapat beristirahat
dan tidur dengan baik
dan nyenyak.

2. Kerusakan Setelah dilakukan tindakan 1. Pantau luka pembedahan dari 1. Mengetahui jika ada tanda –
integritas jaringan keperawatan selama 3x24 peradangan: demam, kemerahan, tanda infeksi
berhubungan jam diharapkan integritas bengkak dan cairan yang keluar, 2. Luka tidak terinfeksi
dengan prosedur kulit membaik, dengan warna, jumlah, dan karakteristik, 3. Mempercepat proses
pembedahan kriteria hasil : 2. Rawat luka secara steril, penyembuhan.
1. Luka sembuh tanpa ada 4. Mempercepat proses
tanda – tanda infeksi 3. Beri makanan berkualitas atau penyembuhan.
2. Nilai leukosit dalam dukungan klien untuk makan.
rentang normal. Makanan mencukupi untuk
mempercepat proses penyembuhan,

4. Beri antibiotik sesuai program medik.

3. Defisiensi Setelah dilakukan tindakan 1. Kaji ulang pengetahuan klien tentang 1. Mengetahui pengetahuan pasien
pengetahuan keperawatan selama 1x 24 pembatasan aktivitas pasca dan menambah pengetahuan
berhubungan jam diharapkan klien paham pembedahan, seperti menganggakat pasien.
dengan kurang tentang perawatan dan berat, olahraga berat, latihan berat,
informasi pengobatan, dengan kriteria 2. Jelaskan agar klien melakukan
(perawatan luka hasil : aktivitas sesuai kemampuan secara
post operasi, Klien dapat berpartisipasi bertahap,
kondisi, dalam proses pengobatan
prognosis, dan 3. Jelaskan perawatan insisi, termasuk
kebutuhan mengganti balutan,
pengobatan)
4. Memberitahu latihan batuk efektif,
dan monilisasi dini secara aktif dan
pasif secara bertahap,

5. Jelaskan gejala yang memerlukan


evaluasi medik seperti peningkatan
nyeri, edema, atau eritema luka,
adanya drainase, dan demam
BAB IV
PENUTUP

A. Kesimpulan
1. Appendicsitis adalah peradangan pada apendiks vermiformis dan
merupakan penyebab abdomen akut yang paling sering yang
disebabkan oleh infeksi bakteri.
2. Penatalaksanaan pada appendicsitis ialah apendiktomi yaitu operasi
pemotongan apendiks yang mengalami radang atau infeksi.
Apendiktomi dibagi menjadi 2 yaitu secara laparatomi (metode
konvensional) atau menggunakan laparoskopi.
3. Konsep pembedahan appendicsiti terbagi menjadi tiga fase yaitu, pre
operatif, intra operatif dan post operatif.
4. Fase pre operatif dilaksanakan tindakan pemasangan sonde lambung,
pemasangan kateter, rehidrasi, pemberian antibiotik dan pemberian
terapi farmakologi untuk mencegah hipotermi.
5. Fase intra operatif dilaksanakan tindakan pembuangan apendiks
melalui tindakan apendiktomi serta dilakukan pemberian antibiotik.
6. Fase post operatif yaitu dilakukan tindakan monitor TTV, Angkat sonde
lambung, baringkan pasien dalam posisi semi fowler, serta monitor
kondisi pasien.
7. Dalam pengkajian perlu dilakukan pemeriksaan fisik secara fokus pada
abdomen dimana terdapat tanda Psoas, Obturator, dan Alvarado positif
yang mendukung adanya appendisitis.
8. Masalah diagnosa yang muncul pada perioperatif baik pre, intra, dan
post operatif adalah nyeri akut, ansietas, kurang pengetahuan, resiko
infeksi, resiko cidera, dan ketidakefektifan thermoregulasi. Sedangkan
masalah yang tidak muncul adalah mual dan defisit volume cairan.
B. Saran
1. Saran bagi perawat
Perawat Perawat hendaknya melakukan pengkajian secara
komprehensif pada pasien sehingga meminimalkan masalah
keperawatan yang muncul.
2. Saran bagi instalasi rumah sakit
Instalasi Rumah Sakit Diharapkan dapat menciptakan lingkungan yang
aman dan nyaman bagi pasien sehingga mutu pelayanan menjadi
berkualitas.
3. Saran bagi mahasiswa
Memotivasi dirinya untuk selalu menggali penemuan ilmu baru
berdasarkan penelitian mengenai asuhan keperawatan pada pasien yang
dilakukan apendiktomi.
DAFTAR PUSTAKA

Alizabeth, J. C. (2009). Buku saku fatofisiologi. Jakarta: EGC.

Atikasari, H., Susetyowati, & Makhmudi, A. (2015). Hubungan Kebiasaan Makan dan
Status Gizi Terhadap Kejadian Apendisitis. Sari Pediatri, VII, 96.

Baradero, M., Dayrit, M. W., & Siswadi, Y. (2008). Prinsip & Praktik Keperawatan
Perioperatif. Jakarta: EGC.

Bararah, T., & Jauhar, M. (2013). Asuhan Keperawatan : Panduan Lengkap Menjadi
Perawat Profesional (II ed.). (U. A. Kurniati, Penyunt.) Jakarta: Prestasi Pustaka.

Brunner, & Suddarth. (2001). Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah (8 ed.). Jakarta:
EGC.

Deden, D., & Rahayuningsih, T. (2010). Keperawatan Medikal Bedah Sistem


Pencernaan. Yogyakarta: Gosyen Publishing.

Faridah, V. N. (2015). PENURUNAN TINGKAT NYERI PASIEN POST OP


APENDISITIS. Surya, VII, 68- 69.

Mansjoer, A. (2000). Kapita Selekta Kedokteran (3 ed.). Jakarta: Medica Aesculpalus


FKUI.

Mansjoer, A. (2010). Kapita Selekta Kedokteran (4 ed.). Jakarta: Media Aesculapius.

Mazzioti, M. V. (2008). Appendictis : Surgery Perspective. Dipetik September 25, 2018,


dari http://www.emedicine.com

Muttaqin, A., & Sari, K. (2011). Gangguan Gastrointestinal: Aplikasi Asuhan


Keperawatan Medikal Bedah. Jakarta: Salemba Medika.

Nasution, A. P., Virgiandhy, I., & Fitrianingrum, I. (2011). NASKAH PUBLIKASI


HUBUNGAN ANTARA JUMLAH LEUKOSIT DENGAN APENDISITIS AKUT
DAN APENDISITIS PERFORASI DI RSU DOKTER SOEDARSO PONTIANAK .
Dipetik 3 Juli 2019, dari
http://jurnal.untan.ac.id/index.php/jfk/article/viewFile/1782/1730

Naulibasa, K. (2011). Gambaran Penderita Appendiksitis Perforata Umur 0-14 tahun di


RSUP H. Adam Malik. Dipetik 3 Juli 2019, dari
http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/23052/4/Chaper%2011.pdf

Penfold, D. J., C, B., & J., K. (2008). Geographic Disparities In The Risk Of Perforated
Appendicitis Among Chilidren In Ohio. Intrnational Journal Of Health
Geographics Columbus: Biomed Central, 7, 56.

Potter, & Perry. (2006). Buku Ajar Fundamental Keperawatan. Jakarta: EGC.

Potter, P. A., & Perry, A. G. (2005). Buku Ajar Fundamental Keperawatan: Konsep,
Proses, dan Praktik bahasa Renata Komalasar (4 ed.). Jakarta: EGC.

Price, S. A. (2005). Patofisiologi: Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit (6 ed.). Jakarta:


EGC.

Sjamsuhidayat, R., & Wim, d. J. (2004). Buku Ajar Ilmu Bedah . Jakarta: EGC.

Smeltze, & Bare. (2005). Buku Ajar Keperawatan Medical Bedah Brunner & Suddart (8
ed.). (K. M. Ester, Penyunt.) Jakarta: EGC.

Suratun, & Lusianah. (2010). Asuhan Keperwatan Klien Gangguan Sistem


Gastrointestinal. Jakarta: Trans Info Media.

Wijaya, A. S., & Putri, Y. M. (2013). KMB 1 Keperawatan Medikal Bedah (Keperawatan
Dewasa. Yogyakarta: Nuha Medika.

Anda mungkin juga menyukai