R DENGAN CHOLELITIASIS
DENGAN TINDAKAN LAPARASCOPY DI RUANG GBST LANTAI 3
RSUD ARIFIN ACHMAD
PEKAN BARU
Disusun Oleh:
FAKULTAS KEPERAWATAN
UNIVERSITAS RIAU
2023
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis ucapkan kehadirat Allah SWT, karena atas berkat dan
rahmat-Nya penulis dapat menyelesaikan Makalah Seminar Kasus Keperawatan
Kegawatdaruratan Program Studi Profesi Ners Fakultas Keperawatan Univeristas
Riau dengan judul “Asuhan Keperawatan pada Pasien dengan Cholelithiasis di
Ruangan GBST LT.3 RSUD Arifin Achmad Provinsi Riau”. Penulisan makalah
ini dilakukan sebagai salah satu tugas untuk Seminar Kasus Keperawatan Gawat
Darurat di Program Studi Profesi Ners Fakultas Keperawatan Universitas Riau.
Dalam penulisan makalah ini, penulis menyadari bahwa kegiatan penulisan ini
dapat diselesaikan berkat adanya dukungan dari berbagai pihak. Oleh karena itu,
penulis mengucapkan terimakasih kepada Ns. Hellena Deli, M.Kep.,Sp.Kep MB
selaku Pebimbing Akademik, Ns. Sarika Dewi, S.Kep selaku Pembimbing Klinik
(RSUD) dan Ns. Dipa Handra, S.Kep selaku Fasilitator selama di ruangan GBST
LT.3 RSUD Arifin Achmad. Penulis menyadari bahwa makalah ini masih jauh
dari kata sempurna. Untuk itu, penulis berharap dengan saran dan kritik yang
membangun dari pembaca, guna memperbaiki makalah ini. Penulis berharap
makalah ini bisa berguna dan bermanfaat untuk semua.
Penulis
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR
DAFTAR ISI
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
B. Rumusan Masalah
C. Tujuan Penulisan
D. Manfaat Penulisan
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
A. Konsep Dasar Cholelithiasis
B. Konsep Dasar Tindakan Laparoscopy
BAB III KASUS KELOLAAN
A. Gambaran Kasus
B. Pengkajian
C. Diagnosa Keperawatan
D. Analisis Data
E. Intervensi Keperawatan
F. Implementasi Keperawatan
BAB IV PEMBAHASAN
BAB V PENUTUP
A. Kesimpulan
B. Saran
DAFTAR PUSTAKA
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Data World Health Organization (WHO) tahun 2020 menunjukkan
bahwa Di Asia, prevalensi kolelitiasis berkisar di angka 3‒10%. Pada suatu
studi ditemukan prevalensi kolelitiasis adalah 3,2% di Jepang, 10,7% di
Tiongkok, 7,1% di India Utara, dan 5% di Taiwan. Belum terdapat data
epidemiologi kolelitiasis di Indonesia. Namun, pada sebuah studi yang
dilakukan di RSUP Prof. Dr. R.D. Kandou Manado pada rentang bulan
Oktober 2015 hingga Oktober 2016, ditemukan kasus kolelitiasis sebanyak 113
kasus.Cholelithiasis merupakan masalah kesehatan umum dan sering terjadi di
seluruh dunia, walaupun memiliki prevalensi yang berbeda beda di setiap
daerah (Arif Kurniawan , Yunie Armiyati, 2017).
Gaya hidup adalah pola hidup setiap orang diseluruh dunia yang di
ekspresikan dalam bentuk aktivitas, minat, dan opininya. Secara umum gaya
hidup dapat diartikan sabagai suatu gaya hidup yang dikenali dengan cara
bagaimana seseorang menghabiskan waktunya (aktivitas), apa yang penting
bagi orang untuk menjadikan pertimbangan pada lingkungan (minat), dan apa
yang orang selalu pikirkan tentang dirinya sendiri dan dunia disekitarnya
(opini), serta faktor-faktor tertentu yang mempengaruhi gaya hidup sehat
diantaranya adalah makanan dan olahraga. Gaya hidup dapat disimpulkan
sebagai pola hidup setiap orang yang dinyatakan dalam kegiatan, minat, dan
pendapatnya dalam membelanjakan uangnya dan bagaimana mengalokasikan
waktunya untuk kehidupan sehari-harinya.
Saat ini dengan semakin meningkatnya tuntutan pekerjaan dan
kebutuhan hidup setiap orang, membuat masyarakat Indonesia melakukan gaya
hidup yang tidak sehat. Mereka banyak mengkonsumsi makanan yang cepat
saji (yang tinggi kalori dan tinggi lemak), waktu untuk melakukan latihan fisik
yang sangat terbatas, serta kemajuan teknologi yang membuat gaya hidup
masyarakat yang santai karena dapat melakukan pekerjaan dengan lebih mudah
sehingga kurang aktifitas fisik dan adanya stress akibat dari pekerjaan serta
permasalaahan hidup yang mereka alami menjadi permasalahan yang sulit
mereka hindari.
Semua kondisi tersebut dapat meningkatkan resiko terjadinya penyakit
cholelitiasis dan jumlah penderita cholelitiasis meningkat karena perubahan
gaya hidup, seperti misalnya banyaknya makanan cepat saji yang dapat
menyebabkan kegemukan dan kegemukan merupakan faktor terjadinya batu
empedu karena ketika makan, kandung empedu akan berkontraksi dan
mengeluarkan cairan empedu ke di dalam usus halus dan cairan empedu
tersebut berguna untuk menyerap lemak dan beberapa vitamin diantaranya
vitamin A, D, E, K (Tjokropawiro, 2015).
Banyaknya faktor yang mempengaruhi terjadinya cholelitiasis adalah
faktor keluarga, tingginya kadar estrogen, insulin, dan kolesterol, penggunaan
pil KB, infeksi, obesitas, gangguan pencernaan, penyakit arteri koroner,
kehamilan, tingginya kandung lemak dan rendah serat, merokok, peminum
alkohol, penurunan berat badan dalam waktu yang singkat, dan kurang
olahraga (Djumhana, 2017). Cholelitiasis saat ini menjadi masalah kesehatan
masyarakat karena frekuensi kejadiannya tinggi yang menyebabkan beban
finansial maupun beban sosial bagi masyarakat. Sudah merupakan masalah
kesehatan yang penting di negara barat, Angka kejadian lebih dari 20%
populasi dan insiden meningkat dengan bertambahnya usia.
Cholelitiasis sangat banyak ditemukan pada populasi umum dan
laporan menunjukkan bahwa dari 11.840 yang dilakukan otopsi ditemukan
13,1% adalah pria dan 33,7% adalah wanita yang menderita batu empedu. Di
negara barat penderita cholelitiasis banyak ditemukan pada usia 30 tahun,
tetapi rata-rata usia tersering adalah 40–50 tahun dan meningkat saat usia 60
tahun seiring bertambahnya usia, dari 20 juta orang di negara barat 20%
perempuan dan 8% laki-laki menderita cholelitiasis dengan usia lebih dari 40
tahun (Cahyono, 2015).
Cholelitiasis merupakan kondisi yang paling banyak ditemukan,
kondisi ini menyebabkan 90% penyakit empedu, dan merupakan penyebab
nomor lima perawatan di rumah sakit pada usia muda. Choleltiaisis biasanya
timbul pada orang dewasa, antara usia 20-50 tahun dan sekitar 20% dialami
oleh pasien yang berumur diatas 40 tahun. Wanita berusia muda memiliki
resiko 2-6 kali lebih besar mengalami cholelitiasis. Cholelitiasis mengalami
peningkatan seiring meningkatnya usia seseorang. Sedangkan kejadian
cholelitiasis di negara Asia 3%-15% lebih rendah dibandingan negara barat. Di
Indonesia, cholelitiasis kurang mendapat perhatian karena sering sekali
asimtomatik sehingga sulit di deteksi atau sering terjadi kesalahan diagnosis.
Di Indonesia, cholelitiasis baru mendapat perhatian setelah di klinis,
publikasi penelitian tentang cholelitiasis masih terbatas. Berdasarkan studi
kolesitografi oral di dapatkan laporan angka insidensi cholelitiasis terjadi pada
wanita sebesar 76% dan pada laki-laki 36% dengan usia lebih dari 40 tahun.
Sebagian besar pasien dengan batu empedu tidak mempunyai keluhan, Risiko
penyandang batu empedu untuk mengalami gejala dan komplikasi relatif kecil.
Walaupun demikian, sekali batu empedu mulai menimbulkan serangan nyeri
kolik yang spesifik maka resiko untuk mengalami masalah dan penyulit akan
terus meningkat (Cahyono, 2015). Cholelitiasis adalah 90% batu kolesterol
dengan komposisi kolesterol lebih dari 50%, atau bentuk campuran 20-50%
berunsurkan kolesterol dan predisposisi dari batu kolesterol adalah orang
dengan usia yang lebih dari 40 tahun, wanita, obesitas, kehamilan, serta
penurunan berat badan yang terlalu cepat (Cahyono, 2015).
Perubahan yang terjadi pada komposisi empedu sangat mungkin
menjadi faktor terpenting dalam terjadinya pembentukan batu empedu karena
hati penderita cholelitiasis kolesterol mengekskresi empedu yang sangat jenuh
dengan kolesterol. Kolesterol yang berlebihan tersebut mengendap di dalam
kandung empedu (dengan cara yang belum diketahui secara pasti) untuk
membentuk batu empedu, gangguan kontraksi kandung empedu, atau mungkin
keduanya dapat menyebabkan statis empedu dalam kandung empedu. Faktor
hormon (hormon kolesistokinin dan sekretin) dapat dikaitkan dengan
keterlambatan pengosongan kandung empedu, infeksi bakteri atau radang
empedu dapat 6 menjadi penyebab terbentuknya batu empedu. Mukus dapat
meningkatkan viskositas empedu dan unsur selatau bakteri dapat berperan
sebagai pusat pengendapan. Infeksi lebih timbul akibat dari terbentuknya batu,
dibanding penyebab terbentuknya cholelitiasis (Haryono, 2013).
Tatalaksana kolelitiasis dapat dibagi menjadi dua, yaitu bedah dan non
bedah. Terapi non bedah dapat berupa lisis batu yaitu disolusi batu dengan
sediaan garam empedu kolelitolitik, ESWL (exstracorporeal shock wave
lithitripsy) dan pengeluaran secara endoskopi, sedangkan terapi bedah dapat
berupa laparoskopi kolesistektomi, dan open kolesistektomi.
Perawat yang berhubungan langsung dengan klien kolelitiasis harus
melaksanakan perannya secara profesional, melakukan teknik relaksasi adalah
tindakan keperawatan yang dilakukan untuk mengurangi nyeri, tindakan
reklaksasi mencakup teknik relaksasi nafas dalam, distraksi, dan stimulasi
kulit. Selain itu perawat juga berperan dalam memberikan terapi medis berupa
cairan intravena, antibiotik, dan analgetik. Solusi masalah pada pasien dengan
kolelitiasis adalah perawat sebagai pemberi asuhan keperawatan dapat
memberikan informasi tentang bagaimana tanda gejala, cara pencegahan, cara
pengobatan dan penanganan pasien dengan Kolelitiasis sehingga keluarga juga
dapat beperan aktif dalam pemeliharaan kesehatan baik individu itu sendiri
maupun orang lain disekitarnya. Berdasarkan penjelasan masalah di atas,
penulis tertarik untuk melakukan pengkajian keperawatan pasien dengan
Chelolithiasis di Ruangan GBST LT.3 RSUD Arifin Achmad Provinsi Riau
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian diatas Cholelitiasis merupakan masalah penyakit
batu empedu yang dapat ditemuk di dalam kandung empedu atau di dalam
saluran empedu yang dapat terjadi pada seorang dewasa yang menjadi salah
satu masalah kesehatan utama di masyarakat. Berdasarkan latar belakang di
atas, maka masalah yang dapat dirumuskan adalah “Bagaimana Asuhan
Keperawatan pada Pasien dengan Cholelithiasis yang akan menjalani operasi di
Ruangan GBST LT.3 RSUD Arifin Achmad Provinsi Riau?”
C. Tujuan Penelitian
Tujuan penulisan makalah ini untuk menjelaskan dan mendeskripsikan tentang
Asuhan Keperawatan pada Pasien dengan Cholelitiasis
D. Manfaat Penelitian
1. Bagi profesi keperawatan
Wawasan bagi perawat dalam memberikan dan mengaplikasikan
asuhan keperawatan pada kasus Cholelithiasis guna meningkatkan mutu
pelayanan kesehatan.
2. Bagi industry dan lahan praktek
Untuk menambah secara bacaan dalam bidang ilmu keperawatan
khususnya dalam pelayanan klien maternitas dengan kasus Cholelithiasis
3. Bagi keluarga klien
Memberikan pelayanan keperawatan sesuai dengan kebutuhan dan
meningkatkan pengetahuan keluarga tentang perawatan klien dengan
Cholelithiasis
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Konsep Cholelithiasis
1. Definisi Cholelithiasis
Kolelitiasis adalah penyakit batu empedu yang dapat ditemuk di
dalam kandung empedu atau di dalam saluran empedu, atau pada kedua-
duanya. Sebagian besar batu empedu, terutama batu kolesterol, terbentuk di
dalam kandung empedu (Wibowo, 2010). Batu empedu atau cholelithiasis
adalah timbunan kristal didalam kandung empedu atau di dalam saluran
empedu atau kedua-duanya. Kolestasis adalah kegagalan aliran cairan
empedu masuk ke dalam duodenum dalam jumlah yang normal. Secara
klinis, kolestasis dapat didefinisikan sebagai akumulasi zat-zat yang
diekskresi ke dalam empedu seperti bilirubin, asam empedu dan kolesterol
di dalam darah dan jaringan tubuh (Rendi, 2012).
Cholethiasis merupakan gabungan beberapa unsur dari cairan empedu
yang mengendap dan membentuk suatu material mirip batu di dalam
kandung empedu atau saluran empedu. Komponen utama dari cairan
empedu adalah bilirubin, garam empedu, fispolipid dan kolesterol. Batu
yang ditemukan di dalam kandung empedu bisa berupa batu kolesterol, batu
pigmen yaitu coklat atau pigmen hitam, atau batu campuran (Bhatita, 2014).
Gambar 2.1
Kandung empedu bentuknya seperti kantong, organ berongga yang
panjangnya sekitar 10 cm, terletak dalam suatu fossa yang menegaskan
batas anatomi antara lobus hati kanan dan kiri. Kandung empedu merupakan
kantong berongga berbentuk bulat lonjong seperti buah advokat tepat di
bawah lobus kanan hati. Kandung empedu mempunyai fundus, korpus, dan
kolum. Fundus bentuknya bulat, ujung buntu dari kandung empedu yang
sedikit memanjang di atas tepi hati. Korpus merupakan bagian terbesar dari
kandung empedu. Kolum adalah bagian yang sempit dari kandung empedu
yang terletak antara korpus dan daerah duktus sistika.
Empedu yang disekresi secara terus-menerus oleh hati masuk ke
saluran empedu yang kecil dalam hati. Saluran empedu yang kecil bersatu
membentuk dua saluran lebih besar yang keluar dari permukaan bawah hati
sebagai duktus hepatikus kanan dan kiri yang segera bersatu membentuk
duktus hepatikus komunis. Duktus hepatikus bergabung dengan duktus
sistikus membentuk duktus koledokus (Syaifuddin, 2011).
a. Anatomi kandung empedu
1) Struktur empedu
Kandung empedu adalah kantong yang berbentuk bush pir
yang terlerak pada permukaan visceral. Kandung empedu diliputi
oleh peritoneum kecuali bagian yang melekat pada hepar, terletak
pada permukaan bawah hati diantara lobus dekstra dan lobus
quadratus hati.
2) Empedu terdiri dari:
a) Fundus Vesika fela: berbentuk bulat, biasanya menonjol di
bawah tepi inferior hati, berhubungan dengan dinding anterior
abdomen setinggi rawan ujung kosta IX kanan.
b) Korpus vesika fela: bersentuhan dengan permukaan visceral hati
mengarah ke atas ke belakang dan ke kiri.
c) Kolum vesika felea: berlanjut dengan duktus sistikus yang
berjalan dengan omentum minus bersatu dengan sisi kanan
duktus hepatikus komunis membentuk doktus koledukus.
3) Cairan empedu
Cairan empedu merupakan cairan yang kental berwarna
kuning keemasan (kuning kehijauan) yang dihasilkan terus menerus
oleh sel hepar lebih kurang 500-1000ml sehari. Empedu merupakan
zat esensial yang diperlukan dalam pencernaan dan penyerapan
lemak.
4) Unsur-unsur cairan empedu:
a) Garam – garam empedu: disintesis oleh hepar dari kolesterol,
suatu alcohol steroid yang banyak dihasilkan hati. Garam
empedu berfungsi membantu pencernaan lemak,mengemulsi
lemak dengan kelenjar lipase dari pankreas.
b) Sirkulasi enterohepatik: garam empedu (pigmen empedu)
diresorpsi dari usus halus ke dalam vena portae, dialirkan
kembali ke hepar untuk digynakan ulang.
c) Pigmen-pigmen empedu: merupakan hasil utama dari pemecahan
hemoglobin. Sel hepar mengangkut hemoglobin dari plasma dan
menyekresinya ke dalam empedu. Pigmen empedu tidak
mempunyai fungsi dalam proses pencernaan.
d) Bakteri dalam usus halus: mengubah bilirubin menjadi urobilin,
merupakan salah satu zat yang diresorpsi dari usus, dubah
menjadi sterkobilin yang disekresi ke dalam feses sehingga
menyebabkan feses berwarna kuning.
5) Saluran empedu
Saluran empedu berkumpul menjadi duktus hepatikus
kemudian bersatu dengan duktus sistikus, karena akan tersimpan
dalam kandung empedu. Empedu mengalami pengentalan 5-10 kali,
dikeluarkan dari kandung empedu oleh aksi kolesistektomi, suatu
hormon yang dihasilkan dalam membran mukosa dari bagian atas
usus halus tempat masuknya lemak. Kolesistokinin menyebab kan
kontraksi otot kandung empedu. Pada waktu bersamaan terjadi
relaksasi sehingga empedu mengalir ke dalam duktus sistikus dan
duktus koledukus (Syaifuddin, 2011).
b. Fisiologi empedu
Empedu adalah produk hati, merupakan cairan yang mengandung
mucus, mempunyai warna kuning kehijauan dan mempunyai reaksi
basa. Komposisi empedu adalah garam-garam empedu, pigmen empedu,
kolesterol, lesitin, lemak dan garam organic. Pigmen empedu terdiri dari
bilirubin dan bilverdin. Pada saat terjadinya kerusakan butiran-butiran
darah merah terurai menjadi globin dan bilirubin, sebagai pigmen yang
tidak mempunyai unsur besi lagi. Pembentukan bilirubin terjadi dalam
system retikulorndotel di dalam sumsum tulang, limpa dan hati.
Bilirubin yang telah dibebaskan ke dalam peredaran darah disebut
hemobilirubin sedangkan bilirubin yang terdapat dalam empsdu disebut
kolebilirubin.
Garam empedu dibentuk dalam hati, terdiri dari natrium
glikokolat dan natrium taurokolat. Garam empedu ini akan
menyebabkan kolesterol di dalam empedu dalam keadaan larutan.
Garam-garam empedu tersebut mempunyai sifat hirotropik. Garam
empedu meningkatkan kerja enzim-enzim yang berasal dari pancreas
yaitu amylase tripsin dan lipase. Garam empedu meningkatkan
penyerapan meningkatkan penyerapan baik lemak netral maupun asam
lemak. Empedu dihasilkan oleh hati dan disimpan dalam kandung
empedu sebelum diskresi ke dalam usus. Pada waktu terjadi pencernaan,
otot lingkar kandung empedu dalam keadaan relaksasi. Bersamaan
dengan itu tekanan dalam kantong empedu akan meningkat dan terjadi
kontraksi pada kandung empedu sehingga cairan empedu mengalir dan
masuk ke dalam duodenum. Rangsangan terhadap saraf simpatis
mengakibatkan terjadinya kontraksi pada kandung empedu (Suratun,
2010).
3. Klasifikasi Cholelithiasis
Klasifikasi Adapun klasifikasi dari batu empedu menurut (Suratun,
2010) adalah sebagai berikut:
a. Batu kolestrol
Biasanya berukuran beasar, soliter, berstruktur bulat atau oval,
berwarna kuning pucat dan seringkali mengandung kalsium dan pigmen.
Kolesterol yang merupakan unsur normal pembentuk empedu bersifat
tidak larut dalam air. Kelarutannya bergantung pada asam-asam empedu
dan lesitin (fosofolipid) dalam empedu. Pada klien yang cenderung
menderita batu empedu akan terjadi penurunan sintesis asam empedu
dan peningkatan sintesis kolesterol dalam hati.
b. Batu pigmen
Terdiri atas garam kalsium dan salah satu dari anion (bilirubinat,
karbonat, fosfat, atau asam lemak rantai panjang). Batu-batu ini
cenderung berukuran kecil, multipel, dan berwarna hitam kecoklatan,
batu pigmen berwarna coklat berkaitan dengan infeksi empedu kronis
(batu semacam inilebih jarang di jumpai). Batu pigmen akan berbentuk
bila pigmen tidak terkonjugasi dalam empedu dan terjadi proses
presipitasi (pengendapan) sehingga terjadi batu. Resiko terbentuknya
batu semacam ini semakin besar pada klien sirosis, hemolisis, dan
infeksi percabangan bilier.
4. Etiologi Cholelithiasis
Batu empedu hampir selalu dibentuk dalam kandung empedu dan
jarang dibentuk pada bagian saluran empedu lain. Etiologi batu empedu
masih belum diketahui. Satu teori menyatakan bahwa kolesterol dapat
menyebabkan supersaturasi empedu di kandung empedu. Setelah beberapa
lama, empedu yang telah mengalami supersaturasi menjadi mengkristal dan
mulai membentuk batu. Akan tetapi, tampaknya faktor predisposisi
terpenting adalah gangguan metabolisme yang menyebabkan terjadinya
perubahan komposisi empedu, stasis empedu, dan infeksi kandung empedu.
Berbagai faktor yang mempengaruhi pembentukan batu empedu,
diantaranya:
a. Eksresi garam empedu
Setiap faktor yang menurunkan konsentrasi berbagai garam
empedu atau fosfolipid dalam empedu. Asam empedu dihidroksi atau
dihydroxy bile acids adalah kurang polar dari pada asam trihidroksi. Jadi
dengan bertambahnya kadar asam empedu dihidroksi mungkin
menyebabkan terbentuknya batu empedu.
b. Kolesterol empedu
Apabila binatanang percobaan di beri diet tinggi kolestrol, sehingga
kadar kolesrtol dalam vesika vellea sangat tinggi, dapatlah terjadi batu
empedu kolestrol yang ringan. Kenaikan kolestreol empedu dapat di
jumpai pada orang gemuk, dan diet kaya lemak.
c. Substansia mukus
Perubahan dalam banyaknya dan komposisi substansia mukus
dalam empedu mungkin penting dalam pembentukan batuempedu.
d. Pigmen empedu
Pada anak muda terjadinya batu empedu mungkin disebabkan
karena bertambahya pigmen empedu. Kenaikan pigmen empedu dapat
terjadi karena hemolisis yang kronis. Eksresi bilirubin adalah berupa
larutan bilirubin glukorunid.
e. Infeksi
Adanya infeksi dapat menyebabkan krusakan dinding kandung
empedu, sehingga menyebabkan terjadinya stasis dan dengan demikian
menaikan pembentukan batu.
6. Patofisiologi Cholelithiasis
Empedu adalah satu-satunya jalur yang signifikan untuk
mengeluarkan kelebihan kolesterol dari tubuh, baik sebagai kolesterol bebas
maupun sebagai garam empedu. Hati berperan sebagai metabolisme lemak.
Kira-kira 80 persen kolesterol yang disintesis dalam hati diubah menjadi
garam empedu, yang sebaliknya kemudian disekresikan kembali ke dalam
empedu sisanya diangkut dalam lipoprotein, dibawa oleh darah ke semua sel
jaringan tubuh. Kolesterol bersifat tidak larut air dan dibuat menjadi larut air
melalui agregasi garam empedu dan lesitin yang dikeluarkan bersamasama
ke dalam empedu. Jika konsentrasi kolesterol melebihi kapasitas solubilisasi
empedu (supersaturasi), kolesterol tidak lagi mampu berada dalam keadaan
terdispersi sehingga menggumpal menjadi kristal-kristal kolesterol
monohidrat yang padat.
Etiologi batu empedu masih belum diketahui sempurna. Sejumlah
penyelidikan menunjukkan bahwa hati penderita batu kolesterol mensekresi
empedu yang sangat jenuh dengan kolesterol. Batu empedu kolesterol dapat
terjadi karena tingginya kalori dan pemasukan lemak. Konsumsi lemak yang
berlebihan akan menyebabkan penumpukan di dalam tubuh sehingga sel-sel
hati dipaksa bekerja keras untuk menghasilkan cairan empedu. Kolesterol
yang berlebihan ini mengendap dalam kandung empedu dengan cara yang
belum dimengerti sepenuhnya. Patogenesis batu berpigmen didasarkan pada
adanya bilirubin tak terkonjugasi di saluran empedu (yang sukar larut dalam
air), dan pengendapan garam bilirubin kalsium.
Bilirubin adalah suatu produk penguraian sel darah merah. Batu
empedu yang ditemukan pada kandung empedu di klasifikasikan
berdasarkan bahan pembentuknya sebagai batu kolesterol, batu pigmen dan
batu campuran. Lebih dari 90% batu empedu adalah kolesterol (batu yang
mengandung >50% kolesterol) atau batu campuran (batu yang mengandung
20-50% kolesterol). Angka 10% sisanya adalah batu jenis pigmen, yang
mana mengandung <20% kolesterol. Faktor yang mempengaruhi
pembentukan batu antara lain adalah keadaan statis kandung empedu,
pengosongan kandung empedu yang tidak sempurna dan konsentrasi
kaslium dalam kandung empedu.
Batu kandung empedu merupakan gabungan material mirip batu
yang terbentuk di dalam kandung empedu. Pada keadaan normal, asam
empedu, lesitin dan fosfolipid membantu dalam menjaga solubilitas
empedu. Bila empedu menjadi bersaturasi tinggi (supersaturated) oleh
substansi berpengaruh (kolesterol, kalsium, bilirubin), akan berkristalisasi
dan membentuk nidus untuk pembentukan batu. Kristal yang terbentuk
dalam kandung empedu, kemudian lama-kelamaan kristal tersebut
bertambah ukuran, beragregasi, melebur dan membentuk batu. Faktor
motilitas kandung empedu, billiary statis, dan kandungan empedu
merupakan predisposisi pembentukan batu kandung empedu.
a. Batu kolesterol
Untuk terbentuknya batu kolesterol diperlukan 3 faktor utama:
1) Supersaturasi kolesterol
2) Hipomotilitas kandung empedu
3) Nukleasi/pembentukan nidus cepat
Khusus mengenai nukleasi cepat, empedu pasien dengan
kolelitiasis mempunyai zat yang mempercepat waktu nukleasi
kolesterol (promotor) sedangkan empedu normal mengandung zat
yang menghalangi terjadinya nukleas.
7. Pathway Cholelithiasis
WOC KOLELITIASIS
Obesi Wanita (4x lebih) Obat Usia > Diet Serat, Sirosis hati, Infeksi percabangan
beresiko kolesterol
Kolesterol Presipitasi
(pengendapan)
Kolelitiasis
Batu kolesterol
(Batu Empedu)
Distensi kantung
empedu Gangguan aliran Aliran balik cairan empedu Iritasi dinding ductus sistikus Peradangan disekitar
empedu ke duodenum ke hepar, melalui darah akibat gesekan dg batu hepatobilier
normal
Gatal-gatal Makanan betahan di
MK : Nyeri Akut MK :resiko Penekanan pd lambung lambung
Perdarahan
MK: Resiko Mual Produksi asam lambung
Kerusakan Integritas
B. Tindakan Laparascopy
1. Definisi Laparacopy
Laparoskopi adalah prosedur yang dilakukan untuk memeriksa dan
mengobati kondisi bagian dalam perut atau panggul. Prosedur ini dapat
digunakan untuk mengobati gangguan pada organ tertentu, seperti usus
buntu, kantung empedu, atau rahim. Laparoskopi atau operasi lubang kunci
dilakukan dengan memasukkan alat berbentuk tabung tipis yang disebut
laparoskop. Alat ini dilengkapi dengan kamera dan lampu di ujungnya.
Laparoskopi adalah suatu trknik operasi yang menggunakan alat-alat
berdiameter 5 sampai 12 mm untuk menggantikan tangan dokter bedah
melakukan prosedur bedah di dalam rongga perut untuk melihat organ di
dalam perut tersebut digunakan kamera yang juga berukuran mini, dengan
terlebih dahulu dimasukkan gas untuk membuat ruangan di rongga perut
lebih luas. Dokter bedah melakukan pembedahan dengan melihat layar
monitor dan mengoperasikan alat-alat tersebut dengan kedua tangannya
ASSESMENT PREOPERATIF
PENGKAJIAN PRIMER
Airway : Tidak terpasang oksigen, jalan napas paten, suara
napas vesikuler, tidak ada hambatan jalan napas
Breathing : Penggunaan otot bantu napas (-), sesak napas (-),
pergerakan dinding dada simetris, RR= 21x/menit
Circulation : Sianosis (-), akral hangat, irama jantung cepat dan teratur,
nadi reguler teraba kuat dan dalam, CRT < 3 detik, suhu =
36,7 C.
Disability : Kesadaran composmentis (GCS=15)
Exposure : Lesi di tubuh (-), kekuatan otot (5/5)
Folly Chateter : Kateter (-) dan pampers (-)
Gastric Tube : NGT (-), reflex menelan dan mengunyah baik
Heart Monitor : Tidak terpasang heart monitor
PRA INDUKSI
1. Diagnosa Medis : Cholesistitis + Cholelitiasis
2. Rencana/Jenis Tindakan : Laparascopi cholelitiasis
3. Site Marking :
RIWAYAT KESEHATAN
A. RIWAYAT KESEHATAN SEBELUMNYA
Ny. R memiliki riwayat penyakit hipertensi dan ia mengkonsumsi obat
untuk mengontrol tekanan darahnya, selain itu Ny. R juga memiliki penyakit
diabetes mellitus yang merupakan penyakit keturunan dari orang tuanya, gula
darah tanggal 21 Maret 2023 adalah 195 mg/dL.
: Lk Meninggal : Pr : Lk
C. RIWAYAT OPERASI
Belum pernah melakukan operasi
DATA PSIKOSOSIAL
Ny. R mengatakan jantungnya berdegup dengan kencang saat tidak diajak
bicara oleh ners muda. Sehingga, saat diajak bicara ia terus menerus
menceritakan pengalaman semasa hidupnya. Ny. R juga meminta doa agar operasi
pertamanya berjalan dengan lancar. Ny. R tampak tegang, takut dan terus
membaca ayat suci Al-Quran.
Hitung Jenis
Basofil 0,5 % 0-1
Eosinofil 6,1% 1,0-3,0
Neutrofil 41,2% 40,0-70,0
Limfosit 43,2% 20,0-40,0
Monosit 9,0% 2,0-8,0
b. Kimia Klinik
Albumin 4,4 g/dL 3,2- 4,6
AST 17 U/L 10-40
ALT 14 U/L 10-40
Glukosa Puasa 162 mg/dL < 100
Ureum 17 mg/dL 17,1-49,2
Creatinin 0,76 mg/dL 0,5-1,2
c. Elektrolit
Na+ 147 mmol/L 135-145
K+ 4,3 mmol/L 3,5-5,5
Chlorida 110 mmol/L 97-107
PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK
1. Echocardiograpy (10/03/2023)
Pengukuran Nilai Normal Pengukura Nilai Normal
n
Aorta Root 31 20-37 EDD 44 35-52
dimension mm mm
Atrium kiri Dimension 34 15-40 ESD 30 26-63
mm
Fungsi EF 57 53-77% IVS Diastole 11 7-11
jantung mm
IVS Sistole 13 13
Dimensi : Dimensi ruang jantung normal, global normokinetik
Katub : Normal
Kesimpulan : Normal
2. Radiologi
Kesan:
Cor : Cardiomegali (CTR > 50%)
Pulmo : Tidak tampak kelainan
OBAT-OBATAN/MEDIKASI
Nama Obat Dosis/akses Fungsi
Fentanyl 100 mg/IV Mengobati nyeri akut yang disebabkan
trauma besar atau pembedahan serta nyeri
kronis yang disebabkan oleh kanker.
Atracurium besilat 30 mg/IV Untuk merelaksasi otot, obat ini merupakan
obat tambahan pada tindakan anastesi dan
digunakan pada tindakan intubasi.
Fresofol 100 mg/IV Untuk menenangkan, menurunkan
kesadaran dan membius pasien selama
operasi berlangsung.
As. tranexamat 1 g/IV Untuk mengatasi pendarahan akibat
fibrinolisis yang berlebihan
Dexamethason 5 mg/IV Obat anti inflamasi golongan kortikosteroid
yang berperan dalam mengurangi atau
menekan proses peradangan dan alergi yang
terjadi pada tubuh
Ondansentron 8 mg/IV Obat yang digunakan untuk mengatasi mual
dan muntah terutama akibat efek samping
pasca operasi
Ketorolac 30 mg/ IV Untuk meredakan nyeri sedang hingga berat
Paracetamol 1 gr/ IV Untuk meredakan nyeri pasca operasi
Ringer Lactat 500 ml/IV Cairan pengganti parenteral terhadap
kehilangan cairan dan elektrolit dari
kompartemen ekstraseluler
ANALISA DATA PRE OPERATIF
140/80 mmHg, N: 96
x/menit, RR: 21 x/menit, Krisis Situasional
suhu 36,7 °C
Ansietas
- Kesadaran
composmentis
Data Subjektif:
- Pasien mengatakan takut
dan cemas terhadap
tindakan operasi yang
akan dilakukan karena
baru pertama kali
melakukan operasi
INTERVENSI KEPERAWATAN PRE OPERATIF
relaksasi O:
Kondisi Pasien :
Ny. R dalam keadaan tidak sadar setelah diberikan anastesi umum terbaring terlentang
dengan posisi litotomi dengan tubuh bagian dextra sedikit ditinggikan. Seluruh petugas yang
berparisipasi melakukan cuci tangan sebelum melakukan tindakan operasi serta seluruh alat yang
digunakan adalah alat yang steril. Ny. R terpasang kateter urin, nasal gastric tube, intubasi, heart
monitor serta intubasi. Terdapat site marking atau tanda operasi pada bagian abdomen kuadran
ke-3. Lalu, diberikan penanda letak operasi menggunakan plester. Setelah itu, bagian yang akan
dioperasi disterilkan menggunakan cairan betadine. Operasi dimulai dengan melakukan insisi
kurang lebih 1,5 cm menggunakan tindakan laparaskopi dengan teknik hasson. Batu empedu
dikeluarkan dari cavum abdomen, berwarna hitam dan berukuran kecil. Setelah operasi berakhir
area yang dibedah dijahit dan disterilkan menggunakan larutan NaCl 0,9%.
Diagnosa Keperawatan:
1. Risiko Hipotermia perioperatif b.d suhu lingkungan rendah
2. Risiko Infeksi
2. Monitoring TTV
Waktu
08.40 09.45 10.35 11.08
TD 163/92 mmHg 108/72 mmHg 137/88 mmHg 112/73 mmHg
N 100x/menit 65x/menit 74x/menit 75x/ menit
SpO2 99% 97% 96% 97%
MAP 116 84 104 86
Suhu 36,6 35,6 - -
ANALISA DATA INTRA OPERATIF
Data Subjektif:
Risiko Hipotermi
-
1. Risiko Hipotermia perioperatif Setelah dilakukan tindakan Manajemen Hipotermia (I. 14507)
b.d suhu lingkungan rendah keperawatan selama 1 x 2 jam Observasi
diharapkan Hipotermi menurun, 1. Monitor suhu tubuh
dengan kriteria hasil: 2. Identifikasi penyebab hipotermia (mis: terpapar
1. Menggigil menurun suhu lingkungan rendah)
2. Pucat menurun Terapeutik
3. Suhu tubuh membaik 1. Sediakan lingkungan yang hangat (mis: atur suhu
4. Tanda-tanda vital membaik ruangan, jika memungkinkan)
2. Ganti pakaian atau linen yang basah
3. Lakukan penghangatan pasif (selimut, penutup
kepala, pakaian tebal)
4. Lakukan penghangatan aktif eksternal kompres
hangat, botol hangat, selimut hangat)
5. Lakukan penghangatan aktif internal (infus cairan
hangat, oksigen hangat, lavase peritoneal dengan
cairan hangat).
2. Risiko infeksi b.d efek prosedur Setelah dilakukan tindakan Pencegahan Infeksi (I. 14539)
invansif keperawatan selama 1 x 2 jam Observasi
diharapkan tingkat infeksi menurun, 1. Monitor tanda dan gejala infeksi lokal dan
dengan kriteria hasil: sistemik
1. Kebersihan tangan meningkat Terapeutik
2. Kebersihan badan meningkat 1. Batasi jumlah pengunjung
3. Nyeri menurun 2. Berikan perawatan kulit pada daerah edema
3. Cuci tangan sebelum dan sesudah kontak dengan
pasien dan lingkungan pasien
4. Pertahankan teknik aseptik pada pasien berisiko
tinggi
CATATAN PERKEMBANGAN
Waktu Diagnosa
Implementasi Evaluasi (SOAP) Tanda tangan
(Tgl/Jam) Keperawatan
20-03-2023 Risiko Hipotermia Manajemen Hipotermia (I. 14507) Jam: 11.08 wib
08.38 wib perioperatif b.d Observasi
S:
suhu lingkungan 1. Memonitor suhu tubuh (monitor
rendah suhu terlampir) - Pasien mengatakan sudah tidak
P:
Intervensi dihentikan operasi berakhir
dan pasien dipindahkan ke ruang
recovery room
PENGKAJIAN POST OPERATIF
Nomor RM Pasien : 001120110
Nama/Inisial : Ny. R
Umur : 64 tahun 5 bulan
Jenis Tindakan Operasi : Laparaskopi
Pasien Tiba Di RR : 11.10 WIB
Skor Pemulihan Anestesi :3
PENGKAJIAN PRIMER
Airway : Terpasang oksigen nasal kanul 4L/menit, jalan napas paten, suara
napas vesikuler, hambatan jalan napas (-)
Breathing : Penggunaan otot bantu napas (-), sesak napas (-), pergerakan dinding
dada simetris
Circulation : Sianosis (-), akral teraba hangat, irama jantung cepat dan teratur, nadi
reguler teraba kuat dan dalam, CRT < 3 detik, suhu = 36,7 C.
Disability : Dalam pengaruh bius pasca operasi sehingga belum sadar, respon nyeri
(-)
Exposure : Lesi pada abdomen dextra, skor pemulihan pasca operasi 3,
Folly Chateter : Kateter (+) 300 cc
Heart monitor : Terpasang heart monitor (data terlampir)
DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Nyeri akut b.d agen pencedera fisik (mis: prosedur operasi)
2. Risiko Jatuh
ANALISA DATA POST OPERATIF
1. Nyeri Akut b.d Agen Pencedera Setelah dilakukan tindakan Manajemen Nyeri (I. 08238)
Fisik (Prosedur Operasi) keperawatan selama 1 x 60 menit, Observasi
maka tingkat nyeri menurun, dengan 1. Identifikasi lokasi, karakteristik, durasi, frekuensi,
kriteria hasil: kualitas, intensitas nyeri
1. Keluhan nyeri menurun 2. Identifikasi skala nyeri
2. Meringis menurun 3. Identifikasi respon nyeri non verbal
3. Gelisah menurun 4. Identifikasi faktor yang memperberat dan
memperingan nyeri
5. Identifikasi pengaruh nyeri pada kualitas hidup
6. Monitor keberhasilan terapi komplementer yang
sudah diberikan
7. Monitor efek samping penggunaan analgetik
Terapeutik
1. Berikan Teknik non farmakologis untuk
mengurani nyeri (mis: TENS, Hypnosis,
akupresur, terapi musik, aromaterapi, teknik
imajinasi terbimbing, kompres hangat/ dingin,
terapi bermain)
2. Kontrol lingkungan yang memperberat rasa nyeri
(mis: suhu ruangan, pencahayaan, kebisingan)
3. Fasilitasi istirahat dan tidur
Edukasi
1. Jelaskan strategi meredakan nyeri
2. Anjurkan memonitor nyeri secara mandiri
3. Anjurkan menggunakan analgetik secara tepat
4. Ajarkan teknik non farmakologis untuk
mengurangi nyeri
Kolaborasi
1. Kolaborasi pemberian analgetik, jika perlu
2.
Risiko Jatuh b.d kondisi pasca Setelah dilakukan tindakan Pencegahan Jatuh (I. 14540)
operasi keperawatan selama 1 x 60 menit maka Observasi
tingkat jatuh menurun, dengan kriteria 1. Identifikasi faktor jatuh (usia > 65 tahun,
hasil: penurunan tingkat kesadaran, defisit kognitif,
1. Jatuh dari tempat tidur menurun hipotensi ortostatik, gangguan keseimbangan,
2. Jatuh saat dipindahkan menurun gangguan penglihatan)
2. Identifikasi risiko jatuh, setidaknya sekali setiap
shift atau sesuai kebijakan institusi
3. Identifikasi faktor lingkungan yang meningkatkan
risiko jatuh (lantai licin, penerangan kurang)
4. Hitung risiko jatuh menggunakan skala (fall morse
scale, humpty dumpty scale), jika perlu
Terapeutik
1. Pastikan roda tempat tidur dan kursi roda selalu
dalam keadaan terkunci
2. Pasang handrail tempat tidur
3. Atur tempat tidur mekanis pada posisi terendah
4. Tempatkan pasien berisiko tinggi jatuh dekat
dengan pantauan perawat dari nurse station
5. Dekatkan bel pemanggil dalam jangkauan pasien
Edukasi
1. Anjurkan memanggil perawat jika membutuhkan
bantuan untuk berpindah
2. Anjurkan berkonsentrasi untuk menjaga
keseimbangan tubuh
3. Anjurkan melebarkan jarak kedua kaki untuk
meningkatkan keseimbangan saat berdiri
4. Ajarkan cara menggunakan bel pemanggil untuk
memanggil perawat
CATATAN PERKEMBANGAN
Waktu Diagnosa
Implementasi Evaluasi (SOAP) Tanda tangan
(Tgl/Jam) Keperawatan
P:
KRITERIA PULIH SADAR DARI ANASTESI UMUM PADA DEWASA (ALDRETE SCORE)