Anda di halaman 1dari 78

ASUHAN KEPERAWATAN PADA NY.

R DENGAN CHOLELITIASIS
DENGAN TINDAKAN LAPARASCOPY DI RUANG GBST LANTAI 3
RSUD ARIFIN ACHMAD
PEKAN BARU

Disusun Oleh:

Agnes Novita, S.Kep 2211437080


Aisyah Zazirah, S.Kep
Arni Febrianti, S.Kep
Dessika Larassati, S.Kep 2211437128

PROGRAM STUDI KEPERAWATAN

FAKULTAS KEPERAWATAN

UNIVERSITAS RIAU

2023
KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis ucapkan kehadirat Allah SWT, karena atas berkat dan
rahmat-Nya penulis dapat menyelesaikan Makalah Seminar Kasus Keperawatan
Kegawatdaruratan Program Studi Profesi Ners Fakultas Keperawatan Univeristas
Riau dengan judul “Asuhan Keperawatan pada Pasien dengan Cholelithiasis di
Ruangan GBST LT.3 RSUD Arifin Achmad Provinsi Riau”. Penulisan makalah
ini dilakukan sebagai salah satu tugas untuk Seminar Kasus Keperawatan Gawat
Darurat di Program Studi Profesi Ners Fakultas Keperawatan Universitas Riau.
Dalam penulisan makalah ini, penulis menyadari bahwa kegiatan penulisan ini
dapat diselesaikan berkat adanya dukungan dari berbagai pihak. Oleh karena itu,
penulis mengucapkan terimakasih kepada Ns. Hellena Deli, M.Kep.,Sp.Kep MB
selaku Pebimbing Akademik, Ns. Sarika Dewi, S.Kep selaku Pembimbing Klinik
(RSUD) dan Ns. Dipa Handra, S.Kep selaku Fasilitator selama di ruangan GBST
LT.3 RSUD Arifin Achmad. Penulis menyadari bahwa makalah ini masih jauh
dari kata sempurna. Untuk itu, penulis berharap dengan saran dan kritik yang
membangun dari pembaca, guna memperbaiki makalah ini. Penulis berharap
makalah ini bisa berguna dan bermanfaat untuk semua.

Pekanbaru, 23 Maret 2023

Penulis
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR
DAFTAR ISI
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
B. Rumusan Masalah
C. Tujuan Penulisan
D. Manfaat Penulisan
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
A. Konsep Dasar Cholelithiasis
B. Konsep Dasar Tindakan Laparoscopy
BAB III KASUS KELOLAAN
A. Gambaran Kasus
B. Pengkajian
C. Diagnosa Keperawatan
D. Analisis Data
E. Intervensi Keperawatan
F. Implementasi Keperawatan
BAB IV PEMBAHASAN
BAB V PENUTUP
A. Kesimpulan
B. Saran
DAFTAR PUSTAKA
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Data World Health Organization (WHO) tahun 2020 menunjukkan
bahwa Di Asia, prevalensi kolelitiasis berkisar di angka 3‒10%. Pada suatu
studi ditemukan prevalensi kolelitiasis adalah 3,2% di Jepang, 10,7% di
Tiongkok, 7,1% di India Utara, dan 5% di Taiwan. Belum terdapat data
epidemiologi kolelitiasis di Indonesia. Namun, pada sebuah studi yang
dilakukan di RSUP Prof. Dr. R.D. Kandou Manado pada rentang bulan
Oktober 2015 hingga Oktober 2016, ditemukan kasus kolelitiasis sebanyak 113
kasus.Cholelithiasis merupakan masalah kesehatan umum dan sering terjadi di
seluruh dunia, walaupun memiliki prevalensi yang berbeda beda di setiap
daerah (Arif Kurniawan , Yunie Armiyati, 2017).
Gaya hidup adalah pola hidup setiap orang diseluruh dunia yang di
ekspresikan dalam bentuk aktivitas, minat, dan opininya. Secara umum gaya
hidup dapat diartikan sabagai suatu gaya hidup yang dikenali dengan cara
bagaimana seseorang menghabiskan waktunya (aktivitas), apa yang penting
bagi orang untuk menjadikan pertimbangan pada lingkungan (minat), dan apa
yang orang selalu pikirkan tentang dirinya sendiri dan dunia disekitarnya
(opini), serta faktor-faktor tertentu yang mempengaruhi gaya hidup sehat
diantaranya adalah makanan dan olahraga. Gaya hidup dapat disimpulkan
sebagai pola hidup setiap orang yang dinyatakan dalam kegiatan, minat, dan
pendapatnya dalam membelanjakan uangnya dan bagaimana mengalokasikan
waktunya untuk kehidupan sehari-harinya.
Saat ini dengan semakin meningkatnya tuntutan pekerjaan dan
kebutuhan hidup setiap orang, membuat masyarakat Indonesia melakukan gaya
hidup yang tidak sehat. Mereka banyak mengkonsumsi makanan yang cepat
saji (yang tinggi kalori dan tinggi lemak), waktu untuk melakukan latihan fisik
yang sangat terbatas, serta kemajuan teknologi yang membuat gaya hidup
masyarakat yang santai karena dapat melakukan pekerjaan dengan lebih mudah
sehingga kurang aktifitas fisik dan adanya stress akibat dari pekerjaan serta
permasalaahan hidup yang mereka alami menjadi permasalahan yang sulit
mereka hindari.
Semua kondisi tersebut dapat meningkatkan resiko terjadinya penyakit
cholelitiasis dan jumlah penderita cholelitiasis meningkat karena perubahan
gaya hidup, seperti misalnya banyaknya makanan cepat saji yang dapat
menyebabkan kegemukan dan kegemukan merupakan faktor terjadinya batu
empedu karena ketika makan, kandung empedu akan berkontraksi dan
mengeluarkan cairan empedu ke di dalam usus halus dan cairan empedu
tersebut berguna untuk menyerap lemak dan beberapa vitamin diantaranya
vitamin A, D, E, K (Tjokropawiro, 2015).
Banyaknya faktor yang mempengaruhi terjadinya cholelitiasis adalah
faktor keluarga, tingginya kadar estrogen, insulin, dan kolesterol, penggunaan
pil KB, infeksi, obesitas, gangguan pencernaan, penyakit arteri koroner,
kehamilan, tingginya kandung lemak dan rendah serat, merokok, peminum
alkohol, penurunan berat badan dalam waktu yang singkat, dan kurang
olahraga (Djumhana, 2017). Cholelitiasis saat ini menjadi masalah kesehatan
masyarakat karena frekuensi kejadiannya tinggi yang menyebabkan beban
finansial maupun beban sosial bagi masyarakat. Sudah merupakan masalah
kesehatan yang penting di negara barat, Angka kejadian lebih dari 20%
populasi dan insiden meningkat dengan bertambahnya usia.
Cholelitiasis sangat banyak ditemukan pada populasi umum dan
laporan menunjukkan bahwa dari 11.840 yang dilakukan otopsi ditemukan
13,1% adalah pria dan 33,7% adalah wanita yang menderita batu empedu. Di
negara barat penderita cholelitiasis banyak ditemukan pada usia 30 tahun,
tetapi rata-rata usia tersering adalah 40–50 tahun dan meningkat saat usia 60
tahun seiring bertambahnya usia, dari 20 juta orang di negara barat 20%
perempuan dan 8% laki-laki menderita cholelitiasis dengan usia lebih dari 40
tahun (Cahyono, 2015).
Cholelitiasis merupakan kondisi yang paling banyak ditemukan,
kondisi ini menyebabkan 90% penyakit empedu, dan merupakan penyebab
nomor lima perawatan di rumah sakit pada usia muda. Choleltiaisis biasanya
timbul pada orang dewasa, antara usia 20-50 tahun dan sekitar 20% dialami
oleh pasien yang berumur diatas 40 tahun. Wanita berusia muda memiliki
resiko 2-6 kali lebih besar mengalami cholelitiasis. Cholelitiasis mengalami
peningkatan seiring meningkatnya usia seseorang. Sedangkan kejadian
cholelitiasis di negara Asia 3%-15% lebih rendah dibandingan negara barat. Di
Indonesia, cholelitiasis kurang mendapat perhatian karena sering sekali
asimtomatik sehingga sulit di deteksi atau sering terjadi kesalahan diagnosis.
Di Indonesia, cholelitiasis baru mendapat perhatian setelah di klinis,
publikasi penelitian tentang cholelitiasis masih terbatas. Berdasarkan studi
kolesitografi oral di dapatkan laporan angka insidensi cholelitiasis terjadi pada
wanita sebesar 76% dan pada laki-laki 36% dengan usia lebih dari 40 tahun.
Sebagian besar pasien dengan batu empedu tidak mempunyai keluhan, Risiko
penyandang batu empedu untuk mengalami gejala dan komplikasi relatif kecil.
Walaupun demikian, sekali batu empedu mulai menimbulkan serangan nyeri
kolik yang spesifik maka resiko untuk mengalami masalah dan penyulit akan
terus meningkat (Cahyono, 2015). Cholelitiasis adalah 90% batu kolesterol
dengan komposisi kolesterol lebih dari 50%, atau bentuk campuran 20-50%
berunsurkan kolesterol dan predisposisi dari batu kolesterol adalah orang
dengan usia yang lebih dari 40 tahun, wanita, obesitas, kehamilan, serta
penurunan berat badan yang terlalu cepat (Cahyono, 2015).
Perubahan yang terjadi pada komposisi empedu sangat mungkin
menjadi faktor terpenting dalam terjadinya pembentukan batu empedu karena
hati penderita cholelitiasis kolesterol mengekskresi empedu yang sangat jenuh
dengan kolesterol. Kolesterol yang berlebihan tersebut mengendap di dalam
kandung empedu (dengan cara yang belum diketahui secara pasti) untuk
membentuk batu empedu, gangguan kontraksi kandung empedu, atau mungkin
keduanya dapat menyebabkan statis empedu dalam kandung empedu. Faktor
hormon (hormon kolesistokinin dan sekretin) dapat dikaitkan dengan
keterlambatan pengosongan kandung empedu, infeksi bakteri atau radang
empedu dapat 6 menjadi penyebab terbentuknya batu empedu. Mukus dapat
meningkatkan viskositas empedu dan unsur selatau bakteri dapat berperan
sebagai pusat pengendapan. Infeksi lebih timbul akibat dari terbentuknya batu,
dibanding penyebab terbentuknya cholelitiasis (Haryono, 2013).
Tatalaksana kolelitiasis dapat dibagi menjadi dua, yaitu bedah dan non
bedah. Terapi non bedah dapat berupa lisis batu yaitu disolusi batu dengan
sediaan garam empedu kolelitolitik, ESWL (exstracorporeal shock wave
lithitripsy) dan pengeluaran secara endoskopi, sedangkan terapi bedah dapat
berupa laparoskopi kolesistektomi, dan open kolesistektomi.
Perawat yang berhubungan langsung dengan klien kolelitiasis harus
melaksanakan perannya secara profesional, melakukan teknik relaksasi adalah
tindakan keperawatan yang dilakukan untuk mengurangi nyeri, tindakan
reklaksasi mencakup teknik relaksasi nafas dalam, distraksi, dan stimulasi
kulit. Selain itu perawat juga berperan dalam memberikan terapi medis berupa
cairan intravena, antibiotik, dan analgetik. Solusi masalah pada pasien dengan
kolelitiasis adalah perawat sebagai pemberi asuhan keperawatan dapat
memberikan informasi tentang bagaimana tanda gejala, cara pencegahan, cara
pengobatan dan penanganan pasien dengan Kolelitiasis sehingga keluarga juga
dapat beperan aktif dalam pemeliharaan kesehatan baik individu itu sendiri
maupun orang lain disekitarnya. Berdasarkan penjelasan masalah di atas,
penulis tertarik untuk melakukan pengkajian keperawatan pasien dengan
Chelolithiasis di Ruangan GBST LT.3 RSUD Arifin Achmad Provinsi Riau

B. Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian diatas Cholelitiasis merupakan masalah penyakit
batu empedu yang dapat ditemuk di dalam kandung empedu atau di dalam
saluran empedu yang dapat terjadi pada seorang dewasa yang menjadi salah
satu masalah kesehatan utama di masyarakat. Berdasarkan latar belakang di
atas, maka masalah yang dapat dirumuskan adalah “Bagaimana Asuhan
Keperawatan pada Pasien dengan Cholelithiasis yang akan menjalani operasi di
Ruangan GBST LT.3 RSUD Arifin Achmad Provinsi Riau?”
C. Tujuan Penelitian
Tujuan penulisan makalah ini untuk menjelaskan dan mendeskripsikan tentang
Asuhan Keperawatan pada Pasien dengan Cholelitiasis

D. Manfaat Penelitian
1. Bagi profesi keperawatan
Wawasan bagi perawat dalam memberikan dan mengaplikasikan
asuhan keperawatan pada kasus Cholelithiasis guna meningkatkan mutu
pelayanan kesehatan.
2. Bagi industry dan lahan praktek
Untuk menambah secara bacaan dalam bidang ilmu keperawatan
khususnya dalam pelayanan klien maternitas dengan kasus Cholelithiasis
3. Bagi keluarga klien
Memberikan pelayanan keperawatan sesuai dengan kebutuhan dan
meningkatkan pengetahuan keluarga tentang perawatan klien dengan
Cholelithiasis
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Konsep Cholelithiasis
1. Definisi Cholelithiasis
Kolelitiasis adalah penyakit batu empedu yang dapat ditemuk di
dalam kandung empedu atau di dalam saluran empedu, atau pada kedua-
duanya. Sebagian besar batu empedu, terutama batu kolesterol, terbentuk di
dalam kandung empedu (Wibowo, 2010). Batu empedu atau cholelithiasis
adalah timbunan kristal didalam kandung empedu atau di dalam saluran
empedu atau kedua-duanya. Kolestasis adalah kegagalan aliran cairan
empedu masuk ke dalam duodenum dalam jumlah yang normal. Secara
klinis, kolestasis dapat didefinisikan sebagai akumulasi zat-zat yang
diekskresi ke dalam empedu seperti bilirubin, asam empedu dan kolesterol
di dalam darah dan jaringan tubuh (Rendi, 2012).
Cholethiasis merupakan gabungan beberapa unsur dari cairan empedu
yang mengendap dan membentuk suatu material mirip batu di dalam
kandung empedu atau saluran empedu. Komponen utama dari cairan
empedu adalah bilirubin, garam empedu, fispolipid dan kolesterol. Batu
yang ditemukan di dalam kandung empedu bisa berupa batu kolesterol, batu
pigmen yaitu coklat atau pigmen hitam, atau batu campuran (Bhatita, 2014).

2. Anatomi Fisiologi Kandung Empedu

Gambar 2.1
Kandung empedu bentuknya seperti kantong, organ berongga yang
panjangnya sekitar 10 cm, terletak dalam suatu fossa yang menegaskan
batas anatomi antara lobus hati kanan dan kiri. Kandung empedu merupakan
kantong berongga berbentuk bulat lonjong seperti buah advokat tepat di
bawah lobus kanan hati. Kandung empedu mempunyai fundus, korpus, dan
kolum. Fundus bentuknya bulat, ujung buntu dari kandung empedu yang
sedikit memanjang di atas tepi hati. Korpus merupakan bagian terbesar dari
kandung empedu. Kolum adalah bagian yang sempit dari kandung empedu
yang terletak antara korpus dan daerah duktus sistika.
Empedu yang disekresi secara terus-menerus oleh hati masuk ke
saluran empedu yang kecil dalam hati. Saluran empedu yang kecil bersatu
membentuk dua saluran lebih besar yang keluar dari permukaan bawah hati
sebagai duktus hepatikus kanan dan kiri yang segera bersatu membentuk
duktus hepatikus komunis. Duktus hepatikus bergabung dengan duktus
sistikus membentuk duktus koledokus (Syaifuddin, 2011).
a. Anatomi kandung empedu
1) Struktur empedu
Kandung empedu adalah kantong yang berbentuk bush pir
yang terlerak pada permukaan visceral. Kandung empedu diliputi
oleh peritoneum kecuali bagian yang melekat pada hepar, terletak
pada permukaan bawah hati diantara lobus dekstra dan lobus
quadratus hati.
2) Empedu terdiri dari:
a) Fundus Vesika fela: berbentuk bulat, biasanya menonjol di
bawah tepi inferior hati, berhubungan dengan dinding anterior
abdomen setinggi rawan ujung kosta IX kanan.
b) Korpus vesika fela: bersentuhan dengan permukaan visceral hati
mengarah ke atas ke belakang dan ke kiri.
c) Kolum vesika felea: berlanjut dengan duktus sistikus yang
berjalan dengan omentum minus bersatu dengan sisi kanan
duktus hepatikus komunis membentuk doktus koledukus.
3) Cairan empedu
Cairan empedu merupakan cairan yang kental berwarna
kuning keemasan (kuning kehijauan) yang dihasilkan terus menerus
oleh sel hepar lebih kurang 500-1000ml sehari. Empedu merupakan
zat esensial yang diperlukan dalam pencernaan dan penyerapan
lemak.
4) Unsur-unsur cairan empedu:
a) Garam – garam empedu: disintesis oleh hepar dari kolesterol,
suatu alcohol steroid yang banyak dihasilkan hati. Garam
empedu berfungsi membantu pencernaan lemak,mengemulsi
lemak dengan kelenjar lipase dari pankreas.
b) Sirkulasi enterohepatik: garam empedu (pigmen empedu)
diresorpsi dari usus halus ke dalam vena portae, dialirkan
kembali ke hepar untuk digynakan ulang.
c) Pigmen-pigmen empedu: merupakan hasil utama dari pemecahan
hemoglobin. Sel hepar mengangkut hemoglobin dari plasma dan
menyekresinya ke dalam empedu. Pigmen empedu tidak
mempunyai fungsi dalam proses pencernaan.
d) Bakteri dalam usus halus: mengubah bilirubin menjadi urobilin,
merupakan salah satu zat yang diresorpsi dari usus, dubah
menjadi sterkobilin yang disekresi ke dalam feses sehingga
menyebabkan feses berwarna kuning.
5) Saluran empedu
Saluran empedu berkumpul menjadi duktus hepatikus
kemudian bersatu dengan duktus sistikus, karena akan tersimpan
dalam kandung empedu. Empedu mengalami pengentalan 5-10 kali,
dikeluarkan dari kandung empedu oleh aksi kolesistektomi, suatu
hormon yang dihasilkan dalam membran mukosa dari bagian atas
usus halus tempat masuknya lemak. Kolesistokinin menyebab kan
kontraksi otot kandung empedu. Pada waktu bersamaan terjadi
relaksasi sehingga empedu mengalir ke dalam duktus sistikus dan
duktus koledukus (Syaifuddin, 2011).
b. Fisiologi empedu
Empedu adalah produk hati, merupakan cairan yang mengandung
mucus, mempunyai warna kuning kehijauan dan mempunyai reaksi
basa. Komposisi empedu adalah garam-garam empedu, pigmen empedu,
kolesterol, lesitin, lemak dan garam organic. Pigmen empedu terdiri dari
bilirubin dan bilverdin. Pada saat terjadinya kerusakan butiran-butiran
darah merah terurai menjadi globin dan bilirubin, sebagai pigmen yang
tidak mempunyai unsur besi lagi. Pembentukan bilirubin terjadi dalam
system retikulorndotel di dalam sumsum tulang, limpa dan hati.
Bilirubin yang telah dibebaskan ke dalam peredaran darah disebut
hemobilirubin sedangkan bilirubin yang terdapat dalam empsdu disebut
kolebilirubin.
Garam empedu dibentuk dalam hati, terdiri dari natrium
glikokolat dan natrium taurokolat. Garam empedu ini akan
menyebabkan kolesterol di dalam empedu dalam keadaan larutan.
Garam-garam empedu tersebut mempunyai sifat hirotropik. Garam
empedu meningkatkan kerja enzim-enzim yang berasal dari pancreas
yaitu amylase tripsin dan lipase. Garam empedu meningkatkan
penyerapan meningkatkan penyerapan baik lemak netral maupun asam
lemak. Empedu dihasilkan oleh hati dan disimpan dalam kandung
empedu sebelum diskresi ke dalam usus. Pada waktu terjadi pencernaan,
otot lingkar kandung empedu dalam keadaan relaksasi. Bersamaan
dengan itu tekanan dalam kantong empedu akan meningkat dan terjadi
kontraksi pada kandung empedu sehingga cairan empedu mengalir dan
masuk ke dalam duodenum. Rangsangan terhadap saraf simpatis
mengakibatkan terjadinya kontraksi pada kandung empedu (Suratun,
2010).
3. Klasifikasi Cholelithiasis
Klasifikasi Adapun klasifikasi dari batu empedu menurut (Suratun,
2010) adalah sebagai berikut:
a. Batu kolestrol
Biasanya berukuran beasar, soliter, berstruktur bulat atau oval,
berwarna kuning pucat dan seringkali mengandung kalsium dan pigmen.
Kolesterol yang merupakan unsur normal pembentuk empedu bersifat
tidak larut dalam air. Kelarutannya bergantung pada asam-asam empedu
dan lesitin (fosofolipid) dalam empedu. Pada klien yang cenderung
menderita batu empedu akan terjadi penurunan sintesis asam empedu
dan peningkatan sintesis kolesterol dalam hati.
b. Batu pigmen
Terdiri atas garam kalsium dan salah satu dari anion (bilirubinat,
karbonat, fosfat, atau asam lemak rantai panjang). Batu-batu ini
cenderung berukuran kecil, multipel, dan berwarna hitam kecoklatan,
batu pigmen berwarna coklat berkaitan dengan infeksi empedu kronis
(batu semacam inilebih jarang di jumpai). Batu pigmen akan berbentuk
bila pigmen tidak terkonjugasi dalam empedu dan terjadi proses
presipitasi (pengendapan) sehingga terjadi batu. Resiko terbentuknya
batu semacam ini semakin besar pada klien sirosis, hemolisis, dan
infeksi percabangan bilier.

4. Etiologi Cholelithiasis
Batu empedu hampir selalu dibentuk dalam kandung empedu dan
jarang dibentuk pada bagian saluran empedu lain. Etiologi batu empedu
masih belum diketahui. Satu teori menyatakan bahwa kolesterol dapat
menyebabkan supersaturasi empedu di kandung empedu. Setelah beberapa
lama, empedu yang telah mengalami supersaturasi menjadi mengkristal dan
mulai membentuk batu. Akan tetapi, tampaknya faktor predisposisi
terpenting adalah gangguan metabolisme yang menyebabkan terjadinya
perubahan komposisi empedu, stasis empedu, dan infeksi kandung empedu.
Berbagai faktor yang mempengaruhi pembentukan batu empedu,
diantaranya:
a. Eksresi garam empedu
Setiap faktor yang menurunkan konsentrasi berbagai garam
empedu atau fosfolipid dalam empedu. Asam empedu dihidroksi atau
dihydroxy bile acids adalah kurang polar dari pada asam trihidroksi. Jadi
dengan bertambahnya kadar asam empedu dihidroksi mungkin
menyebabkan terbentuknya batu empedu.
b. Kolesterol empedu
Apabila binatanang percobaan di beri diet tinggi kolestrol, sehingga
kadar kolesrtol dalam vesika vellea sangat tinggi, dapatlah terjadi batu
empedu kolestrol yang ringan. Kenaikan kolestreol empedu dapat di
jumpai pada orang gemuk, dan diet kaya lemak.
c. Substansia mukus
Perubahan dalam banyaknya dan komposisi substansia mukus
dalam empedu mungkin penting dalam pembentukan batuempedu.
d. Pigmen empedu
Pada anak muda terjadinya batu empedu mungkin disebabkan
karena bertambahya pigmen empedu. Kenaikan pigmen empedu dapat
terjadi karena hemolisis yang kronis. Eksresi bilirubin adalah berupa
larutan bilirubin glukorunid.
e. Infeksi
Adanya infeksi dapat menyebabkan krusakan dinding kandung
empedu, sehingga menyebabkan terjadinya stasis dan dengan demikian
menaikan pembentukan batu.

5. Faktor Risiko Cholelithiasis


Faktor resiko untuk cholelithiasis, yaitu:
a. Usia
Risiko untuk terkena kolelitiasis meningkat sejalan dengan
bertambahnya usia. Orang dengan usia > 40 tahun lebih cenderung
untuk terkena kolelitiasis dibandingkan dengan orang dengan usia yang
lebih muda. Di Amerika Serikat, 20 % wanita lebih dari 40 tahun
mengidap batu empedu. Semakin meningkat usia, prevalensi batu
empedu semakin tinggi. Hal ini disebabkan:
1) Batu empedu sangat jarang mengalami disolusi spontan.
2) Meningkatnya sekresi kolesterol ke dalam empedu sesuai dengan
bertambahnya usia
3) Empedu menjadi semakin litogenik bila usia semakin bertambah.
b. Jenis kelamin
Wanita mempunyai risiko dua kali lipat untuk terkena kolelitiasis
dibandingkan dengan pria. Ini dikarenakan oleh hormon esterogen
berpengaruh terhadap peningkatan eskresi kolesterol oleh kandung
empedu. Hingga dekade ke-6, 20 % wanita dan 10 % pria menderita
batu empedu dan prevalensinya meningkat dengan bertambahnya usia,
walaupun umumnya selalu pada wanita.
c. Berat badan (BMI)
Orang dengan Body Mass Index (BMI) tinggi, mempunyai resiko
lebih tinggi untuk terjadi kolelitiasis. Ini dikarenakan dengan tingginya
BMI maka kadar kolesterol dalam kandung empedu pun tinggi, dan juga
mengurasi garam empedu serta mengurangi kontraksi/pengosongan
kandung empedu.
d. Makanan
Konsumsi makanan yang mengandung lemak terutama lemak
hewani berisiko untuk menderita kolelitiasis. Kolesterol merupakan
komponen dari lemak. Jika kadar kolesterol yang terdapat dalam cairan
empedu melebihi batas normal, cairan empedu dapat mengendap dan
lama kelamaan menjadi batu. Intake rendah klorida, kehilangan berat
badan yang cepat mengakibatkan gangguan terhadap unsur kimia dari
empedu dan dapat menyebabkan penurunan kontraksi kandung empedu.
e. Aktifitas fisik
Kurangnya aktifitas fisik berhubungan dengan peningkatan resiko
terjadinya kolelitiasis. Ini mungkin disebabkan oleh kandung empedu
lebih sedikit berkontraksi.
f. Nutrisi intra-vena jangka lama
Nutrisi intra-vena jangka lama mengakibatkan kandung empedu
tidak terstimulasi untuk berkontraksi, karena tidak ada makanan/nutrisi
yang melewati intestinal. Sehingga resiko untuk terbentuknya batu
menjadi meningkat dalam kandung empedu.

6. Patofisiologi Cholelithiasis
Empedu adalah satu-satunya jalur yang signifikan untuk
mengeluarkan kelebihan kolesterol dari tubuh, baik sebagai kolesterol bebas
maupun sebagai garam empedu. Hati berperan sebagai metabolisme lemak.
Kira-kira 80 persen kolesterol yang disintesis dalam hati diubah menjadi
garam empedu, yang sebaliknya kemudian disekresikan kembali ke dalam
empedu sisanya diangkut dalam lipoprotein, dibawa oleh darah ke semua sel
jaringan tubuh. Kolesterol bersifat tidak larut air dan dibuat menjadi larut air
melalui agregasi garam empedu dan lesitin yang dikeluarkan bersamasama
ke dalam empedu. Jika konsentrasi kolesterol melebihi kapasitas solubilisasi
empedu (supersaturasi), kolesterol tidak lagi mampu berada dalam keadaan
terdispersi sehingga menggumpal menjadi kristal-kristal kolesterol
monohidrat yang padat.
Etiologi batu empedu masih belum diketahui sempurna. Sejumlah
penyelidikan menunjukkan bahwa hati penderita batu kolesterol mensekresi
empedu yang sangat jenuh dengan kolesterol. Batu empedu kolesterol dapat
terjadi karena tingginya kalori dan pemasukan lemak. Konsumsi lemak yang
berlebihan akan menyebabkan penumpukan di dalam tubuh sehingga sel-sel
hati dipaksa bekerja keras untuk menghasilkan cairan empedu. Kolesterol
yang berlebihan ini mengendap dalam kandung empedu dengan cara yang
belum dimengerti sepenuhnya. Patogenesis batu berpigmen didasarkan pada
adanya bilirubin tak terkonjugasi di saluran empedu (yang sukar larut dalam
air), dan pengendapan garam bilirubin kalsium.
Bilirubin adalah suatu produk penguraian sel darah merah. Batu
empedu yang ditemukan pada kandung empedu di klasifikasikan
berdasarkan bahan pembentuknya sebagai batu kolesterol, batu pigmen dan
batu campuran. Lebih dari 90% batu empedu adalah kolesterol (batu yang
mengandung >50% kolesterol) atau batu campuran (batu yang mengandung
20-50% kolesterol). Angka 10% sisanya adalah batu jenis pigmen, yang
mana mengandung <20% kolesterol. Faktor yang mempengaruhi
pembentukan batu antara lain adalah keadaan statis kandung empedu,
pengosongan kandung empedu yang tidak sempurna dan konsentrasi
kaslium dalam kandung empedu.
Batu kandung empedu merupakan gabungan material mirip batu
yang terbentuk di dalam kandung empedu. Pada keadaan normal, asam
empedu, lesitin dan fosfolipid membantu dalam menjaga solubilitas
empedu. Bila empedu menjadi bersaturasi tinggi (supersaturated) oleh
substansi berpengaruh (kolesterol, kalsium, bilirubin), akan berkristalisasi
dan membentuk nidus untuk pembentukan batu. Kristal yang terbentuk
dalam kandung empedu, kemudian lama-kelamaan kristal tersebut
bertambah ukuran, beragregasi, melebur dan membentuk batu. Faktor
motilitas kandung empedu, billiary statis, dan kandungan empedu
merupakan predisposisi pembentukan batu kandung empedu.
a. Batu kolesterol
Untuk terbentuknya batu kolesterol diperlukan 3 faktor utama:
1) Supersaturasi kolesterol
2) Hipomotilitas kandung empedu
3) Nukleasi/pembentukan nidus cepat
Khusus mengenai nukleasi cepat, empedu pasien dengan
kolelitiasis mempunyai zat yang mempercepat waktu nukleasi
kolesterol (promotor) sedangkan empedu normal mengandung zat
yang menghalangi terjadinya nukleas.
7. Pathway Cholelithiasis

WOC KOLELITIASIS

Obesi Wanita (4x lebih) Obat Usia > Diet Serat, Sirosis hati, Infeksi percabangan
beresiko kolesterol

fx tubuh & Pigmen empedu


estrogen Empedu
kontrol terhadap (bilirubin)
Asam empedu kolesterol litogenik takterkonyuga

Kolesterol Presipitasi
(pengendapan)

Supersaturasi Batu pigmen

Pembentukan kristal kolesterol

Kolelitiasis
Batu kolesterol
(Batu Empedu)

Intake makanan (terutama) Batu Terdorong menuju duktus sistikus

Sekresi kolesitokinin oleh MK : Disfungsional Motilitas


dinding duodenum Obstruksi duktus sistikus Gastrointestinal

Kontraksi kantung empedu

Distensi kantung
empedu Gangguan aliran Aliran balik cairan empedu Iritasi dinding ductus sistikus Peradangan disekitar
empedu ke duodenum ke hepar, melalui darah akibat gesekan dg batu hepatobilier

Fundus empedu menyentuh


Respon inflamasi Pengeluaran SGPT, SGOT
dinding abdomen pd kartilago Absorbsi vit jmlh bilirubin
koste 9 & 10 dlm darah (iritatif pada salcema)
A,D,E,K terganggu
Permeabilitas vasa &
Gesekan empedu dg dinding perubahan hemodinamik Merangsang system saraf
abdomen Defisiensi vit, ikterus parasimpatis
K Penumpukan cairan

Nyeri abdomen Gangguan Terjadi penumpukan bilirubin pd peristaltik usus dan


lapisan bawah kulit lambung
kuadran kanan atas pembekuan darah Tekanan intraabdomen

normal
Gatal-gatal Makanan betahan di
MK : Nyeri Akut MK :resiko Penekanan pd lambung lambung
Perdarahan
MK: Resiko Mual Produksi asam lambung
Kerusakan Integritas

Muntah , Anoreksia MK: Resiko Ketidak


seimbangan volume
cairan
8. Manifiestasi Klinis Cholelithiasis
Menurut ((Nurarif & Kusuma, 2013) tanda dan gejala kolelitiasis adalah :
a. Sebagian bersifat asimtomatik
b. Nyeri tekan kuadran kanan atas atau midepigastrik samar yang menjalar
ke punggung atau region bahu kanan. Sebagian klien rasa nyeri bukan
bersifat kolik melainkan persisten
c. Mual dan muntah serta demam
d. Icterus obstruksi pengaliran getah empedu ke dalam duodenum akan
menimbulkan gejala yang khas, yaitu: getah empedu yang tidak lagi
dibawa ke dalam duodenum akan diserap oleh darah dan penyerapan
empedu ini membuat kulit dan membrane mukosa berwarna kuning.
Keadaan ini sering disertai dengan gejala gatal-gatal pada kulit
e. Perubahan warna urine dan feses. Ekskresi pigmen empedu oleh ginjal
akan membuat urine berwarna sangat gelap. Feses yang tidak lagi
diwarnai oleh pigmen empedu akan tampak kelabu, dan biasanya pekat
yang disebut “clay colored”
f. Regurgitas gas: flatus dan sendawa
g. Defisiensi vitamin obstruksi aliran empedu juga akan membantu
absorbsi vitamin A, D, E, K yang larut lemak. Karena itu klien dapat
memperlihatkan gejala defisiensi vitamin-vitamin ini jika obstruksi atau
sumbatan bilier berlangsumg lama. Penurunan jumlah vitamin K dapat
mengganggu pembekuan darah yang normal.

9. Pemeriksaan Diagnostik Cholelithiasis


Pemeriksaan diagnostik yang dilakukan pada klien kolelitiasis
menurut (Sandra, 2013) adalah:
a. Pemeriksan sinar-X abdomen, dapat dilakukan jika terdapat kecurigaan
akan penyakit kandung empedu dan untuk menyingkirkan penyebab
gejala yang lain. Namun, hanya 15-20% batu empedu yang mengalami
cukup klasifikasi untuk dapat tampak melalui pemeriksaan sinar-X.
b. Ultrasinografi, pemeriksaan USG telah menggantikan pemeriksaan
kolesistografi oral karena dapat dilakukan secara cepat dan akurat, dan
dapat dilakukam pada penderita disfungsi hati dan ikterus. Pemeriksaan
USG dapat mendeteksi kalkuli dalam kandung empedu atau duktus
koledokus yang mengalami dilatasi.
c. Pemeriksaan pencitraan radionuklida atau koleskintografi.
Koleskintografi menggunakan preparat radioaktif yang disuntikkan
secara intravena. Preparat ini kemudian diambil oleh hepatosit dan
dengan cepat diekskresikan ke dalam sistem bilier. Selanjutnya
dilakukan pemindaian saluran empedu untuk mendapatkan gambar
kandung empedu dan percabangan bilier.
d. ERCP (Endoscopic Retrograde CholangioPancreatography),
pemeriksaan ini meliputi insersi endoskop serat-optim yang fleksibel ke
dalam eksofagus hingga mencapai duodenum pars desendens. Sebuah
kanul dimasukkan ke dalam duktus koledokus serta duktus pankreatikus,
kemudian bahan kontras disuntikkan ke dalam duktus tersebut untuk
memingkinkan visualisasi langsung struktur bilier dan memudahkan
akses ke dalam duktus koledokus bagian distal untuk mengambil
empedu.
e. Kolangiografi Transhepatik Perkutan, pemeriksaan dengan cara
menyuntikkan bahan kontras langsung ke dalam percabangan bilier.
Karena konsentrasi bahan kontras yang disuntikkan itu relatif besar,
maka semua komponen pada sistem bilier (duktus hepatikus, duktus
koledokus, duktus sistikus dan kandung empedu) dapat dilihat garis
bentuknya dengan jelas.
f. MRCP (Magnetic Resonance Cholangiopancreatography), merupakan
teknik pencitraan dengan gema magnet tanpa menggunakan zat kontras,
instrumen, dan radiasi ion. Pada MRCP saluran empedu akan terlihat
sebagai struktur yang terang karena mempunyai intensitassinyal tinggi,
sedangkan batu saluran empedu akan terlihat sebagai intensitas sinyal
rendah yang dikelilingi empedu dengan intensitas sinyal tinggi, sehingga
metode ini cocok untuk mendiagnosis batu saluran empedu.
10. Penatalaksanaan Cholelithiasis
Menurut ((Nurarif & Kusuma, 2013) penatalaksanaan pada kolelitiasis
meliputi:
a. Penanganan Non bedah
1) Disolusi Medis Oral dissolution therapy adalah cara penghancuran
batu dengan pemberian obat-obatan oral. Disolusi medis
sebelumnya harus memenuhi kriteria terapi non operatif
diantaranya batu kolestrol diameternya <20mm dan batu <4 batu,
fungsi kandung empedu baik, dan duktus sistik paten.
2) ERCP (Endoscopic Retrograde Cholangio Pancreatography). Batu
di dalam saluran empedu dikeluarkan dengan basket kawat atau
balon ekstraksi melalui muara yang sudah besar menuju lumen
duodenum sehingga batu dapat keluar bersama tinja. Untuk batu
besar, batu yang terjepit di saluran empedu atau batu yang terletak
di atas saluran empedu yang sempit diperlukan prosedur
endoskopik tambahan sesudah sfingerotomi seperti pemecahan
batu dengan litotripsi mekanik dan litotripsi laser.
3) ESWL (Extracorporeal Shock Wave Lithotripsy) Litotripsi
Gelombang Elektrosyok (ESWL) adalah pemecahan batu dengan
gelombang suara.
b. Penanganan bedah
1) Kolesistektomi laparaskopi Indikasi pembedahan karena
menandakan stadium lanjut, atau kandung empedu dengan batu
besar, berdiameter lebih dari 2cm. kelebihan yang diperoleh klien
luka operasi kecil (2- 10mm) sehingga nyeri pasca bedah minimal.
2) Kolesistektomi terbuka Kolesistektomi adalah suatu tindakan
pembedahan dengan cara mengangkat kandung empedu dan
salurannya dengan cara membuka dinding perut. Operasi ini
merupakan standar terbaik untuk penanganan klien dengan
kolelitiasis sitomatik (Sahputra, 2016).
11. Komplikasi Cholelithiasis
Adapun jenis komplikasi sebagai berikut:
a. Kolesistis
Kolesistitis adalah peradangan kandung empedu, saluran
kandung empedu tersumbat oleh batu empedu, menyebabkan infeksi
dan peradangan kandung empedu.
b. Kolangitis
Kolangitis adalah peradangan pada saluran empedu, terjadi
karena infeksi yang menyebar melalui saluran-saluran dari usus kecil
setelah saluran-saluran menjadi terhalang oleh sebuah batu empedu.
c. Hidrops Obstruksi kronis dari kandung empedu dapat menimbulkan
hidrops kandung empedu. Dalam keadaan ini, tidak ada peradangan
akut dan sindrom yang berkaitan dengannya. Hidrops biasanya
disebabkan oleh obstruksi duktus sistikus sehingga tidak dapat diisi
lagi empedu pada kandung empedu yang normal. Kolesistektomi
bersifat kuratif.
d. Empiema
Pada empiema, kandung empedu berisi nanah. Komplikasi ini
dapat membahayakan jiwa dan membutuhkan kolesistektomi darurat
segera (Sahputra, 2016).

12. Asuhan Keperawatan Cholelithiasis


a. Pengkajian
1) Identitas pasien Meliputi : nama, umur, jenis kelamin, alamat,
tempat tinggal, tempat tanggal lahir, pekerjaan dan pendidikan.
Kolelitiasis biasanya ditemukan pada 20 -50 tahun dan lebih sering
terjadi anak perempuan pada dibanding anak laki – laki (Cahyono,
2015).
2) Keluhan utama
Keluhan yang paling utama yang dirasakan oleh klien saat
pengkajian. Biasanya keluhan utama yang klien rasakan adalah
nyeri abdomen pada kuadran kanan atas, dan mual muntah.
3) Riwayat kesehatan:
a) Riwayat kesehatan sekarang
Pengembangan diri dari keluhan utama melalui metode
PQRST, paliatif atau provokatif (P) yaitu fokus utama keluhan
klien, quality atau kualitas (Q) yaitu bagaimana nyeri dirasakan
oleh klien, regional (R) yaitu nyeri menjalar kemana, Safety (S)
yaitu posisi yang bagaimana yang dapat mengurangi nyeri atau
klien merasa nyaman dan Time (T) yaitu sejak kapan klien
merasakan nyeri tersebut.
b) Riwayat kesehatan dahulu
Kaji apakah klien pernah menderita penyakit sama atau
pernah memiliki riwayat penyakit sebelumnya.
c) Riwayat kesehatan keluarga (genogram)
Mengkaji ada atau tidaknya keluarga klien pernah
menderita penyakit kolelitiasis. Penyakit kolelitiasis tidak
menurun, karena penyakit ini menyerang sekelompok manusia
yang memiliki pola makan dan gaya hidup yang tidak sehat.
Tapi orang dengan riwayat keluarga kolelitiasis mempunyai
resiko lebih besar dibanding dengan tanpa riwayat keluarga.
4) Pemeriksaan fisik:
a) Keadaan Umum :
(1) Mengkaji tentang berat badan dan tinggi badan klien.
(2) Kesadaran Kesadaran mencakup tentang kualitas dan
kuantitas keadaan klien.
(3) Tanda-tanda Vital : Mengkaji mengenai tekanan darah,
suhu, nadi dan respirasi.
b) Sistem endokrin
Mengkaji tentang keadaan abdomen dan kantung empedu.
Biasanya Pada penyakit ini kantung empedu dapat terlihat dan
teraba oleh tangan karena terjadi pembengkakan pada kandung
empedu.
5) Pola aktivtas
a) Nutrisi
Dikaji tentang porsi makan, nafsu makan
b) Aktivitas
Dikaji tentang aktivitas sehari-hari, kesulitan melakukan
aktivitas dan anjuran bedrest
c) Aspek psikologis
Kaji tentang emosi, pengetahuan terhadap penyakit, dan suasana
hati.
d) Aspek penunjang
(1) Hasil pemeriksaan Laboratorium (bilirubin, amylase serum
meningkat)
(2) Obat-obatan satu terapi sesuai dengan anjuran dokter.
b. Diagnosa Keperawatan
Masalah keperawatan pada Pre operatif :
1) Nyeri akut berhubungan dengan agen pencedera fisiologis (D. 0077)
2) Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan nyeri (D. 0054)
3) Defisit nutrisi berhubungan dengan ketidakmampuan mencerna
makanan (D. 0019)
4) Ansietas berhubungan dengan krisis situasional (D. 0080)
Masalah keperawatan Intra operatif:
1) Risiko Infeksi berhubungan dengan tindakan invasif (D. 0142)
2) Risiko Hipotermi berhubungan dengan suhu lingkungan rendah (D.
0140)
Masalah keperawatan Post operatif:
1) Risiko Jatuh berhubungan dengan kondisi pasca operasi (D. 0143)
2) Nyeri akut berhubungan dengan agen pencendera fisik ( D. 0077)
c. Intervensi Keperawatan
Intervensi pre operatif
1) Nyeri akut berhubungan dengan agen pencedera fisiologis (D. 0077)
Diagnosa Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi
Nyeri akut berhubungan Setelah dilakukan tindakan asuhan Observasi:
dengan agen pencedera keperawatan diharakan nyeri berkurang atau a. Identifikasi lokasi, karakteristik, durasi,
fisiologis (D. 0077) menurun dengan kriteria hasil: frekuensi, kualitas, intensitas nyeri
a. Keluhan nyeri menurun b. Identifikasi skala nyeri
b. Meringis menurun c. Identifikasi respons nyeri non verbal d.
c. Sikap protektif menurun Identifikasi faktor yang memperberat dan
d. Gelisah menurun memperingan nyeri
e. Kesulitan tidur menurun d. Identifikasi pengetahuan dan keyakinan
f. Diaforesis menurun tentang nyeri
g. Perasaan depresi (tertekan) menurun e. Identifikasi pengaruh budaya terhadap respon
h. Anoreksia menurun nyeri
i. Ketegangan otot menurun f. Identifikasi pengaruh nyeri pada kualitas
j. Pupil dilatasi menurun hidup
k. Muntah menurun g. Monitor keberhasilan terapi komplementer
l. Mual menurun yang sudah diberikan
m. Frekuensi nadi membaik h. Monitor efek samping penggunaan analgetik
n. Pola nafas membaik
o. Tekanan darah membaik Terapeutik :
p. Proses berfikir membaik a. Berikan teknik nonfarmakologis untuk
q. Fungsi berkemih membaik mengurangi rasa nyeri kontrol lingkungan
r. Prilaku membaik yang memperberat rasa nyeri
b. Fasilitasi istirahat dan tidur
c. Pertimbangkan jenis dan sumber nyeri dalam
pemilihan strategi meredakan nyeri
Edukasi :
a. Jelaskan penyebab, periode, dan pemicu nyeri
b. Jelaskan strategi meredakan nyeri
c. Anjurkan memonitor nyeri secara mandiri d
d. Anjurkan menggunakan analgetik secara
tepat
e. Ajarkan teknik nonfarmakologis untuk
mengurangi rasa nyeri
Kolaborasi :
a. Kolaborasi pemberian analgetik, jika perlu
2) Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan nyeri (D. 0054)
Diagnosa Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi
Gangguan mobilitas fisik Setelah dilakukan tindakan asuhan Observasi :
berhubungan dengan keperawatan diharapkan mobilitas fisik a. Identifikasi adanya nyeri atau keluhan
nyeri (D. 0054) meningkat dengan kriteria hasil: fisik lainnya
a. Pergerakan extremitas meningkat b. Identifikasi toleransi fisik melakukan
b. Kekuatan otot meningkat h. Rentang ambulasi c. Monitor frekuensi jantung dan
gerak meningkat tekanan darah sebelum memulai ambulasi
c. Nyeri menurun c. Monitor kondisi umum selama melakukan
d. Kecemasan menurun ambulasi
e. Kaku sendi menurun Gerakan tidak Terapeutik :
terkoordinasi menurun a. Fasilitasi aktivitas ambulasi dengan alat
f. Gerakan terbatas menurun n. bantu
Kelemahan fisik menurun b. Fasilitasi melakukan mobilisasi fisik
c. Libatkan keluarga untuk membantu
pasien dalam meningkatkan ambulasi
Edukasi :
a. Jelaskan tujuan dan prosedur ambulasi
b. Anjurkan melakukan ambulasi dini
3) Defisit nutrisi berhubungan dengan ketidakmampuan mencerna makanan (D. 0019)
Diagnosa Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi
Defisit nutrisi Setelah dilakukan tindakan asuhan Observasi :
berhubungan dengan keperawatan diharapkan status nutrisi a. Identifikasi status nutrisi
ketidakmampuan membaik dengan kriteria hasil: b. Identifikasi alergi dan intoleransi makanan
mencerna makanan (D. a. Porsi makanan yang dihabiskan c. Identifikasi makanan disukai
0019) meningkat d. Identifikasi kebutuhan kalori dan jenis
b. Berat badan membaik nutrient
c. ndeks massa tubuh membaik e. Identifikasi perlunya penggunaan selang
d. Frekuensi makan membaik nasogastric
e. Nafsu makan membaik f. Monitor asupan makanan
g. Monitor berat badan
h. Monitor hasil pemeriksaan laboratorium
Terapeutik:
a. Lakukan oral hygiene sebelum makan, jika
perlu
b. Fasilitas menentukan pedoman diet
c. Sajikan makanan secara menarik dan suhu
yang sesuai
d. Berikan makanan tinggi seratuntuk
mencegah konstipasi
e. Berikan makanan tinggi kalori dan tinggi
protein
f. Berikan suplemen makanan, jika perlu
g. Hentikan pemberian makanan melalui
selang nasogastric jika asupan oral dapat
ditoleransi
Edukasi :
a. Anjarkan posisi duduk, jika perlu
b. Ajarkan diet yang deprogramkan
Kolaborasi :
a. Kolaborasi pemberian medikasi sebelum
makan, jika perlu
b. Kolaborasi dengan ahli gizi untuk untuk
menentukan jumlah kalori dan jenis
nutrient yang di butuhkan, jika perlu
4) Ansietas berhubungan dengan krisis situasional (D. 0080)
Diagnosa Tujuan dan Kriteria hasil Intervensi
Ansietas berhubungan dengan krisis Setelah dilakukan tindakan asuhan Terapi relaksasi
situasional (D. 0080) keperawatan diharapkan tingkat Observasi
ansietas menurun dengan kriteria a. Identifikasi penurunan tingkat
hasil: energi, ketidakmampuan
a. Verbalisasi kebingungan menurun berkonsentrasi, atau gejala lain
b. Verbalisasi khawatir akibat kondisi yang mengganggu kemampuan
yang dihadapi menurun kognitif
c. Perilaku gelisah menurun b. Identifikasi Teknik relaksasi yang
d. Perilaku tegang menurun pernah efektif digunakan
e. Keluhan pusing menurun c. Identifikasi kesediaan,
f. Anoreksia menurun kemampuan, dan penggunaan
g. Frekuensi pemapasan membaik Teknik sebelumnya
h. Frekuensi nadi membaik d. Periksa ketegangan otot, frekuensi
i. Tekanan darah membaik nadi, tekanan darah, dan suhu
j. Tremor menurun sebelum dan sesudah Latihan
k. Pucat menurun e. Monitor respons terhadap terapi
l. Konsentrasi meningkat relaksasi
m. Pola tidur Terapeutik
n. Perasaan keberdayaan a. Ciptakan lingkungan tenang dan
o. Kontak mata membaik tanpa gangguan dengan
p. Pola berkemih membaik pencahayaan dan suhu ruang
q. Orientasi membaik nyaman, jika memungkinkan
b. Berikan informasi tertulis tentang
persiapan dan prosedur teknik
relaksasi
c. Gunakan pakaian longgar
d. Gunakan nada suara lembut dengan
irama lambat dan berirama
e. Gunakan relaksasi sebagai strategi
penunjang dengan analgetik atau
Tindakan medis lain, jika sesuai
Edukasi
a. Jelaskan tujuan, manfaat, Batasan,
dan jenis relaksasi yang tersedia
(mis: musik, meditasi, napas dalam,
relaksasi otot progresif)
b. Jelaskan secara rinci intervensi
relaksasi yang dipilih
c. Anjurkan mengambil posisi nyaman
d. Anjurkan rileks dan merasakan
sensasi relaksasi
e. Anjurkan sering mengulangi atau
melatih teknik yang dipilih
f. Demonstrasikan dan latih Teknik
relaksasi (mis: napas dalam,
peregangan, atau imajinasi
terbimbing)

Intervensi keperawatan Intra operatif:


1) Risiko Infeksi berhubungan dengan tindakan invasif (D. 0142)
Diagnosa Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi
Risiko Infeksi berhubungan dengan Setelah dilakukan tindakan asuhan Pencegahan infeksi
tindakan invasif (D. 0142) keperawatan diharapkan tidak Observasi
mengalami infeksi dengan kriteria a. Monitor tanda dan gejala infeksi
hasil: lokal dan sistemik
a. Tidak terjadi tanda – tanda fisik Terapeutik
a. Cuci tangan sebelum dan sesudah
kontak dengan pasien dan
lingkungan pasien
b. Pertahankan teknik aseptic pada
pasien berisiko tinggi
c. Pertahankan alat-alat yang
digunakan tetap steril
d. Desinfeksi area ruangan operasi
e. Desinfeksi area yang akan
dilakukan insisi
Edukasi
a. Anjurkan menggunakan pakaian
steril
2) Risiko Hipotermi berhubungan dengan suhu lingkungan rendah (D. 0140)
Diagnosa Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi
Risiko Hipotermi berhubungan Setelah dilakukan tindakan asuhan Manajemen hipotermi
dengan suhu lingkungan rendah (D. keperawatan diharapkan termogulasi Observasi
0140) membaik dengan kriteria hasil: a. Monitor suhu tubuh
a. Menggigil menurun b. Identifikasi penyebab hipotermia
b. Suhu tubuh membaik
(mis: terpapar suhu lingkungan
c. Suhu kulit membaik
rendah, pakaian tipis, kerusakan
hipotalamus, penurunan laju
metabolisme, kekurangan lemak
subkutan)
c. Monitor tanda dan gejala akibat
hipotermia (mis: hipotermia
ringan: takipnea, disartria,
menggigil, hipertensi, diuresis;
hipotermia sedang: aritmia,
hipotensi, apatis, koagulopati,
refleks menurun; hipotermia berat:
oliguria, refleks menghilang,
edema paru, asam-basa abnormal)
Terapeutik
a. Sediakan lingkungan yang hangat
(mis: atur suhu ruangan,
inkubator)
b. Lakukan penghangatan pasif (mis:
selimut, menutup kepala, pakaian
tebal)
c. Lakukan penghangatan aktif
eksternal (mis: selimut hangat)
d. Lakukan penghangatan aktif
internal (mis: infus cairan hangat,
oksigen hangat, lavase peritoneal
dengan cairan hangat)
Intervensi keperawatan Post operatif:
1) Risiko Jatuh berhubungan dengan kondisi pasca operasi (D. 0143)
Diagnosa Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi
Risiko Jatuh berhubungan dengan Setelah dilakukan tindakan asuhan Pencegahan jatuh
kondisi pasca operasi (D. 0143) keperawatan diharpkan tingkat jatuh Observasi
menurun dengan kriteria hasil: a. Identifikasi faktor jatuh (mis:
a. Jatuh dari tempat tidur menurun penurunan tingkat kesadaran,
b. Jatuh saat berdiri menurun hipotensi ortostatik, gangguan
c. Jatuh saat duduk menurun keseimbangan)
d. Jatuh saat berjalan menurun b. Identifikasi faktor lingkungan
yang meningkatkan risiko jatuh
(mis: penerangan kurang)
c. Hitung risiko jatuh dengan
menggunakan skala (mis: fall
morse scale, humpty dumpty
scale), jika perlu
Terapeutik
a. Pastikan roda tempat tidur dan
kursi roda selalu dalam kondisi
terkunci
b. Pasang handrail tempat tidur
c. Atur tempat tidur mekanis pada
posisi terendah
d. Tempatkan pasien berisiko tinggi
jatuh dekat dengan pantauan
perawat dari nurse station
e. Dekatkan bel pemanggil dalam
jangkauan pasien
Edukasi
a. Anjurkan berkonsentrasi untuk
menjaga keseimbangan tubuh
b. Ajarkan cara menggunakan bel
pemanggil untuk memanggil
perawat

1) Nyeri akut berhubungan dengan agen pencendera fisik ( D. 0077)


Diagnosa Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi
Nyeri akut berhubungan Setelah dilakukan tindakan asuhan Observasi:
dengan agen pencedera keperawatan diharakan nyeri berkurang atau a. Identifikasi lokasi, karakteristik,
fisiologis (D. 0077) menurun dengan kriteria hasil: durasi, frekuensi, kualitas,
a. Keluhan nyeri menurun intensitas nyeri
b. Meringis menurun b. Identifikasi skala nyeri
c. Gelisah menurun c. Identifikasi respons nyeri non
d. Kesulitan tidur menurun verbal
e. Anoreksia menurun d. Identifikasi faktor yang
f. Ketegangan otot menurun memperberat dan memperingan
g. Pupil dilatasi menurun nyeri
h. Mual menurun e. Identifikasi pengetahuan dan
i. Frekuensi nadi membaik keyakinan tentang nyeri
j. Pola nafas membaik f. Identifikasi pengaruh budaya
k. Tekanan darah membaik terhadap respon nyeri
l. Proses berfikir membaik g. Identifikasi pengaruh nyeri pada
m. Fungsi berkemih membaik kualitas hidup
n. Prilaku membaik h. Monitor keberhasilan terapi
komplementer yang sudah
diberikan
i. Monitor efek samping penggunaan
analgetik
Terapeutik :
a. Berikan teknik nonfarmakologis
untuk mengurangi rasa nyeri
kontrol lingkungan yang
memperberat rasa nyeri
b. Fasilitasi istirahat dan tidur
c. Pertimbangkan jenis dan sumber
nyeri dalam pemilihan strategi
meredakan nyeri
Edukasi :
a. Jelaskan penyebab, periode, dan
pemicu nyeri
b. Jelaskan strategi meredakan nyeri
c. Anjurkan memonitor nyeri secara
mandiri d
d. Anjurkan menggunakan analgetik
secara tepat
e. Ajarkan teknik nonfarmakologis
untuk mengurangi rasa nyeri
Kolaborasi :
a. Kolaborasi pemberian analgetik,
jika perlu
e. Implementasi Keperawatan
Implementasi keperawatan merupakan serangkaian tindakan yang
dilakukan oleh perawat maupun tenaga medis lain untuk membantu pasien
dalam proses penyembuhan dan perawatan serta masalah kesehatan yang
dihadapi pasien yang sebelumnya disusun dalam rencana keperawatan
(Nursallam,2011).
f. Evaluasi
Menurut Nursalam (2011) evaluasi keperawatan terdiri dari dua jenis
yaitu:
a. Evaluasi formatif, Evaluasi ini disebut juga evaluasi berjalan dimana
evaluasi dilakukan sampai dengan tujuan tercapai.
b. Evaluasi sohmatif, merupakan evaluasi akhir dimana dalam metode
evaluasi ini menggunakan SOAP.

B. Tindakan Laparascopy
1. Definisi Laparacopy
Laparoskopi adalah prosedur yang dilakukan untuk memeriksa dan
mengobati kondisi bagian dalam perut atau panggul. Prosedur ini dapat
digunakan untuk mengobati gangguan pada organ tertentu, seperti usus
buntu, kantung empedu, atau rahim. Laparoskopi atau operasi lubang kunci
dilakukan dengan memasukkan alat berbentuk tabung tipis yang disebut
laparoskop. Alat ini dilengkapi dengan kamera dan lampu di ujungnya.
Laparoskopi adalah suatu trknik operasi yang menggunakan alat-alat
berdiameter 5 sampai 12 mm untuk menggantikan tangan dokter bedah
melakukan prosedur bedah di dalam rongga perut untuk melihat organ di
dalam perut tersebut digunakan kamera yang juga berukuran mini, dengan
terlebih dahulu dimasukkan gas untuk membuat ruangan di rongga perut
lebih luas. Dokter bedah melakukan pembedahan dengan melihat layar
monitor dan mengoperasikan alat-alat tersebut dengan kedua tangannya

2. Indikasi Tindakan Laparascopy


Indikasi Diagnostik:
a. Diagnosis diferensiasi patologi genetalia interna
b. Infertilitas primer dan atau sekunder
c. Second look operation (apabila diperlukan tindakan berdasarkan operasi
sebelumnya)
d. Mencari dan mengangkat translokasi AKDR.
e. Pemantauan pada saat dilakukan tindakan histeroskopi
Indikasi terapi
a. Kistektomi, miomektomi dan histerektomi
b. Hemostasis perdarahan pada perforasi uterus akibat tindakan
sebelumnya
c. Mengangkat organ tubuh yang mengalami gangguan, seperti rahim,
kantung empedu (kolesistektomi), indung telur (oophorectomy), atau
usus buntu (apendektomi)
Indikasi operatif terhadap adneksa
a. Fimbrioplasti, salpingostomi, salpingolisis
b. Koagulasi lesi endometriosis
c. Aspirasi cairan dari suatu konglomerasi untuk diagnostik yang
terapeutik.
d. Salpingektomi pada kehamilan ektopik
e. Kontrasepsi mantap (oklusi tuba)
f.Rekontruksi tuba atau reanastromosis tuba pascatubectomi
Indikasi operatif terhadap ovarium
a. Fungsi folikel matang pada program fertilisasi in-vitro
b. Biopsi ovarium pada keadaan tertentu (kelainan kromosom atau
bawaan, curiga keganasan).
c. Kistektomi antara lain ada kista coklat (endometrioma), kista dermoid,
dan kista ovarium lain
d. Ovariolisis, pada perlekatan periovarium
Indikasi operatif terhadap organ dalam rongga pelvis
a. Lisis perlekatan oleh omentum dan usus.
3. Kontraindikasi Tindakan Laparoscopy
Kontraindikasi absolut:
a. Kondisi pasien yang tidak memungkinkan dilakukan anestesi
b. Diatese hemoragik sehingga mengganggu fungsi pembekuan darah
c. Peritonitis akut terutama bagian abdomen atas, disertai dengan distensi
dinding perut, sebab kelainan ini merupakan kontraindikasi untuk
melakukan pneumoperitonium
Kontraindikasi relatif
a. Tumor abdomen yang sangat besar sehingga sulit untuk memasukkan
trokar kedalam rongga pelvis, ini karena trokar dapat melukai tumor
tersebut
b. Hernia abdominalis, dikhawatirkan dapat melukai usus pada saat
memasukkan trokar ke dalam rongga pelvis, atau memperberat hernia
pada saat dilakukan pneumoperitonium. kini kekhawatiran ini dapat di
hilangkan dengan modifikasi alat pneumoperitonium otomatis
c. Kelainan atau insufisiensi paru paru, jantung, hepar, atau kelainan
pembuluh darah vena porta, goiter atau kelainan metabolisme lain yang
sulit menyerap gas CO2

4. Prosedur Tindakan Laparoscopy


Prosedur tindakan laparoscopy yaitu:
a. Dokter akan membuat sayatan dengan ukuran sekitar 1–1,5 cm di
bawah pusar sebagai jalan masuk laparoskop. Dokter bisa membuat
lebih dari satu sayatan untuk memasukkan alat lain ke dalam perut
pasien.
b. Setelah sayatan dibuat, dokter akan memasukkan tabung kecil yang
disebut kanula, kemudian menggembungkan perut pasien dengan gas
karbondioksida. Dengan begitu, dokter dapat melihat kondisi organ
dalam perut lebih jelas.
c. Dokter akan memasukkan laparoskop dan beberapa peralatan medis lain
yang dibutuhkan selama prosedur.
d. Dokter akan melihat kondisi organ dalam perut melalui layar monitor.
Peralatan medis yang telah dimasukkan sebelumnya juga bisa
digunakan untuk mengambil sampel jaringan atau untuk memperbaiki
kelainan yang ada.
e. Dokter akan mengeluarkan laparoskop dan kanula dari dalam perut.
Selanjutnya, dokter akan menutup sayatan dengan jahitan, kemudian
membalutnya dengan perban.
Umumnya, prosedur laparoskopi untuk mendiagnosis suatu penyakit
dapat berlangsung selama 30–60 menit. Sementara laparoskopi yang
digunakan untuk mengatasi kondisi tertentu bisa berlangsung lebih lama.

5. Efek Samping Tindakan Laporoscopy


Tindakan laparoskopi relatif aman, prosedur ini tetap memiliki
beberapa efek samping. Sekitar 1–2 persen pasien yang menjalani
laparoskopi mengalami komplikasi ringan berupa infeksi, mual, muntah,
dan memar. Selain itu, ada juga komplikasi lain yang dapat terjadi setelah
menjalani bedah laparoskopi, di antaranya:
a. Kerusakan pembuluh darah
b. Reaksi alergi berat terhadap obat bius
c. Penggumpalan di dalam pembuluh darah, seperti deep vein thrombosis
(DVT) atau emboli paru
d. Kerusakan pada organ, seperti usus atau kandung kemih
e. Masuknya gas karbondioksida ke dalam pembuluh darah sehingga
mengakibatkan emboli
BAB III
KASUS KELOLAAN

DATA UMUM PASIEN


Nomor RM : 01120110
Nama/Inisial Pasien : Ny. R
Tempat, Tanggal Lahir : Padang, 09-09-1958
Usia : 64 tahun 5 bulan
Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga
Jenis Pembayaran : BPJS
Agama : Islam
Pendidikan : SMA
Suku : Minang
Status Perkawinan : Kawin
Alamat : Jl. Darma Bakti gg. Bambu Baru
Asal Rujukan (jika ada) : RS Syafira PKU
Waktu Tiba di OK : 08.00 WIB
Diagnosa Medik : Cholesistitis + Cholelitiasis

ASSESMENT PREOPERATIF
PENGKAJIAN PRIMER
Airway : Tidak terpasang oksigen, jalan napas paten, suara
napas vesikuler, tidak ada hambatan jalan napas
Breathing : Penggunaan otot bantu napas (-), sesak napas (-),
pergerakan dinding dada simetris, RR= 21x/menit
Circulation : Sianosis (-), akral hangat, irama jantung cepat dan teratur,
nadi reguler teraba kuat dan dalam, CRT < 3 detik, suhu =
36,7 C.
Disability : Kesadaran composmentis (GCS=15)
Exposure : Lesi di tubuh (-), kekuatan otot (5/5)
Folly Chateter : Kateter (-) dan pampers (-)
Gastric Tube : NGT (-), reflex menelan dan mengunyah baik
Heart Monitor : Tidak terpasang heart monitor
PRA INDUKSI
1. Diagnosa Medis : Cholesistitis + Cholelitiasis
2. Rencana/Jenis Tindakan : Laparascopi cholelitiasis
3. Site Marking :

4. Tingkat Kesadaran : Composmentis


5. GCS : E4M6V5
6. Pernapasan : 21x/menit
7. Tanda-Tanda Vital : TD: 140/80 mmHg, N= 96 x/menit,
MAP: 100
8. Golongan Darah :-
9. Pasien Mulai Puasa Pukul : 02.00 WIB
10. Akses Infus : Ekstremitas atas sinistra
11. Status ASA :2
12. Rencana Tindakan Anastesi : General (GA), Intubasi
KELUHAN UTAMA
Ny. R mengatakan bahwa ia telah 7 tahun menderita batu empedu, dokter
telah menganjurkan Ny. R untuk operasi, namun Ny. R belum siap untuk
melakukannya. Selama ini Ny. R control dengan dokternya yang ada di RS
Syafira PKU. Namun, pada bulan maret 2023 Ny. R memutuskan untuk
melakukan operasi. Ny. R mengatakan ia ingin sehat dan bisa bermain dengan
cucu-cucunya. Pada tanggal 20 Maret 2023 dirujuk ke RSUD Arifin Achmad.
Ny. R mengatakan ini merupakan operasi pertamanya. Ny. R tampak cemas,
tampak tegang, takut dan terlihat membaca ayat Al-quran untuk mengalihkan
cemasnya. Ny. R juga mengatakan jika ners muda tidak mengajaknya berbicara,
jantung nya berdegup dengan kencang sehingga Ny. R lebih banyak berbicara
untuk menghilangkan cemasnya. TD: 140/80 mmHg, N: 96 x/menit, RR: 21
x/menit, memiliki riwayat, hipertensi, diabetes mellitus (GD: 195).

RIWAYAT KESEHATAN
A. RIWAYAT KESEHATAN SEBELUMNYA
Ny. R memiliki riwayat penyakit hipertensi dan ia mengkonsumsi obat
untuk mengontrol tekanan darahnya, selain itu Ny. R juga memiliki penyakit
diabetes mellitus yang merupakan penyakit keturunan dari orang tuanya, gula
darah tanggal 21 Maret 2023 adalah 195 mg/dL.

B. RIWAYAT KESEHATAN KELUARGA


Keterangan:
: Pr Meninggal : Ny. R
: Lk Penderita DM

: Lk Meninggal : Pr : Lk
C. RIWAYAT OPERASI
Belum pernah melakukan operasi

DATA PSIKOSOSIAL
Ny. R mengatakan jantungnya berdegup dengan kencang saat tidak diajak
bicara oleh ners muda. Sehingga, saat diajak bicara ia terus menerus
menceritakan pengalaman semasa hidupnya. Ny. R juga meminta doa agar operasi
pertamanya berjalan dengan lancar. Ny. R tampak tegang, takut dan terus
membaca ayat suci Al-Quran.

Status Emosional : ( ) Tenang ( √ ) Cemas ( ) Tidak ada respon


PEMERIKSAAN LABORATORIUM
1. Pemeriksaan laboratorium (09/03/2023)
Pemeriksaan Hasil Nilai normal
a. Hematologi
Darah lengkap
Hemoglobin 12,6 g/dL 12,0-16,0
Leukosit 6,55 10^3/ủL 4,80-10,80
Trombosit 319 10^3/ủL 150-450
Eritrosit 4,43 10^6/ủL 4,20-5,40
Hematokrit 39,5 % 37,0-47,0
MCV 89,2 fL 79,0-99,0
MCH 28,4 pg 27,0-31,0
MCHC 31,9g/dL 33,0-37,0
RDW-CV 12,2 % 11,5-14,5
RDW-SD 39,6 fL 35,0-47,0
PDW 11,0 fL 9,0-13,0
MPV 10,2 fL 7,2-11,1
P-LCR 26,2 % 15,0-25,0

Hitung Jenis
Basofil 0,5 % 0-1
Eosinofil 6,1% 1,0-3,0
Neutrofil 41,2% 40,0-70,0
Limfosit 43,2% 20,0-40,0
Monosit 9,0% 2,0-8,0
b. Kimia Klinik
Albumin 4,4 g/dL 3,2- 4,6
AST 17 U/L 10-40
ALT 14 U/L 10-40
Glukosa Puasa 162 mg/dL < 100
Ureum 17 mg/dL 17,1-49,2
Creatinin 0,76 mg/dL 0,5-1,2
c. Elektrolit
Na+ 147 mmol/L 135-145
K+ 4,3 mmol/L 3,5-5,5
Chlorida 110 mmol/L 97-107

PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK
1. Echocardiograpy (10/03/2023)
Pengukuran Nilai Normal Pengukura Nilai Normal
n
Aorta Root 31 20-37 EDD 44 35-52
dimension mm mm
Atrium kiri Dimension 34 15-40 ESD 30 26-63
mm
Fungsi EF 57 53-77% IVS Diastole 11 7-11
jantung mm
IVS Sistole 13 13
Dimensi : Dimensi ruang jantung normal, global normokinetik
Katub : Normal
Kesimpulan : Normal
2. Radiologi
Kesan:
Cor : Cardiomegali (CTR > 50%)
Pulmo : Tidak tampak kelainan

OBAT-OBATAN/MEDIKASI
Nama Obat Dosis/akses Fungsi
Fentanyl 100 mg/IV Mengobati nyeri akut yang disebabkan
trauma besar atau pembedahan serta nyeri
kronis yang disebabkan oleh kanker.
Atracurium besilat 30 mg/IV Untuk merelaksasi otot, obat ini merupakan
obat tambahan pada tindakan anastesi dan
digunakan pada tindakan intubasi.
Fresofol 100 mg/IV Untuk menenangkan, menurunkan
kesadaran dan membius pasien selama
operasi berlangsung.
As. tranexamat 1 g/IV Untuk mengatasi pendarahan akibat
fibrinolisis yang berlebihan
Dexamethason 5 mg/IV Obat anti inflamasi golongan kortikosteroid
yang berperan dalam mengurangi atau
menekan proses peradangan dan alergi yang
terjadi pada tubuh
Ondansentron 8 mg/IV Obat yang digunakan untuk mengatasi mual
dan muntah terutama akibat efek samping
pasca operasi
Ketorolac 30 mg/ IV Untuk meredakan nyeri sedang hingga berat
Paracetamol 1 gr/ IV Untuk meredakan nyeri pasca operasi
Ringer Lactat 500 ml/IV Cairan pengganti parenteral terhadap
kehilangan cairan dan elektrolit dari
kompartemen ekstraseluler
ANALISA DATA PRE OPERATIF

No Data Etiologi Masalah


Keperawatan
1. Data Objektif: Faktor pencetus Ansietas
- Pasien tampak gelisah
- Pasien tampak tegang Cholelitiasis
- Muka tampak pucat
- Kontak mata tidak fokus Tindakan Operasi

- Tanda-tanda vital: TD: (Laparoskopi)

140/80 mmHg, N: 96
x/menit, RR: 21 x/menit, Krisis Situasional

suhu 36,7 °C
Ansietas
- Kesadaran
composmentis
Data Subjektif:
- Pasien mengatakan takut
dan cemas terhadap
tindakan operasi yang
akan dilakukan karena
baru pertama kali
melakukan operasi
INTERVENSI KEPERAWATAN PRE OPERATIF

No Diagnosa keperawatan Tujuan & Kriteria Hasil Intervensi Keperawatan

1. Ansietas Setelah dilakukan intervensi Terapi Relaksasi (I. 09326)


keperawatan selama 1 x 30 menit, Observasi
maka tingkat ansietas menurun, dengan 1. Identifikasi penurunan tingkat energi,
kriteria hasil: ketidakmampuan berkonsentrasi, atau gejala lain
yang mengganggu kemampuan kognitif
1. Verbalisasi khawatir akibat
2. Identifikasi teknik relaksasi yang pernah efektif
kondisi yang dihadapi menurun
digunakan
2. Perilaku gelisah menurun
3. Identifikasi kesediaan, kemampuan, dan
3. Perilaku tegang menurun
penggunaan teknik sebelumnya
4. Konsentrasi membaik
4. Monitor respon terhadap terapi relaksasi
Terapeutik
1. Ciptakan lingkungan tenang dan tanpa gangguan
dengan pencahayaan, suhu ruangan nyaman, jika
memungkinkan
2. Gunakan pakaian longgar
3. Gunakan nada suara lembut dengan irama lambat
dan berirama
4. Gunakan relaksasi sebagai penunjang dengan
analgetik atau tindakan medis lain, jika sesuai
Edukasi
1. Jelaskan tujuan, manfaat, batasan, dan jenis
relaksasi yang tersedia (misalnya: musik, meditasi,
napas dalam, relaksasi otot progresif)
2. Jelaskan secara rinci intervensi relaksasi yang
dipilih
3. Anjurkan mengambil posisi nyaman
4. Anjurkan rileks dan merasakan sensasi relaksasi
5. Anjurkan sering mengulangi atau melatih teknik
yang dipilih
6. Demonstrasikan dan latih teknik relaksasi
(misalnya: napas dalam, peregangan, atau
imajinasi terbimbing)
CATATAN PERKEMBANGAN PRE-OPERATIF
Waktu Diagnosa
Implementasi Evaluasi (SOAP) Tanda tangan
(Tgl/Jam) Keperawatan

20-03-2023 Ansietas Terapi Relaksasi (I. 09326) Jam: 08.25 wib


Observasi
08.00 wib S:
1. Mengidentifikasi penurunan tingkat
energi, ketidakmampuan - Pasien mengatakan biasanya

berkonsentrasi, atau gejala lain membaca ayat Al-quran untuk

yang mengganggu kemampuan mengurangi cemasnya

kognitif - Pasien mengatakan akan mencoba

2. Mengidentifikasi teknik relaksasi mengkombinasi dua teknik ini untuk

yang pernah efektif digunakan mengurangi cemas sebelum operasi

3. Mengidentifikasi kesediaan, - Pasien mengatakan dengan

kemampuan, dan penggunaan membayangkan bermain dengan

teknik sebelumnya cucunya membuat cemasnya

4. Memonitor respon terhadap terapi berkurang

relaksasi O:

Terapeutik - Pasien tampak membaca ayat Al-

1. Menciptakan lingkungan tenang qur’an untuk mengurangi cemasnya

dan tanpa gangguan dengan - Pasien tampak mempraktekkan

pencahayaan, suhu ruangan terapi guided imagery untuk

nyaman, jika memungkinkan


2. Menggunakan pakaian longgar mengurangi cemasnya
3. Menggunakan nada suara lembut - Pasien masih tampak tegang dan
dengan irama lambat dan berirama cemas
Edukasi - TTV:
1. Menjelaskan tujuan, manfaat, TD: 108/72 mmHg
batasan, dan jenis relaksasi yang N: 70x/menit
tersedia (guided imagery) RR: 19x/menit
2. Menjelaskan secara rinci intervensi SpO2: 99%
relaksasi yang dipilih Suhu: 36,6
3. Menganjurkan mengambil posisi A:
nyaman Ansietas
4. Menganjurkan rileks dan P:
merasakan sensasi relaksasi Intervensi dihentikan, pasien masuk
5. Menganjurkan sering mengulangi kedalam ruang operasi
atau melatih teknik yang dipilih
6. Mendemonstrasikan dan latih
teknik relaksasi (guided imagery)
PENGKAJIAN INTRA OPERATIF
Deskripsi Pelaksanaan Operasi
Pasien masuk Intra Operasi : 08.38 WIB
Pasien keluar Intra Operasi : 11.08 WIB

Kondisi Pasien :
Ny. R dalam keadaan tidak sadar setelah diberikan anastesi umum terbaring terlentang
dengan posisi litotomi dengan tubuh bagian dextra sedikit ditinggikan. Seluruh petugas yang
berparisipasi melakukan cuci tangan sebelum melakukan tindakan operasi serta seluruh alat yang
digunakan adalah alat yang steril. Ny. R terpasang kateter urin, nasal gastric tube, intubasi, heart
monitor serta intubasi. Terdapat site marking atau tanda operasi pada bagian abdomen kuadran
ke-3. Lalu, diberikan penanda letak operasi menggunakan plester. Setelah itu, bagian yang akan
dioperasi disterilkan menggunakan cairan betadine. Operasi dimulai dengan melakukan insisi
kurang lebih 1,5 cm menggunakan tindakan laparaskopi dengan teknik hasson. Batu empedu
dikeluarkan dari cavum abdomen, berwarna hitam dan berukuran kecil. Setelah operasi berakhir
area yang dibedah dijahit dan disterilkan menggunakan larutan NaCl 0,9%.

Diagnosa Keperawatan:
1. Risiko Hipotermia perioperatif b.d suhu lingkungan rendah
2. Risiko Infeksi

Monitoring Cairan dan TTV Pasien :


1. Monitoring Cairan
Cairan Jenis Jumlah
a. Cairan masuk - Ringer lactate 2 kolf 1000 ml/kolf
(500ml/kolf/IV)
- Paracetamol 100ml/ IV
b. Cairan keluar - Cairan suction 400 cc
- NGT 50 cc
- Urin 300 cc
c. Balance Cairan Cairan masuk – cairan keluar +350 cc

2. Monitoring TTV
Waktu
08.40 09.45 10.35 11.08
TD 163/92 mmHg 108/72 mmHg 137/88 mmHg 112/73 mmHg
N 100x/menit 65x/menit 74x/menit 75x/ menit
SpO2 99% 97% 96% 97%
MAP 116 84 104 86
Suhu 36,6 35,6 - -
ANALISA DATA INTRA OPERATIF

No Data Etiologi Masalah Keperawatan


1. Data Objektif: Faktor pencetus Risiko Hipotermia
- Pasien tampak menggigil perioperatif b.d suhu
- Pasien tampak pucat Cholelitiasis lingkungan rendah
- Akral teraba dingin
- Suhu ruangan 20°C Tindakan Operasi

- Tanda-tanda vital : TD 108/72 (Laparoskopi)

mmHg, Nadi 65 kali/menit, RR


14 kali/menit, Suhu 35,6°C, Suhu Lingkungan

SpO2 97% (OK)

Data Subjektif:
Risiko Hipotermi
-

2. Risiko infeksi b.d efek


Faktor pencetus
Data Objektif:
prosedur invansif
- Pasien tampak lemah
Cholelitiasis
- Mukosa bibir kering
- Tampak pembedahan tindakan
Tindakan Operasi
laparoskopi pada abdomen
(Laparoskopi)
- Tampak luka berwarna merah
- Tanda- tanda vital: TD 108/72
Risiko Infeksi
mmHg, Nadi 65 kali/menit, RR
14 kali/menit, Suhu 35,6°C,
SpO2 97%
Data Subjektif:
-
INTERVENSI KEPERAWATAN INTRA OPERATIF

No Diagnosa keperawatan Tujuan & Kriteria Hasil Intervensi Keperawatan

1. Risiko Hipotermia perioperatif Setelah dilakukan tindakan Manajemen Hipotermia (I. 14507)
b.d suhu lingkungan rendah keperawatan selama 1 x 2 jam Observasi
diharapkan Hipotermi menurun, 1. Monitor suhu tubuh
dengan kriteria hasil: 2. Identifikasi penyebab hipotermia (mis: terpapar
1. Menggigil menurun suhu lingkungan rendah)
2. Pucat menurun Terapeutik
3. Suhu tubuh membaik 1. Sediakan lingkungan yang hangat (mis: atur suhu
4. Tanda-tanda vital membaik ruangan, jika memungkinkan)
2. Ganti pakaian atau linen yang basah
3. Lakukan penghangatan pasif (selimut, penutup
kepala, pakaian tebal)
4. Lakukan penghangatan aktif eksternal kompres
hangat, botol hangat, selimut hangat)
5. Lakukan penghangatan aktif internal (infus cairan
hangat, oksigen hangat, lavase peritoneal dengan
cairan hangat).
2. Risiko infeksi b.d efek prosedur Setelah dilakukan tindakan Pencegahan Infeksi (I. 14539)
invansif keperawatan selama 1 x 2 jam Observasi
diharapkan tingkat infeksi menurun, 1. Monitor tanda dan gejala infeksi lokal dan
dengan kriteria hasil: sistemik
1. Kebersihan tangan meningkat Terapeutik
2. Kebersihan badan meningkat 1. Batasi jumlah pengunjung
3. Nyeri menurun 2. Berikan perawatan kulit pada daerah edema
3. Cuci tangan sebelum dan sesudah kontak dengan
pasien dan lingkungan pasien
4. Pertahankan teknik aseptik pada pasien berisiko
tinggi
CATATAN PERKEMBANGAN
Waktu Diagnosa
Implementasi Evaluasi (SOAP) Tanda tangan
(Tgl/Jam) Keperawatan

20-03-2023 Risiko Hipotermia Manajemen Hipotermia (I. 14507) Jam: 11.08 wib
08.38 wib perioperatif b.d Observasi
S:
suhu lingkungan 1. Memonitor suhu tubuh (monitor
rendah suhu terlampir) - Pasien mengatakan sudah tidak

2. Mengidentifikasi penyebab kedinginan

hipotermia (terpapar suhu O:


lingkungan rendah) - Pasien dalam keadaan terlentang

Terapeutik dengan posisi litotomi selama

1. Menyediakan lingkungan yang operasi dan operasi berakhir pukul

hangat (atur suhu ruangan, jika 11.08

memungkinkan) - Pasien terpasang selimut tebal,

2. Mengganti pakaian atau linen yang pakaian dan penutup kepala

basah - Pasien terpasang mesin warmer

3. Melakukan penghangatan pasif dengan suhu: 40 Celcius

(selimut, penutup kepala, pakaian) - Suhu ruangan operasi: 22 Celcius

4. Melakukan penghangatan aktif - Ekstremitas atas dan bawah teraba

eksternal (menggunakan mesin dingin

warmer) - Monitor ttv terlampir


- Pasien terpasang cairan infuse
Ringer Lactat 2 kolf (500 ml/ kolf)
- Balance cairan= +350 cc
A:

5. Melakukan penghangatan aktif Risiko Hipotermia perioperatif b.d suhu

internal (infus cairan hangat, lingkungan rendah

oksigen hangat, lavase peritoneal


dengan cairan hangat). P:
Intervensi di hentikan pasien telah
selesai operasi dan dipindahkan ke
recorvery room

20–03-2023 Risiko infeksi b.d Pencegahan Infeksi (I. 14539) S:


efek prosedur Observasi -
invansif 1. Memonitor tanda dan gejala infeksi O:
lokal dan sistemik - Pasien dalam keadaan terlentang
Terapeutik dengan posisi litotomi selama
1. Membatasi jumlah pengunjung operasi dan operasi berakhir pukul
2. Memberikan perawatan kulit pada 11.08
daerah edema - Petugas yang mengikuti operasi
3. Mencuci tangan sebelum dan melakukan cuci tangan sebelum
sesudah kontak dengan pasien dan tindakan dimulai
lingkungan pasien - Tampak seluruh alat yang digunakan
4. Mempertahankan teknik aseptik
pada pasien berisiko tinggi dalam keadaan steril
- Tampak daerah yang akan dibedah
disterilkan terlebih dahulu
menggunakan cairan betadine steril
- Suhu ruangan= 22 Celcius
- Tampak terdapat luka insisi pada
bagian abdomen kuadran ke-3
sepanjang kurang lebih 1,5 cm
- Pasien mendapat terapi:
1. Inj. Fentanyl 100mg/IV
2. Inj. Atracurium besilat 20 mg/IV
3. Inj. Fresofol 100mg/IV
4. As. tranexamat 1g/IV
5. Inj. Dexamethasone 5mg/IV
6. Inj. Ondansentron 8mg/IV
7. Inj. Ketorolac 30 mg/IV
8. Inj. Paracetamol 1gr/IV
9. Inf. Ringer lactate 500ml/IV
- Tampak luka di hecting dan
dibersihkan menggunakan cairan
NaCl 0,9% dan ditutup
menggunakan kassa
A:
Risiko infeksi b.d efek prosedur
invansif

P:
Intervensi dihentikan operasi berakhir
dan pasien dipindahkan ke ruang
recovery room
PENGKAJIAN POST OPERATIF
Nomor RM Pasien : 001120110
Nama/Inisial : Ny. R
Umur : 64 tahun 5 bulan
Jenis Tindakan Operasi : Laparaskopi
Pasien Tiba Di RR : 11.10 WIB
Skor Pemulihan Anestesi :3

PENGKAJIAN PRIMER
Airway : Terpasang oksigen nasal kanul 4L/menit, jalan napas paten, suara
napas vesikuler, hambatan jalan napas (-)
Breathing : Penggunaan otot bantu napas (-), sesak napas (-), pergerakan dinding
dada simetris
Circulation : Sianosis (-), akral teraba hangat, irama jantung cepat dan teratur, nadi
reguler teraba kuat dan dalam, CRT < 3 detik, suhu = 36,7 C.
Disability : Dalam pengaruh bius pasca operasi sehingga belum sadar, respon nyeri
(-)
Exposure : Lesi pada abdomen dextra, skor pemulihan pasca operasi 3,
Folly Chateter : Kateter (+) 300 cc
Heart monitor : Terpasang heart monitor (data terlampir)

DESKRIPSI KONDISI PASIEN


Ny. R tiba di ruang recorvary room pukul 11.10 WIB dalam keadaan belum sadar karena
masih dalam pengaruh bius, skor nilai pemulihan = 3. Ny. R terpasang heart monitor, oksigen
nasal kanul 4l/menit dan kateter urine 300cc. Data heart monitor terlampir.

MONITORING PASIEN POST OPERATIF


Pasien tiba di RR : 11.10 WIB
Pasien keluar dari RR : 12.00 WIB
Waktu
11.15 11.30 11.45 12.00
TD 153/92 146/86 146/82 151/88
mmHg mmHg mmHg mmHg
Nadi 96 x/menit 95x/menit 89x/menit 88x/menit
RR 24x/menit 23x/menit 19x/menit 20x/menit
Temp 36,5 C 36,7 C 36,6 C 36,7 C
SpO2 93% 92% 95% 96%
Skor Nyeri 7 7 7 7
Skor 5 7 9 10
Pemulihan
Pendarahan - - - -
Intravena Ringer lactate+ Tramadol 20tpm
Tranfusi - - - -
Lain-lain Terpasang kateter urin dan nasal kanul 4L/ menit

DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Nyeri akut b.d agen pencedera fisik (mis: prosedur operasi)
2. Risiko Jatuh
ANALISA DATA POST OPERATIF

No Data Etiologi Masalah Keperawatan


1. Data Objektif: Faktor pencetus Nyeri Akut b.d Agen
- Pasien tampak gelisah Pencedera Fisik (Prosedur
- Pasien tampak tegang Cholelitiasis Operasi)
- Muka tampak meringis
- Tanda-tanda vital: TD 153/92 Tindakan Operasi

mmHg, Nadi 96 kali/menit, RR (Laparoskopi)

24 kali/menit, suhu 36,5 °C


Data Subjektif: Agen Pencedera

- Pasien mengatakan area Fisik

abdomennya terasa nyeri


Nyeri Akut
Risiko Jatuh b.d kondisi
Data Objektif: Faktor pencetus
2. pasca operasi
- Pasien belum sadar sepenuhnya
Cholelitiasis
dan masih dalam pengaruh
anestesi
Tindakan Operasi
- Pasien tampak gelisah
(Laparoskopi)
- Tanda-tanda vital: Tanda-tanda
vital: TD 153/92 mmHg, Nadi
General Anestesi
96 kali/menit, RR 24
kali/menit, suhu 36,5 °C
Risiko Jatuh
Data Subjektif:
- Pasien mengatakan kakinya
belum bisa digerakkan
sepenuhnya
INTERVENSI KEPERAWATAN POST OPERATIF

No Diagnosa keperawatan Tujuan & Kriteria Hasil Intervensi Keperawatan

1. Nyeri Akut b.d Agen Pencedera Setelah dilakukan tindakan Manajemen Nyeri (I. 08238)
Fisik (Prosedur Operasi) keperawatan selama 1 x 60 menit, Observasi
maka tingkat nyeri menurun, dengan 1. Identifikasi lokasi, karakteristik, durasi, frekuensi,
kriteria hasil: kualitas, intensitas nyeri
1. Keluhan nyeri menurun 2. Identifikasi skala nyeri
2. Meringis menurun 3. Identifikasi respon nyeri non verbal
3. Gelisah menurun 4. Identifikasi faktor yang memperberat dan
memperingan nyeri
5. Identifikasi pengaruh nyeri pada kualitas hidup
6. Monitor keberhasilan terapi komplementer yang
sudah diberikan
7. Monitor efek samping penggunaan analgetik
Terapeutik
1. Berikan Teknik non farmakologis untuk
mengurani nyeri (mis: TENS, Hypnosis,
akupresur, terapi musik, aromaterapi, teknik
imajinasi terbimbing, kompres hangat/ dingin,
terapi bermain)
2. Kontrol lingkungan yang memperberat rasa nyeri
(mis: suhu ruangan, pencahayaan, kebisingan)
3. Fasilitasi istirahat dan tidur
Edukasi
1. Jelaskan strategi meredakan nyeri
2. Anjurkan memonitor nyeri secara mandiri
3. Anjurkan menggunakan analgetik secara tepat
4. Ajarkan teknik non farmakologis untuk
mengurangi nyeri
Kolaborasi
1. Kolaborasi pemberian analgetik, jika perlu

2.
Risiko Jatuh b.d kondisi pasca Setelah dilakukan tindakan Pencegahan Jatuh (I. 14540)
operasi keperawatan selama 1 x 60 menit maka Observasi
tingkat jatuh menurun, dengan kriteria 1. Identifikasi faktor jatuh (usia > 65 tahun,
hasil: penurunan tingkat kesadaran, defisit kognitif,
1. Jatuh dari tempat tidur menurun hipotensi ortostatik, gangguan keseimbangan,
2. Jatuh saat dipindahkan menurun gangguan penglihatan)
2. Identifikasi risiko jatuh, setidaknya sekali setiap
shift atau sesuai kebijakan institusi
3. Identifikasi faktor lingkungan yang meningkatkan
risiko jatuh (lantai licin, penerangan kurang)
4. Hitung risiko jatuh menggunakan skala (fall morse
scale, humpty dumpty scale), jika perlu
Terapeutik
1. Pastikan roda tempat tidur dan kursi roda selalu
dalam keadaan terkunci
2. Pasang handrail tempat tidur
3. Atur tempat tidur mekanis pada posisi terendah
4. Tempatkan pasien berisiko tinggi jatuh dekat
dengan pantauan perawat dari nurse station
5. Dekatkan bel pemanggil dalam jangkauan pasien
Edukasi
1. Anjurkan memanggil perawat jika membutuhkan
bantuan untuk berpindah
2. Anjurkan berkonsentrasi untuk menjaga
keseimbangan tubuh
3. Anjurkan melebarkan jarak kedua kaki untuk
meningkatkan keseimbangan saat berdiri
4. Ajarkan cara menggunakan bel pemanggil untuk
memanggil perawat
CATATAN PERKEMBANGAN
Waktu Diagnosa
Implementasi Evaluasi (SOAP) Tanda tangan
(Tgl/Jam) Keperawatan

20-03-2023 Nyeri Akut b.d Manajemen Nyeri (I. 08238) S:


Agen Pencedera Observasi
- Pasien mengatakan nyeri pada area
Fisik (Prosedur 1. Mengidentifikasi lokasi,
perut dan badannya.
Operasi) karakteristik, durasi, frekuensi,
O:
kualitas, intensitas nyeri
- Pasien post operasi laparoscopy
2. Mengidentifikasi skala nyeri
dengan diagnose medis cholelitiasis
3. Mengidentifikasi respon nyeri non
- Tampak bekas operasi pada area
verbal
abdomen kuadran ke-3
Terapeutik
- Tampak wajah pasien meringis
1. Mengontrol lingkungan yang
kesakitan akibat nyeri yang timbul,
memperberat rasa nyeri (mis: suhu
skala nyeri 7 (VAS)
ruangan, pencahayaan, kebisingan)
- Monitor ttv terlampir
2. Memfasilitasi istirahat dan tidur
- Pasien mendapatkan Inf. Ringer
Kolaborasi
lactate + tramadol 100mg/2ml
Kolaborasi pemberian analgetik, jika
20tpm
perlu
A:

Nyeri Akut b.d Agen Pencedera Fisik


(Prosedur Operasi)

P:

Intervensi dihentikan pasien dipindahkan


ke ruangan dengan skor pemulihan
anastesi umum (Aldrete score)= 10

20-03-2023 Risiko Jatuh b.d Pencegahan Jatuh (I. 14540) S:


kondisi pasca Observasi
-
operasi 1. Mengidentifikasi faktor jatuh
(penurunan tingkat kesadaran pasca O:
operasi) - Pasien post operasi laparoscopy
2. Mengidentifikasi risiko jatuh, dengan diagnose medis cholelitiasis
setidaknya sekali setiap shift atau - Tampak hand trail terpasang
sesuai kebijakan institusi - Tampak roda tempat tidur terkunci
Terapeutik - Tampak tempat tidur dalam keadaan
1. Memastikan roda tempat tidur dan terendah
kursi roda selalu dalam keadaan - Skor pemulihan anestesi= 10
terkunci - Monitor TTV terlampir
2. Memasang handrail tempat tidur - Pasien masih tampak lemas dan
3. Mengatur tempat tidur mekanis pada lemah
posisi terendah A:
4. Menemapatkan pasien berisiko
tinggi jatuh dekat dengan pantauan Risiko Jatuh b.d kondisi pasca operasi
perawat dari nurse station P:
Intervensi dihentikan pasien dipindahkan
keruangan dengan skor pemulihan
anastesi umum (Aldrete score) = 10

KRITERIA PULIH SADAR DARI ANASTESI UMUM PADA DEWASA (ALDRETE SCORE)

Objek Penilaian Kriteria Skor Total skor ≥ 9 pasien dapat


Sadar penuh 2 dipindahkan ke ruangan
Kesadaran Bangun saat dipanggil 1
Tidak ada respon 0
Mampu menggerakkan semua ekstremitas sesuai perintah 2
Aktivitas Mampu menggerekan dua ekstremitas sesuai perintah 1
Tidak dapat menggerakkan ekstremitas 0
Dapat bernapas dan batuk 2
Respirasi Dispnea, bernapas terbatas atau dangkal 1
Apnea 0
TD kurang lebih 20 mmHg dari sebelum anastesi 2
Sirkulasi TD kurang lebih 20-50 mmHg dari sebelum anastesi 1
TD kurang lebih ≥ 50 mmHg dari sebelum anastesi 0
Saturasi Oksigen SpO2 > 92% dengan udara ruangan 2
Penambahan O2 regular untuk mempertahakan SpO2 1
>90%
SpO2 < 90% dengan penambahan oksigen 0
Total 10
DAFTAR PUSTAKA
Arif Kurniawan , Yunie Armiyati, R. A. (2017). Pengaruh Pendidikan Kesehatan
pre operasi terhadap tingkat kecemasan pada pasien pre operasi di RSUD
Kudus. Jurnal Keperawatan Indonesia, 6 (2), 139–148.
Cahyono, A. (2015). Hubungan Karakteristik dan Tingkat Pengetahuan Perawat
Terhadap Pengelolaan Keselamatan Pasien di Rumah Sakit Widya
Koperatis Wilayah 3 Bekasi. Jurnal akademi keperawatan.
Djumhana. (2017). Pendekatan Diagnosis dan Tatalaksana Sindrom Mirizzi.
Jurnal Penyakit Dalam Indonesia
Harahap. (2016). Hubungan Gaya Hidup Dengan Kejadian Penyakit Cholelitiasis
Di Ruang Rawat Inap Rsi Surakarta. Naskah Publikasi, 1-18
Haryono. (2013). Karakteristik Pasien Koleliatis Di Rsup Dr. Wahidin
Sudirohusodo Makassar. Jurnal Keperawatan Ilmiah ,3 (4).
Nurarif A H dan Kusuma H.(2016). Asuhan Keperawatan Praktis Berdasarkan
Penerapan Diagnosa Nanda, NIC, NOC dalam Berbagai Kasus.
Jogjakarta: Mediaction Publishing.
Purwanti, A. (2016). Hubungan Gaya Hidup dengan Kejadian Penyakit
Cholelitiasis Di Ruang Rawat Inap RSI Surakarata. Surakarta: Universitas
Muhammadiyah Sukarta.
Rendi, M., K. (2012). Asuhan Keperawatan Medikal Bedah Dan Penyakit Dalam.
Yogyakarta: Nuha Medika.
Sandra, A. (2013). Analisis Praktik Klinik Keperawatan Kesehatan Masyarakat
Perkotaan pada Pasien Kolelitiasis di Ruang Bedah Lantai 5 RSPAD
Gatot Subroto. Jurnal Publikasi. Jakarta: Fakultas Ilmu Keperawatan
Program Ners. Universitas Indonesia.
Suratun, Lusianah. (2010). Asuhan Keperawatan Klien Dengan Gangguan Sistem
Gastrointestinal. Jakarta: Trans Info Media.
Syaifuddin. (2012). Anatomi Fisiologi Untuk Keperawatan dan Kebidanan Edisi
ke Empat. Jakarta: EGC
Tim Pokja SDKI DPP PPNI. (2017). Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia:
Definisi dan Indikator Diagnostik (Edisi 1). Jakarta: DPP PPNI.
Tim Pokja SIKI DPP PPNI. (2018). Standar Intervensi Keperawatan Indonesia:
Definisi dan Tindakan Keperawatan (Edisi 1). Jakarta: DPP PPNI.
Tim Pokja SLKI DPP PPNI. (2018). Standar Luaran Keperawatan Indonesia:
Definisi dan Kriteria Hasil Keperawatan (Edisi 1). Jakarta: DPP PPNI
Tjokropawiro. (2015). Analisis Praktik. Juliana Br Sembiring, FIK UI, 2015
Wibowo, D. S., & Paryana, W. (2010). Anatomi Tubuh Manusia (Edisi 1).
Indonesia: Graha Ilmu.

Anda mungkin juga menyukai