Anda di halaman 1dari 26

MAKALAH

KOLELITIASIS

Disusun untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah KMB

Dosen Pembimbing : Novi Widyastuti,S.Kep.,Ns.M.kep

Disusun oleh:

Levi Olevia 2620152640


Mara Zakiya Anisa 2620152641
Nana Agustina 2620152642
Naning Fitriani 2620152643
Nofi Dwi Lestari 2620152644

AKADEMI KEPERAWATAN NOTOKUSUMO

YOGYAKARTA

2016

1
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kepada Allah SWT yang telah mencurahkan nikmat, memberikan
rahmat dan karuniaNya kepada kelompok penulis sehingga kelompok penulis dapat
menyelesaikan makalah ini. Shalawat beriring salam kepada suri tauladan kita Nabi
Muhammad SAW yang telah merubah pola pikir manusia dari pola pikir yang
jahiliyah kepola pikir yang lebih islamiyah.
Alhamdulillah, kelompok penulis banyak menerima arahan, bimbingan dan
bantuan serta dorongan dari semua anggota kelompok yang bekerja sama. Pada
kesempatan ini kelompok penulis juga ingin mengucapkan terima kasih kepada Ibu
Novi Widyastuti selaku pembimbing kami, sehingga kelompok penulis dapat
menyelesaikan makalah Seminar Profesi Kesehatan tentang “KOLELITIASIS”
Kelompok penulis menyadari bahwa dalam makalah ini masih banyak kekurangan,
untuk itu kelompok penulis mengharapkan kritik dan saran guna perbaikan,
mudah-mudahan makalah Kolelitiasis ini dapat menambah pengetahuan dan
bermanfaat bagi siapa saja yang membacanya. Amin ya rabbal’alamin.

Yogyakarta,2 Desember 2016

Penulis

2
DAFTAR ISI

Halaman Judul i

Daftar Isi ii

Kata Pengantar iii

BAB 1 PENDAHULUAN

A. Latar Belakang 4
B. Tujuan 7

BAB II PEMBAHSAN

A. Definisi Kolelitiasis 8
B. Etiologi 8
C. Patofisiologi 9
D. Tanda dan Gejala Kolelitiasis 9
E. Pemeriksaan Penunjang Kolelitiasis 10
F. Penatalaksanaan 11
G. Pembedahan 14
H. Komplikasi 15

BAB III DOKUMENTASI KEPERAWATA

A. Asuhan Keperawatn 16

BAB IV PENUTUP

A. Kesimpulan 20
B. Saran 20

Daftar Pustaka

3
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar belakang
Perkembangan dan pertumbuhan masyarakat di daerah perkotaan
dipengaruhi oleh banyaknya masyarakat yang melakukan urbanisasi dari
desa ke kota-kota besar. Perkembangan dan pertumbuhan masyarakat yang
pesat ini membuat masyarakat saling berlomba-lomba untuk bersaing dalam
meningkatkan taraf hidupnya. Padatnya masyarakat perkotaan
menyebabkan masyarakat harus bisa beradaptasi dengan kondisi dan
lingkungan yang ada. Adaptasi masyarakat terhadap kondisi dan lingkungan
menjadi salah satu yang menentukan derajat kesehatan masyarakat itu
sendiri. Hal ini sesuai dengan hasil Riskesdas tahun 2007 yang
menyebutkan bahwa derajat kesehatan masyarakat yang masih belum
optimal pada hakikatnya dipengaruhi oleh kondisi lingkungan, perilaku
masyarakat, pelayanan kesehatan dan genetika (Jaji, 2012).

Adaptasi masyarakat terhadap kondisi dan lingkungan membuat


masyarakat mengubah perilaku dan gaya hidup mereka. Salah satu
perubahan perilaku dan gaya hidup yang dilakukan oleh masyarakat adalah
terkait kebiasaan dalam mengkonsumsi makanan cepat saji, berlemak, dan
berkolesterol. Makanan yang berlemak dan berkolesterol dapat
menimbulkan berbagai macam penyakit, seperti penyakit jantung koroner
dan kolelitiasis. Kolelitiasis atau dikenal sebagai penyakit batu empedu
merupakan penyakit yang didalamnya terdapat batu empedu yang dapat
ditemukan di dalam kandung empedu atau didalam saluran empedu atau

4
pada kedua-duanya. Mowat (1987) dalam Gustawan (2007) mengatakan
kolelitiasis adalah material atau kristal tidak berbentuk yang terbentuk
dalam kandung empedu. Komposisi dari batu empedu merupakan campuran
dari kolesterol, pigmen empedu, kalsium dan matriks inorganik (Gustawan,
2007).

Kandung empedu merupakan sebuah kantung yang terletak di bawah


hati yang mengonsentrasikan dan menyimpan empedu sampai dilepaskan
ke dalam usus. Fungsi dari empedu sendiri sebagai ekskretorik seperti
ekskresi bilirubin dan sebagai pembantu proses pencernaan melalui
emulsifikasi lemak oleh garam-garam empedu . Selain membantu proses
pencernaan dan penyerapan lemak, empedu juga berperan dalam membantu
metabolisme dan pembuangan limbah dari tubuh, seperti pembuangan
hemoglobin yang berasal dari penghancuran sel darah merah dan kelebihan
kolesterol. Garam empedu membantu proses penyerapan dengan cara
meningkatkankelarutan kolesterol, lemak, dan vitamin yang larut dalam
lemak.

Faktor risiko yang menyebabkan seseorang terkena kolelitiasis adalah


usia, jenis kelamin, berat badan dan makanan. Orang dengan usia lebih dari
40 tahun lebih cenderung untuk terkena kolelitiasis dibandingkan dengan
orang yang usia lebih muda. Angka prevalensi orang dewasa lebih tinggi di
negara Amerika latin (20-40%) dan rendah di negara Asia (3-4%) (Robbin,
2007). Di Amerika Serikat, terhitung lebih dari 20 juta orang Amerika
dengan batu empedu dan dari hasil otopsi menunjukkan angka kejadian batu
empedu paling sedikit 20% pada wanita dan 8% pada laki-laki di atas umur
empat puluhan . Orang dengan Indeks Massa Tubuh (IMT) tinggi,
mempunyai risiko lebih tinggi untuk terjadi kolelitiasis. Orang yang
memiliki IMT tinggi, cenderung memiliki kadar kolesterol yang tinggi.
Kadar kolesterol yang tinggi di dalam tubuh membuat kadar kolesterol
dalam kandung empedu pun tinggi. Hal ini dikarenakan kolesterol

5
merupakan bagian dari lemak, jika kadar kolesterol yang terdapat dalam
cairan empedu tinggi maka cairan empedu dapat mengendap dan lama
kelamaan menjadi batu atau biasa disebut hipersaturasi cairan empedu.

Kasus kolelitiasis di Indonesia sama dengan kasus kolelitiasis di Afrika


yang jumlahnya tidak banyak dibandingkan dengan kasus kolelitiasis di
Eropa dan Amerika Utara. Akan tetapi, dengan kebiasaan makan
(peningkatan asupan kalori, kolesterol tinggi/lemak) dan perubahan gaya
hidup masyarakat, terutama peningkatan konsumsi lemak dan gula yang
terus menerus akan meningkatkan angka kejadian kasus kolelitiasis baik di
Afrika maupun di Indonesia. Hal ini terlihat dari admisi masuk pasien yang
dianalisis Bremner ada sebuah rumah sakit di Afrika yang mendapatkan
prevalensi peningkatan enam kali lipat rumah sakit melakukan
kolesistektomi dari tahun 1956 1-2/100.000 sampai tahun 1969 12/100.000.
Perubahan ini disebabkan oleh cepatnya urbanisasi populasi dan dikaitkan
dengan perubahan diet khusunya peningkatan konsumsi lemak. Selain
itu,berdasarkan laporan dari benua Afrika, Ethiopia, 46 pasien mengalami
kolesistektomi pada kasus kolelitiasis dan kolesistitis dalam waktu 5 tahun.
Hal ini menunjukkan rata-rata pasien berjumlah sembilan pertahunnya
(Rahman, 2005)

Dari kenyataan di atas perubahan gaya hidup dan kebiasaan konsumsi


makanan pada masyarakat menjadi faktor dominan untuk meningkatkan
kasus kolelitiasis. Hal ini sesuai dengan teori Bloom (1986) dalam
Notoatmodjo (2007) yang menyatakan ada empat (4) faktor yang
mempengaruhi derajat kesehatan pada manusia yaitu genetik
(hereditas),lingkungan, pelayanan kesehatan dan perilaku (gaya hidup).
Faktor perilaku ini banyak terlihat dari gaya hidup masyarakat yang sering
mengkonsumsi makanan berlemak dan berkolesterol. Kolesterol yang
merupakan unsur normal pembentuk empedu bersifat tidak larut dalam air.
Kelarutannya bergantung pada asam-asam empedu dan lesitin (fosfolipid)

6
dalam empedu. Pada pasien yang cenderung menderita batu empedu akan
terjadi penurunan sintesis asam empedu dan peningkatan sintesis kolesterol
dalam hati; keadaan ini mengakibatkan supersaturasi getah empedu oleh
kolesterol yang kemudian keluar dari getah empedu, mengendap dan
membentuk batu. Getah empedu yang jenuh oleh kolesterol merupakan
predisposisi untuk timbulnya batu empedu dan berperan sebagai iritan yang
menyebabkan peradangan dalam kandung empedu.

Penelitian di masyarakat Barat mengungkapkan komposisi utama batu


empedu adalah kolesterol, sedangkan penelitian di Jakarta pada 51 pasien
didapatkan batu pigmen pada 73% pasien dan batu kolesterol pada 27%
pasien (Lesmana, 2006).Berdasarkan beberapa penelitian di atas, perilaku
diet rendah lemak sangat penting untuk dilakukan dalam mengatasi
terjadinya batu empedu baik sebagai pencegahan pada masyarakat yang
belum terkena kolelitiasis maupun pada pasien pasca pembedahan
kolelitiasis. Selain itu, butuhnya peningkatan kesadaran dari masyarakat
untuk mengubah gaya hidupnya. Begitu juga kesadaran dari penyedia
layanan kesehatan, khususnya perawat dalam memberikan edukasi pada
masyarakat untuk meminimalkan angka kejadian kolelitiasis dengan
memberikan intervensi yang tepat untuk mencegah peningkatan kasus
kolelitiasis.
B. Tujuan penulisan
1. Tujuan umum
Penulisan ini dibuat untuk memberikan gambaran pemberian asuhan
keperawatan dengan gangguan Kolelitiasis.
2. Tujuan khusus
Tujuan khusus pembuatan karya ilmiah Ners ini adalah :
a) Memberikan gambaran tentang kasus kolelitiasis
b) Menjelaskan konsep masalah terkait kondisi klien
c) Menjelaskan asuhan keperawatan yang diberikan kepada klien
d) Menjelaskan masalah keperawatan yang muncul

7
BAB II

PEMBAHASAN

A. Definisi Kolelitiasis

Kolelitiasis adalah batu empedu, gallstones, biliarycalculus. Istilah


kolelitiasis dimaksudkan untuk pembentukan batu di dalam kandung
empedu.Batu kandung empedu merupakan gabungan beberapa unsur yang
membentuk suatu material mirip batu yang terbentuk di dalam kandung
empedu. (Sjamsuhidajat,2005)

Kolelitiasis (kalkulus / kalkul, batu empedu) biasanya terbentuk


dalam kandung empedu dari unsur-unsur padat yang membentuk cairan
empedu; batu empedu memiliki ukuran, bentuk dan komposisi yang sangat
varisasi. (Smeltzer, 2002)

Kolelitiasis adalah inflamasi akut atau kronis dari kandung empedu,


biasanya berhubungan dengan batu empedu yang tersangkut pada duktus
kistik, menyebabkan distensi kantung empedu. (Doenges,2009)

Kolelitiasis atau batu empedu merupakan endapan satu atau lebih


komponen empedu kolestrol, bilirubin, garam empedu, kalsium, protein,
asam lemak dan fosfolipid ( Haryono, 2012)

B. Etiologi Kolelitiasis (Batu empedu)

Etiologi batu empedu masih belum diketahui dengan


sempurna namun yang paling penting adalah gangguan metabolisme yang
disebabkan oleh perubahan susunan empedu, stasis empedu dan infeksi
kandung empedu. (Sjamsuhidajat,2005)

8
Sementara itu, komponen utama dari batu empedu adalah kolesterol
yang biasanya tetap berbentuk cairan. Jika cairan empedu menjadi jenuh
karena kolesterol, maka kolesterol bisa menjadi tidak larut dan membentuk
endapan di luar empedu. (Sjamsuhidajat,2005)

C. PATOFISIOLOGI
1. Batu Pigmen

Batu pigmen terdiri dari garam kalsium dan salah satu dari keempat
anion ini adalah bilirubinat, korbonat, fosfat, dan asam lemak. Pigmen
(bilirubin) pada kondisi normal akan terkonjugasi dalam empedu. Bilirubin
terkonjugasi karena adanya enzim glokuronil tranferase bila bilirubin tak
terkonjugasi diakibatkan karena kurang atau tidak adanya enzim glokuronil
tranferase tersebut yang akan mengakibatkan presipitasi/pengendapan dari
bilirubin tersebut. Ini disebabkan karena bilirubin tak terkonjugasi tidak
larut dalam air tapi larut dalam lemak, sehingga lama kelamaan terjadi
pengendapan bilirubin tak terkonjugasi yang bisa menyebabkan batu
empedu tapi ini jarang terjadi.

2. Batu Kolesterol

Kolesterol merupakan unsure normal pembentukan empedu dan


berpengaruh dalam pembentukan empedu. Kolesterol bersifat tidak larut
dalam air, kelarutan kolesterol sangat tergantung dari asam empedu dan
lesitin (fosfolipid).

D. TANDA DAN GEJALA


1. Rasa nyeri dan kolik bilier

Jika duktus sistikus tersumbat oleh batu empedu, kandung empedu akan
mengalami distensi dan akhirnya infeksi. Pasien akan menderita panas
dan mungkin teraba massa padat pada abdomen. Pasien dapat
mengalami kolik bilier disertai nyeri hebat pada abdomen kuadran

9
kanan atas yang menjalar ke punggung/bahu kanan; rasa nyeri ini
biasanya disertai dengan mual dan muntah.

2. Ikterus

Obstruksi pengaliran getah empedu kedalam duodenum akan


menimbulkan gejala yang khas, yaitu : getah empedu yang tidak lagi
dibawa kedalam duodenum akan diserap oleh darah dan penyerangan
empedu ini membuat kulit dan membran mukosa berwarna kuning.

3. Perubahan warna urin dan feses

Ekskresi pigmen empedu oleh ginjal akan membuat urine berwarna


sangat gelap. Feses yang tidak lagi diwarnai oleh pigmen empedu akan
tampak kelabu dan biasanya pekat (claycoroled).

4. Defisiensi vitamin

Obstruksi aliran empedu juga menggangu absorbs vitamin A, D, E, K


yang larut dalam lemak. Defisiensi vitamin K dapat menganggu
pembekuan darah yang normal.

E. Pemeriksaan penunjang

Pemeriksaan penunjang menurut (Haryono, 2012) adalah :

1. Rontgen abdomen/pemeriksaan sinar x/foto polos abdomen dapat di


lakukan pada klien yang dicurigai akan penyakit kandungan empedu.
Akurasi pemeriksaannya hanya 15-20%. Tetapi bukan merupakan
pemeriksaan pilihan.
2. Kolangiogram/kolangiografi transhepatik perkuatan melalui
penyuntikan bahan kontras langsung ke dalam cabang bilier. Karena
konsentrasi bahan kontras yang disuntikan relative besar maka semua
komponen system bilier (duktus hepatikus, D. koledukus, D. sistikus
dan kandungan empedu) dapat terlihat mesikpun angka komplikasi dari

10
kolangiogram rendah namun bias beresiko peritonitis bilier, resiko
sepsis dan syok septik.

3. ERCP (endoscopic retrograde cholangio pancreatographi)


Sebuah kanul yang di masukan ke dalam duktus koledukus dan duktus
pancreatikus, kemudian bahan kontras disuntikan ke dalam duktus
tersebut. Fungsi ERCP ini memudahkan visualisasi langsung struktur
bilier dan memudahkan akses ke dalam duktus koledukus bagian distal
untuk mengambil batu empedu, selain itu ERCP berfungsi untuk
membedakan icterus yang disebabkan oleh penyakit hati (ikterus
hepatoseluler dengan ikterus yang disebabkan oleh obstuksi bilier dan
juga dapat digunakan untuk menyelidiki gejala gastrointestinal pada
pasien-pasien yang kandungan empedunya sudah diangkat. ERCP ini
berisiko terjadinya tanda-tanda perforasi infeksi
4. Kolangiorafi transhepatik perkutan.
Pemeriksaan kolangiorafi meliputi penyuntikan bahan kontras langsung ke
dalam percabangan bilier. Karena konsentrasi bahan kontras yang
disuntikan itu relatife besar, maka semua komponen pada system bilier
tersebut, yang mencakup duktus hepatikus dalam hati, keseluruhan
panjang duktus koledokus, duktus sistikus dan kandungan empedu,
dapat dilihat garis bentuknya dengan jelas.
5. Pemeriksaan pencitraan radioniklida atau kolesentografi
Dalam prosedur ini, peraparat radioktif disuntikan secara intravena. Kemudian
diambil oleh hepatosit dan dengan cepat ekskeresikan kedalam sinar
bilier. Memerlukan waktu panjang lebih lama untuk mengerjakannya
membuat pasien terpajan sinar radiasi.

F. PENATALAKSANAAN

Menurut Haryono tahun 2012

NON BEDAH

11
1. Therapi Konservatif

a. Pendukung diit : cairan rendah lemak

b. Cairan Infus : menjaga kestabilan asupan cairan

c. Analgetik : meringankan rasa nyeri yang timbul akibat gejala


penyakit

d. Antibiotik : mencegah adanya infeksi pada saluran kemih

e. Istirahat

2. Farmako Therapi

Pemberian asam ursodeoksikolat dan kenodioksikolat digunakan untuk


melarutkan batu empedu terutama berukuran kecil dan tersusun dari
kolesterol.

Zat pelarut batu empedu hanya digunakan untuk batu lolesterol pada
pasien yang karena sesuatu hal sebab tak bias dibedah. Batu-batu ini
terbentuk karena terdapat kelebihan kolesterol yang tak dapat dilarutkan
lagi oleh garam-garam empedu dan lesitin. Untuk melarutkan batu
empedu tersedia Kenodeoksikolat dan Ursodeoksikolat. Mekanisme
kerjanya berdasarkan penghambatan sekresi kolesterol, sehingga
kejenuhannya dalam empedu berkurang dan batu dapat melarut lagi.
Therapi perlu dujalankan lama, yaitu : 3 bulan sampai 2 tahun dan baru
dihentikan minimal 3 bulan setelah batu-batu larut. Recidif dapat terjadi
pada 30% dari pasien dalam waktu 1 tahun,dalam hal ini pengobatan
perlu dilanjutkan.

3. Penatalaksanaa Pendukung dan Diet

Suplemen bubuk tinggi protein dan karbohidrat dapat diaduk kedalam


susu skim. Makanan berikut ini ditambahkan jika pasien dapat
menerimanya: buah yang dimasak, nasi atau ketela, daging tanpa lemak,

12
kentang yang dilumatkan, sayuran yang tidak membentuk gas, roti, kopi
atau the. Makanan seperti telur, krim, daging babi, gorengan, keju,dan
bumbu-bumbu yang berlemak, sayuran yang membentuk gas serta
alcohol harus dihindari. Penatalaksanaa diet merupakan bentuk terpai
utama pada pasien yang hanya mengalami intoleransi terhadap makanan
berlemak dan mengeluarkan gejala gastrointestinal ringan.

4. Extracorporeal Shock Wave Lithotripsy (ESWL)

Prosedur nononvasif ini menggunakan gelombang kejut berulang


(repeated shock wafes) yang diarahkan kepada batu empedu didalam
kandung empedu atau doktus koledokus dengan maksud untuk
mencegah batu tersebut menjadi sejumlah fragmen. Gelombang kejut
dihasilkan dalam media cairan oleh percikan listrik, yaitu
piezoelelektrik, atau oleh muatan elektromagnetik. Energy ini
disalurkan kedalam tubuh lewat redaman air atau kantong yang berisi
cairan. Gelombang kejut yang dikonvergensikan tersebut diarahkan
kepada batu empedu yang dipecah. Setelah batu dipecah secara
bertahap, pecahannya akan bergerak spontan dikandung empedu atau
doktus koledokus dan dikeluarkan melalui endoskop atau dilarutkan
dengan pelarut atau asam empedu yang diberikan per oral.

5. Litotripsi Intrakorporporeal

Pada litotripsi intrakorporeal, batu yang ada dalam kandung empedu


atau doktus koledokus dapat dipecah dengan menggunakan gelombang
ultrasound, leser berpulsa atau litotripsi hidrolik yang dipasang pada
endoskop, dan diarahkan langsung pada batu. Kemudian fragmen batu
atau derbis dikeluarkan dengan cara irigasi dan aspirasi. Prosedur
tersebut dapat diikuti dengan pengangkatan kandung empedu melalui
luka insisi atau laparoskopi. Jika kandung empedu tidak diangkat,
sebuah drain dapat dipasang selama 7 hari.

13
G. PEMBEDAHAN

1. Cholesistektomy

Merupakan tindakan pembedahan yang dilakukan atas indikasi


cholesistitis atau cholesistitis, baik akut/kronis yang tidak sembuh
dengan tindakan konservatif.

Tujuan perawatan pre operasi pada bedah cholesistectomy:

a. Meningkatkan pemahaman klien dan keluarga tentang prosedur


operasi.

b. Meningkatkan kesehatan klien baik fisik maupun psikologis.

c. Meningkatkan pemahaman klien dan keluarga tentang hal-hal yang


akan dilakukan pada post operasi.

Tindakan Keperawatan Pada Cholecystotomy:

a. Posisi semi fowler

b. Menjelaskan tujuan penggunaan tube atau drain dan lamanyya

c. Menjelaskan dan mengajarkan cara mengurangi nyeri

2. Kolesistektomi

Dalam prosedur ini kandungan empedu diangkat setelah arteri dan


duktus sistikus diligasi. Kolesistektomi dilakukan pada sebagian besar
kasus kolesistis akut dan kronis. Sebuah drain (penrose) ditempatkan
dalam kandungan empedu dan dibiarkan menjulur keluar lewat luka

14
operasi untuk mengalirkan darah, cairan serosanguinus dan getah
empedu ke dalam kasa absorben.

3. Minikolesistektomi

Merupakan prosedur bedah untuk mengeluarkan kandungan empedu


lewat luka insisi selebar 4 cm. Kolesistektomi Laparoskopik (atau
endoskopik), dilakukan lewat luka insisi yang kecil atau luka tusukan
melalui dinding abdomen pada umbilicus. Pada prosedur kolesistektomi
endoskopik, rongga abdomen ditiup dengan gas karbon dioksida
(pneumoperitoneum) untuk membantu pemasangan endoskop dan
menolong dokter bedah melihat struktur abdomen. Sebuah endoskop
serat optic dipasangan melalui luka insisi umbilicus yang kecil.
Beberapa luka tusukan atau insisi kecil tambahan dibuat pada dinding
abdomen untuk memasukkan instrument bedah lainnya ke dalam bidang
operasi.

4. Koledokostomi

Dalam koledokostomi, insisi dilakukan pada duktus koledokus untuk


mengeluarkan batu. Setelah batu dikeluarkan, biasanya dipasang sebuah
kateter ke dalam duktus tersebut untuk drainase getah empedu sampai
edema mereda. Kateter ini dihubungkan dengan selang drainase
gravitas. Kandung empedu biasanya juga mengandung batu, dan
umumnya koledokostomi dilakukan bersama-sama kolesistektomi

H. KOMPLIKASI

Komplikasi menurut (Haryono, 2012)

Komplikasi yang penting adalah terjadinya kolesistitis akut dan


kronik, koledokolitrasis dan pankreastitis, yang lebih jarang ialah
kolangitis, abses hati, sirosis dan icterus obstruktif.

15
BAB III

ASUHAN KEPERAWAT PADA PASIEN KOLELITIASIS

No Dx. Kep/Masalah Tujuan Interve


Kolaborasi

1. Nyeri akut berhubungan ● Observasi reaksi non verbal dari ketidak


Setelah dilakukan tindakan selama
dengan agen cedera nyamanan
3x 24 jam nyeri akut berhubungan
biologis : obstruksi, ● Gunakan strategi komunikasi trapeutik
dengan agen cedera biologis :
proses inflamasi , iskemi untuk mengetahui pengalaman nyeri
obstruksi, proses inflamasi ,
jaringan / Nekrosis ● Lakukan pengkajian nyeri secara
iskemik jaringan / Nekrosis dapat
komprehensif, karakteristik , durasi,
teratasi dengan kriteria hasil :
frekuensi, beratnya nyeri dan factor

● Mampu mengontrol nyeri ( pencetus nyeri

tahu penyebab nyeri , ● Ajarkan penggunaan thenik non

mampu menggunakan farmokologi (seperti relaksasi ,terapi

tehnik farmakologi dan music , hypnosis, aplikasi panas atau

nonfarmokologi untuk dingin dan pijatan)

mengurangi nyeri , mencari ● Dukung istirahat atau tidur yang

bantuan ) adekuat untuk penurunan nyeri

● Melaporkan bahwa nyeri ● Ajarkan prinsip manajemen nyeri

berkurang dengan ● Kolaborasi dengan dokter pemberian

menggunakan manajemen analgesik

nyeri

16
● Mampu mengenali nyeri (
skala, intensitas, frekuensi ,
dan tanda nyeri )
● Menyatakan rasa nyaman
setelah nyeri berkurang

2. Resiko kekurangan Setelah dilakukan tindakan selama ● Monitor vital sign


volume cairan 2x24 jam Resiko kekurangan ● Monitor membrane mukosa, turgor kulit
berhubungan dengan volume cairan berhubungan dengan dan respon haus
kehilangan cairan kehilangan cairan berlebihan( mual, ● Monitor masukan cairan
berlebihan( mual, muntah) dapat teratasi dengan ● Lakukan pemeriksaan TTV
muntah) kriteria hasil : ● Tawarkan jus buah atau buah segar
● Kolaborasi dengan dokter pemberian
● Tekanan darah, nadi, suhu cairan IV
tubuh dalam batas normal

● Tidak ada tanda- tanda


dehidrasi
3.
● Elastitsitas turgor kulit baik,
membrane mukosa lembab,
tidak ada rasa haus yang
berlebihan

17
Resiko infeksi ● Monitor tanda dan gejala infeksi
Setelah dilakukan tindakan selama
berhubungan dengan sistemik dan lokal
2x24 jam Resiko infeksi
adanya luka post ● Gosok kulit pasien dengan agen anti
berhubungan dengan adanya luka
pembedahan bakteri yang sesuai
post pembedahan dapat teratasi
● Lakukan tindakan - tindakan yang
dengan kriteria hasil :
bersifat universal
4. ● Klien bebas dari tanda dan ● Pertahankan teknik Isolasi yang sesuai

gejala infeksi ● Anjurkan pasien dan pengunjung

● Mendeskripsikan proses mengenai teknik mencuci tangan

penularan penyakit, factor ● Ajarkan pasien dan anggota keluarga


yang mempengaruhi mengenai bagaimana menghindari

penularan serta infeksi

penatalaksanaanya ● Pastikan teknik perawatan luka yang

● Menunjukan kemampuan tepat

untuk mencegah timbulnya ● Kolaborasi dengan dokter pemberian

infeksi anti biotik yang sesuai

● Menunjukan perilaku hidup


sehat

18
19
Resiko nutrisi kurang dari Setelah dilakukan tindakan selama ● Observasi klien selama dan setelah
kebutuhan tubuh 3x24 jam resko nutrisi kurang dari pemberian makan untuk meyakinkan
berhubgan dengan mual kebutuhan tubuh berhubungan gangguan bahwa asupan makan di
muntah dengan mual muntah teratasi denga pertahankan
criteria hasil : ● Bantu kilen untuk mengkaji dan
● Asupan gizi tidak memecahkan masalah personal yang
meyimpang dari rentan berkontribusi terhadap terjadinya
normal gangguan makan
● Asupan makan tidak ● Timbang berat badan secara rutin
menyimpang dari rentan ● Ajarkan dan dukung konsep nutrisi
normal yang baik dengan klien dan keluarga
● Resiko berat badan tidak ● Rundingkan dengan tim kesehatan
menyimpang dari rentan lainnya setiap hari terkait
normal perkembangan klien
● Rundingkan kolaborasi dengan ahli gizi
dalam menentukan asupan kalori harian
yang diperlukan untuk mempertahankan
berat badan yang sudah di tentukan

20
Setelah dilakukan tindakan selama
3x24 jam resko nutrisi kurang dari
kebutuhan tubuh berhubungan
dengan mual muntah teratasi denga
criteria hasil :
● Asupan gizi tidak
meyimpang dari rentan
normal
● Asupan makan tidak
menyimpang dari rentan
normal
● Resiko berat badan tidak
menyimpang dari rentan
normal

21
22
BAB IV

PENUTUP

A. Kesimpulan
Kolelitiasis merupakan adanya batu di kandung empedu, atau pada
saluran kandung empedu yang pada umumnya komposisi utamanya adalah
kolesterol. Batu kandung empedu merupakan gabungan beberapa unsur
yang membentuk suatu material mirip batu yang terbentuk di dalam
kandung empedu. Penyebab terjadinya kolelitiasis/batu empedu belum
diketahui secara pasti. Penatalaksanaan dari kolelitiasis ini dapat dilakukan
dengan pembedahan maupun non pembedahan serta menjalani diet rendah
lemak, tinggi protein, dan tinggi kalori agar tidak terbentuk batu empedu di
dalam kandung empedu. Oleh karena itu, asuhan keperawatan yang baik
diperlukan dalam penatalaksanaan kolelitiasis ini sehingga dapat
membantuk Klien untuk dapat memaksimalkan fungsi hidupnya kembali
serta dapat memandirikan klien untuk memenuhi kebutuhan dasar manusia.

B. Saran
1. Bagi Penulis
a. Meningkatkan pengetahuan tentang kolelitiasis untuk meningkatkan
kualitas dalam pemberian asuhan keperawatan
b. Mengembangkan metode dan inovasi terhadap intervensi yang
diberikan dalam mengatasi masalah keperawatan yang ada.
2. Bagi Masyarakat
a. Meningkatkan pengetahuan dengan mencari informasi terkait faktor
resiko dan etiologi dari kolelitiasis
b. Merubah perilaku dan gaya hidup ke arah lebih sehat untuk meningkat
derajat kesehatan
3. Bagi Instansi Rumah Sakit
a. Meningkatkan pemahaman dan berfikir kritis dalam menangani kasus
kolelitiasis

23
b. Mampu memberikan asuhan keperawatan yang terbaik untuk pasien
kolelitiasis
c. Memberikan media yang lebih bervariasi dalam pemberian edukasi

24
DAFTAR PUSTAKA

Sjamsuhidajat R, de Jong W. Buku Ajar Ilmu Bedah. Edisi 2. Jakarta : Penerbit


Buku Kedokteran EGC. 2005

Doengoes, Marlyn E.2009.Rencana Asuhan Keperawatan, Edisi 3.Jakarta:EGC.

Smeltzer C Suzanne. 2002. Buku Ajar Keperawatan Medical Bedah, Brunner


and Suddarth’s,Ed 8 Vol 1. Jakarta: EGC

Gustawan, I.W., K. Nomor Aryasa, dkk. (2007). Kolelitiasis pada anak dalam Maj
kedokt Indon, volum:57, Nomor: 10, Oktober 2007.
http://www.indonesia.digitaljournals.org/index.php/idnmed/article/downlo
ad/543/661 diakses pada tanggal 29 November 2016

Jaji. 2012 . Makalah Peran perawat komunitas dalam peningkatan derajat


kesehatan masyarakat menuju MDGs 2015. PSIK-FK Unsri tahun 2012.
http://www.pustaka.ut.ac.id/fisip201232.pdf diakses pada tanggal 29
November 2016

Lesmana, Laurentinus A. 2006. Penyakit Batu Empedu dalam Buku Ajar Ilmu
Penyakit Dalam Jilid I Edisi 4. Jakarta: Pusat Penerbitan Departemen Ilmu
Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.

Notoatmodjo, Soekijo. 2011. Promosi kesehatan dan Ilmu Perilaku, teori dan
aplikasi.Jakarta: Rineka cipta.
http://digilib.unimus.ac.id/files/disk1/102/jtptunimus-gdl-kholilatul-5079-
3-bab2.pdf diakses pada tanggal 29 November 2016

25
Rahman, Ganiyu A. 2005. Cholelitiasis and Cholecystitis: Changing Prevalence
in an African Community. Journal of the National Medical Association
97.11 (Nov 2005):1534-8.
http://www.scholar.google.com/scholar?q=cholelithiasis+dan+cholecystiti
s+rahman+ganiyu+2005&um=1&ie=UTF-8&Ir&cites=
8772717938376248698 diakses pada tanggal 29 November 2016

26

Anda mungkin juga menyukai