Anda di halaman 1dari 67

LAPORAN KASUS

ASUHAN KEPERAWAWATAN PADA NY. Y 47 TH DENGAN


GANGGUAN SISTEM ENDOKRIN: KOLELITIASIS
Disusun untuk memenuhi salah satu tugas PKK III dengan dosen
pembimbing Ns. Albertus Budi Arianto, M.Kep

Oleh
Debora Sari Anugraini 30120118007
Kalistus Hernando Wiratno 30120118023
Lidwina Santi Setiawati 30120118027

PROGRAM SARJANA KEPERAWATAN


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN SANTO BORROMEUS
Jl. Parahyangan Kavling 8 Blok B No.1, Kota Baru Parahyangan,
Padalarang, Bandung Barat 40558
KATA PENGANTAR

Penulis mengucapkan puji dan syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa, karena atas
rahmat dan pertolongan-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan Laporan Kasus yang
berjudul “Asuhan Keperawatan Pada Anl.E 2 Th 8 Bln Dengan Gangguan Sistem
Persyarafan: Kejang Demam Kompleks. Dalam penulisan laporan ini penulis juga
tidak lupa mengucapkan terima kasih kepada dosen pembimbing Linda Sari
Barus,M.Kep. Ners., Sp.Kep.An dan dosen koordinator Ns. Albertus Budi Arianto,
M.Kep.
Penulis berharap laporan ini dapat sesuai dengan semestinya, kritik dan saran
sangat membantu dalam perbaikan laporan ini, akhir kata penulis ucapkan terima kasih.

Padalarang, Juni 2021

Penulis
DAFTAR ISI
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Data World Health Organization (WHO) tahun 2014 menunjukkan bahwa
terdapat 400 juta penduduk di dunia mengalami Cholelithiasis dan mencapai
700 juta penduduk pada tahun 2016. Cholelithiasis atau batu empedu terbentuk
akibat ketidak seimbangan kandungan kimia dalam cairan empedu yang
menyebabkan pengendapan satu atau lebih komponen empedu. Cholelithiasis
merupakan masalah kesehatan umum dan sering terjadi di seluruh dunia,
walaupun memiliki prevalensi yang berbeda beda di setiap daerah (Arif
Kurniawan , Yunie Armiyati, 2017).
Gaya hidup adalah pola hidup setiap orang diseluruh dunia yang di
ekspresikan dalam bentuk aktivitas, minat, dan opininya. Secara umum gaya
hidup dapat diartikan sabagai suatu gaya hidup yang dikenali dengan cara
bagaimana seseorang menghabiskan waktunya (aktivitas), apa yang penting
bagi orang untuk menjadikan pertimbangan pada lingkungan (minat), dan apa
yang orang selalu pikirkan tentang dirinya sendiri dan dunia disekitarnya
(opini), serta faktor-faktor tertentu yang mempengaruhi gaya hidup sehat
diantaranya adalah makanan dan olahraga. Gaya hidup dapat disimpulkan
sebagai pola hidup setiap orang yang dinyatakan dalam kegiatan, minat, dan
pendapatnya dalam membelanjakan uangnya dan bagaimana mengalokasikan
waktunya untuk kehidupan sehari-harinya.
Saat ini dengan semakin meningkatnya tuntutan pekerjaan dan kebutuhan
hidup setiap orang, membuat masyarakat Indonesia melakukan gaya hidup
yang tidak sehat. Mereka banyak mengkonsumsi makanan yang cepat saji
(yang tinggi kalori dan tinggi lemak), waktu untuk melakukan latihan fisik
yang sangat terbatas, serta kemajuan teknologi yang membuat gaya hidup
masyarakat yang santai karena dapat melakukan pekerjaan dengan lebih mudah
sehingga kurang aktifitas fisik dan adanya stress akibat dari pekerjaan serta
permasalaahan hidup yang mereka alami menjadi permasalahan yang sulit
mereka hindari. Semua kondisi tersebut dapat meningkatkan resiko terjadinya
penyakit cholelitiasis dan jumlah penderita cholelitiasis meningkat karena
perubahan gaya hidup, seperti misalnya banyaknya makanan cepat saji yang
dapat menyebabkan kegemukan dan kegemukan merupakan faktor terjadinya
batu empedu karena ketika makan, kandung empedu akan berkontraksi dan
mengeluarkan cairan empedu ke di dalam usus halus dan cairan empedu
tersebut berguna untuk menyerap lemak dan beberapa vitamin diantaranya
vitamin A, D, E, K (Tjokropawiro, 2015).
Berdasarkan beberapa banyaknya faktor yang dapat memicu atau
menyebabkan terjadinya cholelitiasis adalah gaya hidup masyarakat yang
semakin meningkat terutama masyarakat dengan ekonomi menengah keatas
lebih suka mengkonsumsi makanan cepat saji dengan tinggi kolesterol
sehingga kolesterol darah berlebihan dan mengendap dalam kandung empedu
dan menjadi kantung empedu dan dengan kurangnya pengetahuan dan
kesadaran tentang akibat dari salah konsumsi makanan sangat berbahaya untuk
kesehatan mereka (Haryono, 2013).
Banyaknya faktor yang mempengaruhi terjadinya cholelitiasis adalah
faktor keluarga, tingginya kadar estrogen, insulin, dan kolesterol, penggunaan
pil KB, infeksi, obesitas, gangguan pencernaan, penyakit arteri koroner,
kehamilan, tingginya kandung lemak dan rendah serat, merokok, peminum
alkohol, penurunan berat badan dalam waktu yang singkat, dan kurang
olahraga (Djumhana, 2017).
Cholelitiasis saat ini menjadi masalah kesehatan masyarakat karena
frekuensi kejadiannya tinggi yang menyebabkan beban finansial maupun beban
sosial bagi masyarakat. Sudah merupakan masalah kesehatan yang penting di
negara barat, Angka kejadian lebih dari 20% populasi dan insiden meningkat
dengan bertambahnya usia. Cholelitiasis sangat banyak ditemukan pada
populasi umum dan laporan menunjukkan bahwa dari 11.840 yang dilakukan
otopsi ditemukan 13,1% adalah pria dan 33,7% adalah wanita yang menderita
batu empedu. Di negara barat penderita cholelitiasis banyak ditemukan pada
usia 30 tahun, tetapi rata-rata usia tersering adalah 40–50 tahun dan meningkat
saat usia 60 tahun seiring bertambahnya usia, dari 20 juta orang di negara barat
20% perempuan dan 8% laki-laki menderita cholelitiasis dengan usia lebih dari
40 tahun (Cahyono, 2015).
Cholelitiasis merupakan kondisi yang paling banyak ditemukan, kondisi
ini menyebabkan 90% penyakit empedu, dan merupakan penyebab nomor lima
perawatan di rumah sakit pada usia muda. Choleltiaisis biasanya timbul pada
orang dewasa, antara usia 20-50 tahun dan sekitar 20% dialami oleh pasien
yang berumur diatas 40 tahun. Wanita berusia muda memiliki resiko 2-6 kali
lebih besar mengalami cholelitiasis. Cholelitiasis mengalami peningkatan
seiring meningkatnya usia seseorang. Sedangkan kejadian cholelitiasis di
negara Asia 3%-15% lebih rendah dibandingan negara barat. Di Indonesia,
cholelitiasis kurang mendapat perhatian karena sering sekali asimtomatik
sehingga sulit di deteksi atau sering terjadi kesalahan diagnosis. Penelitian di
Indonesia pada Rumah Sakit Columbia Asia Medan sepanjang tahun 2011
didapatkan 82 kasus cholelitiasis (Ginting, 2012).
Di Indonesia, cholelitiasis baru mendapat perhatian setelah di klinis,
publikasi penelitian tentang cholelitiasis masih terbatas. Berdasarkan studi
kolesitografi oral di dapatkan laporan angka insidensi cholelitiasis terjadi pada
wanita sebesar 76% dan pada laki-laki 36% dengan usia lebih dari 40 tahun.
Sebagian besar pasien dengan batu empedu tidak mempunyai keluhan, Risiko
penyandang batu empedu untuk mengalami gejala dan komplikasi relatif kecil.
Walaupun demikian, sekali batu empedu mulai menimbulkan serangan nyeri
kolik yang spesifik maka resiko untuk mengalami masalah dan penyulit akan
terus meningkat (Cahyono, 2015)
Cholelitiasis adalah 90% batu kolesterol dengan komposisi kolesterol lebih
dari 50%, atau bentuk campuran 20-50% berunsurkan kolesterol dan
predisposisi dari batu kolesterol adalah orang dengan usia yang lebih dari 40
tahun, wanita, obesitas, kehamilan, serta penurunan berat badan yang terlalu
cepat (Cahyono, 2015).
Cholelitiasis merupakan endapan satu atau lebih komponen diantaranya
empedu kolesterol, billirubin, garam, empedu, kalsium, protein, asam lemak,
dan fosfolipid. Batu empedu biasanya terbentuk dalam kantung empedu terdiri
dari unsur-unsur padat yang membentuk cairan empedu, batu empedu memiliki
ukuran, bentuk dan komposisi yang sangat bervariasi. Batu empedu yang tidak
lazim dijumpai pada anak-anak dan dewasa muda tetapi insidenya semakin
sering pada individu yang memiliki usia lebih diatas 40 tahun. setelah itu
insiden cholelitiasis atau batu empedu semakin meningkat hingga sampai pada
suatu tingkat yang diperkirakan bahwa pada usia 75 tahun satu dari 3 orang
akan memiliki penyakit batu empedu, etiologi secara pastinya belum
diketahuiakan tetapi ada faktor predisposisi yang penting diantaranya gangguan
metabolisme, yang menyebabkan terjadinya perubahan komposisi empedu,
adanya statis empedu, dan infeksi atau radang pada empedu. Perubahan yang
terjadi pada komposisi empedu sangat mungkin menjadi faktor terpenting
dalam terjadinya pembentukan batu empedu karena hati penderita cholelitiasis
kolesterol mengekskresi empedu yang sangat jenuh dengan kolesterol.
Kolesterol yang berlebihan tersebut mengendap di dalam kandung empedu
(dengan cara yang belum diketahui secara pasti) untuk membentuk batu
empedu, gangguan kontraksi kandung empedu, atau mungkin keduanya dapat
menyebabkan statis empedu dalam kandung empedu. Faktor hormon (hormon
kolesistokinin dan sekretin) dapat dikaitkan dengan keterlambatan
pengosongan kandung empedu, infeksi bakteri atau radang empedu dapat
menjadi penyebab terbentuknya batu empedu. Mukus dapat meningkatkan
viskositas empedu dan unsur selatau bakteri dapat berperan sebagai pusat
pengendapan. Infeksi lebih timbul akibat dari terbentuknya batu, dibanding
penyebab terbentuknya cholelitiasis (Haryono, 2013).
Tatalaksana kolelitiasis dapat dibagi menjadi dua, yaitu bedah dan non
bedah. Terapi non bedah dapat berupa lisis batu yaitu disolusi batu dengan
sediaan garam empedu kolelitolitik, ESWL (exstracorporeal shock wave
lithitripsy) dan pengeluaran secara endoskopi, sedangkan terapi bedah dapat
berupa laparoskopi kolesistektomi, dan open kolesistektomi.
Perawat yang berhubungan langsung dengan klien kolelitiasis harus
melaksanakan perannya secara profesional, melakukan teknik relaksasi adalah
tindakan keperawatan yang dilakukan untuk mengurangi nyeri, tindakan
reklaksasi mencakup teknik relaksasi nafas dalam, distraksi, dan stimulasi
kulit. Selain itu perawat juga berperan dalam memberikan terapi medis berupa
cairan intravena, antibiotik, dan analgetik.
Solusi masalah pada pasien dengan Kolelitiasis adalah perawat sebagai
pemberi asuhan keperawatan dapat memberikan informasi tentang bagaimana
tanda gejala, cara pencegahan, cara pengobatan dan penanganan pasien dengan
Kolelitiasis sehingga keluarga juga dapat beperan aktif dalam pemeliharaan
kesehatan baik individu itu sendiri maupun orang lain disekitarnya.
Sehubungan dengan hal tersebut maka kami tertarik melakukan asuhan
keperawatan untuk melihat dan mengetahui sejauh mana “Asuhan
Keperawatan Klien Dengan Cholelitiasis”
B. Tujuan penulisan
Adapun Tujuan penulisan Karya Tulis Ilmiah ini dibedakan menjadi tujuan
umum dan tujuan khusus.
1. Tujuan Umum
Tujuan umum dalam penelitian ini adalah untuk mendapatkan gambaran
tentang Asuhan Keperawatan pada pasien dengan Cholelithiasis
2. Tujuan Khusus.
a. Melakukan pengkajian pada pasien dengan Cholelithiasis di ruang
Mikael Rumah Sakit Cahaya Kawaluyan Bandung Barat
b. Menegakkan diagnosa keperawatan pada pasien dengan Cholelithiasis
di ruang Mikael Rumah Sakit Cahaya Kawaluyan Bandung Barat
c. Menyusun perencanaan tindakan keperawatan yang sesuai dengan
masalah keperawatan pada klien dengan Cholelithiasis di ruang Mikael
Rumah Sakit Cahaya Kawaluyan Bandung Barat
d. Melaksanakan tindakan keperawatan sesuai dengan perencanaan
tindakan keperawatan pada pasien Cholelithiasis di ruang Mikael
Rumah Sakit Cahaya Kawaluyan Bandung Barat
e. Mengevaluasi dari pelaksanaan tindakan keperawatan yang telah
dilakukan pada pasien Cholelithiasis di ruang Mikael Rumah Sakit
Cahaya Kawaluyan Bandung Barat
C. Metode penulisan
Metode yang digunakan dalam laporan kasus ini adalah metode deskripif
yaitu memberi gambaran keadaan yang sedang berlangsung dan aktual pada
kasus tertentu dengan menggunakan pendekatan proses keperawatan yang 6
meliputi langkah-langkah pengkajian, perumusan diagnosa keperawatan,
perencanaan, pelaksanaan dan evaluasi. Adapun teknik pengumpulan data-data
dengan cara mengumpulkan informasi, cara yang digunakan adalah:
1) Wawancara. Untuk memperoleh data, penulis melakukan wawancara
dengan keluarga klien dan orang tua serta pihak lain yang dapat
memberikan keterangan seperti perawat dan dokter yang merawat klien
2) Observasi. Penulis melakukan pengamatan dan pengawasan serta
perawatan langsung pada pasien dengan diagnosa medis Kejang
Demam Kompleks di ruang Gabriel Rumah Sakit Cahaya Kawaluyan
untuk mengetahui perjalanan penyakit, perkembangan serta
penatalaksanaanya. Tehnik ini dilakukan dengan cara mengamati
keadaan umum, perilaku, serta melakukan pemeriksaan fisik secara
komprehensif.
3) Pemeriksaan fisik. Dalam pemeriksaan fisik penulis menggunakan
tehnik dan proses yang meliputi inspeksi, palpasi, perkusi dan
auskultasi.
4) Studi dokumentasi. Dengan mengkaji catatan medis yang ada dan
mendokumentasikan tindakan keperawatan serta waktu pelaksanaan
tindakan.
5) Studi kepustakaan. Dalam studi kepustakaan ini, penulis mendapat
informasi dari buku-buku suber yang berkaitan dengan teori.
D. Sistematika penulisan (diketik dalam bentuk narasi)
Penyusunan Laporan Tugas Akhir ini terdiri dari lima (5) bab yang dimulai
dari pendahuluan sampai penutup.
Bab 1 Pendahuluan, yang didalam berisikan latar belakang penulisan, tujuan
penulisan, metode penulisan dan sisrtematika penulisan.
Bab 2 Landasan Teori, yang didalamnya berisikan konsep dasar penyakit dan
asuhan keperawatan. Konsep dasar penyakit terdiri atas anatomi fisiologi
sistem persyarafan, pengertian, etiologi, patofisiologi, tanda dan gejala,
pemeriksaan diagnostik, penatalaksanaan dan komplikasinya. Sedangkan
asuhan keperawatan terdiri dari pengkajian dan evaluasi yang penulis dapatkan
dari studi pustaka.
Bab 3 Tinjauan Kasus, yang didalamnya berisikan pengkajian, penyimpangan
KDM, diagnosa keperawatan, perencanaan, pelaksanaan dan evaluasi
keperawatan yang penulis dapatkan selama memberikan asuhan keperawatan
langsung pada pasien.
Bab 4 Pembahasan, yang didalamnya membahas tentang kesenjangan yang
ditemukan antara praktek dan teori yang ada, serta penerapan langsung
dilapangan yang terdiri dari pengkajian, diagnosa keperawatan, perencanaan,
implementasi dan evaluasi.
Bab 5 Penutup, yang dialamnya berisikan tentang kesimpulan dan saran dari
hasil pembahasan masalah, setelah itu daftar pustaka dan lampiran yang terdiri
dari satuan acara penyuluhan dan media penyuluhan
BAB II
TINJAUAN TEORI
2.1 KONSEP DASAR MEDIS
A. Definisi
Kolelitiasis adalah penyakit batu empedu yang dapat ditemukan di
dalam kandung empedu atau di dalam saluran empedu, atau pada kedua-
duanya. Sebagian besar batu empedu, terutama batu kolesterol, terbentuk di
dalam kandung empedu (Wibowo, 2010).
Hati terletak di kuadran kanan atas abdomen di atas ginjal kanan,
kolon, lambung, pankreas, dan usus serta tepat di bawah diafragma. Hati
dibagi menjadi lobus kiri dan kanan, yang berawal di sebelah anterior di
daerah kandung empedu dan meluas ke belakang vena kava. Kuadran kanan
atas abdomen didominasi oleh hati serta saluran empedu dan kandung
empedu. Pembentukan dan ekskresi empedu merupakan fungsi utama
hati(Wibowo, 2010).
Kandung empedu adalah sebuah kantung terletak di bawah hati yang
mengonsentrasikan dan menyimpan empedu sampai ia dilepaskan ke dalam
usus. Kebanyakan batu duktus koledokus berasal dari batu kandung empedu,
tetapi ada juga yang terbentuk primer di dalam saluran empedu.
Batu empedu bisa terbentuk di dalam saluran empedu jika empedu
mengalami aliran balik karena adanya penyempitan saluran. Batu empedu di
dalam saluran empedu bisa mengakibatkan infeksi hebat saluran empedu
(kolangitis). Jika saluran empedu tersumbat, maka bakteri akan tumbuh dan
dengan segera menimbulkan infeksi di dalam saluran. Bakteri bisa menyebar
melalui aliran darah dan menyebabkan infeksi di bagian tubuh lainnya.
Adanya infeksi dapat menyebabkan kerusakan dinding kandung
empedu, sehingga menyebabkan terjadinya statis dan dengan demikian
menaikkan batu empedu. Infeksi dapat disebabkan kuman yang berasal dari
makanan. Infeksi bisa merambat ke saluran empedu sampai ke kantong
empedu. Penyebab paling utama adalah infeksi di usus. Infeksi ini menjalar
tanpa terasa menyebabkan peradangan pada saluran dan kantong empedu
sehingga cairan yang berada di kantong empedu mengendap dan
menimbulkan batu. Infeksi tersebut misalnya tifoid atau tifus. Kuman tifus
apabila bermuara di kantong empedu dapat menyebabkan peradangan lokal
yang tidak dirasakan pasien, tanpa gejala sakit ataupun demam. Namun,
infeksi lebih sering timbul akibat dari terbentuknya batu dibanding penyebab
terbentuknya batu.
B. Anatomi Fisiologi Kandung Empedu
Kandung empedu bentuknya seperti kantong, organ berongga yang
panjangnya sekitar 10 cm, terletak dalam suatu fossa yang menegaskan batas
anatomi antara lobus hati kanan dan kiri. Kandung empedu merupakan
kantong berongga berbentuk bulat lonjong seperti buah advokat tepat di
bawah lobus kanan hati. Kandung empedu mempunyai fundus, korpus, dan
kolum. Fundus bentuknya bulat, ujung buntu dari kandung empedu yang
sedikit memanjang di atas tepi hati. Korpus merupakan bagian terbesar dari
kandung empedu. Kolum adalah bagian yang sempit dari kandung empedu
yang terletak antara korpus dan daerah duktus sistika.
Empedu yang disekresi secara terus-menerus oleh hati masuk ke
saluran empedu yang kecil dalam hati. Saluran empedu yang kecil bersatu
membentuk dua saluran lebih besar yang keluar dari permukaan bawah hati
sebagai duktus hepatikus kanan dan kiri yang segera bersatu membentuk
duktus hepatikus komunis. Duktus hepatikus bergabung dengan duktus
sistikus membentuk duktus koledokus (Syaifuddin, 2011).
1) Anatomi kandung empedu
a) Struktur empedu
Kandung empedu adalah kantong yang berbentuk bush pir yang
terlerak pada permukaan visceral. Kandung empedu diliputi oleh
peritoneum kecuali bagian yang melekat pada hepar, terletak pada
permukaan bawah hati diantara lobus dekstra dan lobus quadratus hati.
b) Empedu terdiri dari:
(1) Fundus Vesika fela: berbentuk bulat, biasanya menonjol di bawah
tepi inferior hati, berhubungan dengan dinding anterior abdomen
setinggi rawan ujung kosta IX kanan.
(2) Korpus vesika fela: bersentuhan dengan permukaan visceral hati
mengarah ke atas ke belakang dan ke kiri.
(3) Kolum vesika felea: berlanjut dengan duktus sistikus yang berjalan
dengan omentum minus bersatu dengan sisi kanan duktus hepatikus
komunis membentuk doktus koledukus.
c) Cairan empedu Cairan empedu merupakan cairan yang kental berwarna
kuning keemasan (kuning kehijauan) yang dihasilkan terus menerus
oleh sel hepar lebih kurang 500-1000ml sehari. Empedu merupakan zat
esensial yang diperlukan dalam pencernaan dan penyerapan lemak.
d) Unsur-unsur cairan empedu:
(1) Garam – garam empedu: disintesis oleh hepar dari kolesterol, suatu
alcohol steroid yang banyak dihasilkan hati. Garam empedu
berfungsi membantu pencernaan lemak,mengemulsi lemak dengan
kelenjar lipase dari pankreas.
(2) Sirkulasi enterohepatik: garam empedu (pigmen empedu)
diresorpsi dari usus halus ke dalam vena portae, dialirkan kembali
ke hepar untuk digynakan ulang.
(3) Pigmen-pigmen empedu: merupakan hasil utama dari pemecahan
hemoglobin. Sel hepar mengangkut hemoglobin dari plasma dan
menyekresinya ke dalam empedu. Pigmen empedu tidak
mempunyai fungsi dalam proses pencernaan.
(4) Bakteri dalam usus halus: mengubah bilirubin menjadi urobilin,
merupakan salah satu zat yang diresorpsi dari usus, dubah menjadi
sterkobilin yang disekresi ke dalam feses sehingga menyebabkan
feses berwarna kuning.
e) Saluran empedu
Saluran empedu berkumpul menjadi duktus hepatikus kemudian bersatu
dengan duktus sistikus, karena akan tersimpan dalam kandung empedu.
Empedu mengalami pengentalan 5-10 kali, dikeluarkan dari kandung
empedu oleh aksi kolesistektomi, suatu hormon yang dihasilkan dalam
membran mukosa dari bagian atas usus halus tempat masuknya lemak.
Kolesistokinin menyebab kan kontraksi otot kandung empedu. Pada
waktu bersamaan terjadi relaksasi sehingga empedu mengalir ke dalam
duktus sistikus dan duktus koledukus(Syaifuddin, 2011).
2) Fisiologi empedu
Empedu adalah produk hati, merupakan cairan yang mengandung
mucus, mempunyai warna kuning kehijauan dan mempunyai reaksi basa.
Komposisi empedu adalah garam-garam empedu, pigmen empedu,
kolesterol, lesitin, lemak dan garam organic. Pigmen empedu terdiri dari
bilirubin dan bilverdin. Pada saat terjadinya kerusakan butiran-butiran
darah merah terurai menjadi globin dan bilirubin, sebagai pigmen yang
tidak mempunyai unsur besi lagi.
Pembentukan bilirubin terjadi dalam system retikulorndotel di
dalam sumsum tulang, limpa dan hati. Bilirubin yang telah dibebaskan ke
dalam peredaran darah disebut hemobilirubin sedangkan bilirubin yang
terdapat dalam empsdu disebut kolebilirubin. Garam empedu dibentuk
dalam hati, terdiri dari natrium glikokolat dan natrium taurokolat. Garam
empedu ini akan menyebabkan kolesterol di dalam empedu dalam keadaan
larutan.
Garam-garam empedu tersebut mempunyai sifat hirotropik. Garam
empedu meningkatkan kerja enzim-enzim yang berasal dari pancreas yaitu
amylase tripsin dan lipase. Garam empedu meningkatkan penyerapan
meningkatkan penyerapan baik lemak netral maupun asam lemak. Empedu
dihasilkan oleh hati dan disimpan dalam kandung empedu sebelum
diskresi ke dalam usus.
Pada waktu terjadi pencernaan, otot lingkar kandung empedu
dalam keadaan relaksasi. Bersamaan dengan itu tekanan dalam kantong
empedu akan meningkat dan terjadi kontraksi pada kandung empedu
sehingga cairan empedu mengalir dan masuk ke dalam duodenum.
Rangsangan terhadap saraf simpatis mengakibatkan terjadinya kontraksi
pada kandung empedu(Suratun, 2010)
C. Klasifikasi
Adapun klasifikasi dari batu empedu menurut (Suratun, 2010) adalah sebagai
berikut:
1) Batu kolestrol
Biasanya berukuran beasar, soliter, berstruktur bulat atau oval, berwarna
kuning pucat dan seringkali mengandung kalsium dan pigmen. Kolesterol
yang merupakan unsur normal pembentuk empedu bersifat tidak larut
dalam air. Kelarutannya bergantung pada asam-asam empedu dan lesitin
(fosofolipid) dalam empedu. Pada klien yang cenderung menderita batu
empedu akan terjadi penurunan sintesis asam empedu dan peningkatan
sintesis kolesterol dalam hati.
2) Batu pigmen
Terdiri atas garam kalsium dan salah satu dari anion (bilirubinat, karbonat,
fosfat, atau asam lemak rantai panjang). Batu-batu ini cenderung
berukuran kecil, multipel, dan berwarna hitam kecoklatan, batu pigmen
berwarna coklat berkaitan dengan infeksi empedu kronis (batu semacam
inilebih jarang di jumpai). Batu pigmen akan berbentuk bila pigmen tidak
terkonjugasi dalam empedu dan terjadi proses presipitasi (pengendapan)
sehingga terjadi batu. Resiko terbentuknya batu semacam ini semakin
besar pada klien sirosis, hemolisis, dan infeksi percabangan bilier.
D. Etiologi
Batu Empedu hampir selalu dibentuk dalam kandung empedu dan
jarang dibentuk pada bagian saluran empedu lain. Etiologi batu empedu
masih belum diketahui. Satu teori menyatakan bahwa kolesterol dapat
menyebabkan supersaturasi empedu di kandung empedu. Setelah beberapa
lama, empedu yang telah mengalami supersaturasi menjadi mengkristal dan
mulai membentuk batu. Akan tetapi, tampaknya faktor predisposisi terpenting
adalah gangguan metabolisme yang menyebabkan terjadinya perubahan
komposisi empedu, stasis empedu, dan infeksi kandung empedu.
Berbagai faktor yang mempengaruhi pembentukan batu empedu,
diantaranya:
1) Eksresi garam empedu.
Setiap faktor yang menurunkan konsentrasi berbagai garam empedu atau
fosfolipid dalam empedu. Asam empedu dihidroksi atau dihydroxy bile
acids adalah kurang polar dari pada asam trihidroksi. Jadi dengan
bertambahnya kadar asam empedu dihidroksi mungkin menyebabkan
terbentuknya batu empedu.
2) Kolesterol empedu
Apa bila binatanang percobaan di beri diet tinggi kolestrol, sehingga kadar
kolesrtol dalam vesika vellea sangat tinggi, dapatlah terjadi batu empedu
kolestrol yang ringan. Kenaikan kolestreol empedu dapat di jumpai pada
orang gemuk, dan diet kaya lemak.
3) Substansia mukus
Perubahan dalam banyaknya dan komposisi substansia mukus dalam
empedu mungkin penting dalam pembentukan batuempedu.
4) Pigmen empedu
Pada anak muda terjadinya batu empedu mungkin disebabkan karena
bertambahya pigmen empedu. Kenaikan pigmen empedu dapat terjadi
karena hemolisis yang kronis. Eksresi bilirubin adalah berupa larutan
bilirubin glukorunid.
5) Infeksi
Adanya infeksi dapat menyebabkan krusakan dinding kandung empedu,
sehingga menyebabkan terjadinya stasis dan dengan demikian menaikan
pembentukan batu.
E. Faktor Resiko
Faktor resiko untuk kolelitiasis, yaitu:
1) Usia
Risiko untuk terkena kolelitiasis meningkat sejalan dengan bertambahnya
usia. Orang dengan usia > 40 tahun lebih cenderung untuk terkena
kolelitiasis dibandingkan dengan orang dengan usia yang lebih muda. Di
Amerika Serikat, 20 % wanita lebih dari 40 tahun mengidap batu empedu.
Semakin meningkat usia, prevalensi batu empedu semakin tinggi. Hal ini
disebabkan:
a) Batu empedu sangat jarang mengalami disolusi spontan.
b) Meningkatnya sekresi kolesterol ke dalam empedu sesuai dengan
bertambahnya usia
c) Empedu menjadi semakin litogenik bila usia semakin bertambah.
2) Jenis kelamin
Wanita mempunyai risiko dua kali lipat untuk terkena kolelitiasis
dibandingkan dengan pria. Ini dikarenakan oleh hormon esterogen
berpengaruh terhadap peningkatan eskresi kolesterol oleh kandung
empedu. Hingga dekade ke-6, 20 % wanita dan 10 % pria menderita batu
empedu dan prevalensinya meningkat dengan bertambahnya usia,
walaupun umumnya selalu pada wanita.
3) Berat badan (BMI)
Orang dengan Body Mass Index (BMI) tinggi, mempunyai resiko lebih
tinggi untuk terjadi kolelitiasis. Ini dikarenakan dengan tingginya BMI
maka kadar kolesterol dalam kandung empedu pun tinggi, dan juga
mengurasi garam empedu serta mengurangi kontraksi/pengosongan
kandung empedu.
4) Makanan Konsumsi makanan yang mengandung lemak terutama lemak
hewani berisiko untuk menderita kolelitiasis. Kolesterol merupakan
komponen dari lemak. Jika kadar kolesterol yang terdapat dalam cairan
empedu melebihi batas normal, cairan empedu dapat mengendap dan lama
kelamaan menjadi batu. Intake rendah klorida, kehilangan berat badan
yang cepat mengakibatkan gangguan terhadap unsur kimia dari empedu
dan dapat menyebabkan penurunan kontraksi kandung empedu.
5) Aktifitas fisik
Kurangnya aktifitas fisik berhubungan dengan peningkatan resiko
terjadinya kolelitiasis. Ini mungkin disebabkan oleh kandung empedu lebih
sedikit berkontraksi.
6) Nutrisi intra-vena jangka lama
Nutrisi intra-vena jangka lama mengakibatkan kandung empedu tidak
terstimulasi untuk berkontraksi, karena tidak ada makanan/nutrisi yang
melewati intestinal. Sehingga resiko untuk terbentuknya batu menjadi
meningkat dalam kandung empedu.
F. Patofisiologi
Empedu adalah satu-satunya jalur yang signifikan untuk mengeluarkan
kelebihan kolesterol dari tubuh, baik sebagai kolesterol bebas maupun
sebagai garam empedu. Hati berperan sebagai metabolisme lemak. Kira-kira
80 persen kolesterol yang disintesis dalam hati diubah menjadi garam
empedu, yang sebaliknya kemudian disekresikan kembali ke dalam empedu
sisanya diangkut dalam lipoprotein, dibawa oleh darah ke semua sel jaringan
tubuh.
Kolesterol bersifat tidak larut air dan dibuat menjadi larut air melalui
agregasi garam empedu dan lesitin yang dikeluarkan bersamasama ke dalam
empedu. Jika konsentrasi kolesterol melebihi kapasitas solubilisasi empedu
(supersaturasi), kolesterol tidak lagi mampu berada dalam keadaan terdispersi
sehingga menggumpal menjadi kristal-kristal kolesterol monohidrat yang
padat.
Etiologi batu empedu masih belum diketahui sempurna. Sejumlah
penyelidikan menunjukkan bahwa hati penderita batu kolesterol mensekresi
empedu yang sangat jenuh dengan kolesterol. Batu empedu kolesterol dapat
terjadi karena tingginya kalori dan pemasukan lemak. Konsumsi lemak yang
berlebihan akan menyebabkan penumpukan di dalam tubuh sehingga sel-sel
hati dipaksa bekerja keras untuk menghasilkan cairan empedu. Kolesterol
yang berlebihan ini mengendap dalam kandung empedu dengan cara yang
belum dimengerti sepenuhnya.
Patogenesis batu berpigmen didasarkan pada adanya bilirubin tak
terkonjugasi di saluran empedu (yang sukar larut dalam air), dan
pengendapan garam bilirubin kalsium. Bilirubin adalah suatu produk
penguraian sel darah merah.
Batu empedu yang ditemukan pada kandung empedu di klasifikasikan
berdasarkan bahan pembentuknya sebagai batu kolesterol, batu pigmen dan
batu campuran. Lebih dari 90% batu empedu adalah kolesterol (batu yang
mengandung >50% kolesterol) atau batu campuran (batu yang mengandung
20-50% kolesterol). Angka 10% sisanya adalah batu jenis pigmen, yang mana
mengandung < 20% kolesterol. Faktor yang mempengaruhi pembentukan
batu antara lain adalah keadaan statis kandung empedu, pengosongan
kandung empedu yang tidak sempurna dan konsentrasi kalsium dalam
kandung empedu
Batu kandung empedu merupakan gabungan material mirip batu yang
terbentuk di dalam kandung empedu. Pada keadaan normal, asam empedu,
lesitin dan fosfolipid membantu dalam menjaga solubilitas empedu. Bila
empedu menjadi bersaturasi tinggi (supersaturated) oleh substansi
berpengaruh (kolesterol, kalsium, bilirubin), akan berkristalisasi dan
membentuk nidus untuk pembentukan batu. Kristal yang terbentuk dalam
kandung empedu, kemudian lama-kelamaan kristal tersebut bertambah
ukuran, beragregasi, melebur dan membentuk batu. Faktor motilitas kandung
16 empedu, billiary statis, dan kandungan empedu merupakan predisposisi
pembentukan batu kandung empedu, biliary statis, dan kandungan empedu
merupakan predisposisi pembendukan batu kandung empedu.
1. Batu kolesterol Untuk terbentuknya batu kolesterol diperlukan 3 faktor
utama:
a. Supersaturasi kolesterol
b. Hipomotilitas kandung empedu
c. Nukleasi/pembentukan nidus cepat
Khusus mengenai nukleasi cepat, sekarang telah terbukti bahwa
empedu pasien dengan kolelitiasis mempunyai zat yang mempercepat waktu
nukleasi kolesterol (promotor) sedangkan empedu orang normal mengandung
zat yang menghalangi terjadinya nukleasi.
G. Manifestasi Klinik
Menurut ((Nurarif & Kusuma, 2013) tanda dan gejala kolelitiasis
adalah :
1. Sebagian bersifat asimtomatik
2. Nyeri tekan kuadran kanan atas atau midepigastrik samar yang menjalar ke
punggung atau region bahu kanan
3. Sebagian klien rasa nyeri bukan bersifay kolik melainkan persisten
4. Mual dan muntah serta demam
5. Icterus obstruksi pengaliran getah empedu ke dalam duodenum akan
menimbulkan gejala yang khas, yaitu: getah empedu yang tidak lagi
dibawa ke dalam duodenum akan diserap oleh darah dan penyerapan
empedu ini membuat kulit dan membrane mukosa berwarna kuning.
Keadaan ini sering disertai dengan gejala gatal-gatal pada kulit
6. Perubahan warna urine dan feses. Ekskresi pigmen empedu oleh ginjal
akan membuat urine berwarna sangat gelap. Feses yang tidak lagi diwarnai
oleh pigmen empedu akan tampak kelabu, dan biasanya pekat yang disebut
“clay colored”
7. Regurgitas gas: flatus dan sendawa
8. Defisiensi vitamin obstruksi aliran empedu juga akan membantu absorbsi
vitamin A, D, E, K yang larut lemak. Karena itu klien dapat
memperlihatkan gejala defisiensi vitamin-vitamin ini jika obstruksi atau
sumbatan bilier berlangsumg lama. Penurunan jumlah vitamin K dapat
mengganggu pembekuan darah yang normal.
H. Penatalaksanaan
Menurut ((Nurarif & Kusuma, 2013) penatalaksanaan pada kolelitiasis
meliputi:
1. Penanganan Non bedah
a. Disolusi Medis
Oral dissolution therapy adalah cara penghancuran batu dengan
pemberian obat-obatan oral. Disolusi medis sebelumnya harus
memenuhi kriteria terapi non operatif diantaranya batu kolestrol
diameternya < 20 mm dan batu < 4 batu, fungsi kandung empedu baik,
dan ductus sistik paten.
b. ERCP (Endoscopic Retrograde Cholangio Pancreatography)
Batu di dalam saluran empedu dikeluarkan dengan basket kawat atau
balon ekstraksi melalui muara yang sudah besar menuju lumen
duodenum sehingga batu dapat keluar bersama tinja. Untuk batu
besar, batu yang terjepit di saluran empedu atau batu yang terletak di
atas saluran empedu yang sempit diperlukan prosedur endoskopik
tambahan sesudah sfingerotomi seperti pemecahan batu dengan
litotripsi mekanik dan litotripsi laser.
c. ESWL (Extracorporeal Shock Wave Lithotripsy)
Litotripsi Gelombang Elektrosyok (ESWL) adalah pemecahan batu
dengan gelombang suara.
2. Penanganan Bedah
a. Kolesistektomi laparaskopik
Indikasi pembedahan karena menandakan stadium lanjut, atau
kandung empedu dengan batu besar, berdiameter lebih dari 2cm.
kelebihan yang diperoleh klien luka operasi kecil (2- 10mm) sehingga
nyeri pasca bedah minimal.
b. Kolesistektomi terbuka
Kolesistektomi adalah suatu tindakan pembedahan dengan cara
mengangkat kandung empedu dan salurannya dengan cara membuka
dinding perut (Sahputra, 2016). Operasi ini merupakan standar terbaik
untuk penanganan klien dengan kolelitiasis sitomatik.
I. Pemerikasaan Diagnostik
Pemeriksaan diagnostik yang dilakukan pada klien kolelitiasis menurut
(Sandra Amelia,2013) adalah:
1. Pemeriksan sinar-X abdomen, dapat dilakukan jika terdapat kecurigaan
akan penyakit kandung empedu dan untuk menyingkirkan penyebab gejala
yang lain. Namun, hanya 15-20% batu empedu yang mengalami cukup
klasifikasi untuk dapat tampak melalui pemeriksaan sinar-X.
2. Ultrasinografi, pemeriksaan USG telah menggantikan pemeriksaan
kolesistografi oral karena dapat dilakukan secara cepat dan akurat, dan
dapat dilakukam pada penderita disfungsi hati dan ikterus. Pemeriksaan
USG dapat mendeteksi kalkuli dalam kandung empedu atau duktus
koledokus yang mengalami dilatasi.
3. Pemeriksaan pencitraan radionuklida atau koleskintografi. Koleskintografi
menggunakan preparat radioaktif yang disuntikkan secara intravena.
Preparat ini kemudian diambil oleh hepatosit dan dengan cepat
diekskresikan ke dalam sistem bilier. Selanjutnya dilakukan pemindaian
saluran empedu untuk mendapatkan gambar kandung empedu dan
percabangan bilier.
4. ERCP (Endoscopic Retrograde CholangioPancreatography), pemeriksaan
ini meliputi insersi endoskop serat-optim yang fleksibel ke dalam
eksofagus hingga mencapai duodenum pars desendens. Sebuah kanul
dimasukkan ke dalam duktus koledokus serta duktus pankreatikus,
kemudian bahan kontras disuntikkan ke dalam duktus tersebut untuk
memingkinkan visualisasi langsung struktur bilier dan memudahkan akses
ke dalam duktus koledokus bagian distal untuk mengambil empedu.
5. Kolangiografi Transhepatik Perkutan, pemeriksaan dengan cara
menyuntikkan bahan kontras langsung ke dalam percabangan bilier.
Karena konsentrasi bahan kontras yang disuntikkan itu relatif besar, maka
semua komponen pada sistem bilier (duktus hepatikus, duktus koledokus,
duktus sistikus dan kandung empedu) dapat dilihat garis bentuknya dengan
jelas.
6. MRCP (Magnetic Resonance Cholangiopancreatography), merupakan
teknik pencitraan dengan gema magnet tanpa menggunakan zat kontras,
instrumen, dan radiasi ion. Pada MRCP saluran empedu akan terlihat
sebagai struktur yang terang karena mempunyai intensitassinyal tinggi,
sedangkan batu saluran empedu akan terlihat sebagai intensitas sinyal
rendah yang dikelilingi empedu dengan intensitas sinyal tinggi, sehingga
metode ini cocok untuk mendiagnosis batu saluran empedu.
J. Komplikasi
Adapun jenis komplikasi sebagai berikut:
1. Kolesistis
Kolesistitis adalah Peradangan kandung empedu, saluran kandung empedu
tersumbat oleh batu empedu, menyebabkan infeksi dan peradangan
kandung empedu.
2. Kolangitis
Kolangitis adalah peradangan pada saluran empedu, terjadi karena infeksi
yang menyebar melalui saluran-saluran dari usus kecil setelah saluran-
saluran menjadi terhalang oleh sebuah batu empedu.
3. Hidrops
Obstruksi kronis dari kandung empedu dapat menimbulkan hidrops
kandung empedu. Dalam keadaan ini, tidak ada peradangan akut dan
sindrom yang berkaitan dengannya. Hidrops biasanya disebabkan oleh
obstruksi duktus sistikus sehingga tidak dapat diisi lagi empedu pada
kandung empedu yang normal. Kolesistektomi bersifat kuratif.
4. Empiema
Pada empiema, kandung empedu berisi nanah. Komplikasi ini dapat
membahayakan jiwa dan membutuhkan kolesistektomi darurat segera.
2.2 KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN PADA KLIEN DENGAN
KOLELITASIS
A. Pengkajian
1. Identitas pasien
Meliputi : nama, umur, jenis kelamin, alamat, tempat tinggal, tempat tanggal
lahir, pekerjaan dan pendidikan. Kolelitiasis biasanya ditemukan pada 20
-50 tahun dan lebih sering terjadi anak perempuan pada dibanding anak laki
– laki (Cahyono, 2015).
2. Keluhan utama
Merupakan keluhan yang paling utama yang dirasakan oleh klien saat
pengkajian. Biasanya keluhan utama yang klien rasakan adalah nyeri
abdomen pada kuadran kanan atas, dan mual muntah.
3. Riwayat kesehatan
a. Riwayat kesehatan sekarang
Merupakan pengembangan diri dari keluhan utama melalui metode
PQRST, paliatif atau provokatif (P) yaitu focus utama keluhan klien,
quality atau kualitas (Q) yaitu bagaimana nyeri dirasakan oleh klien,
regional (R) yaitu nyeri menjalar kemana, Safety (S) yaitu posisi yang
bagaimana yang dapat mengurangi nyeri atau klien merasa nyaman dan
Time (T) yaitu sejak kapan klien merasakan nyeri tersebut.
b. Riwayat kesehatan dahulu
kaji apakah klien pernah menderita penyakit sama atau pernah memiliki
riwayat penyakit sebelumnya.
c. Riwayat kesehatan keluarga (genogram)
Mengkaji ada atau tidaknya keluarga klien pernah menderita penyakit
kolelitiasis. Penyakit kolelitiasis tidak menurun, karena penyakit ini
menyerang sekelompok manusia yang memiliki pola makan dan gaya
hidup yang tidak sehat. Tapi orang dengan riwayat keluarga kolelitiasis
mempunyai resiko lebih besar dibanding dengan tanpa riwayat keluarga.
4. Pemeriksaan fisik
a. Keadaan Umum :
(1) Penampilan Umum Mengkaji tentang berat badan dan tinggi badan
klien.
(2) Kesadaran Kesadaran mencakup tentang kualitas dan kuantitas
keadaan klien.
(3) Tanda-tanda Vital Mengkaji mengenai tekanan darah, suhu, nadi dan
respirasi.
b. Sistem endokrin
Mengkaji tentang keadaan abdomen dan kantung empedu. Biasanya Pada
penyakit ini kantung empedu dapat terlihat dan teraba oleh tangan karena
terjadi pembengkakan pada kandung empedu.
5. Pola aktivtas
a. Nutrisi
Dikaji tentang porsi makan, nafsu makan
b. Aktivitas
Dikaji tentang aktivitas sehari-hari, kesulitan melakukan aktivitas dan
anjuran bedrest
c. Aspek psikologis
Kaji tentang emosi, pengetahuan terhadap penyakit, dan suasana hati.
d. Aspek penunjang
(1) Hasil pemeriksaan Laboratorium (bilirubin, amylase serum
meningkat)
(2) Obat-obatan satu terapi sesuai dengan anjuran dokter.
B. Diagnosa Keperawatan
SDKI menyatakan bahwa diagnose keperawatan adalah penilaian klinis
terhadap pengalaman /respon individu, keluarga, atau komunitas pada masalah
kesehatan atau pada proses kehidupan. Diagnosa keperawatan merupakan
bagain vital dalam menemukan asuhan keperawatan yang sesuai untuk
membantu klien mencapai kesehatan yang optimal.
Berikut adalah uraian dari diagnosa yang timbul bagi pasien, dengan
menggunakan Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia (PPNI, 2017) :
1. Nyeri akut D.0077
a. Definisi
Pengalaman sensorik atau emosional yang berkaitan dengan kerusakan
jaringan actual atau fungsional, dengan onset mendadak atau lambat dan
berintensitas ringan hingga berat yang berlangsung kurang dari 3 bulan.
b. Penyebab
Agen pencedera fisiologis (misalnya inflamasi, iskemia, neoplasma)
c. Batasan karakteristik
(1) Data mayor
Data mayor yang dapat menunjang munculnya diagnosa nyeri akut
antara lain:
(a) Subjektif :1. Mengeluh Nyeri
(b) Objektif : 1. Tampak meringis 2. Bersikap protektif 3. Gelisah 4.
Frekuensi nadi meningkat 5. Sulit tidur
(2) Data Minor
Data minor yang dapat menunjang munculnya diagnosa nyeri akut
antara lain:
(a) Subjektif : -
(b) Objektif : 1. Tekanan darah meningkat 2. Pola nafas berubah 3.
Nafsu makan berubah 4. Proses berfikir terganggu 5. Menarik
diri 6. Berfokus pada diri sendiri 7. Diaforesis
d. Kondisi Klinis Terkait
Infeksi
2. Gangguan mobilitas fisik D.0054
a. Definisi
Keterbatasan dalam gerakan fisik dari satu atau lebih extremitas secara
mandiri.
b. Penyebab
Nyeri
c. Batasan karakteristik
(1) Data mayor
Data mayor yang dapat menunjang munculnya diagnosa gangguan
mobilitas fisik antara lain:
(a) Subjektif : 1. Mengeluh sulit menggerakan extremitas
(b) Objektif : 1. Kekuatan otot menurun 2. Rentang gerak menurun
(2) Data minor
Data minor yang dapat menunjang munculnya diagnose gangguan
mobilitas fisik antara lain:
(a)Subjektif : 1. Nyeri saat bergerak 2. Enggan melakukan
pergerakan 3. Merasa cemas saat Bergerak
(b)Objektif : 1. Sendi kaku 2.Gerakan tidak terkoordinasi 3. Gerakan
terbatas 4. Fisik Lemah
3. Hipertermi D.0130
a. Definisi
Suhu tubuh meningkat di atas rentang normal tubuh
b. Penyebab
Proses penyakit ( misalnya infeksi, kanker )
c. Batasan karakteristik
(1) Data mayor
Data mayor yang dapat menunjang munculnya diagnose hipertermi
antara lain:
(a) Subjektif : -
(b) Objektif : 1. Suhu tubuh di atas normal
(2) Data minor
Data minor yang dapat menunjang munculnya diagnose hipertermi
antara lain :
(a) Subjektif : -
(b) Objektif : 1. Kulit merah 2. Takikardi 3. Kulit terasa hangat
d. Kondisi klinis terkait
Proses infeksi
4. Defisit nutrisi D.0019
a. Definisi
Asupan nutrisi tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan metabolisme
b. Penyebab
Ketidakmampuan mencerna makanan
c. Batasan karakteristik
(1) Data mayor
Data mayor yang dapat menunjang munculnya diagnosa defisit
nutrisi antara lain:
(a) Subjektif : -
(b) Objektif : 1. Berat badan menurun minimal 10% di bawah
rentang ideal
(2) Data minor
Data minor yang dapat menunjang munculnya diagnosa defisit
nutrisi antara lain:
(a) Subjektif : 1. Kram atau nyeri abdomen 2. Nafsu makan
menurun b.
(b) Objektif : 1. Bising usus hiperaktif 2. Otot menelan lemah
d. Kondisi klinis terkait :
Infeksi
5. Resiko ketidakseimbangan cairan D.0036
a. Definisi
Berisiko mengalami penurunann peningkatan atau percepatan
perpindahan cairan dari intravaskuler, interstisial, atau intraselular
b. Faktor resiko
Asites
c. Kondisi klinis terkait
Perdarahan
6. Resiko syok (Hipovolemik) D0039
a. Definisi Berisiko mengalami ketidakcukupan aliran darah ke jaringan
tubuh, yang dapat mengakibatkan disfungsi seluler yang mengancam
jiwa
b. Faktor resiko
Kekurangan volume cairan
c. Kondisi klinis terkait
Perdarahan
7. Resiko infeksi D0142
a. Definisi
Beresiko mengalami peningkatan terserang organisme patogenik
b. Faktor resiko
Efek prosedur invasive
c. Kondisi klinis terkait
Tindakan invasive
C. Intervensi Keperawatan
Perencanaan adalah bagian dari fase pengorganisasian dalam proses
keperawatan sebagai pedoman untuk mengarahkan tindakan keperawatan
dalam usaha membantu, meringankan, memecahkan masalah atau untuk
memenuhi kebutuhan klien. Proses perencanaan keperawatan meliputi
penetapan tujuan perawatan, penetapan kriteria hasil, pemilihan intervensi yang
tepat, dan rasionalisasi dari intervensi dan mendokumentasikan rencana
perawatan (Lestari et al., 2019). Intervensi Keperawatan yang biasa muncul
pada klien Cholelithiasis dan mengalami pembedahan adalah:
1. Nyeri akut berhubungan dengan agen pencedera fisiologis D.0077
Tujuan Intervensi
Setelah dilakukan tindakan asuhan Observasi :
keperawatan selama …. Pasien 1. Identifikasi
menyatakan nyeri hilang berkurang lokasi,karakteristik,durasi,
atau menurun dengan kriteria hasil: frekuensi, kualitas, intensitas nyeri
a. Keluhan nyeri menurun 2. Identifikasi skala nyeri
b. Meringis menurun 3. Identifikasi respons nyeri non
c. Sikap protektif menurun verbal
d. Gelisah menurun 4. Identifikasi faktor yang
e. Kesulitan tidur menurun memperberat dan memperingan
f. Menarik diri menurun nyeri
g. Berfokus pada diri sendiri 5. Identifikasi pengetahuan dan
menurun keyakinan tentang nyeri
h. Diaforesis menurun 6. Identifikasi pengaruh budaya
i. Perasaan depresi (tertekan) terhadap respon nyeri
menurun 7. Identifikasi pengaruh nyeri pada
j. Perasaan takut mengalami cedera kualitas hidup
berulang menurun 8. Monitor keberhasilan terapi
k. Anoreksia menurun komplementer yang sudah
l. Perineum terasa tertekan diberikan
m. Uterus teraba membulat menurun 9. Monitor efek samping penggunaan
n. Ketegangan otot menurun analgetik
o. Pupil dilatasi menurun Terapeutik :
p. Muntah menurun 1. Berikan teknik nonfarmakologis
q. Mual menurun untuk mengurangi rasa nyeri
r. Frekuensi nadi membaik 2. Kontrol lingkungan yang
s. Pola nafas membaik memperberat rasa nyeri
t. Tekanan darah membaik 3. Fasilitasi istirahat dan tidur
u. Proses berfikir membaik pertimbangkan jenis dan sumber
v. Fungsi berkemih membaik nyeri dalam pemilihan strategi
w. Prilaku membaik meredakan nyeri
x. Nafsu makan membaik Edukasi :
y. Pola tidur membaik 1. jelaskan penyebab, periode, dan
pemicu nyeri
2. jelaskan strategi meredakan nyeri
3. anjurkan memonitor nyeri secara
mandiri
4. anjurkan menggunakan analgetik
secara tepat
5. ajarkan teknik nonfarmakologis
untuk mengurangi rasa nyeri
Kolaborasi :
Kolaborasi pemberian analgetik, jika
perlu

2. Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan nyeri D.0054


Tujuan Intervensi
Setelah dilakukan tindakan Observasi :
asuhan keperawatan selama …. 1. Identifikasi adanya nyeri atau
Pasien menyatakan mobilitas keluhan fisik lainnya
fisik meningkat dengan kriteria 2. Identifikasi toleransi fisik
hasil: melakukan ambulasi
a. Pergerakan extremitas 3. Monitor frekuensi jantung dan
meningkat tekanan darah sebelum memulai
b. Kekuatan otot meningkat ambulasi
c. Rentang gerak meningkat 4. Monitor kondisi umum selama
d. Nyeri menurun melakukan ambulasi
e. Kecemasan menurun Terapeutik :
f. Kaku sendi menurun Gerakan 1. Fasilitasi aktivitas ambulasi dengan
tidak terkoordinasi menurun alat bantu
g. Gerakan terbatas menurun 2. Fasilitasi melakukan mobilisasi
h. Kelemahan fisik menurun fisik
3. Libatkan keluarga untuk membantu
pasien dalam meningkatkan
ambulasi
Edukasi :
1. Jelaskan tujuan dan prosedur
ambulasi
2. Anjurkan melakukan ambulasi dini
3. Ajarkan ambulasi sederhana yang
harus dilakukan

3. Hipertermi berhubungan dengan proses penyakit D.0130


Tujuan Intervensi
Setelah dilakukan tindakan asuhan Observasi :
keperawatan selama …. Pasien 1. Identifikasi penyebab
menyatakan suhu tubuh pasien hipertermia
membaik dengan kriteria hasil: 2. Monitor suhu tubuh
a. Suhu tubuh membaik 3. Monitor kadar elektrolit
b. Suhu kulit membaik 4. Monitor haluan urine
c. Kadar glukosa darah membaik 5. Monitor komplikasi akibat
d. Pengisian kapiler membaik hipertermia
e. Ventilasi membaik Terapeutik :
f. Tekanan darah membaik 1. Sediakan lingkunga yang dingin
2. Basahi dan kipasi permukaan
tubuh
3. Berikan cairan oral
4. Ganti linen setiap hari atau lebih
sering jika terjadi hyperhidrosis
5. Hindari pemberian antipiretik
dan aspirin
6. Berikan oksigen
Edukasi :
1. Anjurkan tirah baring
Kolaborasi :
1. Kolaborasi pemberian cairan dan
elektrolit intravena

4. Defisit nutrisi b.d ketidakmampuan mencerna makanan D.0019


Tujuan Intervensi
Setelah dilakukan tindakan asuhan Observasi :
keperawatan selama … status 1. Identifikasi status nutrisi
nutrisi pasien membaik dengan 2. Identifikasi alergi dan intoleransi
kriteria hasil: makanan
a. Porsi makanan yang dihabiskan 3. Identifikasi makanan disukai
meningkat 4. Identifikasi kebutuhan kalori dan
b. Berat badan membaik jenis nutrient
c. Indeks massa tubuh membaik 5. Identifikasi perlunya
d. Frekuensi makan membaik penggunaan selang nasogastric
e. Nafsu makan membaik 6. Monitor asupan makanan
7. Monitor berat badan
8. Monitor hasil pemeriksaan
laboratorium
Terapeutik
1. Lakukan oral hygiene sebelum
makan, jika perlu
2. Fasilitas menentukan pedoman
diet
3. Sajikan makanan secara menarik
dan suhu yang sesuai
4. Berikan makanan tinggi
seratuntuk mencegah konstipasi
5. Berikan makanan tinggi kalori
dan tinggi protein
6. Berikan suplemen makanan, jika
perlu
7. Hentikan pemberian makanan
melalui selang nasogastric jika
asupan oral dapat ditoleransi
Edukasi :
1. Anjarkan posisi duduk, jika
perlu
2. Ajarkan diet yang deprogramkan
Kolaborasi
1. Kolaborasi pemberian medikasi
sebelum makan, jika perlu
2. Kolaborasi dengan ahli gizi
untuk untuk menentukan jumlah
kalori dan jenis nutrient yang di
butuhkan, jika perlu

5. Resiko ketidakseimbangan cairan berhubungan dengan asites D.0036


Tujuan Intervensi
Setelah dilakukan tindakan Observasi :
asuhan keperawatan selama …. 1. Monitor status hidrasi (mis.
Pasien menyatakan Frekuensi nadi, kekuatan
keseimbangan cairan meningkat nadi,akral,pengisian
dengan kriteria hasil: kapiler,kelembapan mukosa, turgor
a. Asupan cairan meningkat kulit, tekanan darah)
b. Keluaran urin meningkat 2. Monitor berat badan harian
c. Kelembapan membrane 3. Monitor berat badan sebelum dan
Mukosa sesudah dialysis
d. Asupan makanan meningkat 4. Monitor hasil pemeriksaan
e. Edema menurun laboratorium
f. Dehidrasi menurun 5. Monitor status hemodinamik
g. Asites menurun Terapeutik :
h. Konfusi menurun 1. Catat intake dan output lalu hitung
i. Tekanan darah membaik balance cairan 24 jam
j. Denyut nadi radial membaik 2. Berikan asupan cairan , sesuai
k. Tekanan arteri rata-rata kebutuhan
membaik 3. Berikan cairan intravena , jika
l. Mata cekung membaik diperlukan
m. Turgor kulit membaik Kolaborasi :
n. Berat badan membaik Kolaborasi pemberian diuretic, jika
diperlukan

6. Resiko syok (Hipovolemik) berhubungan dengan kekurangan volume cairan


D.0039
Tujuan Intervensi
Setelah dilakukan tindakan Observasi :
asuhan keperawatan selama …. 1. Monitor status kardiopulmonal
Pasien mengatakan sudah tidak 2. Monitor status oksigenasi
mengalami syok dengan kriteria 3. Monitor status cairan
hasil: 4. Monitor tingkat kesadaran dan
a. Kekuatan nadi meningkat respon pupil
b. Output urinei meningkat 5. Periksa riwayat alergi
c. Tingkat kesadaran meningkat Terapeutik :
d. Saturasi oksigen meningkat 1. Berikan oksigen untuk
e. Akral dingin menurun mempertahan kan saturasi oksigen
f. Pucat menurun 2. Persiapan intubasi dan ventilasi
g. Haus menurun mekanis, jika perlu
h. Tekanan darah sistolik 3. Pasang jalur IV, jika perlu
membaik 4. Pasang kateter urine untuk menilai
i. Tekanan darah diastolic produksi urine, jika perlu
membaik 5. Lakukan skin test untuk mencegah
j. Tekanan nadi membaik reaksi alergi
k. Frekuensi nafas membaik Edukasi :
1. Jelaskan penyebab atau faktor
risiko syok
2. Jelaskan tanda dan gejala awal
syok
3. Anjurkan melapor jika menemukan
atau merasakan tanda dan gejala
syok
4. Anjurkan memperbanyak asupan
cairan oral
Kolaborasi :
1. Kolaborasi pemberian IV, jika
perlu
2. Kolaborasi pemberian transfuse
darah, jika perlu
3. Kolaborasi pemberian
antiinflamasi, jika perlu

7. Resiko infeksi berhubungan dengan efek prosedur invasive D.0142


Tujuan Intervensi
Setelah dilakukan tindakan Observasi :
asuhan keperawatan selama … a. Monitor tanda dan gejala infeksi
pasien tidak mengalami infeksi local dan sistemik
dengan kriteria hasil: Terapeutik
a. Demam menurun a. Batasi jumlah pengunjung
b. Kemerahan menurun b. Berikan perawatan kulit pada area
c. Nyeri menurun edema
d. Bengkak menurun c. Cuci tangan sebelum dan sesudah
e. Vesikel menurun kontak dengan pasien dan
f. Cairan berbau busuk lingkungan pasien
menurun d. Pertahankan teknik aseptic pada
g. letargi pasien beresiko tinggi
h. Kebersihan tangan Edukasi :
meningkat a. Jelaskan tanda dan gejala infeksi
i. Kebersihan badan meningkat b. Ajarkan cara mencuci tangan
j. Kadar sel darah putih dengan benar
membaik c. Ajarkan etika batuk
k. Kultur area luka membaik d. Jarkan cara memeriksa kondisi
l. Kadar sel darah putih luka atau luka oprasi
membaik e. Anjurkan meningkatkan asupan
nutrisi
f. Anjurkan meningkatkan asupan
cairan
Kolaborasi :
Kolaborasi pemberian imunisasi, jika
perlu

D. Implementasi Keperawatan
Implementasi atau pelaksanaan adalah inisiatif dari rencana
tindakanuntuk mencapai tujuan yang spesifik. Tahap implementasi di mulai
setelah rencana tindakan di susun dan di tujukan pada rencana strategi untuk
membantu mencapai tujuan yang di harapkan. Oleh sebab itu, rencana tindakan
yang spesifik di laksanakan untuk memodifikasi faktor-faktor yang
mempengaruhi masalah kesehatan. Tujuan dari implementasi adalah membantu
dalam mencapai tujuan yang telah di tetapkan, yang mencakup peningkatan
kesehatan, pencegahan penyakit, pemulihan kesehatan dan memfasilitasi
koping (Harahap, 2019)
E. Evaluasi Keperawatan
Tahap penilaian atau evaluasi adalah perbandingan yang sistematis dan
terencana tentang kesehatan klien dengan tujuan yang telah ditetapkan,
dilakukan dengan cara bersinambungan dengan melibatkan klien, keluarga, dan
tenaga kesehatan lainnya. Tujuan evaluasi adalah untuk melihat kemampuan
klien dalam mencapai tujuan yang disesuaikan dengan kriteria hasil pada tahap
perencanaan (Setiadi, 2012).
BAB III
TINJAUAN KASUS
A. Pengkajian
1. Pengumpulan Data
a. Data Umum
1) Identitas Klien
Nama : Ny. Y
Usia : 47
Jenis kelamin : Perempuan
Agama : Islam
Pendidikan : SMA
Pekerjaan : Ibu rumah tangga
Status marital : Kawin
Tanggal, jam pengkajian : 03 Juni 2021, 07.00 WIB
Tanggal, jam masuk : 02 Juni 2021, 13.23 WIB
Diagnosa Medis : Cholelithiasis
Alamat : Kamp.Cinangsi RT: 04 RW: 04

2) Identitas Keluarga/Penanggung Jawab


Nama : Ny. R
Usia : 34 th
Jenis kelamin : Perempuan
Pekerjaan :-
Hubungan dengan klien : Saudara
Alamat : Kp. Cintalaksana RT 01 RW03 Ds.
Gunung masigit

b. Riwayat Kesehatan
1. Riwayat Kesehatan Klien
a) Riwayat Kesehatan Sekarang
1) Alasan Masuk Rumah Sakit : Klien mengatakan nyeri ulu
hati sudah 3 hari
2) Keluhan utama : Nyeri ulu hati
3) Riwayat Penyakit Sekarang (PQRST)
Klien mengeluh nyeri dibagian ulu hati nyeri semakin parah
jika ditekan dan banyak melakukan gerakan. Biasanya nyeri
berkurang jika klien bedrest dan tidak melakukan banyak
gerakan. Klien mengatakan nyeri yang dirasakan bersekala
2 nyeri seperti ditusuk tusuk, dan nyeri yang dirasakan
hilang timbul.
4) Keluhan yang menyertai : Klien mengatakan mual
5) Riwayat tindakan konservatif dan pengobatan yang telah
didapat: tidak ada

b) Riwayat Kesehatan Masa Lalu


1) Riwayat penyakit atau rawat inap sebelumnya : tidak
ada
2) Riwayat alergi : tidak ada
3) Riwayat operasi : tidak ada
4) Riwayat transfuse : tidak ada
5) Riwayat pengobatan : tidak ada
c) Riwayat Penyakit Keluarga : tidak ada
Genogram 3 Generasi
c. Data Biologis
1. Penampilan umum: tampak sakit, kesadaran compos mentis, akral
hangat
2. Tanda–tanda vital:
Tekanan darah 130/90 mmHg di lengan kiri
Suhu 36,1 oC per axilla,
Nadi 72x/menit, diarteri radial irama teratur, denyutan lemah
Pernapasan 22 x/menit, teratur pernapasan dada
Nyeri dibagian ulu hati dengan sekala 2/10
3. Tinggi badan : 155
Berat badan : 49
IMT 20,4 (klien dalam kategori ideal)
4. Anamnesa dan Pemeriksaan Fisik Sistem Tubuh
a) Sistem Kardiovaskuler
1) Anamnesa
Sebelum dirawat: klien mengatakan tidak ada nyeri di dada
Saat dirawat: Tidak ada keluhan
2) Pemeriksaan fisik:
(a) Inspeksi: Ictus cordis tidak tampak, clubbing of the
finger tidak ada, cyanosis ada di area hidung dan mulut,
epistakis tidak ada.
(b) Palpasi: Ictus cordis tidak teraba, capillary refill time ‹
2 detik, thrill tidak ada, edema tidak ada
(c) Perkusi:
Terdengar normal
Batas-batas jantung:
Atas : ICS II kiri di linea parastrenalis kiri (pinggang
jantung)
Bawah : ICS V kiri ke medial linea midklavikularis kiri
(t4 iktus)
Kiri : ICS IV garis midklavikularis kiri
Kanan : ICS IV garis parasternal kanan
(d) Auskultasi:
Bunyi jantung I terdengar di ICS 5 penutupan
atrioventrikularis
HR 72 ×/menit
Bunyi jantung II terdengar di ICS 2 penutupan katup
aorta
Bunyi jantung tambahan: murmur tidak ada, irama
gallop tidak ada.

3) Masalah keperawatan: tidak ada masalah


b) Sistem Pernapasan
1) Anamnesa:
Sebelum sakit/dirawat : Klien mengatakan tidak ada batuk
dan pilek
Saat dirawat : Tidak ada keluhan

2) Pemeriksaan Fisik:
Inspeksi:
Hidung : pernapasan cuping hidung tidak ada,
deviasi septum nasi berada ditengah, mukosa hidung
tampak kering, secret/lender tidak ada, polip tidak
ada, tidak terpasang oksigen, tidak sianosis.
Bentuk dada : barrel chest, pergerakan dada simetris
(tidak normal)
Deviasi trakea: tidak ada, retraksi dada keluar (normal),
Pola irama pernafasan: normal
Palpasi:
Daerah sinus paranasalis : Tidak ada nyeri tekan
Taktilfremitus : tidak ada peningkatan (normal)
Perkusi:
Terdengar : Sonor
Batas paru : ICS 4 kiri
Auskultasi:
Vesicular : Terdengar disemua lapang paru
Bronchial : Terdengar di manubrium sterni
Bronchovesicular : Terdengar di antara skapula
Suara napas tambahan: Tidak ada
Vocal resonans : Normal

3) Masalah Keperawatan:
Tidak ada masalah keperawatan
c) Sistem Pencernaan
1) Anamnesa:
Sebelum sakit/dirawat: Klien mengatakan nyeri diulu hati,
dan preasaan mual
Saat dirawat: Klien mengatakan nyeri diulu hati saat
ditekan, dan sensasi mual

2) Pemeriksaan Fisik:
Inspeksi:
Mulut : bibir lembab, stomatitis tidak ada, lidah bersih
tidak ada bercak putih dibelakang, gingivitis tidak
ada, gusi berdarah tidak ada, tonsil T1
Gigi : caries tidak ada, gigi tanggal tidak ada masih
lengkap, tidak terpasang NGT
Abdomen: bentuk abdomen sedikit kembung,
bayangan/gambaran bendungan pembuluh darah
vena tidak terlihat, spider naevi tidak ada, distensi
abdomen tidak ada
Anus: haemorrhoid tidak ada, fissure tidak ada, fistula tidak
ada, tanda – tanda keganasan tidak ada.
Auskultasi: Bising usus 15 x/menit, kuat
Palpasi:
Hepar tidak teraba, nyeri tekan ada
Limpa tidak teraba, nyeri tekan ada
Nyeri tekan di regio kanan ada
Nyeri lepas di region kanan ada
Perkusi: Terdengar timpani

3) Masalah Keperawatan:
Nyeri
Nutrisi kurang dari kebutuhan
d) Sistem Endokrin
1) Anamnesa:
Sebelum sakit/dirawat: mengatakan tidak ada pembesaran
kelenjar
Saat dirawat: tidak ada pembesaran kelenjar
2) Pemeriksaan Fisik:
Inspeksi:
Bentuk tubuh: gigantisme tidak, kretinisme tidak
Pembesaran kelenjar tiroid tidak ada
Pembesaran pada ujung-ujung ekstremitas atas atau bawah
tidak ada
Lesi tidak adaa
Palpasi:
Kelenjar tiroid tidak teraba

3) Masalah Keperawatan:
Tidak ada masalah
e) Sistem Perkemihan
1) Anamnesa:
Sebelum sakit/dirawat: saat berkemih tidak ada nyeri,
jumlah urine yang dikeluarkan normal
Saat dirawat: saat kemih tidak ada nyeri
2) Pemeriksaan Fisik:
Inspeksi:
Distensi regio hipogastrika tidak ada
Tidak terpasang kateter urine, warna urine kuning muda
Jumlah urine 300 cc pada pagi hari
Palpasi:
Nyeri tekan regio hipogastrika tidak ada
Perkusi:
Regio hipogastrika terdengar sonor
Nyeri ketuk daerah costovertebral angle kanan tidak ada,
dan kiri tidak ada.

3) Masalah Keperawatan:
Tidak ada masalah
f) Sistem Persarafan
1) Anamnesa:
Sebelum sakit/dirawat: Tidak ada perasaan baal masih bias
merasa geli
Saat dirawat: Tidak ada perasaan baal masih bias merasa
geli
2) Pemeriksaan Fisik:
Inspeksi:
Bentuk muka simetris, mulut simetris, spastic tidak ada,
parase tidak ada
Sensibilitas ekstremitas atas normal
Sensibilitas ekstremitas bawah mormal
Pergerakan tidak terkoordinir tidak ada
Tingkat kesadaran: Kualitatif: Compos mentis
Kuantitatif: GCS 15 (E= 4, M= 6, V=5)
Uji saraf kranial:
Nervus I (olfaktori) : Dapat membedakan aroma
kayu putih dan lotion.
Nervus II (optikus) : Dapat membaca dengan
jelas pada jarak 20 cm
Nervus III (okulmotorius): Refleks pupil ada saat
diberi rangsangan cahaya
Nervus IV (troclear) : sudut lapang pandang 90 0
Nervus V (trigeminus) : deviasi mata lateral
Nervus VI (abdusen) : refleks kornea ada, dapat
menggerakan wajah
Nervus VII (fasialis) : Wajah dapat berekspresi
Nervus VIII (vestibulokoklearis): Dapat mendengar
dari mana suara detik jam berasal
Nervus IX (glosofaringeal): Dapat mengecap rasa,
namun ada rasa mual ketika menelan
Nervus X (vagus) : Menelan saliva, ada refleks
muntah
Nervus XI (aksesorius): Dapat melawan saat diberi
tahanan
Nervus XII (hipoglosus): Dapat menggerakan lidah
dengan bebas
Perkusi:
Refleks fisiologis:
Tendon biceps : ada di kedua ekstremitas
Tendon triceps : ada di kedua ekstremitas
Tendon patella : ada di kedua ekstremitas
Tendon Achilles: ada di kedua ekstremitas
Refleks patologis:
Refleks Babinski tidak ada

3) Masalah Keperawatan:
Tidak ada masalah
g) Sistem Persepsi Sensori
1) Anamnesa:
Sebelum sakit/dirawat: tidak ada masalah dengan persepsi
sensori
Penglihatan: masih dapat melihat dengan jelas pada jarak 6
meter
Pendengaran: tidak mengalami masalah pendengaran
Saat dirawat: persepsi sensori normal
2) Pemeriksaan fisik:
Inspeksi:
Penglihatan: conjungtiva tidak anemis, sclera tidak ikterik,
palpebra tidak edema, pupil isokhor, reaksi cahaya
ada, diameter 4 mm
Pendengaran: pinna tidak merah atau edema, canalis
auditorius eksterna bersih, Refleks cahaya politzer
ada , membran timpani utuh, battle sign tidak ada,
pengeluaran cairan dari telinga tidak berlebihan, lesi
tidak ada
Palpasi:
Penglihatan: TIO tidak ada peningkatan tekanan
Pendengaran: pinna flexibel

3) Masalah Keperawatan:
Tidak ada masalah keperawatan
h) Sistem Muskuloskeletal
1) Anamnesa:
Sebelum sakit/dirawat: merasa lemas, dapat berdiri namun
harus pegangan
Saat dirawat: merasa lemas, lebih sering tidur
2) Pemeriksaan fisik:
Inspeksi:
Ekstremitas atas tidak ada kelainan
Ekstremitas bawah tidak ada kelainan
Atrofi otot tidak ada
Rentang gerak/range of motion dapat dilakukan secara pasif
Nilai kekuatan otot 3/3/3 (Keterangan: seluruh ekstremitas
masih lemah, belum terlalu kuat)
Bentuk columna vertebralis: spondylosis
Penggunaan alat/balutan: tidak ada
Palpasi:
Nyeri tekan pada processus spinosus tidak ada
3) Masalah Keperawatan:
Intoleransi aktivitas
i) Sistem Integumen
1) Anamnesa:
Sebelum sakit/dirawat: tidak ada masalah pada kulit
Saat dirawat: tidak ada masalah pada kulit
2) Pemeriksaan fisik:
Inspeksi:
Rambut : warna hitam distribusi merata, tidak rontok
Kuku : tidak clubbing fingers
Kulit : lembab
Lesi (lokasi, ukuran, tanda-tanda peradangan) tidak ada
Ptekie tidak ada
Ekimosis tidak ada
Palpasi:
Tekstur kulit halus
Kelembaban baik
Turgor kulit cukup baik
Nyeri tekan tidak ada
3) Masalah Keperawatan:
Tidak ada masalah
j) Sistem Imun-Hematologi
1) Anamnesa:
Sebelum sakit/dirawat: Klien mengatakan memiliki riwayat
penyakit DM
Saat dirawat: hasil gula darah normal
2) Pemeriksaan fisik:
Inspeksi:
pembesaran kelenjar getah bening/limfe tidak ada
Lesi: tidak ada
Rumple leed test: Negatif dengan < 10 peteki
Palpasi:
pembesaran kelenjar getah bening/limfe tidak ada
3) Masalah Keperawatan:
Tidak ada masalah keperawatan

d. Data Psikologis
1. Status emosi: Stabil, tampak tenang
2. Konsep diri (gambaran diri, harga diri, ideal diri, identitas diri,
peran)
a) Gambaran diri : klien menyadari bahwa dirinya adalah
perempuan memiliki mental kuat
b) Harga diri : Klien ingin privasinya terjaga
c) Ideal diri : Memiliki harapan dapat kembali beraktivitas
d) Identitas diri : Menyadari bahwa dirinya adalah seorang
istri dan ibu rumah tangga
e) Peran : Sebelum sakit dapat melakukan aktivitas
dan melakukan kegitan dirumah mengurus anak anak

3. Gaya komunikasi (kejelasan artikulasi, intonasi, cepat lambatnya)


a) Kejelasan artikulasi : bisa berkomunikasi dengan baik
b) Intonasi : cukup terdengar tidak terlalu rendah
c) Cepat lambatnya : tidak terlalu lambat
4. Pola interaksi: kooperatif dan bersahabat
5. Pola mengatasi masalah: selalu berdoa dan menyerahkan semuanya
pada yang Maha Kuasa.
e. Data Sosio-Spiritual
1. Hubungan sosial : tinggal dirumah, kegiatan sehari hari
belajar dan bermain bersama teman sekolah atau tetangga, tapi
karna sakit aktivitas terhambat.
2. Kultur yang diikuti : Berasal dari suku sunda
3. Gaya hidup : Sederhana
4. Kegiatan agama dan relasi dengan Tuhan: mengikuti kelompok ibu
ibu pengajian dan hubungan dengan Tuhan baik

f. Pengetahuan/Persepsi Klien terhadap Penyakitnya


Klien mengatakan tidak mengerti mengenai penyakit yang dideritanya,
begitupun dengan keluarganya.

g. Data Penunjang
1. Laboratorium:
Pemeriksaan Hematologi 02 Juni 2021
Pemeriksaan Satuan Hasil Rujukan
Darah rutin
Hb gr/dL 11.3 12-16
Ht % 34 40-48
Eritrosit Jt/μL 4.24 4.10-5.10
Leukosit rb/ μL 5.730 4500-11000
Trombosit rb/ μL 294 150-450

Keterangan :
Normal
Menurun

2. Radiologi: Hasil radiologi (thorax foto) 02 Juni 2021


a) Cor: CTR < 50 %
b) Pulmo: Corak bronkhovaskuler tampak normal, tak tampak
bercak maupun nodul pada kedua lapang paru
Kesimpulan: Jantung tidak membesar, Pulmo tidak tampak tanda
tanda
3. Terapi (oral dan parenteral/injeksi).
a. Pumpisel
Pumpisel adalah sediaan obat dalam bentuk serbuk injeksi yang
diproduksi oleh Sanbe Farma. Pumpisel digunakan untuk
mengatasi tukak duodenum, tukak lambung, kasus inflamasi
esofagus (refluks esofagitis) sedang dan berat. Pumpisel
mengandung zat aktif Pantoprazole Sodium Sesquihydrate.
(1) Golongan
Obat Keras
(2) Dosis untuk pasien
1 x 40 mg
(3) Cara kerja
Pumpisel merupakan golongan obat keras, sehingga
penggunaanya harus sesuai dengan resep Dokter.
Penggunaan Pumpisel: 1 vial diberikan melalui injeksi
intravena (melalui pembuluh darah) setiap hari.
(4) Indikasi
(a) Tukak usus dua belas jari.
(b) Tukak lambung.
(c) Peradangan esofagus sedang dan parah.
(d) Kondisi hipersekresi patologis yang berhubungan
dengan kondisi yang ditandai dengan kemunculan satu
atau beberapa tumor gastrinoma di pankreas atau di
usus dua belas jari (sindrom Zollinger-Ellison) atau
kondisi neoplastik.
(5) Kontra Indikasi
Tidak boleh digunakan oleh pasien yang telah diketahui
memiliki alergi terhadap kandungan obat Pumpisel, wanita
hamil dan anak.
(6) Efek samping
Efek samping yang mungkin terjadi:
(a) Gangguan saluran cerna
(b) Nyeri perut
(c) Diare
(d) Konstipasi (sembelit)
(e) Kembung
(f) Mual, muntah
(g) Mulut kering

b. Sucralfate
obat yang digunakan untuk pengobatan pada tukak lambung dan
usus, gastritis kronik. Obat ini bekerja dengan cara membentuk
lapisan pada dasar tukak sehingga melindungi tukak dari
pengaruh agresif asam lambung dan pepsin. Dalam penggunaan
obat ini harus SESUAI DENGAN PETUNJUK DOKTER.
(1) Golongan
Obat resep, Antiulcerant
(2) Dosis untuk pasien
3 x 15 cc
(3) Cara kerja
Dikonsumsi saat perut kosong, yaitu 1 jam sebelum makan
atau 2 jam sesudah makan.
(4) Indikasi
INFORMASI OBAT INI HANYA UNTUK KALANGAN
MEDIS. Pengobatan jangka pendek (sampai dengan 8
minggu) ulkus gaster, ulkus duodenum, gastritis kronik
(5) Kontra Indikasi
Hipersensitif, pasien dengan gagal ginjal kronis karena obat
ini bisa menyebabkan nefropati yang diinduksi oleh
aluminium.
(6) Efek samping
Efek samping yang mungkin timbul setelah mengonsumsi
sukralfat adalah:
(a) Konstipasi
(b) Sakit kepala
(c) Mulut kering
(d) Pusing
(e) Diare
(f) Insomnia
(g) Perut kembung
(h) Mual atau muntah
c. Urdahex
Urdahex merupakan obat mengandung ursodeoksilat sebagai zat
aktif. Urdahex merupakan obat yang digunakan untuk mengatasi
batu empedu dan batu ginjal berdiameter > 20 mm. Usodeoksilat
bekerja dengan menekan sintesa dan sekresi hepar/hati dan
menghambat absorbsi dari kolesterol.
(1) Golongan
Obat Keras
(2) Dosis untuk pasien
2 x 250 mg
(3) Cara kerja
Urdahex merupakan obat yang termasuk ke dalam golongan
obat keras sehingga pada setiap pembelian nya harus
menggunakan resep Dokter. Selain itu, dosis penggunaan
Urdahex juga harus dikonsultasikan dengan Dokter terlebih
dahulu sebelum digunakan, karena dosis penggunaan nya
berbeda-beda setiap individu tergantung berat tidaknya
penyakit yang diderita.
Di berikan dosis 8-10 mg / kg berat badan dalam 2-3 dosis
terbagi (biasanya 1 kapsul setiap pagi dan sore).
(4) Indikasi
Hepatitis Kolestatis, Hepatitis aktif kronik, Batu empedu
radiolusen terhadap sinar-X berdiameter <= 20 mm
(5) Kontra Indikasi
Batu kolesterol terkalsifikasi, batu radio-opak atau batu
radiolusen, kolesistitis akut, kolangitis, obstruksi bilier,
alergi asam empedu.
(6) Efek samping
Efek samping yang mungkin terjadi selama penggunaan
Urdafalk, seperti: diare, ruam kulit, berkeringat, keringat
dingin, rambut rontok, nyeri lambung, pusing, letih, depresi,
gangguan tidur, nyeri sendi, nyeri otot, dan nyeri punggung,
cemas.
d. Ibuprofen
Ibuprofen adalah obat yang digunakan untuk meredakan nyeri
dan peradangan, misalnya sakit gigi, nyeri haid, dan radang
sendi. Obat ini tersedia dalam bentuk tablet 400 mg, sirup, dan
suntikan.
(1) Golongan
Obat antiinflamasi nonsteroid (NSAID),  Analgesik,
antipiretik, dan antiinflamasi
(2) Dosis untuk pasien
2 x 400 mg
(3) Cara kerja
Ibuprofen bekerja dengan cara menghalangi tubuh
memproduksi prostaglandin, yaitu senyawa yang
menyebabkan peradangan dan rasa sakit. Sebagai
dampaknya, nyeri dan peradangan menjadi berkurang.
Selain mengatasi nyeri dan peradangan, ibuprofen juga
digunakan sebagai obat penurun panas.
(4) Indikasi
Nyeri
(5) Kontra Indikasi
Penderita dengan ulkus peptikum (tukak lambung dan
duodenum) yang berat dan aktif. Penderita dengan riwayat
hipersensitif terhadap Ibuprofen dan obat anti inflamasi non
steroid lain. Penderita sindroma polip hidung, angioedema
dan penderita dimana bila menggunakan aspirin atau obat
anti inflamasi non steroid akan timbul gejala asma, rinitis
atau urtikaria. Kehamilan tiga bulan terakhir.
(6) Efek samping
Beberapa efek samping yang dapat terjadi saat
menggunakan obat ini adalah:
(a) Perut kembung
(b) Mual dan muntah
(c) Diare atau malah sembelit
(d) Sakit maag
(e) Demam
(f) Sakit kepala
(g) Perubahan mood
4. Diit : Makanan Lunak
5. Acara infus : Terpasang infus ring
6. Mobilisasi : Dilakukan bed rest

2. Pengelompokkan Data (data subyektif dan data obyektif)


Data Subyektif Data Obyektif
1. Klien mengeluh nyeri ulu hati 1. Keadaan Umum
seperti ditusuk tusuk dan nyeri Tampak sakit, kesadaran compos
hilang timbul mentis, akral hangat
2. Klien mengatakan skala nyeri 2. TTV
yang dirasakan bersekala 2 TD : 130/90 mmHg
3. Klien mengatakan ada sensasi Suhu: 36,1°C per axilla
mual ketika makanan masuk Nadi : 72 x/menit
4. Klien mengatakan ada riwayat RR : 22 x/menit
DM Nyeri : Ada nyeri di bagian perut
5. Klien mengatakan nyeri sebelah kanan (Ulu Hati)
berkurang saat tidak melakukan 3. Pemeriksaan fisik
banyak gerakan dan meningkat
i. Bising usus 15 x/menit, kuat
saat dilakukan penekanan ii. Nilai kekuatan otot 3/3/3
(lemah)
4. Hasil Lab
i. Hemoglobin 11,3 gr/dL
ii. Hematokrit 34 %
iii. Leukosit 5.730 /uL
iv. Eritrosit 4.24 juta/uL
v. Trombosit 294 rb/ μL
5. Hasil Radiologi
i. Cor: CTR < 50 %
ii. Pulmo: Corak
bronkhovaskuler tampak
normal, tak tampak bercak
maupun nodul pada kedua
lapang paru
Kesimpulan: Jantung tidak
membesar, Pulmo tidak tampak
tanda tanda

3. Analisa Data: dibuat dalam bentuk 3 kolom (data, etiologi dan masalah)

Data Etiologi Masalah


DS: Nyeri akut
1. Klien mengeluh nyeri berhubungan
ulu hati seperti ditusuk dengan agen
tusuk dan nyeri hilang pencedera
timbul fisiologis
2. Klien mengatakan
skala nyeri yang
dirasakan bersekala 2
DO:
1. Klien tampak sakit

DS: Gangguan rasa


1. Klien mengeluh nyeri Akumulasi sekret di nyaman b.d gejala
bronkus penyakit d.d klien
ulu hati seperti ditusuk
tusuk dan nyeri hilang mengeluh nyeri dan
timbul Mucus bronkus mual
meningkat
2. Klien mengatakan
skala nyeri yang
dirasakan bersekala 2 Bau mulut tidak sedap
3. Klien mengatakan ada
sensasi mual ketika
Mual dan Muntah
makanan masuk
DO:
1. Klien tampak sakit Anoreksia

2. Klien tampak tidak


mampu rileks Ketidakseimbangan
nutrisi kurang dari
kebutuhan tubuh

DS: Defisit Nutrisi b.d


Infeksi saluran nafas
1. Klien mengatakan ada bawah faktor psikologis
sensasi mual ketika d.d nafsu makan
makanan masuk Inflamasi menurun, sensasi
2. Klien mengatakan tidak mual, bising usus
berselera untuk makan hiperaktif

DO:
1. Bising usus 15 x, kuat

Defisit
pengetahuan
tentang penyakit
yang dialami b.d
kurang terpapar
informasi d.d klien
menanyakan
masalah yang
dihadapi
Gangguan
mobilitas fisik b.d
nyeri d.d nyeri saat
bergerak, kekuatan
otot menurun,
tampak lemah

B. DIAGNOSA KEPERAWATAN BERDASARKAN PRIORITAS


MASALAH
1. Nyeri akut berhubungan dengan agen pencedera fisiologis d.d mengeluh
nyeri, tampak meringis
2. Defisit Nutrisi b.d faktor psikologis d.d nafsu makan menurun, sensasi
mual, bising usus hiperaktif
3. Gangguan rasa nyaman b.d gejala penyakit d.d klien mengeluh nyeri dan
mual
4. Gangguan mobilitas fisik b.d nyeri d.d nyeri saat bergerak, kekuatan otot
menurun, tampak lemah
5. Defisit pengetahuan tentang penyakit yang dialami b.d kurang terpapar
informasi d.d klien menanyakan masalah yang dihadapi
C. PERENCANAAN KEPERAWATAN
DIAGNOSA PERENCANAAN
NO
KEPERAWATAN TUJUAN INTERVENSI RASIONAL
1 Nyeri akut Setelah dilakukan Observasi:
berhubungan tindakan asuhan 1. Identifikasi lokasi,
dengan agen keperawatan karakteristik, durasi,
pencedera selama 2 x 12 jam frekuensi, kualitas, intensitas
fisiologis d.d klien menyatakan nyeri
mengeluh nyeri, nyeri hilang 2. Identifikasi skala nyeri
tampak meringis berkurang atau 3. Identifikasi respons nyeri non-
menurun dengan verbal
DO: kriteria hasil: 4. Identifikasi faktor yang
a. Keluhan nyeri memperberat dan
DS: menurun memperingan nyeri
b. Meringis 5. Identifikasi pengetahuan dan
menurun keyakinan tentang nyeri
6. Identifikasi pengaruh budaya
terhadap respon nyeri
7. Identifikasi pengaruh nyeri
pada kualitas hidup
8. Monitor keberhasilan terapi
komplementer yang sudah
diberikan
9. Monitor efek samping
penggunaan analgetik
Terapeutik :

1.Berikan teknik
nonfarmakologis untuk
mengurangi rasa nyeri
2. Kontrol lingkungan yang
memperberat rasa nyeri
3. Fasilitasi istirahat dan tidur
pertimbangkan jenis dan
sumber nyeri dalam pemilihan
strategi meredakan nyeri
Edukasi :

1.jelaskan penyebab, periode,


dan pemicu nyeri
2. jelaskan strategi meredakan
nyeri
3. anjurkan memonitor nyeri
secara mandiri
4. anjurkan menggunakan
analgetik secara tepat
5. ajarkan teknik
nonfarmakologis untuk
mengurangi rasa nyeri
Kolaborasi :

Kolaborasi pemberian analgetik,


jika perlu
2 Defisit Nutrisi b.d Setelah dilakukan Observasi :
faktor psikologis tindakan asuhan 1. Identifikasi status nutrisi
d.d nafsu makan keperawatan 2. Identifikasi alergi dan
menurun, sensasi selama … status intoleransi makanan
mual, bising usus nutrisi pasien 3. Identifikasi makanan disukai
hiperaktif membaik dengan 4. Identifikasi kebutuhan kalori
kriteria hasil: dan jenis nutrient
a. Porsi makanan 5. Identifikasi perlunya
yang penggunaan selang
dihabiskan nasogastric
meningkat 6. Monitor asupan makanan
b. Berat badan 7. Monitor berat badan
membaik 8. Monitor hasil pemeriksaan
c. Indeks massa laboratorium
tubuh Terapeutik
membaik
1. Lakukan oral hygiene
d. Frekuensi
makan sebelum makan, jika perlu
membaik 2. Fasilitas menentukan
e. Nafsu makan pedoman diet
membaik 3. Sajikan makanan secara
menarik dan suhu yang sesuai
4. Berikan makanan tinggi
seratuntuk mencegah
konstipasi
5. Berikan makanan tinggi
kalori dan tinggi protein
6. Berikan suplemen makanan,
jika perlu
7. Hentikan pemberian makanan
melalui selang nasogastric
jika asupan oral dapat
ditoleransi
Edukasi :

1. Anjarkan posisi duduk, jika


perlu
2. Ajarkan diet yang
deprogramkan
Kolaborasi

1. Kolaborasi pemberian
medikasi sebelum makan,
jika perlu
2. Kolaborasi dengan ahli gizi
untuk untuk menentukan
jumlah kalori dan jenis
nutrient yang di butuhkan,
jika perlu
3 Gangguan rasa Setelah dilakukan Terapi Relaksasi
nyaman b.d gejala tindakan Observasi:
penyakit d.d klien keperawatan 3x24 1. Identifikasi penurunan tingkat
mengeluh nyeri jam diharapkan energi, ketidakmampuan
dan mual status berkonsentrasi, atau gejala
kenyamanan lain yang mengganggu
meningkat kemampuan kognitif
2. Identifikasi teknik relaksasi
Dengan KH:
yang pernah efektif digunakan
3. Periksa ketegangan otot,
frekuensi nadi, tekanan darah,
dan suhu sebelum dan
sesudah latihan
Terapeutik
1. Ciptakan lingkungan tenang,
dan tanpa gangguan dengan
pencahayaan dan suhu ruang
nyaman, jika memungkinkan
2. Berikan informasi tertulis
tentang persiapan dan
prosedur teknik relaksasi
3. Gunakan relaksasi sebagai
strategi penunjang dengan
analgetik atau tindakan medis
lain, jika sesuai
Edukasi
1. Jelaskan tujuan, manfaat,
batasan, dan jenis relaksasi
yang tersedia(mis. Musik,
meditasi, napas dalam,
relaksasi otot progresif)
2. Anjurkan mengambil posisi
yang nyaman
3. Anjurkan sering mengulangi
atau melatih teknik yang
dipilih

4 Gangguan Setelah dilakukan Observasi :


mobilitas fisik b.d tindakan asuhan
1. Identifikasi adanya nyeri atau
nyeri d.d nyeri keperawatan
keluhan fisik lainnya
saat bergerak, selama …. Pasien
2. Identifikasi toleransi fisik
kekuatan otot menyatakan
melakukan ambulasi
menurun, tampak mobilitas fisik
3. Monitor frekuensi jantung
lemah meningkat dengan
dan tekanan darah sebelum
kriteria hasil:
memulai ambulasi
a. Pergerakan 4. Monitor kondisi umum
extremitas selama melakukan ambulasi
meningkat Terapeutik :
b. Kekuatan otot
1. Fasilitasi aktivitas ambulasi
meningkat
dengan alat bantu
c. Rentang gerak
2. Fasilitasi melakukan
meningkat
mobilisasi fisik
d. Nyeri menurun
3. Libatkan keluarga untuk
e. Kecemasan
membantu pasien dalam
menurun
meningkatkan ambulasi
f. Kaku sendi
Edukasi :
menurun
Gerakan tidak 1. Jelaskan tujuan dan prosedur
terkoordinasi ambulasi

menurun 2. Anjurkan melakukan

g. Gerakan ambulasi dini

terbatas 3. Ajarkan ambulasi sederhana

menurun yang harus dilakukan

h. Kelemahan
fisik menurun
5 Defisit Setelah dilakukan Edukasi Kesehatan
pengetahuan tindakan Observasi:
tentang penyakit keperawatan 2x12 1. Identifikasi kesiapan dan
yang dialami b.d jam diharapkan kemampuan menerima
kurang terpapar tingkat informasi
informasi d.d klien pengetahuan 2. Identifikasi faktor-faktor yang
menanyakan membaik dengan dapat meningkatkan dan
masalah yang kriteria hasil: menurunkan motivasi
dihadapi (a) Perilaku perilaku perilaku hidup bersih
sesuai dan sehat
anjuran Terapeutik:
(b) Kemampua 1. Sediaakan materi dan media
n pendidikan kesehatan
menjelaskan 2. Jadwalkan pendidikan
pengetahuan kesehatan sesuai kesepakatan
suatu topik 3. Berikan kesempatan untuk
(c) Pertanyaan bertanya
tentang Edukasi
masalah 1. Jelaskan faktor risiko yang
yang dapat mempengaruhi
dihadapi kesehatan
(d) Persepsi 2. Ajarkan perilaku hidup bersih
yang keliru dan sehat
terhadap 3. Ajarkan strategi yang dapat
masalah digunakan untuk
meningkatkan perilaku hidup
bersih dan sehat

D. IMPLEMENTASI KEPERAWATAN
TGL JAM NO.DK IMPLEMENTASI NAMA &
TTD
03/06/ 08.00 I, III
2021
08.30 I, II
04/06/
2021

E. EVALUASI KEPERAWATAN
TGL NO. DK SOAP NAMA &
TTD
03/06/21 I S:
O:
A:
P:

SOAP dilakukan tiap hari

II S:
O:
A:
P:

SOAP dilakukan tiap hari

III
IV
V
04/06/21 I S:
O:
A:
P:

SOAP dilakukan tiap hari


II S:
O:
A:
P:

SOAP dilakukan tiap hari

III
IV
V
BAB IV
PEMBAHASAN
Berisi mengenai kesamaan dan kesenjangan atau perbedaan antara teori
(BAB II) dan kasus (BAB III) dan kemukakan analisisnya mengapa
perbedaan tersebut terjadi berdasarkan teori.
BAB V
PENUTUP
A. Simpulan

B. Saran
DAFTAR PUSTAKA

Tim Pokja SDKI DPP PPNI. 2017. Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia. Edisi 1.
Jakarta : PPNI
Tim Pokja SLKI DPP PPNI. 2019. Standar Luaran Keperawatan Indonesia. Edisi 1.
Jakarta : PPNI
Tim Pokja SIKI DPP PPNI. 2018. Standar Intervensi Keperawatan Indonesia. Edisi 1.
Jakarta : PPNI

Anda mungkin juga menyukai