Anda di halaman 1dari 72

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Kesehatan adalah harta paling berharga dari kehidupan, seluruh aktivitas

hanya bisa dilakukan ketika kondisi badan sehat. Menjalani pola makan sehat

merupakan cara termudah untuk menjaga kebugaran badan dan mencegah tubuh

terserang dari penyakit. Menjaga asupan makanan merupakan pondasi untuk

memiliki tubuh yang sehat. Sayangnya, masih banyak orang yang tak tergerak

meluangkan waktu untuk melakukannya (Nathaniel et al., 2018).

Menjaga asupan makanan juga diperhatikan karna mengkonsumsi

makanan yang memiliki kadar kalori dan lemak berlebih dari jumlah yang

dibutuhkan juga berbahaya bagi tubuh karna akan menyebabkan penyakit

obesitas. Obesitas merupakan suatu gangguan yang melibatkan lemak tubuh

berlebihan yang meningkatkan risiko masalah kesehatan seperti hipertensi,

penakit jantung, stroke, penyakit kandung empedu atau Cholelithiasis (Putri

Sella Agustin, 2016).

Cholelithiasis atau dikenal sebagai penyakit batu empedu merupakan

penyakit yang didalamnya terdapat batu empedu yang dapat ditemukan di dalam

kandung empedu atau di dalam saluran empedu atau pada kedua-duanya.

Cholelithiasis adalah material atau kristal yang terbentuk di dalam kandung

empedu (Musbahi et al., 2019).

1
2

Data World Health Organization (WHO) tahun 2014 menunjukkan bahwa

terdapat 400 juta penduduk di dunia mengalami Cholelithiasis dan mencapai 700

juta penduduk pada tahun 2016. Cholelithiasis atau batu empedu terbentuk

akibat ketidak seimbangan kandungan kimia dalam cairan empedu yang

menyebabkan pengendapan satu atau lebih komponen empedu. Cholelithiasis

merupakan masalah kesehatan umum dan sering terjadi di seluruh dunia,

walaupun memiliki prevalensi yang berbeda beda di setiap daerah (Arif

Kurniawan , Yunie Armiyati, 2017).

Di Amerika Serikat, sebanyak 10% sampai 15% populasi orang dewasa

menderita batu empedu. Prevalensi tertinggi terjadi di Amerika Utara yaitu suku

asli Indian, dengan presentase 64,1% pada wanita dan 29,5% pada pria.

Sementara prevalensi yang tinggi juga terdapat pada suku Non Indian di

Amerika Selatan, dengan presentase 49,9% pada wanita negara Chili suku

Mapuche Indian asli dan 12,6% pada pria. Prevalensi ini menurun pada suku

campuran Amerika yaitu 16,6% pada wanita dan 8,6% pada pria. Prevalensi

menegah terjadi pada masyarakat Asia dan masyarakat Amerika kulit hitam

yaitu 13,9% pada wanita dan 5,3% pada pria. Sedangkan prevalensi terendah

ditemukan pada masyarakat Sub-Saharan Afrika yaitu < 5% (Alhawsawi et al.,

2019) .

Di Asia prevalensi Cholelithiasis yaitu sebesar 3% sampai 10%. Di

indonesia, riset kesehatan dasar (Riskesdas) tahun 2018 menunjukkan bahwa

prevalensi Cholelithiasis pada dewasa adalah sebesar 15,4%, dan prevalensi

tersebut meningkat jika dibandingkan dengan tahun 2016 yaitu 11,7%. Saat ini
3

penderita Cholelitiasis di Indonesia cenderung meningkat karena perubahan

gaya hidup seperti orang-orang barat yang suka mengkonsumsi makanan

cepat saji yang dapat menyebabkan kegemukan karena timbunan lemak dan

menjadikan pemicu terjadinya Cholelitiasis (Riskesdas, 2018).

Insiden batu empedu dapat dilihat dalam kelompok berisiko tinggi yang di

singkat dengan “6F” yaitu : fat, fifties, female, fertile, food, dan family.

Terbentuknya batu empedu disebabkan oleh banyak faktor risiko dimana

kejadiannya akan meningkat seiring dengan banyaknya faktor risiko yang

dimiliki, dimana faktor risikonya terdiri dari usia, jenis kelamin, obesitas, dan

diabetes mellitus. Di dalam kantung empedu terdapat cairan yang disebut

sebagai empedu dan berperan dalam pencernaan lemak. Batu empedu akan

terbentuk ketika cairan empedu tersebut mengeras. Ukuran batu empedu bisa

bermacam- macam, mulai dari yang sekecil butiran pasir hingga sebesar bola

pingpong. Cairan empedu yang mengeras dan menjadi batu tersebut memiliki

jumlah yang bervariasi. Seseorang bisa memiliki banyak batu, bisa juga hanya

memiliki satu batu pada kantong empedu, jika orang tersebut mengidap batu

empedu (Andalas, 2017).

Batu empedu bisa terjadi karena adanya kolesterol yang mengeras dan

tertimbun dalam cairan empedu. Ini terjadi karena ada ketidakseimbangan antara

senyawa kimia dan kolesterol dalam cairan tersebut. pada umumnya batu

empedu tidak menimbulkan rasa sakit. Namun, apabila batu empedu menyumbat

saluran empedu, maka pengidap batu empedu akan mengalami rasa sakit pada

bagian kanan perut yang datang secara tiba-tiba atau disebut juga kolik
4

bilier. Cholelithiasis dapat menyebabkan berbagai komplikasi kesehatan.

Cholelithiasis dapat menyebabkan terjadinya kolesistitis, kolangitis, pankreatitis,

jaundice, dan kanker kandung empedu (Winata et al., 2018).

Pada pasien yang sudah didiagnosa mengalami Cholelithiasis dapat

dilakukan tindakan dengan cara bedah maupun non-bedah. Penanganan secara

bedah adalah dengan cara kolesistektomi. Sedangkan penanganan secara non-

bedah adalah dengan cara melarutkan batu empedu menggunakan MTBE, ERCP,

dan ESWL.

Sehingga masalah yang terjadi pada saat sebelum tindakan bedah pasien

mengalami gejala nyeri mendadak dan terus-menerus pada perut kanan atas

bahkan mengalami kecemasan saat ingin menjalani tindakan pembedahan, dan

setelah dilakukannya tindakan Cholecystectomy dapat menimbulkan masalah

baru yaitu, terputusnya kontinuitas jaringan akibat prosedur tindakan invasive

mengakibatkan munculnya gangguan integritas kulit dan mengakibatkan kuman

atau bakteri mudah masuk kedalam jaringan kulit, sehingga pasien beresiko

untuk terkena infeksi (Bruno, 2019).

Maka disini perawat berperan penting dalam memberikan asuhan pre

maupun post agar tidak terjadinya peningkatan keparahan penyakit pada pasien.

Perawat sebagai pemberi asuhan keperawatan di tatanan pelayanan kesehatan,

dituntut mampu melakukan pengkajian secara komprehensif, menegakkan

diagnose, merencanakan intervensi, memberikan intervensi keperawatan dan

intervensi yang berkolaborasi dengan tenaga kesehatan lain dalam

melaksanakan pemberian asuhan keperawatan kepada pasien, serta melakukan


5

evaluasi dan tindak lanjut. Salah satu intervensi perawat dalam penanganan

Pasien Cholelithiasis pada pre operasi adalah dengan mengurangi keluhan

nyeri pada pasien dengan cara pencegahan observasi, terapeutik, edukasi dan

kolaborasi. Selain itu perawat juga berperan penting dalam melakukan

perawatan luka kepada pasien selesai tindakan pembedahan atau post operasi

untuk mencegah terjadinya infeksi (Arif Kurniawan , Yunie Armiyati, 2017).

Berdasarkan observasi ruangan di RSUD Bhakti Dharma Husada

didapatkan data bahwa dalam dua tahun terakhir kasus pasien dengan diagnosa

Cholelithiasis mengalami peningkatan.

Selama Tahun 2018 kasus pasien dengan diagnosa Cholelithiasis adalah

sebanyak 42 kasus. Sedangkan data kasus pasien dengan diagnosa Cholelithiasis

tahun 2019 adalah sebanyak 46 kasus (Rekam Medik RSUD dr. Kanudjoso

Djatiwibowo, 2019) .

Berdasarkan fenomena tersebut, penulis tertarik untuk melakukan

penelitian tentang kejadian penyakit Cholelitiasis di RSUD Bhakti Dharma

Husada

1.2 Rumusan Masalah

Bagaimanakah asuhan keperawatan pasien Ny. D dengan diagnosa medis

Cholelitiasis di Instalasi Bedah Sentral RSUD Bhakti Dharma Husada

Surabaya?
6

1.3 Tujuan Penelitian

1.3.1 Tujuan Umum

Mengetahui asuhan keperawatan pasien Ny. D dengan diagnose medis

Cholelitiasis di Instalasi Bedah Sentral RSUD Bhakti Dharma Husada?

1.3.2 Tujuan Khusus

1. Melakukan pengkajian pasien Ny. D dengan diagnose medis Cholelitiasis

di Instalasi Bedah Sentral RSUD Bhakti Dharma Husada Surabaya

2. Menegakkan diagnose keperawatan pasien Ny. D dengan diagnose medis

Cholelitiasis di Instalasi Bedah Sentral RSUD Bhakti Dharma Husada

Surabaya

3. Menyusun rencana asuhan keperawatan pada pasien Ny. D dengan

diagnose medis Cholelitiasis di Instalasi Bedah Sentral RSUD Bhakti

Dharma Husada Surabaya

4. Melaksanakan asuhan keperawatan pada pasien Ny. D dengan diagnose

medis Cholelitiasis di Instalasi Bedah Sentral RSUD Bhakti Dharma

Husada Surabaya

5. Mengevaluasi asuhan keperawatan pada pasien Ny. D dengan diagnose

medis Cholelitiasis di Instalasi Bedah Sentral RSUD Bhakti Dharma

Husada Surabaya

6. Mendokumentasikan asuhan keperawatan pada Ny. D dengan diagnose

medis Cholelitiasis di Instalasi Bedah Sentral RSUD Bhakti Dharma

Husada Surabaya
7

1.4 Manfaat Penelitian

1.4.1 Manfaat Teoritis

Merupakan konsep ilmu pengetahuan khusus yang dapat diterapkan

dalam hal asuhan keperawatan pada pasien Cholelitiasis.

1.4.2 Manfaat praktis

1. Manfaat bagi penulis

Hasil studi kasus ini dapat menjadi rujukan bagi penulis berikutnya,

yang akan melakukan studi kasus pada asuhan keperawatan pada pasien

Cholelitiasis.

2. Manfaat bagi institusi rumah sakit

Hasil studi kasus ini dapat menjadi masukan bagi pelayanan di Rumah

Sakit agar dapat melakukan asuhan keperawatan pasien dengan

Cholelitiasisdengan baik.

3. Manfaat bagi pasien dan keluarga

Hasil karya tulis ini dapat menjadi acuan keluarga dalam merawat

anggota keluarga yang mengalami Cholelitiasis.

4. Manfaat Bagi Penelitian

Dapat digunakan sebagai dasar informasi serta referensi untuk

melakukan penelitian lanjutan yang berhubungan dengan penyakit pada

kandung empedu terutama kasus Cholelitiasis.


BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Konsep Medis Cholelithiasis

2.1.1. Definisi

Cholelithiasis atau dikenal sebagai penyakit batu empedu merupakan

penyakit yang didalamnya terdapat batu empedu yang dapat ditemukan di

dalam kandung empedu atau di dalam saluran empedu atau pada kedua-

duanya. Cholelithiasis adalah material atau kristal yang terbentuk di dalam

kandung empedu. Beberapa faktor risiko yang sering ditemui pada kejadian

Cholelithiasis dikenal dengan “6F” (Fat, Female, Forty, Fair, Fertile, Family

history). Keluhan klinis yang sering ditemukan adalah nyeri pada perut kanan

atas, nyeri epigastrium, demam, ikterus, mual, muntah. Kandung empedu

merupakan sebuah kantung yang terletak di bawah hati yang

mengonsentrasikan dan menyimpan empedu sampai dilepaskan ke dalam usus.

Fungsi dari empedu sendiri sebagai ekskretorik seperti ekskresi bilirubin dan

sebagai pembantu proses pencernaan melalui emulsifikasi lemak oleh garam-

garam empedu. Selain membantu proses pencernaan dan penyerapan lemak,

empedu juga berperan dalam membantu metabolisme dan pembuangan limbah

dari tubuh, seperti pembuangan hemoglobin yang berasal dari penghancuran

sel darah merah dan kelebihan kolesterol. Garam empedu membantu proses

penyerapan dengan cara meningkatkan kelarutan kolesterol, lemak, dan

vitamin yang larut dalam lemak (Musbahi et al., 2019).

8
9

Cholelithiasis adalah keadaan dimana terdapatnya batu di dalam

kandung empedu atau di dalam duktus koledokus, atau pada kedua- duanya.

Diperkirakan lebih dari 95% penyakit yang mengenai kandung empedu dan

salurannya adalah penyakit Cholelithiasis. Adanya infeksi dapat menyebabkan

kerusakan dinding kandung empedu, sehingga menyebabkan terjadinya statis

dan dengan demikian menaikkan batu empedu. Infeksi dapat disebabkan

kuman yang berasal dari makanan. Infeksi bisa merambat ke saluran empedu

sampai ke kantong empedu. Penyebab paling utama adalah infeksi di usus.

Infeksi ini menjalar tanpa terasa menyebabkan peradangan pada saluran dan

kantong empedu sehingga cairan yang berada di kantong empedu mengendap

dan menimbulkan batu. Infeksi tersebut misalnya tifoid atau tifus. Kuman tifus

apabila bermuara di kantong empedu dapat menyebabkan peradangan lokal

yang tidak dirasakan pasien, tanpa gejala sakit ataupun demam (Musbahi et al.,

2019).

2.1.2. Etiologi

Cholelithiasis adalah penyakit batu empedu yang dapat ditemukan di

dalam kandung empedu atau di dalam saluran empedu, atau pada kedua-

duanya. Sebagian besar batu empedu, terutama batu kolesterol, terbentuk di

dalam kandung empedu. Hati terletak di kuadran kanan atas abdomen di atas

ginjal kanan, kolon, lambung, pankreas, dan usus serta tepat di bawah

diafragma. Hati dibagi menjadi lobus kiri dan kanan, yang berawal di sebelah

anterior di daerah kandung empedu dan meluas ke belakang vena kava.

Kuadran kanan atas abdomen didominasi oleh hati serta saluran empedu dan
10

kandung empedu. Pembentukan dan ekskresi empedu merupakan fungsi utama

hati. Kandung empedu adalah sebuah kantung terletak di bawah hati yang

mengonsentrasikan dan menyimpan empedu sampai ia dilepaskan ke dalam

usus. Kebanyakan batu duktus koledokus berasal dari batu kandung empedu,

tetapi ada juga yang terbentuk primer di dalam saluran empedu (Alhawsawi et

al., 2019) .

Batu empedu bisa terbentuk di dalam saluran empedu jika empedu

mengalami aliran balik karena adanya penyempitan saluran. Batu empedu di

dalam saluran empedu bisa mengakibatkan infeksi hebat saluran empedu

(kolangitis). Jika saluran empedu tersumbat, maka bakteri akan tumbuh dan

dengan segera menimbulkan infeksi di dalam saluran. Bakteri bisa menyebar

melalui aliran darah dan menyebabkan infeksi di bagian tubuh lainnya.

Berdasarkan jenis batu yang terbentuk, faktor yang mempengaruhi

terbentuknya batu berbeda-beda. Kondisi-kondisi yang menjadi faktor

predisposisi terbentuknya batu pigmen adalah penyakit hemolitik yang kronik,

pemberian nutrisi parenteral total, kolestasis kronik dan sirosis dan pemberian

obat (cefriaxone). Sedangkan faktor predisposisi terbentuknya batu pigmen

coklat adalah adanya infestasi parasit seperti Ascharis lumbricoides. Untuk

batu kolesterol, faktor resiko terjadinya batu kolesterol adalah kegemukan, Jadi

dari beberapa sumber penyebab dan faktor resiko terjadinya batu pada kandung

empedu (Cholelithiasis) adalah penyakit hemolitik dan penyakit spesifik non-

hemolitik, wanita dengan usia lebih dari 40 tahun dan menggunakan

kontrasepsi hormonal, kegemukan, dan makanan berlemak (Widodo, 2015).


11

2.1.3. Anatomi

Gambar 1.1 Kandung empedu

Kandung empedu bentuknya seperti kantong, organ berongga yang

panjangnya sekitar 10 cm, terletak dalam suatu fosa yang menegaskan batas

anatomi antara lobus hati kanan dan kiri. Kandung empedu merupakan

kantong berongga berbentuk bulat lonjong seperti buah advokat tepat di bawah

lobus kanan hati. Kandung empedu mempunyai fundus, korpus, dan kolum.

Fundus bentuknya bulat, ujung buntu dari kandung empedu yang sedikit

memanjang di atas tepi hati. Korpus merupakan bagian terbesar dari kandung

empedu. Kolum adalah bagian yang sempit dari kandung empedu yang

terletak antara korpus dan daerah duktus sistika. Empedu yang disekresi secara

terus-menerus oleh hati masuk ke saluran empedu yang kecil dalam hati.

Saluran empedu yang kecil bersatu membentuk dua saluran lebih besar yang
12

keluar dari permukaan bawah hati sebagai duktus hepatikus kanan dan kiri

yang segera bersatu membentuk duktus hepatikus komunis. Duktus hepatikus

bergabung dengan duktus sistikus membentuk duktus koledokus (Bruno,

2019).

2.1.1. Fisiologi

Fungsi kandung empedu, yaitu:

a. Tempat menyimpan cairan empedu dan memekatkan cairan empedu yang

ada di dalamnya dengan cara mengabsorpsi air dan elektrolit. Cairan

empedu ini adalah cairan elektrolit yang dihasilkan oleh sel hati.

Garam empedu menyebabkan meningkatnya kelarutan kolesterol, lemak dan

vitamin yang larut dalam lemak, sehingga membantu penyerapannya dari usus.

Hemoglobin yang berasal dari penghancuran sel darah merah diubah menjadi

bilirubin (pigmen utama dalam empedu) dan dibuang ke dalam empedu.

b. Empedu memiliki fungsi, yaitu membantu pencernaan dan penyerapan lemak,

berperan dalam pembuangan limbah tertentu dari tubuh, terutama hemoglobin

yang berasal dari penghancuran sel darah merah dan kelebihan kolesterol, garam

empedu meningkatkan kelarutan kolesterol, lemak dan vitamin yang larut dalam

lemak untuk membantu proses penyerapan, garam empedu merangsang pelepasan

air oleh usus besar untuk membantu menggerakkan isinya, bilirubin (pigmen

utama dari empedu) dibuang ke dalam empedu sebagai limbah dari sel darah

merah yang dihancurkan, serta obat dan limbah lainnya dibuang dalam empedu

dan selanjutnya dibuang dari tubuh. Garam empedu kembali diserap ke dalam

usus halus, disuling oleh hati dan dialirkan kembali ke dalam empedu. Sirkulasi

ini dikenal sebagai sirkulasi enterohepatik. Seluruh garam empedu di dalam


13

tubuh mengalami sirkulasi sebanyak 10-12 kali/hari. Dalam setiap sirkulasi,

sejumlah kecil garam empedu masuk ke dalam usus besar (kolon). Di dalam

kolon, bakteri memecah garam empedu menjadi berbagai unsur pokok. Beberapa

dari unsur pokok ini diserap kembali dan sisanya dibuang bersama tinja. Hanya

sekitar 5% dari asam empedu yang disekresikan dalam feses (Reinecke, 2018).

2.1.2. Patofisiologi

Ada dua tipe utama batu empedu yaitu batu yang terutama tersusun dari

pigmen dan tersusun dari kolesterol. Batu pigmen, akan terbentuk bila

pigmen yang terkonjugasi dalam empedu mengalami presipitasi atau

pengendapan, sehingga terjadi batu. Risiko terbentuknya batu semacam ini

semakin besar pada pasien serosis, hemolysis dan infeksi percabangan bilier.

Batu ini tidak dapat dilarutkan dan hanya dikeluarkan dengan jalan operasi.

Batu kolesterol, merupakan unsur normal pembentuk empedu bersifat tidak

larut dalam air. Kelarutannya bergantung pada asam empedu dan lesitin (fosfo

lipid) dalam empedu. Pada pasien yang cenderung menderita batu empedu

akan terjadi penurunan sintesis asam empedu dan peningkatan sintesis

kolesterol dalam hati, mengakibatkan supersaturasi getah empedu oleh

kolesterol dan keluar dari getah empedu mengendap membentuk batu. Getah

empedu yang jenuh oleh kolesterol merupakan predisposisi untuk timbulnya

batu empedu yang berperan sebagai iritan yang menyebabkan peradangan

dalam kandung empedu (Nanda, 2020). Wanita yang menderita batu

kolesterol dan penyakit kandung empedu 4 kali lebih banyak dari pada laki-

laki. Biasanya terjadi pada wanita berusia > 40 tahun, multipara, obesitas.

Penderita batu empedu meningkat pada pengguna kontrasepsi pil, estrogen dan
14

klofibrat yang diketahui meningkatkan saturasi kolesterol bilier. Insiden

pembentukan batu meningkat bersamaan dengan penambahan umur, karena

bertambahnya sekresi kolesterol oleh hati dan menurunnya sintesis asam

empedu juga meningkat akibat mal absorbs garam empedu pada pasien dengan

penyakit gastrointestinal, pernah operasi resesi usus, dan DM. (Ferreira Junior

et al., 2019).

2.1.3. Manifestasi Klinis

Manifestasi klinis pada pasien Cholelithiasis sangat bervariasi, ada

yang mengalami gejala asimptomatik dan gejala simptomatik. Pasien

Cholelithiasis dapat mengalami dua jenis gejala: gejala yang disebabkan oleh

penyakit kandung empedu itu sendiri dan gejala yang terjadi akibat obstruksi

pada jalan perlintasan empedu oleh batu empedu. Gejalanya bisa bersifat akut

atau kronis. Gangguan epigastrium, seperti rasa penuh, distensi abdomen dan

nyeri yang samar pada kuadran kanan atas abdomen dapat terjadi. Gangguan

ini dapat terjadi bila individu mengkonsumsi makanan yang berlemak atau

yang digoreng (Nanda, 2020) . Gejala yang mungkin timbul pada pasien

Cholelithiasis adalah nyeri dan kolik bilier, ikterus, perubahan warna urin dan

feses dan defisiensi vitamin. Pada pasien yang mengalami nyeri dan kolik

bilier disebabkan karena adanya obstruksi pada duktus sistikus yang tersumbat

oleh batu empedu sehingga terjadi distensi dan menimbulkan infeksi. Kolik

bilier tersebut disertai nyeri hebat pada abdomen kuadran kanan atas,

pasien akan mengalami mual dan muntah dalam beberapa jam sesudah

mengkonsumsi makanan dalam posi besar (Nanda, 2020).


15

2.1.4. Komplikasi

Komplikasi yang umum dijumpai adalah kolesistisis, kolangitis, hidrops

dan emfiema.

i. Kolangitis adalah peradangan pada saluran empedu yang terjadi karena

adanya infeksi yang menyebar akibat obstruksi pada saluran empedu.

ii. Hidrops merupakan obstruksi kronik dari kandung empedu yang biasa

terjadi di duktus sistikus sehingga kandung empedu tidak dapat diisi lagi

oleh empedu.

iii. Emfiema adalah kandung empedu yang berisi nanah. Komplikasi pada

pasien yang mengalami emfiema membutuhkan penanganan segera karena

dapat mengancam jiwa

iv. Kolesistisis merupakan peradangan pada kandung empedu, dimana terdapat

obstruksi atau sumbatan pada leher kandung empedu atau saluran kandung

empedu, yang menyebakan infeksi dan peradangan pada kandung empedu

(Baloyi, Rose, & Morare, 2020).

2.1.5. Pencegahan dan Penanganan

Pencegahan Cholelithiasis dapat di mulai dari masyarakat yang sehat

yang memiliki faktor risiko untuk terkena Cholelithiasis sebagai upaya untuk

mencegah peningkatan kasus Cholelithiasis pada masyarakat dengan cara

tindakan promotif dan preventif. Tindakan promotif yang dapat dilakukan

adalah dengan cara mengajak masyarakat untuk hidup sehat, menjaga pola

makan, dan perilaku atau gaya hidup yang sehat. Sedangkan tindakan preventif

yang dapat dilakukan adalah dengan meminimalisir faktor risiko penyebab


16

Cholelithiasis, seperti menurunkan makanan yang berlemak dan berkolesterol,

meningkatkan makan sayur dan buah, olahraga teratur dan perbanyak minum

air putih. Pada pasien yang sudah didiagnosa mengalami Cholelithiasis dapat

dilakukan tindakan dengan cara bedah maupun non-bedah. Penanganan secara

bedah adalah dengan cara kolesistektomi. Sedangkan penanganan secara non-

bedah adalah dengan cara melarutkan batu empedu menggunakan MTBE,

ERCP, dan ESWL (Bruno, 2019).

Kolesistektomi merupakan prosedur pembedahan yang dilakukan pada

sebagian besar kasus Cholelithiasis. Jenis kolesistektomi laparoskopik adalah

teknik pembedahan invasif minimal didalam rongga abdomen dengan

menggunakan pneumoperitoneum sistim endokamera dan instrumen khusus

melalui layar monitor tanpa melihat dan menyentuh langsung kandung

empedunya. Keuntungan dari kolesistektomi laparoskopik adalah

meminimalkan rasa nyeri, mempercepat proses pemulihan, masa rawat yang

pendek dan meminimalkan luka parut (Paasch, Salak, Mairinger, & Theissig,

2020).

Penanganan Cholelithiasis non-bedah dengan cara melarutkan batu

empedu yaitu suatu metode melarutkan batu empedu dengan menginfuskan

suatu bahan pelarut (monooktanion atau metil tertier butil eter) ke dalam

kandung empedu. Pelarut tersebut dapat diinfuskan melalui jalur berikut ini:

melalui selang atau kateter yang dipasang perkutan langsung ke dalam

kandung empedu; melalui selang atau drain yang dimasukkan melalui saluran

T-Tube untuk melarutkan batu yang belum dikeluarkan pada saat pembedahan;
17

melalui endoskop ERCP atau kateter bilier transnasal. Pengangkatan non-

bedah digunakan untuk mengeluarkan batu yang belum terangkat pada saat

kolesistektomi atau yang terjepit dalam duktus koledokus (Baloyi et al., 2020).

Endoscopi Retrograde Cholangi Pancreatography (ERCP) terapeutik

dengan melakukan sfingterektomi endoskopik untuk mengeluarkan batu

saluran empedu tanpa operasi, pertama kali dilakukan tahun 1974. Batu di

dalam saluran empedu dikeluarkan dengan basket kawat atau balon-ekstraksi

melalui muara yang sudah besar tersebut menuju lumen duodenum sehingga

batu dapat keluar bersama tinja atau dikeluarkan melalui mulut bersama

skopnya. Extracorporeal Shock- Wave Lithoripsy (ESWL) merupakan

prosedur non-invasif yang menggunakan gelombang kejut berulang (repeated

shock waves) yang diarahkan kepada batu empedu di dalam kandung empedu

atau duktus koledokus dengan maksud untuk memecah batu tersebut menjadi

sebuah fragmen. Gelombang kejut dihasilkan dalam media cairan oleh percikan

listrik, yaitu piezoelektrik, atau oleh muatan elektromagnetik (Bini, Chan,

Rivera, & Tuda, 2020).

Setelah penanganan bedah maupun non-bedah dilakukan, maka

selanjutnya dilakukan perawatan paliatif yang fungsinya untuk mencegah

komplikasi penyakit yang lain, mencegah atau mengurangi rasa nyeri dan

keluhan lain, serta meningkatkan kualitas hidup pasien. Perawatan tersebuit

bisa dilakukan dengan salah satu cara yaitu memerhatikan asupan makanan

dengan intake rendah lemak dan kolesterol (Bini et al., 2020).


18

2.1.6. Pemeriksaan Diagnostik

Pemeriksaan diagnostik yang dilakukan pada pasien Cholelithiasis

adalah (Bini et al., 2020) :

a. Pemeriksaan Sinar-X Abdomen

Dapat dilakukan jika terdapat kecurigaan akan penyakit kandung

empedu dan untuk menyingkirkan penyebab gejala yang lain. Namun,

hanya 15-20% batu empedu yang mengalami cukup kalsifikasi untuk

dapat tampak melalui pemeriksaan sinar-x.

b. Ultrasonografi

Pemeriksaan USG telah menggantikan pemeriksaan kolesistografi

oral karena dapat dilakukan secara cepat dan akurat, dan dapat dilakukan

pada penderita disfungsi hati dan ikterus. Pemeriksaan USG dapat

mendeteksi kalkuli dalam kandung empedu atau duktus koledokus yang

mengalami dilatasi.

c. Pemeriksaan pencitraan Radionuklida atau koleskintografi.

Koleskintografi menggunakan preparat radioaktif yang disuntikkan

secara intravena. Preparat ini kemudian diambil oleh hepatosit dan

dengan cepat diekskresikan ke dalam sistem bilier. Selanjutnya dilakukan

pemindaian saluran empedu untuk mendapatkan gambar kandung

empedu dan percabangan bilier.

d. ERCP (Endoscopic Retrograde CholangioPancreatography),

Pemeriksaan ini meliputi insersi endoskop serat-optik yang fleksibel

ke dalam esofagus hingga mencapai duodenum pars desendens. Sebuah


19

kanul dimasukkan ke dalam duktus koledokus serta duktus pankreatikus,

kemudian bahan kontras disuntikkan ke dalam duktus tersebut untuk

memungkinkan visualisasi serta evaluasi percabangan bilier.

e. Kolangiografi Transhepatik Perkutan

Pemeriksaan dengan cara menyuntikkan bahan kontras langsung ke

dalam percabangan bilier. Karena konsentrasi bahan kontras yang

disuntikkan itu relatif besar, maka semua komponen pada sistem bilier

(duktus hepatikus, duktus koledokus, duktus sistikus dan kandung

empedu) dapat dilihat garis bentuknya dengan jelas.

f. MRCP (Magnetic Resonance Cholangiopancreatography)

Merupakan teknik pencitraan dengan gema magnet tanpa

menggunakan zat kontras, instrumen, dan radiasi ion. Pada MRCP

saluran empedu akan terlihat sebagai struktur yang terang karena

mempunyai intensitas sinyal tinggi, sedangkan batu saluran empedu akan

terlihat sebagai intensitas sinyal rendah yang dikrelilingi empedu dengan

intensitas sinyal tinngi, sehingga metode ini cocok untuk mendiagnosis

batu saluran empedu .


20
21

2.2. Konsep Masalah Keperawatan

a. Pengertian Masalah Keperawatan

Masalah keperawatan merupakan label diagnosis keperawatan yang

menggambarkan inti dari respon klien terhadap kondisi kesehatan atau proses

kehidupannya (PPNI, 2017).

b. Kriteria Mayor dan Minor

Kriteria mayor adalah tanda/gejala yang ditemukan sekitar 80% - 100% untuk

validasi diagnosa. Sedangkan kriteria minor adalah tanda/gejala tidak harus

ditemukan, namun jika ditemukan dapat mendukung penegakan diagnosa

(PPNI, 2017).

c. Kondisi Klinis Terkait

Merupakan kondisi atau situasi yang dapat meningkatkan kerentanan klien

mengangkat masalah kesehatan (PPNI,2017) Berikut adalah masalah yang

timbul bagi pasien pre dan post Cholelithiasis, dengan menggunakan Standar

Diagnosis Keperawatan Indonesia (PPNI, 2017) :

Masalah keperawatan pada Pre operatif :

1. Nyeri akut berhubungan dengan agen pencedera fisiologis (Inflamasi)

2. Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan nyeri

3. Hipertermi berhubungan dengan proses penyakit

4. Defisit nutrisi berhubungan dengan ketidakmampuan mencerna

makanan
22

5. Resiko ketidakseimbangan cairan dibuktikan dengan obstruksi

intestinal

6. Resiko syok (Hipovolemik) dibuktikan dengan

kekurangan volume cairan

Masalah keperawatan pada Post operatif :

a. Nyeri akut berhubungan dengan agen pencedera fisik (Prosedur

operasi).

b. Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan nyeri

c. Resiko infeksi dibuktikan dengan efek prosedur invasive

Berikut adalah urian masalah yang timbul bagi pasien pre dan post

Cholelithiasis, dengan menggunakan Standar Diagnosis Keperawatan

Indonesia (PPNI, 2017) :

Uraian diagnosa keperawatan pada Pre operatif :

1) Nyeri akut D.0077

a) Definisi

Pengalaman sensorik atau emosional yang berkaitan dengan

kerusakan jaringan actual atau fungsional, dengan onset mendadak

atau lambat dan berintensitas ringan hingga berat yang berlangsung

kurang dari 3 bulan.

b) Penyebab

Agen pencedera fisiologis (misalnya inflamasi, iskemia,

neoplasma)
23

c) Batasan karakteristik

(1)Data mayor

Data mayor yang dapat menunjang munculnya diagnose nyeri

akut antara lain:

Subjektif Objektif
1. Mengeluh Nyeri 1. Tampak meringis
2. Bersikap protektif
3. Gelisah
4. Frekuensi nadi meningkat
5. Sulit tidur
(2)Data Minor

Data minor yang dapat menunjang munculnya diagnose nyeri

akut antara lain:

Subjektif Objektif
(Tidak tersedia) 1. Tekanan darah meningkat
2. Pola nafas berubah
3. Nafsu makan berubah
4. Proses berfikir terganggu
5. Menarik diri
6. Berfokus pada diri sendiri
7. Diaforesis

2) Gangguan mobilitas fisik D.0054

a) Definisi

Keterbatasan dalam gerakan fisik dari satu atau lebih extremitas

secara mandiri.

b) Penyebab : nyeri

c) Batasan karakteristik
24

(1) Data mayor

Data mayor yang dapat menunjang munculnya diagnose

gangguan mobilitas fisik antara lain:

Subjektif Objektif
1. Mengeluh sulit 1. Kekuatan otot menurun
menggerakan 2. Rentang gerak menurun
extremitas

(2) Data minor

Data minor yang dapat menunjang munculnya diagnose

gangguan mobilitas fisik antara lain:

Subjektif Objektif
1. Nyeri saat bergerak 1. Sendi kaku
2. Enggan melakukan 2.Gerakan tidak terkoordinasi
pergerakan 3. Gerakan terbatas
3. Merasa cemas saat 4. Fisik Lemah
bergerak

Kondisi klinis terkait : Nyeri

3) Hipertermi D.0130

a) Definisi

Suhu tubuh meningkat di atas rentang normal tubuh

b) Penyebab

Proses penyakit ( misalnya infeksi, kanker )

c) Batasan karakteristik

(1) Data mayor


25

Data mayor yang dapat menunjang munculnya diagnose hipertermi

antara lain :

Subjektif Objektif

(Tidak tersedia) 1. Suhu tubuh di atas normal

(2) Data minor

Data minor yang dapat menunjang munculnya diagnose hipertermi

antara lain :

Subjektif Objektif

(Tidak tersedia) 1. Kulit merah

2. Takikardi

3. Kulit terasa hangat

d) Kondisi klinis terkait

Proses infeksi

4) Defisit nutrisi D.0019

a) Definisi

Asupan nutrisi tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan

metabolisme.

b) Penyebab

Ketidakmampuan mencerna makanan

c) Batasan karakteristik

(1) Data mayor

Data mayor yang dapat menunjang munculnya diagnose

defisit nutrisi antara lain:


26

Subjektif Objektif
(Tidak tersedia) Berat badan menurun
minimal 10% di bawah
rentang ideal
(2) Data minor

Data minor yang dapat menunjang munculnya diagnosa defisit

nutrisi antara lain:

Subjektif Objektif
1. Kram atau nyeri 1. Bising usus hiperaktif
abdomen 2. Otot menelan lemah
2. Nafsu makan
menurun

d) Kondisi klinis terkait : Infeksi

5) Resiko ketidakseimbangan cairan D.0036

a) Definisi

Berisiko mengalami penurunann peningkatan atau percepatan

perpindahan cairan dari intravaskuler, interstisial, atau intraselular.

Faktor resiko Obstruksi intestinal

Kondisi klinis terkait :; Perdarahan

6) Resiko syok (Hipovolemik) D0039

(1) Definisi

Berisiko mengalami ketidakcukupan aliran darah ke jaringan tubuh,

yang dapat mengakibatkan disfungsi seluler yang mengancam jiwa

(2) Faktor resiko


27

Kekurangan volume cairan

Kondisi klinis terkait Perdarahan

Uraian diagnosa keperawatan pada Post operatif :

1) Nyeri akut D.0077

(1) Definisi

Pengalaman sensorik atau emosional yang berkaitan dengan

kerusakan jaringan actual atau fungsional, dengan onset mendadak

atau lambat dan berintensitas ringan hingga berat yang berlangsung

kurang dari 3 bulan.

(2) Penyebab

Agen pencedera fisik (Prosedur operasi)

(3) Batasan karakteristik

Data mayor

Data mayor yang dapat menunjang munculnya diagnosa nyeri

akut antara lain :

Subjektif Objektif
1. Mengeluh Nyeri Tampak meringis
Bersikap protektif
Gelisah
Frekuensi nadi meningkat
Sulit tidur
Data Minor

Data minor yang dapat menunjang munculnya diagnose nyeri akut

antara lain:
28

Subjektif Objektif
(Tidak tersedia) Tekanan darah meningkat
Pola nafas berubah
Nafsu makan berubah
Proses berfikir terganggu
Menarik diri
Berfokus pada diri sendiri
Diaforesis

Kondisi Klinis Terkait Kondisi pembedahan

2) Gangguan mobilitas fisik D.0054

(1)Definisi

Keterbatasan dalam gerakan fisik dari satu atau lebih extremitas

secara mandiri.

Penyebab : Nyeri

(2)Batasan karakteristik

Data mayor

Data mayor yang dapat menunjang munculnya diagnose gangguan

mobilitas fisik antara lain:

Subjektif Objektif

1. Mengeluh sulit menggerakan Kekuatan otot menurun

extremitas Rentang gerak menurun


29

Data minor

Data minor yang dapat menunjang munculnya diagnose gangguan

mobilitas fisik antara lain:

Subjektif Objektif
Nyeri saat bergerak Sendi kaku
Enggan melakukan Gerakan tidak terkoordinasi
pergerakan Gerakan terbatas
Merasa cemas saat bergerak Fisik Lemah
Kondisi klinis terkait : Nyeri

3) Resiko infeksi D0142

(1) Definisi

Beresiko mengalami peningkatan terserang organism

patogenik

(2) Faktor resiko

Efek prosedur invasive

Kondisi klinis terkait Tindakan invasive

2.3. Konsep Asuhan Keperawatan

2.3.1. Pengkajian

Pengkajian adalah tahap awal dari proses keperawatan dan merupakan

proses yang sistematis dalam pengumpulan data dari berbagai sumber data

untuk mengevaluasi dan mengidentifikasi status kesehatan klien. Pengumpulan

data dapat dilakukan dengan menggunakan tiga metode, yaitu wawancara,

observasi, dan pemeriksaan fisik (Bolat & Teke, 2020).


30

Pengkajian adalah fase pertama proses keperawatan, Data yang

dikumpulkan meliputi (Lestari et al., 2019) :

2.3.2. Identitas

1. Identitas klien

Meliputi nama, umur, jenis kelamin, suku/bangsa, agama,

pendidikan, pekerjaan, tanggal masuk, tanggal pengkajian, nomor register,

diagnosa medik, alamat, semua data mengenai identitaas klien tersebut

untuk menentukan tindakan selanjutnya.

Identitas penanggung jawab

Identitas penanggung jawab ini sangat perlu untuk memudahkan dan

jadi penanggung jawab klien selama perawatan, data yang terkumpul

meliputi nama, umur, pendidikan, pekerjaan, hubungan dengan klien dan

alamat

2. Riwayat Kesehatan

Keluhan utama

Merupakan keluhan yang paling utama yang dirasakan oleh klien

saat pengkajian. Biasanya keluhan utama yang klien rasakan adalah nyeri

abdomen pada kuadran kanan atas.

3. Riwayat kesehatan sekarang

Merupakan pengembangan diri dari keluhan utama melalui metode

PQRST, paliatif atau provokatif (P) yaitu focus utama keluhan klien, quality

atau kualitas (Q) yaitu bagaimana nyeri atau gatal dirasakan oleh klien,

regional (R) yaitu nyeri/gatal menjalar kemana, Safety (S) yaitu posisi yang
31

bagaimana yang dapat mengurangi nyeri/gatal atau klien merasa nyaman

dan Time (T) yaitu sejak kapan klien merasakan nyeri/gatal tersebut.

4. Riwayat Penyakit dahulu

Perlu dikaji apakah klien pernah menderita penyakit sama atau

pernah di riwayat sebelumnya.

5. Riwayat kesehatan keluarga

Mengkaji ada atau tidaknya keluarga klien pernah menderita

penyakit kolelitiasis

6. Pemeriksaan fisik

 Keadaan Umum :

PenampilanUmum

Mengkaji tentang berat badan dan tinggi badan klien

 Kesadaran:

Kesadaran mencakup tentang kualitas dan kuantitas keadaan klien.

 Tanda-tanda Vital

Mengkaji mengenai tekanan darah, suhu, nadi dan respirasi (TPRS)

 Sistem endokrin

Mengkaji tentang keadaan abdomen dan kantung empedu. Biasanya

pada penyakit ini kantung empedu dapat terlihat dan teraba oleh tangan

karena terjadi pembengkakan pada kandung empedu.

 Pola aktivitas

a) Nutrisi

Dikaji tentang porsi makan, nafsu makan


32

b) Aktivitas

Dikaji tentang aktivitas sehari-hari, kesulitan melakukan aktivitas dan

anjuran bedrest

c) Aspek Psikologis

Kaji tentang emosi, Pengetahuan terhadap penyakit, dan suasana hati

d) Aspek penunjang

Hasil pemeriksaan Laboratorium (bilirubin, amylase serum meningkat)

Obat-obatan satu terapi sesuai dengan anjuran dokter.

7. Diagnosa Keperawatan

Diagnosis keperawatan merupakan suatu penilaian klinis mengenai

respons klien terhadap masalah kesehatan atau proses kehidupan yang

dialaminya baik yang berlangsung aktual maupun potensial. Diagnosis

keperawatan bertujuan untuk mengidentifikasi respons klien individu,

keluarga dan komunitas terhadap situasi yang berkaitan dengan kesehatan

(PPNI, 2017)

Ada lima tipe diagnosa, yaitu aktual, risiko, kemungkinan, sehat dan

sindrom. Diagnosa keperawatan aktual menyajikan keadaan yang secara

klinis telah divalidasi melalui batasan karakteristik mayor yang dapat

diidentifikasi. Diagnosa keperawatan risiko menjelaskan masalah kesehatan

yang nyata akan terjadi jika tidak dilakukan intervensi. Masalah dapat

timbul pada seseorang atau kelompok yang rentan dan ditunjang dengan

faktor risiko yang memberikan kontribusi pada peningkatan kerentanan.

Diagnosa keperawatan risiko adalah keputusan klinis tentang individu,


33

keluarga, atau komunitas yang sangat rentan untuk mengalami masalah

dibanding individu atau kelompok lain pada situasi yang sama atau hampir

sama. Diagnosa keperawatan kemungkinan menjelaskan bahwa perlu

adanya data tambahan untuk memastikan masalah keperawatan

kemungkinan. Pada keadaan ini masalah dan faktor pendukung belum ada

tetapi sudah ada faktor yang dapat menimbulkan masalah. Diagnosa

keperawatan Wellness (Sejahtera) atau sehat adalah keputusan klinik tentang

keadaan individu, keluarga, dan atau masyarakat dalam transisi dari tingkat

sejahtera tertentu ke tingkat sejahtera yang lebih tinggi yang menunjukkan

terjadinya peningkatan fungsi kesehatan menjadi fungsi yang positif.

Diagnosa keperawatan sindrom adalah diagnosa yang terdiri dari kelompok

diagnosa aktual dan risiko tinggi yang diperkirakan akan muncul karena

suatu kejadian atau situasi tertentu (Yeni & Ukur, 2019).

Diagnosa Keperawatan yang biasa muncul pada klien

Cholelithiasis dan mengalami pembedahan adalah :

Masalah keperawatan pada Pre operatif :

1. Nyeri akut berhubungan dengan agen pencedera fisiologis (Inflamasi)

2. Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan nyeri

3. Hipertermi berhubungan dengan proses penyakit

4. Defisit nutrisi berhubungan dengan ketidakmampuan mencerna

makanan

5. Resiko ketidakseimbangan cairan dibuktikan dengan

obstruksi intestinal
34

6. Resiko syok (Hipovolemik) dibuktikan dengan kekurangan volume

cairan

Masalah keperawatan pada Post operatif :

1. Nyeri akut berhubungan dengan agen pencedera fisik (Prosedur

operasi)

2. Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan nyeri

3. Resiko infeksi dibuktikan dengan efek prosedur invasive

8. Intervensi Keperawatan

Perencanaan adalah bagian dari fase pengorganisasian dalam proses

keperawatan sebagai pedoman untuk mengarahkan tindakan keperawatan

dalam usaha membantu, meringankan, memecahkan masalah atau untuk

memenuhi kebutuhan klien. Proses perencanaan keperawatan meliputi

penetapan tujuan perawatan, penetapan kriteria hasil, pemilihan intervensi

yang tepat, dan rasionalisasi dari intervensi dan mendokumentasikan

rencana perawatan. Perencanaan keperawatan adalah suatu proses di dalam

pemecahan masalah yang merupakan keputusan awal tentang sesuatu apa

yang akan dilakukan, bagaimana dilakukan, kapan dilakukan, dan siapa

yang melakukan dari semua tindakan keperawatan (Lestari et al., 2019).

Intervensi Keperawatan yang biasa muncul pada klien

Cholelithiasis dan mengalami pembedahan adalah:


35

Intervensi keperawatan pada pasien pre operatif :

1. Nyeri akut berhubungan dengan agen pencedera fisiologis D.0077

Tabel 2.1 intervensi keperawatan cholelithiasis

Tujuan Intervensi
Setelah dilakukan tindakan asuhan Observasi :
keperawatan selama …. diharapkan Identifikasi lokasi,karakteristik,durasi,
nyeri pada pasien berkurang atau frekuensi, kualitas, intensitas nyeri
menurun dengan kriteria hasil: Identifikasi skala nyeri
Keluhan nyeri menurun Identifikasi respons nyeri non verbal
Meringis menurun Identifikasi faktor yang memperberat dan
Sikap protektif menurun memperingan nyeri
Gelisah menurun Identifikasi pengetahuan dan keyakinan
Kesulitan tidur menurun tentang nyeri
Menarik diri menurun Identifikasi pengaruh budaya terhadap respon
Berfokus pada diri sendiri nyeri
menurun Identifikasi pengaruh nyeri pada kualitas hidup
Diaforesis menurun Monitor keberhasilan terapi komplementer
Frekuensi nadi membaik yang sudah diberikan
Pola nafas membaik Monitor efek samping penggunaan analgetik
Tekanan darah membaik Terapeutik :
Prilaku membaik Berikan teknik nonfarmakologis untuk
Pola tidur membaik mengurangi rasa nyeri
kontrol lingkungan yang memperberat rasa
nyeri
fasilitasi istirahat dan tidur
pertimbangkan jenis dan sumber nyeri dalam
pemilihan strategi meredakan nyeri
Edukasi :
jelaskan penyebab, periode, dan pemicu nyeri
jelaskan strategi meredakan nyeri
anjurkan memonitor nyeri secara mandiri
anjurkan menggunakan analgetik secara tepat
ajarkan teknik nonfarmakologis untuk
mengurangi rasa nyeri
Kolaborasi :
a. Kolaborasi pemberian analgetik, jika
perlu
36

2. Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan nyeri D.0054


Tabel 2.2 intervensi keperawatan cholelithiasis

Tujuan Intervensi
Setelah dilakukan tindakan asuhan Observasi :
keperawatan selama …. Diharapkan Identifikasi adanya nyeri atau keluhan fisik
mobilitas fisik pasien meningkat lainnya
dengan kriteria hasil: Identifikasi toleransi fisik melakukan ambulasi
Pergerakan extremitas meningkat Monitor frekuensi jantung dan tekanan darah
Kekuatan otot meningkat sebelum memulai ambulasi
Rentang gerak meningkat Monitor kondisi umum selama melakukan
Nyeri menurun ambulasi
Kecemasan menurun Terapeutik :
Gerakan tidak terkoordinasi Fasilitasi aktivitas ambulasi dengan alat bantu
menurun Fasilitasi melakukan mobilisasi fisik
Gerakan terbatas menurun Libatkan keluarga untuk membantu pasien
Kelemahan fisik menurun dalam meningkatkan ambulasi
Edukasi :
Jelaskan tujuan dan prosedur ambulasi
Anjurkan melakukan ambulasi dini
Ajarkan ambulasi sederhana yang harus
dilakukan

3. Hipertermi berhubungan dengan proses penyakit D.0130


Tabel 2.3 intervensi keperawatan cholelithiasis
Tujuan Intervensi
Setelah dilakukan tindakan asuhan Observasi :
keperawatan selama …. Diharapkan Identifikasi penyebab hipertermia
suhu tubuh pasien membaik dengan Monitor suhu tubuh
kriteria hasil: Monitor kadar elektrolit
Mengigil menurun Monitor haluan urine
Kulit merah menurun Monitor komplikasi akibat
Akrasianosis menurun hipertermia
Pucat menurun Terapeutik :
Piloereksi menurun Sediakan lingkunga yang dingin
Kejang meurun Basahi dan kipasi permukaan tubuh
Suhu tubuh membaik Berikan cairan oral
Suhu kulit membaik Ganti linen setiap hari atau lebih sering jika
Kadar glukosa darah membaik terjadi hyperhidrosis
Pengisian kapiler membaik Hindari pemberian antipiretik dan aspirin
Ventilasi membaik Berikan oksigen Edukasi :
Tekanan darah membaik a. Anjurkan tirah baring Kolaborasi :
a. Kolaborasi pemberian cairan dan
elektrolit intravena
37

4. Defisit nutrisi b.d ketidakmampuan mencerna makanan D.0019


Tabel 2.4 intervensi keperawatan cholelithiasis

Tujuan Intervensi

Setelah dilakukan Observasi :


tindakan asuhan Identifikasi status nutrisi
keperawatan selama … Identifikasi alergi dan intoleransi makanan
Diharapkan status Identifikasi makanan disukai
nutrisi pasien membaik Identifikasi kebutuhan kalori dan jenis nutrient
dengan kriteria hasil: Identifikasi perlunya penggunaan selang nasogastric
Porsi makanan yang Monitor asupan makanan
dihabiskan meningkat Monitor berat badan
Berat badan membaik Monitor hasil pemeriksaan laboratorium
Indeks massa tubuh Terapeutik
membaik Lakukan oral hygiene sebelum makan, jika perlu
Frekuensi makan Fasilitas menentukan pedoman diet
membaik Sajikan makanan secara menarik dan suhu yang sesuai
Nafsu makan membaik Berikan makanan tinggi seratuntuk mencegah konstipasi
Nyeri abdomen Berikan makanan tinggi kalori dan tinggi protein
menurun Berikan suplemen makanan, jika perlu
Perasaan cepat kenyang Hentikan pemberian makanan melalui selang nasogastric
menurun jika asupan oral dapat ditoleransi
Kekuatan otot menelan Edukasi :
meningkat Anjarkan posisi duduk, jika perlu
Membrane mukosa Ajarkan diet yang deprogramkan Kolaborasi
membaik Kolaborasi pemberian medikasi sebelum makan, jika
Bising usus membaik perlu
Kolaborasi dengan ahli gizi untuk untuk menentukan
jumlah kalori dan jenis nutrient yang di butuhkan, jika
perlu

5. Resiko ketidakseimbangan cairan dibuktikan dengan obstruksi


intestinal D.0036
Tabel 2.5 intervensi keperawatan cholelithiasis

Tujuan Intervensi

Setelah dilakukan tindakan asuhan Observasi :


keperawatan selama …. Diharapkan Monitor status hidrasi (mis. Frekuensi nadi,
keseimbangan cairan pasien meningkat kekuatan nadi, akral, pengisian kapiler,
dengan kriteria hasil: kelembapan mukosa , turgor kulit, tekanan
darah)
38

Asupan cairan meningkat Monitor berat badan harian


Keluaran urin meningkat Monitor berat badan sebelum dan sesudah dialysis
Kelembapan membrane Mukosa Monitor hasil pemeriksaan laboratorium
Asupan makanan meningkat Monitor status hemodinamik Terapeutik :
Edema menurun Catat intake dan output lalu hitung balance cairan
Asites menurun 24 jam
Tekanan darah membaik Berikan asupan cairan , sesuai kebutuhan
Denyut nadi radial membaik Berikan cairan intravena , jika diperlukan
Tekanan arteri rata-rata membaik Kolaborasi :
Mata cekung membaik a. Kolaborasi pemberian diuretic, jika
Turgor kulit membaik diperlukan
Berat badan membaik

6. Resiko syok (Hipovolemik) dibuktikan dengan kekurangan volume


cairan D.0039
Tabel 2.6 intervensi keperawatan cholelithiasis

Tujuan Intervensi
Setelah dilakukan tindakan Observasi :
asuhan keperawatan selama Monitor status kardiopulmonal
…. Diharapkan pasien Monitor status oksigenasi
sudah tidak mengalami Monitor status cairan
syok dengan kriteria hasil: Monitor tingkat kesadaran dan respon pupil
Kekuatan nadi meningkat Periksa riwayat alergi Terapeutik :
Output urinei meningkat Berikan oksigen untuk mempertahan kan saturasi oksigen
Tingkat kesadaran Persiapan intubasi dan ventilasi mekanis, jika perlu
meningkat Pasang jalur IV, jika perlu
Saturasi oksigen meningkat Pasang kateter urine untuk menilai produksi urine, jika perlu
Akral dingin menurun Lakukan skin test untuk mencegah reaksi alergi
Pucat menurun Edukasi :
Haus menurun Jelaskan penyebab atau faktor risiko syok
Tekanan darah sistolik Jelaskan tanda dan gejala awal syok
membaik Anjurkan melapor jika menemukan atau merasakan tanda dan
Tekanan darah diastolic gejala syok
membaik Anjurkan memperbanyak asupan cairan oral
Tekanan nadi membaik Kolaborasi :
Frekuensi nafas membaik Kolaborasi pemberian IV, jika perlu
Kolaborasi pemberian transfuse darah, jika perlu
Kolaborasi pemberian antiinflamasi, jika perlu
Intervensi keperawatan pada pasien post operatif :
39

 Nyeri akut berhubungan dengan agen pencedera fisiologis D.0077


Tabel 2.7 intervensi keperawatan cholelithiasis

Tujuan Intervensi
Setelah dilakukan tindakan asuhan Observasi :
keperawatan selama …. Diharapkan Identifikasi lokasi,karakteristik,durasi,
nyeri pasien berkurang atau frekuensi, kualitas, intensitas nyeri
menurun dengan kriteria hasil: Identifikasi skala nyeri
Keluhan nyeri menurun Identifikasi respons nyeri non verbal
Meringis menurun Identifikasi faktor yang memperberat dan
Sikap protektif menurun memperingan nyeri
Gelisah menurun Identifikasi pengetahuan dan keyakinan
Kesulitan tidur menurun tentang nyeri
Menarik diri menurun Identifikasi pengaruh budaya terhadap
Berfokus pada diri sendiri respon nyeri
menurun Identifikasi pengaruh nyeri pada kualitas
Diaforesis menurun hidup
Frekuensi nadi membaik Monitor keberhasilan terapi komplementer
Pola nafas membaik yang sudah diberikan
Tekanan darah membaik Monitor efek samping penggunaan
Prilaku membaik analgetik
Pola tidur membaik Terapeutik :
Berikan teknik nonfarmakologis untuk
mengurangi rasa nyeri
kontrol lingkungan yang memperberat rasa
nyeri
fasilitasi istirahat dan tidur
pertimbangkan jenis dan sumber nyeri
dalam pemilihan strategi meredakan nyeri
Edukasi :
jelaskan penyebab, periode, dan pemicu
nyeri
jelaskan strategi meredakan nyeri
anjurkan memonitor nyeri secara mandiri
anjurkan menggunakan analgetik secara
tepat
ajarkan teknik nonfarmakologis untuk
mengurangi rasa nyeri
Kolaborasi :
b. Kolaborasi pemberian analgetik,
jika perlu
40

 Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan nyeri D.0054

Tabel 2.8 intervensi keperawatan cholelithiasis

Tujuan Intervensi

Setelah dilakukan tindakan asuhan Observasi :


keperawatan selama … .Diharapkan Identifikasi adanya nyeri atau keluhan
mobilitas fisik pasien meningkat fisik lainnya
dengan kriteria hasil: Identifikasi toleransi fisik melakukan
Pergerakan extremitas meningkat ambulasi
Kekuatan otot meningkat Monitor frekuensi jantung dan tekanan
Rentang gerak meningkat darah sebelum memulai ambulasi
Nyeri menurun Monitor kondisiumum selama
Kecemasan menurun melakukan ambulasi
Gerakan tidak terkoordinasi menurun Terapeutik :
Gerakan terbatas menurun Fasilitasi aktivitas ambulasi dengan
Kelemahan fisik menurun alat bantu
Fasilitasi melakukan mobilisasi fisik
Libatkan keluarga untuk membantu
pasien dalam meningkatkan ambulasi
Edukasi :
Jelaskan tujuan dan prosedur
ambulasi
Anjurkan melakukan ambulasi dini
Ajarkan ambulasi sederhana yang
harus dilakukan
41

7. Resiko infeksi dibuktikan dengan efek prosedur invasive D.0142

Tabel 2.9 intervensi keperawatan cholelithiasis

Tujuan Intervensi

Setelah dilakukan tindakan asuhan Observasi :


keperawatan selama … diharapkan a. Monitor tanda dan gejala infeksi local
pasien tidak mengalami infeksi dan sistemik
dengan kriteria hasil: Terapeutik
Demam menurun Batasi jumlah pengunjung
Kemerahan menurun Berikan perawatan kulit pada area edema
Nyeri menurun Cuci tangan sebelum dan sesudah kontak
Bengkak menurun dengan pasien dan lingkungan pasien
Vesikel menurun Pertahankan teknik aseptic pada pasien
Cairan berbau busuk menurun beresiko tinggi
letargi Edukasi :
Kebersihan tangan meningkat Jelaskan tanda dan gejala infeksi
Kebersihan badan meningkat Ajarkan cara mencuci tangan dengan
Kadar sel darah putih membaik benar
Kultur area luka membaik Ajarkan etika batuk
Kadar sel darah putih membaik Jarkan cara memeriksa kondisi luka atau
luka oprasi
Anjurkan meningkatkan asupan nutrisi
Anjurkan meningkatkan asupan cairan
Kolaborasi :
a. Kolaborasi pemberian imunisasi,
jika perlu

 Implementasi keperawatan

Implementasi atau pelaksanaan adalah inisiatif dari rencana

tindakanuntuk mencapai tujuan yang spesifik. Tahap implementasi di

mulai setelah rencana tindakan di susun dan di tujukan pada rencana

strategi untuk membantu mencapai tujuan yang di harapkan. Oleh sebab

itu, rencana tindakan yang spesifik di laksanakan untuk memodifikasi

faktor-faktor yang mempengaruhi masalah kesehatan. Tujuan dari

implementasi adalah membantu dalam mencapai tujuan yang telah di


42

tetapkan, yang mencakup peningkatan kesehatan, pencegahan penyakit,

pemulihan kesehatan dan memfasilitasi koping (Harahap, 2019)

 Evaluasi

Tahap penilaian atau evaluasi adalah perbandingan yang

sistematis dan terencana tentang kesehatan klien dengan tujuan yang

telah ditetapkan, dilakukan dengan cara bersinambungan dengan

melibatkan klien, keluarga, dan tenaga kesehatan lainnya. Tujuan

evaluasi adalah untuk melihat kemampuan klien dalam mencapai tujuan

yang disesuaikan dengan kriteria hasil pada tahap perencanaan (Harahap,

2019)

Terdapa dua jenis evaluasi (Nanda, 2020):

 Evaluasi Formatif (Proses)

Evaluasi formatif berfokus pada aktivitas proses keperawatan

dan hasil tindakan keperawatan. Evaluasi formatif ini dilakukan

segera setelah perawat mengimplementasikan rencana keperawatan

guna menilai keefektifan tindakan keperawatan yang telah

dilaksanakan. Perumusan evaluasi formatif ini meliputi 4 komponen

yang dikenal dengan istilah SOAP, yakni subjektif, objektif, analisis

data dan perencanaan.

S (subjektif) :

Data subjektif dari hasil keluhan klien, kecuali pada klien yang

afasia

O (objektif) :
43

Data objektif dari hasi observasi yang dilakukan oleh perawat.

A (analisis) :

Masalah dan diagnosis keperawatan klien yang dianalisis atau

dikaji dari data subjektif dan data objektif.

P (perencanaan) :

Perencanaan kembali tentang pengembangan tindakan

keperawatan, baik yang sekarang maupun yang akan datang

dengan tujuan memperbaiki keadaan kesehatan klien.

 Evaluasi Sumatif (Hasil)

Evaluasi sumatif adalah evaluasi yang dilakukan setelah semua

aktivitas proses keperawatan selesi dilakukan. Evaluasi sumatif ini

bertujuan menilai dan memonitor kualitas asuhan keperawatan yang

telah diberikan. Ada 3 kemungkinan evaluasi yang terkait dengan

pencapaian tujuan keperawatan, yaitu:

- Tujuan tercapai atau masalah teratasi jika klien menunjukan

perubahan sesuai dengan standar yang telah ditentukan.

- Tujuan tercapai sebagian atau masalah teratasi sebagian atau klien

masih dalam proses pencapaian tujuan jika klien menunjukkan

perubahan pada sebagian kriteria yang telah ditetapkan.

- Tujuan tidak tercapai atau masih belum teratasi jika klien hanya

menunjukkan sedikit perubahan dan tidak ada kemajuan sama

sekali.

Evaluasi adalah tindakan intelektual untuk melengkapi proses


44

keperawatan yang menandakan seberapa jauh diagnosis keperawatan,

rencana tindakan dan implementasinya sudah berhasil di capai. Tujuan

evaluasi adalah melihat kemampuan klien dalam mencapai tujuan. Hal ini

bisa di laksanakan dengan mengadakan hubungan dengan klien

berdasarkan respon klien terhadap tindakan keperawatan yang di berikan,

sehingga perawat dapat mengambil keputusan.

2.4. LAPORAN KASUS

ASUHAN KEPERAWATAN PADA Ny D DENGAN


CHOLELITIASIS POST CHOLESISTECTOMY
DI INSTALASI BEDAH SENTRAL
RSUD BHAKTI DHARMA HUSADA SURABAYA

A. Identitas Pasien

Nama : Ny. D

Umur : 47 tahun

Alamat : Banjarsugihan - Surabaya

Agama : Islam

Dx. Medis : Cholelitiasis

No Reg : 0821xx

Tanggal MRS : 11 Maret 2020 jam 09.00

Tanggal Pengkajian : 11 Maret 2020 jam 10.00

B. Riwayat Kesehatan

 Keluhan utama : Pasien mengeluh nyeri pada perut bagian kanan.

- Riwayat penyakit sekarang : Pasien masuk pada tanggal 11 Maret 2020


45

dengan keluhan nyeri bagian perut kanan atas mulai 2 minggu yang

lalu, nyeri datang timbul seperti tertusuk tusuk pada bagian abdomen

kanan atas dengan skala 5 ditambahi dengan adanya mual tetapi tidak

muntah gelisah dan susah tidur serta sulit bergerak

- Riwayat Kesehatan yang lalu :klien mengatakan belum pernah ada

riwayat operasi sebelumnya ataupun dirawat di RS sebelumnya karena

penyakit lain.

- Riwayat penyakit keluarga : klien mengatakan dari keluarga ada

penyakit keturunan hipertensi (dari ayah), dan penyakit DM (dari ibu).

 Riwayat lingkungan

- Kebersihan,lingkungan cukup, kondisi rumah luas, dengan tiga kamar,

tinggal dirumah dengan lingkungan yang ramai (padat bukan karena

polusi atau kendaraan bermotor).

 Aspek PsikoSosial :

- Pola pikir sangat sederhana karena ketidaktahuan informasi dan

mempercayakan sepenuhnya dengan rumah sakit.Klien pasrah terhadap

tindakan yang dilakukan oleh rumah sakit asal cepat sembuh.Persepsi

diri baik, klien merasa nyaman, nyeri tidak timbul sehubungan telah

dilakukan tindakan cholesistektomi. Hubungan klien dan perawat baik,

akomodatif, dengan bahasa indonesia yang cukup baik.

Pengkajian Fisik :

1. Aktivitas/istirahat:

Klien mengatakan di rumah ADL bisa dilakukan mandiri.Setelah operasi


46

Adl dibantu oleh keluarga. Klien mengatakan pola tidur 8-10 jam per

hari meskipun post tindakan laparoscopy tidak begitu terganggu karena

sudah dibantu dengan pemberian analgetik.

2. Sirkulasi :

Sinus normokardia, suhu 36,5 c , Denyut nadi :90 kali permeni, Tekanan

darah 130/80 mmHg

3. Eliminasi

Klien bab 1 kali sehari, konsistensi lembek, warna kuning, jumlah urine

1500 cc/24 jam.

4. Nutrisi metabolik

 Klien mampu menghabiskan 1 porsi makan menu dan air 2000 ml per

hari

 Klien dengan BB 60 Kg dan TB 160 cm

5. Nyeri/Kenyamanan

Tidak timbul rasa nyeri, hanya kadang-kadang sakit, pada waktu

perubahan posisi dari baring ke duduk.

6. Respirasi :

 Respirasi normal : 20 kali /menit

 Klien merasa nyaman bernafas bila duduk.

7. Keamanan :

 Suhu klien 36,5 C

 Sklera tampak icterik, kulit agak kering

 Tampak plebitis (kemerahan) pada bekas infus dilengan kiri dan kanan
47

8. Klien telah dilakukan operasi Laparoscopy Cholecistektomi tanggal 04-

12-2018. Sekarang ia mengalami perawatan hari ke delapan . Terpasang

drainase T. Tube, produksi cairan hijau pekat 500cc/24 jam

Pengkajian fisik (head to toe)

a. Kepala

Warna rambut hitam, kulit kepala dan rambut bersih, tidak ada benjolan

di kepala

b. Mata

Konjungtivitas sedikit anemis (+), ikterik (-), bentuk pupil isokor, respon

pupil terhadap cahaya kanan/kiri : -/-

c. Hidung

Secret (-), napas cuping hidung (-)

d. Mulut

Secret (-), gusi dan gigi tidak ada perdarahan, mukosa lembab

e. Telinga

Bersih, tidak ada penumpukan serumen, simetris kanan/kiri, secret (-)

f. Leher

g. Reflek menelan (+), tidak terdapat benjolan, tidak ada kaku kuduk, tidak

terdapat pembesaran kelenjar tiroid.

h. Dada

Paru-paru : tidak terdapat penggunan otot bantu napas, suara napas

vesikuler, perkusi sonor, jejas (-)

Jantung : ictus cordis tak tampak, perkusi pekak, S1 S2 tunggal


48

i. Abdomen

Perut datar, terdapat luka bekas laparoskopi kolesistektomy di kuadran

kanan., supel, suara timpani, bising usus 12x/menit

j. Genetalia

Tidak ada kelainan, bersih

k. Ekstremitas superior

Oedema (-), CRT <3 detik, sianosis (-), akral HKM

l. Ekstremitas inferior

Oedema (-), CRT <3 detik, sianosis (-), akral HKM

Pemeriksaan Penunjang

1. Pemeriksaan laboratorium tanggal 03 Maret 2020 :

 H B . 10,7 (13-16)

 Hematokrit : 31 ( 40 - 48 )

 Leukosit : 154.00 ( 50,00 - 100,00)

 Trombosit : 328,00 ( 200.00 - 500.00)

 Bilirubin Direck : 6,1 ( </= 0,4)

 Bilirubin Indireck : 1,8 (</= 0,6)

 Bilirubin total :7,9 (0,3 - 1,0)

 Protein total : 5,7 ( 6 - 7,8 )

 Albumin :2,7 ( 4 - 5,2)

 Globulin : 3,0 (1,3 - 2,7 )

 Amilase darah :108 (17 - 115)

 SGOT : 70 ( < 37), SGPT : 58 (< 41 )


49

 Natrium darah :132 (135 - 147)

 kalium darah :3,2 (3,5 - 5,5 )

 Klorida darah : 105 (100 - 106)

2. Pemeriksaan Diagnostik lain:

 Ultrasonografi tanggal: 04 Desember 2018

Kesan:Batu pada CBD yang menyebabkan obstruksi

Cholesistitis

 Cholesistografi tanggal 06 Desember 2018

Hasil : Tampak selang T-tube setinggi Thoracal XII kanan

3. Elektro kardiografi tanggal: 03Desember 2018

Hasil : SR, QRS rate 60/menit

ST, T Changes negatif

4. Cholesistektomy, 05 Desember 2018 :

 keluar pus 10 cc, di kultur belum ada hasil

 ekstrasi batu, keluar batu besar dan kecil dan lumpur.

 dipasang T-tube dan CBD (Commond Bile Duct)

Pengobatan :

terapi per oral saat klien rawat jalan :

 cefixime 2x200mg

 Omeprazole 2x20mg

 Celebrex 2x200mg

 Elkana 1x1 tab


50

Persepsi klien terhadap penyakitnya :

Klien merasa optimis untuk sembuh dengan upaya pembedahan dan saat ini

tidak merasakan sakit atau nyeri seperti sebelum operasi.

Kesan perawat terhadap klien :

Klien koperatif dan komunikatif, dan mempunyai motivasi untuk sembuh

Kesimpulan :

Dari data yang didapatkan dapat disimpulkan masalah yang ada saat ini

adalah:

1. Nyeri akut berhubungan dengan adanya Agen pencedera fisiologis

2. Ansietas berhubungan dengan kekhawatiran mengalami kegagalan

3. Hipertermi berhubungan dengan respon trauma

4. Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan adanya efek prosedur

invasif

ANALISA DATA PRE OPERASI

Nama Pasien : Ny D Jenis Kelamin : Perempuan

Umur : 47 tahun :
No. Data (DO & DS) Masalah Penyebab

1 Ds : Nyeri akut Agen


pencedera
- Pasien mengatakan nyeri perut kanan fisiologis
atas
- Nyeri datang tiba tiba seperti
tertusuk tusuk dengan skala nyeri 5
dan nyeri hilang timbul
Do :

- Pasien tampak meringis


- Pasien tampak gelisah
51

TTV :
- TD : 110/60 mmhg
- N : 96 x/menit
- S : 37,9 ‘C
- RR : 19 x/menit
2 Ds : Ansietas Kekhawatiran
mengalami
- Pasien mengatakan takut dilakukan kegagalan
operasi, khawatir dengan akibat
kondisi
Do :
- Pasien tampak
gelisah TTV :
- TD : 110/60 mmhg
- N : 96 x/menit
- S : 37,9 ‘C
- RR : 19 x/menit

ANALISA DATA POST OPERASI POST OP

Nama Pasien : Ny. D Jenis Kelamin : Perempuan

Umur : 47 tahun Ruangan :

No. Data (DO & DS) Masalah Penyebab


1 Ds :
- Pasien mengatakan nyeri bagian luka Nyeri akut Agen pencedera
operasi seperti nyut nyutan dengan fisik
skala nyeri 6
Do :
- Pasien tampak meringis
- Pasien tampak gelisah dan sulit tidur
TTV :
- TD : 100/60 mmhg
- N : 110 x/menit
- S : 38,1 ‘C
- RR : 22 x/menit

-
52

2 Ds : Hipertermi Respon trauma


- Pasien mengatakan menggigil
dan kedinginan
Do :
- Pasien tampak menggigil
TTV :
- TD : 110/70 mmhg
- N : 110 x/menit
- S : 38,1 ‘C
- RR : 20 x/menit Resiko infeksi Efek prosedur
3 Ds : invasif
- Pasien mengatakan demam turun naik
Do :
-Kulit pasien teraba hangat
-Terpasang DC
-Terpasang infus NaCL 0,9% 18 tpm
-Tampak luka 3 titik
TTV :
- TD : 110/70 mmhg
- N : 96 x/menit
- S : 38,1 ‘C
RR : 20 x/menit

INTERVENSI KEPERAWATAN
Hari/ Dx Tujuan dan Perencanaan
Tanggal Keperawatan Kriteria
Hasil
Pre operasi
11 Maret 2020 Nyeri akut b.d Setelah dilakukan lakukan pengkajian
agen pencedera asuhan keperawatan nyeri secara
fisiologis selama 1 x 8 jam komprehensif termasuk
diharapkan nyeri lokasi , karakteristik ,
berkurang dengan durasi, frekuensi,
kriteria hasil : kualitas dan factor
a. mampu mengontrol prepitasi
nyeri ( tau ajarkan tentang
penyebab nyeri, teknik non
b. mampu farmakologis
menggunakan monitor TTV
teknik kolaborasi dalam
nonfarmakologi pemberian antibiotic
untuk mengurangi
nyeri )
c. melaporkan bahwa
nyeri berkurang
53

dengan manajemen
nyeri
d. Mampu mengenali
nyeri (skala ,
intensitas ,
frekuensi dan
tanda nyeri )
Selasa, 12 Ansietas b.d Setelah dilakukan identifikasi tingkat
Novemb er kekhawatiran asuhan keperawatan kecemasan
2018 mengalami selama 1 x 24 jam jelaskan
kegagalan diharapkan perasan semua prosedur dan
cemas dan tidak apa yang dirasakan
nyaman bisa diatasi dorong keluarga
dengan kriteria hasil : untuk menemani pasien
Ajarkan pasien
Pasien mampu teknik relaksasi
1. Mengidentifikasi
dan
mengungkapkan
gejala cemas
2. Mengidentifikasi,
mengu ngkapkan
gejala cemas
3. Vital sign dalam
batas normal
4. Postur tubuh , bahasa
tubuh dan expresi
wajah menunjukan
berkurang nya rasa
cemas

Pasien 2 Post operasi


12 Maret Nyeri akut Setelah dilakukan 1.1 lakukan
2020 berhubungan asuhan keperawatan pengukuran nyeri
dengan agen selama 1 x 8 jam secara
pencedera fisik komprehensif
diharapkan nyeri
( tindakan termasuk lokasi
invasive) berkurang dengan nyeri , karakteristik,
kriteria hasil : durasi , frekuensi .
1. mampu ajarkan tentang
mengontrol teknik non
nyeri farmakologis
2. melaporkan bahwa monitor TTV
nyeri berkurang kolaborasi
dengan skala nyeri pemberian antibiotic
3. mampu mengenali
54

nyeri
4. mengatakan
merasa sehat
12 Maret Hipertermi b.d Setelah dilakukan monitor TTV
2020 respon trauma asuhan keperawatan instruksikan pada
selama 1x 4 keluarga untuk
jam diharapkan suhu kompres pasien
tubuh pasien dapat kolaborasi dalam
kembali normal pemberian antipiretik
dengan kriteria kolaborasi
hasil : pemberian cairan
1. suhu tubuh dalam intravena
rentang ormal rencanakan
2. nadi dan respirasi monitoring TTV secara
normal tidak ada kontinyu
perubahan warna
kulit dan tidak ada
pusing
12 Maret Resiko infeksi Setelah dilakukan monitor tanda dan
2020 berhubungan asuhan keperawatan gejala infeksi sitemik
dengan selama 3 x 24 jam dan local inspeksi kulit
prosedur pasien terhindar dari dan mukosa terhadap
invasif infeksi dengan kriteria emerahan cuci tangan
hasil setiap sebelum dan
: sesudah tindakan
keperawatan beritau
pasien untuk batasi
pengunjung

IMPLEMENTASI KEPERAWATAN

Waktu Tindakan Evaluasi


Pelaksanaan Keperawatan Ds :
11 Maret 2020 melakukan - pasien mengatakan
nyeri perut kanan atas
10.00 pengkajian nyeri - nyeri datang tiba tiba
secara imprehensif seperti tertusuk tusuk
di daerah kanan ataas
dengan skala nyeri 5,
dan nyeri hiking
mengajarkan klien timbul
Do :
untuk teknik - klien tampak meringis
relaksasi nafas dan gelisah
dalam memonitor TTV :
- TD : 110/60 mmhg
tanda tanda vital - N : 96x/menit
kolaborasi dalam - S : 37,6’C
pemberian analgetik - RR : 19 x/menit
55

Ds :
Pasien mengatakan paham dan
mengerti tentang teknik dan
manfaat relaksasi nafas dalam
Do : -

11 Maret 2020 Menjelaskan Ds : -


11.00 semua prosedur Do :
apa yang akan Tanda tanda vital
dirasakan selama - TD : 110/60 mmhg
prosedur - N: 96 x/menit
- S : 37,6 ‘C
- RR : 19 x/menit

Ds :
12.00 Mendorong - Pasien mengatakan masih
keluarga untuk nyeri
menemani pasien - Skala nyeri 5
Do :
- Pasien tampak meringis
Ds :
- pasien mengatakan mengerti
tentang prosedur yang akan di
lalui nya dan apa yang akan
dirasakan slama prosedur
Do :
- pasien tampak lebih tenang setelah
diberi penjelasan

Ds :
- pasien mengatakan pada saat cemas
muncul, dia melakukan teknik
relaksasi nafas dalam dan pasien
merasa lebih nyaman dan tenang
Do :
pasien tampak lebih rileks

Waktu
Pelaksanaan Tindakan Evaluasi
Keperawatan
Post operasi
12 Maret 2020 melakukan Ds :
pengukuran - pasien mengatakan
nyeri secara nyeri bagian luka
komprehensif operasi seperti nyut
56

Observasi TTV nyutan dengan skala


nyeri 6
mengajarkan Do :
tentang relaksasi - klien tampak meringis
teknik nafas - klien tampak gelisah dan sulit tidur
dalam

Berkolaborasi
dalam TTV
pemberian - TD : 110/60 mmhg
antipiretik - N: 100 x/menit
- S : 36,9 ‘C
Mengintruksikan
- RR : 20 x/menit
keluarga untuk
melakukan Ds :
kompres pasien
Memonitor TTV - Pasien mengatakan demam
- pasien mengatakan
mengintruksikan
tentang tekhnik paham dan mengerti
relaksasi nafas teknikdan mafaat
dalam relaksasi nafas dalam
memonitor TTV
Do :
- Kulit teraba hangat
- Pasien tampak
mengigil

Ds :

- Keluarga pasien mengerti dan


bersedia
memberikan kompres
hangat
Do :
Tanda tanda vital
- TD : 110/60 mmhg
- N: 100 x/menit
- S : 36,9 ‘C
- RR : 20 x/menit
Ds :

- Pasien mengatakan masih nyeri


terasa
Do :
57

Memberitahu Tanda tanda vital


pasien untuk - TD : 110/70 mmhg
membatasi - N: 100 x/menit
pengunjung - S : 37,6 ‘C
- RR : 19 x/menit
Ds :
- Pasien mengatakan masih nyeri
mengintruksik tapi sudah berkurang sedikit
Do :
an tentang
- Tampak luka tiga titik tidak
tekhnik relaksasi
merembes
nafas dalam
memonitor TTV
Memperta Tanda tanda vital
hankan - TD : 110/70 mmhg
teknik - N: 98 x/menit
asepsis pada - S : 37,9 ‘C
pasien - RR : 20 x/menit
beresiko Ds :
Melakukan - Pasien mengatakan masih nyeri
perawatan luka - Skala nyeri 4
kolaborasi Do :
dalam pemberian - Pasien tampak meringis
analgetik tetapi sudah lebih tenang dari
memonitor tanda sebelumnya
tanda vital Ds : -
Do :
- TD : 110/60 mmhg
- N: 100 x/menit
- S : 36,9 ‘C
- RR : 20 x/menit
58

Berkolaborasi Ds :
dalam pemberian
analgetik - Pasien mengatakan nyeri berkurang
- Skala nyeri 3

Do :

- Pasien tampak rileks

Ds : -
Mengintruksikan
tentang tekhnik Do : Tanda tanda vital
relaksasi nafas
dalam - TD : 110/60 mmhg
- N: 100 x/menit
Memonitor TTV - S : 36,9 ‘C
- RR : 20 x/menit

Berkolaborasi Ds :
dalam pemberian- Pasien mengatakan nyeri sudah tidak
analgetik ada lagi
Do :
- Pasien tampak tenang

Evaluasi

Tanggal Diagnosa Evaluasi (SOAP)


Keperawatan

Pre operasi
12 Maret Nyeri akut b.d. S:
2020 agen pencedera a. pasien mengtakan nyeri perut
fisiologis bagian
kanan atas
b. nyeri datang tiba tiba seperti
tertusuk
tusuk didaerah kanan atas dengan skala
nyeri 5, nyeri hilang timbul
c. pasien mengatakan paham dan
mengerti
tentang tekhnik dan manfaat
relaksasi
nafas dalam
d. pasien mengatakan maish nyeri
59

dengan
skala nyeri 5
O:
a. Klien tampak meringis dan
gelisah
TTV:
TD : 110/60 mmHg
N : 96 x/menit
R : 21 x/menit
S : 36.6 c
A:
Masalah belum teratasi
P:
Lanjutkan intervensi
2.3 monitor tanda tanda vital
2.4 Berkolaborasi dalam pemberian
Analgtik
Ansietas b.d S:
kekhawatiran a. Pasien mengatakan merasa
12 Maret mengalami takut dan cemas dengan status
2020 kegagalan kesehatannya, serta khawatir
mengalami kegagalan saat
operasi
b. Pasien mengatakan mengerti
tentang prosedur yang akan
dilalui nya dan apayang akan
dirasakan selama prosedur
c. Pasien mengatakan pada saat
cemas muncul, dai melakukan
teknik relaksasi nafas dalam
dan pasien merasakan lebih
nyaman dan tenang
O:
a. Pasien tampak gelisah
b. [asien tampak sedikit lebih
tenang setelah diberikan
penjelasan
c. Pasien tampak lebih nyaman
dan tenang ketika di damping
oleh keluarganya
d. Pasien tampak lebih rileks
A:
Masalah teratasi
P:
Hentikan intervensi
60

Hari Diagnosa Evaluasi (SOAP)


Keperawatan
Post operasi

13 Maret Nyeri akut b.d. S:


2020 agen pencedera a. Pasien mengatakan nyeri
fisik berkurang
b. Skala nyeri 3
O:
a. Pasien tampak rileks

TTV:
TD : 120/80
mmHg N : 90
x/menit
R : 21
x/menit S :
38.1 c
A:
Masalah teratasi
sebagian P:
Lanjutkan intervensi memonitor TTV
Berkolaborasi dalam pemberian analgetik
13 Maret Hipertermia b.d S: a. Pasien mengatakan akan
2020 respon trauma mengompre lagi
O: a. Kulit pasien teraba hangat

TTV:
TD : 110/70
mmHg N : 98
x/menit
R : 21
x/menit S :
37.6 c
A: Masalah teratasi sebagian
P: Observasi TTV
S:
a. Pasien mengatakan nyeri
berkurang
O:
a. Tidak terdapat tanda tanda infeksi
13 Maret Resiko infeksi b.d
2020 tindakan invasif TTV:
TD : 110/70
mmHg N : 98
61

x/menit
R : 21
x/menit S :
37.6 c
A:Masalah teratasi
P:Hentikan intervensi
62

BAB III

PENUTUP

Setelah penulis melakukan pengamatan dan melaksanakan asuhan keperawatan

Secara langsung pada pasien dengan Cholelitiasis di RSUD Bhakti Dharma Husada

Surabaya, maka penulis dapat menarik beberapa kesimpulan Sekaligus saran yang dapat

bermanfaat dalam meningkatkan mutu asuhan keperawatan.

3.1. Kesimpulan

Dari hasil uraian yang telah menguraikan tentang asuhan keperawatan

pada pasien dengan Cholelitiasis, maka penulis dapat mengambil kesimpulan

sebagai:

1. Cholelitiasis adalah inflamasi akut atau kronis dari kandung empedu,

biasanya berhubungan dengan batu empedu yang tersangkut pada duktus

kistik, menyebabkan distensi kandung empedu.

2. Pada pasien Cholelitiasis akan mengalami suatu masalah yang dinamakan

diagnose keperawatan antara lain: Nyeri akut berhubungan dengan adanya

Agen pencedera fisiologis, Ansietas berhubungan dengan kekhawatiran

mengalami kegagalan, Hipertermi berhubungan dengan respon trauma,

Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan adanya efek prosedur invasif.

3. Perencanaan disesuaikan dengan diagnose keperawatan yang ditemukan.

Pada pembuatan perencanaan ditentukan terlebih dahulu tujuan dan kriteria

hasil dengan sasaran pasien dan keluarga pasien. Semua diagnose


63

keperawatan dengan kriteria waktu 1x 24 jam, hal ini dikarenakan pasien

dengan Cholelitiasis membutuhkan perawatan sampai 1 minggu post operasi.

4. Pelaksanaan tindakan keperawatan post op dilaksanakan Selama 3 hari setelah

pasien KRS. Tindakan keperawatan meliputi preventif. Prioritas penanganan pada

pasien dengan Cholelitiasis ini adalah Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan

adanya efek prosedur invasif.

5. Pada evaluasi didapatkan diagnose keperawatan teratasi.

6. Pendokumentasian dilaksanakan setiap pergantian shift dengan cara pendelegasian.

Catatan perkembangan dilakukan sumatif dengan model pendokumentasian tiap

diagnose setiap pasien control.

3.2. Saran

1. Bagi Ruangan

Pendidikan dan pengetahuan secara berkelanjutan perlu ditingkatkan

baiksecara formal maupun informal khususnya pengetahuan yang

berhubungan dengan keperawatan pasien dengan harapan perawat mampu

memberikan pelayanan kesehatan yang terbaik yang sesuai dengan kode etik

keperawatan dan standart operasional prosedur.

2. Bagi keluarga pasien

a. Diharapkan bagi keluarga pasien untuk semakin memperhatikan keluarga

menderita Cholelitiasis saat keluar Rumah Sakit karena perawatan di

rumah juga tetap dilakukan, secara psikologis pasien juga memerlukan

suatu dukungan dari keluarganya


64

b. Bagi keluarga yang mempunyai keluarga yang mempunyai riwayat

penyakit kejang

c. Untuk mencapai hasil asuhan keperawatan yang maksimal diperlukan

kerjasama yang baik antara keluarga dan tim kesehatan sehingga timbul

adanya saling percaya dan memudahkan dalam pemberian asuhan

keperawatan

3. Bagi penulis lain

Penulis lain mampu melakukan asuhan keperawatan dengan lebih

akurat khususnya dalam pembuatan asuhan keperawatan pada pasien dengan

Cholelitiasis.
DAFTAR PUSTAKA

(Badan Penelitian Dan Pengembangan Kesehatan Kementerian Kesehatan RI,


2013). (2018). Riset Kesehatan Dasar.
Alhawsawi, Z. M., Alshenqeti, A. M., Alqarafi, A. M., Alhussayen, L. K., &
Turkistani, W. A. (2019). Cholelithiasis in patients with paediatric sickle
cell anaemia in a Saudi hospital. Journal of Taibah University Medical
Sciences, 14(2), 187–192. http://doi.org/10.1016/j.jtumed.2019.02.007
AlKhlaiwy, O., AlMuhsin, A. M., Zakarneh, E., & Taha, M. Y. (2019).
Laparoscopic cholecystectomy in situs inversus totalis: Case report with
review of techniques. International Journal of Surgery Case Reports, 59,
208–212. http://doi.org/10.1016/j.ijscr.2019.05.050
Andalas, U. (2017). 1 Fakultas Kedokteran Universitas Andalas, 2018, 1–5.
Arif Kurniawan , Yunie Armiyati, R. A. (2017). Pengaruh Pendidikan Kesehatan
pre operasi terhadap tingkat kecemasan pada pasien pre operasi di RSUD
Kudus, 6(2), 139–148.
Baloyi, E. R. J., Rose, D. M., & Morare, N. M. T. (2020). Incidental gastric
diverticulum in a young female with chronic gastritis: A case report.
International Journal of Surgery Case Reports, 66, 63–67.
http://doi.org/10.1016/j.ijscr.2019.11.030
Bini, J., Chan, J. C., Rivera, C., & Tuda, C. (2020). IDCases Sporadic
leptospirosis case in Florida presenting as Weil ` s disease. IDCases, 19,
e00686. http://doi.org/10.1016/j.idcr.2019.e00686
Bolat, H., & Teke, Z. (2020). Spilled gallstones found incidentally in a direct
inguinal hernia sac: Report of a case. International Journal of Surgery
Case Reports, 66, 218–220. http://doi.org/10.1016/j.ijscr.2019.12.018
Bruno, L. (2019). Buku Ajar Anatomi Dan Fisiologi. Journal of Chemical
Information and Modeling (Vol. 53). http:// doi.org/ 10.1017/
CBO9781107415324 .004
Ferreira Junior, E. G., Apolinario Costa, P., Freire Golveia Silveira, L. M., Valois
Vieira, R., Lima Martins Soares, H. A., Menon Loureiro, B., … Coelho
Ferreira Rocha, J. R. (2019). Localized pancreatic Castleman disease
presenting with extrahepatic dilatation of bile ducts: A case report and
review of published cases. International Journal of Surgery Case
Reports, 54, 28–33. http://doi.org/10.1016/j.ijscr.2018.11.006
Harahap, E. E. (2019). Melaksanakan Evaluasi Asuhan Keperawatan Untuk
Melengkapi Proses Keperawatan.
Kusuma, N. &. (2016). dengan menggunakan Standar Diagnosis Keperawatan
Indonesia.
Lestari, P. H., Setiawan, A., Pusat, J., Ilmu, F., Universitas, K., & Barat, J. (2019).
Pelaksanaan intervensi cakupan informasiku melalui pendekatan asuhan
keperawatan keluarga sebagai upaya pencegahan perilaku seksual berisiko
pada remaja, 11(1).
Musbahi, A., Abdulhannan, P., Bhatti, J., Dhar, R., Rao, M., & Gopinath, B.
(2019). Outcomes and risk factors of cholecystectomy in high risk patients:
A CASE SERIES. Annals of Medicine and Surgery.
http://doi.org/10.1016/j.amsu.2019.12.003
Nanda, D. (2020). Asuhan Keperawatan Aplikasi NANDA, (6), 1–7.
Nathaniel, A., Seja, G. P., Perdana, K. K., Daniel, R., Lumbantobing, P., &
Heryandini, S. (2018). Perilaku Profesional Terhadap Pola Makan Sehat,
1(2), 186–200.
Paasch, C., Salak, M., Mairinger, T., & Theissig, F. (2020). Leiomyosarcoma of
the gallbladder—A case report and a review of literature. International
Journal of Surgery Case Reports, 66, 182–186.
http://doi.org/10.1016/j.ijscr.2019.11.062
PPNI, T. P. S. D. (2017). Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia: Definisi
dan Indikator Diagnostik (1st ed.). Jakarta: DPP PPNI.
Putri Sella Agustin, P. S. P. (2016). Pengaruh Pola Makan Tidak Seimbang dan
Kurangnya Aktivitas Fisik Menyebabkan Terjadinya Obesitas. Journal of
Chemical Information and Modeling, 53(9), 1689–1699.
http://doi.org/10.1017/CBO9781107415324.004
Rahmawati, A., Sudarmanto, Y., & Hasan, M. (2019). The Risk of Work Posture
Did Not Affect on Worker’s Disability Index with Low Back Pain
Complaints in PT Muroco Jember. Journal of Agromedicine and Medical
Sciences, 5(1), 7. http://doi.org/10.19184/ams.v5i1.6793
Reinecke Ribka Halim. (2018). Anatomi Fisiologi Empedu.
ASUHAN KEPERAWATAN

BENIGNE PROSTAT HYPERPLASIA (BPH)

DI INSTALASI BEDAH SENTRAL

RSUD BHAKTI DHARMA HUSADA SURABAYA

Makalah Ini Diajukan Dalam Rangka Memenuhi Persyaratan Akreditasi

Kepangkatan Pegawai Negeri Sipil Dari Golongan III/b Ke Golongan III/ c

Oleh:

MOCHAMAD EKO SETYAWAN, AMd.Kep

NIP : 19850424 200902 1 009

RSUD BHAKTI DHARMA HUSADA SURABAYA

SURABAYA

2020

i
HALAMAN PENGESAHAN

Makalah ini telah disahkan pada tanggal ……………………………………

Mengesahkan,

Atasan Langsung Penulis

Nur Laila, S.Kep.Ns, M.Kes. Mochamad Eko Setyawan, AMd.Kep


Penata Tk I Penata Muda Tk I
NIP. 19680214198901 2 001 NIP. 19850424 200902 1 009

Surabaya,

Tim Akreditasi TandaTangan

1.drg. Migit Supriati,M.Kes 1. …...................

2. Nama tim pembimbing 2.......................

ii
KATA PENGANTAR

Syukur alhamdulillah penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, atas berkat

limpahan rahmat - Nyalah, telah memberikan kesehatan dan kekuatan sehingga

penulis dapat menyelesaikan makalah dalam rangka memenuhi persyaratan

akreditasi kepangkatan pegawai negeri sipil dari golongan III/b ke golongan III/c

dengan judul “Asuhan Keperawatan Pada Pasien Cholelitiasis di Instalasi Bedah

Sentral RSUD Bhakti Dharma Husada Surabaya.

Penyusunan makalah ini tidak terlepas dari berbagai kendala namun berkat

dan dorongan dari berbagai pihak, baik moral maupun material sehingga sedikit

demi sedikit kendala tersebut dapat diatasi dengan baik. Oleh karena penulis

menghaturkan terimakasih sebanyak-banyaknya kepada;

1. Yth. drg. Bisukma Kurniawati, M.Kes selaku Direktur RSUD Bhakti Dharma

Husada Surabaya.

2. Nur Laila, S.Kep.Ns, M.Kes selaku Kepala Seksi Keperawatan RSUD Bhakti

Dharma Husada Surabaya.

3. Nanik Lusianah, Amd.Kep selaku pembimbing yang turut serta dalam proses

penyempurnaan makalah ini.

4. drg. Migit Supriati, M.Kes selaku Kasi Registrasi dan Akreditasi Dinas

Kesehatan Kota Surabaya.

5. Staf perpustakaan Dinas Kesehatan Kota Surabaya.

iii
Penulis menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kesempurnaan, oleh

karena itu kritik dan saran yang membangun sangat kami harapkan demi

perbaikan di masa yang akan datang.

Demikian atas perhatiannya semoga dapat bermanfaat bagi pembaca dan

profesi.

Penulis,

iv
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL.................................................................................. i

HALAMAN PENGESAHAN.................................................................... ii

KATA PENGANTAR................................................................................ iii

DAFTAR ISI ......................................................................................... v

BAB I PENDAHULUAN.

1.1. Latar Belakang............................................................................. 1

1.2. Rumusan Masalah....................................................................... 2

1.3. Tujuan Penelitian......................................................................... 2

1.3.1 Tujuan Umum …………………………………………......... 2

1.3.2 Tujuan Khusus …………………………………………........ 2

1.4 Manfaat Penelitian …………………………………………….. 3

1.4.1 Manfaat Teoritis ……………………………………….... 3

1.4.2 Manfaat Praktis ………………………………………….. 3

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

A. Cholelitiasis ............................................................................... 4

2.1 Pengertian.................................................................................. 4

2.2 Klasifikasi ................................................................................ 5

2.3 Etiologi ..….......................................................................... 6

2.4 Patofisiologi.............................................................................. 7

2.6 Gejala ……………….............................................................… 9

2.7 Penatalaksanaan Medis……………………………………....... 10

v
2.8 Komplikasi ………………....................................................... 11

2.9 Pemeriksaan Penunjang ............................................................ 12

A. Asuhan Keperawatan ............................................................... 13

B. Laporan Kasus ……………………………………………….. 22

BAB III PENUTUP

3.1 Kesimpulan .............................................................................. 45

3.2 Saran ......................................................................................... 46

DAFTAR PUSTAKA

vi

Anda mungkin juga menyukai