Anda di halaman 1dari 7

BAB I

Pendahuluan

1.1 Latar Belakang Masalah

Cholelithiasis atau batu empedu merupakan salah satu penyakit

pencernaan yang paling banyak menyebabkan pasien datang ke rumah sakit.

Kolelitiasis pada awalnya sering di temukan di Negara Barat dan jarang di Negara

berkembang. Tetapi dengan membaiknya keadaan sosial ekonomi, perubahan

menu diet ala barat serta perbaikan sarana diagnosis khususnya ultrasonografi

sehingga prevelensi penyakit kolelitiasis di Negara berkembang termasuk

Indonesia cendrung meningkat ( Sjamsuhidajat, 2013 ).

Menurut National Institute Of Diabetes And Kidney Disease, batu empedu

merupakan partikel keras yang berkembang didalam kantung empedu ataupun

saluran empedu. Di amerika 10 – 20 % penduduknya menderita cholelithiasis (

batu empedu ). Prevalensi tertinggi di temukan pada kota chili, amerika serikat,

dengan angka kejadian 1,2 / 100 wanita / tahun. Prevalensi terendah di temukan di

Negara asia dan afrika. Prevalensi di asia berkisaran antara 4,3%- 10,7%. Di

Indonesia, cholelithiasis kurang mendapat perhatian karna sering sekali

asimtomatik sehingga sulit dideteksi atau sering terjadi kesalahan diagnosis (

nurhadi, 2012 ).

Kolelitiasis merupakan masalah kesehatan yang penting di Negara barat,

sedangkan di Indonesia kolelitiasis baru mendapatkan perhatian ( lesmana, 2009 ).


Di Indonesia, kolelitiasis baru mendapatkan perhatian setelah di klinis, sementara

publikasi penelitian tentang cholelitiasis masih terbatas. Berdasarkan studi

kolesitografi oral di dapatkan laporan angka insidensi cholelitiasis terjadi pada

wanita sebesar 76% dan pada laki – laki 36% dengan usia lebih dari 40 tahun.

Sebagian besar pasien dengan batu empedu tidak mempunyai keluhan. Resiko

penyandang batu empedu untuk mengalami gejala dan komplikasi relative kecil

sekali batu empedu mulai menimbulkan serangan nyeri kolik yang spesifik.

( cahyono, 2014 ).

Saat ini penderita choelithiasis di Indonesia cenderung meningkat karena

perubahan gaya hidup seperti orang – orang barat yang suka mengkonsumsi

makanan cepat saji yang dapat menyebabkan kegemukan karena timbunan lemak

dan menjadikan pemicu terjadinya cholelithiasis. Tetapi jumlah secara pasti

berapa banyaknya penderita batu empedu belum diketahui karena belum ada studi

mengenai hal tersebut ( Djumhana 2010 ).

Penelitian di masyarakat barat mengungkapkan komposisi utama batu empedu

adalah kolesterol, sedangkan penelitian di Jakarta pada 51 pasien didapatkan batu

pigmen pada 73 % pada pasien dan batu kolesterol pada 27 % pasien. ( Sandra

Amelia, 2013 ).

Cholelithiasis adalah pembentukan batu ( kalkuli atau batu empedu ) di

dalam kandung empedu atau system saluran empedu . Pada pasien yang

cenderung menderita batu empedu akan terjadi penurunan sintesis asam empedu

dan peningkatan sintesis kolesterol dalam hati; keadaan ini mengakibatkan


supersaturasi getah empedu oleh kolesterol yang kemudian keluar dari getah

empedu, mengendap dan membentuk batu. Getah empedu yang jenuh oleh

kolesterol merupakan predisposisi untuk timbulnya batu empedu dan berperan

sebagai iritan yang menyebabkan peradangan dalam kandung empedu.

Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia (SDKI) menyebutkan bahwa

nyeri merupakan pengalaman sensorik atau emosional yang berhubungan dengan

kerusakan jaringan aktual dan potensial, dengan onset mendadak atau lambat serta

berintensitas ringan hingga berat (Tim Pokja SDKI, 2016). Strategi

penatalaksanaan nyeri atau lebih dikenal juga dengan istilah manajemen nyeri

adalah suatu tindakan untuk mengurangi rasa nyeri dengan cara farmakologis

maupun non farmakologis. Manajemen nyeri dengan non farmakologis

merupakan tindakan independen dari seorang perawat dalam mengatasi respons

nyeri pasien (Andarmoyo, S., 2013).

Manajemen nyeri non farmakologis sangat beragam, salah satunya yaitu

dengan imajinasi terbimbing. Guided imagery merupakan teknik yang

menggunakan imajinasi seseorang untuk mencapai efek positif tertentu (Smeltzer,

2010 dalam Patasik, dkk., 2013). Tindakan ini membutuhkan konsentrasi yang

cukup dan kondisi lingkungan yang mendukung.

Pada penelitian Patasik, dkk. (2013), didapatkan 20 responden yang

mengalami nyeri, dimana 60,0% dari responden tersebut mengalami nyeri hebat

bahkan nyeri sangat hebat (15,0%) dan yang lainnya mengalami nyeri sedang

(25,0%). Pada penelitian ini, sesudah dilakukan teknik relaksasi nafas dalam dan
guided imagery terjadi perubahan intensitas nyeri, dimana responden hanya

mengalami dua tingkat nyeri yaitu nyeri sedang (35,0%) dan nyeri ringan

(65,0%). Tidak ada lagi yang mengalami nyeri hebat dan sangat hebat. Hasil

penelitian tersebut menunjukkan bahwa teknik guided imagery adalah salah satu

tindakan manajemen nyeri non farmakologi yang terbukti efektif, aman, dan tidak

menimbulkan efek samping (Maharani, A., 2017).

Berdasarkan uraian di atas, maka peneliti merasa tertarik untuk melakukan

penelitian pada pasien pasca operasi cholelithiasis dengan manejemen nyeri :

imajinasi terbimbing di RSUD Provinsi Banten untuk mengurangi intensitas nyeri

yang dirasakan pasien.

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian dalam latar belakang masalah, maka dapat dirumuskan

permasalahan sebagai berikut “Bagaimanakah gambaran asuhan keperawatan

pada pasien pasca operasi cholelithiasis dengan manajemen nyeri: imajinasi

terbimbing di ruang bedah RSUD Provinsi Banten Serang tahun 2019?”.

1.3 Tujuan Studi Kasus

1.3.1 Tujuan Umum

penelitian ini secara umum bertujuan untuk menggambarkan

asuhan keperawatan pada pasien pasca operasi cholelithiasis dengan

menejemen nyeri : imajinasi terbimbing


1.3.2 Tujuan Khusus

1. Mampu melakukan pengkajian pada pasien pasca operasi cholelithiasis

dengan menejemen nyeri : imajinasi terbimbing.

2. Mampu mengidentifikasi masalah keperawatan yang muncul pada

pasien pasca operasi cholelithiasis dengan menejemen nyeri : imajinasi

terbimbing.

3. Mampu melaksanakan intervensi keperawatan pada pasien pasca

operasi cholelithiasis dengan menejemen nyeri : imajinasi terbimbing.

4. Mampu mengimplementasikan rencana asuhan keperawatan pada

pasien pasca operasi cholelithiasis dengan menejemen nyeri : imajinasi

terbimbing.

5. Mampu melakukan evaluasi keperawatan pada pasien pasca operasi

cholelithiasis dengan menejemen nyeri : imajinasi terbimbing.

1.4 Manfaat Studi Kasus

1.4.1 Bagi Institusi Rumah Sakit

Menambah ilmu pengetahuan dan tekhnologi terapan

bidang keperawatan dan evaluasi yang diperlukan dalam

pelaksanaan praktik pelayanan khususnya pada pasien pasca

operasi cholelithiasis dengan manajemen nyeri: imajinasi

terbimbing.

1.4.2 Bagi Institusi D3 Keperawatan


Diharapkan dapat menambah bahan bacaan dan masukan

yang bermanfaat bagi institusi pendidikan D3 Keperawatan dalam

melaksanakan asuhan keperawatan pasien pasca operasi

cholelithiasis dengan manajemen nyeri: imajinasi terbimbing dan

menambah referensi bagi mahasiswa yang lainnya.

1.4.3 Bagi Penulis

Memperoleh pengalaman dan wawasan ilmu pengetahuan

dalam melakukan penelitian serta dapat mengaplikasikan asuhan

keperawatan yang tepat khususnya pada pasien pasca operasi

cholelithiasis dengan manajemen nyeri: imajinasi terbimbing.


BBAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 KONSEP CHOLELITHIASIS

2.1.1 Definisi

cholelithiasis adalah 90%

Anda mungkin juga menyukai