Anda di halaman 1dari 87

BAB 1

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Cholelithiasis atau dikenal sebagai penyakit batu empedu

merupakan penyakit yang didalamnya terdapat batu empedu yang dapat

ditemukan di dalam kandung empedu atau di dalam saluran empedu atau

pada kedua-duanya. Cholelitiasis adalah material atau kristal yang

terbentuk di dalam kandung empedu (Musbahi et al., 2019).

Data World Health Organization (WHO) tahun 2014 menunjukan

bahwa terdapat 400 juta pendududk di dunia mengalami Cholelitiasis dan

mencapai 700 juta penduduk pada tahun 2016. Cholelitiasis merupakan

masalah Kesehatan umum dan sering terjadi di seluruh dunia, walupaun

memiliki prevalensi yang berbeda beda di setiap daerah (Arif Kurniawan,

Yunie armayati, 2017).

Di Amerika Serikat, sebanyak 10% sampai 15% populasi orang

dewasa menderita batu empedu. Prevelensi tertinggi terjadi di Amerika

Utara yaitu suku asli Indian, dengan presentase 64,1% pada wanita dan

29,5% pada pria. Sementara prevalensi yang tinggi juga terdapat pada

suku NonIndian di Amerika Selatan, dengan presentase 49,9% pada

wanita negara Chili suku Mapuche Indian asli dan 12,6% pada pria.

Prevalensi menurun pada suku campuran Amerika 16,6% padad wanita

dan 8,6% pada pria. Prevalensi menengah terjadi pada masyarakat

Amerika kulit hitam yaitu 13,9% pada wanita dan 5,3% pada pria.
Sedangkan prevalensi terendah ditemukan pada masyarakat Sub-Saharan

Afrika yaitu <5% (Alhawsawi et al., 2019).

Di Asia prevalensi Cholelitiasis yaitu sebesar 3% sampai 10%. Di

Indonesia, riset Kesehatan dasar (Riskesdas) tahun 2018 menunjukan

bahwa prevalensi Choelitiasis di Indonesia cenderung meningkat karena

perubahan gaya hidup seperti orang-orang barat yang suka mengkonsumsi

makanan cepat saji yang dapat menyebabkan kegemukan karena timbunan

lemak dan menjadikan pemicu terjadinya Cholelitaisis (Riskesdas, 2018).

Insiden batu empedu dapat dilihat dalam kelompok beresiko tinggi

yang di singkat dengan “6F” yaitu: fat, fifties, female, fertile, food, dan

family. Terbentuknya batu empedu disebabkan oleh banyak faktor resiko

dimana kejadiannya akan meningkat seiring dengan banyaknya faktor

resiko yang dimiliki, dimana faktor resikonya terdiri dari usia, jenis

kelamin, obesitas, dan diabetes militus. Di adalm kantung empedu terdapat

cairan yang disebut sebagai empedu dan berperan dalam pencernaan

lemak. Batu empedu akan terbentuk Ketika cairan tersebut mengeras.

Ukuran batu empedu bisa bermacam-macam, mulai dari yang sekecil

butiran pasir hingga sebesar bola pingpong. Cairan empedu yang mengeras

dan menjadi batu tersebut memiliki banyak batu, bisa juga hanya memiliki

satu batu pada kantong empedu, jika orang tersebut mengidap batu

empedu (Andalas, 2017).

Batu empedu bisa terjadi karena adanya kolestrol yang mengeras

dan tertimbun dalam cairan empedu. Ini terjadi karena ada ketidak

seimbangan antara senyawa kimia dan kolestrol dalam cairan tersebut.


Pada umumnya batu empedu tidak menimbulkan ras sakit. Namun, apabila

batu empedu menyumbat saluran empedu, maka pengidap batu empedu

akan mengalami rasa sakit pada bagian kanan perut yang dating secara

tiba-tiba atau disebut juga kolik bilier. Cholelithiasis dapat menyebabkan

berbagai komplikasi kesehatan. Cholelitiassis dapat menybabkan

terjadinya kolesistitis, kolangitis, pankreatitis, jaundice, dan kanker

lkandung empedu (Winata et al., 2018).

Pada pasien yang sudah didiagnosa mengalami Cholelitiasis dapat

dilakukan Tindakan dengan cara bedah maupun non-bedah. Penanganan

secara non-bedah adalah dengan cara melarutkan batu empedu

menggunakan MTBE, ERCP, dan ESWL. Sehingga masalah yang terjadi

pada saat sebelum tindakan bedah pasien mengalami gejal nyeri mendadak

dan terus-menerus pada perut kanan atas bahkan mengalami kecemasan

saat ingin menjalani tindakan pembedahan, dan setelah dilakukannya

tindakan Cholecystectomy dapat menimbulkan masalah baru yaitu,

terputusnya kontinuitas jaringan akibat prosedur tindakan invasive

mengakibatkan kuman atau bakteri mudah masuk kedalam jaringan kulit,

sehingga pasien beresiko untuk terkena infeksi (Bruno, 2019).

Maka disini perawat berperan penting dalam memberikan asuhan

pre maupun post agar tidak terjadinya peningkatan keparahan penyakit

pada pasien. Perawat sebagai pemberi asuhan keperawatan di tatanan

pelayanan Kesehatan, dituntut mampu melakukan pengkajian secara

komprehensif, menegakkan diagnose, merencanakan intervensi,

memberikan intervensi, keperawatan dan intervensi yang berkolaborasi


dengan tenaga kesehatan lain dalam melaksanakan pemberian asuhan

keperawatan kepada pasien, pemberian asuhan keperawatan kepada

pasien, serta melakukan evaluasi dan tindak lanjut. Salah satu intervensi

perawat dalam penanganan pasien Cholelitiasis pada pre oprasi adalah

dengan mengurangi keluhan nyeri pada pasien dengan cara pencegahan

observasi, terapeutik, edukasi, dan kolaborasi. Selain itu perawat juga

berperan penting dalm melakukan perawatan luka kepada pasien selesai

tindakan pembedahan atau post operasi untuk mencegah terjadinya infeksi

(Arif Kurniawan, Yunie Armiyati, 2017).

Berdasarkan fenomena tersebut, penulis tertarik untuk melakukan

penelitian tentang kejadian penyakit Cholelitiasis.

B. Batasan Masalah

Masalah yang terjadi pada penyakit Cholelitiasis adalah Nyeri akut,

Defisit nutrisi, Berat badan lebih, Obesitas, resiko infeksi, gangguan integritas

kulit atau jaringan, defisit pengetahuan. berdasarkan uraian diatas maka

fokus penelitian pada studi kasus ini yaitu, Asuhan Keperawatan Pasien

Dengan penyakit Cholelitiasis yang sesuai dengan Masalah Keperawatan pre

dan port operatif Cholelitiasis di RS Primasatya Husada Citra (PHC)

Surabaya .

C. Rumusan Masalah

Bagaimana Asuhan Keperawatan Pasien Dengan Penyakit

Cholelitiasis yang sesuai dengan Masalah Keperawatan pre dan post operatif

Cholelitiasis di RS Primasatya Husada Citra (PHC) Surabaya.


D. Tujuan Penelitian

1. Tujuan Umum

Melaksanakan Asuhan Keperawatan Pasien Dengan Penyakit

Cholelitiasis yang sesuai dengan Masalah Keperawatan pre dan post operatif

Cholelitiasis di RS Primasatya Husada Citra (PHC) di Surabaya.

2. Tujuan Khusus

a. Mampu melakukan pengkajian pada pasien dengan pre dan post operatif

Cholelitiasis di RS Primasatya Husada Citra (PHC) di Surabaya.

b. Mampu menegakkan diagnosa keperawatan pada pasien pre dan post

operatif Cholelitiasis di RS. Primasatya Husada Citra (PHC) di Surabaya.

c. Melakukan intervensi Keperawatan Pasien Dengan Penyakit Cholelitiasis

yang Mengalami Masalah Keperawatan pada pasien dengan pre dan post

operatif Cholelitiasis di RS. Primasatya Husada Citra (PHC) di Surabaya.

d. Melakukan Implementasi Keperawatan Pasien dengan Penyakit

Cholelitiasis sesuai dengan Masalah Keperawatan pada Pasien dengan pre

dan post operatif Cholelitiasis di RS. Primasatya Husada Citra (PHC) di

Surabaya.

e. Melakukan Evaluasi Keperawatan pada Pasien dengan Penyakit

Cholelitiasis yang sesuai dengan Masalah Keperawatan pada Pasien pre

dan post operatif Cholelitiasis di RS. Primasatya Husada Citra (PHC) di

Surabaya.

E. Manfaat Penulisan

1. Manfaat Teoritis
Diharapkan penulis dapat meningkatkan pengetahuan,

keterampilan dalam melaksanakan penulisan laporan dan menuliskan

laporan Asuhan Keperawatan dengan Penyakit Cholelitiasis dengan

Masalah Keperawatan yang sesuai dengan pre dan post operatif

Cholelitiasis di RS. Primasatya Husada Citra (PHC) di Surabaya.

2. Manfaat Praktisi

a. Bagi Institusi Universitas Nahdlatul Ulama Surabaya

Hasil penulisan ini dapat digunakan sebagai bahan pembelajaran

dalam meningkatkan keterampilan personal dalam memberikan Asuhan

Keperawatan dengan Penyakit Cholelitiasis yang sesuai dengan Masalah

Keperawatan pre dan post operatif Cholelitiasis di RS. Primasatya Husada

Citra (PHC) di Surabaya.

b. Bagi Pasien

Diaharapkan kualitas dan kecepatan proses penyembuhan pasien dapat

dicapai sesuai keinginan dan harapan, baik pasien, keluarga maupun

perawat.

c. Bagi Tempat Penelitian RS Primasatya Husada Citra (PHC) Surabaya

Dapat digunakan sebagai acuan dalam memberikan Asuhan Keperawatan

seuai dengan standart operasional prosedur (sop) serta sebagai evaluasi

dalam memberikan Asuhan Keperawatan yang tepat dan benar.


BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

A. Konsep Medis Cholelitiasis

1. Definisi Cholelitiasis

Cholelitiasis atau dikenal sebagai penyakit batu empedu

merupakan penyakit yang didalammnya terdapat batu empedu yang

dapat ditemukan di dalam kandung empedu atau di dalam saluran

empedu atau pada kedua-duanya. Cholelitiasis adlah maerial beberapa

faktor resiko yang sering ditemui padakejadian Cholelitiasis dikenal

dengan “6F” (Fat, Female, Forty, Fair, Fertile, Family history).

Keluhan klinis yang sering ditemukan adalah nyeri pada perut kanan

atas, nyeri epigastrium, demam, ikterus, mual, muntah. Kandung

empedu merupakan sebuah kantung yang terletak di bawah hati yang

mengonsentrasikan dan menyimpan empedu sampai dilepaskan ke

dalam usus. Fungsi dari empedu sendiri sendiri sebagai ekskretorik

seperti ekskresi bilirubin dan sebagia pembantu proses pencernaan

melalui emulisifikasi lemak oleh garam-garam empedu. Selain

membantu proses pencernaan dan penyerapan lemak, empedu juga

berperan dalam membantu metabolisme dan pembuangan limbah dari

tubuh, seperti pembuangan hemoglobin yang berasal dari penghacuran

sel darah merah dan kelebihan kolestrol. Garam empedu membantu


prose penyerapan dengan cara meningkatkan kelarutan kolestrol,

lemak, dan vitamin yang larut dalam lemak (Musbahi et al., 2019).

Cholelitiasis adalah keadaan dimna terdapatnya batu di dalam

kandung empedu atau di dalam duktus koledokus, atau pada kedua-

duanya. Diperkirakan lebih dari 95% penyakit yang mengenai kantung

empedu dan salurannya adalah penyakit Cholelitiasis. Adanya infeksi

dapat menyebabkan kerusakan dinding kandung empedu, sehingga

menyebabkan terjadinya statis dan dengan demikian menaikan batu

empedu. Infeksi dapat disebabkan kuman yang berasal dari makanan.

Infeksi ini menjalar terasa menyebabkan peradangan pada saluran dan

kantong empedu sehingga cairan yang berada di kantong empedu

mengendap dan menimbulkan batu. Infeksi tersebut misalnya tifoid

atau tifus. Kuman tifus apabila bermuara di kantong empedu dapat

menyebabkan peradangan local yang tidak dirasakan pasien, tanpa

gejala sakit ataupun demam (Musbahi et al., 2019)

2. Etiologi

Cholelitiasis adalah penyakit batu emepdu yang dapat ditemukan

di dalam kandung empedu atau di dalam saluran empedu, atau pada

kedua-duanya. Sebagian besar batu emepedu, terutama batu kolestrol,

terbentuk di dalam kandung empedu. Hati terletak di kuadran kanan

atas abdomen di atas ginjal kanan, kolon, lambung, pankreas, dan usus

serta tepat di bawah diafragma. Hati dibagi menjadi lobus kiri dan

kanan, yang berawal di sebelah anterior di daerah kandung empedu

dan meluas ke belakang vena kava. Kuadran kanan atas abdomen


didominasi oleh hati serta saluran empedu dan kandung empedu.

Pembentukan dan ekskresi empedu merupakan fungsi utama hati.

Kandung empedu adalah sebuah kantung terletak di bawah hati yang

mengonsentrasikan dan menyimpan empedu sampai ia dilepaskan ke

dalam usus. Kebanyakan batu duktus koledokus berasal dari batu

kandung empedu, tetapi ada juga yang terbentuk primer di dalam

saluran empedu (Alhawsawi et al., 2019).

Batu empedu bisa terbentuk di dalam saluran empedu jika

mengalami alisran balik karena adanya penyempitan saluran. Batu

empedy di dalam saluran empedu bisa mengakibatkan infeksi hebat

saluran empedu (kolangitis ). Jika saluran empedu tersumbat, maka

bakteri akan tumbuh dengan segera menimbulkan infeksi di dalam

saluran. Bakteri bisa menyebar melalui aliran darah dan bisa

menyebabkan infeksi di bagian tunuh lainnya. Berdasarkan jenis batu

yang terbentuk, faktor yang mempengaruhi bentuknya batu berbeda-

beda. Kondisi-kondisi yang menjadi faktor prediposisi terbentuknya

batu pigmen adalah penyakit hemolitik yang kronik, pemberian nutrisi

parenteral total, kolestasis kronik dan sirosis dan pemberian obat

(cefriaxone). Sedangkan faktor predisposisi terbentuknya batu pigmen

coklat adalah asnya infestasi parasite seperti Ascharis lumbricoides.

Untuk batu kolestrol, faktor resiko terjadinya batu kolestrol adalah

kegemukan, Jadi dari beberapa sumber penyebab dan faktor resiko

terjadinya batu pada kandung empedu (Cholelitiasis) adalah penyakit

hemolitik dan penyakit spesifik non-hemolitik, wanita dengan usia


lebih dari 40 tahun dan menggunakan kontrasepsi hormonal,

kegemukan, dan makana berlemak (Widodo,2015).

3. Anatomi

Gambar 1.1 Kandung Empedu

Kandung empedu bentuknya seperti kantong, organ berongga yang

panjangnya sekitar 10 cm, terletak dalam suatu fosa yang menegaskan batas

anatomi antara lobus hati kanan dan kiri. Kandung empedu merupakan

kantong berongga berbentuk bulat lonjong seperti buah advokat tepat di

bawah lobus kanan hati. Kandung empedu mempunyai fundus, korpus, dan

kolum. Fundus bentuknya bulat, ujung buntu dari kandung empedu yang

sedikit memanjang di atas tepi hati. Korpus merupakan bagian yang sempit

dari kandung empedu yang yerletak anatara korpus dan daerah duktus

sistika. Empedu yang disekresi secara terus-menerus oleh hati masuk

kesaluran empedu yang kecil dalam hati. Saluran empedu yang kecil Bersatu

membentk dua saluran yang lebih besar yang keluar dari permukaan bawah
hati sebagai duktus hepatikus komunis. Duktus hepatikus bergabung dengan

duktus sistikus membentuk koledokus (Bruno,2019).

4. Fisiologi

Fungsi kandung empedu, yaitu:

a. Tempat penyimpanan cairan empedu dan memekatkan cairan

empedu yang ada di dalamnya dengan cara mengabsorpsi air

elektrolit. Cairan empedu ini adalah cairan elektrolit yang

dihasilka oleh sel hati.

b. Garam empedu menyebabkan meningkatnua kelarutan kolestrol

lemak dan vitaminyang larut dalam lemak, sehingga membantu

penyerapan dari usus. Hemoglobin yang berasal dari

penghancuran sel darah merah di ubah menjadi brilubin (pigmen

utama dalam empedu) dan di buang ke dalam empdu.

Empedu memiliki fungsi, yaitu membantu pencernaan dan

penyerapan lemak, berperan dalam pembuangan limbah

tertentu dari tubuh, terutama hemoglobin yang berasal dari

penghancuran sel darah merah dan kelibihan kolestrol,

garam empedu meningkatkan kelarutab kolestrol, lemak

dan vitamin yang larut dalam lemak untuk membantu

proses penyerapan, garam empedu merangsang pelepasan

air oleh usus besar untuk membantu menggerakan isinya,

bilirubin (pigmen utama dari empedu) di buang ke dalam

empedu sebagai limbah dari sel darah merah yang

dihancurkan, serta obat dan limbah lainnya di buang dalam


empedu dan selanjutnya di buang dari tubuh. Garam

empedu kembai di serap kedalam usus hallus, disuling oleh

hai dan dialirkan Kembali ke dalam empedu. Sirkulasi ini

dikenal sebagai sirkulasi enterohrpatik. Seluruh garam

empedu di dalam tubuh mengalami sirkulasi sebanyak 10-

12 kali/hari. Dalam setiap sirkulasi, sejumlah kecil garam

empedu masuk ke dalam usus besar (kolon). Di dalam

kolon, bakteri memecah garam empedu menjadi berbagai

unsur pokok. Beberapa dari unsur pokok ini diserap

Kembali dan sisanya dibuang bersam tinja. Hanya sekitar

5% dari asam empedu yang disekresikan dalam feses

(Reinecke,2018).

5. Faktor Resiko
Faktor resiko untuk Cholelithiasis, yaitu:
a. Usia
Risiko untuk terkena Cholelithiasis meningkat sejalan
dengan bertambahnya usia. Orang dengan usia >40 tahun lebih
cenderung untuk terkena Cholelithiasis dibandingkan dengan
orang dengan usia yang lebih muda. Di Amerika Serikat, 20%
wanita lebih dari 40 tahun mengidap batu empedu. Semakin
meningkat usia, prevelensi batu empedu semakin tinggi.
Hal ini disebabkan:
1. Batu empedu sangat jarang mengalami sisolusi spontan.
2. Meningkatnya sekresi kolestrol ke dalam empedu sesuai
dengan bertambahnya usia
3. Empedu menjadi semakin litogenik bila usia semkin
bertambah.
b. Jenis kelamin
Wanita mempunyai risiko dua kali lipat untuk terkena
Cholelithiasis dibandingkan dengan pria. Ini dikarenakan oleh
hormone esterogen berpengaruh terhadap peningkatan eskresi
kolestrol oleh kandung empedu. Hingga decade ke-6, 20 % wanita
dan 10% pria menderita batu empedu dan prevelensinya
meningkat dengan bertambahnya usia, walaupaun umumnya selalu
pada wanita.
c. Berat Badan (BMI)
Orang dengan Body Mass Index (BMI) tinggi, mempunyai
resiko lebih tinggi untuk terjadi Cholelithiasis. Ini dikarenakan
dengan tingginya BMI maka kadar kolestrol dalam kandung
empedu pun tinggi, dan juga mengurasi garam empedu serta
mengurangi kontaraksi / pengosongan kandung empedu.
d. Makanan
Konsumsi makanan yang mengandung lemak terutama
lemak hewani beresiko untuk menderita Cholelithiasis. Kolestrol
merupakan komponen dari lemak. Jika kadar kolestrol yang
terdapat dalam cairan empedu melebihi batas normal, cairan
emoedu dapat mengendap dan lama kelamman menjadi batu.
Intake rendah klorida, kehilangan berat badan yang cepat
mengakibatkan gangguan terhadap undur kimia dari empedu dan
dapat menyebabkan penurunan kontraksi kandung empedu.
e. Aktifitas Fisik
Kurangnya aktifitas fisik berhubungan dengan peningkatan
resiko terjadinya Cholelithiasis. Ini mungkin disebabkan oleh
kandung empedu lebih sedikit berkontraksi.
f. Nutrisi intra-vena jangka lama
Nutisi intra-vena jangka lama mengakibatkan kandung
empedu tidak terstimulasi untuk berkontraksi, karena tidak ada
makanan/nutrisi yang melewati intestinal. Sehingga resiko untuk
terbentuknya batu menjadi meningkat dalam kandung empedu
6. Patofisiologi
Ada dua tipe utama batu empedu yaitu batu yang terutama tersusun
dari pigmen dan tersusun dari kolestrol. Batu pigmen, akan terbentuk
apabila pigmen yang terkonjugasu salam empedu mengalami
presipitasi atau pengendapan, sehingga terjadi batu empedu. Resiko
terbentuknya batu semacam ini semakin besar pada pasien serosis,
hemolysis dan infeksi percabangan bilier. Batu ini tidak dapat
dilarutkan dan hanya dikeluarkan dengan jalan operasi. Batu kolestrol,
merupakan unsur normal pembentuk empedu bersifat tidak larut
dalam air. Kelarutannya bergantung pada asam empedu dan lesitin
(fosfo lipid) dalam empedu. Pada pasien yang cenderung mendrita
batu empedu akan terjadi penurunan sintesis asam empedu dan
peningkatan sintesis kolestroldalam hati, mengakibatkan supersaturasi
getah empedu oleh kolestrol dan keluar dari getah empedu mengendap
membentuk batu. Getah mepedu yang jenuh oleh kolestrol merupakan
predisposisi untuk timbulnya batu empedu yang berperan sebagai
iritan yang menyebabkan peradangan dalam kandung empedu
(Nanda,2020).
Wanita yang menderita batu kolestrol dan penyakit kandung
empedu 4 kali lebih banyak dari pada laki-laki. Biasanya terjadi pada
wanita berusia >40 tahun, multipara, obesitas. Pendrita batu empedu
meningkat padapenggunakontrasepsi pil, esterogen dan klofibrat yang
diketahui meningkatkan saturasi kolestrol bilier. Insiden pembentukan
batu meningkat bersamaan dengan penambahan umur, karena
bertambahnya sekresi kolestrol oleh hati dan menurunnya sintensis
asam empedu juga meningkat akibat mal absors garam empedu pada
pasien dengan penyakit gastrointestinal, pernah operasi resei usu, dan
DM. (Ferreira Junior et al., 2019).

7. Manifestasi Klinis
Manifestasi klinis pada pasien Cholelithiasis sangat bervariasi, ada
yang mengalami gejala asimptomatik dan gejala simpotamik. Pasien
Cholelithiasis dapat mengalami dua jenis gejala: gejala yang
disebabkan oleh penyakit kandung empedu oleh batu empedu.
Gejalanya bisa bersifat akut atau kronis. Gangguan epigastrum, seperti
rasa penuh, distensi abdomen dan nyeri yang samar pada kuadran
kanan atas abdomen dapat terjadi. Gangguan ini dapat terjadi bila
individu mengkonsumsi makanan yang berlemak atau yang digoreng
(Nanda, 2020).
Gejala yang mungkin timbul pada pasien Cholelithiasis adalah
nyeri dan kolik bilier, ikterus, perubahan warna urin dan feses dan
defisiensi vitamin. Pada pasien yang mengalami nyeri dan kolik bilier
disebabkan karena adanya obstruksi pada duktus sistikus yang
tersumbat oleh batu empedu sehingga terjadi distensi dan
menimbulkan infeksi. Kolik bilier tersebut disertai nyeri hebat pada
abdomen kuadran kanan atas, pasien akan mengalami mual dan
muntah dalam beberapa jam sesudah mengkonsumsi makanan dalam
porsi besar (Nanda, 2020).

8. Komplikasi

Komplikasi yang umum dijumpai adalah kolesistisi, kolangitis,

hydrops dan emfiema.

a. Kolangitis adalah peradangan pada saluran empedu yang

terjadi karena adanya infeksi yang menyebar akibat obstruksi

pada saluran empedu.

b. Hidrops merupakan obstruksi kronik dari kandung empedu

yang biasa terjadi di duktus sistikus sehingga kandung empedu

tidak dapat diisi lagi oleh empedu.

c. Emfiema adalah kandung empedu yang berisi nanah.

Komplikasi pada pasien yang mengalami emfiema


membutuhkan penanganan segera karena dapat mengancam

jiwa

d. Kolesistisis merupakan peradangan pada kandung empedu ,

dimana terdapat obstruksi atau sumbatan pada leher kandung

empedu, yang menyebabkan infeksi dan peradangan pada

kandung empedu (bayoli, Rose, & Morare, 2020).

di mulai dari masyarakat yang sehat yang memiliki faktor

risiko untuk terkena Cholelithiasis sebagai upaya untuk

mencegah peningkatan kasus Cholelithiasis pada masyarakat

9. Pencegahan dan Penanganan

Pencegahan Cholelithiasis dapat di mulai dari masyarakat yang

sehat yang memiliki faktor risiko untuk terkena Cholelithiasis sebagai

upaya untuk mencegah peningkatan kasus Cholelithiasis pada

masyarakat dengan cara tindakan promotif dan preventif. Tindakan

promotif yang dapat dilakukan adalah dengan cara mengajak

masyarakat untuk hidup sehat, menjaga pola makan, dan perilaku atau

gaya hidup yang sehat. Sedangkan tindakan preventif yang dapat

dilakukan adalah dengan meminimalisir faktor resiko penyebab

Cholelithiasis, seperti menurunkan makanan yang berlemak dan

berkolesttrol, meningkatkan makan sayur dan buah, olahraga teratur

dan perbanyak minum air putih. Pada pasien yang sudah didiagnosa

mengalami Cholelithiasis dapt dilakukan tindakan dengan cara

kolesitekomi. Sedangkan penanganna secara non-bedah adalh dengan


cara melarutkan batu empedu menggunakan MTBE, ERCP, dan ESWL

(Bruno, 2019).

Kolesistektomi merupakan prosedur pembedahan yang dilakukan

pada sebagian besar kasus Cholelithiasis. Jenis kolesistrktomi

laparoskopi adalah teknik pembedahan invasif minimal didalam

rongga abdomen dengan menggunakan pneumoperitoneum sistim

endokamera dan instrumen khusus empedunya. Keuntungan dari

kolesistektomi laparoskopik adalah meminimalkan rasa nyeri,

mempercepat proses pemulihan, masa rawat yang pendek dan

memiimalakan rasa nyeri, mempercepat proses pemulihan, masa rawat

yang pendek dan meminimalkan luka perut (Paasch, Salak, Mairinger,

& Theissig, 2020).

Penanganan Cholelithiasis non-bedah dengan cara melarutkan batu

empedu yaitu suatu metode melarutkan batu mepedu dengan

menginfuskan suatu bahan pelarut (monokrom atau metil tertial butil

eter) ke dalam kandung empedu. Pelarut tersebut dapat dinfuskan

melalui jalur berikut ini: melalui selang atau kateter yang dipasang

perkutan langsung ke dalam kandung empedu; melalui selang atau

drain yang di masukan melalui saluran T-Tube untuk melarutkan batu

yang belum terangkat pada saat pembedahan; melalui endoskop ERCP

atau kateter bilier transnasal. Pengangkatan non-bedah diguanakan

untuk mengeluarkan batu yang belum terangkat pada saat

kolesistektomi atau yang terjepit dalam duktus koledokus (Baloyi et

al, 2020).
Endoscopi Retrograde Cholangi Pancreatography (ERCP)

terapeutik dengan melakukan sfingterektomi endoskopik untuk

mengeluarkan batu saluran empedu tanpa operasi pertama kali

dilakukan tahun 1974. Batu di dalam saluran empedu dikeluarkan

dengan basket kawat atau balon-ekstraksi melalui muara yang sudah

besar tersebut menuju lumen duodenum sehingga batu dapat keluar

bersama tinja atau dikeluarkan melalui mulut bersama skopnya.

Extracolporeal Shock-Wave Lithoripsy (ESWL) merupakan prosedur

non-invasif yang menggunakan gelombang kejut berulang (repeated

shock waves) yang diarahkan kepada batu empedu di dalam kandung

empedu atau duktus kolekdokus dengan maksud untuk memecah batu

tersebut menjadi sebuah fragmen. Gelombang kejut dihasilkan dalam

media cairan oleh percikan listrik, yaitu piezoelektrik, atau oleh

muatan elektromagnetik (Bini, Chan, Rivera, & Tuda, 2020).

Setelah penanganan bedah maupun non-bedah dilakukan, maka

selanjutnya dilakukan perawatan paliatif yang fungsinya untuk

mencegah komplikasi penyakit yang lain, serta meningkatkan kualitas

hidup pasien. Perawatan tersebutbisa dilakukan dengan salah satu cara

yaitu memerhatikan asupan makanan dengan intake rendah lemak dan

kolestrol (Bini et al., 2020).

10. Pemeriksaan Diagnostik

Pemeriksaan diagnostic yang dilakukan pada pasien Cholelithiasis

adalah (Bini et al., 2020):


a. Pemeriksaan Sinar-X Abdomen

Dapat dilakukan jika terdapat kecurigaan akan penyakit

kandung empedu dan untuk menyingkirkan penyebab gejala

yang lain. Namun, hanya 15-20% batu empedu yang

mengalami cukup klasifikasi untuk dapat tampak melalui

pemeriksaan sisnar-x.

b. Ultrasonografi

Pemeriksaan USG telah menggantikan pemeriksaan

kolesidtografi oral karena dapt dilakukan secara cepat dan

akurat, dan dapat dilakukan passa penderita disfungsi hati dan

ikterus. Pemeriksaan USG dapat mendeteksi kalkuli dalam

kandung empedu atau duktus kolekdokus yang mengalami

dilatasi.

c. Pemeriksaan pencintraan Radionuklida atau Koleskintografi.

Koleskintigrafi menggunakan preparat radioaktif yang

disuntikan secara intravena. Preparat ini kemudian diambil oleh

hepatosit dan denga cepat dieskdkresikan ke dalam system

bilier. Selanjutnya dilakukan pemindaian saluran empedu dan

percabangan bilier.

d. ERCP (Endoscopi Retrogade Cholangio Pancreatography),

Pemeeriksaan ini meliputi insersi endoskopi serat-optik yang

fleksibel ke dalam esofagus hingga mencapai duodenum pars

desendens. Sebuah kanul dimasukan ke dalam duktus

koledokus serta duktus pankreatikus, kemudian bahan kontars


disuntikan ke dalam duktus tersebut untuk memungkinkan

visualisasi serta evaluasi percabangan bilier.

e. Kolangiografi Transhepatik Perkuatan

Pemeriksaan dengan cara menyuntikan bahan kontas langsung

ke dalam percabngan bilier. Karena konsentrasi bahan kotaras

yang disuntikan itu relative besar, maka semua komponen pada

system bilier (duktus hepatikus, duktus koledokus, duktus

sistikus dan kandung empedu) dapat dilihat garis bentuknya

denga jelas.

f. MRCP (Magnetic Resonance Chalangiopancreatography)

Merupakan teknik pencintraan dengan gema magnet tanpa

mengunakan zat kontras, instrument, dan radiasi ion. Pada

MRCP saluran empedu akan terlihat sebagai struktur yang

terang karena mempunyai intensitas sinyal tinggi, sedangkan

batu saluran empedu.

11. Pathway

Komplikasi menurut

a. Komplikasi dini (0-48 jam pertama )

1) Edema serebri : defisit neurologi cenderung memberat,

mengakibatkan peningkatan tekanan intracranial, heniasi

akhirnya menimbulkan kematian.

2) Infark miokard : penyebab kematian mendadak pada stroke

medium awal.
b. Komplikasi jangka pendek 1-14 hari pertama

1) Pneumonia : Akibat immobilasasi lama

2) Emboli paru : Cenderung terjadi 7-14 hari pasca stroke,

serimg kali pada penderita mulai immobilisasi

3) Stroke rekuren : Dapat terjadi setiap kali

c. Komplikasi jangka Panjang

Stroke rekuren, infark miokard dan penyakit vascular perifer

menurut (Ariani, 2012) kompikasi yang terjadi pada pasien stroke

sebagai berikut :

1) Hipoksia serebral diminimalkan dengan memberi oksigenasi

2) Penurunan darah srebral

3) Embolisme serebral

11. Pencegahan

Menurut (Ratna, 2011) pencegahan stroke terdiri dari :

a. Melakukan aktifitas fisik secara teratur, akan menstabilkan tensi

darah dan menjaga keseimbangan lemak yang sehat dalam darah.

b. Menerapkan makanan sehat, banyak sayur dan buah, hindari

makanan daging merah karena lemak jenuhnya mengakibatkan

pembuluh darah mengeras banyak konsumsi makanan berserat

agar bisa mengendalikan lemak dalam darah.

c. Kurangi garam karena garam meningkatkan tekanan darah.

d. Hindari minum alkohol karena akan menaikan tensi darah.

e. Istirahat yang cukup, tidur teratur 6 sampai 8 jam per hari.


f. Hentikan kebiasaan merokok karena akan memicu penyakit

atheorosclerosis (pengerasan dinding pembuluh darah) yang bisa

mengakibatkan darah menjadi mudah menggumpal.

g. Hindari stres den depresi karena bila keduanya tidak bisa teratasi

dapat memicu terjadinya stroke apalagi penyakit hipertensi.

h. Pantau berat badan karena obesitas akan meningkatkan resiko

penyakit tekanan darah tinggi, diabetes, penyakit jantung yang

semuanya bisa memicu stroke.

i. Selalu memeriksakan tensi darah secara rutin karena tekanan

darah tinggi bisa menjadikan pembuluh darah mengalami tekanan

darah exstra.

j. Apabila memiliki gejala atau gangguan jantung seperti detak

yang tidak teratur berhati-hatilah, konsultasikan ke dokter

cardiologi untuk dilakukan pemeriksaan EKG.

k. Pemeriksa selalu kadar kolesterol karena kadar kolesterol tinggi

akan meningkatkan resiko terjadi stroke.

l. Hindari beragam hormon termasuk pil KB untuk wanita, hormon

dapat menjadikan darah mengental cenderung mudah

mengumpal.

B. Konsep Masalah Keperawatan

1. Pengertian Masalah Keperawatan

Masalah keperwatan merupakan label diagnosis keperawatan yang

menggambarkan inti dari respon klien terhadap kondisi Kesehatan

atau proses kehidupannya (PPNI, 2017).


2. Kriteria Mayor dan Minor

Kriteria mayor adalah tanda /gejala yang ditemukan sekitar 80%-

100% untuk validasi diagnose. Sedangkan kriteria minor adalah

tanda/gejala tidak harus ditemukan, namun jika ditemukan dapata

mendukung penegakan diagnose (PPNI, 2017).

3. Kondisi Klinis Terkait

Merupakan kondisi atau situasi yang dapat meningkatkan kerentanan

klien mengangkat masalah kesehatan (PPNI, 2017).

Berikut adalah masalah yang timbul bagi pasien pre dan post Cholelithiasis,

dengan menggunakan Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia (PPNI, 2017):

Masalah keperawatan paada Pre operatif:

a. Nyeri akut berhubungan dengan agen pencedera fisiologis (inflamasi)

b. Gangguan mobilitas fisikberhubungan dengan nyeri

c. Hipertermi berhubungan dengan proses penyakit

d. Deficit nutrisi berhubungan dengan ketidak mampuan mencerna makanan

e. Resiko ketidak seimbangan cairan dibuktikan dengan obstruksi intensial

f. Resiko syok (Hipovolemik) dibuktikan dengan kekurangan volume cairan

Masalah keperawatan pada Post operatif:

a. Nyeri akut berhubungan dengan agen pencedera fisik (Prosedur Operasi)

b. Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan nyeri

c. Resiko infeksi dibuktikan dengan efek prosedur invasive


Berikut adalah uraian masalah yang timbul bagi pasien pre dan post

Cholelithiasis, dengan menggunakan Standar Diagnosis Keperawatan

Indonesia (PPNI, 2017):

C. Konsep Asuhan Keperawatan

1. Pengkajian

Pengkajian adalah tahap awal dari proses keperawatan dan merupakan

proses yang sistematis dalam pengumpulan data dari berbagai sumber

data untuk mengevaluasi dan mengidentifikasi status kesehatan klien.

Pengumpulan data dapat dilakukakan dengan menggunakkan tiga

metode, yaitu wawancara, observasi, dan pemeriksaan fisik (bolat &

Teke, 2020). Pengkajian adalah fase pertama proses keperawatan, data

yang dikumpulkan meliputi (Lestari et al., 2019):

a. Identitas

1) Identitas Klien

Meliputi nama, umur, jenis kelamin, suku/bangsa, agama,

Pendidikan, pekerjaan, tanggal masuk, tanggal pengkajian,

nomor register, diagnosa medik, alamat, semua data mengenai

identitaskliaen tersebut untuk menentukan tindakan

selanjutnya.

2) Identitas penanggung jawab

Identitas penanggung jawab ini sangat perlu untuk

memmudahkan dan jadi penanggung jawab klien selama

perawatan, data yang terkumpul meliputi nama, umur,

Pendidikan, pekerjaan, hubunga dengan klien dan alamat.


b. Riwayat Kesehatan

1) Keluhan Utama

Merupakan keluhan yang paling utama yang dirasakan oleh

klien saat pengkajian. Biasanya keluhan utama yang klien

raskan adalah nyeri abdomen pada kuadran atas.

2) Riwayat Kesehatan Sekarang

Merupakan pengembangan diri dari keluhan utama melalui

metode PQRST, paliatif atau provokatif (P) yaitu focus utama

keluhan klien, quality atau kualitas (Q) yaitu bagaimana nyeri

atau gatal dirasakan oleh klien, regional (R) yaitu nyeri/gatal

menjalar kemana, safety (S) yaitu posisi yang bagaiman yang

dapat mengurangi nyeri/gatal atau klien merasa nyaman dan

Time (T) yaitu sejak kapan klien merasakan nyeri/gatal

tersebut.

3) Riwayat kesehatan yang lalu

Perlu dikaji apakah klien pernah menderita penyakit sama atau

pernah di rawat sebelumnya.

4) Riwayat kesehatan keluarga

Mengkaji ada atau tidaknya keluarga klien pernah menderita

penyakit cholelithiasis.

c. Pemeriksaan Fisik

1) Keadaan Umum:

a) Penampilan Umum

Mengkaji tentang berat badan dan tinggi badan klien


b) Kesadaran

Kesadaran mencakup tentang kualitas dan kuantintas

keadaan klien

c) Tanda-tanda Vital

Mengkaji mengenai tekanan darah, suhu, nadi dan respirasi

(TPRS)

2) Sistem Endokrin

Mengkaji tentang keadaan abdomen dan kantung empedu.

Biasanya pada penyakit ini kantung empedu dapat terlihat dan

teraba oleh tangan karena terjadi pembengkakan pada kandung

empedu.

d. Pola aktivitas

1) Nutrisi

Dikaji tentenag porsi makan

2) Aktivitas

Dikaji tentang aktivitas sehari-hari, kesulitan melakukakn

aktivitas dan anjuran bedrest

3) Aspek Psikologis

Kaji tentang emosi, Pengetahuan terhadap penyakit, dan

suasana hati

4) Aspek Penunjang

a) Hasil pemeriksaan Laboratorium (bilirubin, amylase serum

meningkat)

b) Obat-obatan satu terapi sesuai dengan anjuran dokter.


2. Diagnosa Keperawatan

Diagnosis keperawatan merupakan suatu penilaian klinis mengenai

respons klien terhadap masalah kesehatan atau proses kehidupan yang

dialaminya baik yang berlangsung actual maupun potensial. Diagnosis

keperawatan bertujuan untuk mengidentifikasi respons klien individu,

keluarga dan komunitas terhadap situasi yang berkaitan dengan

kesehatan (PPNI, 2017).

Ada lima tipe diagnosa, yaitu actual, resiko, kemungkinan, sehat dan

sindro. Diagnosa keperawtwn atual menyajikan keadaan yang secara

klinis telah di validasi melalui Batasan karateristik mayor yang dapat

diidentifikasi. Diagnosa keeprawatan risiko menjelaskan masalah

kesehatan yang nyata akan terjadi jika tidak dilakukakn intervensi.

Masalah dapat timbul pada seseorang atau kelompok yang rentan dan

ditunjang dengan faktor risiko yang memberikan kontribusi pada

peningkatan kerentanan. Diagnosa keperawatn risiko adalah

keputusan klinis tentang individu, keluarga, atau komunitas yang

sangat rentan untuk mengalami masalah disbanding individua tau

kelomppok lain pada situasi yang sam atau hamper sama. Diagnosa

keperawatan kemungkinan menjaelaskan bahwa perlu adanya data

tambahan intuk memastikan masalsh keperawatan kemungkinan. Pada

keadaan inin masalah dan faktor pendukung belum ada tetapi sudah

ada faktor yang dapat menimbulkan masalah. Diagnosa keperawatan

Welness (Sejahtera) atua sehat adalah keputuesan klinik tentang

keadaan individu, keluarga, dan atau masyarakat dalam transisi dari


tingkat sejahtera tertentu ke tingkat sejahtera yang lebih tinggi yang

menunjukan terjadinya peningkatan fungsi kesehatan menjadi fungsi

yang positif. Diagnosa keperawatan sindrom adalah diagnose yang

terdiri dari kelompok diagnosa actual dan resiko tinggi yang

diperkirakan akan muncul karena suatu kejadian atau situasi tertentu

(Yeni & Ukur, 2019).

Diagnosa keperawatan yang bisa muncul pada klien Cholelithiasis dan

mengalami pembedahan adalah :

Masalah keperawatan pada Pre operatif :

a. Nyeri akut berhubungan dengan agen pencedera fisiologis

(Inflamasi).

b. Ganghuan mobilitas fisik berhubungan dengan nyeri

c. Hipertermi berhubungan dengan proses penyakit

d. Difisit nutrisi berhubungan dengan ketidak mampuan mencerna

makanan

e. Resiko ketidak seimbangan cairan dibuktikan dengan obstruksi

intensial

f. Resiko syok (Hipovolemik) dibuktikan dengan kekurangan volume

cairan

Masalah keperawatan Post operatif :

a. Nyeri akut berhubungan dengan agen pencedera fisik (Prosedur

operasi)

b. Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan nyeri

c. Resiko infeksi dibuktikan dengan efek prosedur invasife


3. Intervensi Keperawatan

Perencanaan adalah bagian dari fase pengorganisasian dalam proses

keperawatan sebagai pedoman untuk mengarahkan tindakan

keperawatan dalam usaha membantu, meringankan, memecahkan

masalh atau untuk memenuhi kebutuhan klien. Proses perencanaan

keperawatan meliputi penetapan tujuan perawatan. Perencanaan

keperawatan adalah suatu proses di dalam pemecahan masalah yang

merupakan keputusan awal tentang sesuatu apa yang akan dilakukan,

bagaimana dilakukan, kapan dilakukan, dan siapa yang melakukakn

dari semua tindakan keperawatan (Lestari et al., 2019).

Intervensi Keperawatan yang biasa muncul pada klien Cholelithiasis

dan menaglami pembedahan adalah:

Intervensi keperawatan pada pasien pre operatif:

Diagnosa Tujuan Intervensi


Nyeri akut Setelah dilakukan Observasi :
berhubungan tindakan asuhan a. Identifikasi
dengan agen keperawatan selama lokasi,karakteristik,durasi,
pencedera …. Diharapkan nyeri frekuensi, kualitas,
fisiologis pasien berkurang atau intensitas nyeri
menurun dengan b. Identifikasi skala nyeri
kriteria hasil: c. Identifikasi respons
a. Keluhan nyeri nyeri non verbal
menurun d. Identifikasi faktor yang
b. Meringis menurun memperberat dan
c. Sikap protektif memperingan nyeri
menurun e. Identifikasi
d. Gelisah menurun pengetahuan dan
e. Kesulitan tidur keyakinan tentang nyeri
menurun f. Identifikasi pengaruh
f. Menarik diri budaya terhadap respon
menurun nyeri
g. Berfokus pada diri g. Identifikasi pengaruh
sendiri menurun nyeri pada kualitas hidup
h. Diaforesis menurun h. Monitor keberhasilan
i. Frekuensi nadi terapi komplementer yang
membaik sudah diberikan
j. Pola nafas membaik i. Monitor efek samping
k. Tekanan darah penggunaan analgetik
membaik Terapeutik :
l. Prilaku membaik m. a. Berikan teknik
Pola tidur membaik nonfarmakologis
untuk mengurangi
rasa nyeri
b. kontrol
lingkungan yang
memperberat rasa
nyeri
c. fasilitasi istirahat
dan tidur
d. pertimbangkan
jenis dan sumber
nyeri dalam
pemilihan strategi
meredakan nyeri.
Edukasi :
a. jelaskan
penyebab, periode,
dan pemicu nyeri
b. jelaskan strategi
meredakan nyeri
c. anjurkan
memonitor nyeri
secara mandiri
d. anjurkan
menggunakan
analgetik secara
tepat
e. ajarkan teknik
nonfarmakologis
untuk mengurangi
rasa nyeri
Kolaborasi :
a. Kolaborasi
pemberian
analgetik,
jika perlu
Menurut (Bruner dan Suddarth, 2013) Afasia dibagi menjadi tiga

yaitu:

a. Afasia Sensorik (reseptife)

Afasia terjadi akibat adanya gangguan pada girus temporal

superior. Afasia sensorik ditandai dengan penderita mengalami

ketidak mampuan dalam memahami Bahasa lisan dan jika ia

menjawab ia tidak tahu apa yang dijawabnya. selain itu penderita

tidak bisa memahami kata yang diucapkannya dan tidak mampu

mengetahui kata yang diucapkan benar atau salah.

b. Afasia Motorik

Afasia broca disebabkan oleh adanya lesi yang mencakup

daerah brodman dan sekitarnya. selain itu lesi juga

mengakibatkan afasia broca dan biasanya melibatakan operculum

frontal dan masa alba frontal (tidak melibatkan korteks motoric

bawah dan masa alba paraventrikuler ). Kelainan ini di tandai

denga kesulitan dalam mengkoordinasi atu menyusun fikiran,

perasaan dan kemampuan menjadi symbol yang bermakna dan

mengerti oleh orang lain, bicara lisan tidak lancar terputus-putus

dan seringkali ucapanya tidak dimengerti oleh orang lain, Apabila

bertutur kalimatnya pendek-pendek dan monoton, sering atau

paling banyak mengucapkan kata benda dan kata kerja.

c. Afasia Global
Afasia global merupakan bentuk afasia yang paling berat.

Afasia global disebabkan oleh luas yang merusak sebagian besar

atau semua daerah Bahasa. Penyebab lesi yang paling sering

adalah oklusi arteri karotis interna atau arteri serebri media pada

pangkalnya. Kemungkinan kemampuan penderita untuk pulih

sangat kecil, Kemampuan ini ditandai oleh tidak adanya lagi

Bahasa yang spontan atau berkurangnya sekali dan menjadi

beberapa patah kata yang diucapkan secara stereotip(itu-itu saja).

4. Penatalaksanaan Afasia

Menurut (Krishner, 2009) Penanganan yang paling efektif

untuk mengobati afasia adalah dengan melakukan latihan wicara

tujuan utama dari latihan wicara adalah mengembalikan kemampuan

dalam berkomunikasi yang akurat. Dalam hal ini meliputi percakapan

membaca atau menulis mengoreksi angka atau kata lebih baik.

didalamnya meliputi bagaimana membuat suara dan Bahasa

termasuk pengertian dam pemilihan kata yang digunakan tujuan

spesifik yaitu: kejelasan dalam ucapan, kemampuan dalam mengerti

kata sederahana, kemampuan membuat perhatian dan kemampuan

mengeluarkan kata yang solid dan jelas dan dapat dimengerti (Aini,

2006).

Dalam memberikan latihan wicara perlu memperhatikan

prinsip-prinsip seperti ini :

a. Terlepas dari jenis terapi wicara pada afasia yang digunakan,

hasilnya akan lebih baik jika integrase terapi ditingkatkan.


b. Efektifitas terapi wicara pada afasia akan meningkatkan jika

terapi wicara menggunakan bentuk stimulus audio dalam bentuk

musik dan stimulus visual dalam bentuk gambar serta lukisan

jenis stimulus ini sebaiknya digunakan secara rutin selama

mengikuti sesi terapi wicara.

c. Terapi dengan pendekatan strategi komunikasi upaya pendeketan

ini adalah mengembangkan kemampuan komunikasi meskipun

pasien masih tetap mengalami afasia.

D. Konsep Terapi Wicara

1. Definisi Terapi Wicara

Menurut (Handayani, 2007) pengertian terapi wicara speech

therapy adalah pengobatan atau penyembuhan hal-hal yang ada

kekurangan atau kesalahan yang berhubungan dengan pengekpresian

ide atau fikiran mengucapkan bunyi atau suara yang mempunyai arti

sebagai hasil penglihatan, pendengaran, pengalaman melalui gerakan

mulut bibir serta organ bicara lain yang merupakan obyek belajar serta

menarik perhatian .

2. Tujuan Terapi Wicara

Tujuan penerapan terapi wicara ini untuk meningkatkan

kemampuan Bahasa dan bicara terutama produksi bahasa dengan cara

mengeluarkan ide yang ada dalam bentuk kata- kata, serta perluasan

penguasaan berbahasa. sekalipun pendekatanya adalah agar dapat

mengeluarkan berbagai ide dalam bentuk Bahasa. Namun bentuk


imitasi pun akan mendapatkan penghargaan secara positif. Adapun

tujuan spesifik meliputi :

a. Kejelasan dalam ucapan

b. Kemampuan untuk mengerti kata – kata sederhana

c. Kemampuan membuat perhatian

d. Kemampuan mengeluarkan kata solid atau jelas dan dapat

dimengerti.

3. Pelaksanaan Terapi Wicara

pelaksanaan terapi wicara biasanya menggunakan metode sebagai

berikut :

a. Simulasi : dilakukan dengan cara memberikan rangsangan yang

cukup kuat sehingga dapat diterima dengan lebih mudah.

rangsangan yang diberikan dapat berupa rangsangaan visual,

auditori dan taktil.

b. Psikoedukasi : dilakukan dengan cara memberikan pengertian

agar penderita memiliki sikap postif terhadap perilaku

komunikasinya sehingga dapat berinterasksi dengan baik.

c. Motokinestetik : dilakukan untuk melatih penderita agar mampu

menempatkan organ atau otot dengan benar.


d. Penempatan fonetik : dilakukan untuk melatih penderita agar

mampu menempatakan organ bicara pada tempat yang tepat dan

menggerakan dengan cara yang benar.

E. Konsep Asuhan Keperawatan

1. Pengkajian

Menurut (Nursalam, 2008) Pengkajian adalah tahap awal dari

proses keperawatan dan merupakan suatu proses pengumpulan data

dari berbagia sumber data untuk mengevaluasi dan mengidentifikasi

status kesehatan klien. pengkajian pasien stroke meliputi identitas

klien, keluhan utama, riwayat penyakit sekarang, riwayat penyakit

dahulu, riwayat penyakit keluarga dan pengkajian psikososial.

a. Kaji Riwayat Keperawatan

Nama tempat tanggal lahir, agama, status perkawinan, alamat,

jenis kelamin, Pendidikan, No. MR, diagnosa medis.

b. Keluhan Utama

Biasanya didapatkan kelemahan anggota gerak sebelah badan,

bicara pelo dan tidak dapat berkomunikasi.

c. Riwayat Penyakit Sekarang

Serangan stroke seringkali berlangsung sangat mendadak, pada

saat pasien sedang melakukukan aktivitas kadang saat

beristirahat. biasannya terjadi nyeri kepala, mual, muntah bahkan

kejang sampai tidak sadar, disamping gejala kelumpuhan separuh

badan atau gangguan fungsi otak yang lain.


d. Riwayat penyakit dahulu

Biasanya ada riwayat hipertensi, diabetes melitus, penyakit

jantung, anemia, riwayat trauma kepala, penggunaan obat-obatan

anti koagulan, aspirin, vasodilator, obat- obatan adaktif,

kegemukan.

e. Riwayat penyakit keluarga

Biasanya ada riwayat keluarga menderita hipertensi atau diabetes

mellitus.

2. Pemeriksaan Fisik

Menurut (Muttaqin Arif, 2012) pemeriksaan fisik dilakukan secara

persistem (B1 sampai B6), focus pemeriksaan B3 (brain) terarah,

dihubungkan keluhan klien :

a. B1 (Breathing / Pernafasan)

Pada inspeksi didapatkan klien batuk, peningkatan produki

sputum, sesak nafas, penggunaan otot bantu nafas dan

peningkatan frekuensi pernafasan. auskultasi bunyi nafas

tambahan seperti ronchi, pada klien tingkat kesadaran

composmentis, pada inspeksi peningkatan pernafasan, pada

palpasi thorax fokal premitus seimbang kanan dan kiri auskultasi

tidak ada bunyi nafas tambahan.

b. B2 (Bleeding / sirkulasi )

Pengkajian pada sistem kardiovaskuler didapatkan renjatan sering

terjadi pada klien CVA. tekanan darah peningkatan yang

menyebabkan hipertensi.
c. B3 (Brain / Persyarafan )

Stroke menyebabkan berbagai defisit neurologis, tergantung

lokasi lesi pembuluh darah mana yang tersumbat. ukuran area

yang perfusinya tidak adekuat dan aliran darah kolateral,

pengkajian B3 meliputi :

1) Pengkajian tingkat kesdaran pada keadaan lanjut tingkat

kedaran klien CVA biasanya berkisar GCS penting untuk

menilai tingkat kesadaran klien den bahan evaluasi untuk

pemantauan pemberi asuhan.

2) Pengkajian status mental dengan mengobservasi penampilan,

tingkah lakuk, ekspresi wajah dan aktivitas motorik klien.

3) Pengkajian fungi intelektual didapatkan penurunan dalam

ingatan dan memori baik jangka pendek maupun jangka

Panjang.

4) Pengkajian saraf :

a) Nervus 1 : bertanggung jawab terhadap persepsi

penciuman, impuls saraf menjalar ke lobus temporal untuk

diinterpresentasikan.

b) Nervus 2 : berfungsi dalam pengelihatan

c) Nervus 3 : bertanggung jawab untuk penggerakan empat

dari enam otot ekstrinsik mata sebagai pembuka kelopak

mata

d) Nervus 4 : bertanggung jawab untuk gerakan sadar bola

e) Nervus 5 :bertanggung jawab untuk mengunyah


f) Nervus 6: untuk memutar mata kearah luar

g) Nervus 7 : saraf fasial berperan dalam produksi kelenjar

lakriminalis, submandibularis dan juga memberi informasi

untuk rasa manis, asin dan asam.

h) Nervus 8 : saraf kranial ini mempunyai dua bagian yaitu

auditori dan vestibula yang berperan dalam penerjemahan

suara.

i) Nervus 9 : berperan dalam menelan dan respons sensori

terhadap rasa pahit

j) Nervus 10 : impuls sensorik dibawa ke faring dan laring

oleh saraf vagus. serat saraf parasimpatis luas

mempersarafi faring dan trachea meluas ke thorax dan

abdomen. cabang-cabang vagual thorax dan abdomen

mempengaruhi fungsi esophagus, paru-paru, aorta,

lambung, kandung empedu, limpah, usus kecil, ginjal.

k) Nervus 11: untuk mengetahui kekuatan tahanan

l) Nervus 12 : responsible untuk lidah, pergerakan waktu

menelan dan bicara.

5) Menilai kekuatan otot menurut (Asffuah, 2012).

a) Kaji cara berjalanan dan keseimbangan

b) Obervasi cara berjalan, berjalan dan koordinasi gerakan

tangan, tubuh sampai kaki. periksa tonus otot dan

kekuatan otot dengan menggunakan angka dari 0-5.

3. Pemeriksaan Reflek
Pemerikasaan reflek dilakukan paling akhir, pasien dalam posisi

duduk atau tidur kondisi tidak memungkinkan, evaluasi respons klien

dengan skala 0-4 (Asffuah, 2012 ).

Table 2.2 Skala Evaluasi Respons Pasien

0 Tidak ada respons

1 Berkurang
2 Normal

3 Lebih dari norml


4 Hiperaktif

a. Reflek fisiologis (Asffuah, 2012)

1) Reflek patella

Lengan direflekan terhadap siku dengan sudut 900

2) Reflek bisep, supinasi dan lengan bawah ditopang ke atas, pukul

dengan menggunakan reflek hamer, normal jika ada kontraksi

otot biceps sedikit meningkatkan bila ada refleksi sebagai ada

pronasi hiperaktif maka akan terjadi penyebaran gerakan pada

jari atau sendi.

b. Rangsangan minengeal (Asffuah, 2012)

c. Untuk mengetahui rangsangan selaput otot pada meningitis, yang di

periksa:

1) Kaku kuduk
Bila leher ditekuk secara pasif terhadap tahanan, dagu tidak

dapat menempel pada dada.

2) Tanda brundzunsky I

Letakan satu tangan pemeriksa dibawah kepala pasien dengan

tangan lain didada klien untuk mencegah badan tidak terangkat.

kemudian kepala klien direfleksikan ke dada secara pasif.

3) Tanda brundzunsky II

Tanda brundzunsky II positif (+) klien pada sendi panggul

secara pasif akan diikuti oleh fleksi tungkai lainnya pada sendi

panggul dan lutut.

4) Tanda kerniq

Fleksi tungkai atas tegak lurus, lalu dicoba meluruskan

tungkai pada sendi lutut normal, bila tungkai membentuk sudut

1350 terhadap tungkai atas. kerniq (+) bila exstensi lutut pasif

akan menyebabkan rasa sakit bila exstensi lutut pasif akan

menyebabkan rasa sakit terhadap hambatan.

5) Test Kasegue

Fleksi sendi pada lengan lutut yang lurus akan menimbulkan

nyeri sepanjang mischiadiacus.

d. B4 (Bladder /perkemihan )

Setelah stroke pasien mengalami inkontinensia sementara karena

konfungsi ketidak mampuan mengkomunikasikan kebutuhan dan


ketidak mampuan untuk mengendalikan kandung kemih karena

kerusakan kontrol motoric dan postural kadang sfingter urine

eksternal hilang atau berkurang.

e. B5 (Bowel / pencernaan)

Diadapatkan adanya keluhan kesulitan menelan, nafsu makan

menurun, mual muntah fase akut, penurunan gerakan peristaltic

karena imobilasasi yang lama.

f. B6 (Bone/ tulang dan integumen)

Biasanya didapatkan himeplegia (paralisis pada salah satu sisi )

karena lesi pada sisi otak yang berlawanan dan penurunan kekuatan

otot, tonus otot meningkat himerparesis. selain itu juga perlu di kaji

tanda- tanda decubitus terutama pada daerah yang menonjol karena

mengalami gangguan mobilitas fisik.

Skala kekuatan otot :

1: tampak kontraksi, ada sedikit tahanan atau gerakan

2: mampu menahan gravitasi tapi dengan sedikit sentuhan akan jatuh

3: mampu menahan gravitasi, tidak mampu melawan tekanan

pemeriksaan

4: kekuatan kurang dari yang lain

5: kekuatan utuh

4. Diagnosa Keperawatan

Diagnosa keperawatan menurut SDKI, SIKI dan SLKI

a. Gangguan komunikasi verbal berhubungan dengan penurunan

sirkulasi serebral.
b. Gangguan mobilitas fisik berrhubungan dengan gangguan

neuromuskular.

5. Intervensi Keperawatan

a. Gangguan komunikasi verbal berhubungan dengan penurunan

sirkulasi serebral.

b. Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan gangguan

neuromuskular.

Tabel 2.3 Diagnosa Keperawatan SLKI -SIKI (2018) Gangguan Komunikasi

Verbal Berhubungan dengan Penurunan Sirkulasi Serebral.

Diagnosa Tujuan dan Kriteria


NO
Keperawatan hasil Intervensi
1. Gangguan SLKI:Komunikasi SIKI :Defisit Bicara
komunikasi verbal verbal 1. Monitor proses
Definisi : Kriteria Hasil : kognitif, anatomis,
penurunan, 1. Kemampuan dan fisiologis yang
perlambatan, atau bicara dari skala berkaitan dengan
ketiadaan 1 (menurun) bicara (mis,
kemampuan untuk menjadi skala 4 memori,
menerima, (cukup pendengaran dan
memproses, meningkat) Bahasa )
mengirim, dan atau 2. Kesesuaian 2. Identifikasi
menggunakan sistem ekspresi wajah perilaku emosional
symbol . tubuh dari skala dan fisik sebagai
Gejala tanda mayor 1(menurun) bentuk komunikasi.
objektif : menjadi skala 4 3. Gunakan metode
1. Tidak mampu (cukup komunikasi
bicara atau meningkat) alternative (mis.
mendengar 3. Afasia dari skala Menulis, mata
2. Menunjukan 5 (menurun) berkedip ,papan
respon tidak menjadi skala 2 komunikas dengan
sesuai (cukup gambar dan huruf,
Gejala tanda minor meningkat) isyarat tangan, dan
objektif : 4. Pelo dari skala 5 computer )
1. Afasia (menurun menjadi 4. ulangi yang
2. Pelo skala 2 (cukup disampaikan pasien
3. Tidak ada kontak meningkat) 5. berikan dukungan
mata psikologis
4. Sulit 6. ajarkan pasien dan
menggunakan keluarga proses
ekspresi wajah kognitif, anatomis,
5. Sulit dan fisiologis yang
menggunakan berhubungan
kata-kata dengan
kemampuan
Kondisi klinis berbicara.
terkait: 7. rujuk ke ahli
a. Gangguan patologi bicara atau
neoromoskuler terapis.
b. Hambatan fisik
(mis, terpasang
trakheostomi,
intubasi,
krikotiroidektomi)
c. Hambatan
psikologis (mis,
gangguan
psikotik,
gangguan konsep
diri, harga diri
rendah, gangguan
emosi)
d. Hambatan
lingkungan (mis
ketidakcukupan
informasi,
ketiadaan orang
terdekat, ketidak
sesuaian budaya,
Bahasa asing )

a. Tabel 2.4 Diagnosia Keperawatan SLKI -SIKI (2018) Gangguan Mobilitas

Fisik Berhubungan dengan Gangguan Neuromuskular.

N Diagnosa Tujuan dan kriteria


Intervensi
O Keperawatan hasil
2. Gangguan mobilitas SLKI :mobilitas fisik SIKI : Latihan
fisik 1. kekuatan otot Rentang Gerak
Definisi : dari skala 1 1. Identifikasi
Keterbatasan dalam (menurun) keterbatasan
gerakan fisik dari saatu menjadi skala 4 pergerakan sendi
atau lebih ekstremitas (cukup 2. Anjurkan
secara mandiri. meningkat) melakuan rentang
Gejala tanda mayor 2. Rentang gerak gerak pasif dan
objektif : (ROM) dari aktif secara
1. Mengeluh sulit sekala 1 sistematis
menggerkan (menurun) 3. Kolaborasi
ekstremitas menjadi skala 4 dengan fisioterapi
2. Kekuatan otot (cukup bila perlu
menurun mmeningkat )
3. Rentang gerak 3. Gerakan terbatas
(ROM) Menurun dari skala 5
Gejala tanda minor (menurun)
objektif : menjadi 2 (cukup
1. Gerakan terbatas meningkat )
2. Fisik lemah
Kondisi klinis terkait :
1. Penurunan kendali
otot
2. Penurunan
kekuatan otot
3. Gangguan
neurosmukuler
4. Keenganan
melakukan
pergerakan

6. Implementasi Keperawatan

Tindakan keperawatan implementasi adalah kategori dari perilaku

keperawatan dimana tindakan yang diperlukan untuk mencapai tujuan dan

hasil yang diperkirakan dari asuhan keperawatan dilakukan dan diselsikan.

dalam implementasi mencangkup melakukan, membantu, mengarahkan

dalam mengatasi masalah keperawatan, agar asuhan keperawatan yang

diberikan dapat dilakukan sesuai rencana tindakan yang ditetapkan

sebelumnya. Pelaksanaan keperawatan pada pasien stroke dikembangkan


untuk memantu tanda- tanda vital, melakukan latihan rentang pergerakan

sendi aktif dan pasif meminta klien untuk mengikuti perintah,

memberikan stimulus terhadap sentuhan, membantu klien dalam melatih

bicara.

7. Evaluasi Keperawatan

Evaluasi merupakan tahap ke lima dalam proses keperawatan.

didalam tahap ini perawat mambandingkan hasil tindakan yang telah

dilakukan dengan kriteria hasil yang sudah ditetapkan serta untuk menilai

apakah masalah yang terjadi sudah teratasi semuanya atau hanya sebagian,

atau bahkan belum teratasi semuanya. Evaluasi merupakan proses yang

berkelanjutan untuk mengetahui kesesuian tindakan keperawatan,

perbaikan tindakan keperawatan, kebutuhan klien saat ini, perlu dirujuk

pada tempat kesehatan lain apakah perlu menyusun ulang prioritas

diagnosis keperawatan supaya kebutuhan pasien bisa terpenuhi dengan

baik (Doenges, 2006).


BAB 3

METODE PENELITIAN

A. Desain Penelitian
Desain penelitian ini menggunakan studi kasus, yaitu

mengeksplorasi masalah asuhan keperawatan pasien yang mengalami

Hambatan Komunikasi verbal dengan penyakit stroke di Ruangan Yasmin

2 Rumah Sakit Umum Al Islam H.M Mawardi. Krian

B. Lokasi dan Waktu Penelitian

Pengambilan data dalam studi kasus ini dilaksanakan di ruang

Yasmin 2 Rumah Sakit Umum Al Islam H.M Mawardi Krian Sidoarjo.

Dengan 2 pasien sebagai responden yang sama- sama mengalami Stroke

dengan masalah Keperawatan Gangguan Komunikasi Verbal. Asuhan

Keperawatan ini dilaksanakan tiga hari, tepatnya pada bulan Februari

2020.
C. Subyek Penulisan

Pada subyek yang diteliti ini menggunakan 2 pasien dengan

Masalah Keperawatan Pasien yang Mengalami Hambatan Komunikasi

Verbal dengan penyakit Stroke Iskemik di Ruangan Yasmin 2 Rumah

Sakit Umum Al Islam H.M Mawardi Krian Sidoarjo.

D. Pengumpulan Data

Pada pengumpulan data ini metode yang digunakan adalah :

1. Wawancara

Untuk mendapatkan data lebih lengkap tentang masalah yang

timbul pada pasien (hasil pengkajian berisi tentang identitas pasien,

keluhan utama, riwayat penyakit sekarang, riwayat penyakit dahulu,

riwayat penyakit keluarga, riwayat alergi, kebiasaan berobat serta

sumber data lainya dari keluarga maupun dari tenaga perawat lainya ).

2. Observasi

Melakukan observasi dan pemeriksaan fisik langsung kepada

pasien yang mengalami stroke dan juga mangamati perubahan yang

terjadi pada pasien.

3. Studi Dokumentasi

Pengambilan data yang diperoleh dari status pasien, Catatan

Perawatan, Inspeksi , Palpasi, Perkusi, dan Auskultasi pada sistem

tubuh.

E. Uji Keabsahan Data

Uji keabsahan data dilakukan dengan :

1. Pengamatan terhadap dua pasien dilakukan selama waktu tiga hari


2. Sumber informasi tambahan dapat diperoleh dari tiga sumber yaitu

Penulis, pasien dan keluarga pasien.

F. Analisa Data

Analisa data yang dilakukan dengan cara :

1. Pengumpulan data

Data yang dikumpulkan dari hasil wawancara yang dilakukan

pada pasien obsevasi dilakukan dengan pengamatan IPPA (Inspeksi,

Palpasi, Perkusi dan Auskultasi) dan melihat dokumen.

2. Penyajian Data

Penyajian data dapat dilakukan dengan tabel, teks narasi atau

gambar kerahasiaan dari responden atau menggunakan nama inisial

pasein, serta data yang dikumpulkan terkait dengan data pengkajian,

diagnosa keperawatan, perencanaan, pelaksanaan, dan evaluasi.

3. Kesimpulan

Data yang disajikan kemudian dibahas dan dibandingkan dengan

hasil-hasil penelitian terdahulu dan secara teoritis dengan perilaku

kesehatan. penarikan kesimpulan dilakukan dengan metode induksi.

data yang dikumpulkan terkait dengan data pengkajian diagnosis,

perencanaan dan evaluasi.

G. Etika Penelitian

Etika yang mendasari suatu penelitian terdiri dari :

1. Informend consent (Lembar Persetujuan )

Lembar persetujuan akan diberikan sebelum penelitian

dilaksanakan kepada dua responden yang akan diteliti, dengan tujuan


agar responden mengetahui maksut dan tujuan penelitian serta dampak

yang akan terjadi selama dalam pengumpulan data.

2. Aninomity (Tanpa Nama)

Untuk menjaga kerahasiaan identitas responden maka penelitian

tidak mencantumkan nama responden pada lembar pengumpulan

data, hanya diberi kode tertentu pada masing- masing lembar data

tersebut.

3. Confidentiality (Kerasahasiaan)

Kerahasiaan responden dijaga oleh peneliti, hanya kelompok data

tertentu saja yang akan disajikan atau dilaporkan sebagai hasil

penelitian.

BAB 4

HASIL PENELITIAN

H. Hasil

1. Gambaran Lokasi Penelitian

Lokasi penelitian dilakukan di RSU Al-Islam H.M Mawardi

tepatnya di jalan Kyai Mojo 12A Jeruk Gamping.

RSU Al-Islam H.M Mawardi memiliki keunggulan dalam bidang

organisasi islam Sidoarjo. RSU Al-Islam H.M Mawardi memiliki

“Visi” rumah sakit yang bernuangsa islam, profesional dan

berorientasi kepada kepuasan pelangan. “Misi” menyelenggarakan

pelayanan kesehatan yang islami dan profesional, dan memiliki

“Motto“ menebar senyum dan salam. RSU Al-Islam H.M Mawardi ini
terletak di sebelah jalan raya sehingga dapat di tempuh dengan

angkutan umum atau mobil pribadi. Fasilitas yang ada di RSU Al-

Islam H.M Mawardi yaitu, Unit Gawat Darurat (UGD) 24 Jam (poli

kandungan, poli THT, poli anak, poli syaraf, poli paru, poli interna,

poli bedah, poli umum, poli mata, poli gigi). Sedangkan ruang rawat

inap terdiri dari, ruang inap tulip (VIP), ruang inap dewasa sofa (kelas

I), ruang inap wardah (kelas II), ruang Inap marwah (kelas III), ruang

firdaus III, ruang wardha (kelas I), ruang darusallam (kelas II) dan

ruang ICU. RSU Al-Islam H.M Mawardi memiliki fasilitas ruang

instansi bedah minor, instalasi gizi, kamar operasi, apotek, depo obat,

kasir, radiologi, ruang USG, laboratorium, ruang tunggu keluarga,

ruang observasi, ruang farmasi, ruang neonatus, ruang bersalin,

logistik, toilet, laundry, musholah, gudang, ruang jenazah dan kamar

mayat.

I. Pengkajian
1. Identitas Pasien
Tabel 4.1 Identitas Pasien

Identitas Pasien Pasien 1 Pasien 2


Nama Tn. A Ny. S
Umur 51 Tahun 70 Tahun
Jenis Kelamin Laki-laki Perempuan
Suku/ Bangsa Jawa/ Indonesia Jawa/ Indonesia
Agama Islam Islam
Pekerjaan Buruh pabrik Ibu rumah tangga
Pendidikan Smp Tidak sekolah
Alamat Katerungan, Krian. Jagalan Tenggah.
Sidoarjo Krian.Sidoarjo
Penanggung Tn. M Ny.F
Jawab
No. Reg 04XXX 05XXX
Tanggal 16 Februari 2020 22 Februari 2020
MRS/jam
Tanggal 17 Februari 2020 23 Februari 2020
Pengkajian

2. Riwayat Penyakit Sekarang


Table 4.2 Riwayat Penyakit Sekarang

Riwayat Pasien 1 Pasien 2


Penyakit
Keluhan Keluarga mengatakan Keluarga mengatakan
Utama pasien mengeluh mual. pasien mengeluh
pusing.
Lama Sejak pagi hari Sejak sore hari
Keluahan
Kualitas Terus menerus Terus menerus
Keluahan
Riwayat Pada tanggal 16 Pada tanggal 22
Penyakit Februari 2020 keluarga februari 2020 keluarga
Sekarang mengatakan sejak pagi mengatakan sejak tadi
Tn.A mengeluh setelah sore setelah menonton
bangun tidur pukul tv Ny.S tiba - tiba
07.25 pagi Tn.A mengeluh mual dan
mengeluh mual, badan pusing, cenut-cenut,
terasa lemas, tangan kaki dan tangan kiri
dan kaki kiri terasa terasa lemah serta
lemah, pasien susah digerakan, bicara
mengatakan bicara pelo, lidah terasa berat
terasa berat, sulit dan kaku, pasien sulit
mengungkapkan kata, memahami
bicara pelo, saat komunikasi.
pemeriksaan TTV pemeriksaan TTV
diketahui TD:180/90 diketahui: TD:168/91
mmHg, S: 360 C, RR: mmHg, S:36,60C,
20x/menit, Nadi :88x/ N:68x/menit,
menit. RR:19x/menit.

Upaya yang Keluarga mengatakan Keluarga mengatakan


Telah di upayah yang telah upaya yang telah
lakukan dilakukan yaitu dilakukan yaitu
membawa pasien Tn. membawa pasien Ny. S
A ke IGD untuk ke IGD untuk
mendapat perawatan mendapat perawatan
lebih lanjut. lebih lanjut.

3. Riwayat Sebelum Sakit


Table 4.3 Riwayat Sebelum Sakit
Riwayat Pasien 1 Pasien 2
Sebelum Sakit
Penyakit Berat Keluarga pasien Keluarga mengatakan
yang Pernah di mengatakan sebelumnya Ny.S
Derita sebelumnya Tn.A belum pernah
pernah mengalami mengalami sakit
sakit stroke pada 1 stroke seperti ini,
tahun yang lalu dan pasien sebelumnya
sempat di rawat inap memiliki riwayat
di RSU al Islam H.M penyakit hipertensi.
kurang lebih 5 hari,
pasien juga memiliki
riwayat hipertensi.
Kecelakaan Keluarga mengatakan Keluarga mengatakan
pasien belum pernah pasien belum pernah
mengalami mengalami
kecelakaan. kecelakaan.
Pernah di Rawat Keluarga mengatakan Keluarga mengatakan
sebelumnya pasien pasien tidak pernah
pernah dirawat dirawat di rumah
dirumah sakit dengan sakit, dan baru
sakit stroke pada 1 pertama kali ini
tahun yang lalu selama pasien dirawat
5 hari. dirumah sakit.
Terapi Atau Keluarga mengatakan Keluarga
Operasi yang pasien tidak pernah mengatakan pasien
Pernah melakukan operasi tidak pernah
Dilakukan sebelumnya. melakukan operasi
sebelumnya
Obat- obatan Keluarga mengatakan Keluarga mengatakan
yang Biasa di sudah sejak 2 tahun sudah sudah sejak
Konsumsi pasien mengomsumsi lama kurang lebih 10
amplodipin 10 mg tahunan, pasien
1x/hari(pada malam mengonsumsi obat
hari) keluarga amplodipin 5 mg
mengatakan obat 1x/hari (pada malam
jarang di minum oleh hari) obat diminum
pasien. tiap hari malam
sebelum tidur.
Kebiasaan Keluarga Keluarga
Berobat menggatakan Pasien menggatakan Pasien
jarang berobat ke jarang berobat ke
rumah sakit, jika sakit rumah sakit, jika sakit
biasanya pasien biasanya pasien
mengonsumsi obat mengonsumsi obat
yang beli diwarung yang beli diwarung
terdekat atau apotek. atau sekedar istirahat
di rumah.
Alergi Keluarga mengatakan Keluarga mengatakan
Pasien tidak memiliki Pasien tidak memiliki
riwayat alergi riwayat alergi
sebelumnya, baik sebelumnya, baik
alergi makanan, alergi makanan,
minuman, obat- minuman, obat-
obatan, maupun obatan, maupun
plester. plester.
Kebiasaan Keluarga mengatakan Keluarga mengatakan
Merokok dan Tn.A tidak merokok, Ny.S tidak merokok,
Minum Alkohol tetapi kemungkinan dirumah tidak ada
dikerjaan pasien yang merokok.
sering terpapar asap
rokok.

4. Riwayat Kesehatan Keluarga


Tabel 4. 4 Riwayat Kesehatan Keluarga

Riwayat Kesehatan Keluarga


Pasien 1 Keluarga pasien mengatakan ada turunan penyakit
hipertensi dari ayahnya.
Pasien 2 Keluarga pasien mengatakan tidak ada turunan penyakit
hipertensi, diabetas dari keluarga.

a. Genogram Pasien 1

Gambar 4.1 Genogram pasien 1

b. Genogram Pasien 2
Gambar 4.2Genogram pasien 2

= Perempuan
= Laki-laki
= Meningal
= Pasien

---- = Tinggal Serumah

5. Riwayat Psikososial Dan Spiritual


Table 4.5 Riwayat Psikososia Dan Spiritual

Riwayat Psikososial Pasien 1 Pasien 2


dan Spiritual
a. Sosial / Interaksi

1) Hubungan Pasien dapat Pasien dapat


Dengan Pasien berinteraksi baik berinteraksi baik
Lain dengan perawat dan dengan perawat dan
keluarga. keluarga.

2) Dukungan Dukungan keluarga Dukungan keluarga


Keluarga aktif pasien selalu aktif, pasien selalu
ditunggu istri dan ditunggu anak dan
anaknya. cucunya.

3) Dukungan Saudara, tetangga Saudara dan


Kelompok atau dan teman pasien tetangga pasien
Teman selalu memberikan selalu memotivasi
Masyarakat motivasi untuk agar pasien segera
sembuh dan banyak sembuh.
yang
menyenguknya.

4) Reaksi Saat Pasien berusaha Pasien berusaha


Interaksi menjawab, walau menjawab, walau
dengan keterbatasan dengan keterbatasan
bicara. bicara.

5) Konflik yang Pasien berkerja Pasien sebagai ibu


Terjadi Pada sebagai security rumah tangga.
Pasien
b. Spiritual

1) Konsep Tentang Pasien beragama Pasien beragama


Pengguasaan islam dan percaya islam dan percaya
Kehidupan kepada allah SWT kepada allah SWT
akan akan
menyembuhkan menyembuhkan
penyakitnya. penyakitnya.

2) Sumberk Pasien meyakini Pasien meyakini


Kekuatan atau bahwa allah swt bahwa allah swt
Harapan Saat akan memberikan akan memberikan
Sakit kesembuhan. kesembuhan.

Keluarga Keluarga
3) Ritual Agama mengatakan saat mengatakan saat
sebelum sakit sebelum sakit
pasien beribada pasien beribada
sholat 5 waktu. sholat 5 waktu dan
mengikuti
pengajian.

Lewat ibadah sholat Lewat ibadah sholat


4) Sarana Ritual 5 waktu. 5 waktu.
Keagamaan
Tidak ada konflik Tidak ada konflik
5) Upaya Kesehatan mengenai mengenai
yang perbedaan pendapat perbedaan pendapat
Bertentangan tentang pengobatan. tentang pengobatan.
Dengan
Keyakinan
Agama
Pasien percaya Pasien percaya
6) Kepercayaan penyakitnya dapat penyakitnya dapat
Bahwa Tuhan disembuhkan. disembuhkan.
Akan Menolong
Dalam
Menghadapi
Situasi Saat Sakit
Pasien menganggap Pasien menganggap
7) Persepsi sakit yang diderita sakit yang diderita
Terhadap adalah ujian. adalah ujian.
Penyebab
Penyakit

6. Riwayat Kesehatan Lingkungan


Tabel 4.6 Riwayat Kesehatan Lingkungan

Riwayat Kesehatan Lingkungan

Pasien 1 Keluarga pasien mengatakan lingkungan di sekitanya


bersih, dan pasien selalu menjaga kebersihan.

Pasien 2 Keluarga pasien mengatakan lingkungan di sekitanya


bersih, dan pasien selalu menjaga kebersihan.

7. Riwayat Kesehatan Lainya


Tabel 4.7 Riwayat Kesehatan Lainya

Riwayat Pasien 1 Pasien 2


Kesehatan
Alat bantu : gigi Keluarga pasien Keluarga pasien
palsu mengatakan tidak mengatakan tidak
Kaca mata, menggunakan alat menggunakan alat
pendengaran bantu, baik itu kaca bantu, baik itu kaca
mata, gigi palsu, mata, gigi palsu
maupun alat bantu maupun, alat bantu
dengar. dengar.

8. Observasi Dan Pemerikasaan Fisik


Tabel 4.8 Observasi dan pemeriksaan Fisik
Observasi dan Pasien 1 Pasien 2
Pemeriksaan Fisik
Keadaan Umum Keadaan umum Keadaan umum
lemah pasien hanya lemah
berbaring di tempat pasien hanya
tidur berbaring di tempat
tidur
Kesadaran Composmetis Composmetis
GCS E:4 V:5 M:6 E:4 V:5 M:6
Tekanan Darah 180/90 mmHg 168/90 mmHg
Nadi 88 x/Menit 68x/menit
Irama Reguler Reguler
Kekuatan /Isi Sedang Sedang
Suhu 360 C 36,60 C
Pernafasan 20x/menit 19x/menit
Masalah Keperawatan : Tidak ada

9. Body System
a. Pernafasan (B1: Breathing)
Tabel 4.9 Pernafasan

Jenis Pemeriksaan Pasien 1 Pasien 2


Pernafasan Normal Normal
Sesak Nafas Pasien tidak Pasien tidak
mengeluh sesak mengeluh sesak
nafas nafas
Frekuensi 20x/menit 19x/menit
Kapan Terjadinya Tidak ada Tidak ada
Faktor Pemberat Tidak ada faktor Tidak ada faktor
pemberat pemberat
Faktor Memperingan Tidak ada faktor Tidak ada faktor
memperingan memperingan
Batuk Tidak batuk Tidak batuk
Sputum
1. Warna Tidak ada sputum Tidak ada sputum
2. Konsistensi Tidak ada Tidak ada
Nyeri dada Tidak ada nyeri dada Tidak ada nyeri
dada
Hal yang dilakukan
untuk mengggurangi Tidak ada Tidak ada
nyeri dada
Pulmo
Insepeksi
1. Bentuk dada Simetris Simetris
2. Ritme pernafsan Eupnea Eupnea
3. Retraksi otot Tidak ada Tidak ada
bantu nafas
Palpasi
1. Taktil fremitus Terasa getaran Terasa getaran
ka/ki Simetris ka/ki Simetris ka/ki
2. Nyeri tekan Tidak ada Tidak ada
3. Ekspansi dada Tidak ada Tidak ada
Perkusi Sonorka/ki Sonorka/ki
Auskultasi
1. Irama nafas Teratur Teratur
2. Jenis suara Vesikuler Vesikuler
nafas
Alat bantu nafas Tidak ada alat bantu Tidak ada alat
nafas bantu nafas

Masalah Keperawatan : Tidak ada masalah keperawatan

b. Kardiovaskular(B2: Bleeding)
Tabel 4.10 Kardiovaskular

Jenis Pemeriksaan Pasien 1 Pasien 2


Nyeri Dada Pasien mengatakan Pasien mengatakan
tidak merasakan tidak merasakan
nyeri dada nyeri dada

1. Lokasi Tidak ada Tidak ada


2. Sifat Tidak ada Tidak ada
3. Kronologis Tidak ada Tidak ada
4. Faktor yang Tidak ada faktor Tidak ada faktor
memperberat yang memperberat. yang memperberat.

5. Faktor yang Tidak ada faktor Tidak ada faktor


memperingan yang memperingan. yang memperingan.

Cor
1. Inspeksi Simetris Simetris

2. Palpasi:ictus Terasa pada ICS 5 Terasa pada ICS 5


cordis mid clavicula mid clavicula
sinistra sinistra
3. Perkusi ICS 3 dulnes, di ICS 3 dulnes, di
bawah ICS 5 bawah ICS 5
4. Auskultasi
Bunyi jantung 1 Tunggal dup Tunggal dup
Bunyi jantung 2 Tunggal lup Tunggal lup
Bunyi jantung 3 Tidak ada Tidak ada
5. Irama jantung Regular Regular
CRT Kembali dalam Kembali
<2detik dalam<2detik
Akral Hangat Hangat
Terpasang CVP Tidak ada Tidak ada
JVP Tidak ada Tidak ada
Masalah Keperawatan : Tidak ada masalah keperawatan

c. Persyarafan (B3: Brain)


Tabel 4.11 Persyarafan

Jenis Pemeriksaan Pasien 1 Pasien 2


Nyeri
1. Palliative/profokatif Tidak ada Istirahat/begerak
2. Quality Tidak ada Nyeri cenut-cenut
3. Region Tidak ada Bagian kepala
4. Scale Tidak ada Skala 4
5. Time Tidak ada Hilang timbul
Ekspresi wajah ketika Tidak ada Pasien tampak
merasakan nyeri meringis menahan
nyeri
Hal yang dilakukan Tidak ada Memberikan
untuk mengatasi nyeri minyak kayu putih
untuk dioleskan ke
bagian kepala
Penglihatan
1. Muka Normal Normal
2. Mata
a. Konjungtiva Merah muda Merah muda
b. Sklera Putih Putih
c. Pupil Isokor Isokor
d. Palpebra Normal Normal
e. Lensa Jernih Jernih
f. Visus Normal ka/ki Normal ka/ki
Penciuman
1. Hidung Normal, tidak Normal, tidak ada
ada polip polip
Pengecapan
1. Mulut Normal Normal
2. Bibir Mukosa bibir Mukosa bibir
3. Lidah lembab lembab
4. Tonsil Bersih Bersih
Normal Normal
Pendengaran Telingga Telingga Normal,
Telingga Normal, tidak tidak ada gangguan,
ada gangguan, bersih tidak ada
bersih tidak ada kotoran.
kotoran.
Sensi taksil
1. Kulit kulit normal, kulit normal, bersih,
bersih, tidak ada tidak ada luka,
luka, terasa terasa sentuhan
sentuhan
Masalah Keperawatan : Nyeri Akut (Pasien 1)

d. Perkemihan Eliminasi urin (B:4 Blaader)


Tabel 4.12 Perkemihan Eliminasi Urin

Pasien 1

Jenis Pemeriksaan Sebelum Sakit Selama Sakit


Frekuensi 4-5x/hari 4x/hari
Bau Amoniak Amoniak
Gangguan eliminasi Tidak ada Tidak ada
bledder
Penggunaan kateter Tidak ada Tidak ada
Kebutuhan Mandiri Dengan bantuan
pemenuhan ADL
bladder
Warna Kuning jernih Kuning
Frekuensi minum baik Baik
Produksi Urin 1.700ml/24jam 1.700ml/24jam
Intake 1.8 liter/hari 1.8 liter/hari
Output 1.700ml 1.700ml
Pasien 2

Jenis pemeriksaan Sebelum Sakit Selama Sakit


Frekuensi 4-5x/hari 3-4xganti pempers
Bau Amoniak Amoniak
Gangguan eliminasi Tidak ada Tidak ada
bledder
Penggunaan kateter Tidak ada Tidak ada
Kebutuhan Mandiri Tergantung
pemenuhan ADL
bladder
Warna Kuning jernih Kuning
Frekuensi minum baik Baik
Produksi urin 1.800ml/24jam 1.800ml/24jam
Intake 2liter/jam 2liter/jam
Output 1.800ml/24jam 1.800ml/24jam
Masalah Keperawatan : Tidak ada masalah keperawatan

e. Pencernaan eliminasi alvi


Tabel 4.13 Pencernaan Eliminasi Alvi

Jenis pemeriksaan Pasien 1 Pasien 2


Mulut Mukosa bibir Mukosa bibir
lembab, mulut lembab, mulut
bersih bersih

Lidah Lidah merah mudah Lidah merah mudah


Kebersihan rongga Tidak berbau Tidak berbau
mulut
Gigi Gigi Bersih, karies Gigi Bersih, karies
gigi (-) gigi (-)
Nyeri telan Tidak ada nyeri Tidak ada nyeri
telan telan
Abdomen
1. Inspeksi Normal Normal
2. Palpasi Normal, tiadak ada Normal, tiadak ada
nyeri tekan nyeri tekan
3. Perkusi Timpani Timpani
4. Auskultasi 18x/menit 19x/menit
Terpasang NGT Tidak ada Tidak ada
Masalah pencernaan Mual Mual
BAB
1. Sebelum sakit a. Keluarga a. Keluarga
mengatakan mengatakan
sebelum sakit sebelum sakit
pasien BAB 1- pasien BAB 1-
2x/hari, warna 2x/hari, warna
kuning kuning
kecoklatan, kecoklatan,
konsistensi konsistensi
padat,bau khas padat,bau khas
fases, darah (-) fases, darah (-)

2. Saat Sakit b. Keluarga b. Keluarga


mengatakan saat mengatakan
sakit belum saat sakit pasien
BAB sama sudah bab 1kali,
sekali . warna coklat,
sedikit, lembek.
Rektum Hemoroid (-) Hemoroid (-)
Masalah Keperawatan : Mual

f. Tulang Otot Integumen (B6: Bone)


Tabel 4.14 Tulang Otot Integumen

Tulang Otot Integument Pasien 1 Pasien 2


Muskuloskeletal
Kemampuan ambulasi Sebelum Saat Sebelum Saat
ADL sakit sakit sakit sakit
0 0 0 1
1. Makan/minum 0 1 0 2
2. Mandi 0 2 0 3
3. Berpakaian/berdanda 0 1 0 3
n 0 2 0 2
4. Toileting
5. Mobilitas di tempat 0 2 0 2
tidur 0 2 0 3
6. Berpindah 0 3 1 3
7. Berjalan Pemberian skor : 0=mandiri,
8. Naik tangga 1=minimal, 2=partial, 3=total

Rentang gerak Pasif Pasif


Kemampuan melakukan
ROM 5555 3333 5555 1111

5555 3333 5555 1111

Kelainan exstreminitas Exstreminitas Exstreminitas


atas dan bawah atas dan bawah
sebelah kiri sebelah kiri
Fraktur Tidak ada Tidak ada
Dislokasi Tidak ada Tidak ada
Hematoma Tidak ada Tidak ada
Parase Tidak ada Tidak ada
Paralise Tidak ada Tidak ada
Integumen
1. Warna kulit Kemerahan Kemerahan
2. Turgor kulit Kembali<2detik Kembali<2detik
3. Oedema Tidak ada Tidak ada
4. Luka oedema oedema
Tidak ada luka Tidak ada luka
Endokrin
1. Pembesaran kelenjar Tidak ada Tidak ada
tyroid Pembesaran Pembesaran
2. Pembesaran kelenjar kelenjar tyroid kelenjar tyroid
getah bening Tidak ada Tidak ada
3. Hiperglikemia Pembesaran Pembesaran
4. Hipoglikemia kelenjar getah kelenjar getah
bening bening
Tidak ada Tidak ada
Tidak ada Tidak ada
Genetalia
1. Pria Normal -
2. Perempuan - Normal
3. Rectum Normal, Normal,
hemoroid (-) hemoroid (-)
Masalah keperawatan : Hemiplegia sinistra

9. Pengkajian Pola nutrisi dan Fungsi Kesehatan


Tabel 4.15 Pengakajian pola nutrisi dan fungsi Kesehatan

Pengkajian Pasien 1 Pasien2


nutrisi dan Sebelum Selama Sebelum Selama
fungsi Sakit Sakit Sakit Sakit
kesehatan
Pola
nutrisi:
a. Makanan
3x1/sehari 3x1/hari 3x1/sehari 2x1/sehari
1) Frekuensi
Nasi, lauk, Nasi, lauk, Nasi, lauk, Nasi, sayur
2) Jenis menu sayur. sayur. sayur.

Semua suka Semua suka Semua suka Semua suka


3) Jenis menu
Yang
disukai
Makanan Makanan Tidak ada Tidak ada
4) Yang tidak pedas pedas
disukai Tidak ada Menghinda Menghinda Menghindari
pantangan ri makanan ri makanan makanan
5) Pantangan asin asin asin

Tidak ada Tidak ada Tidak ada Tidak ada


alergi alergi alergi alergi
6) Alergi

b. Minuman Baik Cukup Baik Cukup

1) Frekuensi Air putih Air putih, Air putih Air putih


teh hangat
2) Jenis
minum Kopi Tidak ada Tidak ada Tidak ada

3) Yang
disukai Semua suka Semua suka Semua suka Semua suka

4) Yang tidak
disukai Tidak ada Tidak ada Tidak ada Tidak ada

5) Pantangan Tidak ada Tidak ada Tidak ada Tidak ada


alergi alergi alergi alergi
6) Alegri

Pola aktivitas sehari- hari


Pola istirahat
1) Tidur siang
12.00- 12.00- 13.20- 12.00-
2) Tidur 14.30 15.00 15.00 14.00
malam
22.30- 21.00- 21.00- 22.00-
05.00 05.00 04.30 04.00
Persial hygine:

1) Mandi 2-3x/hari 2xhari(seka) 2x/hari 1x/hari(seka)

2) Kramas Ix/2hari Selama 2x/hari Selama


dirawat tidak dirawat tidak
keramas. keramas.

2x/hari
3) Sikat gigi 3x/hari 2x/hari 3x/hari
Selama
4) Memotong 1x/minggu Selama 1x/minggu dirawat tidak
kuku dirawat tidak memotong
memotong kuku.
kuku.

5) Ganti 2x/hari 1x/hari 2x/hari 1x/hari


pakaian (dibantu (dibantu
perawat) perawat)

10. Terapi Yang Di Dapatkan


Table 4.16 Terapi Yang Di Dapatkan

Terapi yang Pasien 1 Pasien 2


di dapatkan
Terapi -futrolit :pz 1:1 -Pz 1500 cc /24 jam
cairan -drip NRB 1x1/hari
(jam 08.00)
Injeksi - Citicoline 2x500mg -Citicolin
( jam07.45 dan jam 3x250mg(jam 08.00,
15.30) jam 16.00, jam
-Piracetam 3x3gr 22.00)
(jam 07.45, jam 15.30 -Ranitidin
dan jam 21.30) 2x50mg(jam 08.00
-Interco 1x1(14.10) dan jam 20.00)

Obat oral -Ksr 2x1(jam 07.45 dan -Interpril 1x5mg


jam 15.30) (pagi08.00)
-Fenafibrat1x300mg -Amlodipin 1x5mg
( jam 07.45) (jam 22.00)
-Amlodipin 10mgx1/hari -Aspilet 1x5mg (jam
(jam 21.30) 08.00)
-Cetapril1x1 25mg (jam -Amiodaron 2x1(jam
07.45) 08.00 dan jam 22.00)
-Betahistin
3x6mg(jam
08.00,jam 16.00, jam
22.00)
Diet - -
lain-lain - -

11. Hasil Pemeriksaan Diagnostik


Table 4.17 Hasil Pemeriksaan Diagnostik

Pasien 1
Tanggal Jenis Hasil Nilai rujukan Ket
Pemeriksa Pemeriksaan
an
16 Februari WBC 10.4X10^3/U\uL 4.8-10.8
2020 Lymph# 2.5X10^3/UL 0.8-4.8
Mid# 0.9X10^3/uL 0.1-0.9
Gran# 7.0X10^3/uL 2.0-7.0
Lymph# 24.3 % 20.0-40.0
Mid 8.5% 3.0-9.0
Gran# 67.2% 50.0-70.0

HGB 14.4 g/dl 11.0-16.0


RBC 5.22x10^6/uL 3.50-5.50
HCT 43.4% 37.0-50.0
MCV 83.3fl 82.0-95.0
MCH 27.5pg 27.0-31.0
MCHC 33.1g/dl 32.0-36.0
RDW-CV 14.8 % 11.5-14.5
RDW-SD 43.3fl 35.0-56.0

PLT 235x10^3/uL 150-450


MPV 8.6fl 7.0-11.0
RDW 15.6 15.0-17.0
PCT 0.202 % 0.108-0.282

18 Februari Elektrolit
2020 ise

1. Elektrolit 3.0 Kal:3.5-5.5


Kalium 135 Na :135-145
Natrium 104 Chlo: 98-110
Chorida

Faal Ginjal
2. Urio acid 7.0 Lk:2.06.0mg/dl
Pr.1-5-
5.0mg/dl

Lemak
3. LDL 103 <150 mg/dl
Kolesterol
4. trigliserida 292 <150 mg/dl

Pasien 2
Tanggal Jenis Hasil Nilai rujukan Ket
pemeriksa pemeriksaa
an n
22 Februari WBC 6.8 X10^3/ul 4.8-10.8
2020 Lymph# 2.0 X10^3/ul 0.8-4.0
Mid# 0.5 X10^3/ul 0.1-0.9
Gran# 4,3 X10^3/ul 2.0-7.0
Lymph# 29.6% 20.0-40.0
Mid 7.6% 3.0-9.0
Gran# 62,8% 50.0-70.0

HGB 11.5g/dl 11.0-16.0


RBC 3.94g/dl 3.50-5.50
HCT 35.8% 37.0-50.0
MCV 90.9 fl 82.0-95.0
MCH 29.1 pg 27.0-31.0
MCHC 32.1g/dl 32.0-36.0
RDW-CV 14.3% 11.5-14.5
RDW-SD 50.3 fl 35.0-56.0

PLT 215 X10^3/ul 150-450


MPV 8.2 fl 7.0-11.0
RDW 15.4 15.0-17.0
PCT 0.176% 0.108-0.282
23Februari Elektrolit
2020 ise
1. Elektrolit
Kalium 3.6 Kal:3.5-5.5
Natrium 138 Na :135-145
Chorida 107 Chlo: 98-110
Faal Ginjal
2. Urio acid 5.7 Lk:2.06.0mg/dl
Pr.1-5-
5.0mg/dl

Lemak
3. LDL 174.7 <150 mg/dl
Kolesterol
4. trigliserida 95 <150 mg/dl

Metabolisme 104 <140 mg/dl


5. glukosa
acak

Hasil Pasien 1 Pasien 2


pemeriksaan
diangnostik
CT- Scan Tidak ada Tidak ada
kepala
EKG Terlampir terlampir
X- Ray Thorak Tidak ada Tidak ada
USG Tidak ada Tidak ada

12. Analisa Data


Tabel 4.18 Analisa Data

Pasien 1
Data DS/DO Etiologi Masalah
DS: Keluarga mengatakan Penurunan Gangguan
pasien mengeluh bicara terasa sirkulasi serebral komunikasi
berat, sulit mengungkapkan verbal
kata, bicara pelo.

DO: -Pasien tampak lemah


-Observasi ttv
TD:180/90mmHg
N:88x/menit
S:360C
RR:20x/menit
-GCS:456
-akral hangat

DS: Keluarga mengatakan Gangguan Gangguan


pasien mengeluh badan terasa Neuromuskular Mobilitas
lemas, tangan dan kaki kiri Fisik
terasa lemah.

DO: -Pasien tampak lemah


-Observasi ttv
TD:180/90mmHg
N:88x/menit
S:360C
RR:20x/menit
-GCS:456
-Akral hangat
-Kekuatan otot

5555 3333
5555 3333

-Aktivitas pasien dibantu


keluarga maupun perawat

Pasien 2
Data DS/DO Etiologi Masalah
DS: Keluarga mengatakan Penurunan Gangguan
pasien mengeluh bicara pelo, sirkulasi serebral komunikasi
lidah terasa berat dan kaku, verbal
pasien sulit memahami
komunikasi.

DO:-pasien tampak lemah


- Observasi ttv
TD:168/91mmHg
N:68x/menit
S:36,60c
RR:19x/menit

DS: Keluarga mengatakan Gangguan Gangguan


pasien mengeluh kaki dan Neuromuskular Mobilitas
tangan kiri terasa lemah Fisik
serta susah digerakan.

DO:-pasien tampak lemah


- Observasi ttv
TD:168/91mmHg
N:68x/menit
S:36,60c
RR:19x/menit
-GCS:456
-Akral hangat
-Kekuatan otot

5555 1111
5555 1111

- aktivitas pasien
dibantu keluarga
maupun perawat

13. Diagnosa Keperawatan


Table 4.19 Diagnosa Keperawatan

Diagnosa Keperawatan
Pasien 1
1. Gangguan komunikasi verbal berhubungan dengan
penurunan sirkulasi serebral
2. Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan gangguan
neuromuskuler
Pasien 2
1. Gangguan komunikasi verbal berhubungan dengan
penurunan sirkulasi serebral
2. Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan gangguan
neuromuskuler

14. Intervensi Keperawatan


Table 4.20 Intervensi Keperawatan

Diagnosa Tujuan dan Kriteria Intervensi


Keperawatan Hasil(SLKI) (SIKI)
(SDKI)
Pasien 1
Gangguan Setelah dilakukan
komunikasi tindakan keperawatan SIKI:Defisit bicara
verbal 3x24 jam diharapkan
berhubungan pasien mampu a. Monitor kognitif
dengan berkomunikasi verbal proses kognitif,
penurunan dengan jelass dengan anatomis dan
sirkulasi kriteria hasil : fisiologis yang
serebral a. Kemampuan berkaitan dengan
bicara dari skala 2 bicara (mis, memori,
(cukup menurun) pendengaran.dan
menjadi skala 4 Bahasa)
(cukupmeningkat) b. Identifikasi perilaku
b. Afasia dari skala 4 emosional dan fisik
(cukup menurun) sebagai bentuk
menjadi skala 2 komunikasi.
(cukup c. Gunakan metode
meningkat) komunikasi
c. Bicara pelo dari alternative (mis
skala 4 (cukup menulis, mata
menurun ) berkedip papan
menjadi 2(cukup komunikasi degan
meningkat ) gambar dan huruf,
isyarat tangan dan
computer)
d. Ulangi yang
disampaikan pasien
e. Berikan dukungan
psikologis
f. Ajarkan pasien dan
keluarga kognitif,
anatomis, fisiologis
yang berhubungan
dengan kemampuan
berbicara
hambatan Setelah di lakukan SIKI:Gangguan
mobilitas fisik tindakan keperawatan mobilitas fisik
berhubungan 3x24 jam di harapkan
dengan pasien mampu a. Identifikasi
gangguan berkativitas kembali keterbatasan
neuromuskuler dengan kriteria hasil : pergerakan sendi
a. Pergerakan b. Berikan dukungan
exstreminitas dari positif pada saat
skala 2 (cukup melakukan latihan
menurun )menjadi gerak sendi
skala 4(cukup c. Anjurkan melakukan
meningkat ) rentang gerak pasif
b. Renatang gerak dan aktif secara
(rom) dari skala 2 sistematis
(cukup menurun ) d. Kolaborasi dengan
menjadi skala 4 fisioterapi bila perlu
(cukup meninkat)
c. Kelemahan fisik
dari skala 4
(cukup menurun)
menjadi skala 2
(cukup
meningkat)

Diagnosa Tujuan dan Kriteria Intervensi


Keperawatan Hasil
Pasien 2
Gangguan Setelah dilakukan
komunikasi tindakan keperawatan SIKI:Defisit bicara
verbal 3x24 jam diharapkan
berhubungan pasien mampu a. monitor kognitif
dengan berkomunikasi verbal proses kognitif,
penurunan dengan jelass dengan anatomis dan
sirkulasi kriteria hasil : fisiologis yang
serebral berkaitan dengan
a. Kemampuan bicara bicara (mis,
dari skala 2 (cukup memori,
menurun) menjadi pendengaran.dan
skala 4(cukup Bahasa)
meningkat ) b. identifikasi perilaku
b. Afasia dari skala 4 emosional dan fisik
(cukup menurun) sebagai bentuk
menjadi skala 2 komunikasi.
c. Gunakan metode
(cukup meningkat)
c. Bicara pelo dari komunikasi
skala 4 (cukup alternative (mis
menurun ) menjadi menulis,mata
2(cukup berkedip papan
meningkat) komunikasi degan
gambar dan huruf
,isyarat tangan dan
computer)
d. Ulangi yang
disampaikan pasien
e. Berikan dukungan
psikologis
f. Ajarkan pasien dan
keluarga kognitif,
anatomis, an
fisiologis yang
berhubungan
dengan kemampuan
berbicara
hambatan Setelah dilakukan SIKI:Gangguan
mobilitas fisik tindakan keperawatan mobilitas fisik
berhubungan 3x24 jam diharapkan
dengan pasien mampu a. Identifikasi
gangguan berkativitas kembali keterbatasan
neuromuskuler dengan kriteria hasil: pergerakan sendi
a. Pergerakan b. Berikan dukungan
exstreminitas dari positif pada saat
skala 2 (cukup melakukan latihan
menurun) menjadi gerak sendi
skala 4(cukup c. Anjurkan
meningkat) melakukan rentang
b. Rentang gerak gerak pasif dan
(rom) dari skala 2 aktif secara
(cukup menurun) sistematis
menjadi skala 4 d. Kolaborasi dengan
(cukup meninkat) fisioterapi bila perlu
c. Kelemahan fisik
dari skala 4 (cukup
menurun) menjadi
skala 2(cukup
meningkat)
16. Implementasi
Tabel 4. 21Pelaksanaan Tindakan Keperawatan
Diagnosa Hari ke 1 Hari ke 2 Hari ke 3
Keperawatan 17 Februari 2020 18 Februari 2020 19 Februari 2020

Pasaien 1 Implementasi Implementasi Implementasi


Gangguan 07.00 a. Melakukan 07.00 a. Obsevasi TTV 07.00 a. Obsevasi TTV
komunikasi pengambilan data TD:140/90mmHg TD:220/150mmHg
verbal dengan menandatangani N:88x/menit N:94x/menit
berhubungan inform consent S:36.0 C S:36.50 C
dengan b. obsevasi TTV RR:19x/menit RR:21x/menit
penurunan TD:180/120 mmHg b. Keadaan umum pasien sudah b. Keadaan umum pasien sudah
sirkulasi N:88x/menit lebih baik lebih baik
serebral S:36.5
RR:20x/menit 08.00 Memantau perilaku emosional 07.20 Melatih pasien mandiri untuk
c. keadaan umum klien dan fisik sebagai bentuk mengulang kata secara perlahan.
lemah komunikasi. R/Pasien Kooperatif
R/Pasien Kooperatif
08.20 Mendegarkan penuh apa 08.10 07.45 Mendegarkan penuh apa yang
yang diucapkan pasien Melatih pasien untuk diucapkan pasien
berkomunikasi dengan
08.45 Melakukan komunikasi menggunakan metode alternative 08.20 Melatih pasien untuk berbicara
secara berulang dan yaitu perlahan ajarkan pasien mandiri dengan mengeja
lakukan terus menerus mengeja A, I, U, E, O A,I,U,E,O secara perlahan
untuk merangsang memori, R/Pasien Kooperatif R/Pasien Kooperatif
pendengeran dan Bahasa. 08.35
R/Pasien Kooperatif Melatih pasien untuk mengulang
kata secara perlahan.
Memantau perilaku R/Pasien Kooperatif Melatih pasien untuk menulis atau
09.00 emosiona dan fisik sebagai 09.00 08.55 menggunakan Bahasa isyarat.
bentuk komunikasi. Melatih pasien untuk menulis atau R/Pasien Kooperatif
R/Pasien Kooperatif menggunakan Bahasa isyarat.
R/Pasien Kooperatif Melibatkan keluarga dalam proses
Melatih pasien 10.45 latihan komunikasi.
09.20 menggunakan metode Melatih pasien dalam komunikasi 09.00 R/Pasien Kooperatif
komunikasi (misalnya terutama pada kecepatan saat
dengan tulisan, isyarat berbicara. Memberikan edukasi kepada
tangan ). R/Pasien Kooperatif keluarga untuk terus saling
R/Pasien Kooperatif 11.20 12.35 berkomunikasi pada pasien.
Mendegarkan penuh apa yang
Melatih pasien untuk diucapkan pasien a. Obsevasi TTV
10.30 mengulangi kata yang 12.35 TD:160/90mmHg
disampaikan. Melibatkan keluarga dalam 13.35 N:85x/menit
R/Pasien Kooperatif memahi emosional dan perilaku S:36.20 C
sebagai bentuk komunikasi. RR:21x/menit
Menganjurkan pasien dan R/Pasien Kooperatif b. Keadaan umum pasien sudah
12.30 keluarga untuk terus saling 12.55 lebih baik
berkomunikasi demi Memberikan edukasi kepada
melatih kemampuan bicara. keluarga untuk terus saling
R/Pasien Kooperatif berkomunikasi pada pasien.
a. obsevasi TTV R/Pasien Kooperatif
TD:160/110 mmHg 13.20
13.15 N:84x/menit a. Obsevasi TTV
S:36.5 TD:150/90mmHg
RR:20x/menit N:85x/menit
b. keadaan umum klien S:36.0 C
lemah RR:20x/menit
b. Keadaan umum pasien sudah
lebih baik
Diagnosa Hari ke 1 Hari ke 2 Hari ke 3
Keperawatan 23 Februari 2020 24 Februari 2020 25 Februari 2020

Pasien 2 Implementasi Implementasi Implementasi


Gangguan 07.00 a. Melakukan 07.00 a. Obsevasi TTV 07.00 a. Obsevasi TTV
komunikasi pengambilan data TD:150/95mmHg TD:150/90mmHg
verbal dengan menandatangani N:88x/menir N:90x/menit
berhubungan inform consent S:36.20 C S:36.50 C
dengan b. obsevasi TTV RR:19x/menit RR:18x/menit
penurunan TD:168/91 mmHg b. Keadaan umum pasien lemah b. Keadaan umum pasien lemah
sirkulasi N:68x/menit
serebral S:36.6 08.00 Memantau perilaku emosiona dan 07.20 Melatih pasien untuk menulis atau
RR:19x/menit fisik sebagai bentuk komunikasi. menggunakan Bahasa isyarat.
c. keadaan umum pasien R/Pasien Kooperatif R/Pasien Kooperatif
lemah
08.10 Melatih pasien untuk berbicara 07.45 Melatih pasien untuk berbicara
08.20 Melakukan komunikasi mandiri dengan mengeja A, I, U, mandiri dengan mengeja A, I, U,
secara berulang dan E, O terlebihh dahulu. E, O
lakukan terus menerus R/Pasien Kooperatif R/Pasien Kooperatif
untuk merangsang memori,
pendengeran dan Bahasa. 08.35 Melatih pasien dalam komunikasi 08.20 Melatih pasien mandiri untuk
R/Pasien Kooperatif terutama pada kecepatan saat mengulang kata secara perlahan.
berbicara. R/Pasien Kooperatif
08.45 Memantau perilaku R/Pasien Kooperatif
emosiona dan fisik sebagai 08.55 Melatih pasien untuk menulis atau
bentuk komunikasi. 09.00 Melatih pasien untuk mengulang menggunakan Bahasa isyarat.
R/Pasien Kooperatif kata secara perlahan. R/Pasien Kooperatif
R/Pasien Kooperatif

Melatih pasien Melatih pasien untuk menulis atau Melibatkan keluarga dalam proses
09.00 menggunakan metode 10.00 menggunakan Bahasa isyarat. 09.00 latihan komunikasi
komunikasi (misalnya R/Pasien Kooperatif
dengan tulisan, isyarat Memberikan edukasi kepada
tangan ). Melibatkan keluarga dalam 12.30 keluarga untuk terus saling
R/Pasien Kooperatif 11.00 memahi emosional dan perilaku berkomunikasi pada pasien.
sebagai bentuk komunikasi.
Melatih pasien untuk R/koperaif dalam terapi a. Obsevasi TTV
09.20 mengulangi kata yang di 13.15 TD:140/80mmHg
sampaikan. Memberikan edukasi kepada N:88x/menit
R/Pasien Kooperatif 12.35 keluarga untuk terus saling S:36.50 C
berkomunikasi pada pasien. RR: 20x/menit
Menganjurkan pasien dan R/Pasien Kooperatif b. Keadaan umum pasien lemah
10.30 keluarga untuk terus saling
berkomunikasi demi a. Obsevasi TTV
melatih kemampuan bicara. 13.25 TD:140/90mmHg
R/Pasien Kooperatif N:88x/menit
S:36.20 C
a. obsevasi TTV RR: 20x/menit
12.45 TD:158/86mmHg b. Keadaan umum pasien
N:71x/menit lemah
S:36.
RR:19x/menit
b. keadaan umum pasien
lemah
16. Evaluasi
Tabel 4.22 Evaluasi

Evaluasi Hari ke 1 Hari ke 2 Hari ke 3


17 Februari 2020 18 Februari 2020 19 Februari 2020
Pasien 1 S:Keluarga mengatakan S:Keluarga mengatakn S:Keluarga mengatakan
pasien sulit berbicara, pasien sudah sedikit- pasien sudah mulai bicara
bicara pelo, lidah terasa sedikit bicara walau tidak dengan sedikit jelas,
kaku. begitu jelas. walau tidak banyak kata
Gangguan O: O: yang diucapkan.
Komunikas a. Pasien tampak lemah a. Pasien tampak lebih O:
i Verbal b. Saat bicara pelo baik a. Pasien tampak lebih
c. Bicara tidak jelas b. Saat bicara pelo mulai baik
d. GCS :456 berkurang b. Saat bicara pelo mulai
e. Kesadaran c. Bicara tidak begitu berkurang
composmetis jelas c. Bicara sudah mulai
f. Akral hangat d. GCS :456 jelas
g. Obsevasi TTV: e. Kesadaran d. GCS :456
TD:160/110mmHg composmetis e. Kesadaran
N:84x/menit f. Akral hangat composmetis
S:36.50C g. Obsevasi TTV: f. Akral hangat
RR:20x/menit TD:150/90mmHg g. Obsevasi TTV:
N:85x/menit TD:160/90mmHg
S:36.0 C N:85x/menit
A:Masalah Belum RR:20x/menit S:36.0 C
Teratasi A:Masalah teratasi RR:21x/menit
P:Intervensi dilanjutkan Sebagian A:Masalah Teratasi
P:Intervensi dilanjutkan P:Intervensi dihentikan

Evaluasi Hari ke 1 Hari ke 2 Hari ke 3


23 Februari 2020 24 Februari 2020 25 Februari 2020
Pasien 2 S:Keluarga mengatakan S:Keluarga mengatakan S:Keluarga mengatakan
pasien sulit berbicara, pasien masi belum bisa pasien sudah bisa berbicara
bicara pelo, lidah terasa berbicara dengan jelas, sedikit-sedikit walau tidak
Gangguan berat. bicara masi pelo dan jelas, bicara masi pelo dan
Komunikas O: lidah masi terasa berat. lidah masi terasa berat.
i Verbal a. Pasien tampak lemah O: O:
b. Saat bicara pelo a. Pasien tampak lemah a. Pasien tampak lemah
c. bicara tidak jelas b. Saat bicara pelo b. Saat bicara pelo
d. GCS :456 c. Bicara tidak jelas c. Bicara tidak jelas
e. Kesadaran d. GCS :456 d. GCS :456
composmetis e. Kesadaran e. Kesadaran
f. Akral hangat composmetis composmetis
g. obsevasi TTV: f. Akral hangat f. Akral hangat
TD:158/86 mmHg g. Obsevasi TTV: g. Obsevasi TTV:
N:71x/menit TD:140/90mmHg TD:140/80mmHg
S:36.50C N:88x/menit N:88x/menit
RR:19x/menit S:36.20 C S:36.0 C
RR:20x/menit RR:20x/menit
A:Masalah Belum A:Masalah Belum A:Masalah Belum
Teratasi Teratasi Teratasi
P:Intervensi dilanjutkan P:Intervensi dilanjutkan P:Intervensi dilanjutkan
BAB 5

PEMBAHASAN

Pada bab ini penulis akan membahas tentang “ Asuhan Keperawatan

dengan masalah hambatan komunikasi verbal pada pasien stroke iskemik di

ruang dewasa di RSU Al-Islam H.M.Mawardi Krian Sidoarjo “ pada Tn. A

dan Ny. S dengan ini penulis akan membahas prioritas masalah diagnosa

keperawatan hambatan komunikasi verbal berhubungan dengan penurunan

sirkulasi serebral di ruang rawat inap RSU Al-Islam H.M.Mawardi Krian.

Prinsip dari pembahasan menggunakan 5 tahapan proses keperawatan yang

meliputi pengkajian, diagnosa keperawatan, dan evaluasi.

A. PENGKAJIAN

Pengkajian adalah tahap awal dari proses keperawatan dan

merupakan suatu proses pengumpulan data dari berbagia sumber data

untuk mengevaluasi dan mengidentifikasi status kesehatan klien. Menurut

(Nursalam, 2008) pengkajian pasien stroke meliputi identitas klien,

keluhan utama, riwayat penyakit sekarang, riwayat penyakit dahulu,

riwayat penyakit keluarga dan pengkajian psikososial.

Dari hasil pengkajian yang sudah dilakukan, ditemukan 2 kasus dengan

masalah hambatan komunikasi verbal. Pada hasil pengkajian riwayat

keluhan utama Tn.A Keluarga mengatakan pasien mengeluh mual. Serta

riwayat penyakit sekarang keluarga mengatakan Tn.A mengeluh mual,

badan terasa lemas, tangan dan kaki kiri terasa lemah,. pemeriksaan
diketahui Tekanan Darah :180/90 mmHg, S: 360 C, Nadi :88x/ menit,

RR:20x/menit, GCS 456 hasil pemeriksaan kekutan otot adalah :

5555 3333
5555 3333

Pada hasil pengkajian riwayat keluhan utama Ny.S didapatkan keluarga

mengatakan pasien mengeluh pusing, serta riwayat penyakit sekarang

keluarga mengatkan pasien mengeluh mual dan pusing, cenut-cenut, kaki dan

tangan kiri terasa lemah serta susah digerakan, bicara pelo, lidah terasa berat

dan kaku, pasien sulit memahami komunikasi. hasil pemeriksaan ketahui

Tekanan Darah:168/91, mmHg, S:36,60C, N: 68 x/menit, RR:19x/menit,GCS

456, hasil pemeriksaan kekuatan otot adalah :

5555 1111
5555 1111

Tanda gejala klinis yang mungkin didapatkan pada pasien dengan masalah

hambatan komunikasi verbal antara lain kesulitan untuk berbicara, kesulitan

menyusun kata-kata, kesulitan menggunakan ekspresi wajah, bicara pelo

(Wiwik,2010)

B. ANALISA DATA

Dari data hasil pengkajian pada kasus 1 dan 2 didapatkan data

subjektif dan objektif yang dianalisa untuk menemukan masalah


keperawatan yang muncul. Dari kasus 1 dan 2 muncul masalah

keperawatan gangguan komunikasi verbal yang menjadi masalah salah

satu prioritas yang harus segera ditangani karena jika tidak segera

ditanggani dapat berakibat fatal.

C. DIAGNOSA KEPERAWATAN

Diagnosa keperawatan adalah penilaian terhadap individu, tentang

proses terhadap masalah kesehatan yang bersifat actual dan potensial yang

berfungsi sebagai panduan untuk memilih intervensi keperawatan, supaya

bisa mencapai kriteria hasil yang ditetapkan dan menjamin akuntabilitas

perawat (Deborra,2011)

Pada kasus ini di temukan dua diagnosa keperawatan. pada Tn.A

ditemukan dua diagnosa keperawatan yaitu, hambatan komunikasi verbal

berhubngan dengan penerunan sirkulasi serebral dan hambatan mobilitas

fisik berhubungan dengan gangguan neuromuskuler, dan pada Ny.S

ditemukan dua diagnosa hambatan komunikasi verbal berhubungan

dengan penurunan sirkulasi serebral dan hambatan mobilitas fisik

berhubungan dengan gangguan neuromuskuler. berdasarkan hasil

pengkajian dari keadaan pasien ditemukan diagnosa keperawatan yang

sama yaitu hambatan komunikasi verbal berhubungan dengan penurunan

sirkulasi srebral yang menjadi diagnosa priorotas yang ada pada studi

kasus ini . Penulis memprioritaskan diagnosa hambatan komunikasi verbal

dengan alasan karena pada saat pengkajian didapatkan data subyektif pada

Tn.A, keluarga mengatakan pasien mengeluh bicara terasa berat, sulit

mengungkapkan kata, bicara pelo, sedangkan data subyektif pada Ny.S

keluarga mengatakan pasien mengeluh bicara pelo, lidah terasa berat dan
kaku, pasien sulit memahami komunikasi, dan data obyektif kedua pasien

tampak kesulitan dalam menyusun kata.

D. INTERVENSI KEPERAWATAN

Setelah diagnosa keperawatan dapat ditegakan, maka perlu

penetapan rencana keperawatan untuk mengatasi masalah keperawatan

tersebut. Kegiatan perencanaan ini meliputi: memprioritasakan masalah,

merumuskan tujuan, kriteria hasi, serta tindakan dalam perencanaan tidak

terdapat kesenjangan anatara teori dan kasus dalam memprioritaskan

masalah, merumuskan masalah, merumuskan tujuan, kriteria hasil,serta

tindakan.

Tujuan kriteria hasil yang diharapkan serta dilakukan tindakan

keperawatan selama 3x24 jam diharapkaan pasien (Tn.A dan Ny.S) akan

menunjukan tanda- tanda vital dalam batas normal dan keadaan umum

membaik.

E. IMPLEMENTASI

Tindakan keperawatan implementasi adalah kategori dari perilaku

keperawatan dimana tindakan yang diperlukan untuk mencapai tujuan,

hasil yang diperkirakan dari asuhan keperawatan yang dilakukan dapat

diselsaikan dalam implementasi. Tindakan itu membantu, mengarahkan

dalam mengatasi masalah keperawatan, agar asuhan keperawatan yang

diberikan dapat dilakukan sesuai rencana tindakan yang ditetapkan

sebelumnya. pelaksanaan keperawatan pada pasien stroke dengan

gangguan komunikasi verbal ini dikembangkan untuk memantu tanda-

tanda vital, monitor kognitif yang berkaitan dengan bicara misalnya

(melakukan komunikasi berulang untuk merangsang memori dan Bahasa),


identifikasi perilaku emosional dan fisik sebagai bentuk komunikasi

misalnya (memantau keadaan emosional pasien dalam perihial

berkomunikasi), mengajarkan pasien mengunakan metode alternative

untuk berkomunikasi misalnya dengan menulis, mata berkedip, papan

komunikasi dan isyarat tangan, misalnya ( melatih pasien untuk mengeja

A,I,U,E,O) membantu pasien dalam melatih bicara memberikan stimulus

terhadap sentuhan serta memberikan dukungan kepada pasien dan keluarga

untuk tetap terus saling berkomunikasi.

F. EVALUASI

Setelah penulis membahas pemberian asuhan keperawatan dari

mulai pengkajian, pengolahan data, penetapan diagnosa keperawatan,

pembuatan rencana tindakan keperawatan yang telah dibuat, penulis

membahas mengenai evaluasi dari pelaksanaa yang telah dilakukan.

Penyajian data pembahsaan pada evaluasi dengan pedoman SOAP

(Subyektif, Obyektif, Assesment, Planning)

Evaluasi keperawatan dilakukan selama 3 hari dan dalam karya

tulis ini penulis membahas mengenai evaluasi tindakan terhadap intervensi

keperawatan komunikasi verbal pada Tn.A dan Ny.S

Pada evaluasi hari pertama Tn. A tanggal 17 Februari 2020 data

subyektif keluarga mengatakan pasien sulit berbicara, bicara pelo dan

lidah masi terasa kaku, data obyektif yang di peroleh pasien tampak

lemah, saat bicara pelo, bicara tidak jelas,GCS: 456, kesadaran

composmetis, akral hangat, observasi TTV TD: 160/110mmHg,


N:84x/menit, S:36,50C, RR:20x/menit, assessment masalah belum teratasi,

planning intervensi dilanjutkan.

Pada evaluasi hari ke dua Tn. A tanggal 18 Februari 2020 data

subyektif keluarga mengatakan pasien sudah sedikit berbicara walau tidak

begitu jelas, data obyektif yang diperoleh pasien tampak lebih baik ,

bicara pelo sudah mulai berkurang, bicara tidak begitu jelas,GCS: 456,

kesadaran composmetis, akral hangat, observasi TTV TD: 150/90mmHg,

N:85x/menit, S:360C, RR:20x/menit, assessment masalah teratasi sebagian,

planning intervensi dilanjutkan.

Pada evaluasi hari ke tiga Tn. A tanggal 19 Februari 2020 data

subyektif keluarga mengatakan pasien sudah mulai berbicara dengan

sedikit jelas, walau tidak banyak kata yang diucapkan data obyektif yang

diperoleh pasien tampak lebih baik, saat bicara pelo sudah mulai

berkurang, bicara sudah mulai jelas, GCS: 456, kesadaran composmetis,

akral hangat, observasi TTV TD: 160/90mmHg, N:85x/menit, S:36 0C,

RR:22x/menit, assessment masalah teratasi, planning intervensi

dihentikan.

Pada evaluasi hari pertama Ny. S tanggal 23 Februari 2020 data

subyektif keluarga mengatakan pasien sulit berbicara, bicara pelo lidah

terasa berat data obyektif yang diperoleh pasien tampak lemah, saat bicara

pelo, bicara tidak jelas,GCS: 456, kesadaran composmetis, akral hangat,

observasi TTV TD: 158/86mmHg, N:71x/menit, S:36,5 0C, RR:19x/menit,

assesment masalah belum teratasi, planning intervensi dilanjutkan.


Pada evaluasi hari kedua Ny. S tanggal 24 Februari 2020 data

subyektif keluarga mengatakan pasien belum bisa berbicara dengan jelas,

bicara masi pelo dan lidah masih terasa berat data obyektif yang diperoleh

pasien tampak lemah, saat bicara pelo, bicara tidak jelas,GCS: 456,

kesadaran composmetis, akral hangat, observasi TTV TD: 140/90mmHg,

N:88x/menit, S:36,20C, RR:20x/menit, assessment masalah belum teratasi,

planning intervensi dilanjutkan .

Pada evaluasi hari ketiga Ny. S tanggal 25 Februari 2020 data

subyektif keluarga mengatakan pasien sudah bisa berbicara sedikit-

sedikit, walau tidak jelas, bicara masih pelo dan lidah masi terasa berat,

data obyektif yang diperoleh pasien tampak lemah, saat bicara pelo, bicara

tidak jelas, GCS: 456, kesadaran composmetis, akral hangat, observasi

TTV TD: 140/80mmHg, N:88x/menit, S:36,0C, RR:20x/menit, assessment

masalah belum teratasi, planning intervensi dilanjutkan.


BAB 6

SIMPULAN DAN SARAN

A. Kimpulan

Berdasarkan hasil Analisa data yang telah di dapatkan dari bab

sebelumnya, maka penulis menyimpulkan sebagai berikut :

1. Pengkajian

hasil perbandaingan dari pengkajian keperawatan dengan masalah

gangguan komunikasi verbal pada pasien 1 (Tn.A 51 tahun ) dan pasien

2(Ny.S 70 tahun) dengan kasus stroke di RSU AL-Islam H. M Mawardi

Krian sidoarjo memiliki kesamaan yaitu terdapat gangguan pada

komunikasinya.

2. Diagnosa Keperawatan

Berdasarkan hasil pengkajian diperoleh diagnosa keperawataan yang

sama yaitu, Tn.A dengan masalah hambatan komunikasi verbal

berhubungan dengan penurunan sirkulasi serebral dan hambatan mobilitas

fisik dan juga Ny. S yang memiliki diagnosa keperawatan yang sama

yaitu, dengan masalah Hambatan komunikasi verbal berhubungan dengan

penurunan sirkulasi serebral dan hambatan mobilitas fisik.

3. Intervensi Keperawatan
Sesuai dengan diagnosa yang ditegakan yaitu masalah hambatan

komunikasi verbal pada penyakit stroke , maka intervensi yang di lakukan

antara pasien 1 dan pasien 2 menggunakan rencanna sesuai dengan teori

SDKI, SLKI, SIKI dan pelaksanaan tindakan keperawatan dengan masalah

hambatan mobilitas fisik pada pasien 1 dan pasien 2 juga sesuai dengan

SDKI, SLKI, SIKI.

4. Implementasi Keperawatan

Tindakan Asuhan Keperawatan yang di lakukan pada Tn. A dan Ny. S

pada tanggal 17 Februari sampai 19 Februari dan 23 Februari sampai 25

Februari 2020 disesuaikan dengan intervensi atau rencana tindakan

keperawatan sesuai perencanaan SDKI, SLKI, SIKI.

5. Evaluasi Keperawatan

Dalam melakukan evaluasi tindakan keperawata penulis

menggunakan pedoman SOAP (Subyektif, Obyektif, Assesment, Planning)

penulis akan membahas evaluasi tindakan terhadap masalah keperawatan

hambatan komunikasi verbal Pada hari ketiga (Tn.A) evaluasinya pasien

dapat menggungkapkan kata walau tidak begitu banyak, pasien dapat

berkomunikasi sesuai dengan kebutuhan walau tidak begitu jelas.

Sehingga pada Tn.A masalah teratasi dan intervensi dihentikan. Sedangkan

Pada Ny.S evaluasi pada hari ke tiga keluarga mengatakan pasien sudah

bisa berbicara sedikit-sedikit walau tidak jelas, bicara masi pelo dan pasien

belum dapat mengkomunikasikan kebutuhan. Sehingg pada Ny.S masalah

belum teratasi dan interveni dilanjutkan.

B. SARAN
Sesuai dengan judul penulisan studi kasus Asuhan Keperawatan Pasien

Dengan Stroke Iskemik Yang Mengalami Masalah Keperawatan Gangguan

Komunikasi Verbal di Rumah Sakit Umum Al-Islam H. M Mawardi Krian

Sidorajo.

1. Bagi institusi Pendidikan Universitas Nahdlatul Ulama Surabaya

Di harapkan dapat digunakan sebagai bahan bacaan dan bahan

penelitian lebih lanjut, sehingga dapat dijadikan salah satu sumber

pengetahuan dalam pembuatan studi kasus selanjutnya untuk lebih

memperbaiki hal yang seperti studi kasus ini.

2. Bagi RSU AL-Islam H.M Mawardi Krian Sidoarjo

Di harapkan dapat lebih meningkatkan pengetahuan untuk

peningkatan layanan dirumah sakit, meningkatkan komunikasi yang lebih

efektif untuk memeberikan arahan dan konseling kepada pasien dan

keluarga.

3. Bagi Penulis

Melihat keterbatasan penelitian yang dilakukan dalam studi kasus

asuhan keperawatan yang dilakukan penulis masih banyak kekurangan,

sehingga kritik dan saran sangat diharapkan untuk memprbaiki penulisan

dari studi kasus ini untuk menghasilkan karya yang dapat diterima dengan

baik untuk dibaca. Sehingga dapat memeberikan asuhan keperawatan pada

pasien secara optimal .

Anda mungkin juga menyukai