“COLIC RENAL”
Oleh :
Acep Sugandi
214119095
1. Definisi
Kolik renal adalah nyeri yang disebabkan oleh obstruksi akut di ginjal, pelvis renal
atau ureter oleh batu. Nyeri ini timbul akibat peregangan, hiperperitalsis, dan spasme otot
polos pada sistem pelviokalises ginjal dan ureter sebagai usaha untuk mengatasi obstruksi.
Istilah kolik sebetulnya mengacu kepada sifat nyeri yang hilang timbul (intermittent) dan
bergelombang seperti pada kolik bilier dan kolik intestinal namun pada kolik renal nyeri
biasanya konstan. Nyeri dirasakan di flank area yaitu daerah sudut kostovertebra kemudian
dapat menjalar ke dinding depan abdomen, ke regio inguinal, hingga ke daerah kemaluan.
Nyeri muncul tiba-tiba dan bisa sangat berat sehingga digambarkan sebagai nyeri terberat
yang dirasakan manusia seumur hidup. Kolik renal sering disertai mual dan muntah,
hematuria, dan demam, bila disertai infeksi.
Batu ginjal merupakan batu saluran kemih (urolithiasis), sudah dikenal sejak zaman
Babilonia dan Mesir kuno dengan diketemukannya batu pada kandung kemih mummi. Batu
saluran kemih dapat diketemukan sepanjang saluran kemih mulai dari sistem kaliks ginjal,
pielum, ureter, buli-buli dan uretra. Batu ini mungkin terbentuk di ginjal kemudian turun ke
saluran kemih bagian bawah atau memang terbentuk di saluran kemih bagian bawah karena
adanya stasis urine seperti pada batu buli-buli karena hiperplasia prostat atau batu uretra
yang terbentu di dalam divertikel uretra.
Batu ginjal adalah batu yang terbentuk di tubuli ginjal kemudian berada di kaliks,
infundibulum, pelvis ginjal dan bahkan bisa mengisi pelvis serta seluruh kaliks ginjal dan
merupakan batu slauran kemih yang paling sering terjadi.
2. Etiologi
4. Klasifikasi
5. Patofisiologi
Batu saluran kemih dapat menimbulkan penyulit berupa obstruksi dan infeksi
saluran kemih. Manifestasi obstruksi pada saluran kemih bagian bawah adalah retensi urine
atau keluhan miksi yang lain sedangkan pada batu saluran kemih bagian atas dapat
menyebabkan hidroureter atau hidrinefrosis. Batu yang dibiarkan di dalam saluran kemih
dapat menimbulkan infeksi, abses ginjal, pionefrosis, urosepsis dan kerusakan ginjal
permanen (gagal ginjal).
Pielonefritis
Obstruksi Infeksi Ureritis
Sistitis
Hidronefrosis Pionefrosis
Hidroureter Urosepsis
Gagal Ginjal
6. Pemeriksaan Penunjang
a. Urinalisa : warna mungkin kuning ,coklat gelap,berdarah,secara umum menunjukan SDM,
SDP, kristal ( sistin,asam urat,kalsium oksalat), pH asam (meningkatkan sistindan
batu asam urat) alkali ( meningkatkan magnesium, fosfat amonium, atau batukalsium
fosfat), urine 24 jam : kreatinin, asam urat kalsium, fosfat, oksalat, atau sistin mungkin
meningkat), kultur urine menunjukan ISK, BUN/kreatinin serum dan urine;abnormal (tinggi
pada serum/rendah pada urine) sekunder terhadap tingginya batuobstruktif pada ginjal
menyebabkan iskemia/nekrosis.
b. Darah lengkap : Hb, Ht, abnormal bila pasien dehidrasi berat atau polisitemia.
c. Hormon Paratyroid mungkin meningkat bila ada gagal ginjal (PTH. Merangsang reabsobsi
kalsium dari tulang, meningkatkan sirkulasi serum dan kalsium urine).
d. Foto Rontgen : menunjukan adanya kalkuli atau perubahan anatomik pada area ginjaldan
sepanjang ureter.
e. IVP : memberikan konfirmasi cepat urolithiasis seperti penyebab nyeri,
abdominal atau panggul. Menunjukan abnormalitas pada struktur anatomik (distensi
ureter).
f. Sistoureterokopi : visualiasi kandung kemih dan ureter dapat menunjukan batu atauefek
obstruksi.
g. USG ginjal: untuk menentukan perubahan obstruksi, dan lokasi batu.
8. Pengkajian Keperawatan
a. Pola persepsi kesehatan dan pemeliharaan kesehatan
1) Riwayat penyakit ginjal akut dan kronik.
2) Riwayat infeksi saluran kemih.
3) Pajanan lingkungan: zat-zat kimia.
4) Keturunan.
5) Alkoholik, merokok.
6) Untuk pasien wanita: jumlah dan tipe persalinan (SC, forseps, penggunaan
kontrasepsi).
b. Pola nutrisi metabolik
1) Mual, muntah.
2) Demam.
3) Diet tinggi purin oksalat atau fosfat.
4) Kebiasaan mengkonsumsi air minum.
5) Distensi abdominal, penurunan bising usus.
6) Alkoholik.
c. Pola eliminasi
1) Perubahan pola eliminasi: urin pekat, penurunan output.
2) Hematuri.
3) Rasa terbakar, dorongan berkemih.
4) Riwayat obstruksi.
5) Penurunan hantaran urin, kandung kemih.
d. Pola aktivitas dan latihan
1) Pekerjaan (banyak duduk).
2) Keterbatasan aktivitas.
3) Gaya hidup (olah raga).
e. Pola tidur dan istirahat
1) Demam, menggigil.
2) Gangguan tidur akibat rasa nyeri.
f. Pola persepsi kognitif
1) Nyeri: nyeri yang khas adalah nyeri akut tidak hilang dengan posisi atau tindakan
lain, nyeri tekan pada area ginjal pada palpasi.
2) Pengetahuan tentang terjadinya pembentukan batu.
3) Penanganan tanda dan gejala yang muncul.
g. Pola reproduksi dan seksual
1) Keluhan dalam aktivitas seksual sehubungan dengan adanya nyeri pada saluran
kemih.
h. Pola persepsi dan konsep diri
1) Perubahan gaya hidup karena penyakit.
2) Cemas terhadap penyakit yang diderita.
i. Pola mekanisme copying dan toleransi terhadap stres
1) Adakah pasien tampak cemas.
2) Bagaimana mengatasi masalah yang timbul.
9. Diagnosa Keperawatan
1) Nyeri akut berhubungan dengan agens cedera biologis.
2) Resiko syok berhubungan dengan faktor resiko sepsis.
3) Mual berhubungan dengan nyeri.
4) Defisiensi pengetahuan berhubungan dengan kurang paparan sumber informasi.
Dx
NO NOC NIC
Keperawatan
1 Nyeri akut Setelah dilakukan tindakan Manajemen nyeri
berhubungan keperawatan selama 1x24 jam
dengan agens nyeri terkontrol :
cedera biologis 1. Kaji secara
No Kriteria Score komphrehensif tentang
1 Mengenal faktor 5 nyeri, meliputi: skala
penyebab nyeri nyeri, lokasi,
karakteristik dan onset,
2 Mengenali tanda
durasi, frekuensi,
dan gejala nyeri
kualitas,
3 Mengetahui onset 5 intensitas/beratnya
nyeri nyeri, dan faktor-faktor
4 Menggunakan 5 presipitasi.
langkah-langkah 2. Observasi isyarat-
pencegahan nyeri isyarat non verbal dari
ketidaknyamanan
5 Menggunakan 5
teknik relaksasi 3. Berikan analgetik
sesuai dengan anjuran
6 Menggunakan 5 sebelum memulai
analgesic yang aktivitas
tepat
4. Gunakan komunkiasi
7 Melaporkan nyeri 5 terapeutik agar klien
terkontrol dapat mengekspresikan
nyeri
5. Kaji latar belakang
budaya klien
6. Evaluasi tentang
keefektifan dari
tindakan mengontrol
nyeri yang telah
digunakan
7. Berikan dukungan
terhadap klien dan
keluarga
8. Berikan informasi
tentang nyeri, seperti:
penyebab, berapa lama
terjadi, dan tindakan
pencegahan
9. Motivasi klien untuk
memonitor sendiri nyeri
10. Ajarkan penggunaan
teknik relaksasi nafas
dalam
11. Evaluasi keefektifan
dari tindakan
mengontrol nyeri
12. Tingkatkan
tidur/istirahat yang
cukup
13. Beritahu dokter jika
tindakan tidak berhasil
atau terjadi keluhan.
Brunner & Suddarth (2002). Keperawatan Medikal Bedah, edisi 8, volume 2, EGC.Jakartta.
Carpenito, Linda Juall (1995) Rencana Asuhan & Dokumentasi Keperawatan ( terjemahan) PT
EGC, Jakarta.
Doenges,et al, (2000). Rencana Asuhan Keperawatan ( terjemahan), PT EGC, Jakarta Digiulio
Mary, dkk (2007). Medical Surgical Nursing Demystified . New York Chicago San
Fransisco Lisbon London, Mexico City Milan New Delhi San Juan Seoul, Singapore
Sydney Toronto.
Soeparman, (1990), Ilmu Penyakit Dalam Jilid II , Balai Penerbit FKUI, Jakarta.
Sylvia dan Lorraine ( 1999). Konsep klinis proses-proses penyakit. Edisi empat, buku kedua.
EGC. Jakarta.