Anda di halaman 1dari 13

LAPORAN PENDAHULUAN

“COLIC RENAL”

Oleh :

Acep Sugandi
214119095

PROGRAM STUDI PROFESI NERS


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN
JENDERAL ACHMAD YANI CIMAHI
2019
LAPORAN PENDAHULUAN COLIC RENAL

1. Definisi

Kolik renal adalah nyeri yang disebabkan oleh obstruksi akut di ginjal, pelvis renal
atau ureter oleh batu. Nyeri ini timbul akibat peregangan, hiperperitalsis, dan spasme otot
polos pada sistem pelviokalises ginjal dan ureter sebagai usaha untuk mengatasi obstruksi.
Istilah kolik sebetulnya mengacu kepada sifat nyeri yang hilang timbul (intermittent) dan
bergelombang seperti pada kolik bilier dan kolik intestinal namun pada kolik renal nyeri
biasanya konstan. Nyeri dirasakan di flank area yaitu daerah sudut kostovertebra kemudian
dapat menjalar ke dinding depan abdomen, ke regio inguinal, hingga ke daerah kemaluan.
Nyeri muncul tiba-tiba dan bisa sangat berat sehingga digambarkan sebagai nyeri terberat
yang dirasakan manusia seumur hidup. Kolik renal sering disertai mual dan muntah,
hematuria, dan demam, bila disertai infeksi.

Batu ginjal merupakan batu saluran kemih (urolithiasis), sudah dikenal sejak zaman
Babilonia dan Mesir kuno dengan diketemukannya batu pada kandung kemih mummi. Batu
saluran kemih dapat diketemukan sepanjang saluran kemih mulai dari sistem kaliks ginjal,
pielum, ureter, buli-buli dan uretra. Batu ini mungkin terbentuk di ginjal kemudian turun ke
saluran kemih bagian bawah atau memang terbentuk di saluran kemih bagian bawah karena
adanya stasis urine seperti pada batu buli-buli karena hiperplasia prostat atau batu uretra
yang terbentu di dalam divertikel uretra.

Batu ginjal adalah batu yang terbentuk di tubuli ginjal kemudian berada di kaliks,
infundibulum, pelvis ginjal dan bahkan bisa mengisi pelvis serta seluruh kaliks ginjal dan
merupakan batu slauran kemih yang paling sering terjadi.

2. Etiologi

Penyebab terbentuknya batu saluran kemih diduga berhubungan dengan gangguan


aliran urine, gangguan metabolik, infeksi saluran kemih, dehidrasi dan keadaan-keadaan lain
yang masih belum terungkap (idiopatik). Secara epidemiologis terdapat beberapa faktor yang
mempermudah terjadinya batu saluran kemih yang dibedakan sebagai faktor intrinsik dan
faktor ekstrinsik.
a. Faktor intrinsik, meliputi:
1. Herediter; diduga dapat diturunkan dari generasi ke generasi.
2. Umur; paling sering didapatkan pada usia 30-50 tahun.
3. Jenis kelamin; jumlah pasien pria 3 kali lebih banyak dibanding pasien wanita.

b. Faktor ekstrinsik, meliputi:


1. Geografi; pada beberapa daerah menunjukkan angka kejadian yang lebih tinggi
daripada daerah lain sehingga dikenal sebagai daerah stone belt (sabuk batu).
2. Iklim dan temperatur
3. Asupan air; kurangnya asupan air dan tingginya kadar mineral kalsium dapat
meningkatkan insiden batu saluran kemih.
4. Diet; diet tinggi purin, oksalat dan kalsium mempermudah terjadinya batu saluran
kemih.
5. Pekerjaan; penyakit ini sering dijumpai pada orang yang pekerjaannya banyak duduk
atau kurang aktivitas fisik (sedentary life).
3. Tanda dan Gejala
Manifestasi klinis adanya batu dalam traktus urinarius tergantung pada adanya obstruksi,
infeksi dan edema.
a. Ketika batu menghambat aliran urin, terjadi obstruksi piala ginjal serta ureter proksimal
 Infeksi pielonefritis dan sintesis disertai menggigil, demam dan disuria, dapat terjadi
iritasi batu yang terus menerus. Beberapa batu menyebabkan sedikit gejala, namun
secara perlahan merusak unit fungsional (nefron) ginjal.
 Nyeri hebat dan ketidaknyamanan.
b. Batu di ginjal
 Nyeri dalam dan terus menerus di area kontovertebral.
 Hematuri.
 Nyeri berasal dari area renal menyebar secara anterior dan pada wanita nyeri
kebawah mendekati kandung kemih sedangkan pada pria mendekati testis.
 Mual dan muntah.
 Diare.
c. Batu di uretera
 Nyeri menyebar kepaha dan genitalia.
 Rasa ingin berkemih namun hanya sedikit urin yang keluar.
 Hematuri akibat abrasi batu.
 Biasanya batu keluar secara spontan dengan diameter batu 0,5 – 1 cm.
d. Batu di kandung kemih
 Biasanya menimbulkan gejala iritasi dan berhubungan dengan infeksi
traktusurinarius dan hematuri.
 Jika batu menimbulkan obstruksi pada leher kandung kemih akan terjadi retensi
urin.

4. Klasifikasi

Kolik renal dibagi menjadi 2 tipe yaitu :


a. Kolik renal tipikal
Fase-fase serangan kolik renal akut :
Nyeri ini terjadi di sekitar dermatom T-10 sampai S-4. Keseluruhan proses ini terjadi
selama 3-18 jam. Ada 3 fase :
1) Fase akut / onset
Serangannya secara tipikal terjadi pada pagi atau malam hari sehingga
membangunkan pasien dari tidurnya. Jika terjadi pagi hari, pasien umumnya
mendeskripsikan serangan tersebut sebagai serangan yang mulanya perlahan
sehingga tidak dirasakan. Sensasi dimulai dari pinggang, unilateral, menyebar
ke sisi bawah, menyilang perut ke lipat paha (groin). Nyerinya biasanya tetap,
progresif, dan kontinu. beberapa pasien mengalami serangan intermiten yang
paroksismal dan sangat parah. Derajat nyeri bisa meningkat ke intensitas
maksimum setelah 30 menit sampai 6 jam atau lebih lama lagi. Pasien umumnya
mencapai nyeri puncak pada 1-2 jam setelah onset.
2) Fase konstan / plateau
Saat nyeri telah mencapai intensitas maksimum, nyeri akan menetap sampai pasien
diobati atau hilang dengan sendirinya. Periode dimana nyeri maksimal ini
dinamakan fase konstan. Fase ini biasanya berlangsung 1-4 jam tetapi dapat
bertahan lebih lama lebih dari 12 jam pada beberapa kasus. Kebanyakan pasien
datang ke UGD selama fase ini. Pasien yang menderita kolik biasanya banyak
bergerak, di atas tempat tidur atau saat berjalan, untuk mencari posisi yang nyaman
dan mengurangi nyeri. Walaupun ginjal dan traktus urinarius terletak
retroperitoneal, mual dan muntah disertai bising usus menurun / hipoaktif
adalah tanda yang dominan; sehingga memungkinkan kesalahan diagnosis
intraperitoneal. Contohnya terutama adalah obstruksi ureteropelvis junction
pada ginjal kanan.
3) Fase hilangnya nyeri (Relieve)
Pada fase terakhir ini, nyeri hilang dengan tiba-tiba, cepat, dan pasien merasakan
kelegaan. Kelegaan ini bisa terjadi secara spontan kapanpun setelah onset. Pasien
kemudian dapat tidur, terutama jika diberikan analgesik. Fase ini berlangsung 1,5 –
3 jam.
b. Kolik renal atipikal
Etiologi kolik tipikal bisa juga menyebabkan kolik atipikal. Obstruksi pada calyx dapat
menyebabkan nyeri pinggang yang lebih ringan tapi episodik. Hematuria dapat juga
terjadi. Lesi obstruktif pada ureterovesical junction (hubungan ureter dan kandung
kemih) ataupun segmen intramural dari ureter dapat menyebabkan disuria, keinginan
buang air kecil yang mendadak dan sering, serta nyeri yang menjalar ke atas atau
bawah. Kolik renal dapat disertai muntah-muntah hebat, mual, diare, ataupun nyeri
ringan yang tidak biasa sehingga memungkinkan kesalahan diagnosis.

5. Patofisiologi
Batu saluran kemih dapat menimbulkan penyulit berupa obstruksi dan infeksi
saluran kemih. Manifestasi obstruksi pada saluran kemih bagian bawah adalah retensi urine
atau keluhan miksi yang lain sedangkan pada batu saluran kemih bagian atas dapat
menyebabkan hidroureter atau hidrinefrosis. Batu yang dibiarkan di dalam saluran kemih
dapat menimbulkan infeksi, abses ginjal, pionefrosis, urosepsis dan kerusakan ginjal
permanen (gagal ginjal).

Batu Saluran Kemih

Pielonefritis
Obstruksi Infeksi Ureritis
Sistitis

Hidronefrosis Pionefrosis
Hidroureter Urosepsis

Gagal Ginjal
6. Pemeriksaan Penunjang
a. Urinalisa : warna mungkin kuning ,coklat gelap,berdarah,secara umum menunjukan SDM,
SDP, kristal ( sistin,asam urat,kalsium oksalat), pH asam (meningkatkan sistindan
batu asam urat) alkali ( meningkatkan magnesium, fosfat amonium, atau batukalsium
fosfat), urine 24 jam : kreatinin, asam urat kalsium, fosfat, oksalat, atau sistin mungkin
meningkat), kultur urine menunjukan ISK, BUN/kreatinin serum dan urine;abnormal (tinggi
pada serum/rendah pada urine) sekunder terhadap tingginya batuobstruktif pada ginjal
menyebabkan iskemia/nekrosis.
b. Darah lengkap : Hb, Ht, abnormal bila pasien dehidrasi berat atau polisitemia.
c. Hormon Paratyroid mungkin meningkat bila ada gagal ginjal (PTH. Merangsang reabsobsi
kalsium dari tulang, meningkatkan sirkulasi serum dan kalsium urine).
d. Foto Rontgen : menunjukan adanya kalkuli atau perubahan anatomik pada area ginjaldan
sepanjang ureter.
e. IVP : memberikan konfirmasi cepat urolithiasis seperti penyebab nyeri,
abdominal atau panggul. Menunjukan abnormalitas pada struktur anatomik (distensi
ureter).
f. Sistoureterokopi : visualiasi kandung kemih dan ureter dapat menunjukan batu atauefek
obstruksi.
g. USG ginjal: untuk menentukan perubahan obstruksi, dan lokasi batu.

7. Tindakan Umum yang dilakukan


a. Tujuan :
1) Menghilangkan obstruksi
2) Mengobati infeksi
3) Mencegah terjadinya gagal ginjal
Mengurangi kemungkinan terjadinya rekurensi (terulang kembali).
b. Operasi dilakukan jika :
1) Sudah terjadi stasis/bendungan
2) Tergantung letak dan besarnya batu, batu dalam pelvis dengan bendungan positif
harus dilakukan operasi.
c. Therapi
1) Analgesik untuk mengatasi nyeri
2) Allopurinol untuk batu asam urat
3) Antibiotik untuk mengatasi infeksi.
d. Diet-Diet atau pengaturan makanan sesuai jenis batu yang ditemukan
1) Batu kalsium oksalatMakanan yang harus dikurangi adalah jenis makanan yang
mengandung kalsiumoksalat seperti: bayam, daun sledri, kacang-kacangngan, kopi,
coklat: sedangkan untuk kalsium fosfat mengurangi makanan yang mengandung
tinggi kalsiumseperti ikan laut, kerang, daging, sarden, keju dan sari buah
2) Batu struvite : makanan yang perlu dikurangi adalah keju, telur, susu dan daging
3) Batu cystin : makanan yang perlu dikurangi antara lain sari buah, susu, kentang
4) Anjurkan konsumsi air putih kurang lebih 3-4 liter/hari serta olah raga secara teratur.
e. Extracorporal Shock Wave Lithotripsy ( ESWL )
ESWL banyak digunakan dalam penanganan batu saluran kemih. Badlani (2002)
menyebutkan prinsip dari ESWL adalah memecah batu saluran dengan menggunakan
gelombang kejut yang dihasilkan oleh mesin dari luar tubuh. Gelombang kejut yang
dihasilkan oleh mesin di luar tubuh dapat difokuskan ke arah batu dengan berbagai cara.
Sesampainya di batu, gelombang kejut tadi akan melepas energinya. Diperlukan
beberapa ribu kali gelombang kejut untuk memecah batu hingga menjadi pecahan-
pecahan kecil, selanjutnya keluar bersama kencing tanpa menimbulkan sakit. Al-Ansari
(2005) menyebutkan komplikasi ESWL untuk terapi batu ureter hampir tidak ada.
Keterbatasan ESWL antara lain sulit memecah batu keras (misalnya kalsium oksalat
monohidrat), perlu beberapa kali tindakan, dan sulit pada orang bertubuh gemuk.
Penggunaan ESWL untuk terapi batu ureter distal pada wanita dan anak-anak juga harus
dipertimbangkan dengan serius karena ada kemungkinan terjadi kerusakan pada
ovarium.

8. Pengkajian Keperawatan
a. Pola persepsi kesehatan dan pemeliharaan kesehatan
1) Riwayat penyakit ginjal akut dan kronik.
2) Riwayat infeksi saluran kemih.
3) Pajanan lingkungan: zat-zat kimia.
4) Keturunan.
5) Alkoholik, merokok.
6) Untuk pasien wanita: jumlah dan tipe persalinan (SC, forseps, penggunaan
kontrasepsi).
b. Pola nutrisi metabolik
1) Mual, muntah.
2) Demam.
3) Diet tinggi purin oksalat atau fosfat.
4) Kebiasaan mengkonsumsi air minum.
5) Distensi abdominal, penurunan bising usus.
6) Alkoholik.
c. Pola eliminasi
1) Perubahan pola eliminasi: urin pekat, penurunan output.
2) Hematuri.
3) Rasa terbakar, dorongan berkemih.
4) Riwayat obstruksi.
5) Penurunan hantaran urin, kandung kemih.
d. Pola aktivitas dan latihan
1) Pekerjaan (banyak duduk).
2) Keterbatasan aktivitas.
3) Gaya hidup (olah raga).
e. Pola tidur dan istirahat
1) Demam, menggigil.
2) Gangguan tidur akibat rasa nyeri.
f. Pola persepsi kognitif
1) Nyeri: nyeri yang khas adalah nyeri akut tidak hilang dengan posisi atau tindakan
lain, nyeri tekan pada area ginjal pada palpasi.
2) Pengetahuan tentang terjadinya pembentukan batu.
3) Penanganan tanda dan gejala yang muncul.
g. Pola reproduksi dan seksual
1) Keluhan dalam aktivitas seksual sehubungan dengan adanya nyeri pada saluran
kemih.
h. Pola persepsi dan konsep diri
1) Perubahan gaya hidup karena penyakit.
2) Cemas terhadap penyakit yang diderita.
i. Pola mekanisme copying dan toleransi terhadap stres
1) Adakah pasien tampak cemas.
2) Bagaimana mengatasi masalah yang timbul.
9. Diagnosa Keperawatan
1) Nyeri akut berhubungan dengan agens cedera biologis.
2) Resiko syok berhubungan dengan faktor resiko sepsis.
3) Mual berhubungan dengan nyeri.
4) Defisiensi pengetahuan berhubungan dengan kurang paparan sumber informasi.

10. Intervensi Keperawatan

Dx
NO NOC NIC
Keperawatan
1 Nyeri akut Setelah dilakukan tindakan Manajemen nyeri
berhubungan keperawatan selama 1x24 jam
dengan agens nyeri terkontrol :
cedera biologis 1. Kaji secara
No Kriteria Score komphrehensif tentang
1 Mengenal faktor 5 nyeri, meliputi: skala
penyebab nyeri nyeri, lokasi,
karakteristik dan onset,
2 Mengenali tanda
durasi, frekuensi,
dan gejala nyeri
kualitas,
3 Mengetahui onset 5 intensitas/beratnya
nyeri nyeri, dan faktor-faktor
4 Menggunakan 5 presipitasi.
langkah-langkah 2. Observasi isyarat-
pencegahan nyeri isyarat non verbal dari
ketidaknyamanan
5 Menggunakan 5
teknik relaksasi 3. Berikan analgetik
sesuai dengan anjuran
6 Menggunakan 5 sebelum memulai
analgesic yang aktivitas
tepat
4. Gunakan komunkiasi
7 Melaporkan nyeri 5 terapeutik agar klien
terkontrol dapat mengekspresikan
nyeri
5. Kaji latar belakang
budaya klien
6. Evaluasi tentang
keefektifan dari
tindakan mengontrol
nyeri yang telah
digunakan
7. Berikan dukungan
terhadap klien dan
keluarga
8. Berikan informasi
tentang nyeri, seperti:
penyebab, berapa lama
terjadi, dan tindakan
pencegahan
9. Motivasi klien untuk
memonitor sendiri nyeri
10. Ajarkan penggunaan
teknik relaksasi nafas
dalam
11. Evaluasi keefektifan
dari tindakan
mengontrol nyeri
12. Tingkatkan
tidur/istirahat yang
cukup
13. Beritahu dokter jika
tindakan tidak berhasil
atau terjadi keluhan.

2 Resiko syok Setelah dilakukan tindakan Pencegahan syok


berhubungan keperawatan selama 1x24 jam
dengan faktor status tanda-tanda vital adukuat 1. Monitor status sirkulasi
resiko sepsis dengan kriteria hasil: (tekanan darah, warna
kulit, suhu tubuh, suara
NO Kriteria Score jantung, denyut jantung,
denyut nadi perifer dan
1 Temperature:36,3- 5 capillary refill)
37,5oC 2. monitor adanya tanda
2 Tekanan darah 5 dan gejala
normal ketidakadekuatan
systole:100- jaringan oksigenasi
140mmhg, 3. monitor adanya
diastole:70- kecemasan dan
90mmhg perubahan status
mental
3 Nadi:60-100x/mnt 5 4. monitor status
pernafasan
4 Frekuensi 5 5. monitor intake dan
pernapasan:18- output
24x/mnt 6. monitor nilai
laboratorium
(hemoglobin,
hematokrit, clotting
profile, nilai elektrolit,
cultures, dam profil
kimia)
7. catat adanya petechiae
dan kondisi membran
mukosa
8. catat warna, jumlah dan
frekuensi dari BAB dan
muntah
9. monitor adanya nyeri
abdomen
10. monitor secara dini
respon kehilagan cairan
(peningkatan denyut
jantung, peningkatan
tekanan darah, kulit
yang dingin)
11. posisikan pasien
supinasi, jaga
kepatenan jalan nafas,
berikan terapi
oksigenasi.

3 Defisiensi Setelah dilakukan tindakan Mengajarkan tentang


pengetahuan keperawatan selama 1x24 jam proses penyakitnya
berhubungan Pengetahuan tentang proses
dengan kurang penyakitnya terpenuhi dengan 1. Kaji pengetahuan klien
paparan sumber kriteria hasil : tentang penyakitnya
informasi 2. Jelaskan tentang
proses penyakitnya
(tanda dan gejala)
No Kriteria Score 3. Jelaskan tentang
1 Pasien familier 5 kondisi klien
dengan proses 4. Jelaskan tentang
penyakitnya program pengobatan
dan alternatif
2 Pasien/keluarga 5 pengobatan
dapat 5. Diskusikan perubahan
mendeskripsikan gaya hidup yang
proses mungkin digunakan
penyakitnya, untuk mencegah
kondisi, prognosis komplikasi
dan program 6. Eksplorasi
pengobatan kemungkinan sumber
yang bisa digunakan/
3 Pasien dan 5 mendukung
keluarga mampu 7. Instruksikan kapan
melaksanakan harus ke pelayanan
prosedur yang 8. Tanyakan kembali
dijelaskan secara pengetahuan klien
benar. tentang penyakitnya
Prosedur perawatan
dan pengobatan.
4 Mual Setelah dilakukan tindakan Manajemen mual :
berhubungan keperawatan selama 1x24 jam
dengan nyeri status nutrisi : intake makanan dan 1. Anjurkan pasien untuk
cairan terpenuhi dengan kriteria mengkontrol mualnya
hasil sebagai berikut : 2. Kaji mual pasien
meliputi : frekuensi,
durasi keparahan dan
faktor penyebab
No Kriteria Score 3. Kaji riwayat diet pasien
1. Intake makanan 5 meliputi : pilihan
oral makanan kesukaan dan
yang tidak disukai
2 Intake minuman 5 4. Identifikasi riwayat
oral penggunaan medikasi
sebelumnya
5. Kolaborasi pemberian
Setelah dilakukan tindakan obat antiemetik
keperawatan selama 1x24 jam 6. Kaji efektivitas
hidrasi terpenuhi dengan kriteria pemberian obat
hasil sebagai berikut : antiemetik
7. Ajarkan pasien untuk
menggunakan terapi
nonfarmakologi :
No Kriteria Score relaksasi dan distraksi.
1. Hidrasi kulit 5 8. Anjurkan pasien untuk
istirahat dan tidur yang
2 Kelembapan 5 adekuat
membran mukosa 9. Monitor kefektifitasan
manajemen mual yang
3 Tekanan darah : 5 dilakukan
(100-140/60-
Monitor cairan :
90mmhg)
1. Monitor intake dan
4 Urin output : 5
output cairan
(0,5-1cc/kg 2. Monitor tekanan darah
bb/jam) nadi dan rr
3. Monitor kondisi
membran mukosa
4. Monitor turgor kulit
5. Monitor warna, jumlah,
kualitas urin
Diet staging:
1. Kaji bising usus
2. Monitor toleransi pasien
terhadap masukan
makanan
3. Kolaborasikan dengan
ahli gizi perencanaan
diet pasien.
DAFTAR PUSTAKA

Brunner & Suddarth (2002). Keperawatan Medikal Bedah, edisi 8, volume 2, EGC.Jakartta.
Carpenito, Linda Juall (1995) Rencana Asuhan & Dokumentasi Keperawatan ( terjemahan) PT
EGC, Jakarta.
Doenges,et al, (2000). Rencana Asuhan Keperawatan ( terjemahan), PT EGC, Jakarta Digiulio
Mary, dkk (2007). Medical Surgical Nursing Demystified . New York Chicago San
Fransisco Lisbon London, Mexico City Milan New Delhi San Juan Seoul, Singapore
Sydney Toronto.
Soeparman, (1990), Ilmu Penyakit Dalam Jilid II , Balai Penerbit FKUI, Jakarta.
Sylvia dan Lorraine ( 1999). Konsep klinis proses-proses penyakit. Edisi empat, buku kedua.
EGC. Jakarta.

Anda mungkin juga menyukai