Anda di halaman 1dari 13

REFERAT

Pielonefritis

Oleh:

CCR 32

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MALANG

FAKULTAS KEDOKTERAN

2021
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Pada 30% anak dengan anomali saluran kemih, kemih Infeksi saluran (ISK) bisa menjadi
tanda pertama. Jika kita gagal mengidentifikasi pasien yang berisiko, kerusakan pada saluran
kemih bagian atas mungkin terjadi. Hingga 85% bayi dan anak-anak dengan ISK demam
memiliki cacat foton yang terlihat pada technetium Tc 99-berlabel pemindaian asam
dimercaptosuccinic (DMSA), dan 10–40% dari anak-anak ini memiliki jaringan scar ginjal
yang bersifat permanen itu dapat menyebabkan pertumbuhan ginjal yang buruk, pielonefritis
berulang, gangguann fungsi glomerulus, hipertensi dini, stadium akhir penyakit ginjal, dan
preeklamsia.
Prevalensi ISK bervariasi bergantung pada usia dan jenis kelamin. Berkisar 3-10% pada
anak perempuan dan 1-3% pada anak laki-laki . Risiko ISK selama dekade pertama setelah
kelahiran adalah 1% pada lelaki dan 3% pada perempuan. Pada usia sekolah, 5% anak
perempuan dan hingga 0,5% anak lelaki mengalami setidaknya satu episode ISK. Insidens
ISK ini berbeda untuk anak usia kurang dari 3 bulan yang lebih umum terjadi pada anak
lelaki . Angka kejadian ISK pada anak sering terjadi pada pasien dengan kelaianan anatomi
dan fungsi dari saluran kemih

1.2 Tujuan
Tujuan dari penulisan referat ini adalah untuk mengetahui lebih jauh tentang Pielonefritis
mengenai definisi, etiologi, patogenesis, diagnosis, dan penatalaksanaannya.

1.3 Manfaat
Penulisan referat ini diharapkan mampu menambah pengetahuan dan pemahaman penulis
maupun pembaca mengenai Pielonefritis beserta patofisiologi dan penangananannya
BAB II
Tinjauan Pustaka

Definisi
Infeksi saluran kemih (ISK) atau Urinary Tract Infection (UTI) merupakan penyakit
infeksi yang paling umum terjadi di masyarakat dan merupakan infeksi yang paling sering terjadi
pada populasi anak-anak. ISK diklasifikasikan menjadi ISK bagian atas (pielonefritis) dan ISK
bagian bawah (sistitis, prostatitis) dan dikategorikan sebagai uncomplicated dan complicated
berdasarkan adanya penyakit lain yang mendasari, dan adanya kelainan anatomis serta
fungsional saluran kemih.

Etiologi
Infeksi saluran kemih dapat disebabkan oleh organisme, umumnya berasal dari flora
usus. Eschericia coli menyumbang 80% sampai 90% kejadian ISK pada anak-anak. Organisme
lain termasuk Enterobacter aerogenes, Klebsiella pneumoniase, Proteus mirabilis, Citrobacter,
Pseudomonas aeruginosa, Enteroccucs sp. dan lain-lain. Proteus mirabilis lebih sering terjadi
pada anak laki-aki daripada perempuan. Sementara Streptococcus agalatiae relatif lebih umum
pada bayi baru lahir.
Pada anak-anak dengan kelainan saluran kemih (anatomik, neurologis atau fungsional)
atau anak yang sistem imunnya menurun, organisme Staphyloccus aureus, Staphylococcus
epidermidis, Haemophilus influenzae, Streptococcus pneumoniae, Streptococcus viridans dan
Streptococcus agalactiae akan menjadi penyebab tersering ISK. Bakteri penyebab ISK yang
jarang adalah Mycobaterium tuberculosis dan S. pneumoniae.
Selain bakteri, virus juga dapat menyebabkan ISK diantaranya adalah adenovirus, enterovirus,
echovirus, coxsackievirus. Adenovirus dapat menyebabkan sistitis hemoragik. Jamun seperti
candida sp., Cruptococcus neoformans, Aspergillus sp. juga dapat menyebabkan ISK
Penyebab yang tidak umum adalah pada anak dengan penggunaan kateter, anomali saluran
kemih, penggunaan antibiotik spektrum luas dalam jangka panjang atau gangguan imunitas
tubuh.

Klasifikasi Infeksi Saluran Kemih

A. Klasifikasi infeksi saluran kemih berdasarkan gejala :

Klasifikasi berdasarkan lokasi Gejala Spesifik

Upper Urinary Tract Infections (Pyelonefritis Merupakan infeksi saluran kemih atas yang
akut) bersifat piogenik difus dengan gejala demam
(dapat melebihi 38 derajat C), nyeri regio
flank, nyeri ketok pada CVA (costophrenicus
arcus). Pada kondisi berat, terdapat gejala
mual muntah. Demam dapat disertai dengan
menggigil.

Lower urinary tract (Cystitis) Merupakan peradangan mukosa kandung


kemih dengan gejala demam jarang melebihi
38 derajat C, tanda : nyeri perut bagian
bawah/nyeri suprapubik, gangguan berkemih
(frekuensi, disuria, urgensi, retensio urin
enuresis, stranguria, inkontinensia, dan
hematuria)

B. Klasifikasi Infeksi Saluran Kemih berdasarkan anatomi :

Infeksi Saluran Kemih Atas Infeksi Saluran Kemih Bawah

Berdasarkan waktu : Berdasarkan presentasi klinis :


a. Pielonefritis akut (PNA) : akibat a. Perempuan → Sistitis (infeksi
proses inflamasi parenkim ginjal yang kandung kemih)
disebabkan oleh infeksi bakteri b. Laki-laki → Sistitis, prostatitis,
b. Pielonefritis kronis (PNK) : akibat epididimis, uretritis
proses infeksi bakteri berkelanjutan
atau infeksi yang didapat sejak dini.

Patofisiologi Polakisuria
Polakisuria merupakan gejala yang muncul pada infeksi saluran kemih. Infeksi kandung
kemih merupakan reaksi inflamasi sel-sel urotelium yang melapisi kandung kemih. Saat
inflamasi mulai timbul, maka akan terjadi respon terhadap struktur permukaan dinding kandung
kemih menyebabkan kesulitan dalam berkemih. Untuk dapat mengeluarkan urin, kandung kemih
harus berkontraksi lebih kuat guna melawan tahanan itu. Kontraksi yang terus menerus ini
menyebabkan perubahan anatomik kandung kemih berupa hipertrofi muskulus detrusor.
Hipertrofi muskulus detrusor merupakan mekanisme klasik dari reaksi radang, yaitu
kalor, dolor, rubor, tumor dan fungsiolesa. Terjadinya hipertrofi merupakan bagian perjalanan
peradangan pada tahap tumor. Manifestasi lanjut dari reaksi radang pada mukosa berupa
perubahan fungsi dari kandung kemih (fungsiolesa). Pada tahap fungsiolesa, fungsi fisiologis
kandung kemih tidak berjalan semestinya dan akibatnya fungsi pengosongan kandung kemih
akan terganggu. Gangguan pada kandung kemih inilah yang menyebabkan terjadinya
polakisuria.

Patofisiologi Piuria
Piuria adalah keadaan dimana terjadi adanya debris purulen pada urin. Piuria terjadi
karena respon inflamasi akibat bakteri pada saluran kemih. Respon inflamasi diaktifkan oleh
mediator kemotaktik yang dilepaskan pada saat bakteri patogen melekat ke dinding sel uroepitel.
Mediator ini akan menarik leukosit polimorfonuklear ke lokasi terjadinya infeksi sehingga terjadi
respon inflamasi lokal. Leukosit yang tertarik ke lokasi infeksi di saluran kemih menyebabkan
piuria.
Beberapa uropatogen membentuk biofilm, yang dapat mempengaruhi kemampuan untuk
meningkatkan respons inflamasi. Urogen (E coli, spesies Klebsiella, dan spesies Enterococcus)
membentuk komunitas bakteri intraseluler, yang juga dapat mempengaruhi respons imun. Faktor
genetik atau anatomi dengan kerentanan terhadap patogen tertentu mungkin juga terkait dengan
respons imun dari anak.
Anak-anak dengan organisme non-E coli tertentu memiliki kemungkinan lebih rendah
untuk menunjukkan piuria dibandingkan dengan anak-anak dengan E. coli. Tidak adanya piuria
dapat menyebabkan keterlambatan diagnosis dan pengobatan ISK. Penundaan dalam pengobatan
telah dikaitkan dengan kemungkinan yang lebih tinggi dari jaringan parut ginjal. jaringan parut
ginjal.

Patofisiologi (inkontinensia)
Melekatnya Bakteri pathogen seperti Klebsiella, Enterococcus, Proteus, dan Pseudomonas,
namun lebih sering adalah E. Coli akan menempel pada dinding epitel uro, jika terjadi
penempelan pada bagian vesica (cyst) → akan terjadi peningkatan kontraktilitas pada musculus
detrusor sehingga terjadinya inkontinensia pada anak. Jika keadaan cystitis tidak segera diatasi
akan terjadi infeksi ascenden yang akan mengakibatkan pielonefris.

Lipopolisakarida yang dikelaurkan oleh bakteri akan diterima oleh CD14 yang akan
mengkativasi NfKB, aktivasi tersebut akan melepaskan faktor-faktor inflamasi seperti
interleukin-6 yang akan meningkatkan suhu tubuh, IL-8 akan memancing neutrofil dan pada
TnF-a akan terjadi peningkatan permeabilitas pembuluh darah dan reaksi inflamasi → banyak
cairan yang menuju intersitial sehingga terjadi keadaan dehidrasi, sehingga pada terapi jika tejadi
febris diperlukan penurunan suhu dengan penggunaan cairan isotonis.
Hematuria
Hematuria sering terjadi sebagai akibat dari perubahan struktural akibat cedera, infeksi, atau
massa. Integritas membran basal glomerulus dapat dirusak oleh proses imunologi dan / atau
inflamasi sehingga pada ISK dapat menyebabkan hematuria (Saleem, 2021)

Hiperglikemia
Bukti yang menunjukkan bahwa infeksi saluran kemih (ISK) adalah infeksi bakteri yang paling
umum di antara pasien diabetes. Konsentrasi glukosa yang tinggi dalam urin dapat memberikan
sumber nutrisi yang kaya untuk bakteri. Oleh karena itu, bakteri dapat berkembang biak dan
menjadi dasar infeksi; Selain itu, konsentrasi glukosa yang tinggi dalam urin memungkinkan
terjadinya kolonisasi urin oleh mikroorganisme (Behzadi, 2019)

Pemeriksaan Penunjang
1. Urinalisis
Pada ISK atas, pada pemeriksaan urin didapatkan silinder leukosit, konsentrasi ginjal
menurun, mikroglobulin-β2 urin meningkat, dan ditemukan Anti Coated Bacteri / ACB
(IDAI, 2011). Selain itu dengan pengecekan dip stick jika ditemukan adanya leukosit
esterase, menunjukan adanya kadar leukosit yang tinggi pada urin. Pada pemeriksaan lain
bukti secara tidak langsung adalah hasil dari tes nitrit bisa mendeteksi bakteri gram apa,
jika ditemukan nitrit dalam urin maka kemungkinan bakteri yang menginvasi adalah
bakteri gram negatif (beberapa bakteri gram positif bisa juga) karena kemampuannya
mengubah nitrat menjadi nitrit

2. Pemeriksaan darah lengkap


Berbagai pemeriksaan laboratorium dapat dilakukan untuk membantu menegakkan
diagnosis dan membedakan ISK atas dan bawah, namun sebagian besar pemeriksaan
tersebut tidak spesifik. Leukositosis, peningkatan nilai absolut neutrofil, peningkatan laju
endap darah (LED), C-reactive protein (CRP) yang positif, merupakan indikator non-
spesifk ISK atas. Kadar prokalsitonin yang tinggi dapat digunakan sebagai prediktor yang
valid untuk pielonefritis akut pada anak dengan ISK febris (febrile urinary tract infection)
dan skar ginjal Sitokin merupakan protein kecil yang penting dalam proses inflamasi.
Prokalsitonin, dan sitokin proinflamatori (TNF-α; IL-6; IL-1β) meningkat pada fase akut
infeksi, termasuk pada pielonefritis akut (IDAI, 2011).

3. Biakan Urine
Teknik pengambilan urin pancar tengah merupakan metode non-invasif yang bernilai
tinggi, dan urin bebas terhadap kontaminasi dari uretra. Pada bayi dan anak kecil, urin
dapat diambil dengan memakai kantong penampung urin (urine bag atau urine collector).
Untuk teknik pengambilan sampel urin dengan cara aspirasi
supra pubik, semua literatur sepakat bahwa bakteriuria
bermakna adalah jika ditemukan kuman dengan jumlah
berapapun. Namun untuk teknik pengambilan sampel dengan cara
kateterisasi urin dan urin pancar tengah, terdapat kriteria yang
berbeda-beda. Berdasarkan kriteria Kass, dengan kateter urin
dan urin pancar tengah, jika jumlah kuman ditemukan ≥ 105 cfu
per mL urin, maka dianggap sebagai bakteriuria bermakna (IDAI,
2011).

Terapi
Tatalaksana ISK didasarkan oleh banyak faktor diantaranya adalah usia pasien, lokasi infeksi,
gejala klinis dan ada tidaknya keluhan yang menyertai ISK. Sistitis dan pielonefritis memerlukan
pengobatan yang berbeda. Sebelum dilakukan pemberian antibiotik, terlebih dahulu diambil
sampel urin untuk pemeriksaan biakan urin dan resistensi antimikroba.
Pengobatan untuk pielonefritis akut adalah antibiotik, analgesik, dan antipiretik. Obat
antiinflamasi nonsteroid (NSAID) bekerja dengan baik untuk mengobati nyeri dan demam yang
berhubungan dengan pielonefritis akut. Pemilihan awal antibiotik bersifat empiris dan harus
didasarkan pada resistensi antibiotik lokal. Terapi antibiotik kemudian harus disesuaikan
berdasarkan hasil kultur urin.
Biasanya, untuk pengobatan ISK simpleks diberikan antibiotik per oral selama 7 hari, tetapi ada
penelitian yang melaporkan pemberian antibiotik per oral dengan waktu yang lebih singkat (3-5
hari), dan efektifitasnya sama dengan pemberian selama 7 hari.
NICE merekomendasikan penanganan ISK fase akut, sebagai berikut:
1. Bayi < 3 bulan dengan kemungkinan ISK harus segera dirujuk ke dokter spesialis anak,
pengobatan harus dengan antibiotik parenteral.
2. Bayi ≥ 3 bulan dengan pielonefritis akut/ISK atas:
- Pertimbangkan untuk dirujuk ke spesialis anak .
- Terapi dengan antibiotik oral 7-10 hari, dengan antibiotik yang resistensinya masih
rendah berdasarkan pola resistensi kuman, seperti sefalosporin atau ko-amoksiklav.
- Jika antibiotik per oral tidak dapat digunakan, terapi dengan antibiotik parenteral, seperti
sefotaksim atau seftriakson selama 2-4 hari dilanjutkan dengan antibiotik per oral hingga
total lama pemberian 10 hari.
3. Bayi ≥ 3 bulan dengan sistitis/ ISK bawah:
- Berikan antibiotik oral selama 3 hari berdasarkan pola resistensi kuman setempat. Bila
tidak ada hasil pola resistensi kuman, dapat diberikan trimetroprim, sefalosporin, atau
amoksisilin.
- Bila dalam 24-48 jam belum ada perbaikan klinis harus dinilai kembali, dilakukan
pemeriksaan kultur urin untuk melihat pertumbuhan bakteri dan kepekaan terhadap obat.
Berikut pilihan antibiotik oral yang dapat digunakan untuk ISK

Berikut pilihan antibiotik parenteral yang dapat digunakan untuk ISK

Berdasarkan dari Stein, dkk (2015) menyebutkan penggunaan Aminoglikosida lebih aman dan
efektif 2 kali sehari. Selain itu dapat pula menggunakan Seftriakson parenteral (50 mg/kgbb/hari
dosis tunggal) selama 3 hari, dilanjutkan dengan pemberian ko-amoksiklav peroral (50
mg/kgbb/hari dalam 3 dosis) selama 7 hari. Untuk mengatasi febris pasien menggunakan
Acetaminofen IV 15mg/kg dengan perbandingan NS 500mg/50mL dalam 15 menit.
Sementara untuk terapi cairan pilihannya menggunakan cairan isotonik (RL/NaCl 0.9%/Asering)
dan kebutuhan cairan dengan menggunakan rumus holiday segar, dengan hasil perhitungan
sebagai berikut :

*Kebutuhan Cairan BB 16 kg + suhu 40,3 oC → 1300 ml + 28% 1300 ml = 1664 ml/hari


→ 69 cc/ mnt = 69 tts/ menit (mikro) = 23-24 tts/ menit (makro).

Tabel dosis parasetamol per berat badan

(Paediatric Pharmacists. 2013)

Edukasi
1. Memastikan anak sehari bisa kencing 3-4 kali sehari, jangan sampai tidak sama sekali
buang air kecil karena jika menahan buang air kecil bisa memperburuk kondisi anak.
2. Pada anak yang mengalami infeksi pada saluran kemih dianjurkan bila terjadi konstipasi
harus segera ditangani untuk membantu mencegah terjadinya infeksi selanjutnya
3. Jika anak perempuan pastikan membasuhnya dari depan ke belakang setelah buang air
kecil
4. Mencuci area genital tanpa atau dengan sabun yang sangat lembut (dihindari sabun
batangan) serta dibilas dengan air bersih
5. Memastikan anak meminum obat secara teratur dan sampai tuntas dikarenakan bila
berhenti sebelum dihabiskan obatnya dapat menimbulkan infeksi kembali dan selain itu
juga menyebabkan resistensi obat
6. Memakaikan anak celana dalam dengan bahan katun yang lembut setiap harinya dan
diganti sehari minimal 2 kali
7. Memastikan asupan cairan anak dengan mengontrol minum anak setiap harinya.
BAB III
Kesimpulan

Infeksi saluran kemih (ISK) atau Urinary Tract Infection (UTI) merupakan penyakit
infeksi yang paling umum terjadi di masyarakat terutama terjadi pada anak-anak. ISK
diklasifikasikan menjadi ISK bagian atas (pielonefritis) dan ISK bagian bawah (sistitis,
prostatitis). ISK termasuk kompetensi 4A dimana dokter pelayanan primer harus bisa
mendiagnosis dan memberikan tatalaksana hingga tuntas. Prinsip tatalaksana ISK adalah
pemberian antibiotik untuk mengobati kausanya serta analgesik, dan antipiretik untuk mengobati
simtomatisnya.
DAFTAR PUSTAKA

Behzadi, Payam (2019). Microbiology of Urinary Tract Infections - Microbial Agents and
Predisposing Factors || Urinary Tract Infection in Diabetics. ,
10.5772/intechopen.75386(Chapter 4), –. doi:10.5772/intechopen.79575
Belyayeva M, Jeong JM. Acute Pyelonephritis. [Updated 2020 Jul 10]. In: StatPearls [Internet].
Treasure Island (FL): StatPearls Publishing; 2021 Jan-. Available from:
https://www.ncbi.nlm.nih.gov/books/NBK519537/
Hanna-Wakim, R. H., Ghanem, S. T., El Helou, M. W., Khafaja, S. A., Shaker, R. A., Hassan,
S. A., Saad, R. K., Hedari, C. P., Khinkarly, R. W., Hajar, F. M., Bakhash, M., El Karah,
D., Akel, I. S., Rajab, M. A., Khoury, M., & Dbaibo, G. S. (2015). Epidemiology and
characteristics of urinary tract infections in children and adolescents. Frontiers in
cellular and infection microbiology, 5, 45. https://doi.org/10.3389/fcimb.2015.00045
Ikatan Dokter Anak Indonesia. 2011. Konsensus Infeksi Saluran Kemih pada Anak.
Jakarta:Badan Penerbit Ikatan Dokter Anak Indonesia

Kang, C. I., Kim, J., Park, D. W., Kim, B. N., Ha, U. S., Lee, S. J., Yeo, J. K., Min, S. K., Lee,
H., & Wie, S. H. (2018). Clinical Practice Guidelines for the Antibiotic Treatment of
Community-Acquired Urinary Tract Infections. Infection & chemotherapy, 50(1), 67–
100. https://doi.org/10.3947/ic.2018.50.1.67
Leung, A. K. C., Wong, A. H. C., Leung, A. A. M., & Hon, K. L. (2018). Urinary Tract
Infection in Children. Recent Patents on Inflammation & Allergy Drug Discovery, 13.
doi:10.2174/1872213X13666181228154940
(https://doi.org/10.2174/1872213X13666181228154940)
Paediatric Pharmacists. 2013. Paediatric INTRAVENOUS PARACETAMOL Dose Rounding
Chart. Leads Children’s Hospital

Saleem MO & Hamawy K. 2021. Hematuria. Lahey Health: StatPearls.


Smelov, Vitaly; Naber, Kurt; Bjerklund Johansen, Truls E. (2016). Improved Classification of
Urinary Tract Infection: Future Considerations. European Urology Supplements, (),
S1569905616300483–.doi:10.1016/j.eursup.2016.04.002

Anda mungkin juga menyukai