OLEH
KELOMPOK 5 :
Debi Sambak C12115005
Inggrid Aprilianty Rowa C12115308
Deka Khusnul Ainiyah C12115508
Andi Febrina Sosiawati C12115517
Mariani Afandy C12115013
Nurlaila Sari C12115040
Nurlia Rahma C12115326
Putri Yani C12115021
Ririn Andilolo C12115317
Sumita Rianti Bahris C12115031
Yunisa C12113025
1
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur kita panjatkan kehadirat Tuhan yang Maha Esa atas berkat
dan rahmatnya sehingga makalah tentang “Keperawatan Anak Dengan Stenosis
Pilorus Hipertrofik” untuk mata kuliah system pencernaan dapat terselesaikan.
Adapun tujuan dari pembuatan makalah ini ialah untuk menyelesaikan tugas yang
diberikan oleh dosen yang bersangkutan kepada kami kelompok 5 sebagai mahasiswa
program studi Ilmu Keperawatan Fakultas Kedokteran Universitas Hasnuddin.
Kelompok 5
2
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR .................................................................................................. 2
DAFTAR ISI ................................................................................................................. 3
BAB I ............................................................................................................................ 4
PENDAHULUAN ........................................................................................................ 4
A. Latar Belakang .................................................................................................... 4
B. Rumusan Masalah............................................................................................... 4
C. Tujuan Pembelajaran .......................................................................................... 5
BAB II ........................................................................................................................... 6
PEMBAHASAN ........................................................................................................... 6
A. Pengertian Stenosis Pylorus Hipertrofik (SPH) ................................................. 6
B. Etiologi Stenosis Pylorus Hipertrofik (SPH) ..................................................... 7
C. Manifestasi Klinis Stenosis Pylorus Hipertrofik (SPH) ..................................... 7
D. Patofisiologi Stenosis Pylorus Hipertrofik (SPH) .............................................. 8
E. Evaluasi Diagnostic Stenosis Pylorus Hipertrofik (SPH) .................................. 9
F. Prinsip Pengobatan dan Manajemen Perawatan .............................................. 10
G. Penatalaksanaan Terapeutik dan Pertimbangan Keperawatan ......................... 11
H. Asuhan Keperawatan Anak dengan Stenosis Pylorus Hipertrofik (SPH) ........ 15
I. Kasus ................................................................................................................ 15
BAB III ....................................................................................................................... 24
PENUTUP ................................................................................................................... 24
A. Kesimpulan ...................................................................................................... 24
B. Saran ................................................................................................................. 24
DAFTAR PUSTAKA ................................................................................................. 25
3
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Dalam mempelajari asuhan keperawatan pada anak, khususnya
gangguan sister gastrointestinal dan hepatobilier, salah satu yang perlu
mendapat perhatian adalah tenosis pilorus. Stenosis pylorus kongenital timbul
pada satu dari 150 anak laki-laki, dan satu dari 775 anak perempuan. Insiden
stenosis piloris hipertrofik sebesaar 5 kali lebi lazim terjadi pada anak laki-
laki dari pada anak perempuan dan dapat terjadi pada satu atau kedua anak
kembar identik. Di Amerika, insiden penyakit ini terjadi sekitar 3:1.000
kelahiran hidup, frekuensinya mungkin semakin meningkat (Behrman, 2002)
Kelainan ini lebih sering terjadi pada kulit putih keturan Eropa Utara,
kurang sering pada orang kulit hitam, dan jarang pada orang Asia. Laki-laki
(terutama anak pertama) 4 kali lebih sering daring dari perempuan.
Diturunkan dari ibu dan lebih sedikit diturunkan dari bapak.
Stenosis pylorus terjadi pada sekitar 20% laki-laki dan 10%
perempuan keturunan ibu, dan meningkat pada keturunan bayi dengan
golongan darang B dan O. Stenosis pylorus dapat disertai dengan kelainan
bawaan lain seperti fistula trakeoesofagus (Behrman, 2002).
B. Rumusan Masalah
1. Apa pengertian Stenosis Pylorus Hipertrofik (SPH) ?
2. Bagaimana etiologi Stenosis Pylorus Hipertrofik (SPH) ?
3. Bagaimana manifestasi klinis Stenosis Pylorus Hipertrofik (SPH) ?
4. Bagaimana patofisiologi Stenosis Pylorus Hipertrofik (SPH) ?
5. Bagaimana evaluasi diagnostic Stenosis Pylorus Hipertrofik (SPH) ?
6. Bagaimana prinsip pengobatan dan manajemen pengobatan Stenosis
Pylorus Hipertrofik (SPH) ?
4
7. Bagaimana Penatalaksanaan Terapeutik dan Pertimbangan Keperawatan
Stenosis Pylorus Hipertrofik (SPH) ?
8. Bagaimana Asuhan Keperawatan Anak dengan Stenosis Pylorus
Hipertrofik (SPH) ?
C. Tujuan Pembelajaran
1. Mahasiswa mampu mengetahui pengertian Stenosis Pylorus Hipertrofik
(SPH)
2. Mahasiswa mampu mengetahui etiologi Stenosis Pylorus Hipertrofik
(SPH)
3. Mahasiswa mampu mengetahui manifestasi klinis Stenosis Pylorus
Hipertrofik (SPH)
4. Bagaimana patofisiologi Stenosis Pylorus Hipertrofik (SPH)
5. Bagaimana evaluasi diagnostic Stenosis Pylorus Hipertrofik (SPH)
6. Mahasiswa mampu mengetahui prinsip pengobatan dan manajemen
pengobatan Stenosis Pylorus Hipertrofik (SPH)
7. Mahasiswa mampu mengetaui Penatalaksanaan Terapeutik dan
Pertimbangan Keperawatan Stenosis Pylorus Hipertrofik (SPH)
8. Mahasiswa mampu mengetahui Asuhan Keperawatan Anak dengan
Stenosis Pylorus Hipertrofik (SPH)
5
BAB II
PEMBAHASAN
6
bayi asia serta afro-amerika ketimbang bayi laki-laki Kaukasia (penduduk
kulit putih).
7
progresif dan terjadi segera setelah makan ataubisa intermitten. Muntah
biasanya mulai setelah umur 3 minggu, tetapi gejala muncul paling awal pada
umur 1 minggu, dan paling lambat pada umur 5 bulan (Solidikin, 2011).
Dalam beberapa hari, bayi muntah setiap sehabis makan dan makanan
dikeluarkan dengan kekuatan sedemikian rupa sehingga dapat menyembur
(muntah proyektil)- tetapi jaranh. Kadang pada bayi disertai juga konstipasi,
tetapi kadang-kadang bayi mengeluarkan feses kecil, encer, dan berwarna
hijau; setelah muntah , bayi akan merasa lapar dan ingin makan lagi. Karena
muntah teruss-menerus terjadi, maka terjadi kehilangan cairan, ion hydrogen,
dan klorida secara progresif, sehingga menyebabkan alkalosis metabolik
hipokleromik. Kadar kalium serum seperti biasanya, tetapi mungkinada
pengurangan kadar totalnya muntah.
8
meski demikian, stenosis hipertofik pilorus bisa disertai dengan malrortasi
intestinal, atresia, esophagus, serta duodenum, dan anomaly anorectal.
9
akan meningkat sebagai bukti terjadinya dehidrasi (Wong, Hockenberry-
Eaton, Wilson, Winkelstein, & Schwartz, 2008).
10
G. Penatalaksanaan Terapeutik dan Pertimbangan Keperawatan
1. Penatalaksanaan Terapeutik
Operasi utnuk mengoreksi obstruksi pilorus yang dilakukan lewat
piloromiotomi (yang kadang-kadang disebut prosedur fredet-Ramstedt)
merupakan terapi standar bagi kelainan ini. Prosedur pembedahannya
dikerejakan lewat insisi-insisi longitudinal melaluiserabut otot sirkuler
pilorus ke bawah hingga mencapai mukosa tanpa mengenai lapisan ini.
Prosedur ini memiliki angka keberhasilan yang sangat tinggi jika bayi
sudah menjalani persiapan prabedah yang saksama untuk mengoreksi
gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit (Wong, Hockenberry-Eaton,
Wilson, Winkelstein, & Schwartz, 2008).
Biasanya pemberian makan dimulai dalam 4 hingga 6 jam pascabedah;
pemberian makan ini dimulai dengan pemberian cairan glukosa atau
elektrolit dalam porsi kecil tetapi sering. Jika cairan yang jernih tersebut
dapat ditahan, sekitar 24 jam sesudah pembedahan dapat dimulai
pemberian susu formula dengan peningkatan takaran secara bertahap,
yaitu jumlah susu dan interval antara pemberian ditingkatkan secara
berangsung sehingga tercapai kembali jadwal pemberian makan/susu yang
penuh. Biasanya pencapaian jadwal ini memerlukan waktu sekitar 48 jam.
Bayi akan siap meninggalkan rumah sakit pada hari kedua atau ketiga
pascabedah.
Prosedur pembedahan yang lain, laparoskopi, ternyata merupakan
tindakan yang aman dan memberikan hasilyang baik bagi bayi yang
menderita stenosis hipertrofik pilorus (Najmalid dan Tan,
1995).penggunaan insisi kecil untuk laparoskop menghasilkan waktu
pembedahan yang lebih singkat, pemberian makan pascabedah lebih
cepat, dan pemulangan pasien lebih segera.
Prognosis. Sebagian besar bayi dengan kelainan ini akan sembuh
sepenuhnya dalam tempo yang cepat sesudah menjalani operasi
11
piloromiotomi. Komplikasi pascabedahnya meliputi obstruksi pilorus
persisten dan dehisensi luka operasi. Sebagai bayi dengan stenosis
hipetrofik pilorus juga mengalami refluk gastroesoagus.
2. Pertimbangan keperawatan
Stenosis hipertrofik pilonus harus dipertimbangkan sebagai suatu
keadaan yang mungkin terjadi pada bayi usia muda yang tampak sadar
namun berat badannya tidak bisa bertambah dan memiliki riwayat muntah
sesudah menyusu. Pengkajian keadaan ini dilakukan berdasarkan hasil
pbservasi terhadap perilaku makan bayi dan bukti adanya manifestasi
klinis yang khas lainnya.
Perawatan prabedah. Dalam periode prabedah, penekanan harus
dilakukan pada upaya untuk memulihkan status hidrasi bayi dan
keseimbangan elektrolitnya. Biasanya bayi yang menderita stenosis
hipertrofik pilorus tidak boleh mendapatkan makanan arau cairan apapun
per oral sehingga dilakukan pemasangan infus untuk memberikan larutan
elektrolit dan glukosa yang yang didasarkan pada hasil pemeriksaan
elektrolit serum. Pemantauan yang cermat terhadap pemberian cairan infus
dan perhatian yang saksama terhadap asuapan serta haluaran cairan dan
hasil pengukuran berat jenis urine merupakan tindakan yang penting bagi
keberhasilan terpai penggantian cairan tersebut. Setiap gejala muntah, di
samping banyaknya feses dan frekuensi defekasi, harus diamati dan
dicatat dengan akurat (Wong, Hockenberry-Eaton, Wilson, Winkelstein, &
Schwartz, 2008).
Observasi meliputi pengkajian tanda vital, khususnya tanda yang
mungkin menunjukkan gangguan keseimbangan cairan atu elektrolit. Bayi
dengan kelainan ini cenderung mengalami alkalosis metabolik akibat
kehilangan ion-ion hidrogen dan menderita deplesi kalium, natrium serta
klorida. Pemeriksaan kulit dan membran mukosa harus dilakukan untuk
12
menilai perubahan pada status hidrasi, dan penimbangan berat badan
setiap hari akan memberikan petunjuk tambahan mengenai pertambahan
atau kehilanagn air.
Bila tindakan dikompresi dan lavase lambung merupakan bagian dari
penatalaksanaan prabedah, perawat memiliki tanggung jawab untuk
memastikan agar slang nasongastrik yang terpasang tetap terbuka (paren)
serta bekerja dengan baik, dan untuk mengukur serta mencatat tipe dan
jumlah ciran drainase yang keluarlewat slag tersebut. Biasanya bayi
dibaringkan dengan posisi memdatar atau dengan kepala sedikit
ditinggikan. Observasi yang memadai harus dilakukan pada bayi yang
mendapatkan cairan infus dan/atau dengan pemasangan slag nasogastrik
untuk mengalirkan cairan drainase secara kontinu; observasi ini
diperlukan untuk mencegah terlepasnya jarum infus dan/atau slang
nasogatrik tersebut.
Perawat higiene umum dengan perhatian yang khusus terhadap kulit
dan mulut pada bayi yang mengalami dehidrasi merupakan bagian perawat
yang penting. Perlindungan terhadap infeksi juga penting karena bayi
dengan status gizi yang terganggu lebih rentan dari pada bayi baru dan
ditinggalkan.
Perawatan pascabedah. Vomitus pascabedah dapat terjadi, dan
sebagian besar bayi kendati dengan pembedahan yang berhasil baik
memperlihatkan gejala muntah dalam 24 hingga 48 jam pertama.
Pemberian cairan infus dilakukan sampai bayi dapat minum cairan dalam
jumlah yang memadai dan menahannya. Banyak perawatan yang sama
yang sudah dilaksanakan sebelum pembedahan tetap dilanjutkan sesudah
pembedahan (mis., pengamatan terhadap tanda vital, pemantauan cairan
infus, observasiyang ceat dan pencatatan asupan serta haluaran cairan).
Disamping itu dilakukan pula pengamatan bayi untuk melihat responsnya
terhadap stres karena pembedahan dan bukti adanya rasa nyeri. Pemberian
13
obat-obat analgetik yang tepat diperlukan. Sesudah pembedahan mungkin
slang nasogastrik perlu dipertahankan dalam periode yang bervariasi
(Wong, Hockenberry-Eaton, Wilson, Winkelstein, & Schwartz, 2008).
Biasanya pemberian makan mulai dilakukan dalam waktu yang relatif
singkat dan mulai dengan pemberian cairan jernih yang mengandung
glukosa serta elektrolit. Pemberian cairan ini dilaksanakan secara perlahan
dengan jumlah sedikit demi sedikit dan interval yang sering sebagaimana
diinstruksikan oleh dokter. Jika bayi sudah disusui sendiri, pemberian ASI
yang diperah oleh ibunya sendiri dilakukan lewat botol ketika bayi dapat
menerima pemberian susu. Pemberian ASI harus dilanjutkan kembali
secepatnya jika keadan sudah memungkinkan. Pengamatan serta
pencatatan pemberian makan dan respon bayi terhadap pemberian makan
serta teknik pemberian makan merupakan bagian yang sangat penting
dalam perawatan pascabedah. Biasanya pengaturan posisi bayi dengan
kepala yang ditinggikan tetapi dilanjutkan dalam pascabedah. Perawat
luka operasi tediri atas observasi utnuk mengamati setiap cairan drainase
atau tanda inflamasi dan perawatan luka insis sebagaimana diarahkan oleh
dokter.
Seperti pada setiap anak yang dirawat di rumah sakit, orang tua
dianjurkan untuk pendampingi anak mereka dan turut terlibat dalam
perawatannya. Vomitus yang menyembur (proyektil) sangat menakutkan
bagi orang tua, dan kerap kali mereka percaya telah melakukan suatu
tindakan yang salah atau operasinya tidak berhasil. Sebagai besar oatng
tua memerlukan dukungan dan penjelasan yang menyakinkan bahwa
keadaan tersebut lebih disebabkan orang tua.
14
H. Asuhan Keperawatan Anak dengan Stenosis Pylorus Hipertrofik (SPH)
1.Pengkajian Keperawatan
a. Lakukan pengkajian fisik
15
Tanda hidrasi adekuat Pantau data laboratorium
dibuktikan dengan untuk menentukan
tanda-tanda vital dan adanya
turgor kulit normal, ketidakseimbangan
membrane mukosa cairan dan elektrolit
lembab, dan keluaran Pantau masukan,
urine adekuat. keluaran, dan berat jenis
urine unutk menentukan
status hidrasi
Pantau tanda-tanda vital
dan berat badan harian
untuk mengkaji hidrasi
Kaji turgor kulit dan
membrane mukosa,
sebagai indicator hidrasi
adekuat
2. Perubahan nutrisi : kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan muntah
yang menetap
Sasaran Intervensi
Anak mengonsumsi Lakukan pemberian
nutrisi yang adekuat makanan pascaoperasi
sesuai ketentuan.
Mulai dengan pemberian
makanan sedikit tapi
sering untuk mencegah
muntah
Observasi dan catat
respon bayi terhadap
pemberian makanan
untuk menentukan
16
jumlah dan frekuensi
pemberian
makananselanjutnya.
Lakukan kembali
menyusui atau dorong
keluarga untuk memberi
makanan bayi untuk
menyimpulkan
pemulangan dan
pemberian nutrisi yang
berkelanjutan
3. Perubahan proses keluarga berhubungan dengan hospitalisasi bayi
Sasaran Hasil yang diharapkan Intervensi
Keluarga akan Keluarga membantu Bantu orangtua
membantu anak dalam dalamstrategi menentukan cara terbaik
melakukan koping yang perencanaan untuk menyiapkan anak
efektif terhadap Keluarga jujur untuk prosedur
hospitalisasi dengananak dan staf hospitalisasi
Keluarga Berikan informasi
menggunakan berharga pada keluaga
bermain sebagai alat tentang apa yangakan
untuk berhubungan terjadi sehingga keluarga
dengan anak tahu bagaimana
kemungkinan yang akan
dialami anak
Dorong keluargauntuk
mempercayai kapasitas
anak dalam melakukan
koping
Ingtakan keluarga
17
tentang kebutuhan akan
kejujuran dalam
berhubungan dengan
anak
Dorong keluarga untuk
menggunakan bermain
sebagaistrategi koping
18
Kasus
19
HPS, saran USG abdomen. Dilakukan pemeriksaan USG pada hari yang sama hasil:
pada gaster tampak tebal dinding muskulus pylorus 4,7 cm dan panjang 19 cm.
Pemeriksaan organ lain VF, lien, ren bilateral, dan vesica urinaria dalam batas
normal. Kesan: mengarah gambaran HPS. Dari pemeriksaan fisik, laboratorium, foto
babygram dan USG sesuai gambaran HPS. Pasien di diagnosis sebagai gastric outlet
obstruction suspek HPS dengan dehidrasi tak berat. Pasien direncanakan dilakun
operasi Ramstedt pyloromyotomy. Pasien menjalani operasi Ramstedt
pyloromyotomy pada tanggal 16-1-2013. Diagnosis paska operasi HPS. Paska operasi
albumin dan angka trombosit turun dengan suhu tubuh berubah-ubah disertai
intoleransi makananan, takipnea dan ikterik. Tanggal 25 pasien membaik dan
dipulangkan.
Data Objektif :
anak muntah 4-5 kali
muntah proyektil
diagnose dehidrasi
tampak kehausan,
kompos mentis,
gerakan kurang aktif,
nangis masih kuat.
Suhu tubuh pasien 35,9 derajat celsius,
nadi=135 x /m,
respirasi = 45 x /m.
Tampak mata cowong,
tak teraba pembesaran limfonodi pada leher.
Pemeriksaan palpasi tampak perut distensi di
epigastrium
peristaltik (+) normal, olive sign (+),
pada perkusi terdengar timpani.
20
Pemeriksaan ekstremitas akral masih hangat,
turgor kulit turun
Hb= 19,7;
AT=63.000;
AL=10,7;
albumin=4,4;
GDS=47;
Na=174,
K=3,0;
pada gaster tampak tebal dinding muskulus pylorus 4,7
cm dan panjang 19 cm.
Pemeriksaan organ lain VF, lien, ren bilateral, dan
vesica urinaria dalam batas normal.
Data Subjektif :
Muntah proyektil
1. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b/d mual dan muntah
NOC NIC
Dalam waktu 1 x 24 jam
21
memburuk
Persiapkan pemberian
produk-produk darah
22
memberikan susu
Pegang bayi selama
menyusui dengan botol
Posisikan bayi dalam
keadaan semifowler saat
menyusui
Tempatkan dot di ujung
lidah
Monitor intake cairan
Monitor berat badan bayi
Tingkatkan efektivitas
penghisapan dengan
menekan pipi
berbarengan dengan
menghisap
Kontrol intake cairan
dengan mengatur
kelembutan dot, ukuran
lubang dot dan ukuran
botol
23
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
B. Saran
Mengingat penyakit Stenonosis Pylorus Hipertrofik (SPH) merupakan
penyakit yang membahayakan bagi keberlangsungan hidup bayi/anak-anak
maka penanganan penyakit ini diupayakan secara maksimal dengan
peningkatan mutu pelayanan kesehatan baik melalui tenaga kesehatan,
prasarana dan sarana kesehatan.
24
DAFTAR PUSTAKA
Rendle, J., Gray, O., & Dodge, J. (2005). Sinopsis Pediatri. Tanggerang : Binarupa
Aksara .
Wong, D. L., Hockenberry-Eaton, M., Wilson, D., Winkelstein, M. L., & Schwartz,
P. (2008). Wong Buku Ajar Keperawatan Pediatrik. Jakaeta: Publisher.
25