Anda di halaman 1dari 16

LAPORAN PENDAHULUAN DAN ASUHAN KEPERAWATAN

“ HIRSCHSPRUNG PADA ANAK”

Disusun guna memenuhi tugas mata kuliah Keperawatan Anak II

Dosen pengampu : Fiki Wijayanti, S.Kep.,Ns.,M.Kep.

Di susun oleh: Kelompok 5

Alravido M (010115A008)

Eka Ayu Fitriani (010115A036)

Hari Anteng L (010115A051)

Juvenalda Florencia C.(010115A063)

PROGRAM STUDI KEPERAWATAN

UNIVERSITAS NGUDI WALUYO

UNGARAN

2017
BAB 1

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG
Penyakit Hirschsprung merupakan kelainan perkembangan
komponen intrinsik pada sistem saraf enterik yang ditandai oleh absennya
sel-sel ganglion pada pleksus myenterik dan submukosa di intestinal distal.
Karena sel-sel ini bertanggung jawab untuk peristaltik normal, pasien-
pasien penyakit Hirschprung akan mengalami obstruksi intestinal
fungsional pada level aganglion. (Corputy, Elfianto D. & Harsali, 2015)
Insiden penyakit Hirschsprung di Indonesia tidak diketahui secara
pasti, tetapi berkisar di antara 5000 kelahiran hidup. Berdasarkan data
yang diambil dari bagian rekam medik pasien dengan diagnosis
Hirschsprung yang dirawat di RSUP Prof. Dr. R. D. Kandou Manado
periode Januari 2010 – September 2014, dicatat terdapat 45 kasus. Hasil
penelitian berdasarkan jumlah kasus, tahun 2010 terdapat 5 kasus
(11,11%), 2011 sebanyak 10 kasus (22,22%), 2012 sebanyak 9 kasus
(20%), 2013 sebanyak 11 kasus (24,45%) dan 2014 sebanyak 10 kasus
(22,22%). (Corputy, Elfianto D. & Harsali, 2015)
Tinggi rendahnya angka prevalensi hirschsprung pada anak yang
terus mengalami kenaikan dan penurununan pada tiap tahunnya,
memerlukan penanganan dan perhatian khusus dengan melibatkan tenaga
kesehatan dari berbagai bidang pendukung lainnya. Khususnya pada anak-
anak agar tidak kehilangan kecerian dalam bermain dan terganggu oleh
sakit yang diderita saat melakukan aktivitas sehari-hari. Dalam hal ini
perawat harus melakukan perannya sebagai tenaga profesional yaitu
bertindak memberikan asuhan keperawatan, penyuluhan kesehatan kepada
orang tua, memberikan informasi tentang pengertian, tanda dan gejala
secara kolaboratif dengan melibatkan berbagai pihak.
B. TUJUAN
1. Tujuan Umum
Untuk dapat mengetahui dan memahami cara memberikan asuhan
keperawatan penyakit hirschsprung pada anak dengan tepat dan benar.
2. Tujuan Khusus
a. Agar dapat mengetahui pengertian dari Hircschsprung
b. Agar dapat mengetahui gejala klinis penyakit Hirschsprung
c. Agar dapat mengetahui etiologi dari penyakit Hirschsprung
d. Agar dapat mengetahui patofisiologi penyakit Hirschsprung
e. Agar dapat mengetahui penatalaksanaan yang dapat diberikan pada
penderita penyakit Hirschsprung
f. Agar dapat menegetahui pemeriksaan diagnostik untuk
mengetahua tau menegakkan diagnosa penyakit hirschsprung
BAB II

PEMBAHASAN

A. DEFINISI
Penyakit Hirschsprung adalah penyakit yang paling sering
menyebabkan obstruksi usus pada bayi (Lee, Sheksherdimian, & Dubois,
2009). Hal ini disebabkan oleh kurangnya sel ganglion di usus, yang
menyebabkan ketidakadekuatan motilitas pada bagian usus. Sel ganglion
ini mungkin saja tidak ditemukan dari kolon rektrosigmoid ke usus kecil.
(Kyle Terri, 2012)
Penyakit Hirschsprung atau megakolon aganglionik (suatu anomali
kongenital) terjadi saat tidak ada atau kekurangan sel ganglion
parasimpatis otonom pada pleksus submukosa (Meisner dan pleksus
mientrik (Aurebach) di segmen dinding usus. Bagian aganglionik
menyebabkan tidak adanya peristalsis yang menyebabkan akumulasi
materi feses dan obstruksi usus mekanis. (Axton Sharon, 2009)
Penyakit Hirschsprung merupakan kelainan perkembangan
komponen intrinsik pada sistem saraf enterik yang ditandai oleh absennya
sel-sel ganglion pada pleksus myenterik dan submukosa di intestinal distal.
Karena sel-sel ini bertanggung jawab untuk peristaltik normal, pasien-
pasien penyakit Hirschprung akan mengalami obstruksi intestinal
fungsional pada level aganglion. (Corputy, Elfianto D. & Harsali, 2015)
Penyakit ini merupakan suatu kelainan bawaan berupa aganglionik
usus yang dimulai dari sfinger ani internal ke arah proksimal dengan
panjang yang bervariasi dan termasuk anus sampai rektum atau juga
dikatakan sebagai suatu kelainan kongenital dimana tidak terdapat sel
ganglion parasimpatik dari pleksus auerbach di kolon. Dimana keadaan
abnormal tersebut dapat menimbulkan tidak adanya peristaltik dan
evakuasi usus secara spontan, sfingter rektum tidak dapat berelaksasi,
tidak mampu mencegah keluarnya feses secara spontan, kemudian dapat
menyebabkan isi usus terdorong ke bagian segmen yang tidak ada
ganglion dan akhirnya feses dapat berkumpul pada bagian tersebut
sehingga dapat menyebabkan dilatasi usus proksimal. (Hidayat, A. Alimul,
2008)

B. ETIOLOGI
Penyebab penyakit Hirschsprungyang paling umum terjadi adalah :
1. Kurangnya atau tidak adanya sel ganglion di usus
Yang menyebabkan tidak adanya peristalsis dan mengakibatkan
terjadinya akumulasi materi feses dan obstruksi usus.
2. Akibat sfingter rektal yang tidak mampu untuk relaksasi
Sehingga mencegah evakuasi benda padat, cairan atau gas dan
menyebabkan obstruksi (penyempitan usus).
3. Kelainan perkembangan komponen intrinsik pada sistem saraf enterik
Ditandai oleh absennya sel-sel ganglion pada pleksus myenterik dan
submukosa di intestinal distal yang akan menyebabkan obstruksi
intestinal fungsional pada level aganglion.

C. GEJALA KLINIS
Keparahan keterlibatan usus menentukan gambaran klinis yang muncul.
Tanda dan gejala utama pada bayi baru lahir adalah :
1. Kegagalan mengeluarkan mekonium dalam 24-48 jam setelah
kelahiran
2. Berkurangnya keinginan bayi untuk minum
3. Distensi abdomen (menumpuknya cairan atau feses) sehingga perut
menjadi buncit
4. Bisa juga terjadi mual muntah yang bercampur empedu atau muntah
hijau
Untuk bayi yang lebih tua bisa mengalami gagal tumbuh,
konstipasi, diare yang berlebihan, muntah dan distensi abdomen. Jika
pada saat penyakit tidak terdiagnosis hingga masa kanak-kanak,
gejalnya meliputi malnutrisi, letargi (penurunan kesadaran), atrofi otot,
abdomen yang membesar, kosntipasi kronis dan keluarnya feses
berbentuk seperti pita. (Axton Sharon, 2009)
Penyakit Hirschsprung biasanya terjadi pada neonatus cukup bulan
dengan manifestasi klinis yang khas yaitu pengeluaran mekonium yang
terlambat, muntah hijau dan distensi abdomen. Terlambatnya
pengeluaran mekonium merupakan tanda yang signifikan. Distensi
abdomen dan muntah hijau merupakan gejala penting lainnya. Pada
beberapa bayi yang baru lahir dapat timbul diare yang menunjukkan
adanya enterokolitis dengan gejala berupa diare, distensi abdomen,
feses berbau busuk dan disertai demam. Pada anak gejala klinis yang
menonjol adalah konstipasi kronis dan gizi buruk (failure to thrive).
(Corputy, Elfianto D. & Harsali, 2015)

D. PATOFISIOLOGI
Penyakit Hirschsprung atau megakolon aganglionik terjadi saat
tidak ada atau kekurangan sel ganglion parasimpatis otonom pada pleksus
submukosa dan pleksus mientrik di segmen dinding usus. Bagian
aganglionik menyebabkan tidak adanya peristalsis, yang meneyebabkan
akumulasi materi feses dan obstruksi usus mekanis. Istilah mengkolon
berasal dari distensi usus yang dekat dengan defek karena feses yang
terjebak di dalam kolon. Selian itu, sfingter rektal tidak mampu untuk
relaksasi sehingga mencegah evakuasi benda padat, cairan atau gas dan
menyebabkan obstruksi dan pengeluaran feses terhambat. Penumpukan
sisa pencernaan yang semakin banyak merupakan media utama
berkembangnya bakteri. Iskemia saluran cerna berhubungan dengan
peristaltik yang abnormal mempermudah infeksi kuman ke lumen usus
dan terjadilah enterocolitis (peradangan pada lapisan dalam usus). Panjang
segmen aganglionik pada usus dapat bervariasi, mulai dari area yang kecil
(seperti area sfingter ani eksternal) hingga seluruh kolon. Pada sebagian
besar anak yang mengalami penyakit Hirschsprung (sekitar 80%), segmen
aganglionik hanya mencakup kolon rektosigmoid.
Keparahan keterlibatan usus menentukan gambaran klinis yang
muncul. Tanda dan gejala utama pada bayi baru lahir adalah kegagalan
mengeluarkan mekonium dalam 24-48 jam setelah kelahiran,
berkurangnya keinginan bayi untuk minum, distensi abdomen
(menumpuknya cairan atau feses), bisa juga terjadi muntah yang
bercampur empedu atau muntah hijau. Untuk bayi yang lebih tua bisa
mengalami gagal tumbuh, konstipasi, diare yang berlebihan, muntah dan
distensi abdomen. (Axton Sharon, 2009)

E. PENATALAKSANAAN
1. Penatalaksanaan Medis
a. Penatalaksanaan pembedahan pada kasus yang parah atau bayi
yang sakit biasanya meliputi kolostomi sementara pada bagian usus
yang memiliki inervasi normal dan pengangkatan usus aganglionik.
Pembedahan korektif definitif (prosedur penyembuhan) dilakukan
3-6 bulan kemudian dan ostomi ditutup. Pada bayi yang mengalami
penyakit Hirscsprung sebagai penyakit kronis, perawatan
pembedahan, medis, dan psikososial yang dilakukan seumur hidup
mungkin diperlukan untuk memperbaiki kualitas hidup. (Axton
Sharon, 2009)
b. Pembedahan Korelatif
1) Prosedur Duhamel
Prosedur ini diperkenalkan Duhamel tahun 1956 untuk
mengatasi kesulitan diseksi pelvik pada prosedur Swenson
dalam penanganan penyakit Hirschprung. Pemilihan prosedur
Duhamel pada penanganan hirschprung karena dianggap lebih
aman dan komplikasi pasca operasi lebih minimal. Prosedur
Duhamel dilakukan pada penyakit hircsprung tipe klasik atau
tipe rektosigmoid, prinsip dasar prosedur ini adalah menarik
kolon proksimal yang ganglionik ke arah anal melalui bagian
posterior rektum yang aganglionik, menyatukan dinding
posterior rektum yang aganglionik dengan dinding anterior
kolon proksimal yang ganglionik sehingga membentuk rongga
baru dengan anastomose end to side (bagian kolon yang
mengalami gangguan diangkat dan dua bagian yang sehat akan
disambungkan kembali) sfingter ani internus. Anastomosis
dilakukan dengan pemasangan 2 buah klem Kocher dimana
dalam jangka waktu 6-8 hari anastomosis telah terjadi. Stenosis
dapat terjadi akibat pemotongan septum yang tidak sempurna.
Prosedur Duhamel asli memiliki beberapa kelemahan,
diantaranya sering terjadi stenosis (penyempitan), inkontinensia
dan pembentukan fekaloma (struktur menyerupai batu) di
dalam puntung rektum yang ditinggalkan apabila terlalu
panjang. (Holschneider & Langer, 2005)
2) Prosedur Swenson (Pull Trought)
Orvar Swenson dan Bill (1948) adalah orang yang
memperkenalkan operasi tarik terobos (pull-through) sebagai
tindakan bedah definitif pada penyakit Hirschsprung. Pada
dasarnya, operasi yang dilakukan adalah rektosigmoidektomi
dengan preservasi spinkter ani. Dengan meninggalkan 2-3 cm
rektum distal dari linea dentata. Yang sebenarnya adalah
meninggalkan daerah aganglionik, sehingga dalam pengamatan
pasca operasi masih sering dijumpai spasme rektum yang
ditinggalkan. Oleh sebab itu Swenson memperbaiki metode
operasinya (1964) dengan melakukan spinkterektomi posterior,
yaitu dengan hanya menyisakan 2 cm rektum bagian anterior
dan 0,5-1 cm rektum posterior.
3) Prosedur Rehbein
Prosedur ini tidak lain berupa deep anterior resection, dimana
dilakukan anastomose end to end (bagian kolon yang
mengalami gangguan diangkat dan dua bagian yang sehat akan
disambungkan kembali) antara usus aganglionik dengan rektum
pada level otot levator ani (2-3 cm diatas anal verge)
menggunakan jahitan 1 lapis. Pasca operasi, sangat penting
melakukan businasi (melakukan patensi lubang anus setelah
operasi pembuatan lubang) secara rutin guna mencegah
stenosis (penyempitan).
4) Bowel training
Bowel training adalah pelatihan usus untuk membangun
kembali gerakan usus normal pada orang yang menderita
sembelit, diare, dan inkontinensia tidak teratur.
Bowel training adalah kegiatan membantu pasien untuk melatih
bowel secara rutin pada pasien yang mengalami masalah
eliminasi bowel (feses) tidak teratur. Langkah-langkah bowel
training :
- Dapat menggunakan stimulasi digital untuk memicu buang
air besar
- Masukkan jari pelumas kedalam anus dan membuat
gerakan melingkar sampai sphincter berelaksasi. Proses ini
membutuhkan waktu beberapa menit
- Setelah melakukan rangsangan, duduk dalam posisi normal
untuk buang air besar. Jika terbatas pada tempat tidur dan
tidak atau belum dapat berjalan, gunakan pispot untuk
latihan
- Jika rangsangan digital tidak menghasilkan buang air besar
dalam waktu 20 menit, ulangi prosedur
- Lakukan stimulasi digital setiap hari sampai membangun
pola buang air besar teratur
2. Penatalaksanaan Keperawatan
Penatalaksanaan keperawatan mencakup memberikan asuhan pasca
opersi, melaksanaan perawatan ostomi, dan memberikan edukasi
kepada anak dan keluarga.
a. Penatalaksanaan Prapembedahan
Penatalaksanaan prapembedahan pada klien Hirschsprung adalah
sebagai berikut :
1) Memantau fungsi usus (peristaltik) dan karakteristik feses
2) Memberikan spooling dengan air garam fisiologis bila tidak
ada kontraindikasi
3) Penatalaksanaan medis dalam rencana pembedahan
4) Pengukuran abdomen untuk mengkaji distensi abdomen
5) Pemberian enema untuk mencari penyempitan usus yang
terjadi (Hidayat, A. Alimul, 2008)
b. Penatalaksanaan Perawatan Pascaoperasi Dan Ostomi
Berikan perawatan pascaoperasi rutin dan observasi untuk
melihat kemungkinan komplikasi enterokolitis. Anak yang
menderita penyakit Hirschsprung dapat memiliki kolostomi,
bergantung pada derajat penyakit di usus. Ukur haluaran urine
secara akurat untuk mengkaji status volume cairan anak dan
observasi tanda dan gejala enterokolitis (peradangan pada lapisan
dalam usus) berikut :
1) Demam
2) Distensi
3) Diare kronik
4) Feses eksplosit
5) Perdarahan rektum
6) Mengejan

Jika salah satu gejala diatas ditemukan, segera beritahu dokter


atau perawat praktisi, istirahatkan usus, dan berikan cairan
intravena dan antibiotik untuk mencegah terjadinya syok dan
kemungkinan kematian. (Kyle Terri, 2012)

Penatalaksanaan pascapembedahan (Hidayat, A. Alimul, 2008) :


1) Melakukan observasi atau pemantauan tanda nyeri
2) Melakukan teknik pengurangan nyeri
3) Memantau tempat insisi
4) Memberikan perawatan luka ostomi
5) Melakukan perawatan pada kolostomi
6) Mengganti kantong kolostomi
7) Kolaborasi pemberian antibiotik untuk pengobatan
mikroorganisme
8) Memantau adanya tanda komplikasi seperti obstruksi usus karena
pelengketan, sepsis, enterokolitis, konstipasi, perdarahan dll
9) Memantau peristaltik usus
10) Memantau tanda vital dan adanya distensi abdomen
c. Melakukan Edukasi Kepada Anak Dan Keluarga
Keluarga biasanya mengalami kecemasan dan takut
mengenai pembedahan yang akan dilakukan dan komplikasinya.
Untuk meredakan ansietas pada keluarga kita dapat memberikan
informasi mengenai diagnosis dan prosedur diagnosi bedah yang
akan dijalani anak.
Melakukan penyuluhan pascaoperasi untuk mengedukasi
orang tua mengenai asuhan stoma yang tepat dan juga manajemen
medikasi (untuk mencegah dehidrasi; sebagian besar anak yang
mengalami penyakit Hirschsprung akan diprogramkan medikasi
yang bertujuan untuk memperlambat haluaran feses.
Mengatur jadwal agar keluarga dapat berkonsultasi dengan
perawat yang melakukan perawatan luka untuk membantu mereka
mengatasi ansietas dan merawat stoma yang baru dipasang.
Berikan edukasi mengenai kemungkinan masalah
pascapembedahan, tekankan pentingnya terapi medikasi yang cepat
dan tepat untuk tanda enterokolitis. (Kyle Terri, 2012)

F. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK
Pemeriksaan laboratorium dan diagnostik umum diprogramkan untuk
pengkajian penyakit Hirschsprung antara lain:
a. Enema barium atau radiografi abdomen; untuk mencari penyempitan
usus dan kolon proksimal dengan rektum yang kosong dan tidak
membesar
b. Biopsi pengisapan rekal; untuk menunjukan tidak adanya sel ganglion
c. Manometri anorekal; dilakukan dengan distensi balon yang diletakan
di dalam ampula rektum. Balon akan mengalami penurunan tekanan di
dalam sfingter ani interna pada pasien yang normal. Sedangkan pada
pasien yang megacolon akan mengalami tekanan yang luar biasa
d. Pemeriksaan colok anus; pada pemeriksaan ini, jari akan merasakan
jepitan dan pada waktu tinja yang menyemprot. Pemeriksaan ini untuk
mengetahui bau dari tinja, kotoran yang menumpuk dan menyumbat
pada usus di bagian bawah dan akan terjadi pembusukan
e. Foto rontgen abdomen; didasarkan pada adanya daerah peralihan
antara kolon proksimal yang melebar normal dan colon distal
tersumbat dengan diameter yang lebih kecil karena usus besar yang
tanpa ganglion tidak berelaksasi. Pada pemeriksaan foto polos
abdomen akan ditemukan usus melebar / gambaran obstruksi usus
letak rendah. (Kyle Terri, 2012)
KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN HIRSCHSPRUNG PADA ANAK

A. MELAKUKAN PENGKAJIAN
Pengkajian keperawatan pada anak yang mengalami Hirschsprung
mencakup identitas pasien, riwayat kesehatan, pemeriksaan fisik dan
pemeriksaan penunjang.
1. Identitas pasien yang meliputi
a. Nama
b. Umur dan tanggal lahir
c. Jenis kelamin
d. Nama orang tua
Ayah :
Ibu :
e. Alamat
2. Riwayat Kesehatan
Yaitu mengkaji keterangan tentang penyakit dan keluhan utama
saat ini. Kaji apakah bayi baru lahir mengeluarkan feses mekonium;
sebagian besar anak yang menderita penyakit Hirschsprung tidak
mengeluarkan fese mekonium dalam 24 hingga 48 jam pertama setelah
kelahiran. Bayi baru lahir juga memerlukan stimulasi rektum untuk
mengeluarkan feses mekonium pertamanya atau bayi yang
mengeluarkan sumbatan mekonium harus dievaluasi untuk penyakit
Hirschsprung.
Gali riwayat medis anak saat ini dan sebelumnya untuk
menemukan faktor resiko, seperti riwayat penyakit keluarga
Hirschsprung atau atresia usus (tidak memiliki lubang normal).
3. Pemeriksaan Fisik
a. Dengan melakukan pemeriksaan inspeksi dan palpasi abdomen;
abdomen biasanya mengalami distensi dan sering kali masa feses
dapat dipalpasi di abdomen
b. Ukur lingkar abdomen untuk mengkaji distensi abdomen, lingkar
abdomen semakin besar seiring dengan pertambahan besarnya
distensi abdomen.
c. Lakukan pemeriksaan TTV, perubahan tanda viatal mempengaruhi
keadaan umum klien
d. Melakukan pemeriksaan rektal; untuk mengkaji tonus rektal dan
adanya feses di rektum. Sering kali pada kasus penyakit
hirschsprung tidak ada feses di rektum. Akan tetapi di akhir
pemeriksaan rektal, ketika jari ditarik anak yang menderita
penyakit hirschsprung dapat mengeluarkan materi feses dengan
dorongan yang kuat. (Kyle Terri, 2012)
4. Pemeriksaan Diagnostik
Penyakit Hirschsprung sudah dapat dideteksi melalui pemeriksaan
yang dilakukan seperti pemeriksaan radiologi, barium, enema, rectal
biopsi, rectum, manometri anorektal dan melalui penatalaksanaan dan
teraupetik yaitu dengan pembedahan dan colostomi.
BAB III

PENUTUP

A. KESIMPULAN
Penyakit Hirschsprung atau megakolon aganglionik (suatu anomali
kongenital) terjadi saat tidak ada atau kekurangan sel ganglion
parasimpatis otonom pada pleksus submukosa (Meisner dan pleksus
mientrik (Aurebach) di segmen dinding usus. Bagian aganglionik
menyebabkan tidak adanya peristalsis yang menyebabkan akumulasi
materi feses dan obstruksi usus mekanis.
Gejala utama pada bayi baru lahir yang menderita Hirschsprung
yaitu kegagalan mengeluarkan mekonium dalam 24-48 jam setelah
kelahiran, berkurangnya keinginan bayi untuk minum, distensi abdomen
(menumpuknya cairan atau feses), bisa juga terjadi muntah yang
bercampur empedu atau muntah hijau. Yang disebabkan oleh kurangnya
atau tidak adanya sel ganglion di usus, akibat sfingter rektal yang tidak
mampu untuk relaksasi sehingga mencegah evakuasi benda padat, cairan
atau gas dan menyebabkan obstruksi (penyempitan usus) dan kelainan
perkembangan komponen intrinsik pada sistem saraf enterik.

B. SARAN
Dengan dibuatnya laporan pendahuluan dan konsep asuhan
keperawatan mengenai Hirschsprung pada anak ini , diharapkan
kedepannya dapat menambah pengetahuan bagi para pembaca tentang
pengertian dari hirschsprung, gejala klinis, etiologi dan penatalaksanaan
yang dapat dilakukan. Agar penyakit hirschsprung baik pada anak atau
pada orang dewasa dapat mengalami penurunan jumlah khususnya pada
masyarakat Indonesia.
DAFTAR PUSTAKA

Alimul, Aziz. 2008. Pengantar Ilmu Kesehatan Anak. Jakarta: Salemba


Medika.

Axton, Sharon. 2009. Rencana Asuhan Keperawatan Pediatrik. Jakarta: EGC.

Kyle, Terri & Susan Carman. 2012. Buku Ajar Keperawatan Pediatrik. Jakarta:
EGC.

Corputty, Elfianto dkk. 2015. Gambaran Pasien Hirschsprung Di Rsup Prof.


Dr. R. D. Kandou Manado Periode Januari 2010 – September 2014.
Fakultas Kedokteran Universitas Sam Ratulangi Manado. Jurnal e-
Clinic (eCl), Volume 3, Nomor 1, Januari-April 2015. Di akses :
http://download.portalgaruda.org/article.

http://medical-dictionary.thefreedictionary.com/BowelTraining

Anda mungkin juga menyukai