A. DEFINISI
Rongga abdomen memuat baik organ-organ yang padat maupun yang berongga.
Trauma Hepar tumpul kemungkinan besar meyebabkan kerusakan yang serius organ-
organ padat dan trauma hepar Tembus sebagian besar melukai organ-organ berongga.
B. ETIOLOGI
Adanya trauma hepar tumpul yang biasa disebabkan karena kecelakaan motor, jatuh
atau pukulan. Dengan adanya kompresi yang berat hepar dapat tertekan terhadap
tulang belakang. Dan trauma hepar tumpul lebh bahaya dibandingkan dengan trauma
hepar tembus karena trauma tupul sulit terdeteksi
Sedangkan Trauma Hepar tembus biasanya disebabkan oleh benda tajam seperti pisau
tembakan sehingga menimbulkan adanya kerusakan dan lubang pada Hepar
Kecelakaan atau trauma yang terjadi pada hepar, umumnya banyak diakibatkan oleh
trauma tumpul. Pada kecelakaan kendaraan bermotor, kecepatan, deselerasi yang
tidak terkontrol merupakan kekuatan yang menyebabkan trauma ketika tubuh klien
terpukul setir mobil atau benda tumpul lainnya.
Trauma akibat benda tajam umumnya disebabkan oleh luka tembak yang
menyebabkan kerusakan yang besar didalam abdomen. Selain luka tembak, trauma
abdomen dapat juga diakibatkan oleh luka tusuk, akan tetapi luka tusuk sedikit
menyebabkan trauma pada organ internal diabdomen.
Kunci sukses untuk penanganan trauma abdomen adalah “high index suspicion”
“Should be assumed” (harus dianggap) menderita trauma organ visceral
Trauma merupakan penyebab tertinggi kematian pada orang dewasa yang berusia
dibawah 40 tahun dan menduduki peringkat ke 5 penyebab kematian pada semua
orang dewasa
C. PATOFISIOLOGI
Trauma tumpul pada Hepar disebabkan oleh pengguntingan, penghancuran atau
kuatnya tekanan yang menyebabkan rupture pada hepar atau struktur abdomen yang
lain.Luka tembak dapat menyebabkan kerusakan pada setiap struktur didalam
abdomen. Tembakan menyebabkan perforasi pada perut atau usus yang menyebabkan
peritonitis dan sepsis.
F. PENCEGAHAN
Resusitasi
Jalan nafas yang ade kuat haruslah diusahakan dan dipertahankan. Kontrol perdarahan
dan syok sebelum dilakukan upaya diagnostik/terapaetik haruslah diupayakan
sekuattenaga.Sedikitnya 2 buah kateter intravena yang besar harus dipasang pada
ekstremitasatas.Penempatankateter vena sentralisatau gauss kateter kedalam
venesubclavia hendaknya dipasang setelah pasien stabil atau kondisi cukup baik
dibawahpengawasan. Jika akses vena tambahan diperlukan maka diusahakan
pemasangan kateter besar pada jugular externaatau vena femoral.Infus 2000 ml
cairankristaloid (Ringer Lactat) secara cepat sering kali mengembalikan atau menjaga
tekanan darah normal pasien jika kehilangan darah hanya sebatas< 15% volume darah
tubuh total tanpa perdarahan lanjut yang signifikan. Jika kehilangan darah> 15%
volume darah atau jika perdarahan massif tetap berlangsung tekanan darah biasanya
meningkat hamper mencapai normal kemudian jatuh atau turun dengan cepat. Hindari
resusitasi dengan Larutan onkotikaktif (dextran danhydroxyethyl) padapasien yang
dicurigai trauma hati.
Penatalaksanaan Non-Operatif( TRAUMA HEPAR TUMPUL )
Pasien dengan trauma tumpul hati yang stabil secara hemodinamik tanpa adanya
indikasi lain untuk operasi lebih baik ditangani secara konservatif (80% pada dewasa,
97% pada anak-anak).Beberapa kriteria klasik untuk penatalaksan non operatif
adalah: Hemodinamik stabil setelah resusitasi, Status mental normal dan Tidak ada
indikasi lain untuk laparatomi.
Pasien yang ditangani secara non operatif harus dipantau secara cermat di lingkungan
gawatdarurat. Monitoring klinis untuk vital sign dan abdomen, pemeriksaan
hematokrit serial dan pemeriksaan CT/USG akan menentukan penatalaksanaan.
Setelah 48 jam, dapat dipindahkan keruang intermediate care unit dan dapat mulai
diet oral tetapi masih harus istrahat ditempat tidur sampai 5 hari. Embolisasi
angiografi juga dimasukkan kedalam protocol penanganan non operatif trauma
hatipada beberapa situasi dalam upaya menurunkan kebutuhan transfuse darah dan
jumlah operasi. Jika pemeriksaan hematokrit serial (setelah resusitasi) normal pasien
dapat dipulangkan dengan pembatasan aktifitas. Aktifitas fisik ditingkatkan secara
perlahan sampai 6-8 minggu. Waktu untuk penyembuhan perlukaan hepar
berdasarkan bukti CT-Scan antara 18-88 hari dengan rata-rata 57 hari.
G. PENGOBATAN
Lakukan bedah
Limpa akan terus mengeluarkan darah karana hepar yang tembuss sehinngga fungsi
hepar tidak bekerja maksimal dan harus dilakukan pebedahan atau operasi untuk
menutupi hepar yang tembus
Lakukan Terapi
Indikasi
a) Trauma abdomen (tumpul atau tajam) / Ruptur Hepar.
b) Peritonitis
c) Perdarahan saluran pencernaan.(Internal Blooding)
d) Sumbatan pada usus halus dan usus besar.
e) Masa pada abdomen
Komplikasi
a. Ventilasi paru tidak adekuat
b. Gangguan kardiovaskuler : hipertensi, aritmia jantung.
c. Gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit.
d. Gangguan rasa nyaman dan kecelakaan
Latihan-latihan fisik
Latihan napas dalam, latihan batuk, menggerakan otot-otot kaki, menggerakkan otot-
otot bokong, Latihan alih baring dan turun dari tempat tidur. Semuanya dilakukan hari
ke 2 post operasi.
POST LAPARATOMI
Perawatan post laparatomi adalah bentuk pelayanan perawatan yang diberikan kepada
pasien-pasien yang telah menjalani operasi pembedahan perut.
Tujuan perawatan post laparatomi;
a. Mengurangi komplikasi akibat pembedahan.
b. Mempercepat penyembuhan.
c. Mengembalikan fungsi pasien semaksimal mungkin seperti sebelum operasi.
d. Mempertahankan konsep diri pasien.
e. Mempersiapkan pasien pulang.
· Fase ketiga
Sekitar 2 sampai 10 minggu. Kolagen terus-menerus ditimbun, timbul jaringan-
jaringan baru dan otot dapat digunakan kembali.
· Fase keempat
Fase terakhir. Penyembuhan akan menyusut dan mengkerut.
Pengkajian
Perlengkapan yang dilakukan pada pasien post laparatomy, adalah;
1. Respiratory
· Bagaimana saluran pernapasan, jenis pernapasan, bunyi pernapasan.
2. Sirkulasi
· Tensi, nadi, respirasi, dan suhu, warna kulit, dan refill kapiler.
3. Persarafan : Tingkat kesadaran.
4. Balutan
· Apakah ada tube, drainage ?
· Apakah ada tanda-tanda infeksi?
· Bagaimana penyembuhan luka ?
5. Peralatan
· Monitor yang terpasang.
· Cairan infus atau transfusi.
6. Rasa nyaman
· Rasa sakit, mual, muntah, posisi pasien, dan fasilitas ventilasi.
7. Psikologis : Kecemasan, suasana hati setelah operasi.
Evaluasi
1. Tanda-tanda peritonitis menghilang yang meliputi :
· Suhu tubuh normal
· Nadi normal
· Perut tidak kembung
· Peristaltik usus normal
· Flatus positif
· Bowel movement positif
2. Pasien terbebas dari rasa sakit dan dapat melakukan aktifitas.
3. Pasien terbebas dari adanya komplikasi post operasi.
4. Pasien dapat mempertahankan keseimbangan cairan dan elektrolit dan
mengembalikan pola makan dan minum seperti biasa.
5. Luka operasi baik.
Asuhan Keperawatan
A. Pengkajian
Dasar pemeriksaan fisik ‘head to toe’ harus dilakukan dengan singkat tetapi
menyeluruh dari bagian kepala ke ujung kaki. Pengkajian data dasar menurut Doenges
(2000), adalah :
1 Aktifitas/istirahat
Data Subyektif : Pusing, sakit kepala,nyeri, mulas
Data Obyektif : Perubahan kesadaran,masalah dalam keseimbangan cedera
(trauma).
2 Sirkulasi
Data Obyektif : Kecepatan (bradipneu, takhipneu), pola
napas(hipoventilasi,hiperventilasi, dll).
3 Integritas ego
Data Subyektif : Perubahan tingkahlaku/ kepribadian (tenang atau dramatis)
Data Obyektif : Cemas, bingung, depresi.
4 Eliminasi
Data Subyektif : Inkontinensia kandungkemih/usus atau mengalami gangguan
fungsi.
5 Makanan dan cairan
Data Subyektif : Mual, muntah, danmengalami perubahan selera makan.
Data Obyektif : Mengalami distensi abdomen
6 Neurosensori
Data Subyektif : Kehilangan kesadaran sementara,vertigo
Data Obyektif : Perubahan kesadaran bisa sampai koma, perubahan
statusmental, kesulitan dalam menentukan posisi tubuh
7 Nyeri dan kenyamanan
DataSubyektif : Sakit pada abdomen dengan intensitas dan lokasi yang
berbeda,biasanya lama.
Data Obyektif : Wajah meringis,gelisah, merintih.
8 Pernafasan
DataSubyektif : Perubahan pola nafas
9 Keamanan
Data Subyektif : Trauma baru /trauma karena kecelakaan.
Data Obyektif : Dislokasigangguan kognitif, gangguan rentang gerak.
B. Diagnosa Keperawatan
1. Nyeri akut berhubungan dengan diskontinuitas jaringan.
2. Nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan anoreksia.
3. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan umum.
DAFTAR KEPUSTAKAAN
Brunner / Sudart. Texbook of Medical Surgical Nursing Fifth edition IB. Lippincott
Company. Philadelphia. 2017.
Soeparman, dkk. Ilmu Penyakit Dalam : Balai Penerbit FKUI, Jakarta, 2016, Edisi II.
Carpenito, Lynda Juall. (2015). Buku Saku Diagnosa Keperawatan Edisi 8. Jakarta:
EGC.