Anda di halaman 1dari 11

Seorang laki-laki berumur 50 tahun dibawa ke IGD, akibat kecelakaan mobil di mana kendari terjatuh ke

jurang, kesadaran pasien mengantuk, pernafasan teratur 26x / menit, denyut nadi lemah teratur 124x /

menit, tekanan darah 90 / 40 mmHg. CRT 4 detik, akral dingin, terlihat lesi abrasi di abdomen, dan

adanya defans otot, penurunan auskultasi peristaltik, nyeri tekan, dan adanya krepitasi di panggul kiri.

Keluar darah melalui lubang uretra eksternal (OUE), perawat petugas triase memberikan ESI 1 triase di

ruang resusitasi. Kemudian tim melakukan asesmen awal dan pengobatan dengan resusitasi cairan pada

pasien tersebut. Kemudian dilakukan pemeriksaan CEPAT oleh dokter spesialis gawat darurat, hasilnya

parenkim dan perforasi hati, hasil laboratorium AL 13000 d / dl, HB 5,6 g / dl, AT 100.000 / dl, HMT

50%, glukosa darah 125 g / dl. Setelah stabil di Ruang Gawat Darurat (IGD), laparotomi darurat

direncanakan, perawat bersiap untuk operasi dan dipindahkan ke ruang operasi. Sambil menunggu

operasi keluarga memberikan ramuan yang dioleskan pada perut untuk mengurangi nyeri dan

menghentikan pendarahan, bagaimana sikap perawat di IGD?

ESI : emergency severity idex. ESI merupakan konsep baru triage yang menggunakan lima skala

dalam pengklasifikasian pasien di emergency department. 


Perforasi hati :

Perforasi

merupakan lubang

atau luka pada

dinding suatu organ

tubuh. 
a. Gejala utama perforasi adalah:

 Nyeri pada bagian perut.

 Perut dapat menonjol dan keras pada perabaan.

 Lubang atau luka pada bagian perut atau usus kecil dapat menimbulkan

nyeri yang datang secara tiba-tiba. Sementara, lubang atau luka pada usus

besar akan menimbulkan nyeri yang datang secara bertahap. Kedua kasus

tersebut dapat mengakibatkan rasa sakit atau nyeri yang konstan.

 Nyeri dapat memburuk jika seseorang mengubah posisi tubuh atau menekan

bagian abdomen, dan akan berkurang ketika berbaring.

 Keringat dingin

 Demam

 Mual

 Muntah

 Syok

Perforasi yang menyebabkan peritonitis atau radang selaput rongga perut dapat
menyebabkan gejala lainnya, seperti:

 Kelelahan berat
 Demam
 Jarang buang air kecil
 Sesak napas
 Detak jantung yang cepat
 Pusing dan linglung

b. Penyebab perforasi
 Apendisitis atau peradangan usus buntu
 Kanker
 Divertikulitis
 Crohn disease
 Penyakit kantung empedu seperti batu pada kandung empedu atau infeksi pada
kandung empedu
 Tukak lambung atau ulkus duodenum
 Ulcerative colitis
 Ischemic colitis
 Volvulus atau penyumbatan pada usus 
 Kemoterapi
 Tekanan pada kerongkongan yang disebabkan oleh muntah yang terlalu kuat
 Menelan benda asing atau zat yang bersifat korosif

1. Apakah ketinggian jurang mempengaruhi terjadinya trauma abdomen?

2. Resusitasi cairan yang tepat ketika pasien mengalami perforasi hati

3. Apakah lapraatomi satu satunya tindakan untuk pasien perforasi hati

4. Apa yang menyebabkan darah keluar dari oue

Cedera uretra pars bulbosa kebanyakan disebabkan trauma tumpul ke perineum yang

mengakibatkan penekanan (crush injury) jaringan uretra hingga dapat menyebabkan ruptur.

Sementara cedera uretra pars spongiosa kebanyakan berupa laserasi/robekan atau intraluminal

akibat luka tembus,

5. Apa yang menyebabkan pasien hipotensi

LO TUTORIAL
1. Definisi trauma abdomen

- Trauma merupakan keadaan yang disebabkan oleh luka atau cedera yang bersifat
holistik dan dapat menyebabkan hilangnya produktivitas seseorang (Gambaran
Trauma Abdomen yang Dirawat Inap di RSUD Dr.Pirngadi Medan pada Tahun
2012-2015 tahun 2017).
- Trauma abdomen merupakan cedera yang terjadi pada organ dalam perut, seperti
lambung, usus, pankreas, hati, empedu, ginjal dan limpa. Trauma ini bisa
terjadi akibat pukulan atau benturan benda tumpul, maupun tusukan benda tajam.
- Trauma abdomen didefinisikan sebagai kerusakan terhadap struktur yang terletak
diantara diafragma dan pelvis yang diakibatkan oleh luka tumpul atau yang
menusuk.
2. Klasifikasi trauma abdomen

a. Trauma tumpul abdomen

Trauma tumpul abdomen adalah trauma yang disebabkan oleh benturan benda

tumpul pada perut. Trauma ini bisa disebabkan oleh kecelakaan lalu lintas,

pukulan pada perut, atau jatuh dari ketinggian. Limpa dan hati merupakan organ

yang paling sering mengalami cedera akibat trauma tumpul abdomen. Meski

relatif lebih jarang, cedera abdomen juga dapat terjadi pada pada pankreas,

empedu, usus, kandung kemih, diafragma, ginjal, dan pembuluh darah besar

(aorta) di perut.

b. Trauma tajam abdomen

Trauma tajam abdomen merupakan trauma yang disebabkan oleh tusukan atau

perlukaan oleh benda tajam pada perut. Trauma ini bisa terjadi akibat tusukan

benda tajam atau luka tembak yang mengenai perut.Tingkat keparahan trauma

tajam abdomen tergantung pada lokasi luka, bentuk dan ketajaman benda
penyebabnya, serta seberapa dalam benda tersebut menusuk ke dalam rongga

perut.

3. Pathway ( ctanda gejala,penyebab, perjalanan penyakit)

4. Pemeriksaaan penunjang

1. Computed Tomography (CT)

Pemeriksaan ini menggunakan kontras intravena, sehingga 14 pemeriksaan ini sensitif

terhadap darah dan dapat mengevaluasi masing-masing organ, termasuk struktur organ

retroperitoneal. Helical CT Scan sagital dan koronal rekonstruksi berguna untuk mendeteksi
cedera diafragma. Selain itu, juga dapat meningkatkan diagnosis cedera gastrointestinal.

Computed Tomography abdomen memiliki akurasi yang tinggi, mencapai 95% dan memiliki

negative predictive value yang sangat tinggi yaitu hamper 100%. Tetapi pasien dengan

kecurigaan trauma tumpul abdomen harus dirawat di rumah sakit selama paling sedikit 24

jam untuk observasi meskipun hasil CT abdomen negatif. Pemeriksaan ini sangat membantu

dalam menentukan derajat cedera organ padat dan menjadi penuntun untuk

penatalaksanaan nonoperatif dan juga keputusan untuk dilakukan tindakan pembedahan.

Beberapa hal penting yang perlu diperhatikan pada saat melakukan pemeriksaan CT

abdomen, yaitu :

- Tidak boleh dilakukan pada pasien dengan status hemodinamik tidak stabil  Jika dari

mekanisme cedera dicurigai cedera pada duodenum, maka pemberian kontras peroral

dapat membantu diagnosis.

- Jika dicurigai cedera pada rektum dan kolon distal dengan adanya darah pada

pemeriksaan rektum, pemberian kontras melalui rektum dapat membantu

2. Focused Assessment Sonography for Trauma (FAST) Focus Assesment Sonography for

Focus Assesment Sonography for Trauma merupakan suatu pemeriksaan yang

mendeteksi ada tidaknya cairan intraperitoeneal. Pemeriksaan ini merupakan alat

diagnosis yang aman dan cepat serta dapat dengan mudah untuk dipelajari.

Pemeriksaan FAST juga sangat berguna bagi pasien dengan hemodinamik tidak stabil

dan tidak dapat dibawa ke ruang CT abdomen, bahkan dapat dilakukan disamping

pasien selama dilakukan resusitasi tanpa harus dipindahkan dari ruangan resusitasi .

Pada beberapa penelitian menunjukkan bahwa pemeriksaan ini memiliki sensitifitas 79 –

100% dan spesifitas 95 – 100%, terutama pada pasien dengan hemodinamik tidak stabil .

Pada pemeriksaan FAST difokuskan pada 6 area, yaitu perikardium, hepatorenal,


splenorenal, parakolik gutter kanan dan kiri, dan rongga pertioneaum di daerah pelvis.

Pada evaluasi trauma tumpul abdomen, FAST menurunkan angka penggunaan CT Scan

dari 56% menjadi 26% tanpa meningkatkan resiko kepada pasien. Pemeriksaan ini

akurat untuk mendeteksi darah sebanyak >100 mililiter, namun hasil pemeriksaan

sangat bergantung pada operator yang mengerjakan dan akan terutama pada pasien

obesitas atau usus-usus terisi udara. Cedera organ berongga sangat sulit untuk

didiagnosis dan memiliki sensitivitas yang rendah sekitar 29–35% pada cedera organ

tanpa hemoperitoneum . Keterbatasan ultrasound harus dipahami ketika menggunakan

FAST. Ultrasound tidak akurat pada pasien obesitas akibat kurangnya kemampuan

penetrasi gelombang sonografi. Selanjutnya, akan sulit juga untuk memvisualisasi

struktur organ intra-abdomen pada keadaan ileus atau elfisema subkutis. USG sangat

akurat untuk mendeteksi cairan intraperitoneal tetapi tidak dapat membedakan antara

darah, urin, cairan empedu atau ascites. Organ retroperitoneal juga sulit untuk

dievaluasi. Pemeriksaan FAST ini dapat dipertimbangkan sebagai modalitas awal pada

evaluasi trauma tumpul abdomen, tidak invasive, tersedia dengan mudah, dan

membutuhkan waktu persiapan yang singkat. Ultrasonografi berulang pada pasien

trauma tumpul abdomen yang mendapat observasi ketat meningkakan sensitifitas dan

spesifisitas mendekati 100% (Boutros, Nassef, Ghany, 2015).

3. Diagnostic Peritoneal Lavage (DPL) Diagnostic Peritoneal Lavage adalah suatu

pemeriksaan yang digunakan untuk menilai adanya darah di dalam abdomen. Gastric

tube dipasang untuk mengosongkan lambung dan 17 pemasangan kateter urin untuk

pengosongan kandung kemih. Sebuah kanul dimasukkan di bawah umbilicus, diarahkan

ke kaudal dan posterior. Jika saat aspirasi didapatkan darah (>10ml dianggap positif) dan

selanjutnya dimasukkan cairan ringer laktat (RL) hangat sebanyak 1000 mililiter (ml) dan
kemudian dialirkan keluar. Jika didapatkan sel darah merah >100.000 sel/mikroliter(μL)

atau leukosit >500 sel/μL maka pemeriksaan tersebut dianggap positif. Jika terdapat

keterbatasan laboratorium, dapat menggunakan urine dipstick. Jika didapatkan drainage

cairan lavage melalui chest tube mengindikasikan penetrasi diafragma. Bila

hemodinamik stabil, dilakukan pemeriksaan FAST dan CT abdomen. Apabila dengan

hemodinamik tidak stabil, dilakukan pemeriksaan FAST atau DPL. FAST sangat berguna

sebagai alat diagnostic untuk mendeteksi cairan intra-abdomen, sehingga indikasi DPL

menjadi lebih terbatas. Ketiga modalitas diagnostic ini saling melengkapi dan tidak

kompetitif. Kegunaan masing-masing dapat dimaksimalkan ketika digunakan secara

tepat (Radwan, Zidan, 2006)

4. Laparotomi eksplorasi Laparotomi eksplorasi merupakan modalitas diagnostik paling

akhir.Indikasi dilakukan laparotomi eksplorasi adalah :

- Hipotensi atau syok yang tidak jelas sumbernya

- Perdarahan tidak terkontrol

- Tanda – tanda peritonitis

- Luka tembak pada abdomen

- Ruptur diafragma

- Pneumoperitoneum

- viserasi usus atau omentum.

- Indikasi tambahan : perdarahan signifikan dari naso-gastric tube (NGT) atau rectum,

perdarahan dari sumber yang tidak jelas, luka tusuk dengan cedera vascular, bilier, dan

usus. Prioritas pembedahan pada saat laparotomi adalah : - Menemukan dan

mengontrol perdarahan - Menemukan cedera usus untuk mengontrol kontaminasi feses


- Identifikasi cedera ogan abdomen dan struktur lainnya - Memperbaiki kerusakan organ

dan strukturnya

Trauma Tumpul Abdomen

Blunt Abdominal Trauma Scoring System (BATSS) adalah suatu sistem skoring yang digunakan

untuk mendeteksi pasien yang dicurigai mengalami cedera organ intra-abdomen akibat trauma

tumpul abdomen. Dimana sistem skoring ini dapat menghemat waktu, mengurangi penggunaan

CT abdomen yang tidak perlu, paparan radiasi, dan biaya yang digunakan untuk menegakkan

diagnosis dan penatalaksanaannya.

Hal-hal yang dinilai dalam BATTS antara lain :

a. Nyeri abdomen, nilai skor 2

b. Nyeri tekan abdomen, nilai skor 3

c. Jejas, nilai skor 1

d. Fraktur pelvis, nilai skor 5

e. Focus Assesment Sonography for Trauma, nilai skor 8

f. Tekanan darah sistolik 100 kali/menit, nilai skor 1.

Berdasarkan sistem skoring BATSS, pasien dibagi menjadi 3 kelompok yaitu resiko rendah

yaitu jika jumlah skor BATSS kurang dari 8, resiko sedang jumlah skor BATSS 8-12, resiko

tinggi jumlah skor BATSS lebih dari 12. Pada kelompok pasien dengan risiko sedang

diperlukan observasi dan pemeriksaan lebih lanjut untuk menegakkan diagnosis yang tepat.

Sistem skoring yang ada saat ini yaitu Clinical Abdominal Scoring System (CASS) sangat

membantu dalam mendiagnosis dan menentukan perlunya tindakan laparotomi segera, dan

juga meminimalisir penggunaan pemeriksaan lanjutan pada pasien trauma tumpul

abdomen. Selain itu mengurangi waktu dan biaya yang tidak. Sistem skoring CASS ini

disusun dengan menggunakan sampel dengan rentang usia yang luas termasuk anak usia 2
tahun. Dimana angka hipotensi pada rentang usia anak dan dewasa berbeda. Pemeriksaan

fisik atau ultrasound sendiri tidak dapat menggambarkan kondisi pasien. Tetapi kombinasi

gambaran klinis dan hasil Focus Assesment with Sonography in Trauma (FAST), memberikan

sensitivitas dan spesifisitas yang sama dengan CT scan untuk mendiagnosis cedera organ

intra-abdomen. Blunt Abdominal Trauma Scoring System memberikan sistem skor dengan

akurasi tinggi dalam mendiagnosis cedera organ intra-abdomen pada pasien trauma tumpul

abdomen berdasarkan gambaran klinis seperti riwayat pasien, pemeriksaan fisik dan FAST.

Diagnosis yang ditegakkan berdasarkan sistem skoring ini sangat mirip dengan hasil yang

didapatkan dari CT scan.

5. Manajement trauma abdomen ( indikasi dilakukan tindakan tersebut)

6. Askep menurut setting IGD

7. Irk

Anda mungkin juga menyukai