Anda di halaman 1dari 14

internal bleeding post trauma tumpulabdomen

Dibuat oleh: Faerus Soraya,Modifikasi terakhir pada Wed 06 of Oct, 2010 [01:47
UTC]ABSTRAK :

Trauma abdomen dapat dibagi menjadi trauma tembus dan trauma tumpul. Pada
umumnyatrauma abdomen disebabkan oleh trauma tumpul. Terkadang gaya yang dianggap
ringan akanmenyebabkan kerusakan organ visera yang berat dan bahkan untuk mendiagnosis
ataumenyingkirkan trauma intra abdomen menjadi sangat sulit dilakukan. Akibat dari
traumatumpul dapat berupa perforasi atau perdarahan. Kematian karena trauma abdomen
biasanyaterjadi akibat sepsis atau perdarahan. Sebagian dapat dicegah, pasien dengan resiko
cideraabdomen harus menjalani pemeriksaan lengkap, cepat dan tepat. Perdarahan merupakan
cirriutama dan jika parah dapat terjadi syok. pada pasien ini seorang laki-laki datang
dengankeluhan nyeri pada seluruh lapang perut, pasien post jatuh dari pohon kelapa. terjadi
benturankeras pada bagian kanan atas. pada pasien ini dilakukan observasi tanda-tanda syok,
dan pemasangan NGT, selain itu juga direncanakan untuk dilakukan operasi apabila
terlihattanda-tanda syok.kata kunci : Trauma Tumpul Abdomen

KASUS : Seorang laki-laki berusia 27 tahun datang dengan keluhan nyeri pada seluruh
lapang perut sejak 7 jam sebelum masuk Rumah Sakit. Tujuh jam sebelum masuk rumah
sakitdidapatkan informasi pasien baru saja jatuh dari pohon kelapa. Pada saat jatuh
terjadi benturan keras pada perut bagian kanan atas. Nyeri dirasakan terus menerus. Nyeri
perut bersifat tajam dan terasa seperti tertekan. Nyeri dirasakan bertambah apabila pasien
bergerak dan lebih nyaman dengan posisi berbaring. Pasien mengeluh mual. Pasien dirawat di
RSUDsudah 3 hari sebelum tindakan operasi dilakukan, namun kondisi pasien tidak
membaik malah semakin memburuk. Dari awal pihak Rumah sakit sudah menyarankan rujuk
namun pihak keluarga menolaknya. Selama dirawat di lakukan pemasangan NGT dan DC.
TerlihatProduksi NGT yang sangan masiv pada saat sebelum operasi. Vital Sign: Tekanan darah :
111/69 mmHg, Suhu : 38.1 C, Nadi : 91 x/menit, teratur, kuat angkat, isi cukup,Pernafasan : 44
x/menit.Diagnosis :Berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan fisik diagnosis pada pasien ini
adalah
internalbleeding
post trauma tumpul abdomen.Terapi :

Infuse RL 20 tpm, Bed rest total, Puasa, Injeksi Ranitidin 2x1 ampul, Injeksi ketorolac1x1
ampul. Lab : Hb, CT, BT, ureum, creatinin, SGOT dan SGPT (CITO). Awasi vital signdan tanda-
tanda syok.DISKUSI :Pada pasien ini dicurigai terjadi ruptur atau
internal

bleeding
post trauma tumpul abdomen.adanya
internal

bleeding
bisa kita ketahui dengan dilakukannya pemeriksaan HB serial, biladi dapatkan penurunan HB
secara bertahap harus segera diwaspadai.

dari kasus ini dilakukankembali pengkajian secara head to toe, dan observasi hemodinamik
pasien setiap 15 30menit bila stabil dan membaik bisa dilanjutkan dengan observasi setiap 1
jam sekali.Pemasangan cateter pada pasien ini untuk menilai output cairan, terapi cairan yang
diberikandan tentu saja hal penting lainnya adalah untuk melihat adanya perdarahan pada urine.
Pasiendipuasakan dan dipasang NGT (Nasogastrik tube) utnuk membersihkan
perdarahan salurancerna, meminimalkan resiko mual dan aspirasi, serta bila tidak ada kontra
indikasi dapatdilakukan lavage. Monitoring status mental pasien perlu dilakukan untuk menilai
efektifitasterapi dan tindakan yang dilakukan, bila tindakan yang dilakukan sudah cepat, tepat
dancermat maka ancaman kematian dan kecacatan pada pasien dengan trauma abdomen
dapatdihindari. Ketika terjadi perdarahan dari organ padat atau pembuluh darah besar atau
terjadi peritonitis akibat organ berongga maka cirri klinis yang penting adalah : Nyeri abdomen
akutdan persistan, Nyeri tekan abdomen yang jelas, nyeri tekan lepas, dan defans
muskuler menunjukan adanya peritonitis, Perdarahan intraabdominal (
internal

bleeding
) terusmenerus meskipun sudah dilakukan resusitasi, Nyeri bahu akibat iritasi diafragma
akibatterkena darah ataupun isi usus. Factor predisposisi adhesi dan dinding abdomen yang
tidak kaku dapat meningkatkan resiko terjadinya trauma intra abdomen. Anamnesis riwayat
traumasangat penting untuk menilai cedera yang terjadi. Terutama mekanisme trauma dan
waktukejadian traumanya karena ini sangat mempengaruhi prognosis. Pasien dengan
penurunankesadaran dapat dilakukan aloanamnesa terhadap pengantar yang mengetahui
kejadian.Disamping itu hal yang penting adalah keterangan mengenai tanda vital, cidera yang
terlihat,dan respon terhadap perawatan pra masuk rumah sakit apabila pasien
mendapatkan perawatan lain setelah kejadian trauma. Pemeriksaan harus cepat tetapi seksama,
dan harussesuai aturan dasar dalam diagnose pasien. Penilaian terhadap system kardiiovaskuler,
systemsyaraf pusat, abdomen dan ekstrimitas dilakukan secara berurutan.
Penatalaksanaan internal bleeding karena trauma tumpul : Penilaian Primarysurvey
Airway, Breathing, Circulation, pemasangan pipa lambung (Tujuanpemasangan pipa
lambung adalah untuk mengurangi dilatasi gaster yang akut,dekompresi abdomen
sebelum melakukan DPL dan mengeluarkan isi abdomensehingga mengurangi resiko
aspirasi.
KESIMPULAN : Trauma abdomen merupakan kasus gawat darurat yang perlu
penanganan
segeradikarenakan adanya ancaman kematian.
Penanganan
dari keadaan pasien dengan traumaabdomen sebenarnya sama dengan prinsip
penanganan
kegawatdaruratan, dimana yang pertama perlu dilakukan primary survey. Penilaian keadaan
penderita dan prioritas terapidilakukan berdasarkan jenis perlukaan, tanda-tanda vital dan
mekanisme trauma pada

penderita yang terluka parah terapi diberikan berdasarkan prioritas. Pengelolaan primarysurvery
yang cepat dan kemudian resusitasi, secondary survey dan akhirnya terapi definitif.
Internal Bleeding post Trauma Tumpul Abdomen

Posted by Ananta F. Benvenuto on Thursday, April 21, 2016 Labels: Dunia


Kedokteran, Ilmu Bedah

Pendahuluan

Trauma abdomen dapat dibagi menjadi trauma tembus dan trauma tumpul.
Pada Umumnya trauma abdomen disebabkan oleh trauma tumpul. Terkadang gaya
yang dianggap ringan akan menyebabkan kerusakan organ visera yang berat dan
bahkan untuk mendiagnosis atau menyingkirkan trauma intra abdomen menjadi
sangat sulit dilakukan. Akibat dari trauma tumpul dapat berupa perforasi atau
perdarahan. Kematian karena trauma abdomen biasanya terjadi akibat sepsis atau
perdarahan. Sebagian dapat dicegah. Pasien dengan resiko cidera abdomen harus
menjalani pemeriksaan lengkap, cepat dan tepat.

Anatomi Abdomen

A. Anatomi Abdomen Luar

1. Abdomen depan
Abdomen sebagian berhubungan dengan thorax bagian bawah, maka batas
abdomen ialah pada bagian superior oleh garis antar papilla mammae, inferior oleh
ligamentum inguinalis dan simfisis pubis dan lateral oleh garis aksilla anterior

2. Pinggang

Daerah ini berada antara garis aksillaris anterior dan garis aksillaris posterior, dari
ruang interkostal ke-6 di superior sampai Krista illiaka di inferior. Berbeda dengan
dinding abdomen depan yang tipis, otot-otot dinding abdomen di daerah pinggang
tebal dan dapat merupakan perintang terhadap luka tembus khususnya luka tusuk

3. Punggung

Daerah ini bertempat di belakang garis aksillaris posterior dari ujung scapula
sampai crista illiaka inferior. Sama dengan otot-otot dinding abdomen disamping,
otot-otot punggung dan paraspinal bertindak sebagian sebagai perintang luka
tembus

B. Anatomi Abdomen Dalam

1. Rongga Peritoneum

Rongga peritoneum dapat dibagi dalam bagian atas dan bagian bawah. Abdomen
atas atau daerah torakoabdominal yang ditutup oleh bagian bawah dari bagian
toraks yang bertulang, meliputi diafragma, hati, limpa, lambung dan kolon
transversum. Karena diafragma naik ke ruang interkostal ke-4 saat ekspirasi penuh,
patahan iga bawah atau luka tembus daerah itu juga dapat mencederai isi abdomen
atas berupa usus halus dan colon sigmoid.

2. Rongga Pelvis

Rongga pelvis dikelilingi tulang pelvis, berada di bagian bawah dari ruang
retroperitoneum dan berisikan rectum, kandung kemih, pembuluh-pembuluh illiaka,
dan genitalia interna wanita. Sama sepeti daerah torakoabdominal, pemeriksaan
untuk mengetahui cedera pada struktur pelvis dipersulit oleh tulang-tulang
diatasnya.

3. Rongga Retroperitoneum

Daerah ini meliputi aorta abdominalis, vasa cava inferior, sebagian besar dari
duodenum, pankreas, ginjal dan saluran kencing, kolon ascendens dan kolon
descenden. Cedera ini sangat sulit dikenali dengan pemeriksaan fisik maupun
pencucian (lavage) peritoneum.

Trauma tumpul

- berupa kompresi (pukulan langsung) misalnya kena pinggir bawah stir mobil
pada tabrakan motor
- cedera Crush (tekanan) pada isi abdomen. Kekuatan ini akan merusak
bentuk organ padat atau berongga dan akibatnya akan menyebabkan ruptur dari
organ tersebut.

- Berupa shearing injuries dimana keadaan ini trauma terjadi karena ada alat
penahan seperti seat bealt yang dipakai salah.

- Cedera akselerasi/ deselerasi karena gerakan yang berbeda dari bagian yang
bergerak dan yang tidak bergerak.

Etiologi

Secara umum luas kerusakan tergantung dari kecepatan, arah, dan ukuran gaya
yang mengenai. Kontusio sering terjadi. Hematom fasia otot rektus mungkin ruptur
pembuluh darah epigastrika akibat trauma kekerasan langsung atau kontraksi tiba-
tiba dari otot rectus abdominis.

Organ padat berupa hepar, lien,dan ginjal sering terkena trauma abdomen tetutup,
terfiksir, besar, dan tidak terlindungi. Perdarahan merupakan ciri utama dan jika
parah dapat terjadi syok.

Organ berongga cukup mobile dan dapat bergerak menjauh dari tempat tubrukan
dan lebih jarang rusak jika dibanding organ padat kecuali daerah yang cukup
terfiksir seperti duodenum, fleksura duodeno jejunalis, sekum, kolon asenden,
fleksura kolon.

Peritonitis adalah ciri utama dari ruptur organ berongga akibat keluar isi usus
melalui tempat robekan, luka, defek atau ledakan usus.

Gambaran Klinis

Riwayat trauma

Kecelakan dijalan raya, kriminalitas, dan cidera saat olah raga.

Faktor predisposisi adhesi dan dinding abdomen yang tidak kaku dapat
meningkatkan resiko terjadinya trauma intra abdomen.

Ada dua klompok pasien :

a. Diagnosis jelas

Ketika terjadi perdarahan dari organ padat atau pembuluh darah besar atau terjadi
peritonitis akibat organ berongga maka ciri klinis yang pentign adalah :

- nyeri abdomen akut dan persistan


- nyeri tekan abdomen yana jelas, nyeri tekan lepas, dan defans muskuler
menunjukan adanya peritonitis.

- Perdarahan intraabdominal (internal bleeding) terus menerus meskipun


sudah dilakukan resusitasi.

- Nyeri bahu akibat iritasi diafragma akibat terkena darah ataupun isi usus.

b. Diagnosis tidak jelas

Gejala abdominal pada awalnya tertutupi oleh syok, cidera lain yang menyertai,
ketidaksadaran pasien atau pemberian analgesik.

Penyebab Internal Bleeding

1. Ruptur lien

jumlahnya mencapai 50% dari cidera organ viseral pada trauma tumpul abdomen.
Sekitar 25% pasien dengan trauma lien secara spontan membaik dan tetap sehat
untuk beberapa hari hingga beberapa minggu.

Ciri klinis

- biasanya akibat tubrukan mengenai dinding dada kiri bagian bawah

- tanda-tanda perdarahan internal :

* pucat

* gelisah

* respirasi cepat

* takikardi

* hipotensi

* peningkatan nyeri tekan abdomen bagian atas

* peningkatan kekakuan abdomen bagian atas

* peningkatan distensi abdomen

* suara usus menghilang atau menurun

2. Ruptur hepar
Setelah terjadi trauma tumpul, khususnya cidera pada bagian dada bawah, hepar
akan ruptur sendiri atau bersamaan dengan organ lainnya. Lobus kanan lebih sering
terkena jika dibandingkan dengan lobus kiri.

Ciri klinis :

- nyeri akibat cidera pada dada kanan bagian bawah

- tanda tanda perdarahan internal

- nyeri lebih kuat pada kanan atas

- nyeri tekan pada kanan atas

- kekakuan pada abdomen atas

3. Ruptur pankreas

Ruptur pankreas biasanya terjadi pada trauma tumpul, pankreas tertekan pada
kolumna vertebralis dan pada kejadian ekstrim mengakibatkan pankreas terpotong
menjadi transversal.

Gejala klinis :

Ada dua gejala yang sering terjadi :

- ruptur organ padat disertai syok, nyeri abdomen hebat, perdarahan internal
yang meluas menjadi peritonitis dan distensi abdomen

- pembentukan pseudokista. Waktu yang dibutuhkan setelah trauma untuk


membentuk pseudokista bervariasi. Keadaan pasien membaik dan mulai sembuh
tetapi secara perlahan lahan merasakan massa di abdomen bagian atas. Dapat
Berkembang dalam beberapa bulan sampai beberapa tahun.

4. Ruptur Ginjal

Ruptur Ginjal terjadi akibat jatuh dengan keras atau lemparan atau cedera tubrukan
pada abdomen atau pinggang. Akibatnya dapat tejadi hematom, subcapsular,
kontusio parenkim, ruptur parenkim, ginal terbelah atau avulsi ginjal dari
perlekatan.

Gejala klinis :

- riwayat trauma pada pinggang


- nyeri pinggang

- memar pinggang

- pembengkakan daerah pinggang

- hematuria

- kolik ureter

Anamnesa

Anamnesis riwayat trauma sangat penting untuk menilai cedera yang terjadi.
Terutama mekanisme trauma dan waktu kejadian traumanya karena ini sangat
mempengaruhi prognosis. Pasien dengan penurunan kesaaran dapat dilakukan
aloanamnesa terhadap pengantar yang mengetahui kejadian. Disamping itu hal
yang penting adalah keterangan mengenai tanda vital, cedera yang terlihat, dan
respons terhadap perawatan pra masuk rumah sakit apabila pasien mendapatkan
perawatan lain setelah kejadian trauma.

Pemeriksaan fisik

Pemeriksaan harus cepat tetapi seksama, dan harus sesuai aturan dasar dalam
diagnosa pasien. Penilaian airway pasien merupakan prioritas utama diikuti
penilaian terhadap sistem kardiovaskuler, sistem saraf pusat, abdomen dan
ekstremitas dilakukan secara berurutan. Bergantung pada keadaan klinis,
pemeriksaan awal diperlukan untuk penatalaksanaan secara bersamaan dengan
resusitasi pada pasien. Menjaga kestabilan pasien lebih diutamakan, dan agar lebih
teliti dilakukan secara head to toe.

1) Inspeksi

Penderita harus ditelanjangi. Pemeriksaan abdomen harus dimulai dengan inspeksi.


Sebagai tambahan, pemeriksaan pada punggung, panggul, pantat dan posterior
paha harus diinspeksi ketika pertama kali dilihat, setelah insersi dari multiple
kateter pemeriksaan mungkin akan terganggu. Pada abdomen dicari jejas atau luka,
dan perhatikan ada tidaknya perut kembung. Distensi abdomen dengan kejadian
hipovolemi berat memberi kesan adanya internal injury.

2) Auskultasi
Melalui auskultasi ditentukan apakah bising usus ada atau tidak. Darah
intraperitoneum yang bebas atau kebocoran (ekstravasasi) abdomen dapat
memberikan ileus, mengakibatkan hilangnya bunyi usus. Cedera pada struktur
berdekatan tulang iga, tulang belakang atau panggul dapat juga mengakibatkan
ileus meskipun tidak ada cedera di abdomen dalam, sehingga tidak adanya bunyi
usus bukan berarti pasti tidak ada cedera intra-abdominal .

3) Perkusi

Manuver ini menyebabkan pergerakan peritoneum, dapat menunjukkan adanya


peritonitis yang masih meragukan. Perkusi dapat juga menunjukkan adanya bunyi
timpani akibat dilatasi lambung akut di kuadran atas atau bunyi redup apabila ada
hemoperitoneum.

4) Palpasi

Palpasi abdomen harus lembut. Dari pemeriksaan mungkin tidak ditemukan


kelainan pada organ-organ di dalamnya. Sebagai tambahan pemeriksaan abdomen
sulit dinilai pada pasien dengan gangguan kesadaran. Kecenderungan mengeraskan
dinding abdomen (voluntary guarding) dapat menyulitkan pemeriksaan abdomen.
Sebaliknya defans muskular (involuntary guarding) adalah tanda yang andal dari
iritasi peritoneum. Tujuan palpasi adalah mendapatkan adanya dan menentukan
tempat dari nyeri tekan superficial, nyeri tekan dalam atau nyeri lepas. Nyeri lepas
terjadi ketika tangan yang menyentuh perut diangkat tiba-tiba, dan biasanya
menandakan peritonitis yang timbul akibat adanya darah atau isi usus. Kekakuan
yang berlanjut dapat menjadi rigiditas yang merupakan tanda peritonitis yang
dapat dipercayai. Rigiditas adalah sebagai indikasi untuk laparotomi, mekipun
hanya merupakan respon dinding abdomen terhadap luka dan bukan kerusakan
visceral. Mengerasnya dinding abdomen mungkin dapat akibat dari fraktur iga
bagian bawah yang membuat pemeriksaan abdomen menjadi sulit
diinterpretasikan.

Terabanya masa pada abdomen dapat diasumsikan adanya kandungan darah atau
sedikit campuran darah yang terjadi karena hematom subkapsuler dari lien.
Subcutaneus emfisema pada dinding abdomen menyerupai trauma intrathoracal,
meskipun ruptur sangat kecil pada viscus abdominal.

5) Pemeriksaan Rektum dan Pelvis


Jika pasien adalah wanita, periksa pervaginam ketika berbaring terlentang,
kemudian periksa rektumnya. Perhatikan juga sarung tangan yang digunakan.
Kantong rektovagina yang penuh atau nyeri tekan pada pada wanita atau kantong
rekto vesikal pada laki-laki mungkin menunjukkan hemoperitoneum. Perhatikan luka
pada peritoneum atau pada pantat pada saat yang bersamaan.

Pelvis diperiksa dengan cara menekan os pubis kebelakang dan menekan kedua sisi
panggul pada krista pelvis dengan kedua tangan. Bila ada fraktur akan terasa nyeri.
Tungkai atas dan bawah diperiksa. Adanya luka, kelainan bentuk atau rasa nyeri
pada gerakan aktif maupun pasif merupakan indikasi untuk melakukan pemeriksaan
lanjut yang ditujukan kepada kemungkinan patch tulang dan cedera sendi. Tulang
belakang diperiksa dengan membalikkan penderita kesisinya dan menekan celah
interspinosus dan processes spinosus.

Pemeriksaan laboratorium

Pemeriksaan darah diambil dan dilakukan pemeriksaan untuk darah rutin (angka
leukosit, Hb, angka eritrosit, angka trombosit,dll) golongan darah, Bleeding time,
Clotting time, ureum creatinin, urin rutin, dan SGOT SGPT apabila pasien dalam
hemodinamik stabil. Pemeriksaan croosmatch perlu ditambahkan pada pasien
dengan hemodinamik tidak stabil.

Bila terjadi perdarahan akan teriadi penurunan hemoglobin dan hematokrit dan bisa
disertai leukositosis. Bila meragukan hares dilakukan pemeriksaan serial. sedangkan
adanya eritrosit di dalam urin menunjang teriadinya trauma saluran kencing. Kadar
serum amylase 100 unit dalam 100 ml cairan abdomen menunjang bahwa telah
terjadi trauma pancreas.

Pemeriksaan Radiologi

1. Pemeriksaan Foto Polos abdomen

Yang biasa dilakukan adalah foto polos 3 posisi. Yang diperhatikan adalah tulang
vertebra dan pelvis, benda asing, bayangan otot psoas dan udara bebas intra atau
retoperitoneal. Pada penderita yang hemodinamik normal maka pemeriksaan
rontgen abdomen dalam keadaan terlentang dan berdiri (sambil melindungi tulang
punggung) mungkin berguna untuk mengetahui udara ekstraluminal di
retroperitoneum udara bebas di bawah diafragma, yang keduanya memerlukan
laparotomi segera. Hilangnya bayangan pinggang (psoas shadow) juga
menandakan adanya cedera retroperitoneum. Bila foto tegak dikontraindikasikan
karena nyeri atau patch tulang punggung, dapat digunakan foto samping sambil
tidur (left lateral decubitus) untuk mengetahui udara bebas intraperitoneal.
2. Ultrasound Diagnostik (Ultrasonografi )

Ultrasound dapat digunakan untuk mengetahui adanya hemoperitoneum.


Ultrasound adalah non-invasif, teliti dan murah dalam melakukan diagnosis cedera
intra abdominal dan dapat dilakukan berkali-kali.

3. IVP atau Sistogram

Hanya dilakukan bila dicurigai adanya trauma pada saluran kencing.

4. Uretrografi

Dilakukan sebelum memasang kateter urin (indwelling) kalau diduga adanya ruptur
uretra.

5. Diagnostik Peritoneal Lavage

Diagnostik peritoneal lavage adalah suatu prosedur yang dilakukan dengan cermat
tetapi invasif, dan sangat berperan dalam menentukan pemeriksaan berikut yang
perlu dilakukan pada penderita, dan dianggap 98% sensitive untuk perdarahan
intaperitoneum. Pemeriksaan harus dilakukan oleh tim bedah yang merawat
penderita dengan hemodinamik abnormal dan menderita multi trauma, teristimewa
kalau terdapat situasi seperti berikut:

Perubahan sensorium-cedera kepala, intoksikasi alcohol, penggunaan obat


terlarang.

Perubahan perasaan-cedera jaringan syaraf tulang belakang.

Cedera pada struktur berdekatan-tulang iga bawah, panggul, tulang belakang


dari pinggang ke bawah (lumbar spine)

Pemeriksaan fisik yang meragukan.

Antisipasi kehilangan kontak panjang dengan penderita-anestesia umum


untuk cedera yang lain dari abdomen, studi pemeriksaan roentgen yang lama
waktunya, seperti angiografi (penderita hemodinamis normal atau abnormal).

Kontraindikasi mutlak terhadap DPL adalah adanya indikasi untuk laparotomi


(celiotomy). Kontraindikasi yang relative meliputi operasi abdomen sebelumnya,
kegemukan yang tidak sehat, cirrhosis yang lanjut dan koagulopati yang sudah ada
sebelumnya.

Bila ditemukan darah, isi usus, serat sayuran, atau cairan empedu (bile) melalui
kateter pencuci pada penderita yang hemodinamis abnormal, harus dilakukan
laparotomi. Kalau darah gross atau isi usus tidak tersedot, pencucian dilakukan
dengan 1000 ml larutan ringer lactate yang dipanasi. Dilakukan penekanan
abdomen dan log roll untuk meyakinkan pencampuran yang memadai dari isi
abdomen dengan cairan pencuci, setelah itu cairan yang keluar dikirim ke
laboratorium untuk analisa kuantitatif bila isi usus, serat sayuran, atau air empedu
tidak terlihat. Tes yang positif dan keperluan intervensi pembedahan dfindikasikan
dengan > 100.000 RBC/mm3, > 500 WBC/mm3, atau pewarnaan gram yang positif
karena adanya bakteri-bakteri.

Penatalaksanaan

Penatalaksanaan internal bleeding karena trauma tumpul :

a. Penilaian Primary survey

- airway (Bila korban tidak sadar dan ada sumbatan mekanis, gunakan suction
atau pasang alat jalan nafas orofaring atau nasofaring). Bila sumbatan tetap ada
pasang intubasi trakea, dan apabila semua tindakan sudah dilakukan tetap tidak
berhasil dapat menggunakan tiroidektomi.

- Breathing ( bila tidak bernafas setelah jalan nafas bebab, lakukan ventilasi
buatan, sebaiknya dengan menggunakan oksigen konsentrasi tinggi).

- Circulation (awasi tanda-tanda syok, lakukan pemasangan Infus sebagai


pengganti cairan).

b. Pemasangan Pipa lambung

Tujuan pemasangan pipa lambung adalah untuk mengurangi dilatasi gaster yang
akut, dekompresi abdomen sebelum melakukan DPL dan mengeluarkan Isi abdomen
sehingga mengurangi resiko aspirasi.

c. Pemasangan Kateter

Untuk mengosongkan kandung kemih dan Menilai produksi urin yang keluar dari
tubuh.

d. Laparotomi

Sebagai preventable death disebabkan karena tidak diketahui perdarahan


abdomennya. Diperkirakan 6% penderita tumpul abdomen memerlukan laparotomi,
terutama perdarahan organ padat. Indikasi kecurigaan trauma tumpul abdomen jika
ditemukan

- unknown bleeding

- tanda-tanda perangsangan peritonium

- syok

- trauma dada mayor

- fraktur pelvis

- Penurunan kesadaran

- Hematuria

- Adanya jejas di abdomen

e. Observasi

Dilakukan pada penderita yang mengalami trauma abdomen atau tanda-tanda jejas
pada dinding perut tanpa jelas adanya tanda tanda kerusakan organ intraperitonial
sebaiknya dilakukan observasi 2 X 24 jam.

f. Tindakan penanganan trauma pada :

- trauma hepar berupa penjahitan, debridemen dan ligasi vaskuler yang robek

- trauma lien berupa splenorapi atau splenektomi

- trauma usus halus dapat berupa penjahitan atau reseksi

- trauma kolon, prinsipnya sama seperti usus halus atau dapat lakukan exteriorasi
atau colostomi

- trauma pankreas dan sistem biliaris

Cukup dilakukan drainase dulu, bila perlu rekonstruksi dapat direncanakan


kemudian pada saat pasien stabil

- trauma ginjal dapat berupa nefroktom

Anda mungkin juga menyukai