Anda di halaman 1dari 8

1.

Konsep sosial kognitive teori


Teori sosial kognitif (social cognitive theory = teori kognitif sosial) adalah salah
satu teori belajar yang  menjelaskan pola-pola perilaku. Teori yang dikembangkan
oleh Albert Bandura sejak tahun 1960an ini menitikberatkan pada bagaimana dan
mengapa orang cenderung untuk meniru atau meneladani apa yang mereka lihat melalui
media atau orang lain. Teori sosial kognitif merupakan pengembangan dari teori belajar
sosial yang menyediakan kerangka kerja untuk memahami, memprediksi, dan merubah
perilaku manusia.
Teori sosial kognitif menekankan pada kapasitas kita untuk belajar tanpa melalui
pengalaman langsung. Teori sosial kognitif yang disebut juga dengan teori belajar
observasional bergantung pada sejumlah hal termasuk kemampuan subyek untuk
memahami dan mengingat apa yang ia lihat, melakukan identifikasi dengan cara
memediasi karakter, dan keadaan atau situasi yang mempengaruhi peniruan perilaku.

Sebagai salah satu teori belajar, teori sosial kognitif kerapkali digunakan untuk
mempelajari media dan komunikasi massa, komunikasi kesehatan, dan komunikasi antar
pribadi atau komunikasi interpersonal. Tujuan teori sosial kognitif adalah untuk
menjelaskan bagaimana orang mengatur perilakunya melalui kontrol dan peneguhan atau
penguatan untuk mencapai perilaku yang diarahkan pada tujuan yang dapat
dipertahankan sepanjang waktu.

2. Person atau kognitif
Karakteristik seseorang dan faktor-faktor kognitif (ingatan, perencanaan, penilaian).
Dalam perannya sebagai individu, manusia berperan sebagai subjek atau pelaku dalam
proses pembelajaran sosial. Setiap individu unik karena berbagai perbedaan yang ada di
dalam diri mereka antara satu dengan yang lain.

3. Lingkungan (environment)
Segala bentuk, susunan, komponen, fungsi interaktif yang berada di bumi baik biotik
maupun abiotik. Dalam proses pembelajaran sosial, lingkungan meliputi lingkungan
sosial budaya atau lingkungan antar manusia. faktor- faktor diatas dapat saling
berinteraksi untuk memenuhi pembelajaran, seperti faktor lingkungan mempengaruhi
perilaku, perilaku mempengaruhi lingkungan, faktor kognitif mempengaruhi perilaku,
dan sebagainya. Dalam Teori Kognitif Sosial, variabel lingkungan, perilaku dan individu
saling memengaruhi
Dalam model pembelajaran Bandura, peran person/ kognitif memainkan peran penting.
Faktor person/kognitif yang ditekankan Bandura (1997, 2001 dalam Santrock, 2011) pada
masa belakangan ini adalah self-efficacy, yakni keyakinan bahwa seseorang bisa
menguasai situasi dan menghasilkan hasil positif. Bandura juga mengatakan bahwa self-
efficacy berpengaruh besar terhadap perilaku. (Santrock, 2011 hal. 236)
4.  Perilaku (behavior)
Tindakan atau aksi yang dapat mengubah hubungan individu dan lingkungannya. Faktor
perilaku atau behavior yang mempengaruhi proses pembelajaran sosial yaitu
keterampilan/kemampuan (skills), latihan, efektivitas diri.

5. Metode belajar dalam SCT

Model Pembelajaran Observasional Kontemporer Bandura


Sejak awal eksperimen Bandura (1986 dalam Santrock, 2013) memfokuskan pada proses spesifik
yang terlibat dalam proses pembelajaran observasional, yaitu :
Atensi
Sebelum murid memperhatikan dan meniru tindakan model, mereka memperhatikan apa yang
dilakukan dan dikatakan model. Atensi pada model dipengaruhi beberapa karakteristik seperti,
orang yang hangat, kuat, dan ramah akan lebih diperhatikan daripada orang yang dingin, lemah,
dan kaku. Murid lebih memperhatikan dan cenderung meniru model yang berstatus tinggi dan
guru adalah model berstatus tinggi dimata murid.

Retensi
Agar sebuah observasi dapat mengarahkan pada pola respons yang baru, pola tersebut
harus dapat direpresentasikan secara simbolis didalam ingatan (Feist & Feist, 2014, hal. 205).
Arti penting dari fase ini adalah bahwa pengamat tidak akan dapat memperoleh manfaat dari
tingkah laku yang diamati ketika model tidak hadir kecuali apabila tingkah laku itu dikode dan
disimpan dalam ingatan untuk digunakan di kemudian hari, misalnya mereka dapat
memvisualisasikan sendiri tahap-tahap yang telah didemonstrasikan dalam menggunakan busur
atau penggaris sebelum benar-benar menggunakannya.
Produksi
Setelah memperhatikan seorang model dan mempertahankan apa yang telah diobservasi,
kemudian memproduksi perilaku tersebut. Dalam proses mengubah retensi kognitif ke dalam
tindakan yang tepat, akan tetapi sebelumnya harus meyakini dalam diri untuk melakukan
tindakan tersebut.

Motivasi
Pembelajaran observasional paling efektif terjadi apabila pihak yang belajar termotivasi untuk
melakukan perilaku yang ditiru. Perhatian dan retensi dapat berakibat pada pengumpulan
informasi untuk belajar, namun performa difasilitasi oleh motivasi untuk melakukan perilaku
tertentu. Walau observasi dari orang lain mengajari bagaimana melakukan sesuatu, akan tetapi
besar kemungkinan tidak memiliki hastrat untuk melakukan tindakan tersebut.

Belajar Vicarious
Belajar observasional termotivasi oleh harapan bahwa meniru model dengan baik akan menuju
pada reinforcement. Namun, terdapat beberapa orang yang belajar dengan melihat orang saat
diberi reinforcement atau dihukum ketika terlibat dalam perilaku-perilaku tertentu. Hal inilah
yang disebut dengan vicarious yaitu mengamati apa yang terjadi pada orang lain.
Vicarious Reinforcement
Pembelajar yang mengamati orang lain diberi penguatan karena berperilaku tertentu
kemungkinan akan menampilkan perilaku yang sama lebih sering lagi, suatu fenomena yang
dikenal dengan istilah vicarious reinforcement. (Ormrod, 2008, hal.8)

Vicarious Punishment
Sebaliknya, ketika melihat seseorang mendapat hukuman karena perilaku tertentu, kecil
kemungkinan bagi pembelajar untuk mengikuti perilaku yang sama, suatu fenomena yang
dikenal dengan istilah vicarious punishment.  (Ormrod, 2008, hal.8)
Self efficacy
Seseorang yang mempunyai keyainan atas bakat yang dimiliki cenderung ingin lebih bisa dan
lebih mamou. Contohnya : Seseorang yang paham dirinya unggul dalam matematika maka
dirinya mau dan bersemangat untuk mengikuti les dan terus belajar matematika.
Seseorang dengan self efficacy tinggi cenderung ingin belajar dan terus ingin mencari sesuatu
hal yang baru.
Dimensi self-efficacy
Menurut Bandura (1997) mengungkapkan ada tiga dimensi self-efficacy, yakni:
A. Level
tingkat kesulitan seseorang dalam menghadapi tugas. Satu orang dengan yang lain berbeda cara
menghadapi tugas. Ada yang berfikiran mudah da nada yang berfikiran sulit.
Dalam Zimerman (2003) Level terbagi atas 3 bagian yaitu:
1. Analisis pilihan perilaku yang akan dicoba, yaitu seberapa besar individu merasa mampu
atau yakin untuk berhasil menyelesaikan tugas dengan pilihan perilaku yang akan diambil.
2. Menghindari situasi dan perilaku yang dirasa melampaui batas kemampuannya.
3. Menyesuaikan dan menghadapi langsung tugas-tugas yang sulit.
B. Generality

Bagaimana individu meyakini kemampuannya, mulai dari aktivitas yang biasa dilakukan ataupun
aktivitas yang belum pernah dilakukan hingga dalam situasi sulit dan bervariasi. Perasaan
kemampuan yang ditunjukkan individu pada tugas yang berbeda-beda, baik itu melalui tingkah
laku, kognitif dan afekny

C. Strength
kuatnya keyakinan individu terhadap kemampuan yang dimiliki. Individu tersebut tahan dan ulet
dalam pemenuhan tugasnya meskipun banyak rintangan dan tantangan. Pengalaman juga
mempunyai pengaruh, pengalaman yang lemah akan melemahkan keyakinan individu pula.
Individu yang mempunyai keyakinan yang kuat akan teguh untuk melewati rintangan.mereka
akan teguh dalam usaha untuk menyampaikan kesulitan yang dihadapi.

Self efficacy berbeda dengan self confidence. Self efficacy pada seseorang sesuai atau


linier atau berbanding lurus dengan kemampuan yang dimilikinya, selain itu Self efficacy lebih
tertuju pada penyelesaian suatu tugas tertentu. Sementara itu self confidence tidak selalu diiringi
dengan kemampuan seseorang.
Self-Regulation---- aku harus bisa hidup ssehat caranya ( self control) dengan
mengkonsumsi buah
Self regulation berbeda dengan self control. Self regulation merupakan aturan-aturan yang
ditetapkan oleh diri sendiri, sementara itu agar seseorang dapat sesuai dengan self regulationnya,
maka dibutuhkan self control. Jadi, self control merupakan cara seseorang untuk mengontrol
dirinya agar senantiasa selaras dengan self regulation yang sudah ditetapkannya sehingga self
control merupakan bagian dari self regulation.
1. Perilaku Diatur Sendiri (Self-Regulated Behavior)
Selain efikasi diri, untuk mendapatkan performa yang tinggi, siswa harus mempunyai
keterampilan pengaturan diri. Beberapa aspek dari self regulation diantaranya, menetapkan
standar dan tujuan untuk diri sendiri, cara memonitor mengevaluasi proses-proses kognitif dan
perilaku diri sendiri, menentukan konsekuensi-konsekuensi untuk setiap kesuksesan dan
kegagalan diri sendiri. Seseorang dianggap telah memiliki regulasi diri yang baik apabila
pemikiran dan tindakan individu berada dibawah kontrolnya sendiri, bukan diatur orang lain
maupun kondisi di sekitarnya.
Ada enam aspek self-regulated behavior, yaitu:
Standar dan tujuan yang ditentukan sendiri
Setiap individu pasti mempunyai standar dan tujuannya masing-masing. Misalnya, Reddy
berusaha keras untuk mendapatkan nilai A. Sementara Aldo sudah cukup puas mendapatkan nilai
C. Individu biasanya lebih termovitasi meraih tujuannya ketika tujuan tersebut ditentukan oleh
dirinya sendiri. Siswa seharusnya didorong untuk mengembangkan standar dan tujuan yang
menantang namun realistis.
Pengaturan emosI
Pengaturan emosi yaitu selalu menjaga atau mengelola setiap perasaan agar tidak
menghasilkan respon-respon yang tidak produktif.
Intruksi diri
Intruksi diri merupakan intruksi yang seseorang berikan kepada dirinya sendiri dengan
melakukan suatu perilaku yang kompleks.
Self-monitoring
Self monitoring atau observasi diri adalah mengamati dan mencatat perilaku sendiri. Contohnya,
jika Fina sering berbicara diluar gilirannya, kita dapat memintanya untuk memberi tanda kepada
kertas kerjanya setiap kali dia berbicara terlalu sering gilirannya
Evaluasi diri
Evaluasi diri merupakan penilaian terhadap performa atau perilaku sendiri. Contohnya
Dania selalu menulis dalam buku harian atau mingguan tentang kelebihan dan kelemahan
perfomanya.
Kontingensi yang ditetapkan sendiri
Kontingensi yang ditetapkan sendiri merupakan penguat atau hukuman yang ditetapkan sendiri
yang menyertai suatu perilaku. Contohnya, Ken menetapkan bahwa jika ia tidak mengerjakan
tugas, dia tidak akan menonton film seminggu dan jika ia berhasil mendapatkan nilai A dalam
tugasnya dia akan membeli es krim kesukaannya.
2. Self-Regulated Learning
Agar belajar bisa belajar lebih efektif, siswa harus terlibat dalam beberapa aktivitas mengatur
diri. Berikut ini adalah proses-proses Self-Regulated Learning.
1. Penetapan tujuan (Goal Setting) 5. Penggunaan strategi belajar yang
2. Perencanaan fleksibel
3. Motivasi diri 6. Monitor diri
4. Kontrol atensi 7. Mencari bantuan yang tepat
8. Evaluasi diri
Gambaran dari proses self-regulated learning ini yaitu pertama, orang tua atau guru bisa
membantu anak-anak belajar dengan menetapkan tujuan untuk suatu aktivitas belajar, menjaga
agar perhatian anak-anak tetap fokus pada tugas belajar, menyarankan strategi belajar yang
efektif, memonitor kemajauan belajar, dan sebagainya. Selanjutnya siswa akan meningkatkan
tanggung jawabnya sendiri terhadap proses-proses tadi hingga akhirnya siswa tidak
membutuhkan orang lain untuk melakukan proses ini.
3. Self-Regulated Problem Solving
Pemecahan masalah yang diatur sendiri (Self-Regulated Problem Solving) merupakan suatu
proses dimana orang dewasa dan anak berbagi tanggung jawab untuk mengarahkan berbagai
aspek proses belajar anak yang mencakup menetapkan tujuan, mengidentfikasi strategi yang
efektif, mengevaluasi kemajuan, dan sebagainya. Siswa dapat menjadi penyelesai masalah yang
independen ketika kita diawal telah memberikan bimbingan dan scaffolding yang memadai.
Pemecahan masalah yang bersifat self-regulated problem solving itu penting tidak hanya untuk
memecahkan masalah-masalah akademik saja, tetapi juga dapat digunakan untuk menyelesaikan
masalah-masalah sosial.
Perbedaan Self regulated behavior, Self Regulated Learning, Self Regulated PS
Self Regulated behavior merupakan pengaturan diri dalam perilakunya sehari-hari, sedangkan
self regulated learning lebih kepada pengaturan diri terhadap perilaku belajar agar proses
pembelajaran yang dilakukan seseorang dapat berjalan secara efektif. Dalam self regulated
learning terdapat dimensi kognitif, motivasi, dan lingkungan yang memengaruhi kefektifan
belajar. Sementara itu, self regulated problem solving merupakan cara mengatur diri untuk
menyelesaikan suatu masalah yang dihadapinya.

6. Komponen Dalam SCT


a. Agen manusia
Agen manusia adalah konsep dimana para pelajar atau peserta didik membuat
sebuah keputusan yang disengaja untuk berinvenstasi dalam belajar dan memberlakukan
perubahan perilaku. Fitur inti dari agen adalah kekuatan untuk memulai tindakan untuk
tujuan tertentu. Teori sosial kognitif mengidentifikasi tiga mode agen manusia yaitu
pribadi atau personal, proksi, dan kolektif.

 Agen pribadi adalah pengaruh yang dimiliki seseorang terhadap lingkungan


 Agen proksi adalah upaya yang dilakukan oleh orang lain terhadap minat individu
 Agen kolektif adalah sekelompok orang yang bekerja sama untuk mencapai
keuntungan bersama

b. Pengaturan diri
Pengaturan diri mengacu pada pemikiran, perasaan, dan tindakan yang dihasilkan
sendiri, yang direncanakan, dan disesuaikan secara berulang dengan pencapaian tujuan
probadi. Menurut Bandura, pengaturan diri beroperasi melalui seperangkat subfungsi
psikologis yaitu subfungsi pemantauan diri, subfungsi penghakiman, dan pengaruh
reaktif diri sendiri.

c. Keyakinan akan kemampuan diri


Kemampuan diri memainkan peran sentral dalam proses pengaturan diri. Ini
menyangkut kepercayan individu terhadap kemampuan mereka untuk berhasil
mengendalikan tindakan atau  kejadian dalam kehidupan mereka. Keyakinan ini
didasarkan pada perasaan individu bahwa mereka memiliki kemampuan kognitif,
motivasi, dan sumber daya yang diperlukan untuk menyelesaikan tugas. Ada empat
sumber informasi utama yang membuat kemampuan diri peserta didik yaitu pengalaman
penguasaan enaktif, pengalaman gantian, persuasi sosial, keadaan fisiologis dan
pernyataan psikologis.

7. (7) Sesungguhnya anntara seseorang mukmin dengan mungkin lainnya bagaikan


bangunan yang saling melengkapi (memperkokoh) satu sama lainnya.” (H. R. Bukhari
dan Muslim

Anda mungkin juga menyukai