Sebagai salah satu teori belajar, teori sosial kognitif kerapkali digunakan untuk
mempelajari media dan komunikasi massa, komunikasi kesehatan, dan komunikasi antar
pribadi atau komunikasi interpersonal. Tujuan teori sosial kognitif adalah untuk
menjelaskan bagaimana orang mengatur perilakunya melalui kontrol dan peneguhan atau
penguatan untuk mencapai perilaku yang diarahkan pada tujuan yang dapat
dipertahankan sepanjang waktu.
2. Person atau kognitif
Karakteristik seseorang dan faktor-faktor kognitif (ingatan, perencanaan, penilaian).
Dalam perannya sebagai individu, manusia berperan sebagai subjek atau pelaku dalam
proses pembelajaran sosial. Setiap individu unik karena berbagai perbedaan yang ada di
dalam diri mereka antara satu dengan yang lain.
3. Lingkungan (environment)
Segala bentuk, susunan, komponen, fungsi interaktif yang berada di bumi baik biotik
maupun abiotik. Dalam proses pembelajaran sosial, lingkungan meliputi lingkungan
sosial budaya atau lingkungan antar manusia. faktor- faktor diatas dapat saling
berinteraksi untuk memenuhi pembelajaran, seperti faktor lingkungan mempengaruhi
perilaku, perilaku mempengaruhi lingkungan, faktor kognitif mempengaruhi perilaku,
dan sebagainya. Dalam Teori Kognitif Sosial, variabel lingkungan, perilaku dan individu
saling memengaruhi
Dalam model pembelajaran Bandura, peran person/ kognitif memainkan peran penting.
Faktor person/kognitif yang ditekankan Bandura (1997, 2001 dalam Santrock, 2011) pada
masa belakangan ini adalah self-efficacy, yakni keyakinan bahwa seseorang bisa
menguasai situasi dan menghasilkan hasil positif. Bandura juga mengatakan bahwa self-
efficacy berpengaruh besar terhadap perilaku. (Santrock, 2011 hal. 236)
4. Perilaku (behavior)
Tindakan atau aksi yang dapat mengubah hubungan individu dan lingkungannya. Faktor
perilaku atau behavior yang mempengaruhi proses pembelajaran sosial yaitu
keterampilan/kemampuan (skills), latihan, efektivitas diri.
Retensi
Agar sebuah observasi dapat mengarahkan pada pola respons yang baru, pola tersebut
harus dapat direpresentasikan secara simbolis didalam ingatan (Feist & Feist, 2014, hal. 205).
Arti penting dari fase ini adalah bahwa pengamat tidak akan dapat memperoleh manfaat dari
tingkah laku yang diamati ketika model tidak hadir kecuali apabila tingkah laku itu dikode dan
disimpan dalam ingatan untuk digunakan di kemudian hari, misalnya mereka dapat
memvisualisasikan sendiri tahap-tahap yang telah didemonstrasikan dalam menggunakan busur
atau penggaris sebelum benar-benar menggunakannya.
Produksi
Setelah memperhatikan seorang model dan mempertahankan apa yang telah diobservasi,
kemudian memproduksi perilaku tersebut. Dalam proses mengubah retensi kognitif ke dalam
tindakan yang tepat, akan tetapi sebelumnya harus meyakini dalam diri untuk melakukan
tindakan tersebut.
Motivasi
Pembelajaran observasional paling efektif terjadi apabila pihak yang belajar termotivasi untuk
melakukan perilaku yang ditiru. Perhatian dan retensi dapat berakibat pada pengumpulan
informasi untuk belajar, namun performa difasilitasi oleh motivasi untuk melakukan perilaku
tertentu. Walau observasi dari orang lain mengajari bagaimana melakukan sesuatu, akan tetapi
besar kemungkinan tidak memiliki hastrat untuk melakukan tindakan tersebut.
Belajar Vicarious
Belajar observasional termotivasi oleh harapan bahwa meniru model dengan baik akan menuju
pada reinforcement. Namun, terdapat beberapa orang yang belajar dengan melihat orang saat
diberi reinforcement atau dihukum ketika terlibat dalam perilaku-perilaku tertentu. Hal inilah
yang disebut dengan vicarious yaitu mengamati apa yang terjadi pada orang lain.
Vicarious Reinforcement
Pembelajar yang mengamati orang lain diberi penguatan karena berperilaku tertentu
kemungkinan akan menampilkan perilaku yang sama lebih sering lagi, suatu fenomena yang
dikenal dengan istilah vicarious reinforcement. (Ormrod, 2008, hal.8)
Vicarious Punishment
Sebaliknya, ketika melihat seseorang mendapat hukuman karena perilaku tertentu, kecil
kemungkinan bagi pembelajar untuk mengikuti perilaku yang sama, suatu fenomena yang
dikenal dengan istilah vicarious punishment. (Ormrod, 2008, hal.8)
Self efficacy
Seseorang yang mempunyai keyainan atas bakat yang dimiliki cenderung ingin lebih bisa dan
lebih mamou. Contohnya : Seseorang yang paham dirinya unggul dalam matematika maka
dirinya mau dan bersemangat untuk mengikuti les dan terus belajar matematika.
Seseorang dengan self efficacy tinggi cenderung ingin belajar dan terus ingin mencari sesuatu
hal yang baru.
Dimensi self-efficacy
Menurut Bandura (1997) mengungkapkan ada tiga dimensi self-efficacy, yakni:
A. Level
tingkat kesulitan seseorang dalam menghadapi tugas. Satu orang dengan yang lain berbeda cara
menghadapi tugas. Ada yang berfikiran mudah da nada yang berfikiran sulit.
Dalam Zimerman (2003) Level terbagi atas 3 bagian yaitu:
1. Analisis pilihan perilaku yang akan dicoba, yaitu seberapa besar individu merasa mampu
atau yakin untuk berhasil menyelesaikan tugas dengan pilihan perilaku yang akan diambil.
2. Menghindari situasi dan perilaku yang dirasa melampaui batas kemampuannya.
3. Menyesuaikan dan menghadapi langsung tugas-tugas yang sulit.
B. Generality
Bagaimana individu meyakini kemampuannya, mulai dari aktivitas yang biasa dilakukan ataupun
aktivitas yang belum pernah dilakukan hingga dalam situasi sulit dan bervariasi. Perasaan
kemampuan yang ditunjukkan individu pada tugas yang berbeda-beda, baik itu melalui tingkah
laku, kognitif dan afekny
C. Strength
kuatnya keyakinan individu terhadap kemampuan yang dimiliki. Individu tersebut tahan dan ulet
dalam pemenuhan tugasnya meskipun banyak rintangan dan tantangan. Pengalaman juga
mempunyai pengaruh, pengalaman yang lemah akan melemahkan keyakinan individu pula.
Individu yang mempunyai keyakinan yang kuat akan teguh untuk melewati rintangan.mereka
akan teguh dalam usaha untuk menyampaikan kesulitan yang dihadapi.
b. Pengaturan diri
Pengaturan diri mengacu pada pemikiran, perasaan, dan tindakan yang dihasilkan
sendiri, yang direncanakan, dan disesuaikan secara berulang dengan pencapaian tujuan
probadi. Menurut Bandura, pengaturan diri beroperasi melalui seperangkat subfungsi
psikologis yaitu subfungsi pemantauan diri, subfungsi penghakiman, dan pengaruh
reaktif diri sendiri.