Anda di halaman 1dari 8

PSIKOLOGI SOSIAL

Nama : Mariana
NIM : 202165201056
Jurusan : Ilmu Pemerintahan
Prodi : Fakultas Sosial Dan Politik (Fisipol)

1. Teori Belajar Sosial

Teori belajar sosial dikenalkan oleh Albert Bandura, menekankan pada komponen kognitif
dari pikiran, pemahaman dan evaluasi. Menurut Bandura, Teori belajar sosial sering disebut
sebagai jembatan antara teori behavioristik dan kognitivistik karena meliputi perhatian,
memori, dan motivasi (Bandura, A., 1977). Teori belajar sosial menjelaskan bahwa perilaku
manusia mempunyai interaksi timbal balik yang berkesinambungan antara kognitif, perilaku,
dan pengaruh lingkungan. Kebanyakan perilaku manusia dipelajari observasional melalui
pemodelan yaitu dari mengamati orang lain. Kemudian hasilnya berfungsi sebagai panduan
untuk bertindak. Berbeda dengan teori perkembangan anak lainnya, Albert Bandura
menganggap setiap anak tetap bisa belajar hal baru meski tidak melakukannya secara
langsung. Syaratnya, anak sudah pernah melihat orang lain melakukannya, terlepas apapun
medianya (Bandura, A., 1977). Di sinilah peran elemen sosial, bahwa seseorang bisa belajar
informasi dan perilaku baru dengan melihat orang lain melakukannya.

Teori Social Learning dapat menjadi jawaban atas celah dari teori-teori belajar lainnya. pada
teori ini, terdapat 3 konsep yang menjadi dasar (Santrock, 2008), yaitu:
1. Manusia bisa belajar lewat observasi

2. Kondisi mental berperan penting dalam proses pembelajaran


3. Belajar sesuatu tidak menjamin perubahan perilaku

Menurut Albert Bandura (dalam Ahmad, 2012), sebagian besar perilaku manusia dipelajari
secara observatif lewat modeling, sehingga dengan melihat bagaimana orang lain berperilaku,
maka akan muncul konsep baru yang dipercaya menjadi cara bertindak yang tepat. Berikut ini
cara agar teori sosial dapat berjalan efektif pada pembelajaran yaitu:

1. Perhatian
Anak harus memberikan atensi atau perhatian. Apapun yang mengalihkan perhatian akan
berdampak buruk pada proses pembelajaran sosial.
2. Retensi
Kemampuan untuk menyimpan informasi juga penting. Ada banyak faktor yang
berpengaruh terhadap hal ini, utamanya adalah kemampuan untuk menyerap hal-hal baru.
3. Reproduksi
Setelah memberikan perhatian kemudian menyimpannya, tiba saatnya untuk melakukan
tindakan yang telah dipelajari. Inilah peran penting dari latihan, sehingga perilaku akan
semakin terasah.
4. Motivasi
Tahap terakhir untuk memastikan proses belajar berlangsung lancar adalah motivasi
untuk meniru perilaku yang telah dilihat. Konsep pemberian hadiah atau hukuman bisa
menjadi cara menggali motivasi. Contohnya ketika melihat teman sebaya mendapat hadiah
saat tiba di kelas tepat waktu. Atau sebaliknya, melihat teman dihukum karena terlambat
masuk kelas.

Albert Bandura percaya pada “determinisme timbal balik”, yaitu lingkungan memang


membentuk perilaku dan perilaku membentuk lingkungan, sedangkan behaviorisme dasarnya
menyatakan bahwa lingkungan seseorang menyebabkan perilaku seseorang (Santrock, 2008).
Teori ini terkait dengan Social Development Theory and Lave’s Vygotsky dimana ketika
melakukan proses pembelajaran secara tidak langsung juga menekankan tentang pentingnya
pembelajaran sosial.

2. Observational Learning
` Anak-anak merupakan generasi penerus bangsa yang diharapkan dapat membuat
negara menjadi lebih maju karena pintar dan cepatnya mereka menyerap pembelajaran.
Sebagian besar pembelajaran berasal dari orang tua. Orang tua menjadi panutan bagi anak-
anak mereka.

Anak-anak belajar rasa kasih sayang, kejujuran, sportivitas, kesopanan, rasa hormat,
dan sejumlah nilai baik lain. Tetapi, tidak hanya nilai baik saja yang diserap sang anak dari
orang tua, melainkan nilai buruk pun dapat mereka serap. Banyak orang tua yang tak
menyadari, tidak peka, dan berperilaku buruk sehingga memengaruhi perkembangan moral
sang anak yang secara tidak langsung dapat membentuk perilaku sang anak yang cenderung
buruk.

Tokoh psikologi, Albert Bandura mengemukakan observational learning adalah


pembelajaran yang melibatkan keterampilan, strategi, dan kepercayaan dengan cara
mengamati orang lain. Apa yang dipelajari biasanya bukan salinan yang tepat dari apa yang
dimodelkan melainkan bentuk umum atau strategi yang sering diterapkan oleh pengamat
dalam cara-cara kreatif (Santrock, 2011). Kapasitas untuk mempelajari pola perilaku dengan
pengamatan menghilangkan proses belajar yang membosankan. Observational
learning membutuhkan waktu yang sedikit untuk dipelajari, maka dari itu anak-anak mudah
menyerap suatu pembelajaran yang mereka amati.

proses observational learning dalam pembentukan perilaku anak


1. Proses memperhatikan.
Belajar melalui modelling, sang anak perlu memperhatikan dan mempersepsi perilaku
model secara tepat. Tingkat keberhasilan belajar itu ditentukan oleh karakteristik model
maupun karakteristik anak itu sendiri.

2. Proses retensi.
Informasi yang diperoleh sang anak harus disimpan dalam ingatan. Retensi ini dapat
dilakukan dengan cara menyimpan informasi secara imaginal atau mengkodekan
peristiwa model ke dalam simbol-simbol verbal yang mudah dipergunakan. Materi
yang bermakna bagi pengamat dan menambah pengalaman sebelumnya akan lebih
mudah diingat. Cara lain untuk mengingat adalah dengan membayangkan perilaku
model atau dengan mempraktikkannya.

3. Proses  produksi.
Pada tahap tertentu, gambaran simbolik tentang perilaku model mungkin perlu
diterjemahkan ke dalam tindakan yang efektif. Sang anak memerlukan gambaran
kognitif yang akurat tentang perilaku model.

4. Proses motivasi.
Apakah orang mempraktikkan apa yang sudah dipelajarinya atau tidak, tergantung pada
motivasinya. Anak akan cenderung mengadopsi perilaku model jika perilaku tersebut:
(a) secara internal pengamat memberikan penilaian yang positif; (b) pengamat melihat
bahwa perilaku tersebut bermanfaat bagi model itu sendiri, dan (c) menghasilkan
imbalan eksternal. Antisipasi terhadap akibat yang positif dan negatif menentukan
aspek-aspek yang mana dari perilaku model itu yang diamati atau diabaikan oleh anak
(Abdullah, 2019).

3. Aspek Yang Membentuk Sikap Dan Prilaku


 Self-gain yaitu harapan seseorang untuk memperoleh atau menghindari
kehilangan sesuatu, misalnya ingin mendapatkan pengakuan, pujian, atau
takut dikucilkan
 Personal values and norms yaitu adanya nilai-nilai dan norma sosial yang
diinternalisasikan oleh individu selama mengalami sosialisasi dan
sebagaian nilai-nilai serta norma tersebut berkaitan dengan tindakan
prososial, seperti berkewajiban menegakkan kebenaran dan keadilan serta
adanya norma timbal balik.
 Empathy yaitu kemampuan seseorang untuk ikut merasakan perasaan atau
pengalaman orang lain.

Faktor-faktor yang spesifik mempengaruhi perilaku prososial antara lain, karakteristik


situasi, karakteristik penolong, dan karakteristik orang yang membutuhkan pertolongan
(Sears dkk, 1994: 61 dalam Dahriani, 2007: 38) :

1. Faktor Situasional, meliputi :


2. Kehadiran Orang Lain

Individu yang sendirian lebih cenderung memberikan reaksi jika terdapat situasi darurat
ketimbang bila ada orang lain yang mengetahui situasi tersebut. Semakin banyak orang yang
hadir, semakin kecil kemungkinan individu yang benar-benar memberikan pertolngan. Faktor
ini sering disebut dengan efek penonton (bystander effect). Individu yang sendirian
menyaksikan orang lain mengalami kesulitan, maka orang itu mempunyai tanggung jawab
penuh untuk memberikan reaksi terhadap situasi tersebut. 
2. Kondisi Lingkungan
Keadaan fisik lingkungan juga mempengaruhi kesediaan untuk membantu. Pengaruh
kondisi lingkungan ini seperti cuaca, ukuran kota, dan derajat kebisingan.

3. Tekanan Waktu

Tekanan waktu menimbulkan dampak yang kuat terhadap pemberiaan bantuan. Individu
yang tergesa-gesa karena waktu sering mengabaikan pertolongan yang ada di depannya.

1. Penolong, meliputi :
2. Suasana Hati
Individu lebih terdorong untuk memberikan bantuan bila berada dalam suasana hati yang
baik, dengan kata lain, suasana perasaan posiif yang hangat meningkatkan kesediaan untuk
melakukan perilaku prososial.
2. Rasa Bersalah
Keinginan untuk mengurangi rasa bersalah bisa menyebabkan individu menolong orang
yang dirugikannya, atau berusaha menghlangkannya dengan melkukan tindakan yang baik.

3. Distres dan Rasa Empatik

Distres diri (personal disterss) adalah reaksi pribadi individu terhadap penderitaan orang
lain, seperti perasaan terkejut, takut, cemas, prihatin, tidak berdaya, atau perasaan apapun
yang dialaminya. Sebaliknya, rasa empatik (emphatic concern) adalah perasaan simpati dan
perhatian terhadap orang lain, khususnya untuk berbagi pengalaman atau secara tidak
langsung merasakan penderitaan orang lain. Distres diri terfokus pada diri sendiri yaitu
memotivasi diri sendiri untuk mengurangi kegelisahan pada diri sendiri dengan membantu
orang yang membutuhkan, tetapi juga dapat melakukannya denagn menghindari situasi
tersebut atau mengabaikan penderitaan di sekitarnya. Sebaliknya, rasa empatik terfokus pada
si korban yaitu hanya dapat dikurangi dengan membantu orang yang berada dalam kesulitan
dalam rangka meningkatkan kesejahteraannya.

1. Orang yang Membutuhkan Pertolongan, meliputi :


2. Menolong orang yang disukai

Rasa suka awal individu terhadap orang lain dipengaruhi oleh beberapa faktor seperti
daya tarik fisik dan kesamaan. Karakteristik yang sama juga mempengaruhi pemberian
bantuan pada orang yang mengalami kesulitan. Sedangkan individu yang meiliki daya tarik
fisik mempunyai kemungkinan yang lebih besar untuk menerima bantuan. Perilaku prososial
juga dipengaruhi oleh jenis hubungan antara orang seperti yang terlihat dalam kehidupan
sehari-hari. Misalnya, individu lebih suka menolong teman dekat daripada orang asing.

2. Menolong orang yang pantas ditolong

Individu membuat penilaian sejauh mana kelayakan kebutuhan yang diperlukan orang
lain, apakah orang tersebut layak untuk diberi pertolongan atau tidak. Penilaian tersebut
dengan cara menarik kesimpulan tentang sebab-sebab timbulnya kebutuhan orang tersebut.
Individu lebih cenderung menolong orang lain bila yakin bahwa penyebab timbulnya masalah
berada di luar kendali orang tersebut.
 Berbagi Kesediaan untuk berbagi perasaan dengan orang lain dalam suasana suka
dan duka.

 Kerjasama Kesediaan untuk bekerjasama dengan orang lain demi tercapainya


suatu tujuan.
 Menolong Kesediaan untuk menolong orang lain yang sedang berada dalam
kesulitan.

 Bertindak jujur Kesediaan untuk melakukan sesuatu seperti apa adanya, tidak
berbuat curang.
 Berderma Kesediaan untuk memberikan sukarela sebagian barang miliknya
kepada orang yang membutuhkan.

4. Johari Windows

Pada dasarnya, teori jendela Johari dibangun atas dua prinsip. Kedua prinsip
dalam Johari Window adalah:Kepercayaan kepada orang lain saat kamu mengungkapkan
informasi tentang dirimu dan, Belajar lebih banyak tentang dirimu sendiri melalui umpan
balik yang diberikan orang lain untuk meningkatkan kesadaran dan efektivitas diri sebagai
individu.
Bila pendekatan ini dikembangkan dengan cara yang tepat oleh sesama karyawan,
maka akan membawa dampak untuk memperkuat hubungan, memecahkan masalah dan
efektivitas kerja dalam tim. 
1. Open atau Free Area
Area open atau free area menjelaskan tentang apa yang diketahui oleh dirimu sendiri
dan diketahui juga oleh orang lain.  
Biasanya dalam kuadran pertama ini, informasi yang bisa didapatkan berupa emosi,
sikap, perilaku, pengalaman, pengetahuan, keterampilan, perasaan, pandangan dan
sebagainya yang diketahui oleh dirimu yang juga diketahui oleh orang lain. 
Saat bekerja dalam kelompok, yang harus dikembangkan adalah area open atau area
terbuka ini agar tim bisa bekerja efektif dan lebih produktif. 
Melalui open area ini komunikasi dan kerja sama tim bisa berjalan dengan baik,
menghindari kebingungan, ketidakjelasan, gangguan dan konflik. 
Untuk memperluas area terbuka ini bisa dilakukan dengan cara menawarkan umpan balik
secara sensitif untuk mengungkapkan informasi, pemikiran atau perasaan tiap anggota
tim. 
Selain itu, seorang pemimpin juga harus memiliki tanggung jawab untuk
membuka open area ini melalui komunikasi yang terbuka, positif, konstruktif, sensitif dan
berbagi pengetahuan di seluruh kelompoknya. 
2. Blind area 
Kuadran kedua dari pendekatan Johari Window adalah untuk mengetahui apa yang
tidak diketahui oleh dirimu tetapi diketahui oleh orang lain. 
Cara meminta umpan balik tadi dalam kuadran pertama, sebenarnya bisa digunakan
untuk mengurangi blind area ini. 
Blind area ini bukanlah area produktif karena kamu menjadi tidak tahu tentang dirimu
sendiri. Area buta ini juga mencakup masalah yang disembunyikan orang lain darimu karena
ia kesulitan untuk mengungkapkannya. 
Beberapa cara mengurangi blind area ini bisa dilakukan melalui upaya berikut: 
 Memberikan umpan balik sensitif serta mendorong seseorang untuk menceritakan
kesulitannya.
 Manajer sebaiknya membangun suasana lingkungan kerja yang tidak menghakimi,
sehingga tidak membuat takut seseorang untuk mengungkapkan masalahnya. 

 Memberikan perhatian ketika mental dari karyawan tersebut tidak bisa menerima
umpan balik yang diberikan. 

3. Hidden area atau area tersembunyi 

Maksud dari hidden area adalah tentang apa yang diketahui oleh kamu tentang dirimu
dan tidak juga diketahui oleh orang lain. 
Umumnya area tersembunyi ini bisa meliputi ketakutan, rahasia, niat
manipulatif yang diketahui olehmu namun tidak diungkap untuk alasan tertentu.
Menjadi hal wajar bila perasaan atau informasi pribadi yang tidak terkait dengan pekerjaan
disembunyikan dari diri seseorang. 
Namun, jangan sampai ada informasi terkait pekerjaan yang disembunyikan dan akan
lebih baik ditempatkan di open area. 
Cara yang sama berupa pengungkapan dan pemaparan informasi juga bisa dilakukan
untuk mengurangi hidden area ini. 
Oleh karena itu, tidak heran bila budaya kerja dapat memengaruhi seberapa besar
kesiapan karyawan untuk mengungkap jati diri mereka.  

4 . Unknown area atau area yang tidak diketahui

Unknown area menjelaskan tentang apa yang kamu tidak diketahui tentang dirimu
dan tidak diketahui juga oleh orang lain. 
Kuadran empat ini menyimpan tentang informasi, kemampuan, bakat pengalaman yang
tidak diketahui oleh kamu dan juga tidak diketahui oleh orang lain. Contoh dari unknown
area ini seperti: 
 Kemampuan yang diremehkan karena minimnya pengalaman dan dorongan
 Bakat yang tidak disadari ada dalam diri seseorang

 Perasaan tertekan atau tidak sadar

 Penyakit yang tidak diketahui

Anda mungkin juga menyukai